I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pada sebuah seminar dalam acara IDEM (International Dentistry
And Exhibition Management) yang disampaikan oleh Prof. John Thomas bulan April 2006 yang lalu di Singapura, ia mengatakan bahwa kita hidup dalam dunia mikroba, di mana salah satu sumber mikroba adalah rongga mulut. Di dalam rongga mulut terdapat bermacam mikroba, baik yang berguna maupun yang tidak berguna. Mikroba yang berguna akan membantu proses pencernaan bersama-sama dengan enzym sebelum makanan masuk ke dalam kerongkongan untuk proses selanjutnya. Sementara mikroba yang tidak berguna, yang menumpuk di dalam mulut dapat menyebabkan karang gigi, gusi berdarah atau penyakit periodontal lainnya, atau yang biasa dikenal di dunia kedokteran gigi sebagai periodontitis. Kecuali mengganggu kesehatan rongga mulut (oral health), beberapa penyakit sistemik, seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, atherosclerosis, infark myocardial, stroke), pneumonia karena bakteri, lahir rendah bobot (low birth weight) dan diabetes melitus ditengarai masuk melalui rongga mulut yang terinfeksi (Li et al., 2000) Di dalam rongga mulut memang sudah terdapat bakteri penghancur makanan, oleh karena itu rongga mulut tidak akan pernah bersih ”100%”. Namun demikian kebersihan rongga mulut dan gigi harus tetap terus dijaga. Dengan menjaga kesehatan gigi dan mulut, akan terhindar dari penyakit atau gangguan rongga mulut dan gigi seperti gingivitis (radang
gusi), gigi berlubang (karies), stomatitis (radang mulut karena bakteri), moniliasis (radang mulut karena jamur), tonsilitis (radang pada tonsil), pharingitis (radang pada faring dan tenggorokan) dan halitosis (bau mulut). Ada 2 penyakit gigi dan rongga mulut yang umum ditemukan, yaitu: karies gigi dan penyakit periodontal. Penyakit periodontal adalah istilah yang
digunakan
untuk
menggambarkan
berbagai
jenis
inflamasi
(peradangan) dan penyakit degeneratif yang mempengaruhi struktur penunjang gigi yang dikenal sebagai penyakit gusi berdarah (gingivitis). Radang gusi juga diakui sebagai faktor utama kasus gigi tanggal dan kerusakan jaringan penyangga gigi (Kuntari, 2006). Selanjutnya mengutip Kuntari, pada tahun 2005, diperlukan dana sebesar 84 miliar dolar untuk biaya kesehatan gigi dan rongga mulut warga Amerika dan menurut Asosiasi Dokter Gigi Amerika Serikat (ADA) setiap tahunnya 28,000 warga AS terkena kanker mulut dan tenggorokan. Sesungguhnya kedua macam penyakit gigi dan rongga mulut ini dapat dicegah kalau: (a) menyikat gigi dan flossing dengan baik dan benar setiap hari, (b) mengkonsumsi makanan dengan nutrisi yang seimbang dan (c) mengunjungi dokter gigi secara rutin setiap 6 bulan sekali. Konsultasi dengan dokter gigi bertujuan untuk mendapatkan saran mengenai perawatan kesehatan rongga mulut dan produk -produk yang tepat. Fakta yang ditemukan di lapangan (Pfizer Professional Program Workshop, 2004) menunjukkan bahwa: (a) waktu rata-rata orang menyikat
2
gigi hanya 46 detik dari 2 menit yang disarankan oleh dokter gigi, (b) Hanya 2%-10% pasien menggunakan benang gigi (flossing) secara rutin dan efektif, (c) bahkan kebanyakan orang tidak bisa dan tidak mau menggunakan benang gigi setiap hari dan (d) lebih dari 50% orang dewasa menderita gusi berdarah. Dengan adanya temuan ini, maka PT Pfizer Indonesia sebagai produsen
obat
kumur
(mouth wash/mouthrinse)
Listerine
gencar
melakukan kampanye: “Menyikat gigi saja tidak cukup” atau “Brushing alone is not enough”. Namun demikian kampanye ini dirasakan belum cukup mampu mengubah persepsi konsumen bahwa “menyikat gigi saja sudah cukup”, Listerine merupakan salah satu merek obat kumur yang beredar di Indonesia yang dipasarkan oleh PT Pfizer Indonesia. Merunut pada sejarah perkembangannya, produk ini pertama kali dikembangkan formulanya pada tahun 1879 oleh Dr. Joseph Lawrence dan Jordan Wheat Lambert, sebagai disinfektan pada prosedur pembedahan. Produk ini kemudian diberi nama Listerine berdasarkan nama seorang dokter berkebangsaan Inggris bernama Sir Joseph Lister yang menemukan antiseptik pertama untuk pembedahan pada tahun 1865 (Porter, 1997). Pada tahun 1914 Listerine mulai dipasarkan secara masal. Mulanya penggunaan Listerine hanya untuk mengatasi radang tenggorokan, perawatan rambut dan kulit kepala (ketombe), luka, perawatan kulit karena sifat antiseptiknya, dan untuk mengatasi halitosis (bau mulut).
3
Dalam perjalanan waktu, apalagi setelah tahun 1987 ketika mendapatkan pengakuan resmi dari ADA (American Dental Association), sebagai obat kumur yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai salah satu alat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut di samping sikat gigi dan benang gigi (dental floss), kegiatan pemasaran Listerine mulai gencar dilakukan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Listerine mulai dipasarkan di Indonesia sekitar 30 tahun yang lalu dan pertama kali masuk dalam kategori obat bebas (green dot). Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia membedakan kategori obat-obatan sebagai berikut: (a) narkotika yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter dan di bawah pengawasan ketat BPOM, (b) obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter atau obat keras dengan label lingkaran warna merah (red dot), (c) obat bebas terbatas dengan label lingkaran warna biru (blue dot) yang hanya bisa dijual di apotik dan toko obat biasa yang mendapat izin menjual obat dan (d) obat bebas dengan label lingkaran warna hijau (green dot) yang dijual bebas (MIMS Indonesia, 2006). Sekitar awal tahun 1990-an, Listerine kemudian dikategorikan sebagai kosmetik, dimasukkan dalam kelompok toiletries, bersama-sama dengan pasta gigi dan sikat gigi serta produk-produk untuk kebersihan tubuh lainnya. Sehingga sejak saat itu penempatan Listerine di rak-rak pajang pasar swalayan tidak lagi ditempatkan di rak obat. Semenjak Listerine menjadi produk kosmetik murni atau produk konsumen (consumer
goods),
maka
strategi
4
pemasarannya
lebih
leluasa
dibandingkan dengan kategori obat bebas atau over-the-counter (OTC) lainnya. Di lingkungan internal Pfizer yaitu di dalam divisi Pfizer Consumer Healtcare atau dikenal sebagai PCH, Listerine merupakan salah satu merek global yang dikategorikan sebagai merek yang agresif atau aggressive brand, artinya investasi untuk periklanan dan kegiatan lainnya dilakukan lebih agresif dibandingkan untuk merek atau produk lainnya di lingkungan Pfizer. Data internal Pfizer (2006) menunjukkan bahwa Listerine merupakan pemimpin pasar (market leader) di hampir setiap negara di mana Listerine dipasarkan, termasuk di Indonesia dengan pangsa pasar sebesar 53.6% (ACNielsen Retail Audit, Jan-Feb 2006). Data Retail Audit di 12 kota yang dilakukan oleh ACNielsen selama tahun 2001 sampai tahun 2005 menunjukkan laju pertumbuhan tahunan gabungan
(Compounded
Aggregate Growth Rate/CAGR) Listerine
sebesar 27.1%, sementara CAGR total pasar obat kumur sebesar 14.6%, sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Data Retail Audit merupakan data penjualan ke konsumen yang diperoleh dari toko ritel (tidak termasuk grosir), seperti: supermarket, mini-market, toko kelontong, apotik dan toko obat, di mana data dikumpulkan secara berkala setiap 2 bulan sekali. Data ini dianggap sebagai konsumsi dengan asumsi bahwa pembelian konsumen di toko ritel untuk tujuan penggunaan langsung atau sendiri.
5
Tabel 1.
Merek Total Pasar Listerine Pepsodent Enkasari Betadine Fresh Oral-B Lainnya Keterangan: Sumber:
Konsumsi Merek-Merek Obat Kumur Tahun 2001-2005 (Dalam Satuan Liter) di 12 Kota dan Laju Pertumbuhan Tahunan Gabungan (CAGR) Total Pasar dan MasingMasing Merek 2001 554,066
2002 596,457
2003 688,372
2004 788,056
2005 953,986
CAGR*) 14.6%
192,064 238,987 325,400 387,272 500,589 27.1% 51,406 72,603 87,945 132,443 163,674 33.6% 68,982 64,405 58,520 58,885 59,239 -3.7% 76,067 69,576 63,396 59,517 60,736 -5.5% 36,975 33,132 26,290 20,382 14,201 -21.3% 35,317 36,852 46,659 56,515 72,224 19.6% 40,536 36,770 39,839 75,588 86,901 21.0% CAGR: Compounded Annual Growth Rate (Laju Pertumbuhan Tahunan Gabungan) ACNielsen Retail Audit 2001-2005 di 12 kota: Jakarta, Botabek, Bandung, Semarang, Solo, Yogya, Surabaya, Medan, Padang, Palembang, Denpasar dan Makasar (diolah kembali)
Listerine merupakan merek yang secara konsisten melakukan investasi pemasaran dari tahun ke tahun (Tabel 2), baik untuk kegiatan periklanan (Above the Line) maupun promosi konsumen lainnya (Below the Line). Dengan dominasi share of expenditure (SOE), Listerine menikmati peningkatan pangsa pasar yang cukup siginifikan dari tahun ke tahun, yaitu bertambah sebesar 17.8% dibandingkan dengan tahun 2001. Namun demikian, Pepsodent juga berhasil meningkatkan
pangsa
pasarnya dari 9.3% di tahun 2001 menjadi 17.2% di tahun 2005 (bertambah 7.9%) dan Oral-B dari 6.4% di tahun 2001 menjadi 7.6% di tahun 2005 (bertambah 1.2%).
6
Tabel 2.
Pangsa Pasar Merek-Merek Obat Kumur di 12 Kota Selama Tahun 2001-2005 dan Perubahan dari Tahun 2001 ke 2005
(%) Pangsa Pasar Listerine Pepsodent Enkasari Betadine Fresh Oral-B Lainnya SOE (%) *) Listerine Sumber: *) SOE (%):
1.2.
2001 34.7 9.3 12.5 13.7 6.7 6.4 7.3
2002 40.1 12.2 10.8 11.7 5.6 6.2 6.2
2003 47.3 12.8 8.5 9.2 3.8 6.8 5.8
2004 49.1 16.8 7.5 7.6 2.6 7.2 9.6
2005 52.5 17.2 6.2 6.4 1.5 7.6 9.1
Perubahan +17.8 +7.9 -6.2 -7.4 -5.2 +1.2 +1.8
51 64 58 28 69 ACNielsen Retail Audit 2001-2005 di 12 kota (diolah kembali) dan ADEX (Advertising Expenditure) untuk data SOE Share of Expenditure adalah persentase belanja iklan suatu merek dibandingkan dengan total belanja iklan seluruh kategori, dalam hal ini kategori obat kumur
Rumusan Masalah Listerine merupakan pemimpin pasar di kategori obat kumur,
dengan pertumbuhan sebesar 36.2%, 19.0% dan 29.3%, berturut-turut pada tahun 2003, 2004 dan 2005 (ACNielsen Retail Audit, 2003-2005). Namun usaha yang dilakukan oleh Listerine untuk mengembangkan pasar tidak diikuti oleh investasi pemain lain, bahkan Pepsodent dan Oral-B justru menikmati pertumbuhan pasar tersebut tanpa usaha yang cukup serius ditinjau dari sisi jumlah investasi periklanan dan kegiatan pemasaran lainnya . Persepsi konsumen yang menganggap menyikat gigi saja cukup untuk merawat kebersihan dan kesehatan mulut dan gigi, sehingga penggunaan obat kumur secara rutin dianggap tidak perlu. Persepsi seperti ini juga tidak hanya terjadi pada konsumen awam, tetapi juga terjadi di komunitas dokter gigi. Obat kumur biasanya digunakan kala u orang mengalami masalah pada rongga mulut, misalnya sariawan.
7
Hasil Omnibus Tracking yang dilakukan oleh ACNielsen untuk Pfizer menunjukkan fluktuasi penggunaan obat kumur rata-rata per minggu seperti nampak pada Tabel 3 berikut, sementara rata-rata penggunaan dari bulan Juli 2003 ke bulan September 2005 menunjukkan peningkatan sebesar 1%.
Tabel 3.
Rata-Rata Pemakaian Obat Kumur Per Minggu Jul- Des- Apr- Sep- Mar- Sep03 03 04 04 05 05
Rata-rata pemakaian per minggu
4.3
3.9
4.2
3.9
5.6
3.8
Laju Pertumbuhan Rata-Rata 1%
Sumber: Omnibus Tracking (2003-2005) – diolah kembali
Penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa pengguna obat kumur, yaitu yang menggunakan obat kumur dalam kurun waktu satu minggu terakhir, kebanyakan dari strata sosial ekonomi ABC dan usia yang lebih muda (Tabel 4) dan kebanyakan bermukim di Jakarta, yaitu sebanyak 65%
8
Tabel 4.
Profil Pengguna Obat Kumur Periode Tracking Sep-04 Mar-05 Sep-05 50 47 46 14 21 25 30 27 24 5 4 3 2 1 1 Sep-04 Mar-05 Sep-05 43 52 65 24 19 16 6 10 4 19 15 13 8 3 2 Sep-04 Mar-05 Sep-05 22 25 18 15 14 19 30 32 30 24 16 21 9 14 11
Strata Sosial-Ekonomi A B C D E Kota Jakarta Surabaya Medan Bandung Semarang Usia 15-24 25-29 30-39 40-49 50+
Sumber: Omnibus Tracking (2003-2005) – diolah kembali
Berdasarkan beberapa masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal: a. Memahami kekuatan merek Listerine, penggunaannya serta dinamika dalam proses pembelian produk obat kumur dan Listerine b. Asosiasi merek (Brand Association) yang dikaitkan dengan persepsi konsumen terhadap merek Listerine c. Diagnostik Komunikasi (Communication Diagnostics) untuk mengukur efektivitas komunikasi dari Listerine
9
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengukur kekuatan merek Listerine dibandingkan dengan persaingan yang ada serta dinamika dalam proses pembelian produk obat kumur dan Listerine b. Menganalisis persepsi konsumen terhadap merek berdasarkan atributatribut yang ada, sehingga dapat dikenali pendorong (drivers) dari kinerja Listerine dibandingkan dengan drivers tersebut. c. Menganalisis efektivitas komunikasi yang dilakukan Listerine selama ini, baik dalam pemilihan media maupun dalam pelaksanaannya, apakah telah sesuai dengan harapan, yaitu kampanye: “Menyikat Gigi Saja Tidak Cukup, Tuntaskan dengan Listerine”.
1.4.
Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai:
a. Bahan pertimbangan untuk melakukan evaluasi strategi pemasaran yang telah dilakukan oleh PT Pfizer Indonesia dan menyarankan untuk perbaikan-perbaikan apabila dianggap perlu b. Pengalaman bagi penulis untuk menerapkan konsep pemasaran dalam aktivitas bisnis dengan menggunakan pendekatan teoritis
10
1.5.
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi 306 konsumen obat kumur
dengan usia 19-35 tahun dari strata sosial-ekonomi AB yang tinggal di Jakarta pada periode bulan Mei/Juni 2006.
11