I. PENDAHULUAN 1.1. Latsr Belakang
Sistem pemerintahan sentralistik yang diterapkan sejak zaman penjajahan
pada berbagai negara di Asia Ten-
d a b menciprl.n kota pimu' (Anwar
2000, Yeung & Lo, 1976, Gilbert & Gugler, 1996, Desmond 1971). Sistem
pemerintahan sentralistik yang beriangsung lama dab mendomng pmttmbuhan
kota primat menjadi semakin besar dan sulit dibatasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Henderson (1988 dalam Mills 1994) bahwa negara-negara dengan
sistem pemerintahan sentrdistik atau unircay mempunyai distribusi ulnrran primat
dari wilayah urban yang lebih banyak daripada ncgara-qara dengan sistem pemerintahanwral.
Lebih jauh Mills (1994) menyatakan pada pemerirrtabaa seatralist* pemerintah provinsi dm pemerintah iokd mendapat instrulrsi clan penciapatan dari
negara dan mdalaikan pusat-pusat pkotaan lainnya. Sehingga ibukota negara rnempunyai be&@
hilitas terbaik di negam tersebut, misalnya fasilitas
pdidikan, f k i l h kesebatan dan lain-lain. Perbedaan kesejahteraan antma kota
primat dm wilayah bdakangny8 mmpkibatkan tefjdnya dqmitlts wilayah. Fenornena seperti ini terjadi pula di Indonesia. Jalcarta sebagai ibukota
NKRI menjadi semaldn besar dari taharn ke tahun Perkembangan jumlah penduduk Jakarta selama kwun walrtu 41 tahun sejak &n
1961 s/d 2002
meningkat r a t a m sebesar 4,59% per tahun, y a h dari 2-9 juta jiwa (l%l) menjadi 8,4 juta jiwa pada tahun 2002- Pada tabun 2002 tersebut jumlah p & d & Jalcarta mencapai 3,95% dari penduduk Indonesia Besamya
jumlah penduduk ini juga diikuti oleh besarnya persentase pendapat. PDRB DKI Jakarta mencapai 15% dari PDB Indonesia pada t a h yang sams. Hal ini menunjukkan kota Jakatta merupakan kota primat terbesar di Indonesia, yang juga I
M a r u n d M i l l s ( 1 9 9 4 ) p n o g r e n i a n p r i m a s i ~ A a r p l l n ~ ~ ~ ~
u h r n m a y a ~ f i d a r i ~ a , M k a t a ~ i t a n ~ ~ s u a t u ~ ~ S e d a n g a a b m N U D S ( ~ )d i r r y a t a l c a o s i s t e m ~ p i m a c y , ~ k o r a p a d s p e r i a g 3 r a t ~ adalah minimal 3 kali lcbih besar dari barn W a pad4 paingkae khd e n p xistud ~ Wwa jumlah pendwluk mmcerminkan perekonomian kota, maka hal ini n m a d a i jwdammian yang telah be-
berhgsungpada tingkat yang tidak seimbang.
mengalami perlakuan seperti kota-kota primat lainnya di dunia.
Perkembangan kota menjadi kota primat pada wilayah perkotaan di Indonesia tidak hanya didominasi oleh Kota Jdmta, Magai kota lain juga berkembang menjadi kota primat, seperti Kota Medan di Provinsi Sumatera Utara clan
Kota Surabaya di Provinsi Jawa Timur (NUIDS,2000). Kondisi alarniah wilayah NIUU yang mempunyai factor embvment
h s r i a s i dan peroln pembangunan wilayah yang d i t n y a selama ini khususnya
pada masa orde baru sangat berpengaruh tesfiadap pesatnya perkembangan sistem perkotaan di Indonesia.
Pada awalnya, kegiatan pertanian merupakan kegiatan dominan di
Indonesia. Mengingat kegiatan pertanian sangat bergarrtung pada kesuburan tanah, clan wilayah yang mempunyai kwburan tanah sesuai unhrk kegiatan pertanian utatnanya terkonsentrasi di Pula Iawa dan Pulau sumatera2. (Dept. Energi dan
Sumbeadaya Mineral RI, 2002), sehingga konsentrasi penduduk dm kegiatannya
berawal di Pulau Jawa kemudian diikuti Pulau Sumatera clan pulau-pulau lain. Menhghtnya jumlah peaduduk di hhi Jaws, pada akhirnya diihrti oleh m a m g h a y a berbegai -atan,
seperti kegiatan in-
perdagangan dan lain-
lain. Bagi kegktan industri dengan berlokasi secara memusaf (
~
~
r
a h membeaikan keuatufigan ehnorni y a q lebih besar &bat berhlmpulnya industri y m g menghasilkan inteme&ate dan fimI geodF, karena dapat dihematnya bkya tmspurt dan mendapatlran tenaga lreja yang lebih baik
Oleh h e m a itu dalam rangka meadapatkan keuntmgan ekonomi t m e h t ,
meskipun tidak tesjadi c a m p tangan pemesintah, secara alamiah kegiatan industri d m stmakin tcrdorong untuk memusat. N m m pada kenyataamya
kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia, u-ya
psrda masa o d e bary
mendukung pernusatan industri tersebut, sehingga pernusatan industri semakin
besar clan tejadi pada wilayah tertentu, utamanya di kota-kota primat di Pulau Jam.
Hal ini dibuktikan oleh Henderson dan Kuncoro (1996), bahwa antara tahun I980 - 1985 terjadi peningkatan konsentrasi penduduk dan sentralisasi industri di Pulau Jawa, pada 4 (empat) kota metropolitan (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan 2
D,dentrMrasi ' . dari &am formasi geologi pada zaman quarter wlkanik.
~
m
)
Semarang) jumlah penduduk bertambah sekitar 32%, dan teaaga keja &or
industri naik sebesar 5 1%. Dari segi ekonomi, pembangunan wilayah dalam jangka panjang bertujuan
meningkatkm kesejahteraan masyarakat. Memrrut Tambunan (2001)
tujwn
tersebut padit mass orde banr diwujudlcan d a m proses industrialisasi ddam M a
be=, y m g pada mt itu dianggap sebagai satu-satunya cara yaag paling tepat dm madah-tmsdah ekonomi-
efektif untuk me-langi
Ini terbukti *n
terjadinya kenailcan PDB di sektor industri manufahr antara tahun 1976 dd
-
1998, ysritu
drui 1 1,4% menjadi 25,3%, ini ktolalr belakang dengan PDB Actor
pertanian yang mengalami penunman dari 36,1% menjadi 16,9!! pada tahun Yang
(Tambunat5 2001)
Lebih jauh Garcia - Garcia (2000) juga membuhilcsn fcebijakan pemerintah Inddaesia pada masa orde htebih bepihak pada Pulm Jaw (pro J w ) , setelah melihat &or primer di Pula Iawa dan Bali hanya menyumbang Inrraag dari 25%, sedafig di PuIau-pdau Sumrrtcra, Kalimaatan, Maluku-frian
Jaya mayurnbang kira-kira 50% dsri PDB Indonesia. Iadusb.i dan i d b t m h r modemjugs 8ebagb bemr terkamtrasi di Jaw. Salaar i n d u d di Jam Barat,
Jakarta dm J a w Timur menyudmg kira-kh 60034 PDB htkmsii dari sektor
industri gas dan non migas . Anwar et al., (2000)menyathn pembqpnan perelsouomian di Indonesia y m g lebih meoekaolcaa pada ptmdmhm
~~ ddam "wngn
diimplementa&m pada poIarisasi spatsiaI saar1 geo@n,
ynag lebih d i k e d
deogan kansep kutubkutub perhunbuban ~ r ; h ~ ) Lebih 3 . jauh Anwar (1998) menyatakau kebijakmmn yang cendenxqg memeatiqgkm perhmbuh
ekonomi d d u i pembaoguoaa htubkutub pertumbub.n semvla bakal terjadi penetesan (WcKle h n e#ct) dari kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinier-nya
temyata Mctanya tidak pernah terjadi.
B&an
kenyatwmya, dalam donomi telah tejadi kansfw net& ymg negatif terhadap
sumberdaya dari wilayah hinterlami ke kutub dan dari dcsa ke perkotaan secara
besar-beman yang oleh Lipton ( 1997)disebut urban bias. Adel l ( 1999) bahkan menyatakan konsep growth poles telah menimbulkan penyapuan sumberdaya (backwash eflect) di sekitar kota-kota pusat pertumbuhan t&.
Kondisi ini mendukung tejadinya ketimpangan (ineqwJi@) antara
wilayah perkotaan dan perdesaan. Sehingga kebijakm yang slah arah ini tehh mendukung bequta-juta orang sengsara clan mederita (Riyanto, 2003). M p a n awal dari penerapan konsep growth pole terhambat oleh berbapi
di antaranya merurrut Nasution (1999) proses pe-
yang tidak
bedangsung, menyebabkan pertumbuhan ekonorni yang tinggi selalu d i m i oleh meningkatnya kesenjangan di mtara golongan masyardat, antar wilayah dan antar kota clan des.
Sebagian besar penduduk desa -nr
hidupnya pada Ador
peataim, petemakan, perilman dan uda-usaha lainnya, yang sangat berkait
dengorn keadaan dam dan musim. Nasution (1999) menyatakan picembangan penduduk yang sangat tin& dm rata-rats luas tanah y m g dikwvai oleh rumah tangga pelsni telah meoufiln seam terus meaents. Pmwmm kepemilihn tanah terns meraerus ini m y a slkan berpengaruh terhadap mmbm pendapatan pdu& pmham yang &@an begar bekerja di sektor p t a n h Anwar clan W a d i (2001) menggambdm rnasdah kerniskinan adalah ciri umum wbgian besar penduduk pdtsaan. & d m q p y a
dan
sumber p d a p m penduduk perdaaan tentunysl akm menarnbah judah bluarga miskin di perdesaan. Menghadapi hid ini penduduk memju ke wilayah perkd h t n y a banyak
akan
yang t d i a lebih banyak lapangan pekerjq
penduduk perdewan me-
m i m i ke perk-.
Utamanya di P u b Jawa dan Jawa Barat, ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah
penduduk perk-
di PuIau Jawa yang pada tahun 1971 baru b s a r 18,04%
telah meningkat menjadi 49??pada tahun 2000 dari totJ penduduk pulm Jawa dm di Jaw Barat 1342% pada tahun 1971 menjadi 5 1% tdm 2000.
Ini
m e m b u k t h telrth tujadi k e t d t a n perkotaan - perdesaan di Pulau Jawa dalam bentuk migrasi dan utamnya di Jawa B m .
T d m (1 999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang untuk melakukan migrasi sangat beragam dm rumit tetapi pada
dasamya add& faktor-f&or ekonomi. Sedang menurut Short (1984 dalam
Widhiantoro, 2001) W o r penyebab terjadinya urbanisasi dari desa ke kota p d a dasamya dapat ddikelompokkan menjadi dua firktor utama, yaitu faktm penarik
(par// factor) dan faktor pendorong
factor). Faktor p a a r k penduduk desa
pimiah ke kota antara lain adalah ti-
upah di kota yang lebih tinggi,
melanjutkan sekolah, hiburan lebih banyak keamman lebih tejamin dan sebagainya. S t x h n g b faktor peradorong addab proses kerniskinan di desa, Iapangan kerjrt yang terbatas, pendapatan yang rendah dm h n g n y a fasilitas
pendidikan di desa.
Sebagai mgm y q kaya dm
lutrs,
Indonesia merniliki kernekqpman
potmi sumberdaya dm dm sumberdaya mamsia. Terdapat wiiayah yang maju dm wilayah tmbgga14. Dikaitkan dengan k e b i j a b pembaqman yang
diterapkan selama ini, fafor e h m e n t dan kebijakan pembaqpnan telah
menciptakan dispitas wilayah. Sebagai akibatnya, penduduk di d a y a h hthggal d a b waha memenuhi k h t u h m hidupnya a h mermju ke wilayah
lebih maju yang b h y a merupkan wilayah perkdaan. P a m a i d a h umum yang sering tejadi sebgai akibat k h d a h n y a
jumhah peaduduk di perkotaan anma lab b d m w g n y a kemampuan pemerintah kota menyediakan fasilitas kehidupm di -.
oleh Anwar dan Rust&
Hal ini seperti d i n y d m n
(1999) yaitu membmghhya kota-kota telah
menimbulkan biaya mial tin& yang magarah p d a itaefisiensi clan menghambat
prhmbuhan ekonomi disamping mengbambat pememtaan pernbangunan (equiw). Konsentrasi keghtan yang semula menimbulkan ecwswrry of&
yang
mempunyai daya tarik kepada kegiatan swasta, narnun karem kota-kota besar
bertumbuh
tidak terkendali pada d d h y a mengalami dseammy O ~ S C L I ~ ~ .
Kotst-kota k w ham menanggung biaya sosial w p t i untuk ke-
1Ju
lintas, pencemaran lingkungan, pemdurnan kumuh, peningkatm kriminalitas, pengangguran, penduduk miskm, dll. Di samping wilayah perdesaan yang kgantung pada wilayah perkohan,
sebdiknya wilayah perkotaan juga memerlukan hasil produksi dari wilayah belakangnya
(wilayah per-),
sebingga Wadi p e r g d n barang dan
manusia antar wilayah perkotaan - perdesaan. Inter*
yang tejadi merupakan
bentuk dari kewhitan antar wilayah perkotaan - p e r d ~ .
Fu (1 98 I), menyaakan bahwa pennasalahan yang mum1 baik di wilayah perkotaan maupun di wilayah perdesaan, munjjuldran bahwa #ahan wilayah perkotaan dm perdesaan tidak ciapat dipisahkan dan diperlakukan sectua
terpisah. Pencarian alternatif pembangunan mau tidak tnau hams didasarb padti pefigertian yang lebih baik dari hubungan perkotaan-prdesaan baik
konteks d a y a h maupun lokal. Sejalan dengan p
permadahan perk-
i
- perdesaan yang d
i dengm dukungan p d a m m -tan
d
h Fu M
t
ddam
, pemecahan
n meluaq hanya &pat perkotaan- perdeam.
Keterkaitan pkotaan - perdeam sangat dipenpuhi oleh tersedianya jaringan tramporhi. P e r g d m peaduduk dan bmng yang meglbentuk ketdcaitan tersebut dapat tejadi bila diddang oleh ketersedim p m m n a dan sarma tmnsportasi yang memdahkm a k s
hub-
antar
dttn intra wiIayah
tersebut.
Hamid (19%) m e l d d a n penelitian keterkaitan antar whyah di perbatasan Mimantan - Sarawak. Ia berkesirnph perhhm kesejahtaaan yang relatif
mencob4 dan kemdahm perhubmgm di antam kedua wilayah tetsetwt, membuat terjadhya prom intemksi antar wilayah tersebut. Peran perrting k e t a l d m srntar d a y a h s e b r tramp& perekonomian juga
terhadap
dinyatakan oleh RietveId dan Nijkamp (2000), bahwa
hubungan atau jmingm yang hilang pada suatu w h y &
mempunyai arti
pengurangan &lam prodddvitas yang potmial dari suatu wilayah sltm -1.
Bahkan Hanu, (2000) Iebih spesifik menjelaskan pentingnya perm tmmprtrtsi pada n e g m - n w a dunia ketiga, yaitu pembangunan pada sum wilayah sangat betgantung pada aksessibilitas jdan ke koh-kota besar.
BiIa ditinjau dari penyedim infrastnrktur utamanya fasilitas transportasi
jaringan jalan darat di Jawa Barat, terlihat sangat tidak seimbang antma bagian
utara dm selatan. Jaringan jalan, utamanya jalm tuteri dan jdan
kolektor lebi h
terkonsentrasi di bagian Utara. Dikaitkan dengan tingkat k m b u m tanah di Jawa Barat, dimana bagian Utara Jawa Barat lebih subur daripada di bagian Selatan, konsentrasi ketersediaan fasilitas transportasi dapat dirnaklumi .
Jelaslah selain sektor ekonomi, keterkaitan perkohm - perd-
&tor
transportasi sangat besar pengaruhnya tmhadap pmbangunan wiiayah, dan lebih
jauh terfiadap kesejahteraan r n a s y m . Oleh karena itu kajian ketdaitan perkotaan - pdesaan &tor transportasi sangat penting. 1.2. Perurnusan Misahh
Saefblhakim (2004) menyatakan Marn ran&
mencapai
tujuan
pembangunan wilayah s e m optimal, maka kebijabn yang ditenzpkan hams
d i s e s u b dengan sifat, ciri maupun fungsi dari wilayah perkotmm dan wilayah
padesaan, rserta kaerkaitan p d m a n - perdesaan. Persoah perkotaan dan perdaaan tidak dapat dipecahktur secara terpisah, kaJian k e t t h i t a n perkotam - perdesaan antar &tur dan kajian k e t d t a n perkotaan
-
perdemn antar dan intra wilttyab, dip*
untuk melandasi
---@--=I -Ketehitan perkohan
-
pwdesaan antar &tor
dapt menunjukkan
k e t e r b palmaan - perdaaan secara agregat, selstqjutnya asal - tujuan
pergaakan penurnpang dan barang menggambarh keterkaitan perkotaan
-
perdesaan secara spasial.
Sehingga pennasalahan pokok &lam penelitian ini &pat dimuskan sebagai berilrut : 1)
Bagaimana tipologi wiIayah da1am kategori wilaytih perk-
dan
wilayah perdesaan di wilayah penelitian ? 2)
Bagaimana keterkaitan perkotaan
- perdesaan
ditinjau bedasarkan
basis p k o n o m i a n penduduk clan aspek k e l e m b di wilayah penelitian ? 3)
Bagaimma keterkaitan perkohm - p e r d m ditinjau dari segi fisik tramportasi di wilayah peneIitian ?
4)
Bagaimana keterkaitan perkotaan
-
perdesaan dikaitkan dengan
ketersediaan hilitas transportasi pada beberapa desa sampel di wilayah penelitkin? 1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bwtujuan untuk memberikan gambaran ketehitan perkotaan - perdesaan di wilayah penelitian. Secara busus,
penelitian ini bertujuan untuk : 1)
Menentukan tipologi wilayah perkotaan clan perdesaan di wilayah
penelitian.
2)
Mengkaji dan menganttlisis keterkaitan perkotaan - perdesaan
kdasarkan basis perekonomian dan kelembagaan di wilayah penelitian.
3)
Mengkaji clan mengaaaliis keterkah antar wilayah di wilayah penelitian.
4)
Mengkaji keterkaitan kota - desa (in-
whyah) pada b e r m desa
dikaitkan dengm ketersediaan Wi trarrsportasi Ciaringan jalan) di wilayah penelhian 1.4. Batasan Penelitian
Kata kllllCi terpentiag dalam penehian ini adalah kawasan perdespian, kawmm perkotaan dan keterkaitan perkotaan - perdesaan Identifrlursi kawasan perdesaatl dan kaintinya di-
pebtaan dilalrukaa dengan beberapa pendekatan yang atas :
1)
Basis aktivitas elcormmi uhma penduduk
2)
Kondisi fisik antara lab pengguman lahan dan fasilitas umum, inhstruktur
3)
Kondisi sosial - budaya
Wilayah perdesaan didefinisikan sebagai ka-
dengan basis aktivitas
ekonomi utama penduduknya bersifht aktivitas ekonomi primer, kondisi fisik ruangnya kebih dominan penggunaan lahan pertanian, dan kondisi sosial yang
dicirikan dengan interaksi sosial formal yang lebih sedikit. Sementara wilayah perkotaan didefrnisikan sebagai kawasan yang basis aktivitas ekonomi utama
penduduknya berhasis jasa, kondisi fisik ruangnya lebih dicirikan oleh daerah t e r h g u n yang lebih padat, kondisi sosial dan interaksi wsial formal Iebih
dominan. Interaksi sosial formal dan informal didekati d q a n ketersediaan fasilitas umum yang sesuai di wilayah t e ~ b u t . Keterkaitan perkotaan - perdesaan ditunjukkan dengan intensitas hteraksi
antara sektor primer, sektor sekunder dan tersier, serta asal - tujuan perjalanan barang, penumpang, kendaraan barang dan kendaraan penumpang.
Wilayah penelitian Jawa Barat dirnaksudkan adrtlah di Pulau Jawa bagian barat yang meIiputi tiga provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten dm
Provinsi DKI Jakarta, dengan konsentrasi penelitian dilakukan pada dua provinsi,
Provinsi Jawa Barat dm Provinsi Banten 1.5. Manhat penelition
Dari h i 1 penelith ini d k p k a n memberikan manfaat W a i k h t :
I)
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana proses penglajian keterlcaitan perkohan
-
perdesaan yang dikaitkan dengan sektor tmqmrtasi baik antar wilayah maupun intra wilayah 2)
Bagi pembuat kebijakan dan pemerintah, akan nmqakm sumbangan
pemikiran &lam memecahkan permasalahan wilayah perkotaan dan whyah penham secara terintegrasi dan tidak terpisah-pisah 1.6. Sbtematika Pembabamn
Sistematika p e n u l i usulan pewliian ini dibagi dahm 10 (sepuluh) bab, yang secara garis k a r isinya adalah xbagai berikut : I. Pendahuluan Berisi latar belakang, perurnusan masalah, tujuan penelitian, batasan pmlitian, manfaat penelitian dm sistematika pembahasan. 11. Tinjauan Pustaka
Berisi gambaran perkembangan penelitian k e t h i t a n prkotaan - perdesaan yang telah dilaksanakm selanm hi, baik di Indonesia m p u n di luar negeri,
kebijakan pembangman yang becpengaruh terhadap
terjadinya keterkaitan
-
perkotaan perdesaan di Indonesia. III. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Hipotesis
Berisi teori-teori penunjang pmliiian, pengertian wilayah, wilayah perkotaan, whyah perdesaan, pengertian keterkaitan perkotaan - perdesaan,
teori-teori keterkaitan perkotaan
-
p e r d m konsepsi pemikiran yang
rnenggambarkan pentingnya kajian keterkah perkotaan - perdesaan Dijelaskan pula pendekatan mode1 analisis yang akan d i g m h n &lam rnengkaji dan
menganalisis k e t e r k a i i perkotaan - perdesaan di wilayah penelitian.
IV. Metode Penelitian Bab ini menjehhu penentuan lokasi dan waktu penelitian, metode pengumpulan data, jenis clan sumber data, serta metode analisis yang dMetode analisis yang digudan antara lain : 1)
metode Entropi Interaksi Spasial
2)
analiai Locdon Quotient (LQ)
3) 4)
analisis Sistem Neraca Sosial Ekomrni (SNSE)
5)
model Multinotnial Logit
6)
analisis Game n e o y
analisis Multivariate
V. G a m h Umum Wilayah Penelitian Bab ini akan memberi pmbaran wilayah pemliiian secara umum,seperti
.
.
batasadrmnrstrasi dan kependudukan, kondisi perekonomian melahi h d u k
Domestik Regional Bruto dan PDRB perkapita, kondisi fwik seperti jaringan jalam,
kondisi tanah dan pengguaaan lahan Kebijakan pembangunan yang
berpengaruh te-p
keterkaitan perkotaan - perdesam di wihyah peaelitian
VI,Tipologi Wihyah Pada bat, ini akan ditentukan tipologi wilayah dengan menggunakan metode analisa Location Quotient (LQ)deagan melakukan analisis PDRB pada masingmasing lcabupatenlkota Analisis multivariate yaitu analisa komponen utama (Principl Component Analysis) dm analisis gerombol (CImter Analysis)
digunakan untuk menentukan pewilayahan perkotaan dan perdesaan di wilayah penelit ian. VII. Keterkaitan Antar Sektor dan Kelembagaan di Wilayah Penelitian Untuk rnengetahui keterkaitan antar sektor, utamanya &tor transportasi d i
wilayah penelitian dilakukan dengan menggunakan data SNSE Jawa Barat tahun 1999. Kemudian dijehkan damp&
pengganda sektor tmqortasi d a h
perekonomian di wilayah penelit ian. Keterkaitan antar wilayah dari seg i
kelembagaan dianalisis pa& akhir bab hi. VLII. Keterkaitan Antar Wilayah di Jawa Barat
Bab ini akan menjelaskan keterkaitan antar wilayah di Jawa Barat. Dari segi
fisik - traasportasi, berdasarkan data 4-tujuan perjalanan kendaman bang, kendaraan penumpang, barang dan penurnpang. Sesuai data yang t e r d i a , keterkaitan antar wilayah yang dapat digambarkan set~ngkatkabupatedkota, dan
melakukan pendug-
keterkaitan perkotaan - perdewan dengan menggunakan
model Entropi Interaksi Spasial. Dominasi sektor yang meradukung keterkaitan antar wilayah dari segi b i k dihkukm dengan menggmakm has2 adisis Location Quotient.
IX.Keterkaitan Perkotaan - Perdesaan di Wilayah Penelitian Bab ini akan menjelask.3ln gambaran keterkaitan perkohan-perdesaan pada behapa desa m p e L Data primer yang didapat kemudian digunakan uutuk
melakukan pendugaan keterkaitan perkotaan - perdesaan di wdayah penelitian d e w rnenggunakm model multinomial logit.
X. Ringkasan Hasil Pembahasan Menyeluruh Mengenai Keterkaitan Perkotaan Perdesaan di Wilayah Penelitian
Bab ini menje-
ringbsm h i 1 pembahasan clan ternuan rnenyelunrh
dari keterkaitan perkotaan - perdesaan di whyah penelitian. XI. Kesirnpuh dan Implikasi
Pada hab ini akan diberikan kesimpulan dari hasil kajian dan analisis pada bab- bab sebelumnya dan m e r n b e r h impliiasi penelhian