BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Berdasarkan survei yang dilakukan Novo Nordisk (2013), terdapat peningkatan jumlah pengidap diabetes mellitus tipe 2 dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, terdapat 171 juta orang yang mengidap diabetes, dan WHO (2006) memperkirakan pada tahun 2030, jumlah pengidap diabetes akan melonjak hingga 373 juta orang. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat sepuluh besar sebagai negara dengan penderita diabetes tertinggi di dunia, di bawah negara kawasan Eropa, Amerika, dan China. Berdasarkan hasil survei tahun 2012, diperkirakan terdapat 7,6 juta masyarakat Indonesia yang mengidap diabetes dan 12,6 juta masyarakat yang mengidap pre-diabetes (Novo Nordisk, 2013). Hasil ini diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030, sehingga jumlah penderita diabetes di Indonesia berjumlah 21,3 juta orang (Wild, 2004). Prevalensi penderita diabetes yang sudah didiagnosis dokter di daerah Yogyakarta sebesar 2,6% dan merupakan kota dengan jumlah pengidap diabetes mellitus terbanyak di Indonesia (Riskesdas, 2013). Angka prevalensi ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum terdiagnosis dengan baik. Sebanyak 7,6 juta masyarakat Indoensia yang mengidap diabetes, hanya 3,11 juta yang terdiagnosis, dan diperkirakan hanya 0,7% yang mendapatkan perawatan terpadu, atau setara dengan 50.000 jiwa (Novo Nordisk, 2013). Diabetes mellitus tipe 2 memiliki prevalensi tertinggi pada golongan usia 55 – 64 tahun (Riskesdas, 2013). Bahkan dewasa ini, muncul
kecenderungan bahwa penyakit diabetes diderita oleh masyarakat dengan status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang tinggi (Riskesdas, 2013). Dari total prevalensi penderita diabetes mellitus yang mencapai 373 juta orang (WHO, 2006), National Collaborating Centre for Chronic Conditions memperikarakan90% di antaranya mengidap diabetes mellitus tipe 2 (NCCCC, 2008). Menurut International Diabetes Federation (2012), diabetes mellitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit degeneratif di mana fase preklinisnya relatif tidak terdeteksi. Salah satu penyebab diabetes mellitus bagi masyarakat Indonesia adalah tingginya konsumsi nasi. Diperkirakan 48% total kalori harian dipenuhi dari beras (Novo Nordisk, 2013). Diabetes mellitus tipe 2 dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain mempengaruhi fungsi mata, sistem saraf dan fungsi ginjal. Selain itu, risiko terserang penyakit kardiovaskular menjadi meningkat 2 kali lipat dan usia harapan hidup akan berkurang hingga 7 tahun (IDF, 2012). Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin akibat kegagalan kerja pankreas dalam mengkompensasi tingginya gula darah. Hal ini dipengaruhi oleh obesitas, pola makan yang buruk, dan rendahnya kegiatan berolahraga. Keadaan ini juga erat kaitannya dengan tekanan darah yang tinggi, peningkatan kadar lipid darah dan kecenderungan adanya thrombosis. Ciri-ciri diabetes mellitus yang mudah diamati adalah adanya peningkatan rasio pinggang panggul sebagai indikator obesitas, poliuria yang berarti volume urine berlebih, polidipsia yang berarti rasa haus berlebih dan polifagia yaitu keinginan untuk selalu makan yang juga erat kaitannya dengan kasus obesitas (IDF, 2012).
Upaya penanganan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 adalah modifikasi pola makan. Diet yang dianjurkan adalah diet tinggi serat. Ranakusuma (1990) menjelaskan, bahwa serat makanan juga berguna dalam mengurangi asupan kalori. Diet seimbang rendah kalori disertai diet tinggi serat bermanfaat sebagai strategi menghadapi obesitas. Sebuah penelitian di Amerika membuktikan bahwa diet serat yang tinggi yaitu 25 gram/hari mampu memperbaiki pengontrolan gula darah, menurunkan peningkatan insulin yang berlebihan dalam darah serta menurunkan kadar lemak darah.Serat dalam makanan menyebabkan indeks glikemik dalam makanan menjadi kecil sehingga dapat memodulasi kadar glukosa darah dengan cara menurunkan laju kecepatan peningkatan glukosa darah, meningkatkan sensitivitas hormon insulin dalam tubuh, dan memperlambat pengosongan lambung (Behall, et al., 2006, DeVries, 2012, Goldring, 2004, Lattimer, 2010, Post, et al., 2012, dan Weickert, 2008). Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.)adalah salah satu jenis bahan makanan yang bijinya banyak mengandung serat. Komoditas ini juga cenderung mudah ditemui di daerah tropis seperti Indonesia.Masyarakat Indonesia pada umumnya hanya mengonsumsi daging buahnya saja dan hanya sebagian yang memanfaatkan biji nangka atau yang biasa disebut beton (Harefa, 2013). Nangka dapat ditemukan dengan mudah di Yogyakarta sebagai komponen utama gudeg. Sementara itu, biji nangka melimpah dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Fadillah et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat pada biji nangka yang tinggi memungkinkan biji nangka untuk diolah menjadi tepung yang dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk olahan seperti roti dan mie. Tepung biji
nangka merupakan hasil olahan dari biji nangka kering yang telah digiling. Menurut pengujian Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, kandungan serat kasar tepung biji nangka adalah 2,74 gram serta memiliki kandungan pati sebanyak 56,21 gramper 100 gram. Kandungan serat dan pati yang besar tersebut menjadi pertimbangan bahwa tepung biji nangka dapat dimanfaatkan untuk pembuatan produk diet diabetes mellitus tipe 2. Produk yang dapat dinikmati semua golongan umur dan cenderung disukai masyarakat adalah biskuit.Sebanyak 14% penduduk Indonesia mulai mengonsumsi biskuit atau kue kering sejak tahun 2002, dan presentasenya terus meningkat dari tahun ke tahun (Hardinsyah, 2007). Hal yang sama juga diungkapkan dalam laporan survey pangan Kementrian Pertanian pada tahun 2013, diperkirakan 25,88% pengeluaran penduduk Indonesia dialokasikan untuk makanan jadi, termasuk kue kering. Jumlah tersebut meningkat 4,6% dalam kurun waktu 6 tahun (Billah, et al., 2013). Biskuit didefinisikan sebagai jenis kue kering, renyah, keras, atau kurang keras dengan berbagai aroma dan biasanya tanpa ragi, dalam bentuk kecil dan tipis. Bahan -bahan untuk pembuatan biskuit terdiri dari bahan pembentuk struktur, bahan pengempuk dan bahan pemberi rasa (Smith, 1972). Dewasa ini,berbagai produk cookies yang beredar belum banyak memanfaatkan bahan pangan lokal yang melimpah dan belum banyak diketahui pula kandungan gizinya. Hal ini menyebabkan timbulnya keraguan masyarakat mengkonsumsi cookies karena akan menaikkan gula darah. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penganekaragaman pangan melalui bahan pangan lokal yang bernilai gizi tinggi, dibuatlah formulasi
pembuatan cookies menggunakan tepung biji nangka.Produk ini akan diuji kandungan proksimat, serat pangan, dan pati resisten, sehingga diharapkan dapat menjadi makanan selingan alternatif dalam diet diabetes mellitus tipe 2. Selain itu, penelitian ini akan melihat respon panelis terhadap tingkat kesukaan cookies biji nangka. Dalam uji kesukaan, panelis agak terlatih akan memberikan penilaian terhadap karakteristik cookies biji nangka, yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan penilaian terhadap cookies secara keseluruhan. Dengan melakukan penilaian ini, maka diperoleh jenis cookies yang memiliki karakteristik yang paling disukai panelis. Hal ini menjadi penting sebab dalam proses pengembangan produk makanan selingan fungsional, produsen juga harus memperhatikan selera masyarakat. Sekalipun sebuah produk makanan mengandung nilai gizi yang lengkap, namun jika karakteristiknya tidak diterima konsumen, maka hal tersebut menjadi sia – sia. Oleh sebab itu, dengan mengetahui selera panelis agak terlatih terhadap beberapa formula cookies biji nangka, diharapkan produk ini dapat dikembangkan lebih luas bagi masyarakat umum.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat perbedaan sifat kimiawi (air, abu, lemak, protein, karbohidrat, dan serat pangan total) pada berbagai formulasi cookiesbiji nangka
sebagai
makanan
selingan
alternatif
yang
aman
dikonsumsipengidap diabetes mellitus tipe 2? 2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kesukaan pada berbagai formulasi cookies biji nangka?
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah pengembangan produk makanan fungsional berbasis bahan lokal yang bernilai gizi tinggi serta dapat menjadi alternatifmakanan selingan bagi para penderita diabetes mellitus tipe 2. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui sifat kimiawi yang berupa kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, serat dan pati resisten pada berbagai formulasicookies tepung biji nangka yang paling sesuai dengan diet diabetes mellitus tipe 2. b. Mengetahui formula cookies yang paling disukai panelis agak terlatih dari segi warna, aroma, rasa, tekstur, dan sifat cookies secara keseluruhan.
D.
Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat Peneliti berharap masyarakat dapat menikmati produk baru berbasis pangan lokal yaitu biji nangka untuk mendukung penganekaragaman pangan serta alternatif baru bagi penderita diabetes mellitus tipe 2 untuk mengkonsumsi produk yang bernilai gizi tanpa takut akan peningkatan gula darah secara drastis. 2. Bagi perusahaan pangan Hasil penelitian ini dapat menjadi terobosan baru dalam pengembangan produk berbahan dasar pangan lokalyang bernilai gizi tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat.
3. Bagi peneliti lain Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan para peniliti lain mengenai manfaat dari biji nangka. Diharapkan peneliti lain dapat meneliti dan mengembangkan lebih lanjut hasil ini dan termotivasi untuk mengembangkan produk berbasis pangan lokal dan dapat melakukan analisa zat gizi produk tersebut. 4. Bagi pemerintah Hasil
penelitian
memberikan fungsional
diharapkan
pemahaman berbahan
dapat
kepada
baku
lokal
membantu masyarakat dan
pemerintah
dalam
mengenai
pangan
meningkatkan
upaya
pemerintahdalam rangka Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Pangan Lokal.Hasil ini juga diharapkan dapat digunakan untuk pertimbangan dalam penyusunan program baru. E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi yang didapatkan, belum ada pemanfaatan tepung biji nangka terhadap penderita diabetes mellitus dengan sifat kimianya. Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Studi Pemanfaatan Tepung Biji Nangka dan Tepung Ampas Kelapa sebagai Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah : Harefa. Peneliti ini meneliti tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa yang digunakan untuk membuat produk mi basah. Dalam penelitian ini, diteliti tingkat substitusi terbaik tepung biji nangka dan ampas kelapa terhadap tepung terigu dalam pembuatan mie basah, kandungan zat gizi produk dan penilaian panelis terhadap produk tersebut. Hasil dari penelitian ini
adalah substitusi dalam pembuatan mie basah berpengaruh terhadap kadar air, abu, protein dan mutu organoleptik produk.Perlakuan terbaik terhadap substitusi tepung pada penelitian ini adalahmi basah yang dibuat dengan perbandingan 80% terigu dan 20% tepung lain (15% tepung biji nangka dan 5% tepung ampas kelapa) dengan kadar air 34,03%, kadar abu 0,93, kadar protein 8,02%, berwarna kurang kuning, beraroma
kelapa,
bertekstur
kenyal
dan
disukai
panelis.
Perbedaandengan penelitian yang akan dilakukan adalahpada penelitian yang dilakukan Harefa, produk yang dihasilkan adalah mi basah, sedangkan yang akan dibuat pada penelitian ini adalah cookies, serta akan ada uji proksimat, serat pangan, dan pati resisten terhadap produk yang akan dihasilkan. 2. Pemanfaatan Limbah Nangka (Biji: Artocarpus heterophyllus, Lmk dan Dami Nangka) untuk Pembuatan Berbagai Jenis Pangan dalam Rangka Penganekaragaman Penyediaan Pangan: Adikhairani. Peneliti dalam penelitian ini membuat perbandingan zat gizi berbagai produk olahan biji nangka dan daya terima produk-produk tersebut. Hasil penelitian ini adalah kandungan kadar air pada tepung biji nangka 10,30 %, abu 3,31 %, protein 11,70 %, lemak 3,78 %, gula 2,01 % dan karbohidrat 53,77 %, dan hasil uji organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa) dari beberapa produk olahan biji nangka seperti emping, roti tepung biji nangka, cookies, kripik, jelly dami dan manisan dami nangka yang sebagian besar responden mengatakan suka hingga sangat suka. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah, pada
penelitian Adikhairani belum melakukan uji proksimat untuk beberapa produk pangan yang dihasilkan. 3. Pengaruh Substitusi Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus) Terhadap Mutu Organoleptik Kue Onde-Onde Ketawa: Supriadi, Anton dan Lucia Tri Pangesthi (2014). Kadar pati yang tinggi pada biji nangka membuat peneliti memanfaatkannya dalam pembuatan kue onde-onde ketawa menggunakan substitusi tepung biji nangka. Hal yang diteliti pada penelitian kali ini adalah mengetahui pengaruh substitusi tepung biji nangka terhadap mutu organoleptik kue onde-onde ketawa, ditinjau dari kerenyahan, bentuk, warna, aroma, rasa dan tingkat kesukaan dan untuk mengetahui perhitungan harga jual onde-onde ketawa biji nangka /kg. Hasil yang didapatkan adalah substitusi tepung biji nangka berpengaruh nyata terhadap kerenyahan, bentuk, warna, aroma, rasa dan tingkat kesukaan, produk onde-onde terbaik dibuat dari tepung biji nangka 25% , terigu 75%, kuning telur 21%, shortening 45%, gula halus 27%, baking powder 2%, wijen 45%. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah, pada penelitian Supriadi et al., belum melakukan analisa zat gizi produk yang akan dihasilkan. 4. Pengaruh Pemberian Cookies Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) terhadap Kadar sIgA, Populasi Bakteri dan Sifat Kimia Feses Anak Usia Sekolah : Heny Ratri Estiningtyas (2012). Kandungan gizi yang tinggi pada berbagai varietas ubi jalar membuat peneliti memanfaatkannya dalam pembuatan cookies, tanpa tambahan tepung terigu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar komponen prebiotik pada cookies ubi jalar dan cookies terigu serta efek konsumsinya terhadap kadar
sIgA,
populasi
bakteri
dan sifat kimia feses anak usia sekolah.
Penelitian membuktikan bahwa kadar prebiotik sebesar 12%, serat tidak larut sejumlah 9,23%, serta stakiosa cookies ubi jalar memiliki hasil yang tidak jauh berbeda dengan cookies terigu, kadar pati resisten cookies ubi jalar lebih rendah dari cookies terigu, namun kandungan rafinosa, FOS, dan serat larut pada cookies ubi jalar lebih tinggi dari cookies terigu. Perbedaan antara penelitian Estiningtyas dengan penelitian yang akan dilakukan adalah, pada penelitian ini menggunakan bahan baku tepung biji nangka dan akan dilakukan uji proksimat.