I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi maka tidak akan ada produksi yang terjadi. Salah satu persoalan yang mendasar yang selalu dibahas berbagai pihak baik itu dalam sektor manapun adalah mengenai permodalan. Modal dapat diartikan sebagai dana/uang yang dipergunakan untuk menjalankan usaha agar dapat berlangsung umurnya. Dalam pertanian, modal diperlukan untuk membangun pertanian agar berkembang maupun untuk memulai baru. Biasanya, modal dengan dana sendiri memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan sendiri petani/ pengusaha baik dengan cara diambil dari tabungan sendiri, menggadaikan barang, dengan meminjam dari koperasi/ bank, bermitra dengan lembaga/perusahaan lain maupun cara lain yang dianggap layak untuk dilakukan. Kenyataan ini mengharuskan petani untuk mencari dana tambahan guna melaksanakan kebijakan penambahan modal tersebut. Dana tersebut dapat diperoleh dengan meminjam kepada pihak lain, yang salah satunya adalah lembaga keuangan seperti bank. Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia seperti juga negara-negara sedang berkembang lainnya, secara spesifik memiliki ciri ciri:(1) Jumlah unit usaha sangat besar dan tersebar di seluruh pelosok perdesaan, (2) Umumnya bersifat padat karya, sehingga berpotensi menumbuhkan kesempatan kerja yang
Universitas Sumatera Utara
sangat besar, (3) Menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal setempat, yaitu sumberdaya alam dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang jumlahnya berlebih, (4) Mempunyai kegiatan produksi yang umumnya berbasis pertanian, dan (5) Umumnya membiayai kegiatan produksinya dengan tabungan pribadi, ditambah pinjaman atau bantuan dari kerabat, atau dari pemberi kredit informal, pemasok bahan baku, dan pembayaran di muka dari konsumen (Tambunan, 2009). Dari sisi modal, kebanyakan usaha mikro dan kecil memulai usahanya dengan modal sendiri dan sebagian kecil yang telah melakukan pendekatan terhadap lembaga keuangan dalam rangka memperoleh pinjaman usahanya. Masih rendahnya tingkat pinjaman usaha mikro dan kecil kepada lembaga keuangan formal disebabkan beberapa permasalahan antara lain: (1) kurangnya aksesibilitas usaha mikro dan kecil kepada lembaga keuangan formal terutama informasi dan persyaratan kredit, (2) tidak adanya agunan kredit, (3) kurangnya kemampuan manajemen keuangan, (4) rendahnya kualitas sumberdaya manusia, dan (5) terbatasnya kompetensi kewirausahaan dan permodalan (Bank Indonesia, 2005). Dengan tidak adanya modal, petani hortikultura akan sulit menjalankan usahatani. Kenyataan ini mengharuskan petani untuk mencari dana tambahan guna melaksanakan kebijakan penambahan modal tersebut. Dana tersebut dapat diperoleh dengan meminjam kepada pihak lain, yang salah satunya adalah lembaga keuangan seperti bank yang disebut dengan kredit. Kredit bukan merupakan salah satu faktor produksi, melainkan suatu alat untuk memperoleh modal. Dalam arti aslinya kredit adalah suatu transaksi antara dua fihak, yang pertama disebut kreditor dan pihak kedua disebut debitor.
Universitas Sumatera Utara
Kreditor menyediakan uang, barang atau jasa dengan membuat perjanjian bahwa debitor akan membayar kembali pinjamannya pada waktu yang sudah ditentukan. Petani merupakan salah satu yang memakai fasilitas kredit. Petani memiliki keputusan untuk tidak memakai/meminjam kredit atau memakai modal sendiri. Kredit yang dikucurkan oleh perbankan mempunyai banyak jenis, dan pemanfaatan yang berbeda. Salah satu dari jenis kredit yang disalurkan ini dikenal dengan sebutan kredit mikro. Jenis kredit ini diberikan bank kepada petani/ pengusaha yang memiliki usaha relatif kecil. Petani hortikultura juga termasuk salah satu dalam pihak yang menerima kredit ini. Dimana petani hortikultura adalah petani yang mengusahakan jenis tanaman yang cepat menghasilkan hasil produksinya. Oleh karena itu dalam sektor pertanian maka petani hortikulturalah paling banyak meminta kredit mikro ke bank. Kebutuhan petani hortikultura untuk mendapat modal sungguh sudah merupakan hal yang biasa. Kebutuhan modal ini didasari akan pemahaman petani untuk melanjutkan usaha taninya. Selain itu petani yang akan meminjam baik itu pada lembaga perbankan resmi maupun non resmi harus memperhatikan pengembalian yang dapat dilakukan oleh petani. Pengembalian ini dapat dilihat dari jumlah pendapatan petani yang diperoleh. Dari pendapatan petani akan membagi antara uang yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, biaya hidup dan untuk pengembalian kredit yang dipinjam. Kredit mikro dan kecil yang diperuntukkan khusus untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang difasilitasi pemerintah telah lama ada sejak akhir tahun 1960-an, berupa: pola kredit bimas, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Namun demikian masih banyak usaha mikro
Universitas Sumatera Utara
dan kecil yang belum terjangkau lembaga keuangan formal, dimana sumber modal usaha mikro dan kecil, terbesar bukan dari lembaga kredit, tetapi dari modal sendiri. Kondisi lainnya juga digambarkan bahwa pasar usaha mikro dan kecil yang digarap oleh perbankan baru sekitar 30 persen saja secara nasional, dan 70 persen sisanya, belum tergarap oleh perbankan nasional. Hal ini merupakan peluang bagi lembaga keuangan mikro, baik bank maupun non bank untuk terus menggarap usaha mikro dan kecil, terutama usaha yang belum bankable (Abdullah, 2006). Pemberian kredit dari lembaga keuangan/ perbankan diharapkan dapat menambah kekuatan bagi petani. Modal yang dibutuhkan diharapkan tidak lagi menghambat petani untuk berproduksi. Sehingga peran penting lembaga keuangan akan terlihat. Pemberian kredit kepada petani usaha kecil dapat digolongkan ke dalam kredit usaha mikro. Adapun jumlah aliran dan kredit/ baki debet Usaha Menengah Kredit Mikro (UMKM) yang dikeluarkan oleh perbankan di Indonesia menurut lembaga keuangan yang ada di Indonesia sebagai berikut:
Tabel 1. Perkembangan Baki Debet Penyaluran Kredit UMKM Menurut Lembaga Keuangan dari Tahun 2010-2012, di Indonesia, Dalam Miliar Rupiah No.
Uraian
2010 1 Bank Persero 172.915,60 2 Bank Swasta Nasional Devisa 149.831,20 3 Bank Swasta Nasional non Devisa 11.401,30 4 BPD 31.340,10 5 Bank Campuran 7.905,70 6 Bank Asing 3.255,80 7 BPR – BPRS 17.649,20 Total 394.298,90 Sumber: Statistik Bank Indonesia (Data diolah), 2013.
Tahun 2011 2012 222.645,10 242.861,10 176.924,80 205.731,20 17.308,80 23.259,70 31.313,90 45.081,80 6.651,30 8.750,10 3.320,00 712,60 21.722,50 25.829,50 479.886,40 552.226,00
Universitas Sumatera Utara
Melihat perkembangan angka – angka dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penyaluran kredit UMKM meningkat setiap tahunnya. Sektor ini merupakan sektor yang paling banyak ditemukan dalam masyarakat baik itu petani, pengrajin usaha kecil, pemilik kedai kelontong kecil dan jasa jasa lainnya. Kredit ini memberikan bantuan finansial kepada masyarakat untuk memperoleh tambahan modal. Kebutuhan modal ini diperoleh dari pinjaman bank, koperasi, pegadaian dan lembaga perbankan lainnya. Di Sumatera Utara sendiri peningkatan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebanyak 140,36% jika dibandingkan dengan kenaikan pada tahun 2012 yang hanya sebanyak 117,80%.
Tabel 2. Perkembangan Baki Debet Penyaluran Kredit UMKM Di Sumatera Utara tahun 2010 – 2012. Tahun Baki debet (miliar Rp.) Kenaikan (%) 2010 19.345,20 27.153,90 140,36 2011 31.989,70 117,80 2012 Sumber: Statistik Bank Indonesia(Data diolah), 2013 Pada Bank Mandiri wilayah penelitian, diperoleh data kreditur dan jumlah kredit UMKM yang dikucurkan berupa pinjaman kredit mikro sejak tahun 2011 sampai dengan April 2013 dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3. Jumlah Kredit UMKM dan Jumlah Creditor Menurut Bank Mandiri di Wilayah Penelitian dari Tahun 2011-April 2013
Universitas Sumatera Utara
Nilai Kredit Rp. 000 % 2.780,00 21,35 1 2011 7.810,00 59,98 2 2012 18,66 3 Apr-13 2.430,00 Total 100,00 13.020,00 Sumber: Bank Mandiri (Persero) tbk, (Data diolah) 2013 No.
Creditor orang % 295 35,67 350 42,32 22,01 182 100 827
Tahun
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa setiap tahun bertambah jumlah kredit dan jumlah kreditur. Peningkatan ini dapat dirata – ratakan per tahunnya diperoleh jumlah kredit yang disalurkan pada Bank Mandiri di wilayah penelitian selama periode tersebut adalah Rp. 4.340 dan rata - rata jumlah kreditur adalah 276 orang. Petani hortikultura di semua daerah pasti memerlukan modal dalam melakukan usaha taninya. Permasalahan paling mendasar yang dihadapi oleh petani hortikultura adalah masalah keterbatasan modal usaha yang dimiliki oleh si petani. Tetapi dalam kenyataannya, masih banyak dari masyarakat golongan ekonomi lemah yang merasa kesulitan dalam mencari atau mendapatkan modal usaha mikro dengan suku bunga pinjaman modal yang ringan. Untuk itu perlu dilihat faktor-faktor apa saja berpengaruh terhadap jumlah peminjaman kredit mikro. Selanjutnya akan dilihat bila ada perbedaan pendapatan antara petani yang meminjam kredit mikro dengan petani yang tidak meminjam. Oleh karena itu dilakukan
penelitian
ini
dengan
judul:
“Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Peminjaman Kredit Mikro Bagi Petani Hortikultura di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.”
1.2 Identifikasi Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh faktor – faktor (suku bunga kredit, luas tanaman, jumlah tanggungan, pendapatan) terhadap peminjaman kredit mikro di lembaga perbankan di tempat penelitian? 2. Apakah ada perbedaan pendapatan antara petani yang meminjam kredit mikro dan yang tidak meminjam kredit mikro?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan hasil perumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk menganalisis pengaruh antara faktor – faktor (suku bunga kredit, luas tanaman, jumlah tanggungan, pendapatan)
terhadap peminjaman kredit
mikro pada petani hortikultura di lembaga perbankan pada tempat penelitan. 2.
Untuk melihat perbedaan pendapatan petani hortikultura yang meminjam kredit mikro dengan petani hortikultura yang tidak meminjam kredit mikro.
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1.
Memberikan informasi yang dapat menambah pengetahuan mengenai faktor – faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kredit mikro pada petani.
2.
Bagi lembaga perbankan sebagai bahan untuk masukan mengenai kebutuhan dan manfaat kredit yang telah diberikan kepada petani.
Universitas Sumatera Utara
3.
Bagi penulis sebagai bahan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai dampak pemberian kredit dan kriteria kredit yang terbaik bagi petani.
4.
Bagi pembaca, sebagai bahan referensi dan tambahan informasi tentang pemberian kredit kepada petani.
Universitas Sumatera Utara