I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah membuat tingginya suatu aktifitas alih fungsi lahan yang dilakukan.Hal ini disebabkan kecenderungan manusia untuk bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan hidupnya yakni memperoleh tempat tinggal.Oleh karena itu saat ini sulit bagi kita untuk memperoleh lahan kosong untuk areal bercocok tanam. Sulitnya mencari lahan di daerah perkotaan membuat sebagian orang yang memiliki kebiasaan menanam/berkebun tidak dapat melakukan kebiasaannya tersebut. Arsitektur rumah di daerah perkotaan yang cenderung minimalis dan memiliki taman yang sempit membuat sulit untuk menganeka ragamkan tanaman di taman atau pekarangan. Disamping itu pula isu pertanian organik terhadap buah dan sayur yang sekarang mulai di lakukan. Terkhusus di Kabupaten Bantaeng pertanian sayur organik sudah berjalan, akan tetapi hal tersebut sangat jauh dengan daerah pasar
yang
menguntungkan yakni di Makassar dan butuh waktu untuk memindahkannya serta banyak resiko yang akan dialami diantaranya busuk dan rusak pada sayuran. Banyaknya pot bunga dari berbagai jenis dan warna umumnya menghiasi serambi dan pekarangan kita.Akan tetapi hal tersebut sudah menjadi pemandangan yang lumrah.Jika di lihat dari segi penempatan pot-pot tersebut jumlahnya masih tergolong sedikit. Apabila sewaktu-waktu dapat di ubah posisinya akan terasa sulit bagi kita untuk memindahkannya.
1
Berdasarkan uraian di atas maka perlu adanya sentuhan teknologi mekanisasi.Mekanisasi pertanian di Indonesia sudah sejak lama menjadi keharusan, oleh karena itu muatan tenknologinya harus diperkaya dan disesuaikan seiring dengan perkembangan lingkungan strategis nasional maupun global (Bambang. dkk, 2009).Vertical Rotary Garden sebagai hasil dari teknologi mekanisasi tersebut, untuk bercocok tanam di daerah perkotaan dimana sulitnya untuk melakukan kegiatan pertanian. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan alat Vertical Rotary Garden yang memungkinkan penanaman sayur organik di lahan sempit secara vertikal. 1.3 Kegunaan Penelitian Bagi
akademisi
diharapkan
bahwa
prototipe
alat
ini
dapat
dikembangkan untuk penelitian yang berkaitan dengan pertanian di lahan sempit dimasa depan dan dapat digunakan oleh masyarakat perkotaan yang memiliki hobi berkebun akan tetapi memiliki lahan sempit.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pertambahan Luas Lahan Perkotaan Di Kota Makassar Hasil analisis tutupan lahan di Kecamatan Tamalanrea 8 tahun terakhir pada citra Landsat masing-masing sebagai berikut: Lahan Gedung pada tahun 2000 luas area gedung hanya 525,196 ha pada tahun 2008 luas area gedung meningkat drastis hal ini ditunjukkan luasnya mencapai angka 2199,420 ha. Meningkatnya area gedung di Kecamatan Tamalanrea dalam delapan tahun terakhir adalah angka yang sangat mungkin terjadi, karena antara tahun 2000 dengan 2008 kondisi wilayah Tamalanrea sangat jauh. Tahun 2000 dari Tello sampai Bumi Tamalanrea Permai(BTP) disepanjang jalan masih terdapat lahan rawa atau persawahan, kemudian kita melihat kondisi sekarang lahan-lahan terssebut telah berdiri kokoh bangunan baik itu sarana hiburan maupun sarana kepuasan berbelanja/lahan komersial. Padahal dahulu wilayah Tamalanrea kental dengan suasana akademik dalam artian hanya berdiri bangunan sarana pendidikan tetapi kenyataan yang kita saksikan sekarang ini suasana tersebut lambat laun bergeser menjadi suasana komersialisasi dengan berdirinya gedung-gedung raksasa (Isman, 2009). Lahan pemukiman mengalami penurunan luas lahan, hal ini tidak logis karena seharusnya lahan pemukiman bertambah akan tetapi justru luasnya menurun dimana tahun 2000 sekitar 6336,945 ha tahun 2008 luasnya tinggal 4981,410 ha. Hal ini terjadi disebabkan 2 faktor utama yang pertama citra tahun 2000 sangat jernih sehingga tingkat akurasi lebih baik,
3
sementara citra tahun 2008 sebagian badannya tertutupi oleh awan diduga awan tersebut tepat di atas lahan pemukiman sehingga lahan yang tertutupi oleh awan tidak diidentifikasi citra sebagai lahan pemukiman dan dikenali sebagai lahan yang lain. Yang kedua kemungkinan besar lahan pemukiman diidentifikasi sebagai area gedung karena nilai gelombang elektromagnetik mungkin sama atau mirip. Hal ini sejalan dengan pendapat Jensen (1993) menyatakan bahwa suatu benda yang berada di permukaan bumi memiliki bentuk fisik yang mirip akan tampak sama apabila di lihat dari ketinggian tertentu karena disebabkan oleh hamburan gelombang pantulan diterima sensor dan kondisi cuaca lokal yang membatasi sensor dengan objek (Isman, 2009). 2.2
Masalah dalam Pengembangan Pekarangan Seorang
ahli
pertanian
berbangsa
Belanda,
G.J.A
Terra,
mendefinisikan pekarangan sebagai “sebidang tanah darat yang terletak langsung disekeliling rumah, dengan batas-batas yang jelas (boleh berpagar dan boleh tidak), dan ditanami dengan berbagai jenis tanaman”.Disamping itu, ada istilah-istilah lain yang berkembang dipedesaan, seperti kebun, tegal pekarangan dan talun.Yang dimaksud dengan kebun umumnya bila yang diusahakan adalah tanaman yang sejenis atau ada tanaman yang dominan, misalnya kebun kelapa, kebun jeruk, kebun manga, dan lain-lain (Zulkarnain, 2009). Meskipun dibeberapa daerah luas pekarangan, terutama tegal pekarangan dapat mencapai 4.000 – 6.000 m2, namun kebanyakan dibawah 1.000 m2.Dibeberapa daerah pemukiman transmigrasi memang ada yang
4
mendapatkan lahan pekarangan seluas 2.500 m2, dan yang efektif lebih kurang 2.000 m2.Pengembangan areal sesempit itu dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi produksi memang sulit dilakukan (Zulkarnain, 2009). Menurut Zulkarnain (2009), beberapa masalah yang banyak dijumpai dalam pengembangan pekarangan di Indonesia adalah: 1. Terlalu bayak tanaman yang diusahakan sehingga tidak ada lagi tersisa lahan untuk tanaman baru. 2. Terlalu banyak naungan sehingga bibit yang baru tumbuh sulit berkembang dengan baik, demikian pula hanya dengan tanamantanaman sayuran. 3. Lahan yang terlalu padat, dengan kondisi berbatu atau terlalu basah (becek). 4. Kekurangan air pada musim kemarau dan kebanjiran pada musim penghujan. 5. Banyak gangguan ternak dan anak-anak atau bahkan pencurian. 2.3
Perkembangan Pertanian Organik Di Indonesia Pertanian organik mulai muncul di Indonesia pada tahun 1984.Yayasan Bina Sarana Bakti mulai mengembangkan pertanian organik di Cisarua, Bogor, pada lahan yang seluas empat hektar.Dari Cisarua ini, banyak orang belajar mengenai pertanian organik dan mengembangkannnya di daerahnya.Sekarang ini pertanian organik telah banyak diterapkan seperti di Lembang (Bandung), Kaliwiro (Wonosobo) dan Salatiga (Pracaya, 2007). Di tempat-tempat tersebut, tanaman organik diusahakan dalam hamparan atau ditanam di lahan.Karena kebanyakan tanaman yang
5
diusahakan berupa tanaman sayuran maka di Jakartapun telah banyak pengusaha tanaman organik yang menanam di pot atau polibag (Pracaya, 2007). Jenis tanaman yang ditanam secara organik pun sekarang tidak terbatas hanya tanaman sayuran saja, tetapi telah diusahakan tanaman buah (walaupun tidak dalam skala luas), tanaman padi, maupun tanaman obat. Produk tanaman organik masih terbatas dikonsumsi oleh orang-orang yang sadar akan kesehatan. Namun, dengan munculnya produk pertanian organik di setiap pameran dan ditunjang promosi mengenai pentingnya kesehatan, tidak menutup kemungkinan ditahun mendatang banyak orang yang beralih keproduk tanaman organik (Pracaya, 2007). 2.4
Bertanam Sayur Organik di Pot dan Polibag Sayuran organik selain ditanam di lahan (kebun) dapat juga ditanam di dalam pot, polibag atau wadah bekas lainnya. Karena tempatnya kecil dan lebih praktis serta dapat diletakkan di lahan yang sempit, sayuran ini dapat dikonsumsi sendiri atau dijual. Menjual sayuran organik seperti ini dapat hanya sayuran saja atau tanaman beserta pot atau polibagnya. Penampilan seperti itu juga merupakan daya tarik sendiri bagi konsumen (Pracaya, 2007). Menanam sayur organik dalam pot atau polibag mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Pracaya, 2007): i. Dapat diusahakan dalam skala kecil atau rumah tangga. ii. Mudah dalam pemeliharaan karena setiap tanaman ditanam dalam wadah tersendiri.
6
iii. Kemungkinan penularan penyakit lewat akar kecil sekali, tanaman yang sakit mudah ditangani. iv. Menghemat pemakaian pupuk karena pupuk tidak terbuang percuma (tercuci). v. Lebih mudah bila menanam beberapa jenis tanaman. vi. Lahan yang digunakan lebih sempit karena pot atau polibag dapat diletakkan dalam rak yang bersusun. Walaupun banyak keuntungan yang diperoleh dengan penanaman dalam pot atau polibag, cara ini pun mempunyai beberapa kekurangan. Kekurangan dengan cara ini antara lain (Pracaya, 2007): a)
Memerlukan biaya untuk penyediaan pot atau polibag.
b) Pengangkutan lebih sulit. c)
Memerlukan tempat penjualan yang luas bila akan menjual sayuran beserta wadahnya.
2.4.1 Persiapan Tempat dan Media Sebagai tempat atau wadah penanaman dapat digunakan polibag, pot, ember plastik, kaleng bekas biskuit, atau wadah bekas lainnya dengan diameter 20 – 30 cm dan tinggi sekitar 30 cm. Apabila wadah yang digunakan belum berlubang, sebaiknya dibagian kiri, kanan, dan bawah dibuat lubang sekitar 4 – 5 buah untuk mengalirkan kelebihan air. Dengan demikian, tanaman tidak akan tergenang. Apabila menggunakan polibag, sebaiknya polibag dibalik dahulu sebelum diisi media agar polibag dapat bediri dengan kokoh dan tidak mudah roboh (Pracaya, 2007).
7
Media tanam untuk sayuran pada umumnya berupa campuran tanah dan pupuk kandang dan kompos. Perbandingannya dapat 1 : 1, 1 : 2, atau 1 : 3 tergantung dari kesuburan atau berat ringannya tanah (Pracaya, 2007). 2.4.2 Persemaian Sayuran yang bijinya berukuran kecil, seperti selada, sawi, cabai dan tomat, perlu disemai dahulu agar mudah dalam pemeliharaan. Adapun tanaman bawang daun, bawang merah, dan bawang putih tidak perlu disemai, tetapi dapat langsung ditanam dalam pot atau polibag berukuran besar. Tempat persemaian dapat berupa kotak kayu, polibag, pot, daun pisang, daun dracaena, atau wadah lainnya yang bediameter 10 cm. Wadah persemaian yang belum berlubang, bagian bawahnya dibuat lubang untuk mengalirkan air. Adapun media untuk persemaian dapat digunakan campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1 : 3. Bila tanahnya terlalu berat, dapat diberi pasir (Pracaya, 2007). Biji atau benih ditanam pada wadah persemaian yang telah diiisi media tanam dengan jarak 1 - 3 cm bila menggunakan wadah berupa kotak kayu. Bila menggunakan wadah persemaian yang lain, dalam satu wadah dapat ditanam 1 – 2 biji atau benih. Kemudian di atas biji ditaburi kompos halus. Lamanya persemaian tergantung dari jenis tanaman, misalnya 2 – 3 minggu untuk sawi, selada, kubis; 2 minggu untuk tomat; serta 3 minggu untuk cabai dan terung (Pracaya, 2007).
8
2.4.3 Penanaman Menurut Pracaya (2007), penanaman sayuran dalam pot atau polibag sangatlah mudah yaitu sebagai berikut: A.
Untuk tanaman yang disemai dahulu 1. Wadah diisi media tanam, lalu disiram atau dimasukkan ke dalam air. Bila media tanamnya turun, tambahkan media tanam lagi hingga hampir penuh. 2. Bila semai ditanam di polibag atau pot, buat lubang disebesar wadahnya. Kemudian semai beserta medianya dikeluarkan dari polibag atau pot persemaian. Setelah itu, tanam semai dan medianya dalam pot atau polibag yang telah disiapkan. 3. Bila semai ditanam dalam kotak kayu, lubang tanam dibuat dengan solet yang ditusukkan sambil diputar sehingga terbentuk lubang berbentuk kerucut. Setelah itu semai diambil secara hati-hati jangan sampai akar terputus lalu ditanam. 4. Di sekitar semai, diberi media lagi sambil ditekan agar semai
dapat
berdiri
tegak.
Setelah
itu,
dilakukan
penyiraman. B.
Untuk tanaman yang tidak disemai Pot atau lubang diisi media tanam, kemudian dimasukkan kedalam air. Bila medianya turun, tambahkan media lagi hingga 1 cm dari tepi pot atau polibag. Di bagian
9
tengah media dibuat lubang kecil, lalu dimasukkan (ditanam) biji atau benih sebanyak 1 – 2 buah. Setelah itu, diatasnya ditutup dengan media tanam. 2.4.4
Perawatan Perawatan sayur organik dalam pot atau polibag lebih mudah karena kesehatan pertanaman lebih terkontrol dan penularan penyakit lewat akar relatif tidak ada. Beberapa perawatan rutin yang perlu dilakukan sebagai berikut (Pracaya, 2007): a) Satiap hari tanaman diperiksa, jangan sampai ada hama atau penyakit. Bila dijumpai ada hama (misalnya ulat atau kutu), hama tersebut diambil dan dimatikan dengan dipijit. Apabila ada tanaman yang diserang penyakit layu, sebaiknya tanaman segera dicabut dan medianya dibuang. Wadah penanaman dapat digunakan lagi dengan media dan tanaman yang baru dan sehat. b) Bila masih kelihatan kurang subur, tanaman dapat dipupuk dengan pupuk kandang atau kompos yang telah matang. c) Bila tanah terlihat kering, tanaman dapat disiram. d) Untuk tanaman tomat, cabai, terung, dan tanaman lain yang menghasilkan buah, perlu diberi turus agar tanaman tidak roboh saat berbuah lebat.
2.4.5
Panen Umur panen tergantung jenis tanamannya. Tanaman tomat, terung, dan cabai dapat dipanen mulai umur 3 – 4 bulan hingga umur
10
6 bulan. Tanaman bawang daun, bawang merah, sawi, selada dan kubis dapat dipanen pada umur 3 – 4 bulan. 2.5
Pengaruh Intensitas Cahaya Pada Pertumbuhan Tanaman Berdasarkan kebutuhan akan intensitas cahaya optimum tanaman hortikultura dapat dikelompokkan menjadi (Zulkarnain, 2009): i. Tanaman yang menghendaki intensitas cahaya matahari rendah adalah tanaman naungan. ii. Tanaman yang menghendaki intensitas cahaya matahari sedang adalah tanaman setengah naungan. iii. Tanaman yang menghendaki intensitas cahaya tinggi adalah tanaman cahaya penuh. iv. Tanaman yang tumbuh baik pada segala kondisi intensitas cahaya matahari adalah tanaman cahaya dan naungan. Apabila cahaya berada pada kisaran yang optimum untuk pertumbuhan serta perkembangan tanaman,
dan tanaman tersebut
mendapatkan perlakuan yang baik, maka akan diperoleh hasil panen yang tinggi. Apabila intensitas cahaya berada dibawah kisaran optimum, maka jumlah energi yang tersedia untuk penggabungan CO2 dan air menjadi sangat rendah, sehingga pembentukan karbohidrat menjadi tertekan. Akibatnya terjadi penurunan pada hasil panen. Sementara itu, apabila intensitas cahaya berada di atas kisaran optimum, maka hasil panen yang diperoleh juga akan mengalami penurunan dikarenakan (Zulkarnain, 2009):
11
a.
Berkurangnya kadar klorofil akibat solarisasi sehingga daun menjadi hijau kekuningan. Akibatnya, laju absorbsi cahaya dan fotosintesis menjadi rendah.
b.
Meningkatnya suhu daun sehingga laju transpirasi menigkat dan tidak seimbang dengan laju absorbsi air. Akibatnya, stomata menutup dan fotosintesis berkurang.
c.
Tingginya intensitas cahaya dapat menyebabkan tidak aktifnya beberapa enzim tertentu yang mengubah gula menjadi pati di dalam daun. Akibatnya, terjadi penumpukan gula, dan sebagai aksi massa maka laju fotosintesis tertekan. Tanaman yang tumbuh di bawah kondisi tanpa cahaya, tetapi
memperoleh suplai makanan dari organ penyimpanan (misalnya biji atau umbi) akan berwarna kuning dan tumbuh memanjang dengan batang lemah. Namun apabila tanaman tersebut diberi cahaya yang cukup, akan berwarna hijau yang menandakan adanya klorofil dan aktifitas fotosintesis serta memiliki batang yang normal. Ekspresi morfologis dari kekurangan cahaya disebut etiolasi. Sifat ketergantungan pada cahaya dalam pembentukan klorofil dimanfaatkan oleh para petani di Eropa untuk memproduksi tanaman sendiri berwarna putih yang banyak disukai konsumen. Cahaya juga dibutuhkan dalam memproduksi sejumlah pigmen antosianin, misalnya pada tanaman terong (Solanum Melongena) (Zulkarnain, 2009). Untuk rotasi dengan sumbu tetap, setiap patikel pada benda pejal tersebut mempunyai kecepatan sudut yang sama dan percepatan sudut yang sama. Jadi dan merupakan karakteristik keseluruhan benda pejal
12
tersebut. Arah dari dapat dicari dengan aturan arah maju sekrup putar kanan. dan arah sama dengan arah d/dt yang sama dengan arah bila dipercepat dan berlawanan dengan arah bila diperlambat (Anonim II, 2011). 2.6
Gaya Gaya adalah besaran vector, yaitu sesuatu besaran yang mempunyai besar dan arah. Untuk mrnghitung jumlah (resultan) dua buah vector atau lebih, maka harus diperhatikan besar dan arah semua gaya yang menjadi komponennya. Beberapa besaran lain yang merupakan besaran vector, antara lain kecepatan, percepatan, momen, dan lain-lain. Sedangkan besaran yang mempunyai besaran saja tanpa arah dikenal sebagai besaran scalar. Yang termasuk pada besaran scalar ini antara lain panjang, lebar, luas, volume dan sebagainya (Anonim I, 2012). Menurut
Ariyanto
(2012)
bahwa,
gaya
cenderung
untuk
menggerakkan suatu benda pada arah bekerjanya. Selain itu juga dapat menimbulkan putaran benda terhadap suatu sumbu yang tegak lurus dan tidak memotong garis kerja gaya tersebut. Wiheta (2010) berpendapat, dalam transmisi sabuk gilir (timing belt) ada tiga buah gaya yang sangat penting yaitu gaya tarik efektif Fe (kg), gaya sentrifugal Tc (kg), dan tegangan awal Fo (kg). berbeda dengan sabukV, gaya tarik pada sisi kondor sabuk gilir (timing belt) kira-kira besarnya sama dengan gaya Fc pada puli penggerak.
13
2.7
Teori Roda Gigi dan As Manakala kita menerapkan usaha pada roda dan memutarnya satu lingkaran penuh, as juga berputar satu putaran dan menggulung panjang tali sesuai dengan lingkarannya. Jari-jari as lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari roda katakanlah 5cm dibanding 20 cm dan keliling as serta keliling roda adalah sama dengan perbandingan jari-jarinya. Keliling roda adalah jarak usaha, sedangkan keliling as merupakan jarak beban.Dengan demikian keuntungan mekanisnya ialah jari-jari roda dibagi jari-jari as.Dalah hal ini keuntungan mekanisnya adalah 4.Kita dapat mengangkat ember berbobot 400 dengan usaha 100 newton pada engkol (Joseph, 2003).
2.8
Analisis Biaya Analisa finansial teknik adalah suatu analisa yang mempelajari hubungan antara biaya dan manfaat dalam suatu proses dibidang ekonomi yang bidang kegiatannya pada asepek Teknik (Waldiono dan Napitulu, 1986, dalam Anugrah, 2004). Cost adalah biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat (service potentials) di waktu yang akan datang, dan karenanya merupakan aktiva yang dicantumkan dalam neraca (Hartanto, 1981 dalam Anugrah, 2004). a. Biaya Tetap Biaya tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi banyak atau sedikit, jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung kepada besar
14
kecilnya produksi yang diperoleh (Soerkartawi, 1995 dalam Anugrah, 2004). 1. Biaya Penyusutan (Depresiasi) Biaya tetap yang utama adalah penyusutan.Penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat akibat pertambahan umur pemakaian (waktu).Biaya penyusutan bervariasi menurut umur desain dan perkiraan umur alat (Irwanto, 1984). Secara teoritis hilangnya nilai atau penyusutan dikurangi dari laba operasi setiap tahun dan di investasikan hingga saatnya alat/mesin harus diganti (Mahekam, dkk, 1991 dalam Anugrah, 2004). Umur dari suatu alat dapat dibedakan dari dua pengertian yaitu: a. Umur ekonomis adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti dengan alat/mesin yang baru. b. Umur pelayanan adalah umur dari suatu alat dalam kondisi 100% baru sampai alat tersebut tidak bisa dipakai lagi. Pada akhir umur pelayanan alat/mesin tersebut sudah tidak mempunyai nilai lagi.
15
Menurut Grent, et. El, (1993) dalam Fauzan (2004), bahwa metode penyusutan lima yaitu: a.
Metode Garis Lurus (Straight Line) Metode garis lurus atau straight Line adalah metode penyusutan tetap yang berlangsung sepanjang tahun umumnya nilai sisa (salvage value) adalah 10-20% dari nilai modal. Persamaan yang digunakan sebagai berikut (Grent, et. El, 1993, dalam Fauzan, 2004): D=
(𝑃−𝑆) 𝑁
……………………….(2.1)
Keterangan: D = Biaya Penyusutan (Rp/tahun) P = Harga Pembelian (Rp) S = Nilai Akhir (Rp) N = Umur Ekonomis (Tahun) b. Metode Jumlah Bilangan Tahunan (Sum of The Year Digit) Metode jumlah bilangan tahun atau Sum of The Year DigitMethods adalah biaya penyusutan yang sama dengan nilai penjumlahan angka tahun. Persamaan yang digunakan sebagai berikut (Simarmata, 1984, dalam Fauzan, 2004): 𝐷𝑛 =
𝑛 −1+𝐼(𝑃−𝑆) 𝑛 (𝑛+1)/2
………………………..(2.2)
Keterangan: Dn = Biaya Penyusutan (Rp/tahun) N = Tahun Ke-1,2,3 … I = Bunga Modal (%)
16
P = Harga Pembelian (Rp) S = Nilai Akhir (Rp) c. Metode Depresiasi Neraca Menurun (Declining Balance) Metode Depresiasi Neraca Menurun atau Declining Balance Methods adalah biaya penyusutan dengan laju penurunan tetap (rate)tertentu dimana nilai akhir tidak ditentukan dari hasil tersebut
persamaan
yang
digunakan
sebagai
berikut
(Simarmata, 1984, dalam Fauzan, 2004): Dn = R (1 – R) n -1 x P …………………(2.3) Keterangan: Dn = Biaya Penyusutan (Rp/tahun) R = Berkisar 0 – 1 N = Tahun Ke-1,2,3… P = Harga Pembelian (Rp) d.
Metode Depresiasi Satuan Produksi (Unit of The Production Depretiation) Beberapa macam harta modal dapat dikenal dengan produksi unit-unit output tertentu untuk harta yang demkian depresiasi dapat dibebankan dalam proporsi unit-unit produksi asalkan cukup balance untuk memperkirakan umur produksi barang yang digunakan di dalam pabrik yang diversifikasikan karena sulit
mencari
unit-unit
produksi
yang
tepat
maka
dimungkinkan untuk menggunakan akuntansi depresiasi dimana dua atau lebih garis lurus diperlukan untuk
17
memperlihatkan turunnya nilai produksi dari harga awal sampai perkiraan nilai sisa metode ini disebut metode garis lurus berganda atau metode satuan produksi. Persamaan yang digunakan
untuk
metode
ini
adalah
sebagai
berikut
(Simarmata, 1984, dalam Fauzan, 2004) Dn = (P - S) (A/F,I,n) + (P - S)I + Li = (P - S) (A/F,I,n) + P……..(2.4)
Keterangan: Dn = Biaya Penyusutan (Rp/tahun) P = Biaya Pembelian (Rp) S = Nilai Akhir (Rp) I = Suku Bunga (%) A = Angsuran (Rp) F = Nilai uang pada saat mendatang (Rp) N = Tahun Ke-1,2,3… e.
Metode
Depresiasi
Dana
Deposito
(Sinking
Fund
Depreciation) Faktor-faktor dalam biaya penyusutan yaitu SFM (Sinking Fund Methods).Salah satu penyebabnya penyusutan meningkat adalah SFM.Konsep dasar SFM adalah bagaimana suatu bahan pada waktu tertentu dapat digunakan untuk mengganti asset. Persamaan yang digunakan sebagai berikut (Grent, et. El, 1993, dalam Fauzan, 2004): 𝑖
Dt = (Po-NA)((1+𝑖)𝑛 −1)((1+i)t-1)…………(2.5)
18
Keterangan: D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) Po = Harga Pembelian Alat/nilai awal (Rp) NA= Nilai Akhir (Rp) n = Nilai Ekonomis (Tahun) i = suku bunga yang berlaku C. Bunga Modal Biaya bunga modal (interest) dan asuransi diperhitungkan untuk mengembalikan nilai modal yang diterima sehingga pada akhir umur peralatan diperoleh suatu nilai “present value” nya sama dengan nilai yang ditanam (Soekartawi, 1995 dalam Anugrah, 2004). D. Biaya Pajak Biaya pajak tiap tahun bagi mesin dan peralatan pertanian sangat bervariasi, disesuaikan dengan peraturan atau ketentuan daerah dimana mesin beroperasi (Soekartiwi, 1995 dalam Anugrah, 2004).Untuk Indonesia belum dapat ditentukan berapa sebenarnya besarnya pajak pertahun yang dibebankan pada setiap alat /mesin pertanian. Diperkirakan beban pajak yang digunakan sekitar 2% dari harga awal pertahun, sedangkan beban asuransu kira-kira 0,24% dari harga awal alat/mesin pertahun (Irwanto, 1994 dalam Anugrah, 2004).
19
b. Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap adalah jenis-jenis biaya yang naik turu bersama-sama dengan volume kegiatan produksi bertambah, maka pertambah pula biaya tidak tetap. Produksi turun, maka biaya tetap akan turun juga (Sigit, 1990 dalam Anugrah, 2004). Biaya tidak tetap atau biaya operasi bervariasi berdasarkan pengoperasian alat yang sangat dipengaruhi oleh jam pemakaian (Irwanto, 1984 dalam Anugrah, 2004). i.
Biaya Perawatan dan Perbaikan Alat Biaya perawatan meliputi biaya penggantian bagian alat/mesin yang telah aus, upah tenaga kerja terampil untuk perbaikan khusus,
pengecetan,
pembersihan/pencucian
dan
perbaikan.Biaya perbaikan dan perwatan untuk mesin-mesin pengolahan hasil pertanian ditetapkan 5% dari harga beli alat/mesin pertanian (Waldiono dan Natipulu, 1986 dalam Anugrah, 2004). ii.
Biaya Operator (Tenaga Kerja) Upah operator sangat tergantung pada kondisi social ekonomi suatu daerah, kebijaksanaan perusahaan dan dapat diberikan persatuan jumlah produksi (Irwanto, 1994 dalam Anugrah, 2004).
c. Total Biaya Soekartiwi (1995), menyatakan total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC).
20
Menurut Bambang Riyanto (1992 dalam Anugrah, 2004), kelayakan suatu alat dan mesin pertanian ditentukan oleh beberapa faktor antara lain dari segi penekanan biaya produksi dan peningkatan biaya produksi dan peningkatan penjualan. Salah satu analisa yang digunakan untuk merencanakan dan mengetahui apakah produksi yang dihasilkan telah mendapat keuntungan atau bahkan kerugian Break Event Point (BEP). Analisa tersebut membantu merencanakan dan mengendalikan serta mengambil keputusan bagi penggunaan alat dan mesin pertanian. d. Benefit Cost Ratio (BC Ratio) Benefit merupakan manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan yang produktif dengan membandingkan biaya pemasukan dan biaya pengeluaran selama berlangsungnya kegiatan tersebut. Biaya pemasukan dan pengeluaran yang dimaksud adalah biaya dalam setahun, BC Ratio adalah nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Hasil perhitungan BC Ratioakan memudahkan pengambilan keputusan denga kriteria sebagai berikut: 1. Jika BCR ≥ 1, maka proyek layak untuk dilaksanakan. 2. Jika BCR ≤ 1, maka proyek tidak layak dilaksanakan. e. Break Event Point (BEP) Analisa Break Event Point merupakan istilah yang dipakai bila suatu perusahaan hanya mampu menutup biaya produksi dan biaya yang diperlukan dalam menjalankan kegiatannya.Dengan demikian, pengertian Break Event Point (BEP) adalah suatu kegiatan dimana
21
penghasilan atau penjualan hanya cukup untuk menutupi biaya baik yang bersifat variable maupun bersifat tetap (Sigit, 1990 dalam Anugrah, 2004). Analisa Break Event Point (BEP) merupakan analisa untuk mengetahui apakah produksi yang dibuat sudah mendatangkan keuntungan atau justru merugikan.BEP merupakan titik dimana posisi usaha berada didalam keadaan tidak untung dan rugi.
22
III. METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan mulai September 2011 sampai dengan Juni 2012 dan berada di beberapa tempat yang berbeda, yakni untuk pembuatan alat bertempat di bengkel Riski Wijaya Makassar dan Laboratorium Bengkel Teknologi Pertanian UNHAS, dan Pengujian alat bertempat di Laboratorium Exfarm Fakultas Pertanian UNHAS.
3.2
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam 2 kategori; 1).untuk perancangan/pembuatan alat: las listrik, las karbit, circular saw, gurinda, gergaji besi, mistar siku, meteran, amplas, sikat besi, kuas, kunci pas, kunci inggris, mesin bubut, obeng, kamera dan tang. 2). untuk pengujian alat: Vertical Roraty Garden, timbangan, kantong plastik, sekop, cangkul, pisau, ember, mistar, meteran, dan kamera. Bahan yang digunakan seperti halnya alat.Dimana dibagi dalam 2 kategori. 1).untuk perancangan/pembuatan alat: 4 buah velg sepeda ontel 28”, 6 batang besi UP 5, 2 batang as, 10 batang besi siku 3x3 cm, 2 batang besi siku 3x4 cm, 14 batang besi strep, 2 ujung besi beton bulat pejal 1”, 2 ujung pipa besi 1,5”, 4 bearing duduk, 15 meter sabuk puli rantai, 8 buah baut 19, 32 buah ring, 16 pot plastik, 2 kaleng cat 1 kg dan 4 buah baut 17. 2). untuk pengujian: 1 kg bibit kangkung cina, tanah, sekam, pupuk kandang, pupuk benasil dan air.
23
3.3
Perancangan Alat 3.3.1
Rancangan Fungsional Vertical Rotary Garden merupakan alat yang dibuat dengan system bongkar pasang, adapun bagian-bagian alat yaitu:
Gambar 1. Bagian-bagian Alat Keterangan: 1. Tiang Penyangga
6. Engkol
2. Roda Pemutar
7. Kuping V-belt
3. V-belt
8. Besi Silang
4. Pot
9. Lahar Duduk
5. Rangka Pot
10. Rehad
24
Uraian: 1.
Tiang Penyangga Bagian ini berfngsi untuk menyangga roda pemutar.Dan sekaligus menahan beban bagian pemutar alat. Yang dimaksud dengan bagian pemutar alat adalah bagian yang terdiri dari roda pemutar, V-belt, kuping V-belt, Rangka pot, pot, media tanam dan pot.
2.
Roda Pemutar Dinamakan roda pemutar karena berfungsi untuk penggerak bagian pemutar alat. Roda pemutar terbagi atas roda pemutar atas yang berfungsi meneruskan dan mengatur putaran pada bagian atas alat dan roda pemutar bawah yang berfungsi mengatur putaran pada bagian bawah alat, bagian ini yang diberi gaya secara manual oleh manusia.
3.
V-belt Berfungsi sebagai tempat menempelnya kuping V-belt dan merupakan tempat menempelnya pot dan rangka pot.
4.
Pot Tempat untuk menyimpan media tanam dan tanaman
5.
Rangka Pot Bagian yang menahan dan melindungi pot.Rangka pot ini menempel pada kuping V-belt dan diberi kawat las sebagai pengunci agar tidak terlepas dan jatuh.
25
6.
Engkol Engkol merupakan bagian untuk menggerakkan bagian pemutar alat.Engkol berada pada roda pemutar bawah.
7.
Kuping V-belt Dinamakan kuping, karena bagiannya yang seperti kuping.Alat ini sebagai tempat untuk mengaitkan rangka pot pada V-belt.
8.
Besi Silang Bagian ini dijadikan sebagai kuda-kuda pada alat guna mengurangi pergerakan alat tetap berdiri kuat dan kokoh meski ditiup angina.
9.
Lahar duduk Lahar duduk berfungsi sebagai alat yang mempermudah roda pemutar dalam melakukan pergerakan.
10.
Rehad Rehad merupakan singkatan dari Rel Lahar Duduk, bagian ini berada pada bagian bawah alat. Berfungsi sebagai bagian penyetel V-belt.
26
3.3.2
Rancangan Struktural
Gambar 2. Dimensi Alat a. Tiang Penyangga Tiang penyangga terbuat dari besi UP 5 dengan tinggi 367 cm panjang 180 cm dan lebar mengikuti ketebalan besi UP 5 yakni 5 cm. Tiang penyangga bentuknya seperti segitiga sama kaki dan jumlahnya dua buah. b. Roda Pemutar Bagian ini terdiri atas beberapa komponen, yakni Velg sepeda ontel 28” dan as. Alasan menggunakan Velg sepeda ontel, karena
27
diameternya yang besar sehingga sangat baik untuk pengaturan jarak antar pot agar tidak saling bersentuhan. Untuk Roda pemutar atas panjang as yang digunakan adalah 95 cm. hal ini merupakan hasil dari lebar alat ketika berdiri. Adapun untuk roda pemutar bawah, panjangnya 110 cm. nilai ini diambil dari hasil penjumlahan lebar alat 95 cm dan ditambah dengan bagian untuk memasang engkol sepanjang 15 cm. c. V-belt V-belt yang digunakan pada alat ini tipe rantai, dengan ukuran 750 cm berbentuk lingkaran dengan jumlah dua buah. d. Pot Pot yang digunakan terbuat dari plastik, sejumlah 16 buah.Pot ini tahan terhadap sinar matahari. Ukuran pot adalah panjang 67 cm, lebar 27 cm dan tinggi 19 cm. e. Perhitungan kerangka pot dan berat pot Alat ini menggunakan pot Claris tipe 19 lt, dengan ukuran panjang 67 cm, lebar 27 cm dan tinggi 19 cm. berdasarkan ukuran tersebut maka di tentukan bahwa ukuran ideal untuk keranjang adalah panjang 65 cm, lebar 21 cm dan tinggi 16 cm. dan ditambah dengan pajang besi pada 2 ujung keranjang yang masing-masing 8 cm. ukuran keranjang ditentukan berdasarkan nilai ekonomisnya dan bentuk fisik pot. Adapun berat tiap pot adalah 0,94 kg, keranjang pot 1.46 kg, dan massa media tanam dalam pot adalah 6 kg.
28
sehingga dapat ditentukan bahwa berat keseluruhan untuk tiap pot adalah 8.4 kg. f. Engkol Engkol dibuat dari besi cor 18 yang dipadukan dengan pipa besi. Panjangnya 30 cm. g. Besi Silang Bagian ini berjumlah dua buah.Satu diantaranya berada pada bagian atas alat dan satunya lagi pada bagain bawah. Besi silang dibuat dari besi siku ukuran 4 cm x 3 cm dengan tebal 2 mm. panjang untuk tiap besi yang berbentuk silang adalah 110 cm. h. Kuping V-belt Kuping V-belt terbuat dari perpaduan antara pipa besi dengan dimeter dalam 2 cm dan besi strip dengan ketebalan 2 mm. panjangnya adalah 8 cm. i. Lahar Duduk Lahar duduk yang digunakan berukuran 2.5” j. Rehad Rel Lahar Duduk terbuat dari besi UP 5, yang diberi lupang secara memanjang kebawah sepanjang 60 cm. dengan lebar lubang 2 cm. k. Perhitungan tinggi alat Berdasarkan data dilapangan dan studi pustaka, bahwa tanaman sayur organik yang cocok untuk alat ini adalah bayam, kangkung, dan sawi, karena tanaman ini memiliki tinggi tanaman setelah panen tidak lebih dari 50 cm. Maka dari itu tinggi alat adalah 50 cm x 5 +
29
25 cm = 275 cm. ukuran ini hanya untuk bagian alat yang terputar. Disi lain, pada bagian lingkaran yang terputar akan ada bagian pot yang menjulur ke bawah sehingga ukurannya dapat diperkirakan sekitar 50 cm. Menjulur pada alat dikarenakan besarnya massa pot yang menempel pada V-belt sehingga membuat sabuk tak sanggup menahan sehingga bertambah panjang dan terjadilah kemelaran. Disamping bagian yang terputar, alat ini juga memiliki tiang penyangga, sebagai tempat untuk menyangga bagian alat yang terputar. Berdasarkan aerogonomisnya orang Indonesia, untuk system engkol, dapat ditentukan dengan ukuran 75 cm. sehingga tinggi tiang dapat dihitung dengan cara 275 cm + 50 cm + 75 cm – 33 cm = 367 cm dari tinggi alat 400 cm. 3.4
Pembuatan Alat Tahapan pembuatan alat Vertikal Rotary Garden adalah sebagai berikut: 1. Penyediaan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Pemotongan as dengan ukuran panjang masing-masing 110 cm dan 90 cm dan selanjutnya pasang velg sepeda ontel masing-masing 2 buah untuk tiap as dengan jarak 70 cm. velg dipasang dengan cara di las agar velg dan as tersebut terputar bersamaan. 3. Pembuatan tiang penyangga alat 2 buah dengan ukuran masing-masing tinggi 367 cm dan lebar 170 cm. dengan menggunakan besi UP 5.
30
4. Pemaasangan bearing duduk pada masing-masing ujung tiang penyangga dan buat lintasan bearing duduk pada bagian bawah tiang penyangga sebagi tempat pemasangan as untuk bagian pemutar alat. 5. Penentuan ukuran sabuk puli sebagai tempat menempelnya pot pada bagian pemutar alat. Jumlah sabuk puli adalah 2 buah 6. Pembuatan rangka pot dari perpaduan antara besi strep, besi siku 3 cm x 3 cm dan besi cor sesuai ukuran yang telah ditentukan pada bagian simulasi. 7. Pembuatan kuping sabuk puli dari gabungan antara pipa besi dan besi strep sebanyak 32 buah. 8. Pembuatan besi penyangga Untuk memperkuat konstruksi yang berbentuk silang 9. Pengecatan alat. 10. Perangkaian alat tersebut satu persatu sehingga menjadi Vertical Roraty Garden. 3.5
Pengujian Alat Tahapan ini sebagai evaluasi alat, dengan indikator dapatkah alat ini digunakan pada lahan sempit dan dapat berputar sesuai yang di harapkan. Adapun langkah pengujiannya yakni: 1. Penyediaan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Penempatan alat pada lahan yang memiliki pembatas atau pagar yang tinggi sesuai dengan lokasi tipe alat ini dirancang. 3. Pembuatan bedengan sebanyak 16, sesuai dengan jumlah pot pada lahan sebagai tempat untuk tanaman control yang ditanam horizontal
31
dengan segala perlakuan harus sama dengan tanaman pada Vertical Roraty Garden. 4. Pencampuran tanah, sekam, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 hingga merata. Campuran ini merupakan media tanam yang akan digunakan. 5. Pemasukkan
media tanam tersebut kedalam pot dengan ukuran
masing-masing 6 kg, ukuran ini di ambil dengan asumsi untuk memperbesar jarak antara pot, agar ketika tumbuh tanaman tidak menyentuh pot diatasnya. Hal yang sama juga dilakukan untuk masing-masing bedengan. 6. Pembuatan lubang pada masing-masing pot pada alat dan bedengan pada lahan sebanyak 30 lubang yang terdiri dari 3 baris, dimana masing-masing baris terdapat 10 lubang. Jarak lubang 5 cm kedepan dan 5 cm kesamping. 7. Penanaman benih kangkung cina yang sebelumnya telah direndam dengan air, masing-masing 3 butir/lubang. 8. Penyiraman masing-masing pot dan tanaman yang telah diberi benih baik pada lahan maupun alat. 9. Penaikkan pot-pot tersebut pada alat dengan menempatkannya pada keranjang pot yang telah ada pada alat. 10. Penyiraman setiap dua kali sehari pada pagi dan siang hari jika tidak turun hujan. 11. Pengambilan data tinggi tanaman setiap dua hari sekali sebanyak 30 hari.
32
12. Pada hari ke 15 dan 30 ambil masing-masing sampel pada alat dan alat untuk diteliti biomassanya. Hal ini dilakukan untuk perbandingan antara hasil penanaman pada alat dan lahan.
33
3.6
Analisis Gaya 1.
Menghitung Besarnya gaya pada V-belt θ
D2
T1 L T2
α
D1
Gambar 3. Analisis Gaya pada Bagian yang Terputar i.
Menghitung besarnya perbandingan Gaya kekencangan sabuk 𝑇1
2,3 log 𝑇2 = μ θ………………(3.1) Keterangan: μ = Koefisien gesek θ = Sudut kontak
34
2. Menghitung besar gaya pada masing-masing titik tiang penyangga
Beba F
n= 160 N
=
N
F5 4
F3
F4
F1
F5
F2
Gambar 4. Analisis Gaya pada Tiang Penyangga Dari gambar 4.dapat dituliskan bahwa analisis gaya pada masingmasing kaki alat. Dimana: F1 = F2 = F3 = F4 Sehingga untuk mencari nilai pada masing-masing kaki dapat di tuliskan F5 = F1 + F2 + F3 + F4 Atau F5 = 4F F=
F5 4
........................................(3.2)
Keterangan: F5 = total gaya pada roda pemutar (N) F1 = F2 = F3 = F4 = gaya pada masing-masing kaki tiang penyangga (N)
35
3.
Menghitung momen gaya pada engkol
45 cm
L=15 cm
Gambar 5. Analisis Gaya pada Engkol Mo = F . L…………………….(3.3) Keterangan: Mo = Momen Gaya (Nm) F = Gaya pada bagian alat yang terputar(N) L = Panjang engkol (m)
36
3.7
Analisis Ekonomi 1.
Biaya Tetap (FC) a) Biaya penyusutan dengan menggunakan persamaan Metode Garis Lurus (Straight Line Methods) pada persamaan (2.1). b) Menghitung Pajak (Bp), dengan menggunakan persamaan: Bp = Pp x P………………………………………(3.4) Dimana: Bp = Biaya untuk pajak (Rp/tahun) Pp = Persen Biaya Pajak (%/tahun) P = Harga awal alat (Rp) c) Menghitung Bunga Modal, dengan menggunakan persamaan: l=
𝑖(𝑃)(𝑛 +1) 2𝑛
……………………………(3.5)
Dimana: l = Bunga Modal (Rp/tahun) i = Tingkat Suku Bunga Bank (%/tahun) P = Umur awal alat (Rp) n = Umur Ekonomis Alat (tahun) d) Sewa Lahan (SL) SL = luas lahan x harga/m2………………..(3.6) 2. Biaya Tidak Tetap (VC) a. Biaya Perawatan dan Perbaikan Bpp = 5% x P…………………………….(3.7)
37
Dimana: Bpp = Biaya Perawatan dan Perbaikan P = Harga alat b. Biaya Tenaga Kerja (Operator) BO = Btk x Op……………………………(3.8) Dimana: Bo = Biaya Operator (Rp/tahun) Btk = Biaya Tenaga Kerja (Rp/tahun/orang) Op = Jumlah Operator (orang) c. Menghitung Total Biaya TC = FC + VC………………………..(3.9) Dimana: TC = Total Biaya (Rp/tahun) FC = Biaya Tetap (Rp/tahun) VC = Biaya Tidak Tetap (Rp/tahun) d. Menghitung Penerimaan TR = Y x Py…………………………………(3.10) Dimana: TR = Penerimaan (Rp/tahun) Y = Kapasitas Produksi (ikat/tahun) Py = Harga Jual (Rp) 3. Menghitung Analisis Kriteria Investasi (NPV) NVP =
𝑛 𝑖=0 𝐵𝑝𝑖
–
𝑛 𝑖=0 𝐶𝑝𝑖 …………………………(3.11)
38
Dimana: NPV = Net Present Value Bpi = Hasil Perkallian Benefit dengan DF (Suku Bunga) Cpi = Hasil Perkalian Cost dengan DF (Suku Bunga 4. Menghitung Benefit Cost Ratio (BCR) 𝑛 𝑖=0 𝐵𝑝𝑖 𝑛 𝑖=0 𝐶𝑝𝑖
BCR =
………………………………….(3.12)
5. Menghitung Break Event Point (BEP) BEP =
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
1−
……………………………(3.13)
6. Menghitung Pay Back Period (PBP), (Ati Harmoni, 2007). PBP =
𝐶𝑓 𝐵
………………………….(3.14)
Dimana: PBP = Pay Back Periode (tahun) Cf = Investasi Awal (Rp) B = Rata-rata keuntungan tahunan (Rp/tahun).
39
3.8
Bagan Alir Penelitian
Start
Rancangan Fungsional
Rancangan Struktural
Manufactur
Vertical Rotary Garden
Uji Fungsional
Uji Kinerja
Laporan
Gambar 6. Bagan Alir Penelitian
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pembuatan Alat a. Spesifikasi Alat Vertical Rotary Garden (VEROGE) dibuat selama 25 hari (14 Januari- 8 Februari 2012), akan tetapi karena proses perbaikan konstruksi seperti penambahan tinggi alat. Membuat alat ini rampung pada tanggal 23 Mei 2012. Alat ini memiliki tinggi 400 cm, panjang 180 cm dan lebar 95 cm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa efisiensi lahan yang diperoleh alat ini jika dibandingkan dengan tanaman yang ditanam secara horizontal adalah 31%. Nilai ini tentunya membuat alat ini sangat cocok untuk digunakan di daerah perkotaan bagi rumah-rumah yang memiliki lahan sempit.Untuk lebih jelasnya, merujuk pada Gambar 7.
(a) (b) Gambar 7. Alat Sebelum Dilakukan Penambahan Tinggi. (a) Tampak Depan dan (b) Tampak Samping.
Gambar 7 menunjukkan alat yang dibuat pertama kali. Alat ini memiliki tinggi 3,26 meter dengan lebar 95 cm. dan panjang 120 cm. Akan
41
tetapi pada saat pengujian selama satu bulan. Membuat V-belt pada alat melar dan pot yang berada di bagian bawah roda pemutar menyentuh tanah.Masalah tersebut dikarenakan media tanam yang terbasahi hujan terus menerus sehingga membuat semua pot mengalami penambahan berat, dan ketika kekuatan V-belt telah dilampaui maka terjadilah kemelaran.Masalah yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. V-belt Mengalami Melar Ketika Pengujian Masalah melarnya V-belt yang ditunjukkan pada Gambar 7, diatasi dengan dua jalan. Pertama dengan menambah panjang kaki tiang penyangga sepanjang 74 cm dan pemberian kawat halus pada bagian V-belt dengan ukuran
yang sama
panjang dan
diberi
kuku
macan
sebagai
alat
penyambungnya (lihat Gambar 9).
Gambar 9 Perbaikan Alat dengan Menambahkan Kawat Kalus.
42
Gambar 10. Setelah Dilakukan Penambahan Tinggi Vertical Rotary Garden memiliki berat kosong (tanpa tanaman dan media tanam) sekitar 125 kg dan berat isi sekitar 220 kg.berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan. Hasil panen tanaman kangkung jika menggunakan alat ini sekitar 5 kg. Jumlah ini berasal dari 16 buah pot, yang isinya mencapai 60 tanaman tiap pot. Berdsarkan pendapat yang dikemukan oleh Pracaya (2007) dalam bukunya yang berjudul “Bertanam Sayur Organik di Kebun, Pot dan Polibag” bahwa keuntungan menanam sayuran organik adalah lebih mudah menanam beberapa jenis tanaman dan lahan yang digunakan lebih sempit karena pot atau polybag dapat diletakkan dalam rak yang bersusun.Hal ini tentunya dapat kita terapkan pada Vertical Rotary Garden. Dimana dengan jumlah pot yang ada kita dapat menanam lebih dari satu verietas sayur organik dengan catatan bahwa tanaman yang akan ditanam, tingginya tidak lebih 50 cm setelah panen. Disamping itu pula sistem petanaman kontinu dapat kita terapkan.
43
Gambar 11. Alat yang ditanam secara kontinu (Kiri) dan alat yang ditanam dengan 4 jenis tanaman (Kanan). b. Analisis Gaya Wiheta (2010) berpendapat, dalam transmisi sabuk gilir (timing belt) ada tiga buah gaya yang sangat penting yaitu gaya tarik efektif Fe (kg), gaya sentrifugal Tc (kg), dan tegangan awal Fo (kg). berbeda dengan sabuk-V, gaya tarik pada sisi kondor sabuk gilir (timing belt) kira-kira besarnya sama dengan gaya Fc pada puli penggerak. Berdasarkan pendapat diatas, maka pada alat ini roda pemutar yang terbuat dari velg sepeda ontel dianggap sebagai puli. Dari hasil perhitungan analisis gaya yang telah dilakukan terkhusus pada bagian V-belt. Bahwa perbandingan besarnya tegangan V-belt yakni untuk T1 = 18,67 N dan T2 0,66 N. Adapun untuk gaya sentrifugal dan gaya tangensial tidak ditentukan, karena kedua gaya tersebut digunakan pada perputaran puli dengan kecepatan tinggi. Sementara alat hanya diputar dengan kecepatan rendah.
44
Perhitungan analisis gaya juga dilakukan pada tiang penyangga. Tiang ini berjumlah dua buah.Dari masing-masing tiang terdiri dari dua titik sehingga totalnya empat buah titik. Berdasarkan jumlah beban yang mencapai 160 N, maka diperoleh gaya pada masing-masing titik yakni F1, F2, F3 dan F4 adalah 40 N. Disisi lain hasil perhitungan beban pada engkol yang harus diputar adalah 24 N/m. c. Lanskep Alat Pada Rumah Vertical Rotary garden merupakan alat yang diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki hobi berkebun akan tetapi memiliki lahan sempit. Alat ini juga dapat digunakan di area padat penduduk sehingga kemungkinan tanaman untuk mendapatkan sinar matahari sangat sulit.Berikut gambar Vertical Rotary Garden yang disimulasikan dengan penanaman 4 jenis tanaman.
Gambar 12. Alat yang Disimulasikan untuk Ditanam Empat Jenis Tanaman
45
Penempatan Vertical Rotary Garden perlu diperhatikan dengan baik. Tempat yang paling bagus untuk meletakkan alat ini adalah di depan rumah dengan landasannya terbuat dari semen dan bukan didirikan di atas tanah. Hal ini dilakukan agar tiang penyangga tidak cepat berkarat yang pada akhirnya rusak karena bersentuhan langsung dengan tanah dan juga untuk menjaga agar alat tidak roboh akibat tiang penyangga yang menekan kedalam tanah karena memiliki beban yang sangat berat. Hal penting yang harus diperhatikan juga adalah posisi samping dari alat harus menghadap ke arah rotasi matahari (timur dan barat), agar tanaman mendapatkan sinar matahari yang merata ketika diputar.Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut.
Gambar 13. Posisi Alat di Rumah
46
Uji Kinerja Alat Uji
kinerja
alat
berlangsung
selama
satu
bulan.Dengan
membandingkan tanaman kangkung yang ditanam pada alat dan lahan.Pada pengujian ini, kami melakukan pengambilan data setiap dua hari sekali untuk tinggi tanaman dan pada hari ke-15 dan ke-30 untuk menghitung biomassa tanaman selama sebulan.Berikut disajikan data uji kinerja alat pada Gambar 14. Grafik Perbandingan Tinggi Tanaman Selama 30 Hari
Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Tanaman (cm)
Alat 40 45 37 34.4 Lahan 40 y = 2.7137x ‐ 3.6725 31.9 R² = 0.99943 35 28.8 26.1 31.45 30 29.26 23.3 27.48 20.6 25.05 25 17.9 23.02 Grafik Perbandingan 15.2 Tinggi Tanaman 20.81 Selama 30 Hari 20 18.58 12.5 Alat 16.36 9.8 15 14.13 40 45 7.1 11.9 y = 2.1693x ‐ 3.1713 37 4.4 10 9.68 34.4 Lahan 40 y = 2.7137x ‐ 3.6725 7.45 R² = 0.99906 31.9 0 1.3 5.23 R² = 0.99943 5 35 3.01 28.8 26.1 31.45 0 0 0.88 30 29.26 23.3 27.48 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 ‐5 20.6 25.05 25 17.9 23.02 Waktu (Hari) 15.2 20.81 20 18.58 12.5 16.36 9.8 15 14.13 7.1 11.9 y = 2.1693x ‐ 3.1713 4.4 10 9.68 7.45 R² = 0.99906 1.3 5.23 5 0 3.01 0.88 0 0 Tinggi Tanaman Alat dan 0 2 Grafik 4 6 Selisih 8 10 12 14 16 Tanaman 18 Pada 20 22 24 Kangkung 26 Lahan 28 30 14.‐5 Perbandingan Tinggi Rata-rata 8.55 Waktu (Hari) 9 Ditanam Secara Vertikal pada Alat dan Horizontal 7.74 y = 0.5443x ‐ 0.5013 8 6.85 6.92 Lahan Selama 30 hari. R² = 0.99433 7 5.78 5.29 6 4.72 4.24 Grafik Selisih Tinggi Tanaman Pada Alat dan Lahan 5 3.77 8.55 3.3 4 9 2.82 7.74 y = 0.5443x ‐ 0.5013 2.35 3 8 R² = 0.99433 1.87 6.85 6.92 1.39 2 7 5.78 0.42 5.29 1 6 0 4.72 4.24 0 5 3.77 3.3 14 16 18 20 22 24 26 28 30 2 4 6 8 10 12 4 0 2.82 2.35 Waktu (hari) 3 1.87 1.39 2 0.42 1 0
Gambar
Selisih Tinggi Tanaman (cm) Selisih Tinggi Tanaman (cm)
4.2
yang pada
0 0
2
4
6
8
10
12
14 16
18
20
22
24 26
28
30
Waktu (hari)
Gambar 15. Selisih Tinggi Tanaman
47
Pengukuran ini menggunakan 96 sampel tanaman dari masingmasing sistim pertanaman yakni vertical dan horizontal.Perbandingan tinggi tanaman pada Gambar 14 menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam secara horizontal lebih tinggi dari pada tanaman yang ditanam secara vertikal pada alat.Hal ini tentunya tidak sesuai harapan yang diinginkan. Tinggi tanaman kangkung yang ditanam secara horizontal pada hari ke 30 mencapai 40 cm sementara untuk tanaman yang ditanam secara vertikal memiliki tinggi 31,45 cm atau memiliki selisih ketinggian 8 cm. Faktor utama yang mempengaruhi perbedaan tinggi tanaman adalah intensitas cahaya, dengan lama penyinaran sinar matahari (Shadring factor) sekitar 7 jam/hari.Karena ketika pengujian hari ke 20 di lapangan intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman pada alat tidak maksimal. Hal itu disebabkan, Vertical Rotary Garden mengalami masalah, yakni berat pot yang semakin hari terus bertambah (media tanam banyak mengandung air) disebabkan
hujan
yang
terus
terjadi
dan
mengakibatkan
V-belt
meregang/molor hingga 35 cm dan menyentuh tanah,, akibat massa pot yang tidak bisa ditahan lagi. Sejak hari ke-20 tersebut pemutaran tanaman tidak dilakukan secara rutin untuk menghindari masalah yang lebih besar seperti putusnya V-belt, dan tanaman mengalami perbedaan yang signifikan, dimana tanaman yang berada pada bagian atas alat mengalami pertumbuhan lebih baik dan produktif dari pada tanaman yang berada dibawahnya, dikarenakan pendistribusian cahaya yang tidak merata. Dan akhirnya tanaman yang ditanam horizontal memiliki hasil ketinggian tanaman yang baik dan lebih produktif karena mendapatkan cahaya lebih banyak.
48
Intensitas cahaya bagi kelangsungan hidup tanaman sangat penting. Apabila cahaya berada pada kisaran yang optimum untuk pertumbuhan serta perkembangan tanaman, dan tanaman tersebut mendapatkan perlakukan yang baik, maka akan diperoleh hasil panen yang tinggi. Apabila intensitas cahaya berada di bawah kisaran optimum, maka jumlah energi yang tersedia untuk penggabungan CO2 dan air menjadi sangat rendah, sehingga pembentukkan karbohidarat menjadi tetekan. Akibatnya terjadi penurunan pada hasil panen. Sementara itu, apabila intensitas cahaya berada di atas kisaran optimum maka hasil panen yang diperoleh juga akan mengalami penurunan (Zulkarnain, 2009). Hasil
penngukuran
biomassa
tanaman
juga
megalami
perbedaan.Pengukuran biomassa tanaman ini dilakukan selama dua kali pada hari ke 15 dan ke 30 setelah tanam.Jumlah sampel yang digunakan adalah 16 tanaman dari dua system pertanaman.Hasil pengukuran biomassa tanaman disajikan pada Gambar 16 dan 17. Grafik Berat Basah rata-rata tanaman Kangkung pada Alat dan Lahan Hari ke 15 dan 30 12
10.59 y = 5.295x ‐ 6.5 R² = 0.86552
10
Alat
Berat (g)
8 Lahan
6 4 1.68 2
0 1.54 15
0 ‐2
0 0
5.22 y = 2.61x ‐ 2.9667 R² = 0.94695 30
Waktu (Hari)
Gambar 16. Perbandingan BasahKangkung Tanaman Kangkung pada Hari ke Grafik Berat Kering Berat rata-rata tanaman pada Alat dan Lahan Hari ke 15 dan 30 15 dan 30 yang Ditanam Secara Vertikal pada Alat dan 0.721 0.8 Horizontal pada Lahan. y = 0.3605x ‐ 0.4207 0.7
R² = 0.92288
Berat (g)
0.6
0.584
Alat
0.5 0.4
Lahan
0.3
0.18 0.195 y = 0.292x ‐ 0.3243 R² = 0.96452
0.2 0.1
0
0 ‐0.1
0 0
15
49
30
Waktu (Hari)
Berat
6 4 1.68 2
0 1.54 15
0 ‐2
0 0
5.22 y = 2.61x ‐ 2.9667 R² = 0.94695 30
Waktu (Hari)
Grafik Berat Kering rata-rata tanaman Kangkung pada Alat dan Lahan Hari ke 15 dan 30 0.721
0.8
y = 0.3605x ‐ 0.4207 R² = 0.92288
0.7
Berat (g)
0.6
0.584
Alat
0.5 0.4
Lahan
0.3
0.18 0.195 y = 0.292x ‐ 0.3243 R² = 0.96452
0.2 0.1
0
0 ‐0.1
0 0
15
30
Waktu (Hari)
Gambar 17. Perbandingan Berat Kering Tanaman Kangkung pada Hari ke 15 dan 30 yang Ditanam Secara Vertikal pada Alat dan Horizontal pada Lahan. Data pada Gambar 16 dan 17 menunjukkan bahwa hasil pengukuran biomassa tanaman dari segi berat tanaman rata-rata sebelum dan setelah dikeringkan.Dimana terlihat bahwa tanaman yang ditanam di lahan massanya lebih tinggi dibanding dengan tanaman yang ditanam pada alat.Untuk tanaman yang ditanam pada lahan memiliki berat rata-rata sebelum dikeringkan adalah 1,68 g pada hari ke-15 dan 10,59 g hari ke-30.Sementara itu untuk tanaman yang ditanam pada alat hasil biomassa sebelum dikeringkan dapat dituliskan secara berurutan adalah hari ke-15 1,54 g dan hari ke-30 5,22 g. Biomassa tanaman setelah dikeringkan memiliki hasil yang berbeda juga.Akan tetapi selisihnya tidak terlalu besar dibandingkan dengan perlakuan sebelum dikeringkan.Pengeringan tanaman kangkung dilakukan dengan 2 cara.Untuk sampel hari ke 15 dikeringkan di bawah sinar matahari selama 8 hari.Sedangkan untuk sampel hari ke 30 dikeringkan pada oven dengan suhu 60 0C selama 4 hari.Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan berat kering sampel dan membandingkan berat sampel dari dua system pertanaman. Pada Gambar 17 terlihat bahwa berat kering tanaman kangkung yang ditanam secara vertical lebih tinggi dari pada tanaman yang ditanam secara
50
horizontal.Dengan nilai secara berurutan 0,198 g dan 0,18 g. hal ini tentunya mengalami perubahan.Dimana pada perlakuan sebelum dikeringkan kangkung yang ditanam di lahan lebih berat dari kangkung yang di tanam pada alat.Dari hasil ini terdapat dapat dipastikan bahwa pengeringan yang terjadi pada sampel yang ditanam pada alat tidak berlangsung maksimal karena pengaruh cuaca pada waktu itu yang sering hujan dan mendung. Hari ke-30 memiliki nilai perbandingan yang selisihnya kecil. Untuk tanaman yang ditanam pada lahan beratnya rata-ratanya mencapai 0,721 g dan tanam yang ditanam pada alat beratnya mencapai 0,584 g. Hasil ini tentunya dapat dipastikan bahwa tanaman yang ditanam di lahan lebih baik pertumbuhannya karena banyak mendapatkan suplai makanan dari tanah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pracaya (2007), dimana pertumbuhan yang baik akan diperoleh pada tanah liar berpasir yang cukup mengandung bahan organic, gembur, remah, dan tidak mudah tergenang air. Sedangkan untuk tanaman pada alat pertumbuhannya sangat baik pula, akan tetapi keterbatasan unsur hara pada luasan pot membuat tanaman tidak bisa menyaingi tinggi dan berat tanaman. Perbedaan lain juga dapat terdapat pada hasil pengukuran diameter batang setelah hari ke-30. Dimana untuk tanaman yang ditanam pada alat diameter batang rata-ratanya adalah 0,422 cm dan untuk tanaman yang ditanam pada lahan diameternya 0,544 cm. Hasil ini tentunya sangat baik. Meski memiliki perbedaan dari tinggi tanaman, diameter batang, panjang akar, jumlah daun dan biomassa, akan tetapi perbedaan yang tidak terlalu besar dapat ditiadakan. Karena esensi
51
penelitian ini ada pada effisiensi lahan yang dihasilkan, yang tentunya membuat alat ini layak digunakan di daerah perkotaan untuk tanaman sayur organik tanpa meniadakan prinsip pertanian organik yakni penggunaan bahanbahan
organik
pada
setiap
tahapan
budidaya,
dan
menjaga
kelestarian/keharmonisan atau inter-relasi diantara komponen ekosistem (manusia, hewan, tanaman dan sumberdaya alam) secara berkesinambungan dan lestari (Zulkarnain, 2009).
52
4.3
Analisis Ekonomi Perancangan dan pembuatan VEROGE memakan waktu yang 3 bulan.Waktu ini tentunya relatif lama.Dilain pihak biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 6.000.000.Nilai ini tentunya merupakan nilai investasi awal untuk alat seperti yang tertera pada halaman 78.Biaya-biaya yang dihitung pada pembuatan dan pengoperasisan alat ini meliputi biaya investasi, biaya tetap dan biaya tidak tetap. a) Biaya investasi Biaya investasi alat ini adalah Rp 6.000.000. b) Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang terus dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh, baik produk yang dihasilkan banyak atau sedikit (Soekartawi, 1995). Biaya tetap ini meliputi biaya penyusutan yang mencakup perhitungan bunga modal dimana dengan suku bunga yang digunakan berdasarkan suku bunga bank BNI dengan nilai 5% tahun 2012. Biaya tetap merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan setiap tahun dalam hal kepemilikan alat.Dari seluruh komponen biaya tetap yang telah dianalisis, biaya penyusutan yang memiliki nilai tertinggi.Berdasarkan tabel pada halaman 78 pada tahun ke-1 hingga ke-10 biayanya mencapai Rp 540.000/tahun.Nilai ini tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun.Karena penentuannya
53
menggunakan metode garis lurus. Menurut Anugrah (2004), penyusutan adalah penurunan nilai
dari suatu alat akibat
pertambahan umur pemakaian. Biaya penyusutan jenisnya bervariasi ada yang dikategorikan berdasarkan umur desain dan perkiraan umur alat. Biaya penyusutan yang kita keluarkan setiap tahun pada dasarnya bermanfaat untuk perbaikan alat masa depan. Adapun manfaat biaya penyusutan adalah; 1.biaya penyusutan dapat digunakan membiayai kerugian operasional selama masa awal proyek, 2. Digunakan untuk dibayarkan kepada kreditor dalam rangka melunasi utang, dan 3.Dapat ditabung kembali dalam pembaharuan atau perluasan proyek kedepannya. Pajak alat yang dikeluarkan setiap tahunnya mencapai Rp 120.000 dengan masa pembayaran yang disesuaikan dengan umur ekonomis alat yakni 10 tahun.Presentase yang diambil untuk menentukan pajak alat pertanian adalah 2%.Hal ini disesuaikan dengan pendapat Irwanto (1994) dalam Anugrah (2004) yang menyatakan bahwa untuk Indonesia diperkirakan beban pajak yang digunakan adalah 2% dari harga awal alat/mesin pertahun.Adapun untuk bunga modal nilainya adalah Rp 165.000 dan untuk biaya sewa lahan adalah Rp 410.400. c) Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan menurut pemakaian.Biaya
ini
sangat
dipengaruhi
oleh
waktu
54
pemakaian.Komponen biaya tidak tetap meliputi biaya perawatan dan perbaikan, biaya pupuk, dan biaya air.Pada buku analisis ekonomi sering kita jumpai biaya tenaga kerja.Akan tetapi terkait alat ini, biaya tenaga kerja diabaikan, karena alat ini dapat di operasikan sendiri. Biaya perawatan dan perbaikan alat ini didapatkan dari hasil perkalian antara 5% dan harga alat.Berdasarkan tabel 10 (halaman 78).Terlihat bahwa biaya perawatan dan perbaikan adalah Rp Rp 300.000/tahun. Disamping itu, biaya pupuk dan air merupakan bagian dari biaya tidak tetap dengan nilai masing-masing yakni pupuk Rp 120.000/tahun dan air 360.000/tahun. Adapun untuk biaya tenaga kerja yakni Rp 1.800.000/tahun. d) Nilai NPV, BCR, BEP dan Payback Period
Grafik Payback Period 35000000
29.581.133 26.752.282
30000000 20.663.271
Benefit (Rp)
25000000 20000000
13.949.875
17.388.365
15000000 6.548.505
10000000 5000000 0 -5000000 -1000000
-1.611.341 0 -6.000.000 1 2
23.781.965
10.339.507
2.568.115 3
4
5
6
7
8
9
10
Waktu (tahun)
Gambar 18. Payback Period Gambar 18 menunjukkan hasil dari Grafik Payback Period (Pb) alat jika ditanami kangkung.Pb alat ini adalah 1,3 tahun.Dari gambar 18 terlihat bahwa setiap tahunnya mengalami peningkatan
55
dengan nilai tertinggi adalah Rp 29.581.133.Nilai ini merupakan hasil dari penjumlahan benefit yang didapatkan selama 10 tahun kepemilikan alat.Untuk lebih jelasnya terkait analisis kelayakan kepemilikan alat, dapat merujuk pada Tabel 1. Tabel 1. Analisa Kelayakan kepemilikan Vertical Rotary Garden NPV BEP Payback Period BCR (Rp) (Rp) (Tahun) 6.112.456,67 1,21 35.294.117,6 1.3 Sumber: Data Primer setelah di olah, 2012. Berdasarkan data pada tabel analisis ekonomi terlihat bahwa nilai
Net
Present
Value(NPV)
yang
diperoleh
adalah
6.112.456,67.Hasil ini bernilai positif, Sehingga hal ini menunjukkan bahwa pembuatan dan pengoperasian alat ini sangat baik untuk diterapkan. Hal ini tentunya sesuai dengan Purba (1997) yang menyatakan bahwa jika NPV lebih besar dari ) (NPV positif), hal itu berarti bahwa total B lebih besar dari total C + I berarti benefit lebih besar dari cost + investment, sehingga pembangunan proyek tersebut favourable. Disamping itu pula nilai BCR yang mencapai 1,21 membuat pembuatan alat ini sangat layak untuk dilakukan. Titik impas atau yang biasa dikenal dengan BEP untuk Vertical Rotary Gardenakan tercapai ketika pendapatan memasuki angka Rp 35.294.117,6. Hasil dari analisis ekonomi yang telah dilakukan ini tentunya akan terlaksana dengan baik jika penanaman sayur organik dilaksanakan secara berkelanjutan. Disamping itu pula hasil NPV, BCR, BEP dan Pb yang baik tentunya membuat alat ini
56
layak untuk dimiliki oleh masyarakat perkotaan yang memiliki hobi menanam/berkebun akan tetapi lahannya sempit.
57
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Vertical Rotary Garden dapat digunakan di lahan sempit perkotaan, dengan efisiensi lahan 31%. 2. Hasil pertumbuhan tanaman kangkung pada VEROGE lebih pendek 0,21% dan lebih ringan 51% untuk Berat Basah dan 19% untuk Berat Kering dari tanaman kangkung yang ditanam pada lahan horizontal. 3. VEROGE dapat menguntungkan dari segi ekonomi keluarga karena memiliki nilai BCR lebih dari satu dan Payback period yang relatif cepat yakni 1,3 tahun. 5.2 Saran Perancangan dan pembuatan Vertical Rotary Garden ini masih dalam tahap awal, untuk itu kedepannya masih akan dikembangkan dengan sistim teknologi canggih sehingga penggunanya lebih mudah dan praktis dalam mengoperasikannya. Contohnya sistem otomasi pada pemutar alat dan sistem pengairan yang terkontrol. Disamping itu pula diharapkan alat ini dapat di uji dengan komoditas sayur organik lain seperti bayam dan sawi dan tanaman hias yang nilai ekonomisnya lebih tinggi. Adapun pada bagian konstruksi, disarankan pada roda pemutar bawah menggunakan diameter roda yang lebih besar dari roda pemutar atas serta analisis gaya mengacu pada poros. Karena bagian ini yang merupakan titik kritis alat.
58
DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, N., 2004.Judul Skripsi: Analisis Finansial Alat Pengering Gabah Mekanis Sistem Fluidasi. Teknologi Pertanian UNHAS: Makassar Bambang, Prastowo, Chandra I., Dedi S.E., 2009. Mekanisasi Pertanian dalam Perspektif Pengembangan Bahan Bakar Nabati di Indonesia. Jurnal Mekanisasi Pertanian, Prespektif Vol. 9 No 1/Juni 2010. Hlm 47 – 54 ISSN: 1412-8004 Fauzan, A., 2004. Analisa Ekonomi Usaha Ayam Ras Petelur pada Kelurahan Bantaeng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap, Teknologi Pertanian UNHAS: Makassar Grant Eugene L., Ireson W. Grant dan Leavent Wort Richard S., 1991. Dasardasar Ekonomi Teknik. Rineka Cipta: Jakarta. Hartanto D., 1981. Akuntansi Untuk Usahawan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia: Jakarta. Irwanto, A. Kohar, 1984. Ekonomi Enjiniring di Bidang Mekanisasi Pertanian.Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB: Bogor Isman M. 2009.EvaluasiPenyusutan Lahan Basah Akibat Pemondokan Di Kecamatan Tamalanrea Pada Citra Landsat. Universitas Hasanuddin: Makassar Jansen, J.R,D.J Cowens, Nuramalani, J.D. Althausen and O. Weatherbee, 1993. Urban Suburan Land Use Analisis Chapter 30 in Manual of Remote Senshing, R. Colwell,ed., Falls Church, VA: American Society of Photogrammetry, 2:1571-1666. Joseph, A. 2003.Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 4. Ikrar Mandiri Abadi: Jakarta Mahekam, J. P dan R. L Malcom, 1991.Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta Pracaya. 2007. Bertanam Sayuran Organik Di Kebun, Pot dan Polibag. Penebar Swadaya: Jakarta Riyanto, Bambang., 1984. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UGM: Yogyakarta Sigit, S., 1990. Analisa Break Event Point Rancangan Linear Secara Ringkas dan Praktis.Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UGM: Yogyakarta
59
Simarmata Dj, 1984. Investasi dan Pedas Modal Pendekatan Sistem dalam Analisis Proyek-proyek. PT. Gramedia: Jakarta. Soerkartawi, 1995.Analisis Usaha Tani. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta Waldiono, Budiharjo dan L. R. Natipulu, 1986.Ekonomi Teknik. Ardi Offset: Yogyakarta Wiheta, Y., 2010. Pembuatan Alat Praktikum Perawatan Sistem Transmisi I. Universitas Sebelas Maret: Surakarta Zulkarnain. 2009. Dasar-dasar Hortikultura. Bumi Aksara: Jakarta
60