I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga mendorong lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan kegiatan ekonomi yang berdampak timbulnya persaingan dalam usaha. Persaingan dalam dunia usaha adalah hal terpenting dan menjadi penentu bagi perkembangan ekonomi suatu negara. Adanya persaingan dalam usaha memberi warna baru bagi konsumen dan masyarakat untuk dapat memiliki banyak pilihan dalam pemenuhan kebutuhan atas barang/jasa dengan harga yang rendah dan kualitas yang tinggi. 1 Persaingan memberikan keuntungan pada para pelaku usaha itu sendiri dan juga kepada konsumen. Dengan adanya persaingan, pelaku usaha akan berlombalomba untuk terus memperbaiki produk ataupun jasa yang dihasilkan, dan terusmenerus melakukan inovasi serta berupaya keras memberikan produk atau jasa yang terbaik bagi konsumen. Persaingan dalam usaha harus ditumbuhkan secara sehat. Untuk itu, diperlukan batasan atau aturan tentang kegiatan pesaingan dalam usaha dan larangan dalam kegiatan usaha yang berindikasi melahirkan persaingan usaha tidak sehat yang dapat menggiring terciptanya praktik monopoli. Di 1
Rilda Murniati, Hukum Persaingan Usaha Kajian Teoritis Menciptakan Persaingan Sehat dalam Usaha, (Bandarlampung: Justice Publisher,2014), hlm. 1.
1
2 Indonesia hukum yang mengatur persaingan usaha terdapat dalam UndangUndang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU No. 5 Tahun 1999).2 Secara umum, hukum persaingan usaha bertujuan untuk menjaga “iklim persaingan” antarpelaku usaha serta menjadikan persaingan antarpelaku menjadi sehat. UU No. 5 Tahun 1999 mengatur tentang bentuk-bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Bentuk-bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha yang dilarang tersebut berupa perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, serta posisi dominan pelaku usaha pada perusahaan tertentu yang dapat menimbulkan praktek monopoli. Untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 maka dibentuklah suatu lembaga independen yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut KPPU). KPPU mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPPU untuk melakukan penilaian terhadap perjanjian, kegiatan maupun penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan para pelaku usaha maupun sekelompok pelaku usaha yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU akan semakin ketat dalam melakukan pengawasan seiring dengan banyaknya kegiatan usaha yang ada di negara ini. Setiap pelaku usaha tentunya dalam menjalankan usahanya memiliki cara-cara tersendiri untuk meningkatkan hasil penjualan produk atau layanan jasa mereka.
2
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), hlm. 4.
3 Salah satu cara yang biasa digunakan adalah melalui strategi pemasaran. Strategi pemasaran merupakan upaya untuk mempromosikan, menginformasikan dan menawarkan kepada konsumen mengenai sebuah produk usaha atau layanan jasa yang dikelola oleh sebuah perusahaan sebagai upaya untuk meningkatkan angka penjualan produk atau layanan jasa tersebut. Tanpa adanya sebuah kegiatan pemasaran, maka konsumen tidak akan tahu terhadap produk atau layanan jasa yang dimiliki perusahaan tersebut. Dengan kata lain pemasaran sangat penting dalam memberikan kemudahan kepada konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai produk atau layanan jasa sebuah perusahaan. Salah satu contoh strategi pemasaran saat ini yaitu pemasaran produk asuransi melalui bank atau yang dikenal dengan istilah bancassurance. Bancassurance adalah produk asuransi yang dikembangkan dan didistribusikan melalui jaringan bank, artinya pihak asuransi dapat menjual produk-produk asuransi mereka melalui bank dan produk tersebut bukanlah produk yang dikeluarkan oleh bank, sehingga pendistribusian atau pemasaran perihal produk asuransi lebih luas.3 Kegiatan ini telah diatur secara khusus dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/35/ DPNP (selanjutnya disebut SEBI No.12/35/DPNP Tahun 2010) tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance). Dalam Bancassurance Pihak asuransi mengharapkan bank dapat menggali potensi pasar asuransi melalui kerjasama bancassurance ini, tidak saja melalui kebutuhan perlindungan terhadap kredit ataupun investasi yang disalurkannya. 3
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fe1c6dbc73f5/bancassurance-tidak-ambilalih-produk-asuransi, diakses Tanggal 22 Februari 2015, Pukul 13.00 WIB
4 Pemasaran produk asuransi melalui bank ini diharapkan akan berkembang kepada seluruh kebutuhan dan aktivitas hidup para nasabah bank terlepas dari akibat perikatannya dengan bank itu sendiri. Melalui hubungan ini, perusahaan asuransi telah membangun secara formal sebuah channel baru sebagai penunjang usaha asuransi dalam mendistribusikan (channel distribution) dagangannya ke konsumen. Sementara itu, dari sisi bank yang memang memiliki kedekatan termasuk kelekatan
dengan para nasabahnya, bancasurance ini
dari
sisi
pertimbangan komersial sangat baik karena akan menjanjikan alternatif tambahan keuntungan yang cukup signifikan.4 Berdasarkan SEBI No.12/35/DPNP Tahun 2010 model bisnis dalam aktivitas kerjasama seperti ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu: model bisnis referensi, kerjasama distribusi, dan integrasi produk. Ketiga jenis aktivitas kerjasama ini tentunya memiliki cara yang berbeda dalam sistem pemasaran produknya sehingga seiring sejalan dengan banyaknya perusahaan asuransi yang saling bersaing untuk dapat memasarkan produknya melalui bank yang menjadi tujuannya, dalam hal ini tanpa mengetahui dari pihak perusahaan asuransi dan bank dapat membuat suatu perjanjian tertutup yang dapat saling menguntungkan keduanya tetapi dapat menyebabkan sebagian atau beberapa perusahaan asuransi lainnya merugi bahkan mati dalam menjalankan bisnisnya. UU No. 5 tahun 1999 mengatur larangan mengenai perjanjian tertutup sebagai perjanjian yang dilarang apabila dapat membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu
4
http:/m.hukumonline.com/berita/baca/hol9446/tinjauan-hukum-ibancassurancei-diindonesia, diakses Tanggal 23 Februari 2015, Pukul 11.30 WIB
5 untuk memilih sendiri pembeli, penjual atau pemasok barang atau jasa.5 Perjanjian tertutup dapat menyebabkan suatu penguasaan pasar yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999. Pada dasarnya penguasaan pasar merupakan kegiatan yang membatasi kebebasan pelaku usaha lain ataupun konsumen tentunya dalam suatu kegiatan usaha yang sama dalam pasar bersangkutan. Fakta hukum atas terjadinya pelanggaran hukum persaingan usaha mengenai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar pada kegiatan pemasaran produk asuransi melalui bank yang telah terjadi dan telah diputus oleh Majelis Komisi dalam perkara KPPU Nomor 05/KPPU/-I/2014 mengenai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar dalam pemasaran produk asuransi melalui bank. Dalam kronologis kasus ini Pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (selanjutnya disebut Terlapor I), PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera (selanjutnya disebut Terlapor II) dan PT. Heksa Eka Life Insurance (selanjutnya disebut Terlapor III), ketiganya diduga menolak dan atau menghalangi perusahaan asuransi jiwa lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar produk asuransi jiwa bagi debitur Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Terlapor I di seluruh wilayah Indonesia. Produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah salah satu produk perbankan yang mempersyaratkan adanya asuransi jiwa. Perkara ini berawal dari inisiatif KPPU yang menemukan adanya pembatasan pilihan konsumen atau nasabah Terlapor I ketika mengajukan kreditnya. Dalam proses tersebut, nasabah tidak memiliki pilihan asuransi jiwa lain yang mereka
5
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 98.
6 inginkan, selain yang ditetapkan oleh Terlapor I. Hal ini dapat diketahui dengan adanya perjanjian KPR BRI yang dibuat antara Terlapor I selaku pelaku usaha dengan debitur KPR Terlapor I selaku pihak lain. Perjanjian KPR BRI tersebut memuat persyaratan bahwa debitur KPR Terlapor I selaku pihak yang menerima barang tertentu berupa KPR BRI, diwajibkan membeli barang lain yaitu dengan membayar premi untuk asuransi jiwa yang hanya dari Terlapor II dan Terlapor III selaku pelaku usaha pemasok. Berdasarkan model aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh Terlapor I bersama Terlapor II dan Terlapor III ini artinya Terlapor I melakukan kegiatan bancassurance dengan model bisnis referensi. Pihak bank dapat melakukan referensi dalam rangka produk bank atau referensi tidak dalam rangka produk bank. Bentuk referensi dalam rangka produk bank biasanya bank akan mereferensikan atau merekomendasikan produk asuransi menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan nasabah misalnya KPR, kredit kendaraan bermotor, kredit kepada pegawai atau pensiunan, yang disertai dengan asuransi. Tetapi jika tidak dalam rangka produk bank, bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Model aktivitas referensi yang dilakukan oleh Terlapor I adalah jenis aktivitas referensi dalam rangka produk bank. Persyaratan produk asuransi itu dimaksudkan untuk kepentingan dan perlindungan kepada bank atas resiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh bank kepada nasabah.
7 Konsumen in cassu debitur KPR Terlapor I tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui klausul asuransi jiwa yang ditawarkan dalam perjanjian KPR-nya, dikarenakan konsumen berada pada posisi tawar yang lemah. Selain itu dari hasil pemeriksaan KPPU diketahui bahwa pelaku usaha lain yang dapat masuk ke pasar bersangkutan telah berkurang dengan persyaratan terms and conditions yang tidak feasible dan memberatkan sehingga pihak perusahaan asuransi lain seperti Avrist, Realife, Bumiputera, dan Alianz yang telah mencoba mengajukan penawaran kerjasama dengan Terlapor I, mengalami kesulitan untuk dapat melakukan pemasaran produk asuransi jiwa mereka ke nasabah Terlapor I. Berdasarkan hasil pemeriksaan KPPU tersebut, Majelis Komisi memutuskan perkara itu dalam Putusan KPPU No. 05/KPPU/-I/2014 yang menyatakan bahwa ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 15 Ayat (2) tentang perjanjian tertutup dan Pasal 19 huruf a tentang penguasaan pasar. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai studi putusan KPPU dalam hal terjadinya pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 mengenai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar. Untuk itu judul penelitian ini adalah “Analisis Perjanjian Tertutup dan Penguasaan Pasar dalam Pemasaran Produk Asuransi Sebagai Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan KPPU Nomor 05/KPPU/-I/2014)”.
8 B. Permasalahan dan Pokok Bahasan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah yang menjadi dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha dalam pemasaran produk asuransi? 2. Apakah pertimbangan KPPU dalam penetapannya terhadap pemasaran produk asuransi sebagai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar yang melanggar hukum persaingan usaha? 3. Apa akibat hukum atas Putusan KPPU Nomor 05/KPPU/-I/2014 terhadap pemasaran produk asuransi yang melanggar hukum persaingan usaha?
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah: 1.
Dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha dalam pemasaran produk asuransi.
2.
Pertimbangan KPPU dalam penetapannya terhadap pemasaran produk asuransi sebagai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar yang melanggar hukum persaingan usaha.
3.
Akibat hukum atas Putusan KPPU Nomor 05/KPPU/-I/2014 terhadap pemasaran produk asuransi yang melanggar hukum persaingan usaha.
9 C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan adalah dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha dalam pemasaran produk asuransi, pertimbangan KPPU dalam penetapan pemasaran produk asuransi sebagai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar yang melanggar hukum persaingan usaha, dan akibat hukum yang atas Putusan KPPU terhadap pemasaran produk asuransi yang melanggar hukum persaingan usaha, dengan studi kasus terhadap Putusan KPPU No. 05/KPPU/-I/2014. Sedangkan lingkup bidang ilmu adalah hukum keperdataan (ekonomi), khususnya hukum persaingan usaha.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pokok bahasan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memperoleh gambaran secara lengkap, jelas, rinci dan sistematis mengenai: a.
Dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha dalam pemasaran produk asuransi.
b. Pertimbangan KPPU dalam penetapan pemasaran produk asuransi sebagai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar yang melanggar hukum persaingan usaha.
10 c. Akibat hukum atas Putusan KPPU Nomor 05/KPPU/-I/2014 terhadap pemasaran produk asuransi yang melanggar hukum persaingan usaha.
2. Kegunaan Penelitian Menurut Abdulkadir Muhammad, manfaat atau kegunaan penelitian setidaktidaknya ada 2 (dua) macam yaitu:6
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis penelitian ini dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dan perkembangan secara tertulis dalam bidang disiplin ilmu hukum, khususnya hukum keperdataan, dalam hal ini adalah mengenai hukum persaingan usaha.
b. Kegunaan Praktis
Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah: (1) Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahua hukum bagi peneliti, khususnya mengenai perjanjian tertutup dan penguasaan pasar dalam pemasaran produk asuransi. (2) Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan, khususnya bagi mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung. (3) Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung. 6
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 66.