1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Liliaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan memanjat sehingga dikenal juga dengan nama (“climbing lily”). Kembang sungsang tumbuh liar di semak belukar dan hutan jati, namun banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias pekarangan karena warna bunganya terang dan berbentuk khas. Tenda bunga bergelombang, pada bagian atas berwarna merah sedangkan bagian pangkal berwarna kuning kehijauan. Seluruh bagian tubuh kembang sungsang mengandung kolkisin (Acharya et al., 2005).
Sumber kandungan kolkisin daun dan umbi kembang sungsang mencapai sekitar 0,1 – 0,8 %, sedangkan sumber kolkisin kembang sungsang yang tertinggi terdapat dalam biji, dimana kandungannya mencapai (2 - 5 kali lebih tinggi dari kandungan dalam umbi) yaitu sekitar 1,32 % (Rajagopal and Khandasamy, 2009).
Kolkisin merupakan senyawa alkaloid toksik dan karsinogenik yang larut dalam air, alkohol, dan kloroform. Kolkisin dapat digunakan untuk
2
menginduksi tanaman poliploid. Pemberian kolkisin pada sel yang sedang aktif membelah dapat mencegah terbentuknya benang-benang spindel karena kolkisin mampu berikatan dengan protein penyusun utama mikrotubul, pengikatan protein mikrotubul menghambat berlangsungnya proses perpindahan sehingga pemisahan kromosom yang menandai perpindahan tahap metafase ke anafase tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa diikuti sitokinesis (Suminah et al., 2002).
Menurut Suryo (1995), Sheeler and Bianchi (1957) larutan kolkisin pada konsentrasi kritis menghalangi penyusunan mikrotubula benang - benang spindel yang mengakibatkan ketidakteraturan pada mitosis. Apabila selama pembelahan mitosis benang-benang spindel tidak terbentuk pada sel diploid, kromosom yang telah mengganda selama interfase akan gagal memisah pada anaphase. Sebuah membran inti kemudian terbentuk mengelilingi dua set kromosom diploid yang seharusnya menghasilkan dua sel anak akibatnya akan terbentuk sel dengan empat set kromosom (tetraploid) (Gardner et al., 1991). Kelainan pembelahan sel secara mitosis ini disebut C-mitosis, dan hasilnya adalah sel-sel yang mengandung genom dua kali lipat dari jumlah genom semula. Jika pengaruh kolkisin pada konsentrasi krisis ini dibiarkan berlanjut, maka kromosom akan mengganda seperti deret ukur 4n, 8n, 16n, 32n dst.
Menurut Hetharie (2003) penampakan morfologi tanaman poliploid secara alami lebih besar dari spesies diploid, seperti permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih tebal, dan tanaman lebih tinggi. Menurut Thomas (1993), tanaman poliploid menunjukkan kualitas tanaman
3
yang bagus, terlihat dari pertumbuhannya yang lebih baik, salah satunya dapat dilihat dari anatomi daun. Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian tanaman lebih besar, meliputi akar, batang, daun, bunga, atau buah. Warna daun lebih tua, tinggi tanaman relatif lebih tinggi, jumlah anakan dan jumlah daun lebih banyak sebagai akibat pemberian kolkisin, resisten terhadap penyakit lebih baik dan rasa lebih enak (Suryo, 1995).
Kisaran kolkisin murni yang sering digunakan untuk menginduksi poliploid 0,006-3 %, namun perlakuan pada biji yang umum digunakan adalah konsentrasi 0,05 % dengan jangka waktu perendaman 3-5 hari (Rajagopal and Khandasamy, 2009), sedangkan Soedjono (2005) mengatakan kisaran waktu perendaman yang dapat dilakukan adalah 1-6 hari tergantung mudah tidaknya benih tersebut berkecambah. Setiap tanaman mempunyai kisaran konsentrasi dan waktu perlakuan tersendiri untuk menimbulkan poliploid (Hetharie, 2003 ; Sulistianingsih et al.,1994).
Cabai merah keriting (C. annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dibutuhkan kualitas cabai merah yang baik. Kualitas cabai merah yang baik menurut Prajnanta (2001) adalah cabai yang buahnya utuh dengan bentuk normal tanpa cacat yang disebabkan serangan penyakit. Dalam hal ini, poliploidisasi pada tanaman cabai merah keriting merupakan salah satu upaya
4
untuk memperoleh kualitas cabai merah keriting yang baik. Penelitian yang menggunakan ekstrak kolkisin dari umbi dan daun tanaman kembang sungsang terhadap perubahan fenotip tanaman telah banyak dilakukan, namun kajian penelitian ekstrak kolkisin dari biji kembang sungsang terhadap anatomi daun belum banyak dilakukan. Mengingat hal ini, maka dilakukan penelitian pemanfaatan biji kembang sungsang untuk meningkatkan kualitas tanaman, khususnya tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak air biji kembang sungsang (G. superba L.) terhadap profil anatomi daun, dan mendapatkan cara perendaman serta konsentrasi ekstrak yang optimum untuk menghasilkan kualitas tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.) poliploid yang terbaik.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mendapatkan informasi ilmiah mengenai konsentrasi optimum dan cara pemberian ekstrak air biji kembang sungsang (G. superba L.) yang terbaik untuk menginduksi perubahan pada anatomi daun cabai merah keriting. Adanya perubahan anatomi daun akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan dan produk tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.).
5
D. Kerangka Pemikiran
Kembang sungsang (G. superba L.) merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan senyawa aktif kolkisin. Hampir seluruh organ tanaman kembang sungsang mengandung kolkisin. Kandungan kolkisin pada umbi sekitar 0,3 % sedangkan pada bagian lain dari tanaman ini sekitar 0,1 - 0,8 %. Sumber kolkisin tertinggi terdapat pada biji dengan kandungan 2 – 5 kali lebih tinggi dari umbi. Kandungan kolkisin biji mencapai sekitar 1,32 %. Kolkisin dapat digunakan sebagai penginduksi sel poliploidi karena kolkisin diketahui dapat menghambat pembelahan sel dengan cara menghambat pembentukan benang spindel. Akibatnya kromosom tidak dapat berpisah dan bergerak ke kutub yang berlawanan dan menghasilkan sel anakan dengan jumlah kromosom mengganda.
Tanaman yang mengalami penggandaan kromosom dari 2n menjadi 4n, 8n, 16n, dan seterusnya disebut tanaman poliploid. Jumlah kromosom yang lebih banyak pada tanaman poliploid menyebabkan ukuran inti sel dan sel bertambah besar. Dengan demikian sel yang berukuran lebih besar menghasilkan bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, maupun tanaman secara keseluruhan menjadi lebih besar.
Karakteristik anatomi daun adalah kunci untuk mengetahui bagaimana tanaman bereaksi dan beradaptasi terhadap lingkungan. Karakteristik anatomi daun meliputi ketebalan kutikula, tebal daun, tebal palisade, ukuran stomata dan jumlah daun per luas persegi. Struktur anatomi daun adalah dasar dari
6
fungsi fisiologi tanaman. Perubahan anatomi biasanya diikuti dengan perubahan fisiologinya, seperti perubahan pada struktur anatomi daun akan memberikan efek yang besar pada pertumbuhan tanaman. Dengan demikian struktur anatomi daun tanaman diploid tertentu akan berbeda dengan tanaman triploid, tetraploid, atau poliploid. Disamping itu anatomi daun juga menentukan fungsi ganda yaitu fotosintesis dan transpirasi.
Berdasarkan keterangan di atas, maka dilakukan penelitian pengaruh ekstrak biji kembang sungsang (G. superba L.) yang mengandung zat aktif kolkisin dengan konsentrasi dan cara perendaman tertentu sehingga dapat diketahui konsentrasi dan cara perendaman benih dalam ekstrak biji kembang sungsang yang optimum untuk dapat memperoleh kualitas anatomi daun dari tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.)
E. Hipotesis
Pemberian ekstrak air biji kembang sungsang (G. superba L.) dapat mempengaruhi profil anatomi daun tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.)