I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Indonesia memiliki kawasan hutan yang sangat luas (120,35 juta Ha), setara dengan 4 negara besar di Eropa (Inggris, Jerman, Perancis, dan Finlandia) (Departemen Kehutanan, 2008). Hutan Indonesia sebagai salah satu sub sektor pertanian berperan penting sebagai penyangga kehidupan dan penggerak perekonomian. Oleh karena itu, hutan harus dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara baik, berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat. Hutan menjadi penting untuk dilestarikan oleh semua kalangan karena ia berfungsi sebagai penyangga kehidupan manusia. Tidak hanya menyangga kehidupan dan berperan sebagai sumber pendapatan bagi sekitar 1,35 % angkatan kerja langsung dan 5,4 % angkatan kerja tidak langsung dari penduduk Indonesia. Namun, juga menopang perekonomian dan kehidupan sekitar 250 juta populasi nasional serta 6,538 miliar populasi global dengan jasa ekosistem yang diproduksinya diantaranya melalui perannya sebagai penetralisir iklim, “rumah pengetahuan” dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang dimilikinya, penyimpan air bersih, penyangga stabilitas struktur tanah (http://www.wordpress.com).
Hasil hutan merupakan salah satu komoditi yang ikut mengambil bagian dalam menentukan nilai devisa total dari perekonomian nasional. Namun, adanya berbagai bentuk gangguan hutan seperti penebangan kayu secara liar, kebakaran hutan , konflik status lahan kawasan hutan dan lain-lain, telah menurunkan nilai
hasil hutan tersebut. Keadaan kerusakan kawasan hutan menurut fungsinya di Propinsi Lampung sampai dengan tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kerusakan hutan menurut fungsinya sampai dengan tahun 2006
No.
Fungsi Hutan
1. 2.
Luas Kawasan Hutan
Persentase Kerusakan
(ha) 317.615 444.749
(%) 63,73 20,15
Hutan Lindung Hutan Suaka Alam/Taman Nasional 3. Hutan Produksi Tetap 191.732 4. Hutan Produksi Terbatas 33.358 5. Cagar Alam Krakatau 17.281 Jumlah 1.004.735 Sumber : Statistik Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2006
32,33 3,94 10,93 35,32
Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa kerusakan hutan sampai dengan tahun 2006 secara keseluruhan adalah sebesar 35,32%, kerusakan paling tinggi terjadi pada kawasan hutan lindung yaitu sebesar 63,73%, dan yang terendah adalah pada kawasan hutan produksi terbatas yaitu sebesar 3,94%.
Penjarahan atau pengrusakan hutan tersebut merupakan akibat jumlah penduduk yang terus meningkat, semakin meningkatnya jumlah penduduk akan menyebabkan penguasaan lahan pertanian semakin kecil. Kenaikan jumlah penduduk yang tinggi memerlukan adanya produksi pangan yang besar demi kelangsungan hidup, dengan diikutinya keterbatasan lahan maka dapat mengancam keberadaan hutan yang tersisa.
Akibat adanya kebutuhan hidup dan ketidakmampuan dalam berkompetisi memperoleh lapangan pekerjaan yang disebabkan rendahnya kualitas sumber daya
manusia, maka banyak penduduk yang akhirnya mencoba memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan sumber daya alam secara langsung, salah satunya adalah dari hasil hutan. Selain dengan pemanfaatan hasil hutan secara langsung, semakin besarnya kebutuhan penduduk akan pangan menyebabkan adanya kegiatan pengalihan fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Jika pembukaan areal hutan menjadi lahan pertanian tidak dapat dikendalikan secara baik, maka dalam jangka panjang secara otomatis areal hutan akan rentan terhadap deforestasi atau penurunan fungsi hutan yang terindikasi dari semakin berkurangnya kawasan hutan.
Hutan memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan. Salah satunya adalah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mendapatkan keuntungan ekonomis serta dapat memberikan kesempatan kerja. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan berprofesi sebagai petani. Hasil kegiatan dari usahatani yang dilakukan masyarakat sekitar kawasan hutan yang kurang dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga, yang tercermin dari masih rendahnya tingkat pendapatan petani, menimbulkan keinginan para petani untuk meningkatkan pendapatannya melalui pengolahan lahan di dalam kawasan hutan, kendati kawasan hutan tersebut dikuasai oleh negara. Menyikapi pentingnya hutan bagi masyarakat khususnya yang ada disekitar hutan, maka harus dicari suatu cara yang dapat mengintegrasikan antara kelestarian kawasan hutan dengan pemenuhan kebutuhan penduduk yang akan tercermin dari peningkatan pendapatan rumah tangga. Peranan hutan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut direalisasikan dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan sumber daya hutan pada kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi. Namun, lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dijelaskan dalam Pasal 92 bahwa hutan kemasyarakatan dapat diberikan pada hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
Kawasan hutan konservasi di Lampung adalah Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman berada dalam wilayah kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Kawasan Hutan Kemasyarakatan berada di Kota Bandar Lampung, tepatnya di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung. Pengusahaan hutan kemasyarakatan dikembangkan berdasarkan keberpihakan kepada rakyat khususnya rakyat yang tinggal di dalam
dan sekitar kawasan hutan. Kelurahan Sumber Agung adalah salah satu dari dua Kelurahan yang ada di kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) yang pernah mendapatkan izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan.
Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Kelurahan Sumber Agung diterbitkan pada tanggal 19 November 1999 berdasarkan Surat Keputusan Departemen Kehutanan dan Perkebunan Pusat No. 21/IV/PHK.2/1999. Pada saat itu, luas areal pemanfaatan hutan kemasyarakatan pada Kelurahan Sumber Agung adalah seluas 492,75 Ha. Di Propinsi Lampung telah diterbitkan izin pemanfaatan HKm sebanyak 7 (tujuh) kelompok, yang bisa dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nama Kelompok pemegang izin HKm di Propinsi Lampung. No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Kelompok Kelompok Pengelola Pelestari Hutan (KPPH) Sumber Agung Kelompok Pengelola Pelestari Hutan (KPPH) Sumber Agung Koperasi Patria Panca Marga Kab. Tanggamus Koperasi Perkebunan Karya Maju Kab. Lampung Utara Koperasi Sinar Rejeki Kab.Tanggamus Kelompok Tani Bina Wana Kab.Lampung Barat Kelompok Tani Tunas Muda Kelurahan Napal Kec. Pardasuka Kab.Tanggamus
Lokasi TAHURA TAHURA Register 30 dan 32 Register 34 T.Tebak Register 30 Kab.Tanggamus Reg.45B Bukit Rigis Register 30 dan 32
Pemberi Izin Dirjen RLPS An. Menhutbun Kanwil Dephutbun Prov Lampung Kanwil Dephutbun Prov Lampung Kanwil Dephutbun Prov Lampung Kanwil Dephutbun Prov Lampung Kanwil Dephutbun Prov Lampung Bupati Tanggamus
Sumber : Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2008
Dari tujuh kelompok pemegang izin Hkm yang telah disebutkan di atas, Kelompok Pengelola Pelestari Hutan (KPPH) Sumber Agung merupakan yang pertama kali mendapatkan izin pemanfatan Hutan Kemasyarakatan.
Dalam penerapan sistem hutan kemasyarakatan petani di Kelurahan Sumber Agung terbagi dalam 7 Kelompok Tani Pengelola Dan Pelestari Hutan (KPPH) yaitu KPPH Tanjung Manis, Sukawera, Umbul Kadu, Mata Air, Pemancar, Cirate, dan Pangpangan.
Tabel 3. Jumlah anggota, total luas lahan, dan rata-rata kepemilikan lahan Kelompok Petani Pengelola Hutan Kemasyarakatan (KPPH) di Kelurahan Sumber Agung No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Kelompok (KPPH) Tanjung Manis Sukawera Umbul Kadu Mata Air Pemancar Cirate Pangpangan Total
Jumlah
Total Luas
Anggota 106 67 77 37 58 60 20 425
Lahan (Ha) 143,50 94,00 105,25 43,75 53,50 40,50 12,25 492,75
Rata-rata Pemilikan Lahan (Ha) 1,36 1,38 1,36 1,18 0,92 0,67 0,61 1,68
Sumber: Proposal Permohonan Hak Pengelolaan HKm Sumber Agung,1999
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat total anggota kelompok KPPH di Kelurahan Sumber Agung adalah 425 orang dengan total luas lahan 492,75 hektar dan rata-rata pemilikan seluas 1,68 hektar. Kelompok Pengelola dan Pelestari Hutan (KPPH) merupakan ikatan kelompok-kelompok pelestari hutan. Sejak Tahura Wan Abdul Rachman ditetapkan Menteri Kehutanan berdasarkan Keputusan Nomor 408/KPTSII/1993 Tanggal 10 Agustus 1993 dengan luas 22.249,31 hektar sebagai kawasan hutan untuk tujuan konservasi dan pelestarian alam maka saat ini Kelurahan Sumber Agung termasuk dalam kawasan hutan konservasi.
Pengelolaan Hutan di Kelurahan Sumber Agung ini telah dilakukan sejak tahun 1940, sehingga hutan di Kelurahan ini memang benar-benar digunakan sebagai
tempat menggantungkan hidup bagi masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sumber Agung. Jika masyarakat tidak diperbolehkan lagi mengelola hutan di kawasan taman hutan raya tentu saja akan menimbulkan perlawanan dari masyarakat yang sangat menggantungkan hidupnya di hutan. Oleh karena itu, masyarakat Kelurahan Sumber Agung yang berada di kawasan hutan konservasi tetap diizinkan mengelola kawasan untuk membudidayakan tanaman dengan tetap melihat kaidah-kaidah konservasi. Masyarakat di Kelurahan Sumber Agung ini mengusahakan hutan di blok pemanfaatan dan tidak boleh menggangu blok perlindungan. Selain itu, masyarakat diizinkan mengelola kawasan konservasi agar mereka tetap mudah dikontrol, diawasi, dan tentu saja diberikan pembinaan.
Masyarakat setempat telah memiliki wadah dalam bentuk kelompok tani dan melaksanakan kegiatan rehabilitasi secara swadaya dengan pola hutan kemasyarakatan. Pemanfaatan areal hutan kemasyarakatan pada Kelurahan Sumber Agung dilakukan oleh kelompok tani dengan menanam pohon serbaguna/MPTS (Multi Purpose Trees Species). Multi Purpose Trees Species adalah tumbuhan berkayu dimana buah, bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir, dan longsor. Beberapa contoh tanaman MPTS (Multi Purpose Trees Species) adalah kakao,kopi, pete, jengkol, karet, jambu, melinjo, cengkeh, durian, papaya, pisang, kelapa, kemiri, damar, dan lain-lain sebagai upaya untuk mendapatkan hasilnya agar dapat memperoleh pendapatan secara cepat. Selain itu, budidaya tanaman tersebut tidak memerlukan pemeliharaan intensif.
Kakao merupakan tanaman utama di Kelurahan Sumber Agung karena tanaman ini yang paling banyak ditanam oleh para petani di Kelurahan Sumber Agung. Kakao merupakan komoditas andalan nasional yang perannya sangat penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani, dan sumber devisa bagi negara (Departemen Kehutanan, 2008).
Tanaman kakao sangat cocok untuk ditanam di kawasan hutan kemasyarakatan karena tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung seperti cengkeh, karet, kelapa yang dapat menjadi pohon penaung bagi tanaman kakao yang sangat diperlukan bagi tanaman ini dalam hal pengaturan banyaknya sinar matahari yang diserap oleh tanaman kakao tersebut. Masih sederhanaya pola usahatani kakao menyebabkan rendahnya mutu dan produktivitas kakao yang berpengaruh terhadap rendahnya pendapatan petani. Menurut staf peneliti Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Haluoleo dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Produktivitas, Finansial, dan Ekonomi Kakao Hutan di Sulawesi Tenggara, integrasi tanaman kakao dan cengkeh merupakan pola usahatani yang memberikan keuntungan, usahatani kakao dengan aneka tanaman (agroforestri) lebih prospektif daripada usahatani kakao monokultur. Dengan optimalnya penggunaan lahan (diversifikasi), setiap tahun terjadi pertumbuhan pengembangan pola tanaman berbasis perkebunan (kakao) mencapai 3,5% (Firdausil , 2008). Usahatani kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa
sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta. Usahatani kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Lampung Selatan telah menguntungkan, dengan tingkat keuntungan sebesar Rp. 19.969.019 per 1,44 hektar atau sebesar Rp. 14.264.881 per hektar dan Revenue Cost Ratio (R/C ratio) sebesar 5,74 (Putra, 2007).
Kakao merupakan salah satu komoditi yang dapat memberikan keuntungan yang cukup bagi petani pengelola hutan kemasyarakatan di Kelurahan Sumber Agung. Kakao ditanam secara tumpang sari dengan tanaman MPTS yang lain. Komoditas kakao diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani yang mengusahakannya. Hutan kemasyarakatan memiliki tujuan untuk mencapai masyarakat sekitar hutan yang sejahtera dan kelestarian hutan dapat terjaga (Dinas Kehutanan, 1999). Pelaksanaan program hutan kemasyarakatan di Kelurahan Sumber Agung masih belum mencapai tujuan dalam memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat di sekitar hutan khususnya dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara berkelanjutan.
Menurut Saeroji (2002), ada beberapa indikator menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat di sekitar hutan masih relatif rendah (kebutuhan pangan tidak tercukupi) serta pendapatan rumah tangga anggota KPPH di Kelurahan Sumber Agung rata-rata per bulan adalah Rp. 272.670 berasal dari pengelolaan Hkm. Dengan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat di Kelurahan Sumber Agung maka para petani melakukan usaha pemenuhan kebutuhan dengan menanam tanaman yang memberikan nilai ekonomis yang salah satunya adalah kakao untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Dari kegiatan tersebut para petani
yang tinggal di sekitar hutan dapat memperoleh keuntungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersebut serta terserapnya tenaga kerja dan diharapkan dapat mengurangi tingkat perambahan, sehingga bisa menekan angka kerusakan hutan karena diterapkannya pengelolaan hutan kemasyarakatan yang tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Oleh karena itu, perlu diketahui prospek pengembangannya terhadap keuntungan dari usahatani kakao bagi petani terutama di Kelurahan Sumber Agung dan kontribusinya dalam menyerap tenaga kerja serta mengurangi tingkat kerusakan hutan.
Dari uraian tersebut maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini antara lain: 1.
Berapa besar keuntungan yang diperoleh petani pada usahatani kakao pada program Hutan Kemasyarakatan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling?
2.
Berapa besar tenaga kerja yang diserap pada usahatani kakao pada program Hutan Kemasyarakatan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling?
3.
Bagaimana kontribusi ushatani kakao HKm terhadap pendapatan rumah tangga petani di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling?
4. B.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program HKm ?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui berapa besar keuntungan yang diperoleh petani pada usahatani kakao pada program Hutan Kemasyarkatan di Kelurahan Sumber Agung kecamatan Kemiling.
2.
Mengetahui seberapa besar serapan tenaga kerja usahatani kakao pada program Hutan Kemasyarkatan di Kelurahan Sumber Agung kecamatan Kemiling.
3.
Mengetahui kontribusi usahatani kakao HKm terhadap pendapatan rumah tangga petani di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling.
4.
C.
Mengetahui persepsi masyarakat terhadap program HKm.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna : 1.
Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan di bidang pertanian dan kehutanan.
2.
Sebagai informasi dan masukan bagi petani pengelola Hutan Kemasyarakatan khususnya bahwa Hutan Kemasyarakatan memiliki manfaat yang besar.
3.
Sebagai informasi dan masukan kepada Dinas Kehutanan serta lembagalembaga sosial kemasyarakatan yang melakukan pengembangan Hutan Kemasyarakatan, dan
4.
Sebagai referensi bagi penelitian yang sejenis dan lanjutan di masa yang akan datang.