I. PENDAHULUAN
Bakteri asam laktat (BAL) didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri gram positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat (Pato, 2003). Semua bakteri asam laktat memerlukan karbohidrat yang dapat difermentasi sebagai sumber energi. Secara konvensional organisme ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang pada dasarnya hanya memproduksi asam laktat (CH3CHOHCOOH) dari karbohidrat yang dapat difermentasi, dikenal sebagai bakteri asam laktat homofermentatif. Kelompok yang kedua memproduksi asam asetat (CH3COOH), etanol (CH3CH2OH), karbondioksida, dan asam laktat dari karbohidrat yang dapat difermentasi disebut bakteri asam laktat heterofermentatif (Volk dan Wheeler, 1988). Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang banyak digunakan sebagai probiotik, bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mikrobiota saluran cerna. Probiotik merupakan suplementasi sel mikroba utuh (tidak harus hidup) atau komponen sel mikroba pada pakan atau lingkungan hidupnya yang menguntungkan bagi inangnya (Irianto, 2003). Prinsip dasar kerja probiotik adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan yang diberikan. Probiotik yang berisi mikroba pengurai bila ditambahkan ke dalam pakan, dapat meningkatkan kecernaan pakan dengan proses penguraian yang dilakukan oleh mikroba tersebut (Tangko, et al., 2007). Beberapa mikroba yang mempunyai potensi sebagai probiotik antara lain adalah Lactobacillus acidophilus, L. casei, L. fermentum, L. plantarum, L. salivarius, L. reuteri, L. delbrueckti, L. lactis, L. cellobiosus, L. brevis, Aspergillus oryzae, Bifidobacterium longum, B. pseudologum, B. bifidum, B. suis,
2
B. thermophilum, Bacillus subtilis, Enterococcus faecum, Saccharomyces cerevisiae, Streptococcus faecium, dan S. intermedius (Kompiang, 2009). Mikroba Efektif Produktif Plus (MEP+) merupakan probiotik produk program IbIKK (Iptek bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang di produksi Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Unsoed, berupa kultur campuran spesies indigenous mikroba Gram positif non patogen yang bersifat amilolitik dan selulolitik. Kultur bakteri yang terkandung dalam MEP+ merupakan campuran bakteri asam laktat Lactobacillus brevis,
L. delbrueckii,
L. lactis dan satu bakteri selulolitik yaitu Cellulomonas cellasea (Sukanto dan Sutardi, 2008). Probiotik pada budidaya ikan dapat diaplikasikan pada pakan ikan. Ikan merupakan salah satu organisme dalam akuakultur yang sangat penting sebagai sumber protein. Ikan nila merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar oleh pelaku budidaya ikan dalam kaitannya dengan usaha pemenuhan kebutuhan protein ataupun peningkatan gizi masyarakat di Indonesia. Hal ini dikarenakan ikan nila memiliki sifat-sifat yang menguntungkan, yaitu mudah berkembang-biak, tumbuh cepat, dagingnya tebal dan kompak, toleran terhadap lingkungan yang kurang baik, dapat hidup dan berkembang-biak di air payau, serta mempunyai respon yang luas terhadap pakan (Yulianti, et al., 2003). Ikan Nila mempunyai bentuk tubuh lonjong, badan tinggi dan kepala besar, mulut besar, dan bibir tebal, sisik besar dan kasar, gurat sisi terputus pada bagian tengah badan. Sirip punggung dan sirip anal memiliki jari-jari keras yang tajam seperti duri (Djuhanda, 1981). Ikan nila termasuk ikan eurihalin yang mampu hidup pada lingkungan dengan kisaran salinitas yang luas yaitu antara 0 – 29 ppt per mil, dengan kisaran suhu antara 14 – 38o C dan pH 5 – 11 (Arie, 2000).
3
Faktor kunci penting yang menentukan keberhasilan budidaya ikan secara intensif adalah menyediakan pakan dalam jumlah yang cukup dan bernutrisi sesuai dengan ikan yang dibudidayakan. Biaya budidaya perikanan yang dikeluarkan untuk pengadaan pakan bagi organisme yang dibudidayakan (ikan, udang dan sebagainya) dapat mencapai 50 persen dari biaya produksi keseluruhan (Bautista, 1981). Bahan baku pakan dapat menggunakan limbah industri pertanian yang tersedia di tempat dan murah harganya seperti bungkil kelapa, ampas tahu, dedak dan limbah jamur. Salah satu usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan gizi dari suatu bahan dan menekan biaya budidaya perikanan adalah melalui teknologi fermentasi. Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Proses fermentasi pakan merupakan salah satu teknologi meningkatkan protein bahan baku dari limbah. Melalui proses fermentasi, akan didapatkan kandungan protein yang lebih tinggi dari sebelum difermentasi sehingga dapat mengurangi pemakaian tepung ikan yang mahal harganya. Enceng gondok sangat kaya nitrogen yaitu hingga 3,2 % berat kering dan mempunyai C/N rasio sekitar 15 (Gunnarsson, dan Petersen, 2007). Enceng gondok mengandung nitrogen, phosphor, magnesium, sulfur, mangan, tembaga, seng, dengan kuantitas nyata dan juga besi, kalsium, potasium yang lebih kaya daripada tanaman lain (Sahu et al., 2002). Marlina dan Askar (2001) menyebutkan bahwa enceng gondok mengandung protein kasar 40%. Tiga perempat (3/4) merupakan protein murni, dan nilai biologinya berada diantara kedelai dan air susu. Tingginya kandungan protein enceng gondok, memungkinkan digunakan sebagai pakan, pupuk maupun produksi biogas. Ikan Nila termasuk omnivora, sehingga enceng gondok
4
dapat digunakan untuk bahan baku pakan, terlebih enceng gondok tumbuh menyebar melimpah di berbagai perairan di Indonesia. Hasil penelitian Widyastuti et al. (2010) menyatakan perlakuan pakan fermentasi (protein 21%) dengan penambahan probiotik MEP+ mampu mengungguli perlakuan pakan komersial (protein 24%) dengan efektifitas pakan sebesar 0,06. Hal ini didukung dengan populasi bakteri asam laktat yang meningkat pada usus ikan pada perlakuan pemberian MEP+. Pakan fermentasi dengan pemberian MEP+ cukup baik diterapkan pada budidaya ikan dan berpotensi menekan potensi eutrofikasi perairan waduk. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah pemberian pakan fermentasi limbah pertanian dengan berbagai konsentrasi
suplemen
enceng
gondok
dan
probiotik
MEP+
dapat
mempengaruhi peningkatan populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) usus ikan Nila. 2. Perlakuan manakah yang kepadatan bakteri asam laktatnya paling tinggi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka akan dilakukan penelitian dengan tujuan : 1. Mengetahui pengaruh pemberian pakan fermentasi limbah pertanian dengan suplemen enceng gondok dan probiotik MEP+ terhadap peningkatan populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) pada usus ikan Nila. 2. Mengetahui populasi bakteri asam laktat paling tinggi pada pemberian pakan fermantatif limbah pertanian dengan suplemen enceng gondok dan probiotik MEP+.
5
Hasil penelitian Mulyana (2011) mengindikasikan bahwa sejumlah mikroba flora normal saluran pencernaan merupakan mikroba yang menguntungkan inang. Hal ini karena kemampuannya menghasilkan biotin dan enzim-enzim hidrolitik seperti amilase dan protease. Terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal dapat membuat ikan menjadi lebih baik dalam mencerna nutrisi pakan yang mampu meningkatkan pertumbuhan (Kompiang, 2009). Penelitian yang telah dilakukan oleh Widyastuti et al. (2010) terhadap populasi BAL dalam usus ikan menunjukkan peningkatan kepadatan, dari perlakuan sebelum diberi MEP+ (1,7 x 104 – 3,0 x 105 CFU.g-1) dibandingkan dengan setelah diberi MEP+ (4,8 x 107 CFU.g-1). Hadi (2006) melaporkan pada suatu medium budidaya jika diberikan karbon sebanyak 0,45 gram dan probiotik selama 5 hari sekali sebanyak 5 ppm ke dalam akuarium atau kombinasinya dapat meningkatkan jumlah populasi bakteri total sampai kisaran 10 7 cfu’s/ml. Bakteri Asam Laktat memperoleh energi dari metabolisme gula sehingga habitat pertumbuhannya hanya terbatas pada lingkungan yang menyediakan cukup gula atau bisa disebut dengan lingkungan yang kaya akan nutrisi. Kebutuhan nutrisi bakteri asam laktat meliputi asam amino, vitamin, purin dan pirimidin. Pada 100 g enceng gondok diperoleh kandungan protein 1 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 3,8 g, kalsium 80 mg, vitamin A1 1000 IU, vitamin B1 0,08 mg, dan vitamin C 50 mg (Anonim, 2012). Winarno dalam Astuti et al. (2012) menyebutkan bahwa hasil analisis kimia enceng gondok dalam keadaan segar diperoleh bahan organik sebesar 36,59 %, C organik 21,23 %, N-total 0,28 %, P-total 0,0011 %, K-total 0,016 %, kandungan selulosa 64,51 % dan lignin sebesar 7,69 %. Penelitian yang berkaitan dengan penambahan bahan hasil fermentasi enceng gondok terhadap pakan ternak sudah
6
banyak dilakukan. Dilaporkan oleh Saleh et al. (2005) bahwa pemberian tepung enceng gondok fermentasi dapat mengubah kandungan gizi dan flavour bahan pakan menjadi lebih baik, yang nantinya dapat meningkatkan palatabilitas ransum sehingga konumsi pakan ayam menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyu dalam Saleh (2005) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh iklim, kesehatan, palatabilitas ransum, bentuk ransum, bau dan warna ransum, dan bobot badan. Hasil penelitian Muchtarohmah et al. (2007) fermentasi enceng gondok menggunakan campuran pakan ikan dengan konsentrasi fernentasi enceng gondok 0%, 10%, 20%, 30% dan 40%, peningkatan berat badan tertinggi dan daya cerna protein tertinggi terjadi pada konsentrasi 10%. Hal ini karena enceng gondok mempunyai kandungan serat kasar yang relatif tinggi. Serat kasar yang tinggi dalam pakan dapat menurunkan pertumbuhan sebagai akibat dari berkurangnya waktu pengosongan usus dan daya cerna pakan. Dalam penelitian ini, tingkatan pakan hasil fermentasi limbah pertanian dengan pemberian suplemen enceng gondok yang digunakan adalah 0%, 5%, 10%, dan 15%. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Pemberian pakan fermentatif limbah pertanian dengan suplemen enceng gondok dan probiotik MEP+ mempengaruhi peningkatan populasi BAL usus ikan Nila. 2. Pakan fermentatif limbah pertanian dengan suplemen enceng gondok sebanyak 10% merupakan kepadatan populasi BAL usus ikan Nila tertinggi. Penelitian dilakukan dengan maksud dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh pemberian MEP+ dan pemberian pakan fermentasi dengan kadar enceng gondok yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri asam
7
laktat ikan nila. Hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh informasi tentang manfaat penambahan probiotik pada pakan yang difermentasi untuk menjaga kualitas guna kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan.