1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Umur simpan merupakan rentang waktu antara saat produk mulai dikemas dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana mutu sangat berpengaruh pada suatu produk, semakin baik mutu suatu produk maka semakin memuaskan konsumen. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen, konsumen, penjual, dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Perubahan-perubahan tersebut secara langsung akan mempengaruhi mutu dari suatu produk. Untuk itu, perlu diketahui umur simpan dari setiap produk. Kerupuk rame’ rumput laut merupakan salah satu produk skala masyarakat kecil dan menengah yang belum memiliki umur simpan produk yang ilmiah pada kemasannya, padahal dengan adanya umur simpan maka dapat memberikan jaminan pada suatu produk terhadap konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu perlunya dilakukan penelitian ini sehingga diketahui umur simpan dari produk kerupuk rame’ rumput laut dengan menggunakan metode akselerasi.
2
B. Rumusan Masalah Mengacu dari latar belakang yang ada, masalah dalam penelitian ini adalah belum adanya umur simpan pada produk kerupuk rame’ rumput laut, padahal pencantuman umur simpan pada suatu produk sangatlah penting dan dengan adanya penelitian ini, diupayakan dapat memperbaiki mutu dari produk tersebut. C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk
menduga
umur
simpan
kerupuk
rumput
laut
dengan
menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing. 2. Untuk memberikan jaminan mutu mengenai keamanan pada suatu produk. Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada produsen dan konsumen atau masyarakat luas mengenai masa simpan dari produk kerupuk rame’ rumput laut sehingga lebih yakin dalam mengkonsumsi produk tersebut.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerupuk Rumput Laut Rumput Laut secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput Laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Disajikan dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis mikroskopik dan makroskopik. Jenis makroskopik inilah yang sehari-hari kita kenal sebagai Rumput laut. Namun istilah Rumput laut sebenarnya tidak tepat. Karena secara botani tidak termasuk golongan rumput-rumputan (Graminae) (Poncomulyo dkk, 2006). Kerupuk adalah jenis pangan yang digemari di Indonesia. Berbagai kalangan menyukai jenis pangan ini baik golongan rendah maupun golongan yang tinggi. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk ukuran, warna, rasa, bau, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta cara pengolahannya (Anonim, 2009). Kerupuk Rumput Laut adalah makanan ringan yang terbuat dari adonan tepung tapioka dan tepung terigu yang diramu dengan bahan tambahan berupa rumput laut dan penambahan bumbu-bumbu sebgai perasa. Kelebihan dari kerupuk rumput laut yaitu memiliki rasa gurih yang khas, renyah dan juga mempunyai manfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
4
Gambar 1. Kerupuk Rumput Laut Rumput laut sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang sulit dicerna, hingga menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama. Disamping itu rumput laut jugr mengandung protein, lemak dan mineral. Sedangkan kandungan gizi kerupuk rumput laut disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Komposisi Air
Nilai (%)
12,90
Protein Abu
5,12 14,21
Lemak
0,13
Karbohidrat
13,38
Serat kasar
1,39
Mineral Ca (ppm)
52,82
Mineral Fe (ppm)
0,11
Riboflavin (mg/100 g)
2,26
Vitamin C (mg/100 g)
4,00
Sumber: Anonim, 2012.
Komposisi bahan sendiri beserta pengolahannya akan sangat mempengaruhi kualitas kerupuk, dimana komposisi bahan ini juga
5
mempengaruhi pengembangan pada kerupuk tersebut. Secara umum bahan baku yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung terigu sedangkan bahan tambahannya dapat berupa rumput laut, garam, gula air dan bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya (Anonim, 2009). Kriteria kerupuk yang baik mengacu kepada syarat mutu kerupuk ikan yang terdapat didalam SNI 01-2713-1999, yaitu Tabel 2. Syarat Mutu Kerupuk Jenis Uji Rasa dan Aroma Serangga dalam bentuk stadia dan potonganpotongan serta benda asing Kapang Air Abu dan tanpa garam Protein Lemak Serat Kasar Bahan tambahan makanan
Persyaratan Khas kerupuk Tidak ternyata
Tidak ternyata Maks 11% Maks 1% Min 6% Maks 0,5% Maks 1% Tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang berlaku Cemaran logam (Pb,Cu,Hg) Tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang berlaku Cemaran arsen Tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang berlaku Sumber: Badan Standarisasi Nasional B. Kemasan Menurut Buckle et al. (1987) menyatakan, kemasan yang dapat digunakan sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran,
6
pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan per-pindahan gas dan uap air. Salah satu jenis kemasan bahan pangan yaitu plastik. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada produk bubuk dan pelunakan pada produk kering (Syarief et al., 1989). Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap penyerapan atau pengeluaran gas (udara dan uap air). Bahan kering harus dilindungi dari penyerapan air dan oksigen dengan cara menggunkan bahan pengemas yang mempunyai daya tembus rendah terhadap gas tersebut (Purnomo dan Adiono, 1987). Produk kering terutama yang bersifat hidrolik harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk-produk ini memiliki ERH yang rendah oleh sebab itu harus dikemas dengan kemasan yang memiliki permeabilitas air yang rendah untuk mencegah produk yang berkadar gula tinggi merekat atau produk-produk tepung menjadi basah sehingga tidak lagi bersifat mawur (Syarief et al., 1989). Plastik merupakan bahan pengemas yang penting dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari kemasan lain diantaranya adalah harga yang relative rendah dapat dibentuk menjadi berbagai macam
7
bentuk dan mengurangi biaya transportasi. Sebagai bahan pembungkus, plastic dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain (kertas, alumunium foil). Kombinasi antara berbagai kemasan plastic yang berbeda atau plastic dengan kemasan non plastik (kertas, alumunium foil dan selulosa) dimana ketebalan setiap lapisan utamanya lebih dari 6 mikron yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi maupun laminasi adhesive disebut sebagai kemasan laminasi (Robertson, 1993). Telah disebutkan bahwa ada dua macam cara pembuatan kemasan laminasi yaitu dengan cara ekstrusi dan adhesive. Metode laminasi ekstrusi dan adhesive mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Laminasi ekstrusi mempunyai kekuatan yang relative rendah dan kadang-kadang timbul bau plastic, tetapi proses ini lebih murah. Sebaliknya proses laminasi adhesive kekuatan kemasannya lebih baik dan tidak menimbulakan bau tetapi proses pembuatannya biasanya lebih mahal (Syarief et al., 1989). Kemasan laminasi digunakan diindustri-industri pangan saat ini tidak hanya kombinasi antara berbagai plastik saja melainkan kombinasi anatara berbagai plastik dengan aluminium. Kemasan ini disebut sebagai metallized plastic. Walaupun lapisan pelogaman ini sangatlah tipis, sekitar 300-1000 Å (0.03-0.1 µm) tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap dan menahan gas.
8
Metallizing merupakan proses pelapisan salah satu sisi film plastic transparan dengan logam pada kondisi yang sangat vakum. Logam yang biasa digunakan untuk keperluan metalisasi adalah aluminium. Kemurnian aluminium yang digunakan adalah 99.9% dan diameter wire 1,96 mm. proses metalisasi dilakukan dengan menguapkan dan melelehkan aluminium wire pada suhu 1500 0C. Uap aluminium akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu ±15 0C. Rol pendingin diset pada suhu tersebut dengan tujuan agar film tidak melelh ketika terkena uap uap aluminium yang panas. Jenis kemasan produk kerupuk rumput laut yang digunakan untuk penentuan umur simpan ini adalah jenis metallized plastic yang disemprot aluminium sehingga terlapisi dan kemudian dilaminasi dengan PE (polietilen) untuk keperluan pelabelan. Menurut Mona (2007), jenis kemasan ini memilki permebailitas 0.0136 g/m2.hari. mmHg. PE banyak digunakan dalam laminasi terutama untuk bagian luar karena dapat meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan dan sobekan sehingga banyak digunakan kantung-kantung makanan yang memerlukan perlindungan. Salah satu sifat yang paling penting dari polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. PE juga bersifat termoplastik sehingga mudah dibuat kantung derajat kerapatan yang baik (Syarief et al., 1989). Kemasan kerupuk rumput laut disajikan pada gambar 2.
9
Gambar 2. Kemasan Kerupuk Rumput Laut
C. Aktivitas Air Menurut Fennemena (1996), memaparkan adanya hubungan antara
kadar
air
dalam
bahan
pangan
dengan
daya
awetnya.
Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetakan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotic, kelembaban relative berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan konsentrasi larutan hanya sedikit berhubungan dengan sifat-sifat air yang terdapat dalam bahan pangan dan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Karenanya lalu muncul istilah aktivitas air yang digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolik (Syarief dan Halid, 1993).
10
Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2004). selama penyimpanan akan terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2010). Menurut Labuza (1982), hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut: 1. Produk dikatakan pada selang aktivitas air sekitar 0.7-0.75 dan di atas selang tersebut mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun. 2. Pada selang aktivitas air sekitar 0.6-0.7 jamur dapat mulai tumbuh. 3. Aktivitas air sekitar 0.35-0.5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahannya. 4. Produk pasta yang terlalu kering selama pengeringan atau kehilngan air selama distribusi atau penyimpanan, akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis. Hal ini terjadi pada selang aktivitas air 0.4-0.5. Aktivitas air ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relative kesetimbangan (equilibrium relative humidity = ERH) dibagi dengan 100 (Labuza, 1980 diacu dalam Arpah, 2001).
11
𝑎𝑤 =
𝐸𝑅𝐻 100
Aktivitas air menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan disekitarnya yang berada dalam keadaan
seimbang
dengan
bahan
tersebut.
Bertambah
atau
berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan sangat tergantung pada ERH lingkungannya. D. Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan kadar air bahan pangan ketika uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk (Fellows, 1990). Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan tertentu dalam periode waktu yang lama (Brooker et al., 1992). Kadar air kritis kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk menentukan dan menggunakan kurva sorpsi isotermis produk tersebut. Kurva tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perpindahan
air
selama
proses
adsorpsi
atau
desorpsi.
Proses
penyerapan air (adsorpsi) terjadi saat kelembaban relative lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban relative bahan pangan. Kelembaban relative lingkungan yang lebih rendah daripada kelembaban bahan menyebabkan terjadinya distribusi uap air dari bahan ke lingkungan melalui proses penguapan (desorpsi) (Brooker et al., 1992). Penambahan
12
atau penurunan bobot sampel selama penyimpanan menunjukkan fenomena hidratasi (deMan, 1979) Uap air akan berpindah dari lingkungan ke produk atau sebaliknya sampai tercapai kondisi kesetimbangan. Perpindahan uap air ini terjadi sebagai akibat perbedaan RH lingkungan dan produk, dimana uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH rendah. Tercapainya kondisi kesetimbangan antara sampel dan lingkungan ditandai oleh bobot sampel yang konstan. Bobot yang konstan ditandai oleh selisih penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90% (Adawiyah, 2006). Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan ditentukan dengan meletakkan bahan pangan pada kondisi udara bergerak. Metode dinamis sering digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air disekitar bahan (Brooker et al., 1992). E. Sorpsi Isotermis Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan
antara
aktivitas
air
(aw)
atau
kelembaban
relative
kesetimbangan pada ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air
13
per gram suatu bahan pangan (Winarno, 2004). Kurva ini menunjukkan aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan pangan sehingga banyak digunakan dalam penentuan umur simpan, penyimpanan, pengemasan dan pengeringan. Kurva sorpsi isotermis juga menggambarkan proses hidrasi yang terjadi dalam
hubungannya
dengan
interaksi
kimiawi
air
pada
molekul
permukaan, pelepasan struktur moleku dalam mempercepat perpindahan dan perubahan volume oleh molekul yang terbuka (Ballestore, 2007). Pada umumnya kurva sorpsi isotermis bahan pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Kurva adsorpsi (penyerapan uap air) dan kurva desorpsi (pelepasan uap air) tidak pernah berhimpit, keadaan seperti ini disebut sebagai fenomena histerisis. Besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema, 1996). F. Model Persamaan Sorpsi Isotermis Model matematika untuk persamaan sorpsi isotermis telah banyak dikembangkan oleh para ahli baik secara teoritis, semi teoritis maupun empiris. Model-model matematika tersebut tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis salah satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis. Tujuan penggunaan
kurva
sorpsi
isotermis
tersebut
untuk
mendapatkan
14
kemulusan kurva yang tinggi maka model-model persamaan yang sederhana dan lebih sedikit jumlah parameternya akan lebih cocok digunakan (Labuza, 1982). Metode kuadrat terkecil ini dapat memilih suatu regeresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar (Walpole, 1995). Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relative ruang simpan. Persamaan ini merupakan salah satu persamaan sorpsi isotermis yang paling banyak digunakan pada kebanyakan bahan pangan kering terutama biji-bijian. Berikut model persamaan Henderson: 1 − 𝑎𝑤 = exp (−𝐾𝑀𝑒 𝑛 )
(1)
Keterangan: Me
= kadar air kesetimbangan
K dan n
= konstanta
Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada aw 0,0 sampai 0,85. Berikut model persamaan Caurie: ln Me = ln P1 – P2* aw
(2)
Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan untuk bahan makanan dengan aw antara 0,1 sampai 0,81. Berikut model persamaan Hasley:
15
aw= exp [-P1/(Me)P2 ]
(3)
Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada aw 0,0 sampai 0,85 dan cocok untuk kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Berikut model persamaan Oswin: Me = P1 [aw/(1-aw)]P2
(4)
Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk semua bahan pangan pada semua nilai aw. Berikut model persamaan Chen Clayton: Aw= exp[-P1/exp(P2*Me)]
(5)
Keterangan: Aw
= aktivitas air
P1 dan P2
= konstanta
Persamaan-persamaan tersebut kemudian di uji ketetapannya dengan menghitung nilai MRD. Jika nilai MRD
< 5 maka model sorpsi
ishotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika model sorpsi isotermis dengan 5 < MRD < 10 maka model tersebut agak tepat meggambarkan keadaan sebenarnya dan jika MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi sebenarnya.
MRD =
100 𝑛
𝑀𝑖−𝑀𝑝𝑖 𝑛 𝑖=1 𝑀𝑖
Keterangan: Mi = Kadar air percobaan Mpi = Kadar air hasil perhitungan
(6)
16
n
= Jumlah data Semakin kecil nilai MRD yang diperoleh maka semakin tepat
kurva model persamaan tersebut dalam menggambarkan kondisi kadar air kesetimbangan hasil percobaan atau dengan kata lain semakin kecil nilai
MRD
maka
menggambarkan
semakin
tepat
fenomena
sorpsi
pula
model
tersebut
dalam
yang
terjadi
isotermis
(Tarigan et al., 2006). G. Umur Simpan dan Metode Akselerasi Umur simpan secara umum mengandung pengertian rentang waktu antara saat produk mulai dikemas atau diproduksi dengan saat mulai digunakan dengan mutu produk masih memenuhi syarat dikonsumsi (Hine, 1987). Sementara itu, Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Menurut Syarief et al., (1989), beberapa faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut: 1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan
seperti
kepekaan
terhadap
air
dan
oksigen
serta
kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik. 2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume. 3. Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban diman kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.
17
Menurut Floros (1993), umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpangan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). Berikut beberapa kriteria kedaluwarsa produk pangan disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Kriteria kedaluwarsa produk pangan Produk Teh kering
Mekanisme penurunan mutu Penyerapan uap air
Peningkatan kadar air
Susu bubuk
Penyerapan uap air
Pencoklatan
Susu bubuk
Oksidasi
Laju konsumsi O2
Makanan laut kering beku
Oksidasi dan fotoegradasi
Aktifitas air
Makanan bayi
Penyerapan uap air
Konsentrasi asam askorbat
Makanan kering
Penyerapan uap air
-
Sayuran kering
Penyerapan uap air
Off flavor-perubahan warna
Kol kering
Penyerapan uap air
Pencoklatan
Tepung biji kapas
Penyerapan uap air
Pencoklatan
Tepung tomat
Penyerapan uap air
Konsentrasi asam askorbat
Biji-bijian
Penyerapan uap air
Peningkatan kadar air
Keju
Penyerapan uap air
Tekstur
Bawang kering
Penyerapan uap air
Pencoklatan
Buncis hijau
Penyerapan uap air
Konsentrasi klorofil
Keripik kentang
Oksidasi
Laju konsumsi O2
Udang kering beku
Oksidasi
Konsentrasi karoten dan laju konsentrasi O2
Tepung gandum
Penyerapan uap air dan Konsentrasi asam oksidasi askorbat
Minuman ringan
Pelepasan CO2
Sumber: Herawati (2008)
Kriteria kadaluarsa
Perubahan tekanan
18
ESS sering juga disebut metoda konvensional, adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal-awal penemuan dan penggunaannya, metoda ini dianggap memerlukan waktu panjang dan analisa parameter mutu yang relatif banyak. Dewasa ini metoda ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai waktu kadaluwarsa kurang dari 3 bulan (Floros, 1993). Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitive terhadap perubahan suhu, diantaranya
produk
pangan
yang
mudah
mengalami
ketengikan,
perubahan warna oleh reaksi pencoklatan. Prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim dimana produk pangan menjadi lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrpolasi ke suhu penyimpanan (Kusnandar, 2006). Metode akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering adalah melalui pendekatan kadar air kritis. Produk disimpan pada kondisi RH lingkungan penyimpanan yang ekstrim dan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Diperlukan persamaan matematika untuk deskripsi kuatitatif dari system yang terdiri dari produk,
19
bahan pengemas dan lingkungan (Arpah, 2001). Model kadar air kritis dapat
dilakukan
melalui
pendekatan
kurva
sorpsi
isotermis
dan
pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid. Pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan untuk produk yang memilki kelarutan tinggi seperti produk dengan kadar sukrosa tinggi (Labuza, 1982). Adapun kriteria mutu produk pada kadar air kritis disajikan pada tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Kriteria mutu produk pada kadar air kritis Macam –macam produk
Kriteria
Bijian
Tidak hancur, tidak berjamur keras
Biskuit
Tidak lembek, renyah
Roti tawar
Tidak keras, tidak berjamur
Gula
Keras, tidak lengket
Bumbu-bumbu
Tidak lengket, berbentuk bubuk, tidak berjamur
Sumber: Syarief et al.,(1989)
Metode percepatan dibawah kondisi penyimpanan 38-40 0C dan RH 96% dan diasumsikan umur simpan hanya dipengaruhi kadar air produk. Waktu yang diperlukan untuk memperkirakan umur simpan produk dengan metode akselerasi tergantung pada jenis produk dan jenis kemasan yang digunakan. Perkiraan umur simpan dengan metode akselerasi mempunyai kelebihan yaitu biaya yang dipakai tidak mahal dan parameter yang diamati hanya kadar air sedangkan kelemahannya adalah dibutuhkan pengamatan tekstur bahan yang cermat (dalam hal penentuan kadar air kritis).
20
Model Labuza cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan yang memilki kurva sorpsi isotermis membentuk sigmoid. Model ini disebut model pendekatan kurva sorpsi isotermis:
𝜃=
(𝑀𝑒 −𝑀𝑖 ) (𝑀𝑒 −𝑀𝑐 ) 𝑘 𝐴 𝑃𝑜 𝑥 𝑊𝑠 𝑏
𝑙𝑛
(7)
Keterangan: Θ = Waktu perkiraan umur simpan (hari) Me = Kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan) Mi = Kadar air awal produk (g H2O/g padatan) Mc = Kadar air kritis (g H2O/g padatan) 𝑘 = Konstatnta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) 𝑥 A = Luas permukaan kemasan (m2) Ws = Berat kering produk dalam kemasan (g padatan) P0 = tekanan uap jenuh (mmHg) b = Kemiringan kurva sorpsi isotermis
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pendugaan umur simpan kerupuk rame’ rumput laut (Euchema cottoni L) dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan observasi langsung proses pembuatan kerupuk rame’ rumput laut, dilaksanakan pada bulan Januari 2012 di tempat produksi UKM. Sinar Laut, Jalan Hambali No. 162, Tangga-Tangga, Kecamatan Bisappu, Kabupaten Bantaeng. Tahap kedua yaitu tahap perhitungan nilai parameter umur simpan pada Januari hingga Maret 2012 di Laboratorium Analisa Kimia Panga dan Pengawasan Mutu Pangan, Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, timbangan analitik, stoples modifikasi, pengepres plastik, oven, desikator, mortar, gelas ukur, pencepit logam. Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kerupuk Rumput Laut Produksi UKM. Sinar Laut, Bantaeng, Kemasan Produk Kerupuk Rumput Laut, Garam NaOH (H2O), Garam MgCl2.6H2O, Garam K2CO3, Garam
KI, Aquades,
BaCl2.2H2O, Alluminium foil.
Garam NaCl, Garam
KCl,
Garam
22
C. Prosedur Kerja Penelitian ini menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Prosedur kerjanya antara lain: 1. Pengukuran Kadar Air Awal (Moisture Initial, Mi) a. Cawan bersih kosong dikeringkan dalam oven bersuhu kurang lebih 105oC selama satu jam. b. Didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan ditimbang (W1). c. Sejumlah 2 gram sampel (W2) dalam cawan dimasukkan dalam oven bersuhu 105oC selama enam jam sampai mencapai berat konstan. d. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (W3). Kadar air awal dihitung dengan rumus:
KA Mi =
𝑊1 +𝑊2 − 𝑊3 (𝑊3 −𝑊1 )
gH2O/gsolid
(8)
2. Pengukuran Kadar Air Kritis (Moisture Critical, Mc) a. Sampel disimpan pada kondisi RH 76% dengan menggunakan larutan NaCl jenuh. b. Secara periodik (tiap 24 jam) dilakukan uji penerimaan panelis terhadap kenampakan produk. c. Setiap hari dilakukan perhitungan rata-rata skor uji penerimaan, hingga rata-rata mencapai nilai 2 (tidak suka) ditetapkan bahwa produk telah berapa pada kondisi kritis.
23
d. Dilakukan pengukuran kadar air kritis dengan metode oven seperti yang dilakukan pada poin 1 di atas. Kemudian kadar air kritis dihitung dengan rumus:
KA Mc =
𝑊1 +𝑊2 − 𝑊3 (𝑊3 −𝑊1 )
gH2O/gsolid
(9)
3. Penentuan Kurva Sorpsi Isotermis a. Dilakukan preparasi larutan garam jenuh. b. Ditimbang sejumlah garam dan dimasukkan ke dalam humidic chamber. c. Diaduk dan ditambahkan sejumlah air sampai jenuh untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mengganggu proses sorpsi. d. Humidic chambers ditutup dan dibiarkan selama 24 jam pada kondisi suhu 300C. Jumlah garam dan air yang diperlukan disajikan pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5.
Jumlah Garam dan Air untuk Preparasi Larutan Garam Jenuh Jenis Garam RH Kuantitas (%) Garam Air (gram) (mL) NaOH (H2O) 7 150 85 MgCl2.6H2O 32 200 25 K2CO3 43 200 90 KI 69 200 50 NaCl 76 200 60 KCl 84 200 80 BaCl2.2H2O 90 250 70
Sumber: Agus (2004)
e. Diambil 5 gram produk dodol rumput laut yang telah dikemas.
24
f. Dodol rumput laut digantungkan dalam humidic chamber yang berisi larutan garam jenuh. g. Sampel ditimbang bobotnya secara periodik (tiap 24 jam) sampai diperoleh bobot yang konstan, berarti kadar air kesetimbangan terlah tercapai. h. Sampel yang telah mencapai berat konstan diukur kadar airnya dengan menggunakan metode oven dan dinyatakan dalam basis kering sepeprti pada poin 1. i. Dibuat kurva sorpsi isotermis dengan memplotkan kadar air dan aktivitas air keseimbangan. 4. Penentuan model sorpsi isothermis a. Nilai kadar air kesetimbangan (Moisture Equilibrium, Me) bersama dengan aw, dimasukkan dalam model persamaan sorpsi isothermis Chen Clayton, Henderson, Hasley, Caurie, dan Oswin. b. Kelima model persamaan sorpsi isotermis dievaluasi nilai Mean Relative Deviation (MRD). Jika nilai MRD <5 maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika 5<MRD <10 maka model tersebut agak tepat meggambarkan keadaan sebenarnya dan jika MRD>10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi sebenarnya.
MRD =
100 𝑛
𝑀𝑖−𝑀𝑝𝑖 𝑛 𝑖=1 𝑀𝑖
(10)
25
Mi
= Kadar air percobaan
Mpi = Kadar air hasil perhitungan n
= Jumlah data
5. Penentuan parameter pendukung a. Nilai
permeabilitas
kemasan
(k/x),
diperoleh
dari
rujukan
kepustakaan (Mona, 2007). b. Nilai tekanan uap jenuh (Po) pada suhu 300C diperoleh dari tabel Labuza. c. Nilai b (kemiringan kurva) diperoleh dari gradien kurva model persamaan sorpsi isotermis yang terpilih. d. Nilai luas penampang (A) diperoleh dengan mengalikan dimensi kemasan. e. Nilai total padatan (Ws) diperoleh dengan mengoreksi berat keseluruhan sampel diperkurangkan dengan kadar air awal. 6. Pendugaan umur simpan Semua parameter yang diukur dan ditetapkan pada tahap sebelumnya, antara lain: Mi, Mc, Me, k/x, Po, b, A dan Ws diintegrasikan ke dalam persamaan Labuza di bawah ini
𝜃=
(𝑀𝑒 −𝑀𝑖 ) (𝑀𝑒 −𝑀𝑐 ) 𝑘 𝐴 𝑃𝑜 𝑥 𝑊𝑠 𝑏
𝑙𝑛
(11)
Keterangan: Θ
=
Waktu perkiraan umur simpan (hari)
Me = Kadar air keseimbangan produk (g H2O/g padatan)
26
Mi = Kadar air awal produk (g H2O/g padatan) b
= Slove kurva sorpsi isotermis
Mc = Kadar air kritis (g H2O/g padatan) 𝑘 𝑥
A
= Permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) = Luas permukaan kemasan (m2)
Ws = Berat kering produk dalam kemasan (g padatan) Po = tekanan uap jenuh (mmHg)
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Parameter Pendukung Umur Simpan Umur simpan produk kerupuk rame’ rumput laut ditentukan dengan menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis. Umur simpan produk ini dihitung melalui persamaan Labuza (1982) adalah umur simpan pada penyimpanan RH 78%. Nilai RH dipilih untuk mewakili kondisi penyimpanan produk oleh konsumen. Melalui persamaan yang diturunkan oleh Labuza (1982) tentang umur simpan terdapat beberapa faktor dalam pendekatan kadar air kritis untuk menentukan umur simpan. Faktor-faktor tersebut adalah kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), rasio luas kemasan dengan berat kering produk (A/Ws), tekanan uap air jenuh pada kondisi penyimpanan (Po) dan kemiringan kurva sorpsi isothermis (b). 1. Kadar air awal (Moisture Initial, Mi) dan kadar air kritis (Moisture Critical, Mc) Kadar air awal merupakan kadar air yang dimiliki suatu produk sesaat setelah diproduksi dan siap untuk dipasarkan. Kadar air awal ini ditentukan berdasarkan AOAC, 2005 dengan menggunakan metode oven
melalui
perhitungan
basis
kering
dengan
suhu
105 0C.
Hasil pengujian telah diperoleh bahwa kadar air awal produk sebesar 0.0258 g H2O/g padatan. Kadar air yag dimiliki snack ini termasuk rendah karena dalam proses pembuatannya mengalami pemanasan
28
pada suhu tinggi. Snack termasuk dalam jenis makanan ringan yang masa simpannya dapat diperpanjang jika ditempatkan dalam kemasan yang dapat menghambat masuknya uap air misalnya kaleng atau plastik yang memiliki permeabilitas uap air rendah. Kandungan air dalam produk pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran, tekstur, dan daya tahan produk tersebut. Pada produk pangan kering misalnya kerupuk, kadar air merupakan karakteristik
kritis
yang
mempengaruhi
penerimaan
konsumen
terhadap kerupuk karena menentukan tekstur (kerenyahan) kerupuk. Kandungan air yang tinggi pada kerupuk akan menyebabkan tekstur kerupuk menjadi lembek. Kerenyahan adalah salah satu karakteristik utama dari produk kerupuk. Oleh karena itu dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa penyebab kerusakan kerupuk adalah hilangnya kerenyahan. Ini didasarkan atas pertimbagan bahwa kerusakan kerupuk yang paling dominan adalah kehilangan kerenyahan karena adsorpsi uap air produk. Jadi, dalam hal ini kadar air kritis diartikan sebagai kadar air dimana kerenyahan produk sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Kadar air kritis kerupuk pada penelitian ini ditentukan dengan melakukan pengamatan tekstur setiap 24 jam atau pada saat penimbangan dilakukan dan melihat kriteria mutu produk pada kadar air kritis pada tabel kriteria mutu yang ada. Dimana kadar air kritis ini batas
29
kehilangan kerenyahan maka pada saat kerupuk sudah lembek atau tidak renyah maka kadar air kritis tersebut sudah lewat. Jadi, apabila dalam penyimpanan kadar air produk makanan yang dikemas, dimana secara organoleptik masih dapat diterima oleh konsumen. Berdasarkan persamaan regresi linear dari kurva yang menunjukkan hubungan penyimpanan dan skor kesukaan. Kadar air kritis ditetapkan pada nilai kesukaan pada saat panelis menyatakan tidak suka sebagai batas penerimaan panelis terhadap kerenyahan produk. Penerimaan panelis terhadap kerenyahan kerupuk selama penyimpanan disajikan pada gambar dibawah.
Skor penerimaan
6 5 4 3 Rerata
2
Batas Kritis 1 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 Lama Pen]impanan
Gambar 3. Diagram hubungan lama penyimpanan dan skor kesukaan terhadap kerenyahan snack.
Diagram
di
atas
menunjukkan
hubungan
antara
lama
penyimpanan dengan hasil uji organoleptik kerupuk pada kerenyahan kerupuk. Hingga pada hari penyimpanan ke-28, rata-rata skor uji penerimaan telah mencapai titk 2,2 yang menandakan bahwa pada
30
produk telah berada pada kondisi kritis sehingga dieproleh adar air kritis kerupuk rumput laut adalah 0,0474 g H2O/g solid atau 4.74 %BK. Penurunan skor penerimaan panelis terhadap kerenyahan pada kerupuk terjadi seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan dan kadar air yang dimilki semakin meningkat dari kadar ai awal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robertson (2010), selama penyimpanan akan terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah. 2. Kadar Air Kesetimbangan (Moisture Equilibrum, Me) Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan kadar air bahan pangan ketika uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk (Fellows, 1990). Kadar air kesetimbangan yag diperlukan untuk membuat kurva sorpsi isothermis produk diperoleh dengan mengkondisikan sampel snack dalam beberapa jeniis larutan garam jenuh dengan kelembaban relatif yang berbeda-beda. Beberapa jenis garam yang digunakan dan RH masing-masing pada suhu 30 0C disajikan pada Tabel 5. Selama penyimpanan dalam berbagai kondisi RH diatas akan terjadi interaksi antara produk dengan lingkungannya. Uap air akan berpindah dari lingkungan ke produk atau sebaliknya sampai tercapai kondisi kesetimbangan. Perpindahan uap air ini terjadi sebagai akibat
31
perbedaan RH lingkungan dan produk, dimana uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH rendah. Tercapainya kondisi kesetimbangan antara sampel dan lingkungan ditandai oleh bobot sampel yang konstan. Bobot yang konstan ditandai oleh selisih penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90% (Adawiyah, 2006).
Kadar air
kesetimbangan yag diperoleh dari hasil penelitian dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air keseimbangannya disajikan pada tabel 6. Tabel 6. Kadar Air Kesetimbangan Kerupuk dan Waktu Tercapainya pada Beberapa RH Penyimpanan. RH (%) Aw KA. Keseimbangan g H2O/ g solid Waktu (Hari) 7 0.07 0.0142 0.0313 32 0.32 0.0428 43 0.43 0.0716 69 0.69 0.0875 76 0.76 0.1 84 0.84 0.1271 90 0.90 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2012
35 36 37 42 46 49 52
Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari masing-masing sampel tercapai pada selang penyimpanan 35-52 hari tergantung dari kelembaban relatif penyimpanan. Semakin tinggi nilai kelembapan relative penyimpanan, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi setimbang dengan lingkungannya. Kadar air kesetimbangan snack yang didapatkan menunjukkan kecenderungan penambahan berat kecuali sampel yang disimpan
32
pada RH 7%. Pada snack yang disimpan pada kondisi kelembaban relatif 7% proses yang terjadi adalah pelepasan uap air dari bahan ke lingkungan. Hal ini terjadi karena snack pada kondisi ini memiliki aktivitas air yang lebih tinggi dari kelembaban relative lingkungannya sehingga untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya snack akan melepaskan uap air. Sedangkan snack yag disimpan pada kelembaban relatif 32%, 43%, 69%, 76%, 84% dan 90% mengalami proses adsorpsi karena aktivitas air bahan yang lebih rendah dari kelembabab relatif lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan deMan (1979), penambahan atau penurunan bobot sampel selama penyimpanan menunjukkan fenomena hidratasi serta pernyataan Brooker et al., (1982), proses adsorpsi yang terjadi jika kelembaban relative udara lebih tinggi daripada Aw bahan sehingga bahan akan menyerap uap air dari lingkungan. 3. Kurva Sorpsi Isothermis Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan
antara
aktivitas
air
(aw)
atau
kelembaban
relative
kesetimbangan pada ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Winarno, 2004). Kurva sorpsi isothermis snack rame’ rumput laut disajikan pada gambar 4.
33
Kadar air (g H2O/g solid)
KURVA SORPSI ISOTHERMIS
0.14 0.12
0.1 0.08 0.06 0.04
0.02 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas air
Gambar 4 . Kurva sorpsi isothermis hasil percobaan Kurva ini diperoleh dengan memplotkan kadar air kesetimbangan yag dihasilkan dengan nilai aktifitas air
atau RH lingkungannya
masing-masing akan membentuk suatu kurva yang disebut kurva sorpsi isothermis. Kurva ini membentuk sigmoid menyerupai huruf S walau tidak sempurna.
Menurut Fennema (1996), bentuk kurva sangat
beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi. 4. Model persamaan sorpsi isothermis Telah banyak model-model persamaan matematis yang telah dikembangkan untuk menjelaskan fenomena sorpsi isothermis secara teoritis (Chirife dan Iglesias 1978, Van den Berg dan Bruin 1981). Namun dalam penelitian ini hanya akan dipilih 5 model persamaan
34
matematis, yaitu model Hasley, Chen-Clayton, Henderson, Caurie dan Oswin. Model-model
persamaan
kurva
sorpsi
ini
dipilih
karena
berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mampu menggambarkan kurva sorpsi isothermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas (Chirife dan Iglesias 1978, Van den Berg dan Bruin 1981, Isse et al., 1992). Selain itu, model-model persamaan tersebut memiliki dua parameter sehingga pengerjaannya akan lebih sederhana dan lebih mudah penyelesaiannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) bahwa jika tujuan penggunaan kurva sorpsi isotermis tersebut untuk mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi maka model-model persamaan yang sederhana dan lebih sedikit jumlah parameternya akan lebih cocok digunakan. Untuk
mempermudah
perhitungan
maka
model-model
persamaan metematis yang digunakan dimodifikasi bentuknya dari persamaan non linier menjadi persamaan linier dengan transformasi log dan atau log normal sehingga dapat ditentukan nilai-nilai ketetapannya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil ini dapat memilih suatu regeresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar (Walpole, 1995). Persamaan-persamaan linear dari model-model persamaan kurva sorpsi isotermis disajikan pada Tabel 7.
35
Tabel 7. Persamaan Kurva Sorpsi Isotermis Kerupuk Rame’ Rumput Laut dan Nilai Mean Relative Deviation (MRD) Model Persamaan Nilai MRD Chen-Clayton ln[ln(1-Aw)]= -27.79x + 1.1205 Me Henderson log[ln(1/1-Aw)]= 1.5455x + 1.8109 log Me Hasley log[ln(1/Aw)]= 1.4474x - 2.1551 log Me Caurie ln Me= 2.4551x - 4.2933 Aw Oswin ln Me= 0.4611x - 3.0309 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2012
14.40 7.76 19.07 5.64 4.30
Tabel di atas menunjukkan nilai Mean Relative Deviation (MRD) yang diperoleh dari masing-masing persamaan. Model persamaan yang dapat menggambarkan kurva sorpsi isotermis yang paling tepat untuk kerupuk rumput laut ini adalah model Oswin. Model persamaan Oswin terpilih sebagai model yang memiliki kurva paling berhimpit dengan kurva sorpsi isotermis percobaan dibandingkanmodel-model persamaan lainnya. Model persamaan Oswin memiliki nilai MRD paling rendah dibandingkan
model-model
persamaan
yang
lain
yaitu
4.30.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa model persamaan Oswin dapat menggambarkan
keseluruhan kurva sorpsi isotermis kerupuk dengan
tepat (MRD< 5). Model persamaan Henderson dan Caurie agak tepat dalam menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis (5 < MRD <10)
sedangkan
persamaan
model
Chen
Clayton
dan
Hasley
menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis tidak tepat karena (MRD>10). Hal ini sesuai menurut Tarigan et al., semakin kecil nilai MRD yang diperoleh maka semakin tepat kurva model persamaan tersebut dalam
menggambarkan
kondisi
kadar
air
kesetimbangan
hasil
percobaan. Disajikan pada Gambar 5, kurva sorpsi isothermis dari
36
model matematik Oswin berimpit dengan kurva sorpsi isotermis dari
Kadar air (g H2O/g padatan)
hasil percobaan. 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
PERCOBAAN OSWIN
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas air
Gambar 5. Kurva sorpsi isotermis hasil percobaan dan model Oswin
Berdasarkan gambar di atas dapat disajikan bahwa, semakin kecil nilai MRD yang dihasilkan maka semakin berhimpit kurva hasil percobaan yang telah diperoleh sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tarigan et al., bahwa semakin kecil nilai MRD maka semakin tepat pula model tersebut dalam menggambarkan fenomena sorpsi isotermis yang terjadi. 5. Nilai Kemiringan (b) Kurva Sorpsi Isotermis Nilai slope kurva sorpsi isotermis (b) ditentukan pada daerah linear (Arpah, 2001). Daerah linear untuk menentukan slope kurva sorpsi isothermis diambil pada daerah yang melewati Mo (kadar air awal) (Labuza, 1982) Nilai slope dapat disajikan pada kurva sorpsi isothermis model Oswin di bawah ini.
Kadar air (g H2O/g solid)
37
0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
y = 0.129x - 0.005 R² = 0.903 OSWIN Linear (OSWIN) 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas Air
Gambar 6. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Oswin untuk kerupuk rame’ rumput laut.
Melalui gambar tersebut dapat disajikan bahwa nilai slope pada kurva sorpsi isothermis adalah 0.129 berdasarkan model persamaan Oswin. Nilai 0.129 ditentukan sebagai slope garis lurus yang melewati kadar air awal dan kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza bahwa daerah linear untuk menentukan slope kurva sorpsi isothermis diambil pada daerah yang melewati Mo (kadar air awal). Titik-titik hubungan antara aktifitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b persamaan tersebut merupakan slope kurva sorpsi isotermis. Persamaan Oswin merupakan persamaan yang tepat dalam menggambarkan kondisi sebenarnya untuk snack rame’ yang menghasilkan kurva dengan tingkat kemulusan yang tinggi. 6. Parameter Pendukung Parameter pendukung umur simpan yang sangat penting untuk ditentukan
selain
parameter-parameter
yang
telah
disebutkan
sebelumnya seperti permeabilitas kemasan wafer (k/x), luas kemasan
38
(A), berat solid wafer per kemasan (Ws), dan tekanan uap air murni pada suhu 300C(Po). Permeabilitas uap air kemasan (k/x) adalah kecepatan atau laju transmisi adanya perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk dengan lingkungannya pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson 1993). Laju transport uap air dan oksigen dari udara adalah factor utama dalam melakukan kontrol umur simpan dari makanan kering dan produk-produk lain yang mengandung lipid atau komponenkomponen yang sensitive terhadap oksigen. Semakin tingginya suhu, maka pori-pori plastik akan semakin membesar sehingga permeabilitas plastik meningkat. Oleh karena itu penentuan permeabilitas uap air kemasan
harus
dilakukan
dengan
suhu
yang
konstan
untuk
menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik. Jenis kemasan yag digunakan pada produk ini adalah jenis metallized plastik. Kemasan metallized plastik ini cocok untuk produk yang membutuhkan barier tinggi terhadap uap air dan gas. Menurut Mona (2007), jenis kemasan ini memiliki permeabilitas 0.0136 g/m2.hari. mmHg. Jenis kemasan ini memiliki permebabilitas sangat rendah dibandingkan dengan jenis kemasan laiinya. Semakin rendah nilai k/x suatu kemasan maka semakin baik digunakan sebagai pengemas atau barrier terhadap uap air sehingga umur simpan bahan pangan yang dikemas semakin lama. Proses difusi yang terjadi pun semakin sedikit sehingga dapat mempertahankan kerenyahan produk.
39
Parameter lainnya seperti luas kemasan, bobot padatan per kemasan, dan tekanan uap murni pada suhu 30 0C juga dianalisis dalam pengaruhnya terhadap umur simpan produk. Luas kemasan metallized plastic
yang diperoleh adalah 0,02535 m2. Kemasan dengan luas
permukaan yang lebih besar dapat memperlambat laju difusi uap air. Sehingga untuk mencapai kadar air kritisnya menjadi lebih lama dan umur simpan produk menjadi lebih panjang. Bobot padatan perkemasan diperoleh dengan mengoreksi bobot keseluruhan dengan kadar air awal produk snack rumput laut. Bobot padatan yaitu 97.42% x 50 gram = 48.71. Tekanan uap murni pada suhu 300C diperoleh berdasarkan tabel uap air Labuza (1982) yaitu sebesar 31,824 mmHg. B. Umur Simpan Kerupuk Rame’ Rumput Laut Umur simpan ditetapkan berdasarkan beberapa faktor dalam penedekatan kadar air kritis. Adapun faktor-faktor tersebut adalah kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), rasio luas kemasan dengan berat kering produk (A/Ws), tekanan uap air jenuh pada kondisi penyimpanan (Po) dan kemiringan kurva sorpsi isothermis (b). Model sorpsi isothermis masing-masing produk yang dipilih digunakan untuk menentukan nilai kadar air kesetimbangan (Me) produk di RH tertentu dan nilai kurva sorpsi isothermis produk (b). Model sorpsi isothermis yang dipilih untuk produk snack rame’ rumput laut ini adalah
40
model persamaan Oswin (MRD<5). Nilai slope ditentukan dari daerah linier kurva sorpsi isothermis yang telah ditentukan sebelumnya dari persamaan kurva sorpsi isothermis model Oswin yaitu 0.129. Berat kering produk snack rame’ rumput laut dengan kemasan sebesar 0.02535 m2 adalah 48.71 gram dengan permeabilitas kemasan 0.0136 dan tekanan uap air jenuh pada penyimpanan suhu 300C adalah 31.824 mmHg. Dari semua data yang ada, maka umur simpan dapat ditentukan.
Umur
simpan
produk
akan
dihitung
pada
kondisi
penyimpanan di RH 78%. Hasil perhitungan umur simpan diperoleh yaitu 221 hari. Perhitungan umur simpan produk kerupuk rame’ rumput laut dapat juga disajikan pada tabel 8. Tabel 8. Nilai Parameter Perhitungan Umur Simpan Produk Kerupuk Rame’ Rumput Laut. Parameter Nilai RH 78 Aw 0.78 KA awal (Mi) (g H2O/g padatan) 0.0258 KA kritis (Mc) (g H2O/g padatan) 0.0474 Slope kurva sorpsi isothermis (b) 0.129 KA Kesetimbangan (Me) (g H2O/g padatan) 0.0956 Permeabilitas kemasan (k/x) 0.0136 (g/m2.hari.mmHg) Luas Kemasan (A) (m2) 0.02535 Berat padatan per kemasan (Ws) 48.71 0 Tekanan uap jenuh suhu 30 C (Po) (mmHg) 31.824 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (2012), Labuza (1982) dan Mona (2007). Nilai-nilai
yang
diperoleh
persamaan Labuza (1982),
kemudian
diintergarasikan
dalam
41
(Me − Mi) (Me − Mc) θ= k A Po x Ws b (0,0956 − 0,0258) ln (0,0956 − 0,0474) θ= 0,02535 31,824 (0,0136) 48,71 0,129 (0,0698) ln (0,0482) θ= (0,0136) 0,0005 246,69 ln 1,4481 θ= (0,0136) 0,0005 246,69 0,3701 θ= = 221 hari 0,00167 ln
Berdasarkan
penjabaran
di
atas
dapat
diketahui
bahwa
pendugaan umur simpan produk kerupuk rame’ rumput laut yang dikemas adalah 221 hari pada RH 78%.
42
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pendugaan umur simpan produk kerupuk rame’ rumput laut yang dikemas memiliki umur simpan selama 221 hari. Dengan adanya umur simpan yang diperoleh, maka dapat pula diperoleh suatu jaminan mutu mengenai keamanan suatu produk sehingga masyarakat lebih yakin dalam mengkonsumsi produk tersebut. B. Saran Perlunya dilakukan penanganan yang lebih baik lagi, dengan memperhatikan faktor luar seperti kemasan produk agar tidak rusak sehingga umur simpan produk lebih optimal.
43
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah. 2006. Hubungan sorpsi air, suhu transisi gelas, dan mobilitas air serta pengaruhnya terhadap stabilitas produk pada model pangan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Agus, Spriai. 2004. Optimasi Teknologi Pengolahan Kajian Sorpsi Isothermik Beras Jagung Instan. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor Anonim. 2009. Tentang Pembuatan Kerupuk. http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/09/tentangpembuatan -kerupuk.html. Diakses tanggal 28 Oktober 2011. Anonim, 2012. Teknologi Tepat Guna. http://www.kp3k.kkp.go.id/ttg/?m=3&dd=549. Di akses tanggal 28 Oktober 2011. [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Offial Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemyst, Inc. Arpah. 2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Woofon. 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta. Brooker, D.B., F.W. Bakker-Arkem dan C.W. Hall. 1982. Sorption Equilibrum Moisture Contents of Wheat Kernel and Chatt. Trans Of The ASAE. 25 (4) : 1086 Christian, J.H.B. 1980. Reduced water activity. p. 79−90. In J.H. Silliker, R.P. Elliot, A.C.Baird-Parker, F.L. Brian, J.H.B. Christian, D.S. Clark, J.C. Olson Jr., and T.A. Roberts (Eds.). Microbial Ecology of Foods. Academic Press, New York. Clifford, W. H., S. Gyesly dan V. Manathuaya. 1977. Accelerated Tes VS Calculation Bassed On Product. Package Properties. Michigan Stale University, Eas. Learning Michigan. deMan, J. 1979. Principles of Food Chemistry. Wadsworth, Inc, Belmont. Fennema, O.R. Editor. 1996. Food Chemistry, 3 ed. Marcel Dekker. New York
44
Fellows R. 1990. Construction management. London. B.T Batsfer, Ltd. Febriyanti. 2002. Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Kemasan Pangan di PT.Interkemas Flexipack. Laporan Praktek Lapang. Fateta IPB, Bogor. Floros.J.D. ,V. Gnanasekharan, V.. 1993. Shelf Life Prediction Of Packaged Foods. Chemical, Biological, Physical And Nutrisional Aspects, (G.Charalambous, ed.).Elsevier Publ. London. Henderson, S.M dan R.L. Perry, 1976. Agricultural Process Engineering. AVI Publishing Co.Inc, Wesport,CT. Herawati, Heni. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah. Hine, D. J. 1987. Modern Processing, Packaging, and Distribution System for Food. Backie, London. Isse, M. G., H. Schuchmann, dan H. Schubert. 1992. Divided sorption isothermconcept an alternative way to describe sorption isotherm data. J. Food Eng.16 : 147 – 157. Kusnandar, Feri. 2011. Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing. Labuza, T.P. 1980. The effect of water activity on reaction kinetics of food deterioration. Food Tecchnol. 34 (1), 36. Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press., Inc., Westport, Connecticut. Michael Eskin and David S. 2001. Robinson CRC Press LLC, Boca Raton. Mona F. 2007. Kajian metode penentuan umur simpan produk biscuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan model kadar air kritis [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Poncomulyo, Taurino. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Depok: Agromedia Pustaka. Robertson GLa. 1993. Food Packaging Principle and Practices. Marcel Dekker, Inc.NY. _____________b. 2010. Food Packaging and shelf life: A Pratical Guide. Boca Raton, Florida: CRC Press.
45
Syarief, Rizal dan Halid Hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. PAU. Ilmu Pangan. Bogor. Syarief, R., S. Santausa, dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar-Universitas, Institut Pertanian Bogor. Tarigan E, Prateepchaikul G, Yamasaengsung R, Sirichote A, Tekasakul P. 2006. Sorpstion isothermis of shelled and unshelled kernels of candle nuts. Journal of Food Engineering 75;447-452. Van den Berg C, Bruin S. 1981. Water Activity And Its Estimation In Food System. Theoritical Aspects. New York: Academy Press. Walpole RE. 1990. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, FGa. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. __________b. 2004. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 01. Pengukuran Kadar Air Awal dan Kadar Air Kritis 1. Kadar Air Awal Berat Berat Berat No Cawan Sampel Akhir (W1) (W2) (W3) 1 12.1267 3.5812 15.6132 2 11.9489 3.6973 15.5569 3 12.3845 3.5146 15.8111 Rerata
KA BK (%)
g H2O/ g solid
2.71 2.47 2.56 2.58
0.0271 0.0247 0.0256 0.0258
2. Kadar Air Kritis No 1 2 3
Berat Berat Berat Cawan Sampel Akhir (W1) (W2) (W3) 15.8778 4.7485 20.4022 19.1481 4.6169 23.5563 21.1988 4.8427 25.8304 Rerata
KA BK (%) 4.95 4.73 4.55 4.74
g H2O/ g solid 0.0495 0.0473 0.0455 0.0474
Lampiran 02. Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan pada Berbagai rentang RH
48
1. Larutan Garam Jenuh Natrium Hidroksida No Berat Berat Berat KA BK Cawan Sampel Akhir (W3) (%) (W1) (W2) 1 19.1469 6.0396 25.1027 1.40 2 15.2979 5.8953 21.1068 1.48 3 15.0452 4.8170 19.7963 1.38 Rerata 1.42 2. Larutan Garam Jenuh Magnesium Klorida No Berat Berat Berat Akhir Cawan Sampel (W3) (W1) (W2) 1 12.296 3.6473 15.8319 2 13.2563 3.3156 16.4751 3 11.9507 3.2299 15.0786 Rerata
KA BK (%) 3.15 3.00 3.26 3.13
3. Larutan Garam Jenuh Potasium Karbonat No Berat Berat Berat KA BK Cawan Sampel Akhir (W3) (%) (W1) (W2) 1 12.8651 3.9493 16.6514 4.30 2 12.1601 3.1177 15.1504 4.26 3 13.2771 3.0046 16.1582 4.28 Rerata 4.28 4. Larutan Garam Jenuh Potasium Iod No Berat Berat Berat Cawan Sampel Akhir (W3) (W1) (W2) 1 2 3
12.136 12.546 12.16
3.983 4.168 3.596
KA BK (%)
15.851 16.4413 15.5122
5. Larutan Garam Jenuh Natrium Klorida No Berat Berat Berat
7.21 7.00 7.27 7.16
KA BK
49
1 2 3
Cawan (W1) 12.833 11.018 12.41
Sampel (W2) 3.422 3.512 3.483 Rerata
Akhir (W3) 15.981 14.246 15.612
(%) 8.7 8.79 8.77 8.75
6. Larutan Garam Jenuh Potasium Klorida No Berat Berat Berat KA BK Cawan Sampel Akhir (%) (W1) (W2) (W3) 1 17.938 5.1268 22.5948 10.09 2 18.5769 6.0032 24.0375 9.93 3 16.9065 5.5505 21.9533 9.98 Rerata 10.00 7. Larutan Garam Jenuh Barium Klorida No Berat Berat Berat Cawan Sampel Akhir (W1) (W2) (W3) 1 2 3
11.912 10.683 13.136
3.543 3.764 3.418 Rerata
15.051 14.03 16.166
KA BK (%) 12.87 12.45 12.80 12.71
Lampiran 03. Nilai Kadar air kesetimbangan pada berbagai rentang RH dan kurva sorpsi isotermis produk kerupuk rame’ rumput laut.
50
No.
RH
Aw
1 2 3 4 5 6 7
7 32 43 69 76 84 90
0,07 0,32 0,43 0,69 0,76 0,84 0,90
0
0.2
g H2O/ g solid 0.0142 0.0313 0.0428 0.0716 0.0875 0,1 0,1271
% KA BK 1.42 3.13 4.28 7.16 8.75 10.00 12.71
Kadar air g H2O/g solid
0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0.4
0.6
Aktivitas air
0.8
1