1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Minuman herbal atau jamu merupakan salah satu jenis minuman di Sulawesi Selatan belum begitu berkembangan saat ini. Manusia pada zaman dahulu mengolah tanaman-tanaman herbal menjadi minuman untuk keperluan pengobatan, namun pada era industri modern seperti sekarang produk-produk minuman herbal belum begitu berkembang. Padahal pegolahan tanaman herbal dapat menjadi potensi besar untuk industri minuman herbal. Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah dan obat yang banyak diolah menjadi produk miuman herbal. Berbagai jenis kunyit telah banyak digunakan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan dalam industri pengolahan minuman herbal. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin kritis terhadap konsumsi makanan dan minuman untuk menunjang kesehatan, sehingga masyarakat akan lebih selektif dalam memilih suatu produk pangan. Kesibukan dan aktivitas dari masyarakat di era modern menuntut produsen produk pangan menciptakan sebuah inovasi produk pangan yang dapat disajikan dengan cepat dan praktis namun tetap memperhatikan kelengkapan nilai gizinya. Salah satu produk pangan yang saat ini banyak dikembangkan adalah produk minuman dalam bentu serbuk. Produk minuman berbentuk
2
serbuk telah lama dikembangkan dan hingga sekarang ini sudah banyak produk minuman serbuk yang diedarkan dipasaran. Minuman serbuk merupakan jenis minuman yang memilik daya simpan lama dan lebih praktis dalam penyajiannya. Beberapa jenis produk minuman dalam bentuk serbuk yang telah ada di pasaran seperti serbuk minuman teh, serbuk minuman buah-buahan dan serbuk minuman tradisonal dengan berbagai pilihan rasa dan merk dagang. Pada penelitian ini dilakukan proses pembuatan salah satu jenis produk minuman serbuk yaitu serbuk minuman tradisonal dengan menggunakan bahan dasar kunyit putih (Kaempferia rotunda L). Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan dalam industri baik itu industri skala rumah tangga maupun industri-industri skala besar sehingga mampu meningkatkan nilai jual atau ekonomis dari tanaman kunyit putih (Kaempferia rotunda L). B. Rumusan Masalah Kunyit putih (Kaempferia rotunda L) sebagai salah satu jenis tanaman
herbal
yang
memiliki
manfaat
besar
bagi
kesehatan.
Kurangnya pemanfaatan menyebabkan tanaman ini kurang dikenal. Salah satu pemanfaatan kunyit putih yang dilakukan pada penelitian ini yakni dengan mengolahnya menjadi serbuk. Dalam pengolahan kunyit putih menjadi serbuk belum diketahui berapa perbandingan penambahan tepung kunyit putih dengan gula tebu yang terbaik. dan bagaimana
3
karakteristik kimia serta hasil organoleptik serbuk kunyit puith yang dihasilkan. Sehingga serbuk kunyit putih yang hasilkan dapat dihasilkan dapat diterima oleh konsumen bila diproduksi nantinya. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui perbandingan penambahan tepung kunyit putih dengan gula pasir dalam pembuatan minuman herbal. 2. Untuk mengetahui karakteristik kimia serbuk minuman herbal kunyit putih yang dihasilkan. 3. Untuk mengetahui hasil organoleptik (warna, aroma, dan rasa) serbuk minuman herbal kunyit putih yang dihasilkan. Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Meningkatkan pemanfaatan tanaman kunyit putih (Kaempferia rotunda L) dalam industri pengolahan pangan khususnya pada industri minuman herbal. 2. Agar minuman ini dapat dinikmati oleh konsumen sebagai minuman untuk kesehatan. Berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kunyit Putih (Kaempferia rotunda L) Kunyit putih merupakan tanaman semak yang tumbuh semusim dan memiliki tinggi 30-70 cm. Batangnya berpelepah, lunak, membentuk rimpang, dan berwarna hitam keabu-abuan. Daunnya tunggal, lanset, ujung runcing, pangkal berpelepah, tepi rata, ibu tulang daun menonjol, panjang 70 cm, berwarna hijau muda. Bunganya majemuk, berbentuk tabung, kelopak lanset, memiliki panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm, mahkota panjang 10-19 cm, benang sari dan putik kecil, berwarna putih. Kunyit putih memiliki akar serabut dan berwana putih. Tanaman kunyit putih diklasifikasikan sebagai berikut (Anonim, 2011a). Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Kaempferia
Jenis
: Kaempferia rotunda L. Ciri-ciri spesifik Kunyit/ kunir putih adalah helaian daunnya
berwarna hijau muda sampai hijau tua. Kulit rimpang berwarna putih saat masih segar dan menjadi kuning kecoklatan setelah kering. Daging
5
rimpang berwarna kuning muda dengan aroma harum seperti buah mangga. Berbeda dengan rimpang temu putih, rimpang kunir putih sangat mudah dipatahkan (getas), rasanya tidak pahit, dan rimpang muda enak dimakan sebagai lalapan. Bagian tanaman yang digunakan untuk obat adalah rimpangnya (Karyasari, 2011). Syarat pertumbuhan dari tanaman kunyit putih adalah sebagai berikut (Dyah, 2011) : 1. Tumbuh baik pada tanah jenis latosol (tanah perkebunan), aluvial (endapan lumpur sungai yang subur), dan regosol (endapan abu vulkaik dengan butiran kasar). 2. Ketinggian tempat 240 - 1200 m di atas permukaan laut (dpl) 3. Curah hujan 2000 – 4000 ml/ tahun. 4. Kunyit juga dapat tumbuh di bawah tegakan tanaman keras seperti sengon, jati yang masih muda sekitar umur 3 - 4 tahun, dengan tingkat naungan tidak lebih dari 30%. B. Komposisi Kimia Kunyit putih merupakan salah satu tanaman obat keluarga (toga) yang
mungkin
tidak
seakrab
saudara
kandungnya,
kunir
alias
kunyit. Kunyit putih memiliki rasa yang lebih getir dibandingkan dengan kunyit kuning. Namun aroma yang dimiliki lebih khas dan kuat lantaran kandungan minyak atsirinya lebih banyak. Kunyit putih diketahui banyak mengandung minyak atsiri yang terdiri atas curdione dan curcumol.
6
Memiliki sifat antioksidan yang dapat menahan zat radikal bebas penyebab tumbuhnya sel kanker, antiinflamasi (peradangan) serta dapat meningkatkan sel darah merah (Kriswanto, 2011). Kandungan kimia yang terdapat di dalam kunyit putih antara lain saponin, polifenol, curcumin, 2-norbornane, 3-methylene, caryophylen oxcide, cyclopentane acetaldehyde, caryophylen, dan cinnamyltiglate. Tanaman ini juga memiliki sifat hemostatis (menghentikan pendarahan), menambah nafsu makan, analgesik, antitoksik, dan mempercepat penyembuhan luka (Yellian, 2011). Komposisi kimia kunyit yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 01. Komposisi Kimia Kunyit Menurut Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Komposisi zat gizi makanan /100 No. Satuan Kadar gram bdd 1. Air g 84.9 2. Energi kkal 69 3. Protein g 2 4. Lemak g 2.7 5. KH g 9.1 6. Abu g 1.3 7. Kalsium mg 24 8. Fosfor mg 78 9. Besi mg 3.3 10. Tiamin mg 0.03 11. Vitamin C mg 1 Sumber : (Mahmud, dkk, 2009).
7
Komponen kimia yang terdapat pada kunyit dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 02. Komposisi Kimia Kunyit Munurut Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. No. Komponen Satuan Kadar 1.
Glukosa
%
28
2.
Fruktosa
%
12
3.
Protein
%
8
4.
Kadar Minyak : -
Turmerone
%
60
-
Zingiberene
%
25
Sumber : (Muchtadi, dkk, 2010). Komposisi kimia yang terdapat pada kunyit putih dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 03. Komposisi Kimia Kunyit No. Komponen
Satuan
Kadar
1.
Lemak
%
1–3
2.
Karbohidrat
%
3
3.
Protein
%
30
4.
Patih
%
8
5.
Vitamin C
%
45 – 55
Kadar Minyak : 6.
-
Tumeon
%
60
-
Zingiberen
%
25
Sumber : (Raina, 2012).
8
Pati memiliki dua fraksi utama yaitu amilosa dan amilopektin. Proses
pemanasan
di
samping
terjadi
pembengkakan
granular
pati juga diikuti dengan peningkatan viskositas. Semakin besar pembangkakan
granula,
semakin
besar
viskositas
setelah
pembengkakan maksimum, dan pemanasan tetap dilanjutkan dengan suhu diatas 650C, granula pati membengkak dimana pati akan menyerap air lebih banyak (Winarno, 2004). C. Proses Pembuatan Minuman Serbuk Beberapa
metode
proses
mikroenkapsulasi
yang
sudah
dievaluasi dan dikomersilkan untuk penggunaan pada bahan makanan, yaitu dengan metode spray drying, penyalutan dengan suspensi udara, extrusion dan spray cooling atau spray chiling. Metode yang lain adalah metode ko-kristalisasi, yaitu metode/teknik perkembangan terbaru dalam dunia enkapsulasi yang masih perlu dipelajari untuk mendapatkan kondisi optimun (Dziezak, 1988). Menurut Standar Nasional Indonesia 01-4320-1996, serbuk minuman tradisional adalah produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang dibuat dari campuran gula dan rempah-rempah dengan
atau
tanpa
penambahan
bahan tambahan makanan yang diizinkan.
bahan makanan
lain
dan
9
Tabel 04. Syarat Mutu Serbuk Minuman Tradisional Menurut Standar Nasional Indonesia 01-4320-1996. No. 1.
Kriteria Uji Keadaan : Warna Bau
Satuan skor skor
Rasa 2. 3. 4. 5.
6.
7. 8.
Air, b/b Abu, b/b Jumlah gula (dihitung sakarosa), b/b Bahan tambahan Pemanis buatan - Sakarin - Siklamat Pewarna tambahan Cemaran : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba : Angka lempeng total Coliform
% %
normal normal, khas rempah-rempah normal, khas rempah-rempah maks. 3,0 maks. 1,5
%
maks. 85,0
skor
sebagai
Persyaratan
-
-
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/gr APM/gr
Tidak boleh ada Tidak boleh ada Sesuai SNI 01-02221995 maks. 0,2 maks. 2,0 maks. 50 maks. 40,0 maks. 0,1 3
3 x 10 <3
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996). Kristalisasi adalah suatu proses pemisahan dimana terjadi alih massa dari fase cair menjadi kristalisasi padat murni. Komponenkomponen yang dapat larut dalam larutan beralih melalui kondisi yang disesuaikan menjadi larutan lewat jenuh sehingga terjadi pembentukan kristal. Pada umumnya terjadi melalui penurunan pemekatan larutan (Earle, 2000).
temperatur atau
10
D. Bahan Tambahan Gula atau sukrosa mempunyai daya larut tinggi, kemampuan mengurangi cukup
kelembaban
besar
pengawetan
relatif
sehingga
bahan
makanan.
Cotoh
dan ini
mengikat
banyak
sebagian
air
juga
digunakan
untuk
bahan
pengawet
misalnya pada produk manisan buah atau sayuran dan produk minuman yang
olahan
cukup
seperti
tinggi.
sirup
Gula
yang
juga
mempunyai
berfungsi
kadar
membentuk
gula tekstur
plastis pada produk selai atau jem, agen pengikat flavour dan pembentuk
flavour
melaui
reaksi
pencoklatan
(browning).
Untuk
proses pembuatan minuman dan jem seperti olahan dari tamarillo, gula yang digunakan adalah gula kristal yang berwara putih bersih dan kering. Bila gula yang dipakai tidak kering atau basah maka harus dikeringkan terlebih dahulu (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Gula yang banyak digunakan sehari-hari oleh masyarakat adalah yang dan
pasir
mempunyai banyak
kopyor. dalam
gula
peran
terdapat
Industri bentuk
(sukrosa).
penting
dalam
makanan
kristal
Sukrosa
halus
dalam
tebu, biasa atau
merupakan
disakarida
pengolahan
bit,
siwalan
dan
menggunakan kasar
dan
dalam
makanan kelapa sukrosa jumlah
yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup).
11
Sukrosa glukosa
terdiri dan
dari
fruktosa.
dua Ikatan
molekul yang
monosakarida mengikat
dua
yaitu molekul
monosakarida disebut dengan ikatan glikosidik, ikatan ini terjadi antara atom C nomor 1 dengan atom C nomor 4 atau dengan melepas 1 molekul air (Winarno, 1997). Mutu gula pasir yang digunakan dalam industri makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 05. Syarat Mutu Gula Pasir yang Digunakan Pada Industri Makanan Menurut Santar Nasional Indonesia 01–3140–1992. No
Kriteria Uji
Satuan
1. Keadaan 1.1. Bau skor 1.2. Rasa skor 2. Warna (nilai remisi yang direduksi) % b/b 3. Berat jenis butir mm 4. Air % b/b 5. Sukrosa % b/b 6. Gula pereduksi % b/b 7. Abu % b/b 8. Bahan asing tidak larut Derajat 9. BTM Belerang dioksida (SO2) mg/kg 10. Cemaran logam 10.1. Timbal (Pb) mg/kg 10.2. Tembaga (Cu) mg/kg 10.3. Raksa (Hg) mg/kg 10.4. Seng (Zn) mg/kg 10.5. Timah (Sn) mg/kg 11. Arsen (As) mg/kg Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).
Persyaratan Normal Normal Minimum 53 0,8 – 1,2 Maksimum 0,1 Minimum 99,3 Maksimum 0,1 Maksimum 0,1 Maksimum 5 Maksimum 20 Maksimum 2,0 Maksimum 2,0 Maksimum 0,03 Maksimum 40 Maksimum 40 Maksimum 1,0
12
kimia
Sukrosa
adalah
C12H22O11,
yang
dua
komponen
Gula
sendiri
merupakan
monosakarida merupakan
diartikan
bagi
setiap
pemanis,
tetapi
dalam
menyatakan
karbohidrat
sukrosa,
yaitu
suatu
gula
dan
D-glukosa
rumus
terdiri
dan
umum
yang
pangan
yang
mempunyai
disakarida
istilah
karbohidrat industri
yang
D-fruktosa.
yang
sering
digunakan
yang
sebagai
digunakan
diperoleh
dari
dari
bit
untuk atau
tebu (Goutara dan Wijandi, 1985). Gula terlibat dalam pengawetan (minimal 3% atau 30 gram/ kg bahan) dan pembuatan aneka produk-produk makanan. Daya larut yang tinggi dari gula, kemampuan mengurangi keseimbangan relatif (ERH) dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula yang dipakai dalam pengawetan bahan pangan. Apabila gula ditambahkan kedalam bahan dengan konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut)
sebagian
dari
air
yang
ada
menjadi
tidak
tersedia
untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang (Buckle, et al., 1987).
13
E. Analisis Kimia Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 - 110 C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan. Air juga merupakan komponen
penting
dalam
bahan
makanan
karena
air
dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno, 2004). Abu
adalah
zat
organik
sisa
hasil
pembakaran
suatu
bahan organik. Beberapa vitamin dan semua mineral bersifat larut dalam yang
air
sehingga
digunakan
dapat
untuk
terbuang
memasak.
bersama Pemasakan
dengan dengan
cairan cara
14
cepat
dan
menggunakan
sedikit
atau
tanpa
air
merupakan
pilihan tepat untuk mempertahankan vitamin dan mineral. Bahan makanan sebagian besar, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Kandungan
atau
komposisinya
tergantung
pada
macam
bahan dan cara pengabuannya. Menurut Fauzi (2006), bahwa kadar abu
ada
hubungannya
dengan
mineral
suatu
bahan.
Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu : 1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat, dan lain-lain. 2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat, dan logam alkali. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasa dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang terkenal dengan pengabuan.
15
F. Organoleptik Secara fisik
warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang
sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu. Selain itu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator terhadap kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan warna yang seragam dan merata (Winarno, 1992). Warna industri
merupakan
pengolahan
faktor
bahan
yang
sangat
pangan.
penting
Konsumen
dalam umunya
melakukan penilaian dan keputusan untuk membeli berdasarkan penampakan visual dari bahan pangan itu sendiri dan terkadang, warna atau kenampakan visual tersebut dikaitkan dengan kualitas dari bahan (Good, 2003). Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam menetukan
kualitas
atau
derajat
penerimaan
dari
suatu
bahan
pangan. Suatu bahan pangan yang dinilai enak dan teksturnya kurang sedap dipangang atau telah menyimpang dari warna yang seharusnya.
Penentuan
mutu
suatu
bahan
pangan
tergantung
dari beberapa faktor, tetapi sebelum faktor lain diperhatikan secara visual faktor warna tampil lebih dahulu untuk menentukan mutu bahan pangan (Rempangan, 1985).
16
Rasa
berbeda
dengan
bau
dan
lebih
melibatkan
lidah.
Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat yaitu : asin, asam, pahit, dan manis. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kecup-kecup cecapan yang terletak pada paila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah (Winarno, 2004). Bahan makanan umumnya dapat dikenali dengan mencium aromanya. Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penetuan derajat penilaian dan kualitas suatu bahan pangan, seseorang yang menghadapi makanan bau, maka selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan menjadi perhatian utamanya sesudah bau diterima maka penentuan selanjutnya adalah cita rasa disamping teksturnya (Rubianto dan Keaseger, 1985).
17
III. METODOLOGI
A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2012 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Jurusan
Teknologi
Pertanian,
Universitas
Hasanuddin,
Makassar. B. Alat Dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan analitik, kompor gas, gelas ukur plastik, wajan, wadah plastik, thermometer, plastik cetik, saringan teh, cawan petri, dan sendok. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kunyit putih (Kaempferia rotunda L), air, dan gula tebu (sukrosa). C. Metode Penelitian Proses pembuatan minuman herbal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Tepung
kunyit
putih
yang
akan
dijadikan
minuman
dicampurkan dengan gula tebu : A = 750 gram tepung kunyit putih + 750 gram gula pasir (1:1)
serbuk,
18
B = 1000 gram tepung kunyit putih + 500 gram gula pasir (2:1)
C = 500 gram tepung kunyit putih + 1000 gram gula pasir (1:2)
2. Campuran tepung kunyit putih dan gula pasir dimasukkan kedalam wajan. Kemudian ditambahkan Air sebanyak 1000 ml. 3. Larutan yang terbentuk dipanaskan pada suhu 70-800c, selama 3-5 jam . 4. Serbuk herbal kunyit putih yang diperoleh, selanjutnya dimasukkan kedalam blender dengan tujuan untuk memperhalus ukuran serbuk yang dihasilkan 5. Serbuk herbal kunyit putih yang dihasilkan, kemudian dianalisa secara kimia dan organoleptik. D. Perlakuan Penelitian Perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah perbandingan penggunaan kunyit putih (Kaempferia rotunda L) dengan gula pasir, yaitu sebagai berikut : tepung kunyit putih : gula pasir =
1 : 1 (50,0% : 50,0%) 2 : 1 (66,7% : 33,3%) 1 : 2 (33,3% : 66,7%)
19
E. Parameter Pengamatan I. Uji Organoleptik Analisis yang dilakukan adalah analisis organoleptik berupa uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap serbuk kunyit putih, dengan menggunakan 15 panelis semi terlatih. Skor yang digunakan adalah 5
= sangat suka
4
= suka
3
= agak suka
2
= tidak suka
1
= sangat tidak suka
II. Analisis Kimia 1. Kadar Air (Sudarmadji, dkk, 1997) a. Cawan petri kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan di desikator sebelum di timbang. b. Bahan dihomogenkan lalu ditimbang sebanyak 2 gram dan diovenkan selama 3 jam. c. Bahan didinginkan di dalam di dalam desikator lalu bahan ditimbang.
20
d. Bahan kembali dipanaskan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. e. Perlakuan ini diulang hingga diperoleh berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). f.
Kadar air di hitung dengan menggunakan rumus:
2. Kadar Abu (Sudarmadji, dkk, 1997) Cawan
untuk
pengabuan
dibakar
dalam
tanur
lalu
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh Serbuk Kunyit Putih ditimbang dalam cawan kemudian dibakar dalam tanur pada suhu 70oC, dibakar sampai berwarna abu-abu kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Keterangan : a = berat cawan kosong. b = berat cawan dengan sampel sebelum diabukan. c = berat cawan dengan sampel telah diabukan.
21
3. Kadar Gula (Sudarmadji, dkk, 1997) Diambil sampel yang telah jernih sebanyak 1 ml lalu dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan fenol 5% sebanyak 0,5 ml kemudian divortex ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml, kemudian dibiarkan selama 10 menit, dipanaskan selama 15 menit, kemudian di dinginkan, diukur absorbansinya pada panjangnya gelombang 490 nm, data diplot pada kurva standar. III. Pengolahan Data Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Rancangan Acak Lengkap uji F 1 faktorial dengan ulangan sebanyak 3 kali. Jika hasil yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan pengujian seperti: BNT (beda nyata terkecil), BNJ (beda nyata jujur), atau Duncan sesuai dengan koefisien keragaman (KK).
22
Kunyit Putih (Kaempferia rotunda L)
Dikupas Kulit Ari
Dicuci dan Ditiriskan
Dihancurkan dengan Grinder
Tepung Basah
Dikeringkan Dibawah Sinar Matahari 1–2 Hari (k.a 8-10%)
Tepung Kunyit Putih
Gambar 01. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Kunyit Putih (Kaempferia rotunda L).
23
Tepung Kunyit Putih Tepung Kunyit : Gula Tebu
1:1 Ditambahkan Gula Tebu
2:1 1:2
Ditambahkan Masing-Masing Air 1000 ml
Dipanaskan Sambil diaduk pada Suhu 70-800C Hingga Membentuk Serbuk (3-5 Jam)
Diblender 1-2 Menit (Serbuk Halus)
Serbuk Kunyit Putih
Parameter Pengamatan : 1. Analisa Kadar Air 2. Analisa Kadar Abu 3. Analisa Total Gula 4. Analisis Organoleptik : Warna Aroma Rasa Gambar 02. Diagram Alir Proses Pembuatan Serbuk Kunyit Putih (Kaempferia rotunda L) Instan Untuk Minuman Herbal.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembuatan atau pengolahan sebuah produk pangan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kualitas mutu produk tersebut terjamin, seperti kualitas mutu secara kimia dan kualitas mutu secara organoleptik. Mutu kimia terhadap serbuk kunyit putih (kaempferia rotunda l) yang di analisis terdiri dari kadar air, kadar abu, dan kadar gula. Sedangkan pada mutu organleptik yang dinilai yaitu : warna, aroma, dan rasa
pada
serbuk minuman herbal yang dihasilkan. A. Analisis Kimia 1. Kadar Air Kandungan air suatu bahan pangan sangat penting untuk diketahui utamanya bila bahan pangan tersebut akan diolah menjadi produk yang akan dikonsumsi. Hasil analisa kandungan air dapat menjadi bahan informasi dan acuan dalam melakukan penanganan pasca penen secara tepat sehingga dapat menghasilkan produk olahan yang berkualitas tinggi. Analisa kadar air yang diperoleh dari peneltian pembuatan serbuk kunyit putih dapat dilihat pada gambar 02 berikut ini :
25
2.98 2.76
3.00 2.35
KADAR AIR (%)
2.50 2.00
Ket : A=1:1
1.50
B=2:1 1.00
C=1:2
0.50 0.00 A (50:50)
B (66.7:33.3)
C (33.3:66.7)
PERBANDINGAN PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT PUTIH (%) dengan GULA TEBU (%)
Gambar 02. Pengaruh Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Tebu Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh. Berdasarkan air
serbuk
kunyit
gambar diatas, putih
dengan
dapat
dilihat
persentase
bahwa rerata
kadar
tertinggi
terdapat pada perlakuan B yakni : 66,7% tepung kunyit
putih
ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan rerata 2,98%, sedangkan hasil rerata terendah dapat dilihat pada perlakuan A : 50,0% tepung kunyit putih ditambah 50,0% gula pasir (1:1) dengan rerata 2,35%. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap kadar air serbuk kunyit
putih
menunjukkan
bahwa
hasil
yang
diperoleh
tidak
berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (1a), menunjukkan
26
nilai F hitung 2,98 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14
sehingga
hasil
yang
diperoleh
tidak
berbeda
nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa kandungan pati yang terdapat pada kunyit sebesar 8 % menyebabkan hasil rerata pengukuran berat konstan kadar air masing-masing sampel tidak jauh berbeda. Proses pemanasan atau pemasakan yang dilakukan pada penelitian ini menyebabkan pati dapat menyerap air lebih banyak, sehingga dapat mempengaruhi rerata berat konstan kadar air masing-masing sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004), bahwa pati memiliki dua fraksi utama yaitu amilosa dan amilopektin. Proses pemanasan dengan suhu diatas 650C, granula pati pecah dimana pati akan menyerap air lebih banyak air. 2. Kadar Abu Pengujian atau analisa kadar abu yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak kandungan abu sempel serbuk kunyit putih. Dimana abu merupakan sisa hasil pembakaran yang dilakukan pada bahan pangan. Hasil analisa kadar abu pada sampel serbuk kunyit putih dapat dilihat pada gambar berikut ini :
27
0.53
0.60
KADAR ABU (%)
0.50 0.40
0.29
Ket : A=1:1
0.30 0.13
0.20
B=2:1 C=1:2
0.10 0.00 A (50:50)
B (66.7:33.3)
C (33.3:66.7)
PERBANDINGAN PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT PUTIH (%) dengan GULA TEBU (%)
Gambar 03. Pengaruh Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Tebu Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh. Berdasarkan abu
serbuk
kunyit
gambar diatas, putih
dengan
dapat
dilihat
persentase
bahwa rerata
kadar
tertinggi
terdapat pada perlakuan B yaitu : 66,7% tepung kunyit putih ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan rerata 0,53%, sedangkan hasil persentase rerata terendah terdapat dapat pada perlakuan C : 33,3% tepung kunyit putih ditambah 66,7% gula pasir (1:2) dengan rerata 0,13%. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap kadar abu serbuk kunyit putih menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (2a), yang menunjukkan nilai F
28
hitung 4,80 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam
proses
pembakaran
atau
pengabuan
yang
dilakukan
menyebabkan zat organik dari serbuk kunyit putih terbakar, tetapi sebaliknya zat anorganik atau unsur mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi yang terdapat di dalam kunyit tidak terbakar. Zat anorganik inilah yang dimaksud dengan kadar abu. Hal ini sesuai dengan pendapat Fauzi(2006), bahwa bahan makanan sebagian besar, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. 3. Kadar Gula Bahan pangan memiliki kandungan atau komposisi gula yang berbeda-beda. Gula merupakan faktor penting untuk sebuah produk pangan, dimana kandungan gula pada produk pangan dapat memberi kesan bagus terhadap penilaian konsumen. Beberapa metode pengujian yang dilakukan untuk menentukan berapa total kandungan gula suatu bahan pagan, salah satunya adalah pengujian total gula metode fenol (Sudarmadji, dkk, 1997). Hasil analisa total gula serbuk kunyit putih dapat dilihat pada gambar berikut ini :
29
34.19 35
KADAR GULA (%)
30 25
Ket :
20
A=1:1
9.79
10.76
15
B=2:1 10
C=1:2
5 0 A (50:50)
B (66.7:33.3)
C (33.3:66.7)
PERBANDIGAN PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT PUTIH (%) dengan GULA TEBU (%)
Gambar 04. Pengaruh Antara Perbandingan Penambahan Tepung Kunyit Putih dengan Gula Tebu Terhadap Minuman Herbal yang Diperoleh. Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa kadar gula serbuk kunyit putih dengan persentase tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu : 33,3% tepung kunyit putih ditambah 66,7% gula pasir (1:2) dengan nilai 34,19%, sedangkan persentase terendah terdapat pada perlakuan B yaitu : 66,7% tepung kunyit putih ditambah 33,3% gula pasir (2:1) dengan nilai 9,79%. Analisa sidik ragam perlakuan terhadap kadar gula serbuk kunyit
putih
menunjukkan
bahwa
hasil
yang
diperoleh
tidak
berbeda nyata. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (3a), yang menunjukkan nilai F hitung 1,23 lebih kecil dari pada nilai F 5%
30
sebesar
5,14
sehingga
hasil
yang
diperoleh
tidak
berbeda
nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar gula serbuk kunyit putih
sesuai
dengan
standar
mutu
minuman
serbuk
yakni
sebesar 85,0%. Hal ini sesuai dengan pernyataan badan santadarisasi nasional (1996), bahwa jumlah gula yang diizinkan untuk minuman serbuk tradisional sebesar 85,0% dan tercantum didalam tabel SNI mutu serbuk minuman tradisional 01-4320-1996. B. Organoleptik Penentuan kualitas mutu fisik pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari warna, aroma, dan rasa terhadap serbuk kunyit putih (kaempferia rotunda l). Uji organoleptik dengan metode hedonik dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap beberapa sampel serbuk kunyit putih yang diperoleh. Pengujian secara organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian tingkat penerimaan terhadap sampel serbuk kunyit putih dari beberapa perlakuan relatif sama. Hal ini dapat dilihat dari rerata penilaian terhadap warna, aroma, dan rasa serbuk kunyit putih agak disukai (skor 3) oleh panelis.
31
Hasil analisa sidik ragam yang dilakukan pada masing-masing pelakuan baik itu dari warna, aroma, maupun rasa menujukkan bahwa hasil yang peroleh tidak berpengaruh. Hal ini berdasarkan tabel lampiran (4b), lampiran (5b), dan lampiran (6b), yang menunjukkan nilai F hitung 2,78, 1,65, dan 1,21 lebih kecil dari pada nilai F 5% sebesar 5,14 dan F 1% sebesar 10,92 sehingga hasil yang diperoleh untuk warna, aroma, serta rasa serbuk kunyit putih tidak berbeda nyata.
32
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perbandingan penambahan tepung kunyit putih dengan gula pasir dalam pembuatan minuman herbal yang terbaik pada penelitian secara organoleptik adalah perlakuan 1:1. 2. Analisis kimia serbuk kunyit putih yang diperoleh pada penelitian ini yaitu : kadar air tertinggi (2,98) diperoleh pada perlakuan 2:1 dan terendah (2,35) pada perlakuan 1:1 dan sesuai dengan standar nasional indonesia (3,00), kadar abu tertinggi (0,53) diperoleh pada perlakuan 2:1 dan terendah (0,13) pada perlakuan 1:2 sesuai dengan standar nasional indonesia (1,5), kadar gula tertinggi (34,19) diperoleh pada perlakuan 1:2 dan terendah (9,79) pada perlakuan 2:1 dan sesuai dengan standar nasional indonesia (85,0). 3. Hasil organoleptik terhadap warna, rasa, dan aroma serbuk kunyit putih yang diperoleh pada penelitian ini relatif sama karena masingmasing sampel agak disukai (skor 3) oleh panelis.
33
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pegemasan dan lama penyimpanan terhadap kualitas produk serbuk minuman kunyit putih.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011a. Kunyit Putih. http//www.warintek/tanamanobat/kunyitputih.com akses tanggal 28 September 2011. Makassar. Badan Standarisasi Nasional. 1992. Syarat Mutu Gula Pasir yang Digunakan Pada Industri Makanan Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3140-1992. Badan Standarisasi Nasional. 1996. Syaratan Mutu Serbuk Minuman Tradisional Menurut Standar Nasional Indonesia 01-4320-1996. Buckle, K.A.,R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton., 1987. Food Science. Penerjemah Hari Purnomo dan Afiono dalam Ilmu Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta. Dziezak, JD.1988. Microencapsulation and Encapsulated Ingredients. Food Technology. Dyah
R.Paramitasari, 2011, Panduan Praktis, Lengkap, dan Menguntungkan Budi Daya Rimpang Jahe, Kunyi, Kencur, Temulawak. Cahaya Atma, Yogyakarta.
Earle, R.L., 2000. Unit Operation In Food Processing, (II Edition or Letter), Pergamen Press, New York. Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout. Jember: FTP UNEJ. Goutara dan S. Wijandi, 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Agro Industri Press. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA. IPB. Bogor. Good, H. 2003. Physical Property Testing. Food Quality Magazine Februari 2003 issue. Karyasari, 2011. Kunir Putih. http://www.familyherba.web.id/Kunyit-putihkunir-putih.html akses tanggal 28 September 2011, Makassar. Kumalaningsih, 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas. Trubus Agrisarana. Surabaya.
35
Kriswanto, 2011. Asal Usul Kunyit Putih. http://www.madukunyitputih.com/Asal-Usul-kunyit-putih. akses tanggal 05 Oktober 2011. Makassar. Mahmud, Hermana, Nils Ari Zulfianto., 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Gramedia, Jakarta. Muchtadi, Sugiyono, Fitriyono, 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pagan. Alfabeta, Bandung. Raina,
2011. Eksiklopedi Tanaman Obat untuk Kesehatan. www.ensiklopesdia/tanaman/obat/indonesia.co.id akses tanggal 28 mei 2012. Makassar.
Rampengan, V.,J, Pontoh dan D.T. Sembel, 1985. Dasar-Dasar Pengawetan Mutu Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Makassar. Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Winarno, F.G., 1992. Pangan, Enzim dan Konsumen. Gramedia Pustaka Uatama, Jakarta. Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yellian Mangan, 2011. Kunyit. http://www.file penelitian/Kunyit putih/books Kunyit.htm. akses tanggal 28 September 2011. Makassar.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Kadar Air Serbuk Kunyit Putih. PERLAKUAN A B C TOTAL RERATA
I 1.98 2.72 2.63 7.34 2.45
ULANGAN II 2.21 3.06 2.64 7.91 2.64
III 2.86 3.14 3.02 9.02 3.01
TOTAL
RERATA
7.06 8.93 8.29 24.27 8.09
2.35 2.98 2.76 8.09 2.70
Lampiran 1a. Hasil Analisa Sidik Ragam Perlakuan Terhadap Kadar Air Serbuk Kunyit Putih. Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK
Db
KT
0.6 0.61 1.21
2 6 8
0.3 0.1
F Hitung 2.98 (TN)
F 1%
F 5%
10.92
5.14
Lampiran 2. Hasil Analisis Kadar Abu Serbuk Kunyit Putih. PERLAKUAN A B C TOTAL RERATA
I 0.21 0.33 0.15 0.69 0.23
ULANGAN II 0.32 0.42 0.13 0.87 0.29
III 0.34 0.82 0.11 1.28 0.43
TOTAL
RERATA
0.87 1.58 0.39 2.84 0.95
0.29 0.53 0.13 0.95 0.32
Lampiran 2a. Hasil Analisa Sidik Ragam Perlakuan Terhadap Kadar Abu Serbuk Kunyit Putih. Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK
Db
KT
0.26 0.11 0.38
2 6 8
0.13 0.01
F Hitung 4.80(TN)
F 1%
F 5%
10.92
5.14
37
Lampiran 3. Hasil Analisa Kadar Gula Serbuk Kunyit Putih. PERLAKUAN A B C TOTAL RERATA
ULANGAN II 10.8 6.92 18.7 36.42 12.14
I 10.4 15.12 7.36 32.88 10.96
III 11.08 7.34 76.5 94.92 31.64
TOTAL
RERATA
32.28 29.38 102.56 164.22 54.74
10.76 9.79 34.19 54.74 18.25
Lampiran 3a. Hasil Analisa Sidik Ragam Perlakuan Terhadap Kadar Gula Serbuk Kunyit Putih. Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK
Db
KT
0.26 0.11 0.38
2 6 8
0.13 0.01
F Hitung 1.23(TN)
F 1%
F 5%
10.92
5.14
Lampiran 4. Hasil Uji Organoleptik Warna Serbuk Kunyit Putih. Panelis I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV Total Rerata
A 4 4 3 4 4 5 4 4 5 3 3 3 4 4 4 58
Ulangan I B 3 3 3 3 3 4 5 4 4 4 2 3 2 3 3 49
C 2 2 2 3 1 2 3 2 2 2 4 4 3 4 2 38
A 4 4 3 3 4 5 3 4 4 3 4 3 5 4 4 57
Ulangan II B C 2 2 2 3 1 2 3 5 3 1 3 2 4 3 2 3 3 2 2 4 2 2 3 4 2 3 4 5 3 2 39 43
3.87
3.27
2.53
3.80
2.60
2.87
Ulangan III A B C 3 4 2 2 3 1 2 2 1 3 4 4 4 3 1 3 5 2 4 3 3 2 3 2 4 3 2 4 3 2 3 3 2 4 4 4 3 4 2 3 4 4 4 4 4 48 52 36 3.20
3.47
2.40
Total 26 24 19 32 24 31 32 26 29 27 25 32 28 35 30 420 28.00
38
Lampiran 4a. Hasil Rerata Uji Organoleptik Warna Serbuk Kunyit Putih. PERLAKUAN A B C TOTAL RERATA
ULANGAN II 3.80 2.60 2.87 9.27 3.09
I 3.87 3.27 2.53 9.67 3.22
III 3.20 3.47 2.40 9.07 3.02
TOTAL
RERATA
10.87 9.33 7.80 28.00 9.38
3.62 3.11 2.60 9.33 3.11
Lampiran 4b. Hasil Analisa Sidik Ragam Perlakuan Terhadap Warna Serbuk Kunyit Putih. Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK
Db
KT
1.57 0.85 2.42
2 6 8
0.78 0.14
F Hitung 2.78(TN)
F 1%
F 5%
10.92
5.14
Lampiran 5. Hasil Uji Organoleptik Aroma Serbuk Kunyit Putih. Panelis I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV Total Rerata
Ulangan I A B C 3 3 3 3 3 2 4 2 2 4 3 3 3 4 3 4 4 2 3 4 3 3 3 3 3 4 2 2 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 49 49 43
Ulangan II A B C 4 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 4 4 4 1 4 4 5 4 3 2 4 3 3 3 4 2 4 2 3 3 3 2 3 3 4 3 4 3 3 4 4 2 2 4 49 47 45
Ulangan III A B C 3 4 3 3 3 3 1 2 2 3 4 4 1 2 5 5 5 4 3 4 2 2 2 3 3 4 2 4 3 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3 3 4 4 2 4 3 43 50 47
3.27
3.27
2.87
3.27
2.87
3.13
3.00
3.33
3.13
Total 29 26 19 31 27 37 28 26 27 28 26 30 30 32 26 422 28.13
39
Lampiran 5a. Hasil Rerata Uji Organoleptik Aroma Serbuk Kunyit Putih. PERLAKUAN A B C TOTAL RERATA
ULANGAN II 3.27 3.13 3.00 9.40 3.13
I 3.27 3.27 2.87 9.40 3.13
III 2.87 3.33 3.13 9.33 3.11
TOTAL
RERATA
9.40 9.73 9.00 28.13 9.38
3.13 3.24 3.00 9.38 3.13
Lampiran 5b. Hasil Analisa Sidik Ragam Perlakuan Terhadap Aroma Serbuk Kunyit Putih. Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK
Db
KT
0.08 0.16 0.25
2 6 8
0.04 0.02
F Hitung 1.65(TN)
F 1%
F 5%
10.92
5.14
Lampiran 6. Hasil Uji Organoleptik Rasa Serbuk Kunyit Putih. Panelis I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV Total Rerata
Ulangan I A B C 4 4 3 3 4 3 2 3 4 3 3 4 4 3 4 5 4 3 3 2 4 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 2 3 49 49 50
Ulangan II A B C 4 2 3 3 3 4 2 2 2 3 4 5 4 4 3 4 2 4 4 2 2 4 2 3 3 3 2 4 2 4 3 2 3 3 4 5 3 4 3 3 3 4 2 2 4 49 41 51
Ulangan III A B C 3 4 3 3 3 3 1 2 3 2 3 4 2 4 4 4 5 4 3 3 4 2 2 2 4 3 2 3 4 2 3 2 2 4 4 4 3 3 4 3 3 5 3 3 3 43 48 49
3.27
3.27
2.87
3.27
3.33
2.73
3.40
3.20
3.27
Total 30 29 21 31 32 35 27 24 27 28 25 34 30 31 25 429 28.6
40
Lampiran 6a. Hasil Rerata Uji Organoleptik Rasa Serbuk Kunyit Putih. PERLAKUAN A B C TOTAL RERATA
I 3.27 3.27 3.33 9.87 3.29
ULANGAN II 3.27 2.73 3.40 9.40 3.13
III 2.87 3.20 3.27 9.33 3.11
TOTAL
RERATA
9.40 9.20 10.00 28.60 9.53
3.13 3.07 3.33 9.53 3.18
Lampiran 6b. Hasil Analisa Sidik Ragam Perlakuan Terhadap Rasa Serbuk Kunyit Putih. Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
JK
Db
KT
0.4 0.11 0.28
2 6 8
0.05 0.04
F Hitung 1.21(TN)
Lampiran 7. Rumus Perhitungan Analisis Variansi.
F 1%
F 5%
10.92
5.14
41
Untuk F 5% dan 1% dilihat dalam tabel “Daftar Nilai Baku F pada Taraf 5 dan 1% untuk analisa sidik ragam” Keterangan : F Hitung < F 5%
= Tidak berbeda nyata (TN)
F 5% < F Hitung < F 1% = Berbeda Nyata ( * ) F Hitung > F 1%
= Sangat Berbeda nyata ( ** )
Keterangan : KK > F 5%
= Beda Nyata Jujur (BNJ)
F 1% < KK < F 5% = Beda Nyata Terkecil (BNT) KK < F 1%
Keterangan :
= Uji Jarak Duncan (UJD)