I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah birokrasi lebih berjaya hidup di dunia barat dari pada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah berkembang selama beberapa abad. Suatu misal pada abad pertengahan dan seterusnya, perkembangan aparatur didalam sebuah birokrasi semakin dipacu dan didukung oleh masyarakat industri. Oleh karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadikan masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional didalamnya.
Namun demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang tidak semua kemanfaatan aparatur dapat dipetik dan dirasakan. Apalagi aparatur menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan aparat tidak
dapat
mengikuti
dan
perkembangan masyarakatnya.
memenuhi
tuntutan
pembangunan
dan
2
Sebagai contoh, Islamy (1998:7) menyebutkan adanya keadaan aparatur publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya. Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya.
Menurut Islamy (1998:7), terdapat berbagai faktor yang menyebabkan aparatur publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup dan handal (viable bureaucratic infrastructure).
Akibatnya, aparat birokrasi publik menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya. Apakah aparatur publik itu alat rakyat? Alat penguasa? Ataukah penguasa itu sendiri?
3
Guna merespon kesan buruk aparatur didalam sebuah birokrasi seperti itu, maka aparatur perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain : (a) aparatur harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan; (b) aparatur perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugastugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat); (c) aparatur harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu; (d) aparatur harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan; (e) aparatur harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa aparatur birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi dari pada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat aparatur dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya.
4
Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan
tenaga
kerja
atau
aparat
yang
benar-benar
memiliki
kemampuan (capability), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).
Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented).
Menurut Johnson (1991:16) istilah professional dan professionalisasi, Pertama, dipergunakan untuk menunjuk pada perubahan besar dalam struktur pekerjaan, dengan jumlah pekerjaan-pekerjaan professional, atau bahkan pekerjaan-pekerjaan halus (white collar jobs) yang meningkat secara relative dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, baik sebagai akibat perluasan kelompok pekerjaan yang sudah ada ataupun sebagai akibat munculnya pekerjaan-pekerjaan baru di bidang jasa.
Kedua, dipergunakan dalam arti yang hampir sama dengan peningkatan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengupayakan adanya pengaturan rekrutmen dan praktek dalam
bidang
pekerjaan
tertentu.
Ketiga,
memandang
professionalisasi sebagai suatu proses yang jauh lebih rumit yang menunjuk pada suatu pekerjaan dengan sejumlah atribut prinsip-prinsip professional yang merupakan unsur-unsur pokok profesionalisme. Keempat, menunjuk pada suatu proses dengan urutan yang tetap, yaitu suatu pekerjaan dengan
5
tahap-tahap perubahan organisatoris yang dapat diramalkan menuju bentuk akhir profesionalisme.
Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keanekaragaman kepentingan dan tujuan.
Oleh karena itu institusi pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Jika
pemerintah,
maka
organisasi
birokrasi
pemerintahan merupakan organisasi garis terdepan (street level bureaucracy) yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dan jika non-pemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain. Siapa pun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, aparatur didalam sebuah birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program-program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya, aparatur yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. aparatur didalam
6
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, aparatur dalam sebuah birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik).
Kemampuan untuk menyediakan dan memberikan pelayanan publik yang berkualitas dan tepat sasaran merupakan salah satu indikator terpenting dalam mewujudkan keberhasilan suatu pemerintahan daerah. Pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkembang dan berubah secara dinamis.
Dengan demikian peranan dan cara kerja pemerintah harus berubah sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat. Pelayanan umum pemerintah yang melibatkan seluruh aparatur pemerintah semakin terasa dengan adanya peningkatan masyarakat terhadap hak atas pelayanan yang berkualitas. Namun ternyata hak masyarakat atas perseorangan belum dapat dipenuhi secara memuaskan oleh aparatur pemerintah.
Berbagai media massa, seperti siaran televisi atau koran sering mengulas berbagai kelemahan pemerintah dalam memberikan pelayan publik mulai dari pengurusan KTP, pembuatan Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, dan lain sebagainya.
Untuk
itu,
pemerintah
telah
bersikap
benar
dengan
memperioritaskan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelayanan Publik
7
dan Rancangan Undang-Undang Reformasi Pemerintah pada tahun 2008 sebagai acuan aparatur pemerintah memberikan layanan kepada masyarakat. Keadaan seperti itu menuntut penyelenggaraan menjadi professional dan handal dalam memberikan suatu layanan kepada masyarakat.
Secara umum, Sundarso (2006:14) menyebutkan bahwa : “Masyarakat sekarang menuntut pelayanan yang sederhana, adanya kejelasan dan kepastian, keamanan dan kenyamanan, keterbukaan, efisiens dan ekonomis, keadilan dan ketepatan waktu. Ini mengakibatkan kinerja birokrasi pemerintah harus terus menerus memperbaiki dirinya. Bila tidak meningkatkan performance-nya, masyarakat akan kecewa dan bila tersedia alternatif pelayanan lain maka dapat dipastikan masyarakat akan mengambil alternatif tersebut”.
Sehubungan dengan lingkup dan penyedian layanan publik, Nurcholis (2004:13) menyebutkan bahwa : ”Kesejahteraan masyarakat merupakan fungsi pelayanan pemerintah daerah. Artinya kesejahteraan masyarakat akan terwujud manakala pemerintah daerah memberikan pelayanan publik tersebut mencakup pelayanan perseorangan dan kelompok, pelayanan dalam bidang pembangunan sarana dan prasarana untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi, dan pelayanan dalam bidang perlindungan masyarakat”.
Organisasi pemerintah dalam menjamin terpenuhnya kepentingan masyarakat dapat dilihat dari fungsi pengaturan kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah
Daerah
membawa
paradigma
baru
dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah yang mengubah secara mendasar praktekpraktek penyelenggaraan pemerintah di daerah.
8
Menurut pendapat Agus Dwiyanto (2006:45), mengatakan bahwa : Orientasi kekuasaan penyelenggaraan pelayanan publik yang amat kuat selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan pelayan publik. Selanjutnya dikatakan oleh Lijan Poltak Sinambela (2006:33) bahwa : pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terus mengalami pembaharuan, baik dari sisi paradigma maupun dari format pelayanan seiring meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan di dalam pemerintah itu sendiri.
Oleh sebab itu birokrasi dan para pejabatnya agar tidak menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada sebagai pelayan masyarakat, yang akan menyebabkan sikap dan prilaku birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Peningkatan kualitas birokrasi atau aparat menjadi titik sentral dari peningkatan daya saing, tidak terkecuali sumber daya manusia pada aparat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Keterlambatan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia akan berakibat pada kurang responsifnya aparat terhadap tuntutan-tuntutan dan terhadap tantangan-tantangan yang muncul dalam era globalisasi. Namun, perlu tetap diingat bahwa kemampuan yang dimiliki tidak akan dapat dikembangkan jika mereka bekerja pada suatu sistem birokrasi pemerintah yang tidak memungkinkannya untuk mengembangkan kemampuan tersebut.
Aparat pemerintah harus mempunyai kemampuan yang profesional. Artinya, aparat pemerintah dituntut untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan
9
penyelenggaraan negara meliputi berbagai aspek kehidupan. Namun, disisi lain juga harus ahli dibidangnya yakni pemerintahan. Dengan seperti itu, kualitas birokrasi pemerintah yang diharapkan akan menciptakan suatu kinerja birokrasi yang lebih baik, efektif dan efisien.
Menurut pendapat Agus Dwiyanto (2006:11) mengatakan bahwa : “Kajian mengenai kinerja birokrasi publik, terutama yang terlibat dalam pelayanan publik, memiliki nilai yang amat strategis. Informasi mengenai kinerja birokrasi pelayanan publik dan faktor-faktor yang ikut membentuk kinerja birokrasi tentu amat penting untuk diketahui agar kebijakan yang holistik untuk memperbaiki kinerja bisa dirumuskan”.
Tanpa didasarkan pada informasi yang akurat dan realibel, kebijakan reformasi birokrasi tidak akan mampu menyentuh semua aspek dimensi persoalan yang selama ini menghambat upaya perbaikan kinerja birokrasi publik. Pengalaman selama ini menunjukan bahwa berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kinerja birokrasi tidak pernah mampu menghasilkan perubahan yang berarti. Hal ini terjadi karena kebijakan tersebut gagal menyelesaikan berbagai masalah yang selama ini ikut memberikan kontribusi pada rendahnya birokrasi.
Berkaitan dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, keberadaanya sangatlah strategis di dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (public servise). Menurut Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Pencatatan Sipil menyebutkan bahwa : “Pelayanan yang diberikan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil antara lain adalah pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta pengesahan Pengakuan
10
Anak, Akta Perkawinan, Akta Perceraian, Surat Kenal Lahir dan lain sebagainya yang berkaitan langsung dengan bidang kependudukan dan catatan sipil”.
Walaupun Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil telah menjalankan tugas awalnya sebagai penyedia jasa layanan publik, namun berbagai media massa, seperti siaran televisi atau koran masing sering mengulas berbagai kelemahan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik mulai dari biaya pembuatan administrasi yang relatif tinggi di atas kewajaran dan kinerja aparat di nilai belum memadai seperti pada waktu jam kerja kantor aparat sering datang tidak tepat waktu bahkan sering tidak ada di tempat.
Pada saat ini, masyarakat berharap agar aparat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil
dapat
melayani
secara
profesional
segala
bentuk
kebutuhannya. Harapan semacam itu tentu saja menuntut adanya perbaikan kinerja pelayanan aparat agar fungsi pelayanan yang diselenggarakan dapat benar-benar sesuai dengan keinginan serta tuntutan masyarakat. Namun kenyataannya masih banyak masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat pada saat berurusan dengan aparat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil seperti kasus dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Pembuatan Akta Kelahiran terkesan sangat lamban dan berbelit-belit, tidak tepat waktu, tidak jelas biayanya serta bermacam-macam syarat yang di minta seperti yang dialami sebagian besar orang ketika ingin mengurus pelayanan publik.
Dinas
Kependudukan
dan
Catatan
Sipil
merupakan
komponen
penyelenggaraan pelayanan publik yang memiliki tugas sebagai penyedia jasa
11
layanan di bidang administrasi kependudukan dan catatan sipil. Di mana administrasi kependudukan dan catatan sipil merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat sebagai bukti (legitimasi) penduduk yang sah.
Adapun kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kabupaten Pesawaran letaknya relatif tidak terlalu jauh dari ibukota Kabupaten Pesawaran itu sendiri. Dengan kata lain, maju dan cepat berkembangnya suatu wilayah tentunya didasari oleh kemampuan seorang aparat dalam memberikan pelayanan publik dengan baik. Namun, dari segi kualitas pelayanan aparat dalam hal administrasi kependudukan dan catatan sipil masih jauh dari kenyataan yang diinginkan, seperti ; biaya pelayanan yang ditetapkan tidak sesuai dengan besarnya tarif yang telah ditetapkan, serta kedisiplinan aparat pemberi layanan yang masih rendah.
Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, yang menjadi dasar peneliti untuk mengukur Profesionalisme Aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran Dalam Pelayanan Publik.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Profesionalisme Aparatur Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kabupaten Pesawaran Dalam Pelayanan Publik ?
12
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Profesionalisme Aparatur Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kabupaten Pesawaran Dalam Pelayanan Publik.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis, penelitian ini sebagai salah satu bahan kajian ilmu pemerintahan khususnya manajemen pemerintahan. 2. Secara Prakatis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pemikiran terhadap Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kabupaten Pesawaran di dalam memberikan pelayanan secara profesional.