I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk memperluas lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja baik bagi masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menjadi salah satu pilihan mata pencaharian penduduk Indonesia. Menurut Yahono (2004:2), pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan pasca panen yang memegang peranan penting dalam agrobisnis dan agroindustri. Selain itu, dengan adanya usaha pengolahan hasil perikanan yang bersifat mudah rusak dan membusuk dapat meningkatkan daya awet dan mutunya serta nilai tambah pada suatu produk. Sektor agroindustri mempunyai peluang dan kelebihan untuk dapat dikembangkan dan diolah kembali karena potensi bahan baku yang berlimpah. Agroindustri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapat keuntungan. Pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu contoh kegiatan industri yaitu menciptakan nilai tambah bagi komoditi perikanan melalui produk olahan dalam bentuk setengah jadi maupun barang jadi yang bahan bakunya berasal dari hasil perikanan. Usaha-usaha pengembangan perikanan yang mengarah pada kegiatan industri salah satunya dengan mengolah hasil perikanan menjadi produk olahan makanan untuk masyarakat. Hasil subsektor perikanan di Indonesia pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan baku pada agroindustri olahan. Belut merupakan salah satu hasil subsektor perikanan yang dapat dijadikan bahan baku makanan olahan. Menurut Saparinto (2010:2), nilai cerna protein belut cukup tinggi sehingga sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan dan anak-anak yang menderita kekurangan gizi dan gizi buruk. Belut juga dapat diolah menjadi berbagai produk dan dapat disajikan dalam
1
2
bentuk makanan ringan seperti keripik belut. Pada dasarnya habitat asli belut hanya dapat ditemukan di sawah, tetapi mengingat tingginya permintaan olahan belut untuk dijadikan keripik belut maka terdapat beberapa masyarakat di Kabupaten Klaten yang membudidayakannya sehingga dapat mendukung para produsen keripik belut dalam kemudahan memperoleh bahan baku belut segar untuk kegiatan produksi dan pengembangan agroindustri keripik belut. Keripik belut khas Klaten banyak digemari di semua kalangan masyarakat baik kalangan bawah, menengah hingga kalangan atas untuk dikonsumsi secara individu, rumah tangga hingga sebagai oleh-oleh khas Klaten. Hal tersebut menjadikan agroindustri keripik belut dapat bertahan dan berkembang sejak tahun 1974 hingga sekarang. Kegiatan agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten adalah mulai dari mengolah belut segar menjadi produk olahan makanan berupa keripik belut. Keripik belut tersebut dipasarkan ke masyarakat di Kabupaten Klaten serta daerah-daerah di luar Kabupaten Klaten seperti Surakarta, Boyolali, Yogyakarta hingga melayani pengiriman ke luar Jawa. Kabupaten Klaten sebagai salah satu penghasil pangan di Indonesia yang memiliki berbagai industri pangan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten Tahun 2014, keripik belut merupakan salah satu jenis ikan olahan yang memiliki volume terbanyak dalam peredarannya dengan harga rata–rata dan nilai tertinggi. Oleh karena itu, agroindustri keripik belut dapat dijadikan penopang perekonomian daerah khususnya dan nasional pada umumnya. Daftar agroindustri pangan yang terdapat di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada tabel berikut:
3
Tabel 1. Realisasi Peredaran Ikan Olahan Menurut Jenisnya dan Harga di Kabupaten Klaten, 2014 No
Jenis Ikan Olahan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pindang Bandeng Bandeng Presto Pindang Tongkol Pindang Belanak Terasi Ebi Kerupuk Udang Keripik Belut Nila Goreng Lele Goreng Wader Goreng Jumlah
Volume (Kg) Harga rata-rata (Rp)
850.752 110.579 320.345 402.639 21.371 75.000 145.390 1.576.750 575.300 523.750 50.750 4.352.626
30.600 32.150 22.000 26.167 14.800 51.100 23.500 60.500 35.500 25.000 22.000 342.817
Nilai (Rp)
26.033.011 3.555.115 7.047.590 10.535.855 316.291 3.832.500 3.416.665 95.393.750 20.135.500 13.093.750 1.116.500 184.476.152
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten, 2015 Tabel 1 menunjukkan bahwa keripik belut di Kabupaten Klaten memiliki volume terbanyak dalam peredarannya yaitu 1.576.750 kg dan memiliki harga jual rata-rata tertinggi yaitu Rp 60.500/kg yang lebih tinggi dari harga belut tanpa olahan yang mencapai kisaran Rp 38.000 Rp 40.000/kg. Keripik belut memiliki nilai tertinggi sebesar Rp 95.393.750 yang dihitung dengan cara mengalikan volume peredaran dengan harga ratarata keripik belut. Pengolahan belut menjadi keripik belut akan memberikan nilai tambah pada agroindustri keripik belut tersebut. Bahan baku utama keripik belut yaitu belut, di peroleh dari warga sekitar Kabupaten Klaten maupun pengumpul dari daerah Sukoharjo, Purwodadi hingga daerah Jawa Timur seperti Pare, Jombang, Malang hingga Lumajang. Industri pengolahan keripik belut sangat cocok dikembangkan sebagai industri rumah tangga karena dapat meningkatkan nilai ekonomis dari belut. Dalam pengolahan keripik belut, rata-rata penggunaan tepung beras sebanyak 40 kg dengan belut sebanyak 50 kg akan menghasilkan 40 kg keripik belut tepung sedang atau 50 kg keripik belut tepung tebal. Penjualan keripik belut tidak terlepas dari hubungan dengan lembaga pemasaran, seperti pedagang pengecer yang merupakan saluran pemasaran yang menghubungkan antara produsen dan konsumen. Adanya peran dari lembaga pemasaran membuat keripik belut dapat dengan mudah dibeli dan bisa dinikmati oleh kalangan masyarakat. Hal tersebut mendorong peneliti
4
untuk mengkaji lebih dalam mengenai nilai tambah dan saluran pemasaran keripik belut di Kabupaten Klaten, sebagai potensi usaha keripik belut berbasis produk olahan bahan lokal. B. Perumusan Masalah Kegiatan agroindustri keripik belut khas Klaten dapat meningkatkan nilai tambah belut sebagai bahan olahan ikan. Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum dilakukan proses produksi dan setelah dilakukan proses produksi. Pengolahan belut menjadi keripik belut dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan dari belut agar memperoleh nilai jual yang tinggi di pasaran. Kegiatan usaha pengolahan belut menjadi keripik belut yang mengubah bentuk dari produk primer menjadi produk baru yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses produksi. Pengolahan tersebut dapat memberikan nilai tambah sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses produksi. Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diberikan keripik belut pada belut sebagai bahan baku maka diperlukan analisis nilai tambah sehingga bisa diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien dan memberikan keuntungan.
Dalam usaha pembuatan keripik belut masih terdapat berbagai masalah diantaranya lemahnya modal, semakin terbatasnya pasokan bahan baku utama yaitu belut pada saat musim kemarau sehingga harga belut mentah pun juga semakin mahal dan jumlah belut yang dihasilkan di Kabupaten Klaten belum bisa mencukupi permintaan produsen keripik belut sehingga harus memesan belut segar ke luar Kabupaten Klaten. Selain itu, terdapat kesulitan bagi masyarakat sekitar untuk mendapatkan keripik belut langsung dari produsen dikarenakan jauhnya lokasi produsen dengan konsumen di dalam maupun di luar daerah serta teknologi yang digunakan masih sederhana. Saluran pemasaran merupakan salah satu bagian dari pemasaran. Produk keripik belut yang dihasilkan harus sampai ke konsumen baik secara
5
langsung maupun tidak langsung sehingga konsumen dapat membeli dan produsen juga akan mendapat keuntungan dari pengolahan keripik belut tersebut.
Dalam saluran pemasaran
terdapat
beberapa
pola dalam
menyalurkan barang dari produsen hingga barang tersebut sampai ke tangan konsumen sehingga akan terjadi perbedaan harga pada setiap lembaga pemasaran. Perbedaan harga pada setiap lembaga pemasaran akan diketahui margin pemasaran dari pemasaran keripik belut di Kabupaten Klaten. Berdasarkan uraian tersebut permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini antara lain : 1. Berapa besar keuntungan dan efisiensi pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten ? 2. Berapa besar nilai tambah belut pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten ? 3. Bagaimana pola saluran pemasaran yang diterapkan pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten ? 4. Berapa besar margin pemasaran pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis besarnya keuntungan dan efisiensi pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten 2. Menganalisis besarnya nilai tambah pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten 3. Menganalisis pola saluran pemasaran yang diterapkan pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten 4. Menganalisis besarnya margin pemasaran pada agroindustri keripik belut di Kabupaten Klaten
6
D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi pemerintah Kabupaten Klaten, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan khususnya terkait dengan solusi persediaan bahan baku keripik belut dan berbagai program pengembangan perindustrian di Kabupaten Klaten. 3. Bagi produsen keripik belut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai tambah yang diperoleh dari usaha yang dijalankan selama ini serta mengetahui saluran pemasaran keripik belut di Kabupaten Klaten. 4. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan, tambahan informasi, referensi dan pengetahuan.