I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hormon Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4) adalah bentuk aktif dari hormon tiroksin memegang peranan penting dalam fungsi fisiologis tubuh dan pengaturan metabolisme tubuh secara keseluruhan (Kuswandi dan Toharmart, 2011). Hormon T3 merupakan salah satu hormon reproduksi yang sangat berperan dalam kemampuan bereproduksi, dimana hormon – hormon ini akan berperan pada saat proses pertumbuhan dan pematangan folikel (Novoselec et al., 2009). Level hormon T3 dalam plasma berkorelasi signifikan dengan keseimbangan energi dan metabolisme. Secara keseluruhan dapat dikatakan adanya peningkatan hormon ini maka akan terjadi juga peningkatan metabolisme basal yang mengakibatkan banyaknya glukosa yang dapat digunakan sel untuk menstimulasi sintesis protein, meningkatkan metabolisme lipid dan menstimulasi fungsi neural dan cardiac (Todini, 2007). Terjadinya peningkatan penduduk Indonesia rata-rata 1,15% per tahun serta diikuti peningkatan pendapatan perkapita 4,85% per tahun, hal ini mempengaruhi peningkatan permintaan pangan hewani terutama daging sapi. Produksi dalam negeri belum optimal, sehingga harus dipenuhi melalui impor baik berupa sapi bakalan maupun daging sapi. Terjadinya penghentian impor dari Negara Australia secara besar-besaran, dijadikan oleh pemerintah Indonesia sebagai langkah awal perwujudan swasembada daging sapi 2014. Kenyataannya peningkatan populasi sapi di daerah tidak sebanding terhadap kebutuhan daging.
1
Sebab masih banyak peternak yang memotong sapi betina produktif sehingga semakin berkurangnya sapi betina produktif penghasil pedet. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sunari, (2010), menyebutkan bahwa pemotongan sapi betina tidak saja untuk induk afkir, tetapi juga seringkali betina yang masih produktif. Data pemotongan di Rumah Potong Hewan menurut Soejosopoetro, (2011), selain untuk mengendalikan penyakit hewan yang bersifat zoonosis, sebenarnya juga merupakan tempat pengendali tidak dipotongnya sapi-sapi betina produktif. Kenyataannya masih sering terjadi kasus pemotongan sapi-sapi betina produktif. Tingginya pemotongan betina produktif akan berakibat pada laju pertambahan populasi menjadi lambat. Rendahnya tingkat kelahiran yang tidak mampu mengimbangi tingkat pemotongan dan kematian dan faktor lain menyebabkan populasi ternak sapi semakin cepat menurun. Langkah yang tidak kalah penting adalah pengontrolan efisiensi reproduksi. Saat ini banyak penelitian mengenai efisiensi reproduksi yang dikaitkan dengan hormon estradiol dan progesteron.Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 19/Permentan/OT.140/2/2010, Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan salah satu dari program utama Kementerian Pertanian yang terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong (Anonim, 2010). Wujud upaya agar terlaksananya Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) dibuatlah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal 18 (1) Ternak ruminansia betina produktif diseleksi untuk pemuliaan, sedangkan ternak
2
ruminansia betina tidak produktif disingkirkan untuk dijadikan ternak potong. (2) Ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan, atau pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyediakan dana untuk menjaring ternak ruminansia betina produktif yang dikeluarkan oleh masyarakat dan menampung ternak tersebut pada unit pelaksana teknis. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyeleksian dan penyingkiran sebagaimana pada ayat (1) dan penjaringan ternak ruminansia betina produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri (Anonim, 2009). Peraturan diatas diperkuat oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 19/Permentan/Ot.140/2/2010 Bab III tentang Ruang Lingkup Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner yaitu mencegah pemotongan sapi betina produktif yang secara nasional masih sangat besar. Menurut Nasroallah dan Moradi, (2013), Hormon tiroid mengatur pengendalian pertumbuhan, differensiasi dan metabolisme pada hampir semua jaringan somatik, karena efek umum hormon ini metabolik, hormon tiroid penting untuk aktivitas ovarium normal pada spesies mammalia. Tiroid yang abnormal kadar hormonnya dapat menyebabkan kemandulan atau penurunan fungsi reproduksi. Kadar hormon tidak hanya dapat dideteksi melalui darah hal ini dibuktikan oleh Błaszczyk et al., (2006), dalam penelitiannya menggunakan cairan folikel untuk mengukur kadar hormon tiroid. Tiroid mensekresikan dua hormon utama yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Kedua hormon ini meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh (Guyton dan Hall, 2007). Triiodotironin atau biasa disebut sebagai T3 ialah hormon tiroid (Hadley, 1992).
3
Menurut Dewi dan Zairin, (2002), triiodotironin (3,3’,5-triiodo-L-tironin) memiliki rumus molekul C15H11I3NO4N. Hormon ini berefek pada setiap proses fisiologis tubuh contohnya pertumbuhan, perkembangan, metabolisme, suhu tubuh, dan detak jantung. Produksi dari T3 dan prohormon T4 diaktifasi oleh Thyroid-Stymulating Hormone (TSH), dimana hormon ini dilepaskan dari kelenjar pituitari (Hadley, 1992). T4 didalam otak dan jaringan perifer akan diubah menjadi T3 dengan reaksi 5'-deiodinase (5'D) untuk membentuk T3 dan dengan reaksi 5-deiodinase (5D) akan membentuk T3 reverse, T3 dan T4 ini akan ada di dalam sirkulasi meskipun secara fisiologis hanya T3 yang selalu dijadikan indikator (Flier et al., 2000). Hormon T3 dan T4 berperan pada regulasi steroidogenesis folikel sapi. Hormon T3 dan T4 secara bersama-sama akan berperan dalam sekresi LH untuk menginduksi produksi androstenedion oleh sel teka sehingga akan dihasilkan hormon esterogen yang meningkat pada folikel (Ashkar et al., 2010). Penelitian mengenai kajian kadar hormon Triiodotironin (T3) dalam plasma darah dan cairan folikel sapi potong belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar T3 dalam plasma dan cairan folikel serta fungsinya dalam reproduksi.
4
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar hormon Triiodotironin (T3) dalam plasma dan cairan folikel untuk mengetahui status reproduksi pada sapi betina produktif serta fungsi hormon triiodotironin (T3) dalam reproduksi. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi data dasar untuk membantu dalam menentukan status reproduksi pada sapi betina yang produktif serta memberikan gambaran mengenai fungsi dari hormon tiroid terutama hormon Triiodotironin (T3) dalam reproduksi.
5