I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu
dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini disebabkan oleh banyaknya vitamin dan zat mineral yang terkandung dalam buah. Baik vitamin maupun mineral berperan dalam proses metabolisme tubuh. Selain kedua zat tersebut, buah juga mengandung serat yang berguna untuk membantu proses pencernaan. Konsumsi buah dan sayur masyarakat yang ideal per harinya ialah 73 kilogram per kapita per tahun. Angka ini merupakan standar konsumsi yang disarankan oleh Food Agricultural Organization (FAO). Namun, tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia masih jauh dari standar tersebut. Mengutip pernyataan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati (2010) yang menjelaskan bahwa tingkat konsumsi sayur dan buah masyarakat masih berkisar 40 kilogram per kapita per tahun1. Artinya, masih ada defisit yang sangat besar dalam konsumsi buah masyarakat Indonesia. Mengisi defisit ini merupakan peluang pasar bagi produk buah-buahan hasil produksi dalam negeri. Sebagai negara tropis, Indonesia dianugerahi dengan kekayaan sumber daya hayati yang beragam dan melimpah. Letak Indonesia di sekitar garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia selalu mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Di samping itu pula, curah hujan di Indonesia relatif tinggi. Keadaan iklim yang demikian amat menunjang pertumbuhan tanaman. Berbagai jenis tanaman buah-buahan dan tanaman lainnya dapat tumbuh subur di Indonesia. Oleh karena itu, produksi buah-buahan sangat melimpah dan beraneka ragam. Kondisi tersebut di atas juga tercermin pada tren produksi buah-buahan nasional selama periode 2001-2010 yang tercantum pada Gambar 1.1. 1
Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun ke 20 PT East West Seed Indonesia, di Desa Benteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, tanggal 16 Juni 2010. (http://www.pikiran-rakyat.com/node/116025, diakses pada tanggal 8 Juni 2011)
2
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pada tahun 2001 produksi buah-buahan Indonesia mencapai 9.5 juta ton. Sejak tahun tersebut produksi buah-buahan nasional cenderung meningkat hingga mencapai puncaknya pada tahun 2009, dengan tingkat produksi sebesar 18 juta ton dan mengalami penurunan pada tahun
Produksi (ton)
2010. Pada tahun 2010 produksi buah-buahan nasional adalah sebesar 15 juta ton.
20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2011 (diolah)
Gambar 1.1. Produksi Buah-buahan Indonesia Periode 2001-2010 Melimpahnya
produksi
buah-buahan
nasional
tersebut
di
atas
membuktikan betapa besarnya potensi Indonesia dalam produksi buah-buahan. Potensi besar tersebut terbentuk karena dukungan dari kekayaan sumberdaya alam dan iklim tropis yang kondusif. Dengan potensi seperti ini, maka sangatlah memungkinkan bagi Indonesia untuk menjadi negara yang tidak hanya mampu memenuhi sendiri kebutuhan buah-buahan masyarakatnya (swasembada), tetapi juga menjadi salah satu negara pengekspor besar buah-buahan. Bagi Indonesia, ekspor buah-buahan merupakan suatu hal yang penting, bukan hanya dari segi pemasukan devisa yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan nasional, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat yang sekarang ini sedang dilanda masalah pengangguran dan kemiskinan. Dengan dukungan sumber daya alam yang besar dan iklim yang kondusif, secara teoritis Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk memanfaatkan pasar buah-buahan global untuk kemakmuran masyarakatnya
3
dengan mengekspor sebanyak-banyak buah-buahan. Namun, kelihatannya, Indonesia belum mampu memanfaatkan potensinya tersebut. Hal ini jelas terlihat dari data ekspor-impor buah-buahan Indonesia sebagaimana tercantum pada Tabel 1.1. Berdasarkan Tabel 1.1 tampak bahwa dalam periode 2001-2010 nilai ekspor (inpayments) buah-buahan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2008 merupakan puncak ekspor buah Indonesia. Akan tetapi, pada tahun berikutnya nilai ekspor buah-buahan Indonesia tiba-tiba menurun tiga belas persen dibanding tahun 2008. Sementara itu, nilai impor (outpayments) buah-buahan Indonesia justru terus meningkat dengan laju yang lebih cepat dibanding pertumbuhan ekspor. Dalam kurun waktu 2001 hingga 2010, neraca perdagangan Indonesia untuk buahbuahan selalu bernilai negatif. Bila pada tahun 2001 nilai impor buah-buahan Indonesia baru mencapai 142 juta US$, maka tahun 2010 nilainya telah menjadi 655.4 juta US$. Sebagai akibatnya, dalam periode 2001-2010 tersebut, defisit perdagangan buah-buahan Indonesia terus meningkat, dari 37.2 juta US$ menjadi 357.5 juta US$. Peningkatan defisit neraca perdagangan terjadi pada tahun 2006. Pada tahun 2005, defisit hanya sebesar 11.3 juta US$, namun tahun berikutnya nilai defisit meningkat hingga 102 juta US$.
Tabel 1.1. Volume, Nilai, dan Harga Ekspor-Impor Komoditas Buah-buahan Periode 2001-2010 Volume (kg) Tahun
Nilai (US$)
Harga (US$)
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
2001
188,294,381
242,225,011
104,865,159
142,042,449
Trade Balance (37,177,290)
2002
236,358,364
267,019,026
132,332,973
214,671,690
2003
259,512,283
221,303,924
142,302,483
2004
274,637,132
379,778,536
152,970,207
2005
361,371,765
390,371,072
2006
440,640,822
2007 2008
Ekspor
Impor
0.557
0.586
(82,338,717)
0.560
0.804
189,033,155
(46,730,672)
0.548
0.854
216,363,160
(63,392,953)
0.557
0.570
206,132,215
217,484,837
(11,352,622)
0.570
0.557
416,398,858
225,808,784
327,843,604
(102,034,820)
0.512
0.787
451,018,544
489,669,253
279,861,736
435,436,524
(155,574,788)
0.621
0.889
443,805,264
486,422,242
302,103,618
451,972,763
(149,869,145)
0.681
0.929
2009
447,628,693
628,143,927
261,192,781
606,817,760
(345,624,979)
0.584
0.966
2010
468,705,816
667,287,465
297,906,046
655,386,591
(357,480,545)
0.636
0.982
Sumber: Pusat Data dan Informasi Kementerian Perdagangan (Pusdatin Kemendag), 2012 (diolah)
4
Dengan pendekatan pembagian nilai terhadap volume, maka diperoleh harga untuk ekspor maupun impor buah-buahan. Dilihat dari sisi harga, harga impor jauh lebih mahal dibandingkan harga ekspor buah-buahan Indonesia, kecuali tahun 2004-2005. Keadaan ini menunjukkan bahwa outpayments Indonesia yang demikian tinggi tidak hanya disebabkan karena peningkatan permintaan impor buah-buahan oleh masyarakat, tetapi juga oleh harganya yang relatif mahal. Meski permintaan ekspor buah-buahan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, namun karena harganya yang relatif murah maka devisa yang diperoleh dari ekspor tidak mampu menutupi pengeluaran impor buah-buahan. Buah-buahan impor yang masuk ke Indonesia berasal dari empat mitra dagang utama, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Negara China merupakan pemasok terbesar buah-buahan segar ke Indonesia (Tabel 1.2). Pada tahun 2010, China memberikan kontribusi sebesar 64 persen dalam impor buah-buahan Indonesia. Sedangkan Thailand yang menjadi mitra dagang kedua terbesar hanya memasok sekitar dua belas persen dari kebutuhan impor buahbuahan Indonesia (Pusdatin Kemendag, 2012).
Tabel 1.2. Nilai Impor Buah-buahan untuk Indonesia Berdasarkan Asal Negara Outpayments (US$) Tahun Amerika Australia China Thailand Serikat 2001 32,686,190 11,813,686 52,744,319 12,570,646 2002 44,617,189 17,527,957 86,741,450 27,640,781 2003 39,153,261 14,266,629 77,712,937 24,511,542 2004 38,658,289 16,792,075 85,162,384 35,550,000 2005 40,336,391 13,089,772 98,952,732 33,670,660 2006 43,519,339 18,437,138 161,417,314 52,743,150 2007 48,782,275 18,033,599 225,373,214 88,946,192 2008 47,188,314 20,685,235 248,006,497 81,535,004 2009 69,609,875 25,303,894 330,996,829 119,288,971 2010 79,012,135 19,466,742 369,592,747 99,071,559 Sumber: Pusdatin Kemendag, 2012(diolah)
Berdasarkan Gambar 1.2 dapat diketahui bahwa impor buah-buahan Indonesia didominasi oleh apel, pear, dan quinces. Kelompok buah tersebut memang tidak termasuk buah-buahan tropis. Iklim Indonesia tidak cocok untuk
5
menanam komoditas tersebut sehingga produksi domestik relatif sedikit. Wajar jika nilai impornya paling tinggi dibanding impor jenis buah-buahan yang lain.
Nilai Impor (US$)
300,000,000 Dates, figs, pineapple, avocado , guava, fresh or dried
250,000,000 200,000,000
Citrus fruit, fresh or dried
150,000,000 Grapes, fresh or dried 100,000,000 Apples, pears and quinces, fresh
50,000,000 0 2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
Fruits nes, fresh
Tahun Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah)
Gambar 1.2. Perkembangan Nilai Impor Indonesia untuk Lima Kelompok Buah-buahan Periode 2001-2010 Namun, berdasarkan Gambar 1.2 juga diketahui nilai impor kedua terbesar berasal dari kelompok buah citrus. Kelompok ini mencakup buah-buahan sperti jeruk yang sebenarnya merupakan komoditas unggulan nasional yang melimpah produksinya di dalam negeri. Terdapat banyak sentra produksi jeruk lokal dengan berbagai varietas yang berbeda. Hal ini menyiratkan pesimisme terhadap kemampuan Indonesia merebut pangsa pasar buah-buahan di negara lain. Sebab, mempertahankan pasar dalam negerinya dari serangan buah impor sekalipun Indonesia tidak mempunyai kemampuan.
1.2.
Perumusan Masalah Fakta-fakta riil dalam latar belakang masalah menunjukkan bahwa
Indonesia bukannya menjadi pengekspor besar buah-buahan. Kenyataannya Indonesia telah menjadi negara pengimpor besar. Selain merupakan suatu hal yang paradoks mengingat potensinya yang besar dalam produksi buah-buahan, impor buah-buahan tersebut telah semakin membebani perekonomian nasional sehingga perlu segera dikendalikan.
Sebab, impor buah-buahan tidak hanya
6
menguras devisa yang dibutuhkan untuk mendanai pembangunan nasional, tetapi juga mengambil kesempatan kerja dan pendapatan yang semestinya tersedia bagi produsen buah lokal dan para pekerjanya. Padahal, sekarang ini Indonesia sedang berjuang mengatasi kemiskinan yang populasinya lebih dari 31 juta orang (BPS, 2010). Oleh karena itu, dalam konteks perdagangan internasional buah-buahan, tantangan yang paling mendesak bagi Indonesia sekarang ini adalah bagaimana mengendalikan laju impor buah-buahan yang semakin membebani perekonomian nasional. Pengendaliannya dapat dilakukan hanya bila diketahui dan dipahami faktor-faktor apa yang menggerakkan outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia. Negara-negara di dunia termasuk Indonesia menjalin kerjasama perdagangan antar negara pada era perdagangan bebas saat ini. Tujuan dari kerjasama tersebut ialah untuk meminimalkan bahkan mengeliminasi hambatan perdagangan. Salah satu bentuk hambatan perdagangan yang dimaksud adalah tarif bea masuk. Sebelum adanya hasil Putaran Uruguay pada tahun 1994, sektor pertanian negara berkembang umumnya diproteksi dengan tarif yang begitu tinggi. Namun, setelah ditandatanganinya Agreement on Agriculture (AoA) yang merupakan salah satu persetujuan hasil Putaran Uruguay, maka negara-negara anggota WTO menyepakati penurunan tarif komoditas pertanian. Di samping itu, kesepakatan yang dihasilkan oleh Putaran Uruguay ialah paket tarifikasi, yaitu penggantian kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat proteksi yang sama (Deplu, 2004). Penurunan tarif bertujuan untuk meningkatkan akses pasar antar negara anggota WTO. Tarif berdampak pada harga impor yang diterima masyarakat. Oleh karena itu, outpayments akan tergantung pada seberapa besar pengaruh tarif yang dibebankan pada komoditas impor. Selama periode 1996-2010, pemerintah Indonesia melakukan berbagai perubahan dalam penetapan tarif impor buah-buahan. Pada masa 1996-1997, tarif impor buah-buahan relatif tinggi, yaitu sekitar 10-25 persen. Namun, setelah periode tersebut, tarif pun diturunkan ke lima persen untuk negara-negara yang termasuk kategori MFN. Sementara itu, pada tahun 2005 tarif impor buah-buahan
7
asal China maupun negara ASEAN bahkan telah menjadi nol persen sebagai bentuk komitmen kesepakatan perdagangan bebas regional, CAFTA. Keadaan ini akan semakin meningkatkan laju permintaan masyararakat Indonesia terhadap buah-buahan impor. Dengan demikian, pertanyaan relevan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak pengenaan tarif impor terhadap outpayments buah-buahan Indonesia? Selain tarif impor, faktor apa saja yang juga memengaruhi outpayments? Kemudian, kebijakan apa yang perlu diambil pemerintah guna mengendalikan laju peningkatan outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia?
1.3.
Tujuan Penulisan Pada hakikatnya penelitian ini dimaksudkan untuk memberi jawaban atas
ketiga permasalahan tersebut di atas. Oleh karena itu, sebagaimana tersirat dari rumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini mempunyai tiga tujuan yang saling terkait, yaitu 1.
Menganalisis dampak pengenaan tarif impor terhadap outpayments buahbuahan Indonesia.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi outpayments buah-buahan Indonesia selain tarif impor
3.
Merumuskan kebijakan untuk mengendalikan tingginya outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia.
1.4.
Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis outpayments buah-buahan Indonesia dengan
empat mitra dagang utamanya, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan eksportir buah-buahan terbesar ke Indonesia. Periode analisis selama lima belas tahun, terhitung dari tahun 1996 hingga tahun 2010.