Standar Pelayanan Medik
I. METABOLIK ENDOKRINOLOGI
DIABETES MELITUS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
1
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada: 1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatic) dan di jaringan perifer (otot dan lemak). 2. Sekresi insulin oleh sel beta pancreas. 3. Atau keduanya. Klasifikasi Diabetes Melitus (DM) I. DM tipe 1 (destruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolute) : Immune-mediated Idiopatik. II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi relative sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin). III. Tipe spesifik lain : Defek genetik pada fungsi sel β. Defek genetik pada kerja insulin. Penyakit eksokrin pankreas. Endokrinopati. Diinduksi obat atau zat kimia. Infeksi. Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM. Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM. IV. DM gestasional. DIAGNOSIS Terdiri dari : Diagnosis DM. Diagnosis komplikasi DM. Diagnosis penyakit penyerta. Pemantauan pengendalian DM. Anamnesis Keluhan khas DM : 1. Poliuria. 2. Polidipsia. 3. Polifagia. 4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan tidak khas DM : 1. Lemah. 2. Kesemutan. 3. Gatal. 4. Mata kabur. 5. Disfungsi ereksi pada pria. 6. Pruritus vulvae pada wanita. Faktor risiko DM tipe 2 1. Usia > 45 tahun. 2. Berat badan lebih ; > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (MIT) > 23 kg/m2. 3. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg). 4. Riwayat DM dalam garis keturunan. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
2
Standar Pelayanan Medik
5. 6. 7. 8. 9.
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram. Riwayat DM gestasional. Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Penderita penyakit jantung korener, tuberculosis, hipertiroidisme. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.
Pemeriksaan fisik lengkap, termasuk : a. Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang. b. Tanda neuropati. c. Mata (visus, lensa mata dan retina). d. Gigi mulut. e. Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki) kulit dan kuku. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa : 1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau 3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO. DIAGNOSIS BANDING Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT). PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium : 1. Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah. 2. Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan. 3. Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin. 4. SGPT, Albumin/Globulin. 5. KolesterolTotal, Kolesterol LDL, Kolesterol HDL, trigliserida. 6. A, C. 7. Albuminuri mikro. Pemeriksaan penunjang lain : EKG, foto toraks, funduskopi. TERAPI Edukasi meliputi pemahaman tentang : Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. Perencanaan Makan Standar yang dianjurkan adalah makanan dengana komposisi : Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hr, diutamakan serat larut. Jumlah kalori basal per hari : Laki-laki : 30 kal/kgBB idaman. Wanita : 25 kal/kgBB idaman. Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari) : Status gizi : BB gemuk -20%. BB lebih -10%. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
3
Standar Pelayanan Medik
BB kurang +20%. Umur > 40 tahun -5%. Stres metabolik (infeksi, pasca operasi, dll) + 10 s/d 30%. Aktivitas : Ringan +10%. Sedang +20%. Berat +30%. Hamil : Trimester I, II +300 kal. Trimester III/laktasi +500 kal. Rumus Broca: Berat badan idaman = (tinggi badan-100) – 10%* Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi. → BB kurang : < 90% BB idaman. BB normal : 90-110% BB idaman. BB lebih : 110-120% BB idaman. Gemuk : >120% BB idaman. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Prinsip: Continuous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance. Intervensi Farmakologis Obat Hipoglikemia Oral (OHO) : 1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonylurea, glinid. 2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,tiazolidindion. 3. Penghambat absorpsi glukosa : Penghambat glukosidase alfa. Insulin Indikasi : 1. Penurunan berat badan yang cepat. 2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis. 3. Ketoasidosis diabetik. 4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. 5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat. 6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal. 7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke). 8. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan. 9. Gangguan fungsi ginjal atau hati berat. 10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO. Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya. Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk ; Non farmakologis → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non farmakologis. → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis): Sasaran tidak tercapai : + 1 macam OHO Biguanid/Penghambat glukosidase α/Glitazon → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
4
Standar Pelayanan Medik
Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara : Biguanid/Penghambat glukosidase α/Glitazon → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO : Biguanid + Penghambat glukosidase α + Glitazon atau Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO : Biguanid + Penghambat glukosidase α + Glitazon + Secretagogue atau Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin atau Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai : Insulin Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir. Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk : farmakologis → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : Non farmakologis + secretagogue. → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara : Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid/Glitazon → evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis) Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO : Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid/Glitazon, atau Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam → evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis) Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid+Glitazon, atau Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam → evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis) Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin, atau Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam Sasaran Terapi Kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai : Insulin Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir. Penilaian hasil terapi : 1. Pemeriksaan glukosa darah 2. Pemeriksaaan AIC 3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri 4. Pemeriksaan glukosa urin 5. Penentuan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (Lihat tabel) KOMPLIKASI A. Akut : Ketoasidosis diabetik Hiperosmolar non ketotik Hipoglikemia B. Kronik Makroangiopati : o Pembuluh koroner o Vaskular perifer SPM Penyakit Dalam RS Meilia
5
Standar Pelayanan Medik
o Vaskular otak Mikroangiopati : o Kapiler retina o Kapiler renal Neuropati Gabungan : o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati Rentan infeksi Kaki diabetik Disfungsi ereksi PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.
TIROTOKSIKOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
6
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori : 1. Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme. 2. Kelainan yang tidak behubungan dengan hipertiroidisme Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Garves, struma multinodosa toksik (Plummer), dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah tiroidtis, penyakit trofoblastik, pemakaian yodium berlebihan, obat hormon tiroid, dll. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau strumamultinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus : infeksi, operasi, trauma, zat kontras beryodium, hipoglikemia, partus, stres emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I 131, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat. DIAGNOSIS Gejala dan tanda tirotoksikosis : hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore/amenore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus, refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit. Gambaran klinis penyakit Graves : struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/eksoftalmus, dermopati lokal, akropaki. Laboratorium : TSHs rendah, T4 atau fT4 tinggi. Pada T3 toksikosis : T3 atau fT3 meningkat. Penderita yang dicurigai krisis tiroid A. Anamnesis : Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenore. B. Pemeriksaan fisik : Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain. Sistem saraf pusat terganggu : delirium, koma. Demam tinggi sampai 400C. Takikardia sampai 130-200x/menit Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus. C. Laboratorium : TSHs sangat rendah, T4/fT4/T3 tinggi, anemia normositik normokrom, limfositosis relatif, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat,azotemia prerenal. D. EKG : sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat. DIAGNOSIS BANDING 1. Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksis, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH, obat ; kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow) 2. Tirotoksikosis tanpa hipetiroidisme : tirodisitis subakut, tirodisitis silent, destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia) 3. Hipertiroidisme sekunder ; adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional. PEMERIKSAAN PENUNJANG SPM Penyakit Dalam RS Meilia
7
Standar Pelayanan Medik
1. Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3, atau fT3, TSH RAb, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid) 2. Sidik tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa. 3. EKG 4. Foto toraks. TERAPI Tata laksana Penyakit Graves : Obat Antitiroid Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300-600 mg/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari. Metimazol dosis awal 20-30 mg/hari. Indikasi ; o Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan-sedang dan tirotoksikosis o Untuk mengendalikan toritoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif o Persiapan tiroidektomi o Pasien hamil, lanjut usia o Krisis tiroid. Penyekat adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 612 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis. Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali : memantau gejala dan tanda klinis, serta lab fT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps. Tindakan bedah Indikasi : 1. Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid 2. Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi 3. Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif 4. Adenoma toksik, struma multinodosa toksik 5. Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul. Radioablasi Indikasi : 1. Pasien berusia ≥ 35 tahun 2. Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi 3. Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat anttiroid 4. Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid 5. Adenoma toksik, struma multinodosa toksik Tatalaksana Krisis tiroid : (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid) 1. Perawatan suportif : Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen) Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ; infus dextrose 5% dan NaCl 0,9% Mengatasi gagal jantung : O2, diuretik, digitalis. 2. Antagonis aktivitas hormon tiroid : Blokade produksi hormon tiroid : PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO. Alternatif : Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO. Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU 600-1000 mg atau metimazol 60-100 mg. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
8
Standar Pelayanan Medik
Blokade ekskresi hormon tiroid : Solutio Lugol (saturated solution of potassium iodida) 8 tetes tiap 6 jam. Penyekat β : propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons (target : frekuensi jantung < 90x/menit). Glokukortikoid : Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam. Bila refrakter terhadap terapi di atas : plasmaferesis, dialisis peritoneal. 3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi : antibiotik, dll. KOMPLIKASI Penyakit Graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid : mortalitas. PROGNOSIS Dubia ad bonam. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat 10-15%. UNIT TERKAIT Bagian Neurologi, Patologi Klinik, radiologi dan Bedah.
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
9
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin. DIAGNOSIS A. Klinis : Keluhan poliuri, polidipsi Riwayat berhenti menyuntik insulin Demam/infeksi Muntah Nyeri perut Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul) Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering) Dapat disertai syok hipovolemik B. Kriteria diagnosis : Kadar glukosa : > 250 mg/dL pH : < 7,35 HCO3: rendah Anion gap : tinggi Keton serum : positif dan atau ketonuria DIAGNOSIS BANDING Ketosis diabetik, hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglicemic hyperosmolar state, ensefalopati uremikum, asidosi uremikum, minum alkohol, ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosi hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, taraumja kapitis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG. Pemantauan : Gula darah : tiap jam. Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan. Analisis gas darah : bila pH <7 saat masuk ---- diperiksa setiap 6 jam s/d pH >7,1. Selanjutnya setiap hari sampai stabil. Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus. TERAPI Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way : I. Cairan : NaCl 0,9% diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu ± 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 L pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan. Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L. Jika Na+ > 155 mEq/L --- ganti cairan dengan NaCl 0,45%. Jika GD < 200 mg/dL --- ganti cairan dengan Dextrose 5%. II.
Insulin (regular insulin = RI) Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan. RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan : RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
10
Standar Pelayanan Medik
Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi --- RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%. Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam --- RI drip 1-2 U/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam : GD → RI (mg/dL) (Unit, subkutan) <200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 >350 20 Jika kadar GD ada yang <100 mg/dL : drip RI dihentikan. Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari --- dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan). III.
Kalium Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6 jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat. Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua : <3,5 → drip KCl 75 mEq/6 jam 3,0-4,5 → drip KCl 50 mEq/6 jam 4,5-6,0 → drip KCl 25 mEq/6 jam >6,0 → drip dihentikan Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu.
IV. Natrium bikarbonat Drip 100 mEq bila pH <7,0 disertai KCl 26 mEq drip. 50 mEq bila pH 7,0-7,1 disertai KCl 13 mEq drip. Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam. V. Tata laksana Umum : Oksigen bila PO2 <80 mmHg Antibiotik adekuat Heparin : bila ada KID atau hiperosmolar (>380 mOsm/L). Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis : Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, temperatur setiap jam, Kesadaran setiap jam, Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam, Produksi urin setiap jam, balans cairan Cairan infus yang masuk setiap jam. Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang). KOMPLIKASI Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia. PROGNOSIS Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok. UNIT TERKAIT Bagian Patologi Klinik.
HIPOGLIKEMIA SPM Penyakit Dalam RS Meilia
11
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dL, atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena : 1. Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral 2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca persalinan 3. Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat 4. Kegiatan jasmani berlebihan. DIAGNOSIS A. Gejala dan tanda klinis ; a. Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun. b. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara c. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar d. Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang B. Anamnesis : 1. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis. 2. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi. 3. Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya. 4. Lama menderita DM, komplikasi DM 5. Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll 6. Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik β, dll. C. Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien. Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum : 1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia. 2. Kadar glukosa plasma rendah 3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat. DIAGNOSIS BANDING Hipoglikemia karena 1. Obat (sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol. (kadang) : kinin, pentamidine (jarang) : salisilat, sulfonamid 2. Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik 3. Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi 4. Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin 5. Tumor non-sel β : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma 6. Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gater), diinduksi alkohol. PEMERIKSAAN PENUNJANG Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide.
TERAPI A. Stadium permulaan (sadar) SPM Penyakit Dalam RS Meilia
12
Standar Pelayanan Medik
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat. 2. Hentikan obat hipoglikemik sementara 3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam 4. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar) 5. Cari penyebab. B. Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia) : 1. Diberikan larutan Dextrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena, 2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf, 3. Periksa GD sewaktu (GDS), kalau memungkinkan dengan glukometer : Bika GDS <50 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV Bila GDS <100 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV 4. Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dextrosa 40% : Bila GDS <50 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV Bila GDS <100 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV Bila GDS 100-200 mg/dL --- tanpa bolus Dekstrosa 40% Bila GDS >200 mg/dL --- pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10% 5. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan DGS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDS >200 mg/dL --- pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%. 6. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS setiap 4 jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS .200 mg/dL --- pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%. 7. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam : GD → RI (mg/dL) (Unit, subkutan) <200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 >350 20 8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV/IM (bila penyebabnya insulin). 9. Bila pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain penurunan kesadaran menurun. KOMPLIKASI Kerusakan otak, koma, kematian. PROGNOSIS Dubia. UNIT TERKAIT Bagian Patologi Klinik, ICU.
DISLIPIDEMIA SPM Penyakit Dalam RS Meilia
13
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan (peningkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : Hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan campuran hiperkolesterolemia. DIAGNOSIS Klasifikasi kadar kolesterol : Kolesterol LDL : <100 mg/dL 100-129 mg/dL 130-159 mg/dL 160-189 mg/dL >190 mg/dL Kolesterol total:
Kolesterol HDL :
<200 mg/dL 200-239 mg/dL >240 mg/dL <40 mg/dL ≥60 mg/dL
Klasifikasi Optimal Hampir optimal Borderline tinggi Tinggi Sangat tinggi Idaman Borderline tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung korener (PJK), perlu diperhatikan faktor-faktor risiko lainnya : Faktor risiko positif : Merokok Umur (pria ≥45 tahun, wanita ≥55 tahun) Kolesterol HDL rendah Hipertensi (TD ≥140/90 atau dalam terapi antihipertensi) Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga (fisrt degree : pria <55 tahun, wanita <65 tahun) Faktor risiko negatif ; Kolesterol HDL tinggi : mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total. ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya rsisiko penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien dengan ≥2 faktor risiko, meliputi : umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun. Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK, yakni >20% dalam 10 tahun, terdiri dari ; Bentuk klinis lain dari aterosklerosis : penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis, Diabetes Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun >20%. Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya trigliserida : a. Obesitas, berat badan lebih b. Inaktivasi fisik c. Merokok d. Asupan alkohol berlebih e. Diet tinggi karbohidrat (>60% asupan energi) f. Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik SPM Penyakit Dalam RS Meilia
14
Standar Pelayanan Medik
g. Obat : kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergik-beta dosis tinggi h. Kelainan genetik (riwayat keluarga) Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia Normal : <150 mg/dL Borderline-tinggi : 150-199 mg/dL Tinggi : 200-499 mg/dL Sangat tinggi : ≥500 mg/dL DIAGNOSIS BANDING 1. Hiperkolesterolemia sekunder, karena hipotiroidisme, penyakit hti obstruktif, sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermitten akut, obat (progestin, siklosporin, thiazide) 2. Hipertrigliseridemia sekunder, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glicogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid, thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik, gammopati monoklonal : myeloma multipel, limfoma AIDS : inhibitor protease 3. HDL rendah sekunder, karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat betasteroid anabolik PEMERIKSAAN PENUNJANG Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekali : Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fungsi hati, urin lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG. TERAPI Untuk hiperkolesterolemia : Penalaksanaan Non- farmakologis (Perubahan Gaya Hidup) : 1. Diet, dengan komposisi : Lemak jenuh <7% kalori total PUFA hingga 10% kalori total MUFA hingga 10% kalori total Lemak total 25-35% kalori total Karbohidrat 50-60% kalori total Protein hingga 15% kalori total Serat 20-30 g/hari Kolesterol <200 mg/hari 2. Latihan jasmani 3. Penurunan berat badan bagi yang gemuk 4. Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di bawah ini), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai : intensifikasi penurunan lemak jenuh dan kolesterol, tambahkan stenol/steroid nabati, tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama dengan dietisien. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi Farmakologis : a. Golongan statin : Simvastatin 5-40 mg Lovastatin 10-80 mg Pravastatin 10-40 mg Fluvastatin 20-80 mg Atorvastatin 10-80 mg b. Golongan bile acid sequestrant : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
15
Standar Pelayanan Medik
Kolestiramin 4-16 g c. Golongan nicotinic acid : Nicotinic acid (immediate release) 2x100 mg s/d 1,5-3 g Target Kolesterol LDL (mg/dL) : Kategori Risiko
Target LDL
Kadar LDL untuk memulai PGH
Kadar LDL untuk mulai terapi farmakologis
PJK atau Ekivalen PJK
<100
≥100 (100-129: opsional)
130
(FRS >20%) Faktor risiko ≥2
<130
≥130
≥130 (FRS 10-20%) (160-189:opsional)
(FRS ≤20%) Faktor risiko 0-1
<160
≥160
≥190 (160-189:opsional)
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai:intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan. Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL .100 mg/dL Pasien dengan hipertrigliseridemia : a. Penatalaksanaan non farmakologis sesuai diatas. b. Penatalaksanaan farmakologis : Target terapi : Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi ; tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL. Pasien dengan trigliserida tinggi : target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel diatas). Pendekatan terapi obat : 1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau 2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari : o Gemfibrozil 2x600 mg atau 1x900 mg o Fenofibrat 1x200 mg Penyebab primer dari dislipidemia sekunder, juga harus ditatalaksana. KOMPLIKASI Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis akut. PROGNOSIS Dubia ad Bonam UNIT TERKAIT Bagian Patologi Klinik, Gizi.
STRUMA NODOSA NON TOKSIK SPM Penyakit Dalam RS Meilia
16
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Berdasarkan jumlah nodul, dibagi : Struma mononodosa non toksik Struma multinodosa non toksik Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi : nodul dingin, nodul hangat, nodul panas. Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi : nodul lunak, nodul kistik, nodul keras, nodul sangat keras. DIAGNOSIS Anamnesis : 1. Sejak kapan benjolan timbul 2. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap 3. Cara membesarnya : cepat, atau lambat 4. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja. 5. Riwayat keluarga 6. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda 7. Perubahan suara 8. Gangguan menelan, sesak nafas 9. Penurunan berat badan 10. Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan fisik : a. Umum b. Lokal : Nodul tunggal atau majemuk, atau difus Nyeri tekan Konsistensi Permukaan Perlengketan pada jaringan sekitarnya Pendesakan atau pendorongan trakea Pembesaran kelenjar getah bening regional Pemberton's sign Penilaian risiko keganasan : Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid : Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun. Gejala hipo atau hipertiroidisme. Nyeri berhubungan dengan nodul. Nodul lunak, mudah digerakkan. Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid : 1. Umur <20 tahun atau >70 tahun 2. Gender laki-laki SPM Penyakit Dalam RS Meilia
17
Standar Pelayanan Medik
3. 4. 5.
Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan) Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit nodu; tiroid jinak) 6. Riwayat keluarga kanker tiroid meduler 7. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan 8. Paralisis pita suara 9. Temuan limfadenopati servikal 10. Metastasis jauh (paru-paru, dll) Langkah diagnostik I : TSHs, FT4 Hasil : Non-toksik → Langkah diagnostik II :BAJAH nodul tiroid Hasil : A. Ganas B. Curiga C. Jinak D. Tak cukup/sediaan tak representatif (dilanjutkan di kolom Terapi) DIAGNOSIS BANDING 1. Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres lain. 2. Tiroiditis akut 3. Tiroiditis subakut 4. Tiroiditis subakut 5. Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrosa-invasif (Riedel) 6. Simple goiter 7. Struma endemik 8. Kista tiroid, kista degerasi 9. Adenoma 10. Karsinoma tiroid primer, metastatik 11. Limfoma PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium : T4 atau fT4, T3 dan TSHs b. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid : Bila hasil laboratorium : non-toksik Bila hasil lab (awal) toksik, tetapi hasil scan : cold nodul → syarat : sudah menjadi eutiroid. c. USG tiroid : Pemantau kasus nodul yang tidak dioperasi Pemandu pada BAJAH d. Sidik tiroid ; Bila klinis : ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali) : jinak, Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas e. Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid meduler, diperiksakan kalsitonin) f. Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga penyakit Hashimoto. TERAPI Sesuai hasil BAJAH, maka terapi : A. Ganas → Operasi Tiroidektomi near-total B. Curiga → Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC) : Bila hasil = ganas → Operasi Tiroidektomi near-total. Bila hasil = jinak → Operasi Lobektomi , atau Tiroidektomi near-total. → Alternatif : Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule → Operasi SPM Penyakit Dalam RS Meilia
18
Standar Pelayanan Medik
C. Tak cukup/sediaan tak representatif Jika nodul Solid (saat BAJAH) : ulang BAJAH. Bila klinis curiga ganas tinggi → Operasi Lobektomi Bila klinis curiga ganas rendah → Observasi Jika nodul Kistik (saat BAJAH) : aspirasi Bila kista regresi → Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah → Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi → Operasi Lobektomi D. Jinak → terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis. Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari), dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari), bila tidak ada efek samping atau tanda toksis : dosis menjadi 2 x 100 ug sampai 4-6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1-0,3 ulU/L) supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil >50% dari volume awal) o Bila nodul mengecil atau tetap → L-tiroksin dihentikan dan diobservasi : o Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1-0,3 uIU/L). o Bila setelah L-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, diobservasi saja . o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi → obat dihentikan dan operasi Tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi → hasil PA : Jinak : terapi dengan L-tiroksin : target TSH 0,5-3,0 uIU/L Ganas : terapi dengan L-tiroksin Individu dengan risiko ganas tinggi : target TSH <0,01-0,05 uIU/L Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05-0,1 uIU/L KOMPLIKASI Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut/subakut. PROGNOSIS Tergantung jenis nodul,tipe histopatologis. UNIT TERKAIT Bagian Radiologi, Bedah, Patologi Klinik, Patologi Anatomik.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
19
Standar Pelayanan Medik
KISTA TIROID
PENGERTIAN Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10-25% dari seluruh nodul tiroid. Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu keganasan. Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid. DIAGNOSIS Anamnesis 1. Sejak kapan benjolan timbul 2. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap 3. Cara membesarnya : cepat atau lambat 4. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja 5. Riwayat keluarga 6. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda 7. Perubahan suara 8. Gangguan menelan 9. Sesak nafas 10. Penurunan berat badan 11. Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan fisik ; a. Umum b. Lokal : Nodus tunggal atau majemuk, atau difus Nyeri tekan Konsistensi : kistik Permukaan Perlekatan pada jaringan sekitarnya Pendesakan atau pendorongan trakea Pembesaran kelenjar getah bening regional Pemberton's sign Penilaian risiko keganasan : Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kanker tiroid : Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme Nyeri yang berhubungan dengan nodul Nodul lunak, mudah digerakkan Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid : 1. Umur <20 tahun atau >70 tahun 2. Gender laki-laki 3. Nodul disertai disfagia, serak, atau obstruksi jalan nafas 4. Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan) 5. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan insidens penyakit nodul tiroid jinak) 6. Riwayat keluarga kanker tiroid medular 7. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan : Paralisis pita suara SPM Penyakit Dalam RS Meilia
20
Standar Pelayanan Medik
8. Temuan limfadenopati servikal 9. Metastasis jauh (paru-paru, dll) Langkah diagnostik awal : TSHs, FT4 Bila hasil : Non toksik → Langkah diagnostik II : → Pungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid DIAGNOSIS BANDING Kista tiroid, kista degenerasi, karsinoma tiroid PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG tiroid : dapat membedakan bagian padat dan cair, dapat untuk memandu BAJAH : menemukan bagian solid. gambaran USG kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis. 2. Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin. 3. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) : pada bagian yang solid. TERAPI Pungsi aspirasi seluruh cairan kista : Bila kista regresi → Observasi Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah → pungsi aspirasi dan observasi Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi → operasi lobektomi. TERAPI Tidak ada. PROGNOSIS Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya. UNIT TERKAIT Bagian Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
21
Standar Pelayanan Medik
II RHEUMATOLOGI
ARTRITIS PIRAI SPM Penyakit Dalam RS Meilia
22
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Artritis Pirai adalah penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosodium urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra selular dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi klinik. DIAGNOSIS Kriteria ACR (1977) : A. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam tofus, atau C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut : 1. Inflamasi maksimal pada hari pertama 2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali 3. Artritis monoartikular 4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan 5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP 1 6. Serangan pada sensi MTP unilateral 7. Serangan pada sensi tarsal unilateral 8. Tofus 9. Hiperurisemia 10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik 11. Subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologik 12. Kultur bakteri cairan sendi negatif DIAGNOSIS BANDING Pseudogout, artritis septik, artritis reumatoid PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LED, CRP. 2. Analisis cairan sendi. 3. Asam urat darah dan urin 24 jam. 4. Ureum, kreatinin, CCT. 5. Radiologi sendi. TERAPI 1. Penyuluhan 2. Pengobatan fase akut : a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda toksik atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam. b. Obat antiinflamsi non-steroid. c. Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi dan kolkisin dan obat antiinflamsi non-steroid. 3. Pengobatan hiperurisemia : a. Diet rendah purin b. Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya allopurinol c. Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah). Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada stadium akut. KOMPLIKASI 1. Tofus 2. Deformitas sendi 3. Nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran kencing. PROGNOSIS Bonam SPM Penyakit Dalam RS Meilia
23
Standar Pelayanan Medik
UNIT TERKAIT -
ARTRITIS REUMATOID
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
24
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Artritis Reumatoid adalah penyakit inflamasi sestemik kronik yang terutama mengenai sendi di artrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui. DIAGNOSIS Kriteria Diagnosis (ACR, 1987) 1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam 2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi 3. Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx (MCP) dan Proximal Interphalanx (PIP) 4. Artritis simetris 5. Nodul reumatoid 6. Faktor reumatoid serum positif 7. Gambaran radiologik yang spesifik. Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di atas. Kriteria 1-4 harus minimal diderita selama 6 minggu. DIAGNOSIS BANDING Spondiloartropati seronegatif, Sindrom Sjogren. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LED, CRP. 2. Faktor reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%), sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya AR. 3. Analisis cairan sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit di atas 2000/m 3. Analisis ini sekaligus digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati kristal. 4. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas sampai daerah subkondral. 5. Biopsi sinovium/nodul reumatoid. TERAPI 1. Penyuluhan 2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut 3. Obat antiinflamasi non-steroid 4. Obat remitif (DMARD), misalnya : Klorokuin dengan dosis 1x250 mg/hari Metotreksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu, Salazopirin dosis 3-4x500 mg/hari, Garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g, dilanjutkan seminggu kemudian dengan dosis 25 mg/minggu, dan dinaikkan menjadi 50 mg/minggu selama 20 minggu, selanjutnya diturunkan setiap 4 minggu sampai dosis kumulatif 2 g. 5. Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau kekambuhan. Dapat diberikan prednison dengan dosis 20 mg dosis terbagi dan segera tappering off. 6. Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular seperti triamcinolon acetonide 10 mg atau metilprednisolon 20-40 mg. 7. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis. 8. Operasi untuk memperbaiki deformitas. KOMPLIKASI 1. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar). 2. Sindrom terowongan karpal PROGNOSIS Dubia
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
25
Standar Pelayanan Medik
UNIT TERKAIT Bagian Bedah.
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PENGERTIAN SPM Penyakit Dalam RS Meilia
26
Standar Pelayanan Medik
Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap komponenkomponen inti sel yang mengakibatkan manifestasi klinis yang luas. DIAGNOSIS Kriteria Diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria di bawah ini : 1. Ruam malar 2. Ruam diskoid 3. Fotosensitivitas 4. Ulserasi di mulut atau nasofaring 5. Artritis 6. Serositis (pleuritis atau perikarditis) 7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5 g/hari, atau silinder sel) 8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis. 9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau trombopenia. 10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif, tes serologi untuk sifilis positif palsu. 11. Antibodi antinuklear (ANA) positif. DIAGNOSIS BANDING Mixed connective tissue disease, sindrome vaskulitis. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LED, CRP 2. C3 dan C4 3. ANA, ENA (anti dsDNA dsb) 4. Coomb test,bila ada AIHA 5. Biopsi kulit TERAPI 1. Penyuluhan 2. Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sinar fluoresein 3. Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue) dapat diberikan klorokuin 4 mg/kgBB/hari. 4. Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering off. 5. Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular. 6. Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan metilprednison 1 gr/hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral. 7. Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif lain, misal siklofosfamid 500-1000 mg/m2 sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun. 8. Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah azatioprin, siklosporin-A. KOMPLIKASI Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis lupus, infeksi sekunder, asteonekrosis. PROGNOSIS Dubia. UNIT TERKAIT Bagian Kulit Kelamin.
ARTRITIS SEPTIK
PENGERTIAN SPM Penyakit Dalam RS Meilia
27
Standar Pelayanan Medik
Artritis septik adalah artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai mikroorganisme (bakteri, nongonokokal). DIAGNOSIS Nyeri sendi akut, umumnya monoartikular Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari Ditemukan bakteri dari kultur cairan sendi. DIAGNOSIS BANDING Artritis gonokokal, bursitis septic. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisis cairan sendi 2. Pewarnaan Gram dan kultur cairan sendi 3. Radiografi sendi yang terserang 4. LED, CRP, leukosit darah 5. Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis. TERAPI 1. Aspirasi cairan sendi 2. Antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan diubah setelah hasil kultur diperoleh. 3. Drainase sendi yang terinfeksi. 4. Indikasi tindakan bedah adalah infeksi koksa pada anak-anak, infeksi mengenai sendi yang sulit dilakukan drainase secara adekuat, terdapat bukti osteomielitis, infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitarnya. KOMPLIKASI Osteomielitis, sepsis. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Bedah
OSTEOARTRITIS
PENGERTIAN
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
28
Standar Pelayanan Medik
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang (osteofit). DIAGNOSIS Osteoartritis sendi lutut : 1. Nyeri lutut, dan 2. Salah satu dari 3 kriteria berikut : a. Usia >50 tahun b. Kaku sendi <30 menit c. Krepitasi+osteofit Osteoartritis sendi tangan : 1. Nyeri tangan atau kaku, dan 2. Tiga dari 4 kriteria berikut : a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II dan III kanan, CMC 1 kiridan kanan) b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP c. Pembengkakan pada <3 sendi MCP d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu.
kiri
dan
Osteoartritis sendi pinggul : 1. Nyeri pinggul, dan 2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut : a. LED <20 mm/jam b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau asetabulum c. Radiologi : terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial) DIAGNOSIS BANDING Artritis rematoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat) 2. Analisis cairan sendi 3. Radiografi sendi yang terserang 4. Artroskopi. TERAPI 1. Penyuluhan 2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut 3. Obat antiinflamasi non-steroid, diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, piroksikam 20 mg o.d meloksikam 7,5 mg o.d, dan sebagainya 4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi 5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis 6. Operasi untuk memperbaiki : deformitas. KOMPLIKASI Deformitas sendi. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Bedah. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
29
Standar Pelayanan Medik
SKLEROSIS SISTEMIK
PENGERTIAN Sklerosis sistemik merupakan penyakit kronik yang mengenai berbagai sistem organ dan terutama ditandai dengan penebalan kulit. Penyakit ini dapat difus, terbatas, atau berupa sindrom tumpang tindih. DIAGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
30
Standar Pelayanan Medik
A. Kriteria mayor Skleroderma proksimal B. Kriteria minor 1. Sklerodaktil 2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari 3. Fibrosis basal di kedua paru. Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau lebih. DIAGNOSIS BANDING Mixed Connective Tissue Disease. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LED, CRP, Peningkatan hasil menunjukkan proses inflamasi aktif 2. ANA, anti topo-1 (Scl-70), antobody antisentromer, anti SS-S, anti SS-B, anti RNP. Diharapkan hasil tersebut positif, terutama anti-topoisomerase 1, RNA polymerase I, III dan U3 rnp. 3. Radiologi tangan, toraks. 4. Uji fungsi paru 5. Ureum dan kreatinin 6. Biopsi kulit TERAPI Penyuluhan dan dukungan psikososial Proteksi terhadap suhu dingin untuk mengatasi fenomena Raynaud. Bila terdapat ulkus atau gangren, harus dirawat dengan baik dan diberikan antibiotik yang adekuat. Dapat dicoba D-penisilamin 3x250 mg. Bila gagal dapat dicoba DMARD lain seperti metotreksat. Bila didapatkan gangguan gastrointestinal, dapat diberikan H2 antagonis, omeprazol, dan obat-obat prokinetik. Pada keadaan krisis renal, dapat diberikan kaptopril. Bila fungsi ginjal memburuk, dapat dilakukan dialisis. Pada pneumonitis, dapat diberikan glukokortikoid atau siklofosfamid. KOMPLIKASI Hipertensi yang tidak terkontrol, krisis renal, pneumonitis, refluks esofagitis, divertikulosis. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Kulit-Kelamin
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
31
Standar Pelayanan Medik
III TROPIK INFEKSI
DEMAM BERDARAH DENGUE
PENGERTIAN Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengue (DBD). DIAGNOSIS Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
32
Standar Pelayanan Medik
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik 2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini : Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2) Petekie, ekimosis, atau purpura Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain Hematemesis atau melena 3. Trombositopenia (<100.000/mm3) 4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage : Hematokrit meningkat >20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama Hematokrit turun hingga >20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemia. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif dan/atau mudah memar. II : Derajat I disertai perdarahan spontan III : Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah. IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan dengue. DIAGNOSIS BANDING Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia PEMERIKSAAN PENUNJANG Hb, Ht, leukosit, trombosit, serologi dengue. TERAPI A. Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak B. Farmakologis : 1. Simptomatis : antipiretik parasetamol bila demam 2. Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD Cairan intravena : Ringer Laktat atau Ringer Asetat 4-6 jam/kolf Koloid plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi intravaskular diseminata (KID) KOMPLIKASI Renjatan, perdarahan, KID. PROGNOSIS Bonam. UNIT TERKAIT -
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
33
Standar Pelayanan Medik
DEMAM TIFOID
PENGERTIAN Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonell typhi atau Salmonella paratyphi. DIAGNOSIS a. Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remitten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
34
Standar Pelayanan Medik
b. Pemeriksaan Fisis : febris, kesadaran berkabut, bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyutnadi 8x/menit), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia). c. Laboratorium : dapat ditemukan leukopeni, leukositosis, atau leukosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis. Hepatitis Tifosa Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lain : bilirubin >30,6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), kelainan histopatologi. Tifoid Karier Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid. DIAGNOSIS BANDING Infeksi virus, malaria. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu). TERAPI A. Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat. B. Farmakologis : 1. Simptomatis 2. Antimikroba : a. Pilihan utama : Kloramfenikol 4x500mg sampai dengan 7 hari bebas demam. b. Alternatif lain ; Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan Kloramfenikol) Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu Sefalosporin generasi III : terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari. Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3x1 gram, sefoperazon 2x1 gram. Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) : o Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari. o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari. o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari. o Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari. o Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari. 3. Pada kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg. 4. Kombinasi antibiotik hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, renjatan septik. 5. Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami renjatan septik dengan dosis 3 x 5 mg. Kasus tifoid karier : a. Tanpa kolelitiasis → pilihan rejimenn terapi selama 3 bulan : Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
35
Standar Pelayanan Medik
b. Dengan kolelitiasis → kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi + salah satu rejimen berikut : Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari Norfloksasin 2 x 400 mg/hari c. Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus urinarius → eradikasi Schistosoma haematobium: Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu. Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas. Perhatian : Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan. Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin, dan sefalosporin generasi III (seftriakson). KOMPLIKASI 1. Intestinal : perdarahan intyestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis. 2. Ekstra-intestinal : kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis), hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia, KID), paru (pneumonia, empiema, pleuritis), hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal (glomerulonefritis, peilonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid). PROGNOSIS Baik. Bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat, prognosis meragukan/buruk. UNIT TERKAIT Bagian Bedah.
LEPTOSPIROSIS
PENGERTIAN Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta pathogen dari family Leptospiraceae. DIAGNOSIS a. Anamnesis : demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, diare. b. Pemeriksaan Fisis : injeksi konjunctiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
36
Standar Pelayanan Medik
c. Laboratorium : dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amylase, lipase, dan CK, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. Serologi leptospira positif (titer .1/100 atau terdapat peningkatan >4 kali pada titer ulangan). DIAGNOSIS BANDING Hepatitis tifosa, ikterus obstruktif, malaria, kolangitis, hepatitis fulminan. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amylase, lipase, serologi leptospira MAT (mikoaglutinasi test). TERAPI A. Nonfarmakologis Tirah baring, makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ yang terlibat. B. Farmakologis 1. Simptomatis 2. Antimikroba pilihan adalah pilihan utama : Penisilin G 4 x 1,5 juta unit selama 5-7 hari, alternative tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, flurokuinolon KOMPLIKASI Gagal ginjal, pancreatitis, miokarditis, perdarahan massif, meningitis aseptic. PROGNOSIS Bonam UNIT TERKAIT -
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
PENGERTIAN Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi. Renjatan (syok) septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS <90 mmHg atau penurunan >40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan TD. Sepsis berat : gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru, dan asidosis metabolik.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
37
Standar Pelayanan Medik
DIAGNOSIS SEPSIS 1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut : Suhu badan >38ºC atau <36ºC Frekuensi denyut jantung >90x/menit Frekuensi pernafasan >24x/menit atau PaCO2 <32 Hitung leukosit >12.000/mm3 atau <400.000/mm3, atau adanya >10% sel batang 2. Ada fokus infeksi yang bermakna. DIAGNOSIS BANDING Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal (urin, pus, sputum, dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba, fototoraks. TERAPI 1. Eradikasi fokus infeksi. 2. Antimikroba empiric diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman penyebab, profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati. Antimikroba definitif diberikan bila hasi kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasi uji kepekaan mikroorganisme. Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan tranfusi (sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respon secepatnya. Resusitasi cairan. Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu kepada respon klinis (respons terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan tekanan vena jugularis, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 8-12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori per hari. Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernafasan. Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah sistolik >90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan >30 ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamine dengan dosis >8 µg/kgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 µg/kgBB/menit, fenilefrin 0,5-8 µg/kgBB/menit, atau epinefrin 0,1-0,5 µg/kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard, dapat digunakan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-28 µg/kgBB/menit, dopamine 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon). Transfusi komponen darah sesuai indikasi. Koreksi gangguan metabolic : elektrolit, gula darah, dan asidosis metabolic (secara empiris dapat diberikan bila pH <7,2 atau bikarbonat serum <9 mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan hemodinamik). Nutrisi yang adekuat. Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal. Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal. Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan infuse kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali control atau antikoagulan lainnya. KOMPLIKASI Gagal nafas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik irreversible. PROGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
38
Standar Pelayanan Medik
Dubia ad malam UNIT TERKAIT ICU
FEVER OF UNKNOWN ORIGIN
PENGERTIAN Fever of Unknown Origin (FUO) klasik adalah demam >38,3ºC selama lebih dari 3 minggu, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi, neoplasma, penyakit kolagen dan vaskular.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
39
Standar Pelayanan Medik
FUO pada pasien HIV adalah demam >38,3ºC selama 4 minggu atau lebih pada pasien rawat jalan atau minimal 4 hari pada pasien yang dirawat dengan hasil pertumbuhan mikroorganisme negative dari dugaan fokus infeksi. Penyebab : infeksi, obat, sarcoma, limfoma. FUO pada pasien netropenia (jumlah leukosit PMN <500/mm3) adalah demam >38,3ºC, dalam 3 hari perawatan pertumbuhan mikroorganisme masih negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab : infeksi. FUO pada geriatri adalah demam >38,3ºC, dalam 3 hari perawatan atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan belum dapat ditentukan penyebab dari demam. Penyebab : neoplasma, penyakit kolagen, infeksi. FUO pada pasien pediatri (usia <18 tahun) adalah demam >38,3ºC selama lebih dari 8 hari, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi, penyakit kolagen, neoplasma. FUO pada pasien nosokomial demam >38,3ºC timbul pada pasien yang dirawat di RS dan pada saat mulai dirawat serta pada masa permulaan perawatan tidak terjangkit infeksi, penyebab demam tak diketahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil pertumbuhan mikroorganisme negative dari dugaan fokus infeksi. Penyebab : infeksi. FUO iatrogenik adalah demam >38,3ºC akibat penggunaan obat : penisilin, sefalosporin, sulfonamida, atropine, fenitoin, prokainamida, amfoterisin, interferon, interleukin, rifampisin, INH, makrolida, klindamisin, vankomisin, aminoglikosida, alopurinol. DIAGNOSIS A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis : Riwayat penyakit secara terperinci : pola demam, ada tidaknya infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran nafas bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau sakit pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri dan pembengkakan sendi, atau tanpa kelainan spesifik. Riwayat pekerjaan, perjalanan, kontak dengan orang sakit atau hewan, trauma fisik atau bedah, obatobatan (termasuk rokok, alcohol, narkoba), keadaan kulit pasien, kelenjar getah bening, lubang orifices pasien. B. Laboratorium : sesuai mikroorganisme dan organ terkait. DIAGNOSIS BANDING Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imunologi, radiologi, EKG, biopsy jaringan tubuh, pencitraan, sidikan (scanning), endoskopi/peritoneoskopi, angiografi, imfografi, tindakan bedah (laparatomi percobaan), uji pengobatan. TERAPI 1. Simptomatis 2. Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau obat antiinflamasi non-steroid tidak dianjurkan kecuali bila penyakit progresif dan potensial fatal sehingga terapi empirik diperlukan. KOMPLIKASI Sepsis, renjatan sepsis. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT -
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
40
Standar Pelayanan Medik
MALARIA
PENGERTIAN Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, atau Plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. DIAGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
41
Standar Pelayanan Medik
A. Anamnesis : riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah endemic malaria, trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbul keringat yang banyak ; pada daerah endemic malaria, trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama). B. Pemeriksaan Fisis : konjunctiva pucat, sclera ikterik, splenomegali. C. Laboratorium : sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium, serologi malaria (+) [sebagai penunjang] D. Malaria berat : ditemukannya P.falsiparum dalam stadium aseksua disertai satu atau lebih gejala berikut : 1. Malaria serebral : koma dalam yang tak dapat/sulit dibangunkan dan bukan disebabkan oleh penyakit lain. 2. Anemia berat (normositik) pada keadaan hitung parasit >10.000/ul; (Hb <5 g/dl atau hematokrit <15%). 3. Gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa, atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin > 3 mg/dl). 4. Edema paru/acute respiratory distress syndrome (ARDS). 5. Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl). 6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmHg, disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1ºC). 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/atau disertai gangguan koagulasi intravascular. 8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia. 9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma <15 mEq/l). 10. Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena efek samping obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD). 11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P.falsiparum yang padat pada pembuluh darah kapiler jaringan otak. Beberapa keadaan yang juga dogolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat : 1. Gangguan kesadaran. 2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bisa duduk/jalan) 3. Hiperparasitemia >5% pada derah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria 4. Ikterus (bilirubin >3 mg/dl) 5. Hiperpireksia (suhu rectal >40ºC). DIAGNOSIS BANDING Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis, ensefalitis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektrolit, hemostasis, rontgen toraks, EKG. TERAPI I. Infeksi P.vivax atau P.ovale a. Daerah sensitive klorokuin : Klorokuin basa 150 mg : Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian), Hari II dan III : 2 tablet atau Hari I dan II : 4 tablet, Hari III : 2 tablet Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari. Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari. b. Daerah resisten klorokuin Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari. Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
42
Standar Pelayanan Medik
II. Infeksi P.falsiparum ringan/sedang, infeksi campur P.falsiparum dan P.vivax Artemisin Hari I : 4 tablet (200 mg) Hari II : 4 tablet (200 mg) Hari III : 4 tablet (200 mg) Amodiaquin Hari I : 4 tablet (600 mg) Hari II : 4 tablet (600 mg) Hari III : 2 tablet (600 mg) Klorokuin basa 150 mg : Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) Hari II : 2 tablet Hari III : 2 tablet atau Hari I : 4 tablet Hari II : 4 tablet Hari III : 2 tablet Bila perlu ditambah terapi radikal : ditambah primakuin 45 mg (3 tablet) (dosis tunggal); infeksi campur : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari → bila resisten dengan pengobatan tersebut : SP 3 tablet (dosis tunggal) atau kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari. III. Malaria berat Artesunate iv/im 2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0, 12, 24, dilanjutkan satu kali per hari. Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 8 jam (maksimum 2000 mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum obat per oral atau sampai hitung parasit malaria sesuai target (total pemberian parenteral dan per oral selama 7 hari dengan dosis per oral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari). Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 94 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari atau doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari. Perhatian SP tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamil. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, dan penderita defisiensi G6PD. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi pada malaria serebral. Pemantauan pengobatan : hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit pada H1 50% H0 dan H3 <25% H0. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut. Pencegahan : klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu diminum tiap minggu sejak 1 minggu sebelum masuk daerah endemic sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemic atau doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari dimulai 1 (satu) hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria hingga 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis. KOMPLIKASI Malaria berat, renjatan, gagal nafas, gagal ginjal akut. PROGNOSIS Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale : bonam. Malaria berat : dubia ad malam. UNIT TERKAIT Bagian Neurologi.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
43
Standar Pelayanan Medik
INTOKSIKASI OPIAT
PENGERTIAN Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat yaitu morfin, petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan. DIAGNOSIS A. Anamnesis : informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
44
Standar Pelayanan Medik
B. Pemeriksaan Fisis : pupil miosis-pin point pupil, depresi nafas, penurunan kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier, kejang. C. Laboratorium : opiate urin positif atau kadar dalam darah tinggi. DIAGNOSIS BANDING Intoksikasi obat sedatif : barbiturate, benzodiazepine, etanol. PEMERIKSAAN PENUNJANG Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks. TERAPI A. Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C (airway, breathing, circulation) dengan memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infuse dan pemberian cairan sesuai kebutuhan. B. Pemberian antidote nalokson 1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0,4 mg intravena pelan-pelan atau diencerkan. 2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg intravena pelan-pelan atau diencerkan. 3. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg intravena tiap 5-10 menit hingga timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernafasan, dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang. 4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh ke dalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0,9% diberikan dalam 4-6 jam. 5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks. 6. Pertimbangkan pemasangan pipa endotrakeal bila : pernafasan tak adekuat setelah pemberian nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal. 7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada intoksikasi opiat oral. 8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram. 9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-10 mg dan dapat diulang bila perlu. Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi. KOMPLIKASI Aspirasi, gagal nafas, edema paru akut. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagi Psikiatri.
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
PENGERTIAN Intoksikasi organofosfat merupakan intoksikasi akibat zat yang mengandung organofosfat. DIAGNOSIS A. Anamnesis : riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat, muntah. B. Pemeriksaan Fisis : bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda-tanda aspirasi. C. Laboratorium : pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
45
Standar Pelayanan Medik
PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, elektrolit, rontgen toraks, EKG, pemeriksaan organofosfat. TERAPI 1. Bilas lambung melalui NGT. 2. Atropinisasi. KOMPLIKASI Gagal nafas, blok AV. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Psikiatri.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
46
Standar Pelayanan Medik
IV GINJAL HIPERTENSI
PENYAKIT GINJAL KRONIK
PENGERTIAN Kriteria penyakit ginjal kronik : 1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), berdasarkan : a. Kelainan patologik atau b. Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
47
Standar Pelayanan Medik
2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. DIAGNOSIS A. Anamnesis : lemas, mual, sesak nafas, pucat, BAK kurang. B. Pemeriksaan Fisis : anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru. C. Laboratorium ; gangguan fungsi ginjal. Batasan dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik LFG (ml/menit/1,73 m2
Dengan kerusakan Ginjal
Tanpa Kerusakan Ginjal
Dengan Hiperten si 1
Tanpa Hiperten si 1
Dengan Hipertens i Hipertensi
2
2
Hipertensi + ↓LFG
↓ LFG
30 - 59
3
3
3
3
15 - 29 < 15 (atau dialisis)
4
4
4
4
5
5
5
5
≥ 90 60 - 89
Tanpa Hipertensi "Normal"
DIAGNOSIS BANDING Gagal ginjal akut PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TTK) ukur, elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormone PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsy ginjal, HBsAg, Anti HCV, Anti HIV. TERAPI A. Farmakologis : 1. Pengaturan asupan protein : Pasien non dialysis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien. Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari. Pasien peritoneal dialysis 1,3 gram/kgBB/hari. 2. Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari. 3. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh. 4. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total. 5. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari. 6. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari. 7. Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari. 8. Kalsium : 1400-1600 mg/hari. 9. Besi : 10-18 mg/hari. 10. Magnesium : 200-300 mg/hari. 11. Asam folat pasien HD : 5 mg. 12. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss) Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah diasilat yang keluar. Kenaikan berat badan diantara waktu HD <5% BB kering. B. Farmakologis : 1. Kontrol tekanan darah : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
48
Standar Pelayanan Medik
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kretinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan. Penghambat kalsium. Diuretik. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonylurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl. Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol. Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l. Koreksi hiperkalemi. Kontrol dislipidemia dengan target LDL <100 mg/dl, dianjurkan golongan statin. Terapi ginjal pengganti.
KOMPLIKASI Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal, anemia. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Unit hemodialisa, ICU.
SINDROM NEFROTIK
PENGERTIAN Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang ditandai dengan proteinuria massif >3,5 gram/24 jam/1,73 m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. DIAGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
49
Standar Pelayanan Medik
A. Anamnesis : bengkak seluruh tubuh, buang air kecil keruh. B. Pemeriksaan Fisis : edema anasarka, asites. C. Laboratorium : proteinuria massif > 3,5 gram/24 jam/1,73 m2 , hiperlipidemia, hipoalbuminemia (3,5 gram/dl), lipiduria, hiperkoagulabilitas. Diagnosis etiologi berdasarkan biopsy ginjal. DIAGNOSIS BANDING Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etiologi SN. PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, ureum, kreatinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuantitatif. TERAPI A. Nonfarmakologis : 1. Istirahat. 2. Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBb ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam. 3. Diet rendah kolesterol <600 mg/hari. 4. Berhenti merokok. 5. Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema. B. Farmakologis : 1. Pengobatan edema : diuretik loop. 2. Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan/atau antagonis reseptor Angiotensin II. 3. Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin. 4. Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah <125/75 mmHg. Penghambat ACE dan antagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan utama. 5. Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat topik penyakit glomerular). KOMPLIKASI Penyakit ginjal kronik, tromboemboli. PROGNOSIS Tergantung jenis kelainan glomerular. UNIT TERKAIT -
PENYAKIT GLOMERULAR
PENGERTIAN Penyakit Glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder. Penyakit glomerular primer : 1. Kelainan minimal. 2. Glomerulosklerosis fokal segmental SPM Penyakit Dalam RS Meilia
50
Standar Pelayanan Medik
3. Glomerulonefritis (GN) difus : a. GN membranosa (nefropati membranosa) b. GN proliferative (terdapat sedimen aktif pada urinalisis : sedimen eritrosit (+), hematuri) : GN proliferatif mesangial GN proliferatif endokapiler GN membranoproliferatif (mesangiokapiler) GN kresentik dan necrotizing c. GN sclerosing 4. Nefropati IgA Penyakit glomerular sekunder : 1. Nefropati diabetik. 2. Nefritis lupus. 3. GN pasca infeksi. 4. GN terkait hepatitis. 5. GN terkait HIV Keterangan : Difus : lesi mencakup >80% glomerulus. Fokal : lesi mencakup <80% glomerulus. Segmental : lesi mencakup sebagian gelung glomerulus. Global : lesi mencakup keseluruhan gelung glomerulus. DIAGNOSIS Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat berupa : 1. Sindrom nefrotik 2. Hematuria persisten 3. Proteinuria persisten. 4. Sindrom nefritik (hipertensi, hematuria, azotemia) 5. Rapid progressive glomerulonephritis (RPGN) DIAGNOSIS BANDING Etiologi dari penyakit glomerular PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif/24 jam, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, gula darah, tes fungsi hati. TERAPI Sesuai etiologi, penyakit glomerular primer : 1. Kelainan minimal : a. Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg/m2 (maksimal 80 mg) selama 4-6 minggu. b. Setelah 4-6 minggu dosis prednisone diberikan 40 mg/m2 selang sehari selama 4-6 minggu. Bila terjadi relaps : dosis prednisone kembali 60 mg/m 2 (maksimal 80 mg) setiap hari sampai 3 hari bebas protein dalam urin, kemudian kembali selang sehari dengan dosis 40 mg/m2 selama 4 minggu. Bila sering relaps (>2 kali) : prednisone selang sehari ditambah dengan siklofosfamid 2 mg/kgBB atau klorambusil 0,15 mg/kgBB selama 8 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan. Bila tergantung steroid (relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 2 minggu pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut) : siklofosfamid 2 mg/kgBB selama 8-12 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg/kgBb selama 6-12 bulan. Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan. 2. Glomerulonefritis fokal segmental : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
51
Standar Pelayanan Medik
Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg/hari selama 6 bulan. o Bila resisten atau tergantung steroid : siklosporin 5 mg/kgBB selama 6 bulan. o Bila terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25% setiap dua bulan. o Bila gagal, siklosporin dihentikan. 3. Nefropati membranosa : a. Metil prednisolon bolus intravena 1 gram/hari selama 3 hari. b. Kemudian diberikan steroid yang setara dengan prednisone 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari atau siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari selama 1 bulan. c. Prosedur kedua diulang kembali sampai seluruhnya dari prosedur kedua sebanyak 3 kali. 4. Glomerulonefritis membranoproliferatif a. Steroid tidak terbukti efektif pada pasien dewasa. b. Dianjurkan pemberian aspirin 325 mg/hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg/hari atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon, pengobatan dihentikan sama sekali. 5. Nefropati IgA a. Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi. b. Bila proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan minyak ikan. c. Bila proteinuria > 3 gram dengan CCT > 70 ml/menit, diberikan steroid yang setara dengan prednisone 1 mg/kgBb selama 2 bulan lalu tapering off secara perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT < 70 ml/menit, hanya diberikan minyak ikan. d. Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid. KOMPLIKASI Penyakit ginjal kronik. PROGNOSIS Tergantung jenis kelainan glomerular. UNIT TERKAIT -
GAGAL GINJAL AKUT
PENGERTIAN Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan CCT hitung sampai 50% atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan dialisis. DIAGNOSIS Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
52
Standar Pelayanan Medik
1. Pre-renal : akibat hipoferfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah jantung dan hipotensi oleh sebab lain) 2. Renal : akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemia ginjal, penyakit glomerular). 3. Posr-renal : akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan ginekologis) Fase gagal ginjal akut adalah anuria (produksi urin <100 ml/24 jam), oligouria (produksi urin <400 ml/24 jam), poliuria (produksi urin >3500 ml/24 jam). DIAGNOSIS BANDING Episode akut pada penyakit ginjal kronik. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis elektrolit, AGD, gula darah. TERAPI 1. Asupan nutrisi Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi; kebutuhan ditambah 15-20% pada GGA berat (terdapat komplikasi/stres). Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi; 1-1,5 gram/kgBB ideal/hari pada GGA berat. Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30. Suplementasi asam amino tidak dianjurkan. 2. Asupan cairan → tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan keluar tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengukuran tekanan vena sentral bila ada fasilitas. Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan o Bila akibat perdarahan diberikan transfuse darah PRC dan cairan isotonic, hematokrit dipertahankan sekitar 30%. o Bila akibat diare, muntah, asupan cairan yang kurang dapat diberikan cairan kristaloid. Normovolemia : cairan seimbang (input = output) Hipervolemia : restriksi cairan (input < output) Fase anuria/oliguria : cairan seimbang; Fase poliuria : 2/3 dari cairan yang keluar. Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300-500 ml electrolyte free water per hari sebagai bagian dari total cairan yang diperlukan Koreksi gangguan asam basa Koreksi ganguan elektrolit : o Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak mengandung kalium, obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti penghambat ACE dan diuretik hemat kalium, dan cairan/nutrisi parenteral yang mengandung kalium. o Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi per oral 3-4 gram per hari dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan kalsium glukonas 10% IV. o Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti aluminium hidroksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan makan. Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamine dapat membantu pemeliharaan fase nonoligurik, tapi terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang diinginkan. Indikasi dialisis : o Oliguria o Anuria o Hiperkalemia (K >6,5 mEq/l) o Asidosis berat (pH <7,1) o Azotemia (ureum >200 mg/dl) o Edema paru o Ensefalopati uremikum o Perikarditis uremik o Neuropati/miopati uremik SPM Penyakit Dalam RS Meilia
53
Standar Pelayanan Medik
o Disnatremia berat (Na >160 mEq/l atau <115 mEq/l) o Hipertermia o Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan) KOMPLIKASI Gangguan asam basa dan elektrolit, sindrom uremik, edema paru, infeksi. PROGNOSIS Dubia ad bonam UNIT TERKAIT -
HIPERTENSI
PENGERTIAN Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi. Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint National Committee VII : Klasifikasi
TD sistolik (mmHg)
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
TD diastolik (mmHg)
54
Standar Pelayanan Medik
<120
dan
<80
Pre-hipertensi
120-139
atau
80-89
Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2
140-159
atau
90-99
≥160
atau
≥100
Normal
DIAGNOSIS 1. Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit. 2. Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5. 3. Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan pembuluh darah perifer. 4. Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll). 5. Faktor risiko kardiovaskular : Hipertensi Merokok Obesitas (IMT >30) Inaktivasi fisik Dislipidemia Diabetes mellitus Mikroalbuminuria atau LFG <60 ml/menit Usia (laki-laki >55 tahun, perempuan >65 tahun) Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki <55 tahun atau perempuan <65 tahun) 6. Kerusakan organ sasaran : Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi koroner, gagal jantung. Otak : strok atau transient ischemic attack (TIA) Penyakit ginjal kronik Penyakit arteri perifer Retinopati 7. Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep apnea, akibat obat atau berkaitan dengan obat, penyakit ginjal kronik, aldosteronisme primer, penyakit renovaskular, steroid kronik dan Sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit tiroid atau paratiroid. DIAGNOSIS BANDING Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG; Sesuai penyakit penyerta : asam urat, aktivasi rennin plasma, aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal, ekokardiografi. TERAPI A. Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah <140/90 mmHg atau <130/80 pada pasien DM atau penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka diberikan obat inisial. B. Obat inisial dipilih berdasarkan : 1. Hipertensi tanpa compelling indication SPM Penyakit Dalam RS Meilia
55
Standar Pelayanan Medik
a. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretik. Pertimbangkan pemberian penghambat ACE, penyekat reseptor beta, penghambat kalsium, atau kombinasi. b. Pada hipertensi stage II dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium. 2. Hipertensi dengan compelling indication. Lihat tabel petunjuk pemilihan obat pada compelling indication. Obat antihipertensi lain dapat diberikan bila dibutuhkan misalnya, diuretik, antagonis reseptor AII, penghambat ACE, penyekat reseptor beta, atau penghambat kalsium. Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan untuk berkonsultasi pada spesialisasi hipertensi. Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII : evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan. Kondisi khusus lain : Obesitas dan sindrom metabolik (terdapat 3 atau lebih keadaan berikut : lingkar pinggang laki-laki >102 cm atau perempuan >89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah puasa ≥110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi ≥150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl pada laki-laki atau <50 mg/dl pada perempuan) → modifikasi gaya hidup yang intensif dengan pilihan terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah antagonis reseptor AII, penghambat kalsium, dan penghambat α. Hipertrofi ventrikel kiri → tatalaksana tekanan darah yg agresif termasuk penurunan berat badan, restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua kelas antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil. Tabel 2. Petunjuk pemilihan obat pada compelling indication Kondisi Resiko Tinggi dg compelling indication Gagal Jantung Pasca Infark Miokard Resiko Tinggi Peny. Koroner DM Penyakit Ginjal Kronik Pencegahan Stroke Berulang
Obat-obat yang Direkomendasikan Diureti k
Penyeka t Resepto rβ
Penghamb at ACE
Antagonis Reseptor AII
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Penghamb at Kalsium
Antagoni s Aldoster on √ √
√ √
√
Penyakit arteri perifer → semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain, dan pemberian aspirin. Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi → diuretika (tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit penyerta. Kehamilan → pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis kalsium, dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AH tidak boleh digunakan selama kehamilan. KOMPLIKASI Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis pembuluh darah, retinopati, strok atau TIA, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung. PROGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
56
Standar Pelayanan Medik
Bonam UNIT TERKAIT ICCU/ICU, Bagian Mata, Neurologi.
KRISIS HIPERTENSI
PENGERTIAN Krisis Hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
57
Standar Pelayanan Medik
Dibagi menjadi dua : 1. Hipertensi emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif. 2. Hipertensi urgency : situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. DIAGNOSIS A. Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat pasien, tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung, dan gangguan penglihatan. B. Pemeriksaan Fisis : Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perubahan denyut nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan cairan, funduskopi, dan status neurologis. C. Laboratorium : sesuai dengan penyakit dasar, penyakit penyerta, dan kerusakan organ target. DIAGNOSIS BANDING Penyebab hipertensi emergency : Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infrk otk aterotrombotik dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan trauma kepala. Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, pasca operasi bypass koroner. Kondisi ginjal : GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal. Akibat katekolamin di sirkulasi : krisis feokromositoma, infeksi makanan atau abat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cidera korda spinalis. Eklampsia Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vascular. Luka bakar. Epistaksis berat. Trombotic thrombocytopenic purpura. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG, Pemeriksaan khusus sesuai indikasi : foto toraks, ekokardiografi, aktivitas rennin plasma, aldosteron/metanefrin/katekolamin, USG abdomen, CT Scan, dan MRI. TERAPI Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolik kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure 25% (pada strok penurunan hanya boleh 20% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi >220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12-16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah pada hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam. Tabel 3. Hipertensi urgency : Obat Kaptopril
Klonidin
Dosis 6,25-50 mg per oral atau sublingual bila tidak dapat menelan Dosis awal per oral 0,15 mg, selanjutnya 0,15 mg tiap jam dapat diberikan sampai dengan dosis total 0,9 mg
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
Awitan
Lama Kerja
15 menit
4-6 jam
0,5-2 jam
6-8 jam
58
Standar Pelayanan Medik
Labetalol
100-200 mg per oral
0,5-2 jam
8-12 jam
Furosemid
20-40 mg per oral
0,5-1 jam
6-8 jam
Tabel 4. Hipertensi emergency : Awita n
Lama Kerja
20-40 mg, dapat diulang, Hanya diberikan bila terdapat retensi cairan
5 - 15 menit
2-3 jam
• Nitrogliseri n
Infus 5-100 mcg/menit. Dosis awal 5 mcg/menit, dapat ditingkatkan 5 mcg/menit tiap 3-5 menit
2-5 menit
5 - 10 menit
• Diltiazem
Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB), dilanjutkan infus 5-10 mg/jam
• Klonidin
6 ampul dalam 250 ml cairan infus, dosis diberikan dengan titrasi
• Nitroprusid
Infus 0,25-10 mcg/kgBB/menit, (maksimum 10 menit)
segera
1-2 menit
Obat
Dosis
Diuretik Furosemid Vasodilato r
KOMPLIKASI Kerusakan organ target. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT ICU.
INFEKSI SALURAN KEMIH
PENGERTIAN Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman saluran kemih. Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
59
Standar Pelayanan Medik
Faktor risiko : Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, endapan obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM atau pengaruh obat-obat estrogen. ISK sederhana/tak berkomplikasi : ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural ataupun ginjal. ISK berkomplikasi : ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki atau ibu hamil. DIAGNOSIS A. Anamnesis : ISK bawah : frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas : nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria. B. Pemeriksaan Fisis : febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra. C. Laboratorium : lekositosis, lekosituria, kultur urin (+) : bakteriuria > 105/ml urin. DIAGNOSIS BANDING ISK sederhana, ISK berkomplikasi. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah, foto BNO-IVP, USG ginjal. TERAPI A. Nonfarmakologis 1. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik. 2. Menjaga hygiene genitalia eksterna. B. Farmakologis : Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil tes resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan.
Tabel 5. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi Lama Terapi 3 hari
Antimikroba
Dosis
Trimetoprim - Sulfametoksazol Trimetoprim
2 x 160/800 mg 2 x 100 mg
Siprofloksasin
2 x 100-250 mg
3 hari
Levofloksasin
2 x 250 mg
3 hari
Sefiksim
1 x 400 mg
3 hari
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
3 hari
60
Standar Pelayanan Medik
Sefpodoksim proksetil Nitrofurantoin makrokristal Nitrofurantoin monohidrat makrokristal Amoksisilin/klavulanat
2 x 100 mg
3 hari
4 x 50 mg
7 hari
2 x 100 mg
7 hari
2 x 500 mg
7 hari
Tabel 6. Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi Antimikroba
Dosis
Interval
Sefepim
1 gram
12 jam
Siprofloksasin
400 mg
12 jam
Levofloksasin
500 mg
24 jam
400 mg 3-5 mg/kgBB 1 mg/kgBB 1-2 gram
12 jam 24 jam 8 jam 6 jam
3,2 gram
8 jam
3,375 gram
2-8 jam
250-500 mg
6-8 jam
Ofloksasin Gentamisin (+ ampisilin) Ampisilin (+ gentamisin) Tikarsilin-klavulanat Piperasilin-tazobaktam Imipenem-silastatin
ISK pada Perempuan
Perempuan dengan keluhan disuria dan sering BAK Pengobatan selama 3 hari
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
Observasi, Follow up selama 4-7 hari pengobatan Pengobatan dengan Piuria tanpa Bergejala Keduanya untuk kuman analgetika bakteriuria
61 Piuria Pengobatan dengan diperpanjan atau tanpa
Standar Pelayanan Medik
Tak bergejala
Tak perlu intervensi lebih lanjut
ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan. ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala. Pengobatan untuk ISK pada laki-laki usia <50 tahun harus diberikan selama 14 hari; usia >50 tahun pengobatan selama 4-6 minggu. Infeksi jamur kandida diberikan flukonazol 200-400 mg/hari selama 14 hari. Bila infeksi terjadi pada pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari.
ISK Berulang
Riwayat ISK berulang
Gejala ISK baru
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
62
Standar Pelayanan Medik
Pengobatan 3 hari
Follow up selama 4-7 hari
Pengobatan berhasil
Pengobatan gagal
Pasien dengan reinfeksi berulang
Infeksi kuman resistensi antimikroba
Calon untuk terapi jangka panjang dosis rendah
Terapi 3 hari untuk kuman yang peka
Infeksi kuman peka antimikroba
Terapi dosis tinggi selama 6 minggu
Terapi jangka panjang : trimetoprim-sulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali seminggu setiap malam, fluorokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi. KOMPLIKASI Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multiresisten, gangguan fungsi ginjal. PROGNOSIS Bonam. UNIT TERKAIT Bagian Radiologi, Bagian Laboratorium (Mikrobiologi).
BATU SALURAN KEMIH
PENGERTIAN Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureter, vesika urinaria. DIAGNOSIS A. Anamnesis : nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi saluran kemih, hematuria, riwayat keluarga. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
63
Standar Pelayanan Medik
B. Pemeriksaan Fisis : nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian bawah, terdapat tanda balotemen. C. Laboratorium : hematuria, bayangan radioopak pada foto BNO, filling defect pada IVP atau pielografi antegrad/retrograd, gambaran batu di ginjal atau kandung kemih serta hidronefrosis pada USG. DIAGNOSIS BANDING 1. Nefrokalsinosis. 2. Lokasi batu : batu ginjal, batu ureter, batu vesika. 3. Jenis batu : asam urat, kalsium, struvite. PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, elektrolit darah (kalsium, fosfor) dan urin 24 jam (kalsium, sitrat, oksalat, asam urat), asam urat darah, hormone paratiroid, foto BNI-IVP, USG abdomen, pielografi antegrad/retrograd, renogram, analisis batu. TERAPI A. Nonfarmakologis : Batu Kalsium : kurangi asupan garam dan protein hewani. Batu urat : diet rendah asam urat. Minum banyak (2,5 l/hari) bila fungsi ginjal masih baik. B. Farmakologis : Antispasmodik bila ada kolik. Antimikroba bila ada infeksi. Batu kalsium : kalium sitrat. Batu urat : alopurinol. C. Bedah : Pielotomi. ESWL. Nefrostomi. KOMPLIKASI Kolik, obstruksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi ginjal. PROGNOSIS Bonam. UNIT TERKAIT Bagian Bedah.
NEFRITIS LUPUS
PENGERTIAN Lupus eritematosus sistemik (LES) yang disertai keterlibatan ginjal. DIAGNOSIS Memenuhi kriteria LES menurut ACR 1982. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
64
Standar Pelayanan Medik
Diagnosis klinis ditegakkan bila pada pasien LES terdapat proteinuria 1 gram/24 jam dengan/atau hematuria (>8 eritrosit/LPB) dengan/atau penurunan fungsi ginjal sampai 30%. Biopsi ginjal harus dilakukan bila tidak ada kontraindikasi, untuk menentukan pilihan pengobatan berdasarkan kelas nefritis lupus. Tabel 7. Klasifikasi Nefritis Lupus (WHO 1995) Nefritis Lupus
Histopatologi
Gejala Klinik
Kelas I
Glomeruli normal
Hanya proteinuria, kelainan sedimen urin tidak ada
Perubahan pada mesangial
Kelas II a : hanya proteinuria, kelainan sedimen urin tidak ada Kelas II b : hematuria mikroskopik dan/atau proteinuria, tanpa hipertensi, tidak pernah terjadi SN atau gangguan fungsi ginjal
Glomerulonefritis fokal segmental
Hematuria dan proteinuria pada seluruh pasien. Hipertensi, SN, dan penurunan fungsi ginjal pada sebagian pasien
Glomerulonefritis difus
Hematuria dan proteinuria pada seluruh pasien. Hipertensi, SN, dan penurunan fungsi ginjal pada hampir seluruh pasien
Kelas V
Glomerulonefritis membranosa difus
SN pada seluru pasien, sebagian dengan hematuria atau hipertensi, namun fungsi ginjal masih normal atau sedikit menurun
Kelas VI
Glomerulonefritis sklerotik lanjut
Penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan kelainan urin yang relatif normal
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
DIAGNOSIS BANDING Glomerulonefritis oleh sebab lain. PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsy ginjal, albumin serum, profil lipid, komplemen C3, C4, anti ds-DNA. TERAPI Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak bertambah buruk. Penatalaksanaan Umum : 1. Diet rendah garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak bila terdapat dislipidemia atau sindrom nefritik, rendah protein sesuai derajat penyakit. 2. Diuretika dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
65
Standar Pelayanan Medik
3. Tatalaksana hipertensi dengan baik. 4. Pemeriksaan rutin periodik meliputi : sedimen urin, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjak, albumin serum, komplemen C3, C4, anti ds-DNA. 5. Monitor efek samping steroid dan imunosupresan serta komplikasi selam pengobatan. Suplementasi kalsium untuk mengurangi efek samping osteoporosis karena steroid. 6. Hindari pemberian salisilat dan obat anti-inflamasi nonsteroid yang akan memperberat fungsi ginjal. Aspirin hanya diberikan selektif bila ada sindrom antifosfolipid. 7. Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif. KOMPLIKASI Gagal ginjal. PROGNOSIS Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I dan II prognosis baik. Kelas III dan IV hamper seluruhnya akan menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis cukup baik. UNIT TERKAIT Unit hemodialisis.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
66
Standar Pelayanan Medik
V HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK
LIMFOMA NON-HODGKIN
PENGERTIAN Limfoma non-hodgkin merupakan keganasan primer jaringan limfoid padat. DIAGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
67
Standar Pelayanan Medik
1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening/massa tumor di tempat lain (tulang, intra abdomen, hidung, lambung dsb). 2. Riwayat demam tanpa sebab yang jelas. 3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan. 4. Keringat malam banyak, tanpa sebab yang sesuai. 5. Pemeriksaan histopatologi tumor : sesuai dengan limfoma non hodgkin (LNH). DIAGNOSIS BANDING Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor padat yang lain. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan sitologi kelenjar/massa tumor untuk mengetahui LNH tersebut serta keterlibatan kelenjar lain yang membesar. 2. Laboratorium : darah tepi lengkap, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal. 3. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang. 4. CT Scan atau USG abdomen untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening (KGB) paraaorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor dalam abdomen. 5. Foto toraks untuk mengetahui pembesaran KGB mediastinum. 6. Pemeriksaan telinga hidung tenggorok (THT) untuk melihat keterlibatan cincin Waldeyer. 7. Gastroskopi bila perlu untuk melihat keterlibatan lambung. 8. Bone scan atau foto bone survey bila perlu untuk melihat keterlibatan tulang. TERAPI A. Derajat keganasan rendah Kemoterapi obat tunggal atau ganda, per oral. Radioterapi paliatif. B. Derajat keganasan menengah Stadium I s.d II a : radioterapi atau kemoterapi parenteral. Stadium II s.d IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan paliatif. C. Derajat keganasan tinggi Selalu kemoterapi parenteral kombinasi (lebih agresif). Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif. Reevaluasi hasil pengobatan : Setelah siklus kemoterapi kedua, keempat Setelah selesai pengobatan lengkap. KOMPLIKASI a. Akibat langsung penyakitnya : 1. Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus, dan saraf. 2. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal. b. Akibat efek samping pengobatan : 1. Aplasia sumsum tulang. 2. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin. 3. Gagal ginjal oleh obat sisplatinum. 4. Neuritis oleh obat vinkristin. PROGNOSIS Bergantung pada derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass, keadaan umum pasien dan ada tidaknya gangguan organ yang mempengaruhi pengobatan. Derajat keganasan rendah : Tidak sembuh, namun dapat hidup lama. Derajat keganasan menengah : Sebagian dapat disembuhkan. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
68
Standar Pelayanan Medik
Derajat keganasan tinggi : Dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati. UNIT TERKAIT Bagian THT, Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi.
ANEMIA APLASTIK
PENGERTIAN Anemia aplastik adalah anemia akibat aplasia sumsum tulang dimana jaringan hemopoiesis diganti oleh jaringan lemak, dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Anemia aplastik berat Selularitas sumsum tulang < 25 % dan terdapat 2 dari 3 gejala berikut : Granulosit < 500/ul SPM Penyakit Dalam RS Meilia
69
Standar Pelayanan Medik
Trombosit <20.000/ul Retikulosit < 10 ‰ 2. Anemia aplastik Sumsum tulang hipoplastik Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah seperti pada anemia aplastik berat. DIAGNOSIS A. Anamnesis : 1. Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat, lingkungan kerja, hobi), menderita infeksi virus 6 bulan terakhir (hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi darah. 2. Gejala anemia : rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak nafas/gagal jantung, berkunang-kunang. 3. Tanda-tanda infeksi : sering demam. 4. Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah, muntah darah). B. Pemeriksaan Fisik : konjunctiva pucat, takikardi, tanda perdarahan. C. Pemeriksaan penunjang : darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, serologi virus (hepatitis, parvovirus). D.Diagnosis pasti : sitologi dan histopatologi sumsum tulang. DIAGNOSIS BANDING Mielofibrosis, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia karena penyakit kronik, anemia karena penyakit keganasan sumsum tulang, hipersplenisme, leukimia akut. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : darah tepi lengkap. 2. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang. TERAPI Terapi penunjang : 1. Transfusi komponendarah (PRC dan/atau TC) sesuai indikasi (pada topik transfusi darah). 2. Menghindari dan mengatasi infeksi. 3. Kortikosteroid : prednison 1-2 mg/kgBB/hari. 4. Androgen : Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/hari, maksimal diberikan selama 3 bulan. 5. Splenektomi dilakukan bila tidak respons dengan steroid. Bila pasien menolak splenektomi dapat diberikan terapi imunosupresif : Siklosporin 5 mg/kgBB/hari. ATG (anti thymocyte globulin) 15 mg/kgBB/hari intravena selama 5 hari. Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA yang cocok. Respon terapi : a. Komplit : granulosit >1000/ul, trombosit >100.000/ul, Hb normal. b. Parsial : granulosit >500/ul, tidak membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit. c. Minimal : granulosit >500/ul, membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit. d. Tidak berespon : anemia aplastik berat menetap. KOMPLIKASI Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia berat. PROGNOSIS Dubia, tergantung tingkat hipoplasianya. Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan atau komplikasi transfusi darah. UNIT TERKAIT Bagian Patologi Anatomi. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
70
Standar Pelayanan Medik
LEUKEMIA AKUT
PENGERTIAN Anemia akut merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan progresif sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh sel primitif dan sel induk darah (sel blas dan atau satu tingkat di atasnya), leukemia akut dibagi dua yaitu : leukemia mieblastik akut, leukemia limfoblastik akut. DIAGNOSIS A. Anamnesis : 1. Gejala anemia : rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak nafas/gagal jantung, berkunang-kunang. 2. Tanda-tanda infeksi : sering demam. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
71
Standar Pelayanan Medik
3. Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang besar campur darah, muntah darah). B. Pemeriksaan fisik : pucat, demam, pembesaran kelenjar getah bening (KGB) superfisial, organomegali, petekie/purpura/ekimosis. C. Pemeriksaan penunjang : Aspirasi sumsum tulang : hitung jenis sel blas dan/atau progranulosit >30%. DIAGNOSIS BANDING Sindrom mielodisplasia (MDS), reaksi leukemoid, leukemia kronis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung jenis), LDH, asam urat, fungsi ginjal, fungsi hati, serologi virus (hepatitis, HSV, EBV, CMV). Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenik. TERAPI Perawatan di ruang rawat isolasi imunitas menurun : 1. Persiapan pengobatan sitoreduksi : Akses vena sentral. Antiemetik Profilaksis asam urat (allopurinol sesuai CCT, hidrasi cukup >2000 ml/24 jam, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat oral 4 x 500-1000 mg/hari (target pH urin >7). Tunda haid (lynesrenol). Antibiotik dekontaminasi parsial. Profilaksis streptokokus (benzylpenicilline 4 x 1 gr). Vitamin K 2 x seminggu 5 mg per oral. Asam folat 1 x 5 mg/hari dan vit B12 1000 ug/minggu. Leukoferesis untuk mencegah leukostasis jika leukosit >100.000/uL dikombinasi metilprednisolon 5 mg/kg/hari. 2. Pemeriksaan rutin : Turn over rate sel tumor (LDH, asam urat) Elektrolit (Na, K, Ca) Hemostasis lengkap Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) Keasaman urin Fungsi ginjal (bilirubin direk/indirek, SGOT/SGPT, ALP) Gula darah Serologi virus Surveillance bakteriologi Foto dada Pungsi lumbal diagnostik jangkitan otak. Kuratif : Sitoreduksi dengan sitostatika mulai dari yang ringan hingga yang agresif dengan membutuhkan rescue sel induk pasien dari darah perifer untuk penyelamatan pada ablasi sumsum tulang. Transplantasi sel induk darah alogenik atau autogenik dari darah perifer, sumsum tulang atau tali pusar. Paliatif Respons terapi Komplit : Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit <5% pada sitologi aspirat sumsum tulang. Pada darah tepi tidak ditemukan blas, leukosit >3000/ul, granulosit >1500/ul dan trombosit >100.000/ul. Partial : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
72
Standar Pelayanan Medik
Hitung jenis sel blas dan atau granulosit 5-10% pada sitologi aspirat sumsum tulang. Pada darah tepi dapat ditemukan sel blas. Tidak respon : Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit >10% pada sitologi aspirat sumsum tulang. KOMPLIKASI Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia dan perdarahan trombopenia/koagulasi intravaskular diseminata. PROGNOSIS Malam. UNIT TERKAIT Bagian Patologi Anatomi.
SINDROM LISIS TUMOR
PENGERTIAN Sindrom lisis tumor adalah berbagai kombinasi antara hiperurisemia,hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis laktat dan hipokalsemia yang disebabkan oleh pengrusakan sejumlah sel neoplasma yang sedang berproliferasi secara cepat. DIAGNOSIS A. Anamnesis : Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir, jenis tumor yang diderita (limfoma burkitt, leukemia limfiblastik akut dan limfoma derajat tinggi lainnya). B. Pemeriksaan fisik : Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi (misalnya pernafasan kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/anuria bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada hiperkalemia). SPM Penyakit Dalam RS Meilia
73
Standar Pelayanan Medik
C. Laboratorium : Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah, penurunan kalsium darah, analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik, urinalisa menunjukkan pH urin <7 dan/terdapat kristal asam urat. DIAGNOSIS BANDING Gagal ginjal akut karena penyebab lain. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : DPL, ureum, kreatinin, LDH, K, F, Ca, Asam urat, AGD, Urinalisis. TERAPI 1. Mencegah dan mendeteksi faktor risiko lebih penting. 2. Hidrasi adekuat 3000 ml/m2 per hari. 3. Mempertahankan pH urin >7 dengan pemberian Na bikarbonat. 4. Allopurinol 300 mg/m2 per hari. 5. Monitor fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat. 6. Bila secara konservatif tidak berhasil dan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut (K>6 meq/l, asam urat >10mg/dl, kreatinin >10 mg/dl, F>10 mg/dl atau semakin meningkat, hipokalsemia simptomatik) maka dilakukan hemodialisa. KOMPLIKASI Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak. PROGNOSIS Malam. UNIT TERKAIT -
IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIA PURPURA
DIAGNOSIS Untuk menyingkirkan kemungkinan idiophatic thrombocytopenia purpura (ITP) sekunder. A. Anamnesis : Riwayat obat-obatan (heparin, alkohol, sulfonamides, kuinidin/kuinin, aspirin) dan bahan kimia. Gejala sistemik : pusing, demam, penurunan berat badan. Gejala penyakit autoimun : atralgia, rash kulit, rambut rontok. Riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), risiko infeksi HIV, status kehamilan, riwayat transfusi, riwayat pada keluarga (trombositopenia, gejala perdarahan dan kelainan autoimun) Penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko perdarahan (kelainan gastrointestinal, sistem saraf pusat dan Urologi) SPM Penyakit Dalam RS Meilia
74
Standar Pelayanan Medik
Kebiasaan/hobi : aktivitas yang traumatik. B. Pemeriksaan fisik : Perdarahan (lokasi dan beratnya). Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan jaundice atau stigmata penyakit hati kronik. Tanda infeksi (bakteremia/infeksi HIV). Tanda penyakit autoimun (artritis, goiter, nefritis, vaskulitis) C. Pemeriksaan penunjang : Darah tepi : hitung trombosit <150.000/uL dengan tidak dijumpai sitopenia lainnya, pemeriksaan morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda yang berukuran lebih besar. Laboratorium kimia rutin dan enzim hati. Pemeriksaan serologi virus (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella) Pemeriksaan ACA, Coomb's test, C3, C4, ANA, Anti dsDNA Pemeriksaan imunoelektroforesis protein Pemeriksaan hemostasis normal bila tidak ada komplikasi, kecuali masa perdarahan memanjang Pemeriksaan pungsi sumsum tulang : megakariosit normal atau meningkat Pemeriksaan autoantibadi trombosit. DIAGNOSIS BANDING 1. Berkurangnya produksi trombosit/aplasia megakariosit baik yang kongenital atau didapat. 2. Gangguan distribusi trombosit (hipersplenisme, hipotermia) 3. Peningkatan penghancuran trombosit (ITP sekunder, drug induce, kehamilan dll) 4. Pseudotrombositepenia akibat EDTA terlalu banyak pada spesimen darah tepi. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : darah tepi lengkap, enzim hati, kimia rutin, ACA, Coomb test, C3, C4, ANA, anti dsDNA, serologi virus, anti HIV, antibodi antitrombosit. Sitologi aspirasi sumsum tulang. TERAPI ITP akut : (anak-anak, self limiting) Trombosit >30.000/ul, asimptomatik/purpura minimal --- tidak diterapi rutin. Trombosit <20.000/ul dengan perdarahan bermakna tau <10.000/ul dengan purpura minimal --- Steroid (~prednison 1-2 mg/kgBB/hari). Mengingat ITP pada anak bersifat self limiting, maka lama terapi dibatasi selama 21 hari. Dapat juga diberikan IV Ig 1 gr/kg 1 hari. Perdarahan yang mengancam jiwa --- dirawat, steroid injeksi dosis tinggi (metilprednisolon 30 mg/kg/hari) atau steroid oral dosis tinggi (~prednison 4-8 mg/kg/hari) dan transfusi trombosit. ITP kronik (dewasa) A. Terapi suportif : Membatasi aktivitas yang berisiko trauma. Menghindari obat-obat yang mengganggu fungsi trombosit. Transfusi PRC sesuai kebutuhan. Transfusi trombosit bila : o Perdarahan masif o Adanya ancaman perdarahan otak/SSP o Persiapan untuk operasi besar B. Perawatan RS untuk pasien dengan : Perdarahan berat yang mengancam jiwa. Trombosit <20.000/ul dengan perdarahan mukosa bermakna Trombosit >50.000/ul asimptomatik/dengan purpura minimal → tidak diterapi
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
75
Standar Pelayanan Medik
Trombosit <30.000/ul dengan/tanpa gejala, 30.000-50.000/ul dengan perdarahan bermakna, kadar trombosit berapa saja dengan perdarahan yang mengancam jiwa → diterapi : 1.Steroid (~ prednison 1-2 mg/kg/hari), dipertahankan 3-4 minggu lalu tapp down, maksimal selama 6 bulan. Prednison tidak boleh diberikan dalam jumlah tinggi lebih dari 4 minggu pada pasien tidak respon. 2.Splenektomi Indikasi : o Gagal remisi dengan terapi steroid dalam 6 bulan observasi. o Memerlukan dosis maintenance steroid yang tinggi o Adanya kontraindikasi/intoleransi terhadap steroid. 3.Pilihan terapi yang lain : o Obat-obatan imunosupresan (siklofosfamid, azatioprin, vinkristin) o Preparat androgen (danazol) o Exchange plasmapharesis pada pasien dengan keadaan sakit o Hormonal anovulatoir KOMPLIKASI Infeksi, ITP berat, DM induced steroid, hipertensi, immunocompromised. PROGNOSIS ITP akut : bonam ITP kronik : dubia ad malam UNIT TERKAIT -
TROMBOSIS VENA DALAM
PENGERTIAN Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah. DIAGNOSIS Gejala klinik bervariasi (90% tanpa gejala klinis) Pasien dengan risiko tinggi yaitu apabila : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
76
Standar Pelayanan Medik
Riwayat trombosis, strok Pasca tindakan bedah terutama bedah ortopedi Imobilisasi lama terutama pasca trauma/penyakit berat Luka bakar Gagal jantung akut atau kronik Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon estrogen Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk trombosis.
A. Anamnesis Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan fungsi berkurang pada anggota tubuh yang terkena. B. Pemeriksaan Fisik Edem, eritem, peningkatan suhu lokal tempat yang terkena, pembuluh darah vena teraba, Homan's sign (+) Berdasarkan data tersebut di atas sering ditemukan negatif palsu Prosedur diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi. C. Pemeriksaan penunjang ; Kadar antitrombin III (AT III) menurun (N : 85-125%) Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat Titer D-dimer meningkat. DIAGNOSIS BANDING Sindrom pasca flebitis, varises, gagal jantung, trauma, refluks vena, selulitis, limfangitis, abses inguinal, keganasan dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena, gout, dermatitis kontak, eritema nodosum, kehamilan, flebitis superfisial, paralisis. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Radiologi : venografi/flebografi, USG vena-B mode atau colour doppler 2. Laboratorium : kadar AT III, protein C, protein S, antibodi antikardiolipin, profil lipid, agregasi trombosit.
Tersangka DVT Ultrasonografi DVT
Ada 3 pilihan Pertimbangan klinis
D-dimer (+)
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
(-) 77
Standar Pelayanan Medik
Rendah
Sedang/tinggi
1 minggu Ultrasonografi (-) (+)
DVT dapat disingkirkan
DVT dapat disingkirkan
Obati
Diagram Pendekatan Diagnosis DVT TERAPI Non farmakologis : 1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena. 2. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular. 3. Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi, menggegm dll, tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent) 4. Pemakaian kaus kaki elastik (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan aliran darah vena. Farmakologis : 1. Antikoagulan a. Heparin (unfractionated) Bolus intravena 100 IU/kg dilanjutkan drip mulai 1000 IU/jam Target aPTT 1,5-2,5 x kontrol, bila : o aPTT <1,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam o aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis tetap o aPTT >2,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam Hari I : aPTT diperiksa tiap 6 jam Hari II : aPTT diperiksa tiap 12 jam Hari III : aPTT diperiksa tiap 24 jam b. LMWH (low molecular weight heparin) Nadroparin 0,1 ml/kg/12 jam Enoksaparin 1 mg/kg/12 jam Tidak perlu pemantauan c. Warfarin Warfarin dapat dimulai segera sesudah pemberian heparin dengan dosis hari I 6-10 mg malam hari, hari II diturunkan. INR diperiksa setelah 4-5 hari kemudian dengan target 2-3 Bila target INR tercapai, heparin dapat dihentikan 24 jam berikutnya Lama pemberian tergantung ada tidaknya faktor risiko o Bila tidak ada faktor risiko, dapat distop dalam 3-6 bulan o Bila ada faktor dapat diberikan lebih lama atau bahkan seumur hidup Cara penyesuaian dosis INR INR 1,1 – 1,4 Hari I → naikkan 10-20% dari total dosis mingguan Mingguan → naikkan 10-20% dari total dosis mingguan Kembali 1 minggu INR 1,5 – 1,9 Hari I → naikkan 5-10% dari total dosis mingguan Mingguan → naikkan 5-10% dari total dosis mingguan Kembali 2 minggu INR 2,0 – 3,0 SPM Penyakit Dalam RS Meilia
78
Standar Pelayanan Medik
Tidak ada perubahan Kembali 1 minggu INR 3,1 – 3,9 Hari I → kurangi 5-10% dari dosis total mingguan Mingguan → kurangi 5-15% dari dosis total mingguan Kembali 2 minggu INR 4,0 – 5,0 Hari I → tidak dapat obat Mingguan → naikkan 10-20% dari total dosis mingguan Kembali 1 minggu INR >5,0 Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0 Mulai dengan dosis kurang 20-50% Kembali tiap hari. 2. Trombolisis (streptokinase, tPA) Terapi ini dapat dipertimbangkan sampai 2 minggu setelah pembentukan thrombus (trombosis vena iliaka atau vena femoralis akut atau subakut) Tidak dianjurkan untuk trombus yang berusia lebih dari 4 minggu 3. Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon) Bukan merupakan terapi utama Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar heparin atau warfarin. KOMPLIKASI Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregasi trombosit, trombositopenia akibat heparin, osteoporosis pada pasien yang mendapat heparin >6 bulan dengan dosis 10.000 U/hari. PROGNOSIS Tergantung pada penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi baik. UNIT TERKAIT Bagian radiologi, Bedah.
KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA
PENGERTIAN Koagulasi intravaskular diseminata adalah aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis secara berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan. DIAGNOSIS A. Klinis : Gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia, proteinuria. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
79
Standar Pelayanan Medik
Tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma, hematemesis-melena, hematuria, epistaksis) Manifestasi trombosis --- gagal organ (paru, ginjal, hati) KID merupakan akibat dari kausa primer yang lain : o Bidang obstetri (emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin, abortus septik) o Bidang hematologi (reaksi transfusi, hemolisis berat, leukemia) o Infeksi (septikimia, gram negatif, gram positif; virus HIV, hepatitis, dengue ; parasit malaria) o Trauma, penyakit hati akut, luka bakar. B. Pemeriksaan penunjang Darah tepi : trombositopenia atau normal, burr cell (+) Pemeriksaan hemostaris pada KID DIAGNOSIS BANDING Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : DPL, hemostasis lengkap (PT, aPTT, fibrinogen, d-dimer) TERAPI 1. Suportif Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah Membebaskan jalan nafas Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit 2. Mengobati penyakit primer 3. Menghambat proses patologis Antikoagulan Heparin intravena bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU, evaluasi aPTT dengan target 1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan keempat Bila pada jam kedua : o aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U o aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis heparin tetap o aPTT >2,5 x kontrol, evaluasi aPTT pada jam keempat, bila : aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U aPTT >2,5 x kontrol, heparin dikurangi menjadi 2500 U o Transfusi sesuai kompenen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP kriopresipitat) KOMPLIKASI Gagal organ, syok/hipoperfusi, trombosis vena dalam, KID fulminan PROGNOSIS : Malam
TROMBOSITOSIS PRIMER/ESENSIAL
PENGERTIAN Trombositosis adalah bila jumlah trombosit lebih dari jumlah normal tertinggi (450.000/ul) Trombositosis primer adalah kelainan klonal dari stem sel multipotensial hemopoietik DIAGNOSIS 1. Anamnesis : SPM Penyakit Dalam RS Meilia
80
Standar Pelayanan Medik
Sakit seperti terbakar pada telapak tangan dan kaki serta berdenyut, cenderung timbul kembali disebabkan panas, pergerakan jasmani dan hilang bila kaki ditinggikan (eritromialgia). Gejala-gejala iskemia serebrovaskular kadang tidak spesifik seperti sakit kepala, pusing, defisit neurologi fokal, serangan iskemia sepintas, kejang atau oklusi asteri retina. Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang, pertumbuhan fetus terhambat. 2. Pemeriksaan fisik ; Splenomegali (40%), tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi yang terkena. 3. Pemeriksaan laboratorium : Jumlah trombosit seringkali > 1 juta/ml Laju endap darah normal Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa, hipogranular), fragmen trombosit Masa perdarahan normal Faktor VIII/Von Willebrand normal DIAGNOSIS BANDING Trombositosis reaktif, trombositosis sekunder. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium : darah perifer lengkap, morfologi trombosit, laju endap darah, masa perdarahan,faktor VIII/Von Willebrand, tes agregasi trombosit dengan epinefrin. TERAPI Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan menurunkan fungsi trombosit. Untuk menurunkan trombosit : 1. Hydroxyuria (hydrea) : 15 mg/kgBB/hari 2. Anagrelide (agrylin) : 4 kali 1,5-2,5 mg sehari, dimulai dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap tiap minggu. 3. Thromboreduction 4. Interferon alfa : 3 juta IU, tiga kali satu minggu 5. Fosforous-32 Untuk menurunkan fungsi trombosit : 1. Aspirin 2. Tiklopidin 3. Klopidogrel KOMPLIKASI 1. Perdarahan (memar kebiruan, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan pasca operasi). Risiko terbesar bila trombosit >1 juta/ml dan mendapat aspirin. 2. Trombosis (eritro mialgia, iskemia ginjal, infark miokard, strok, iskemia mesenteric, infark plasenta, sindrom Budd Chiari). Risiko terbesar bila sebelumnya ada riwayat trombosis, umur lebih dari 60 tahun dan sudah lama mengalami trombositosis. 3. Trombosis esensial dapat mengalami transformasi menjadi mielofibrosis (4%), polisitemia vera (2,7%), leukemia mielositik akut (0,6-5%). PROGNOSIS Ad vitam : dubia Ad fungsionam : dubia Ad sanasionam : malam
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
81
Standar Pelayanan Medik
SINDROM VENA KAVA SUPERIOR
PENGERTIAN Sindrom vena kava superior adalah kumpulan gejala yang disebabkan obstruksi vena kava superior oleh sebuah tumor mediastinum. DIAGNOSIS 1. Anamnesis : keluhan sakit kepala, mual, muntah-muntah, gangguan penglihatan, sinkop, suara serak, sesak nafas, disfagia dan sakit punggung. 2. Pemeriksaan fisik : distensi tubuh sebelah atas, edema muka, leher, lengan dan dada atas, sianosis. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
82
Standar Pelayanan Medik
3.
Pemeriksaan penunjang : Foto dada menunjukkan massa paratrakeal atau di mediastinum CT Scan dada membantu memperlihatkan luasnya massa.
DIAGNOSIS BANDING 1. Tumor mediastinum : tumor ganas, teratoma, limfoma malignum. 2. Tumor paru. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan radiologi : foto toraks, CT scan toraks. TERAPI Radioterapi pada kasus darurat dapat meringankan gejala pada 70% kasus, dosis harian dimulai dengan dosis tinggi (400 cGy) untuk mendapatkan pengecilan massa tumor yang dibutuhkan. Pada limfoma malignum atau kanker paru jenis SCLC, kemoterapi akan sama efektifnya dengan radioterapi. KOMPLIKASI Trombosis vena jugularis dan otak. PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad malam Ad fungsionam : malam Ad sanasionam : malam UNIT TERKAIT Bagian Radiologi, Bedah.
HIPERKALSEMIA
PENGERTIAN Hiperkalsemia merupakan kedaruratan onkologi yang sering ditemukan sebagai akibat metabolik dari keganasan. DIAGNOSIS 1. Anamnesis : anoreksia, mual, muntah-muntah, polyuria. 2. Pemeriksaan fisik : penurunn kesadaran. 3. Pemeriksaan penunjang : kadar kalsium serum meningkat. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
83
Standar Pelayanan Medik
DIAGNOSIS BANDING PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan kadar kalsium darah, fungsi ginjal. TERAPI 1. Diuresis paksa dengan larutn salin (200-250 ml/jam) dan furosemide disertai monitor ketat balans cairan dan fungsi kardiopulmoner. 2. Mithramycin 25 ug/kg intravena. Tidak boleh digunakan pada gagal ginjal dan trombositopenia. 3. Kortikosteroid, efek terapi dicapai setelah 5-10 hari pengobatan. Berguna pada hiperkalsemia pada limfoma malignum, mieloma multiple dan karsinoma payudara. 4. Bifosfonat (penghambat osteoklas) bila hiperkalsemia refrakter terhadap cara-cara sebelumnya atau terdapat kontraindikasi. 5. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan hiperkalsemia adalah kemoterapi yang efektif. KOMPLIKASI Gagal ginjal akut. PROGNOSIS Ad vitam : dubia Ad fungsionam : dubia ad malam Ad sana sionam : malam UNIT TERKAIT Unit hemodialisa, Bagian Patologi Klinik.
HIPERURISEMIA
PENGERTIAN Hiperurisemia merupakan kelainan yang terjadi akibat pengobatan pada leukemia, gangguan mieloproliferatif, limfoma atau mieloma yaitu ketika sel-sel tumor mengalami penghancuran selama kemoterapi di mana purin akan dilepaskan dalam jumlah banyak untuk kemudian mengalami katabolisme menjadi asam urat. DIAGNOSIS Uremia, hematuria dan rasa nyeri menandakan adanya batu ginjal. Kadar asam urat melebihi 10 mg/dl dan rata-rata 20 mg/dl. Oliguria atau anuria dengan atau tanpa adanya kristal asam urat. Kadar nitrogen darah dan serum kreatinin meningkat. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
84
Standar Pelayanan Medik
Perbandingan asam urat dengan kreatinin >1, dihitung menurut sampel acak, mendukung diagnosis nefropati akibat hiperurisemia. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan kadar asam urat darah, fungsi ginjal, urinalisis. TERAPI 1. Allopurinol, hidrasi dan alkalinisasi urin seperti pada sindrom lisis tumor. 2. Hemodialisis jika diperlukan, dapat menurunkan kadar asam urat dan memperbaiki fungsi ginjal. KOMPLIKASI 1. Batu ginjal 2. Gagal ginjal PROGNOSIS Ad vitam : malam Ad fungsionam : malam Ad sanasionam : malam UNIT TERKAIT Unit hemodialisa, Bagian Patologi Klinik.
TERAPI SUPORTIF PADA PASIEN KANKER
PENGERTIAN Terapi suportif pada pasien kanker merupakan hal yang amat penting, sehingga tidak jarang lebih penting daripada pengobatan pembedahan, radiasi maupun kemoterapi karena pengobatan suportif ini justru sering berkaitan dengan usaha untuk mengatasi masalah-masalah yang dapat mengancam jiwa. Pengobatan suportif ini tidak hanya diperlukan pada pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif tetapi juga pada pengobatan paliatif. Pengobatan suportif ini meliputi : 1. Masalah nutrisi dan gangguan saluran cerna. 2. Penanganan nyeri 3. Penanganan infeksi SPM Penyakit Dalam RS Meilia
85
Standar Pelayanan Medik
4. Masalah efek samping sitostatika terutama efek mielosupresi. DIAGNOSIS Masalah Nutrisi 1. Anamnesis : penurunan berat badan yang cepat. 2. Antropometri : tebal lemak kulit (M. deltoideus lengan atas), indeks massa tubuh (dibawah 1,5 menunjukkan katabolisme berlebihan), penilaian terhadap massa otot. 3. Laboratorium : Hitung limfosit (bila menurun berarti ada gangguan respons imun), Kadar albumin dan prealbumin (albumin <3 g/dl dan prealbumin <1,2 g/dl menunjukkan malnutrisi), Kadar urea nitrogen urin (>24 g/24 jam menunjukkan katabolisme protein berlebihan), kadar feritin darah. Penanganan Nyeri Anamnesis : waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya dan faktor yang menambah atau mengurangi nyeri. Anamnesis yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada pasien, apakah nyeri viseral, somatik atau neuropatik. Dari anamnesis dapat juga diketahui tingkatan nyeri, menggunakan alat bantu VAS (visual analog scale) yaitu skala dari nol sampai sepuluh (nol menunjukkan tidak ada nyeri sama sekali, sepuluh menunjukkan nyeri yang paling hebat). Angka yang ditunjuk pasien kemudian dapat dibagi menjadi empat kelompok : o Angka 0 menyatakan tidak ada nyeri o Angka 1-3 menyatakan nyeri ringan o Angka 4-6 menyatakan nyeri sedang o Angka 7-10 menyatakan nyeri berat. Hal yang paling menentukan untuk memulai pengobatan adalah jenis tingkatan nyeri. Penanganan Infeksi Masalah Efek Samping Sitostatika 1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia, trombositopenia, leukopenia, anemia) 2. Mual dan muntah 3. Toksisitas jantung (kardiomiopati, peri miokarditis) 4. Toksisitas ginjal (nekrosis tubular ginjal) 5. Ekstravasasi 6. Sindrom lisis tumor PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Masalah Nutrisi Antropometri : tebal lemak kulit, indeks massa tubuh dan massa otot Laboratorium : Hitung limfosit, albumin dan prealbumin darah, urea nitrogen urin, feritin darah 2. Penanganan Nyeri Pemeriksaan radiologi : foto, USG, bone scan, CT Scan, MRI untuk mengetahui jenis nyeri dan lokasinya 3. Penanganan Infeksi Laboratorium darah perifer lengkap dengan hitung jenis, kultur darahm kultur urin, kultur sputum, swab tenggorok untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaan terhadap koloni jamur Foto toraks 4. Masalah Efek Samping Sitostatika Pemeriksaan fisik : luas permukaan tubuh, tingkat kemampuan berperan, mencari sumber infeksi Pemeriksaan laboratorium DPL dengan hitung jenis, fungsi ginjal, urinalisis, asam urat darah, fungsi hati, kultur pada tempat-tempat tertentu secara berkala Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan ekokardiografi SPM Penyakit Dalam RS Meilia
86
Standar Pelayanan Medik
TERAPI Masalah Nutrisi Indikasi terapi : 1. Pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari 2. Bila terjadi penurunan berat badan >10% BB sebelum sakit 3. Kadar albumin serum <3,5 gr/dl 4. Terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh. Perhitungan kebutuhan kalori : Rumus perhitungan kebutuhan kalori = Kalori basal + aktivitas sehari-hari + keadaan hiperkatabolik Kalori basal laki-laki : 27-30 kalori/kgBb ideal/hari Kalori basal perempuan : 23-26 kalori/kgBB ideal/hari Perhitungan kebutuhan protein : Protein yang dibutuhkan adalah 0,6-0,8 g/kgBB ideal/hari. Untuk mengganti kehilangan nitrogen tubuh diperlukan tambahan 0,5 g/kgBB ideal/hari. Cara pemberian : 1. Enteral melalui saluran cerna per oral, lewat selang nasogastrik, jejunostomi, gastrostomi. 2. Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau pasien tidak mau dilakukan gastrostomi/jejunostomi. Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral karena dapat diberikan cairan dengan osmolalitas tinggi dan dalam waktu lama (6 bulan-1 tahun). Hati-hati terhadap bahaya infeksi dan trombosis. Penanganan Nyeri Pengobatan medikamentosa/farmakologi Pada nyeri ringan pengobatan dimulai dengan asetaminofen atau OAINS, kemudian dievaluasi dalam 2472 jam, bila masih nyeri ditambahkan amitriptilin 3x25 mg atau opioid ringan kodein sampai dengan 6x30 mg/hari. Pada nyeri sedang pengobatan dimulai dengan opioid ringan kemudian dievaluasi dalam 24 jam, bila masih nyeri obat diganti dengan opioid kuat, biasanya dipakai morfin. Pemberian morfin intravena dimulai dengan, dosis dititrasi sampai pasien bebas nyeri. Pada nyeri berat pengobatan morfin intravena sejak awal dan dievaluasi sampai hitungan jam sampai nyeri terkendali baik. Setelah didapat dosis optimal maka pemberian morfin intravena diganti dengan morfin oral masa kerja pendek 4-6 jam dengan perbandingan 1:3, artinya jika dosis injeksi 20 mg/24 jam maka dosis oral sebanyak 3x20 mg/24 jam (60 mg), diberikan 6x10 mg atau 4x15 mg/hari. Bila setelahnya nyeri terkendali baik maka diganti morfin oral kerja lama dengan dosis 2x30 mg/hari. Bila nyeri belum terkendali, morfin dinaikkan dosisnya menjadi dua kali lipat dan dievaluasi lebih lanjut serta berpedoman pada VAS. Obat adjuvan diberikan sesuai pengkajian, bila penyebabnya neuropatik maka selain obat-obat tersebut ditambahkan GABA (gabapentin), bila nyeri somatik akibat metastasis tulang sedikit dapat ditambahkan OAINS dan bifosfonat, bila metastasis luas dan multipel maka pilihan utamanya adalah radioterapi dan dapat ditambahkan bifosfonat. Pengobatan Non Medikamentosa : 1. Penanganan psikiatris 2. Operasi bedah saraf 3. Blok anestesi 4. Rehabilitasi medik Penanganan Infeksi Infeksi oleh bakteri gram negatif o Kombinasi antibiotik beta laktam dengan aminoglikosida o Monoterapi dengan seftazidim, sefepim, imipenem, meropenem Infeksi oleh bakteri gram positif. Staphylococcus epidermidis sering resisten pada berbagai macam antibiotik, diberikan vankomisin dan teikoplanin. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
87
Standar Pelayanan Medik
Infeksi jamur. Pemberian amfoterisin B dianjurkan pada pasien neutropenia dengan demam berkepanjangan setelah pemberian antibiotik spektrum luas untuk beberapa hari tanpa adanya bakteremia. Infeksi virus dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa imunosupresi, sehingga beberapa pusat menganjurkan pemberian asiklovir sejak awal pada pasien yang diperkirakan akan mengalami neutropenia berat untuk waktu yang lama. Masalah Efek Samping Sitostatika 1. Penekanan sumsum tulang Pemilihan dan penjadwalan obat sitistatika yang tepat Pencegahan infeksi pada pasien neutropenia berupa dekontaminasi saluran cerna, kulit dan rambut bila akan mendapat kemoterapi agresif Pengobatan infeksi, bila hasil kultur belum ada, diberikan pengobatan empiris yang dapat menjangkau Gram positif dan negatif, anti jamur, bila perlu antivirus G-CSF saat ini dapat diberikan pada keadaan granulositopenia, terutama yang mendapat kemoterapi agresif 2. Mual dan muntah Meliputi fenotiazin, haloperidol, metoklopropamid, antagonis serotonin (ondansetron, granisetron dan tropisetron), kortikosteroid, benzodiazepin, nabilon, antihistamin dan kombinasi obat-obat antiemetik di atas. Dianjurkan kombinasi tersebut meliputi deksametason diikuti antagonis serotonin atau difenhidramin dan metoklopropamid. 3. Toksisitas jantung Pasien dengan risiko tinggi (EF<50%) harus menjalani ekokardiografi setiap satu atau dua siklus pengobatan, sedangkan pada yang tidak berisiko tinggi ekokardiografi diulang setelah dosis kumulatif 350-400 mg/m2. Hal yang paling penting pada pemantauan adalah dosis kumulatif (epirubisin 950 mg/m 2, daunorubisin 750 mg/m2, mitomisin 160 mg/m2 dan doksorubisin 550 mg/m2) 4. Toksisitas ginjal Kerusakan ginjal dapat dicegah dengan dehidrasi adekuat, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dan diuretik. 5. Ekstravasasi obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikan dapat dicegah dengan memastikan jalan infus intravena lancar dan setelah kemoterapi diberikan, cairan infus tetap diberikan. 6. Sindrom lisis tumor Untuk mencegah hal ini, mulai 48 jam sebelum kemoterapi sampai dengan 3-5 hari setelahnya diberikan hidrasi intravena 3000 ml/m2, allopurinol 500 mg/m2 per oral, bila kadar asam urat >7 mg/dl diberikan alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dengan mempertahankan pH urin di atas 7. KOMPLIKASI Hati-hati dengan efek samping morfin. PROGNOSIS Ad vitam : malam Ad fungsionam : malam Ad sanasionam : malam
POLISITEMIA VERA
PENGERTIAN Polisitemia merupakan kelainan sistem hemopoesis yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan volume sel darah merah (eritrosit) secara bermakna mencapai 6-10 juta/ml di atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah, tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila sebagian populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal (tidak membutuhkan eritripoetin untuk proses pematangannya). Berbeda dengan polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau eritropoetin SPM Penyakit Dalam RS Meilia
88
Standar Pelayanan Medik
meningkat secara nin fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin. Perjalanan klinis: 1. Fase eritrositik atau fase polisitemia Berlangsung 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal. 2. Fase burn out atau spent out Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti remisi, kadang timbul anemia. 3. Fase mielofibrotik Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai mielofibrosis dan metaplasia meiloid. 4. Fase terminal. DIAGNOSIS International Polycythemia Study group II Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jik memenuhi kriteria a. A1+A2+A3 atau b. A1+A2+2 kategori B Kategori A 1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51. Pada pria ≥36 ml/kg dan pada wanita ≥32 ml/kg. 2. Saturasi oksigen arterial ≥92% (pada polisitemia vera, saturasi oksigen tidak menurun). 3. Splenomegali. Kategori B 1. Trombositosis : trombosit ≥400.000/ml 2. leukositosis : leukosit ≥12.000/ml (tidak ada infeksi) 3. Leukositt alkali fosfatse (LAF) score meningkat >100 (tanpa ada panas/infeksi) 4. Kadar vitmin B12 .900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum ≥2200 pg/ml. DIAGNOSIS BANDING Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastik. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : eritrosit, granulosit, trombosit, kadar B12 serum, NAP, saturasi O2. Pemeriksaan sumsum tulang untuk menyingkirkan kelainan mieloproliferatif yang lain. TERAPI Prinsip pengobatan ; 1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi. 2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang belum terkendali. 3. Menghindari pengobatan berlebihan. 4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda. 5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan : trombosis persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai gejala trombosis leukositosis progresif splenomegali simptomatik atau menimbulkan sitopenia problematic gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi. A. Flebotomi Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematokrit 42% pada wanita dan 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan share rate. Indikasi flebotomi terutama untuk semua pasien pada permulaan penyakit dan yang masih dalam usia subur. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
89
Standar Pelayanan Medik
Indikasi : 1. Polisitemia vera fase polisitemia. 2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht >55% (target Ht 55%). 3. Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan share rate. B. Kemoterapi sitostatika Tujuannya adalah sitoreduksi. Indikasi : 1. Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV) 2. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan >2 kali sebulan 3. Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis 4. Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin 5. Splenomegali simptomatik/mengancam ruptur limpa.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
90
Standar Pelayanan Medik
VI GERIATRI
PENGKAJIAN GERIATRI PARIPURNA/ COMPREHENSIVE GERIATRIC ASSESSMENT (CGA)
Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60 tahun atau lebih) berbeda dengan pasien dewasa muda. Pada geriatri memiliki karateristik multipatologi, daya cadangan faali yang rendah, gejala dan tanda klinis yang menyimpang, menurunya status funsional, dan gangguan nutrisi. Selain itu perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih lambat timbulnya. Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu pada satu pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif. Kedua adalah menurunnya daya cadangan faali, yang menyebabkan pasien geriatri amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih (failure to thrive). Hal ini terjadi akibat penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ sesuai dengan bertambahnya usia, yang SPM Penyakit Dalam RS Meilia
91
Standar Pelayanan Medik
walaupun normal untuk usianya namun menandakan menipisnya daya cadangan faali. Ketiga adalah penyimpangan gejala dan tanda penyakit dari yang klasik, misalnya pada pneumonia mungkin tidak akan dijumpai gejala khas seperti batuk, demam, dan sesak, melainkan terdapatnya perubahan kesadaran atau jatuh. Keempat adalah terganggunya status fungsional pasien geriatri. Status fungsional adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Status fungsional menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam memerankan fungsinya sebagai manusia mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan secara umum. Kelima adalah adanya gangguan nutrisi, gizi kurang, atau gizi buruk. Gangguan nutrisi ini secara langsung akan mempengaruhi proses penyembuhan dan pemulihan. Jika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti pneumonia, maka pasien geriatri juga seringkali muncul dalam gangguan fungsi kognitif, depresi, instabilitas, imobilisasi,dan inkontinensia (sindrom geriatri). Kondisi tersebut akan semakin kompleks jika secara psikososial terdapat hendaya seperti pengabaian (neglected) atau kemiskinan (masalah finansial). Berdasarkan uraian di atas tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasin geriatri mutlak harus bersifat holistic atau paripurna yang tidak semata-mata dari sisi bio-psiko-sosial saja, namun juga harus senantias memperhatikan aspek kuratif, rehabilitatif, promotif, dan preventif. Komponen dari pengkajian paripurna pasien geriatri meliputi status fungsional, status kognitif, status emosional, dan status nutrisi. Selain itu, anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis system organ yang secara aktif ditanyakan oleh dokter (mengingat seringkali pasien geriatri memiliki hambatan dalam menyampaikan keluhan atau tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu keluhan) dan pemeriksaan fisik lengkap yang mencakup pula pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal. STATUS FUNGSIONAL Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien geriatri tidak akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Meskipun kondisi akutnya sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak dapat dipulangkan karena belum mampu duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien belum mampu makan dan minum serta membersihkan diri tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi berbagai hendaya menjadi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas penyelesaian masalah. Nilai dari kebanyakan intervensi medis pada orang usia lanjut dapat diukur dari pengaruhnya pada kemandirian atau status fungsionalnya. Kegagalan mengatasi hendaya maupun gejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan pengobatan secara keseluruhan. Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan pemeriksaan dengan instrument tertentu untuk membuat penilaian menjadi obyektif, antara lain dengan indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (activity of daily living/ADL) Barthel dan Katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan memerlukan berbagai program untuk memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih, mempersingkat lama rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pasien. STATUS KOGNITIF Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisik justru terlihat lebih menonjol terutama saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien geriatri yang dirawat inap karena penyakit akut antara lain memori segera dan jangka pendek, persepsi, proses piker, dan fungsi eksekutif. Gangguan tersebut dapat menyulitkan dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan tindak lanjut adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang telah direncanakan sehingga pada akhirnya pengelolaan secara keseluruhan akan terganggu juga. Gangguan faal kognitif bisa ditemukan pada derajat ringan (mild cognitive impairmentMCI dan vascular cognitive impairment/VCI) maupun yang lebih berat (demensia ringan, sedang, dan berat). Hal tersebut tentunya memerlukan pendekatan diagnosis dan terapeutik tersendiri. Penapisan adanya gangguan faal kognitif secara obyektif antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikiatrik seperti Abbreviated Mental Test, the Mini-Mental State Examination (MMSE), the Global Deterioration Scale (GDS), dan the Clinical Dementia Ratings (CDR). STATUS EMOSIONAL Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga dapat mempengaruhi hasil pengelolaan. Pasien yang depresi akan sulit untuk diajak bekerjasama dalam kerangka pengelolaan secara terpadu. Pasien cenderung bersikap pasif atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang akan diterapkan. Hal ini tentu akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk mengikuti dan mematuhi berbagai SPM Penyakit Dalam RS Meilia
92
Standar Pelayanan Medik
modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara langsung maupun tidak, cepat atau lambat akan mengancam proses penyembuhan dan pemulihan. Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya Geriatric depressin Scale (GDS) yang terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan. Instrumen ini bertujuan untuk menapis adanya gangguan depresi atau gangguan penyesuaian. Pendekatan secara professional dengan bantuan psikiater amat diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti. STATUS NUTRISI Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada seorang pasien geriatri. Gangguan nutrisi akan mempengaruhi status imun dan keadaan umum pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali terabaikan mengingat gejala awal seperti rendahnya asupan makanan disangka sebagai kondisi normal yang terjadi pada pasien geriatri. Sampai kondisi status gizi turun menjadi gizi buruk baru tersadar bahwa memang ada masalah di bidang gizi. Pada saat tersebut biasanya sudah terlambat atau setidaknya akan amat sulit menyusun program untuk mengobati status gizi buruk. Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi (anamnesis asupan), pemeriksaan antropometrik, mapun biokimiawi. Dari anamnesis harus dapat dinilai berapa kilokalori energy, berapa gram protein, dan berapa gram lemak yang rata-rata dikonsumsi pasien. Juga perlu dievaluasi berapa gram serat dan milliliter cairan yang dikonsumsi. Jumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih spesifik sehingga memerlukan perangkat instrument lain dengan bantuan seorang ahli gizi. Pemeriksaan antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran indeks massa tubuh dengan memerhatikan perubahan tinggi tubuh dibandingkan saat usia dewasa muda. Rumus tinggi lutut yang disesuaikan dengan ras Asia dapat dipakai untuk kalkulasi tinggi badan orang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang dapat diperiksa hemoglobin dan kadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi secara biokimiawi. Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, dan emosional dapat dilihat pada lampiran.
LAMPIRAN 1 Tabel 8. INDEKS AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI BARTHEL (AKS BARTHEL) No 1
Fungsi Mengendalikan rangsang
2
Keterangan
0
Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar) Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu)
1
pembuangan tinja
2
Terkendali teratur
Mengendalikan
0
Tak terkendali atau pakai kateter Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)
rangsang berkemih 3
Skor
Membersihkan diri
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
1 2
Mandiri
0
Butuh pertolongan orang lain
93
Standar Pelayanan Medik
4
5
6
7
8
(seka muka, sisir rambut, sikat gigi)
1
Mandiri
Penggunaan jamban masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan,
0
Tergantung pertolongan orang lain
1
Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain
menyiram)
2
Mandiri
Makan
0
Tidak mampu
1
Perlu ditolong memotong makanan
2
Mandiri
0
Tidak mampu Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
Berubah sikap dari berbaring ke duduk
Berpindah/berjalan
Memakai baju
1 2
Bantuan minimal 1 orang
3
Mandiri
0
Tidak mampu
1
Bisa (pindah) dengan kursi roda
2
Berjalan dengan bantuan 1 orang
3
Mandiri
0
Tergantung orang lain Sebagian dibantu (misalnya mengancing baju)
1
9
10
Naik turun tangga
Mandi
2
Mandiri
0
Tidak mampu
1
Butuh pertolongan
2
Mandiri
0
Tergantung orang lain
1
Mandiri TOTAL SKOR
Keterangan : Skor AKS BARTHEL 20 : Mandiri 12-19 : Ketergantungan ringan 9 - 11 : Ketergantungan sedang
5–8 0–4
: Ketergantungan berat : Ketergantungan total
LAMPIRAN 2 Tabel 9. ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT) Status mental A. Umur …………………………… tahun
0.
B. Waktu/jam sekarang …………………
0.
C. Alamat tempat tinggal……………….
0.
D. Tahun ini ………………………………..
0.
E. Saat ini berada dimana……………… F. Mengenali orang lain (dokter, perawat,
0. 0.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
Nilai 1. Salah Benar 1. Salah Benar 1. Salah Benar 1. Salah Benar 1. Salah Benar Salah 1.
94
Standar Pelayanan Medik
penanya) G. Tahun kemerdekaan RI …………………………..
Benar 1. Benar 1. Benar 1. Benar 1. Benar
0. Salah
H. Nama Presiden RI ……………………………. I. Tahun kelahiran pasien atau anak terakhir…….
0. Salah
J. Menghitung terbalik (20 s/d 1)…………….
0. Salah
K. Perasaan hati (afeksi)
A. Baik C. Depresi E. Cemas
0. Salah
B. Labil D. Gelisah
Total Skor : (diisi oleh petugas)
Keterangan : Skor AMT 0 – 3 : Gangguan ingatan berat 4 – 7 : Gangguan ingatan sedang 8 – 10 : Normal
LAMPIRAN 3 Tabel 10. MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) Nama Responden : Umur Responden :
Nama Pewawancara : Tanggal wawancara :
Pendidikan
Jam mulai
Nilai Maksimum
: Nilai Responde n
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
:
95
Standar Pelayanan Medik
5
( )
ORIENTASI Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa ?
5
( )
Sekarang kita berada dimana? (Nama rumah sakit atau instansi, nomor rumah, kota, kabupaten, propinsi)
5
( )
5
( )
REGISTRASI Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, misalnya : Satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah responden mengulang ketiga nama benda tersebut. Berilah nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar, bila masih salah, ulangi penyebutan ketiga nama benda tersebut sampai responden dapat mengatakannya dengan benar : (bola, kursi, sepatu) Hitunglah jumlah percobaab dan catatlah : ................. kali ATENSI DAN KALKULASI Hitunglah berturut-turut selang 7 angka mulai dari 100 ke bawah. Berhenti setelah hitungan (93 -86-79-72-65). Kemungkinan lain, ejalah kata dengan lima huruf, misalnya 'DUNIA' dari akhir ke awal/dari kanan ke kiri : 'AINUD". Satu (1) nilai untuk setiap jawaban yang benar MENGINGAT 3
9
( )
( )
Tanyakan kembali nama ketiga benda yang telah disebut diatas. Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar BAHASA a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pinsil dan arloji (2 nilai) b. Ulangi kalimat berikut : "JIKA TIDAK, DAN ATAU TAPI" (1 nilai) c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini : Peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkan di lantai. (3 nilai) d. Bacalah dan laksanakan perintah berikut : "PEJAMKAN MATA ANDA"
(1 nilai)
e. Tulislah sebuah kalimat ! nilai) f. Tirulah gambar ini ! nilai) Jumlah nilai :
( )
(1 (1
Tandailah tingkat kesadaran responden pada garis absis di bawah ini dengan huruf 'X' SADA R
SOMNOLE N
Jam selesai
STUPOR
KOMA
:
Tempat wawancara :
Lembar Lampiran MMSE (BAHASA) : BACALAH DAN LAKSANAKANLAH PERINTAH BERIKUT : “PEJAMKAN MATA ANDA !” TULISLAH SEBUAH KALIMAT ! …………………………………………………………………………………………………………………………… SPM Penyakit Dalam RS Meilia
96
Standar Pelayanan Medik
…………………………………………………………………………….. TIRULAH GAMBAR INI !
LAMPIRAN 4 Tabel 11. GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GDS) No 1 2
Pertanyaan Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan anda?
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
Jawaban YA
TIDAK
YA
TIDAK
97
Standar Pelayanan Medik
3
Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
YA
TIDAK
4
Apakah anda sering merasa bosan? Apakah anda sangat berharap terhadap masa depan? Apakah anda merasa terganggu dengan pikiran bahwa anda tidak dapat keluar dari pikiran anda?
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada pergi keluar rumah dan melakukan hal-hal yang baru? Apakah anda sering merasa khawatir terhadap masa depan anda? Apakah anda merasa memiliki banyak masalah dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang? Apakah menurut anda hidup anda saat ini menyenangkan? Apakah anda sering merasa sedih?
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
Apakah saat ini anda merasa tidak berharga? Apakah anda sangat mengkhawatirkan masa lalu anda? Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik dan menyenangkan?
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
5 6 7
Apakah anda merasa mempunyai semangat yang baik setiap saat?
8
Apakah anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri anda? Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal yang baru? Apakah anda merasa penuh semangat? Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan yang lebih baik dari anda? Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal kecil? Apakah anda sering merasa ingin menangis? Apakah anda mempunyai masalah dalam berkonsentrasi? Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi hari? Apakah anda lebih memilih untuk tidak mengikuti pertemuan-pertemuan sosial/bermasyarakat? Apakah mudah bagi anda untuk membuat keputusan? Apakah pikiran anda secerah biasanya?
Skor : hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1. Skor antara 5 – 9 menunjukkan kemungkinan besar depresi Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
SINDROM DELIRIUM AKUT
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
98
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom mental organic yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi. DIAGNOSIS Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DRM-IV-TR) meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian, perubahan kognitif (gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang bukan akibat demensia, gangguan tersebut timbul dalam jangka pendek (jam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi medis umum maupun akibat intoksikasi, efek samping, atau putus obat/zat. Harus dicari factor pencetus dan factor risikonya ; 1. Pencetus yang sering : gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia, hipo atau hiperglikemia, hiponatremia, azotemia), infeksi (sepsis, pneumonia, infeksi saluran kemih), penurunan cardiac autput (dehidrasi, kehilangan darah akut, infark miokard akut, gagal jantung kongestif), strok (korteks kecil), obat-obatan (terutama antikolinergik), intoksikasi (alkohol, dll), hipo atau hipertermia, lesi sistem saraf pusat, psikosis akut, pemindahan ke lingkungan yang baru/tidak familiar, impaksi fekal, dan retensi urin. 2. Faktor risiko : riwayat gangguan kognitif, berusia lebih dari 80 tahun, mengalami fraktur saat masuk perawatan, infeksi dan simptomatik, jenis kelamin pria, mendapat obat sntipsikotik atau analgesic narkotik, penggunaan pengikat, malnutrisi, penambahan 3 atau lebih obat, dan penggunaan kateter urin. DIAGNOSIS BANDING Demensia , psikosis fungsional, kelainan neurologis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/pencetus : 1. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi deficit neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika ada indikasi. 2. Darah perifer lengkap. 3. Elektrolit (terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah 4. Analisa gas darah 5. Urin lengkap dan kultur resistensi urin 6. Foto toraks 7. EKG TERAPI 1. Berikan oksigen, pasang infuse dan monitor. 2. Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah selanjutnya; tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus. 3. Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik 4. Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia urin. 5. Awasi kemungkinan imobilisasi. 6. Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. Jika memang diperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau benzodiazepine dan monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan antipsikotik atipikal. Kaji ulang intervensi ini setiap hari; target adalah penghentian obat antipsikotik dan pembatasan penggunaan obat tidur secepatnya. 7. Kaji status hidrasi secara berkala. 8. Ruangan tempat pasien harus berpenerangan cukup, terdapat jam dan kalender yang besar dan jika memungkinkan diletakkan barang-barang yang familiar bagi pasien dari rumah, hindari stimulus berlebihan, keluarga dan tenaga kesehatan harus berupaya sesering mungkin meningatkan pasien mengenai hari dan tanggal, jika kondisi klinis sudah memungkinkan pakai alat bantu dengar atau SPM Penyakit Dalam RS Meilia
99
Standar Pelayanan Medik
kecamata yang biasa digunakan oleh pasien sebelumnya, motivasi untuk berinteraksi sesering mungkin dengan keluarga dan tenaga kesehatan, evaluasi strategi orientasi realitas; beritahu kepada pasien bahwa dirinya sedang bingung dan disorientasi namun kondisi tersebut dapat membaik. KOMPLIKASI Fraktur, hipotensi sampai renjatan, thrombosis vena dalam, emboli paru, sepsis. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT SMF Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi ACS, SMF Rehabilitasi Medik, SMF Psikiatri, Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Bagian Keperawatan, SMF Neurologi.
INSTABILITAS DAN JATUH
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
100
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks sistem saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh terjadi manakala sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang (kaki, saat berdiri) pada waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama dari penyakit-penyakit yang juga bisa mencetuskan sindrom delirium akut). DIAGNOSIS a. Subyektif : terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizziness, vertigo, rasa bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri; atau terdapat riwayat jatuh. b. Obyektif : terdapat faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinya jatuh. Faktor intrinsik terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal : osteoarthritis genu/vertebra lumbal, plantar fasciitis, kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat keseimbangan seperti vertigo yang dapat ditimbulkan oleh gangguan aliran darah ke otak akibat hiperkoagulasi, hiperagregasi, atau spondiloartrosis servikal. Faktor intrinsik sistemik : penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, infark miokard akut, gagal jantung, infeksi saluran kemih, gangguan aliran darah ke otak (hiperkoagulasi, strok, dan transient ischemic attact/TIA), dibetes mellitus dan/atau hipertensi (terutama jika tidak terkontrol), paresis inferior, penyakit atau sindrom Parkinson, demensia, gangguan saraf lain serta gangguan metabolik seperti hiponatremia, hipoglikemia atau hiperglikemia, dan hipoksia. Faktor risiko ekstrinsik/lingkungan antara lain : alas kaki yang tidak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai, lampu ruangan yang kurang terang, antai yang licin, basah, atau tidak rata, furniture yang terlalu rendah atau tinggi, tangga yang tidak aman, kamar mandi dengan bak mandi/closet terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk. PEMERIKSAAN PENUNJANG Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji menggapai fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance sub-scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi factor risiko; menemukan penyebab/pencetus: Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi deficit neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT Scan jika ada indikasi. Darah perifer lengkap Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah Analisa gas darah Urin lengkap dan kultul resistensi urin Hemostase darah dan agregasi trombosit Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki (sesuai indikasi) EKG Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)
Tabel 12. Penyebab Jatuh
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
101
Standar Pelayanan Medik
Penyebab Jatuh Kecelakaan
Keterangan Kecelakaan murni (terantuk, terpeleset, dll) Interaksi antara bahaya di lingkungan dan faktor yang meningkatkan kerentanan
Sinkop Drop attacks Dizziness dan/atau vertigo Hipotensi ortostatik Obat-obatan Proses penyakit
Idiopatik
Hilangnya kesadaran mendadak Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menyebabkan jatuh tanpa kehilangan kesadaran Penyakit vestibular, penyakit sistem saraf pusat Hipovolemia atau cardiac output yang rendah, disfungsi otonom, gangguan aliran darah balik vena, tirah baring lama, hipotensi akibat obat-obatan, hipotensi postprandial Diuretika, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik, sedatif, antipsikotik, hipoglikemia, alkohol Berbagai penyakit akut kardiovaskular : aritmia, penyakit katup jantung (stenosis aorta), sinkop sinus karotid. Neurologis : TIA, strok akut, gangguan kejang, penyakit Parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan kompresi pada korda spinalis atau cabang saraf), penyakit serebelum, hidrosefalus tekanan normal (gangguan gaya berjalan), lesi sistem saraf pusat (tumor, hematom subdural) Tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi
Tabel 13. Evaluasi pada Pasien Usia Lanjut yang Jatuh
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
102
Standar Pelayanan Medik
Keterangan
Evaluasi Anamnesis Riwayat medis umum Tingkat mobilitas Riwayat jatuh sebelumnya Obat-obatan yang dikonsumsi Apa yang dipikirkan pasien sebagai penyebab jatuh?
Terutama obat antihipertensi dan psikotropika Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh?; Apakah kejadian jatuh tersebut sama sekali tak terduga?; Apakah pasien terpleset atau terantuk?
Lingkungan sekitar tempat jatuh
Waktu dan tempat jatuh; Saksi; Kaitannya dengan perubahan postur, batuk, buang air kecil, memutar kepala
Gejala yang terkait
Kepala terasa ringan, dizziness, vertigo; Palpasi, nyeri dada, sesak; Gejala neurologis fokal mendadak (kelemahan, gangguan sensorik, disartria, ataksia, bingung, afasia); Aura; Inkontinensia urin atau alvi Apakahyang langsung diingat segera setelah jatuh? Apakah pasien dapat bangkit kembali setelah jatuh dan jika dapat, berapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat bangkit setelah jatuh? Apakah adanya hilangnya kesadaran dapat dijelaskan oleh saksi?
Hilangnya kesadaran
Pemeriksaan Fisik : Tanda vital
Demam, hipotermia, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi dan tekanan darah saat berbaring, duduk dan berdiri
Kulit
Turgor, trauma, kepucatan
Mata
Visus
Kardiovaskular
Aritmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta, sensitivitas sinus karotis
Ekstremitas
Penyakit sendi degeneratif, lingkup gerak sendi, deformitas, fraktur, masalah podiatrik (kalus, bunion, ulserasi, sepatu yang tidak sesuai, kesempitan/kebesaran, atau rusak)
Neurologis
Status mental, tanda fokal, otot (kelemahan, rigiditas, spastisitas), saraf perifer (terutama sensasi posisi), proprioseptif, refleks, fungsi saraf kranial, fungsi serebelum (terutama uji tumit ke tulang kering), gejala ektrapiramidal : tremor saat istirahat, bradikinesia, gerakan involunter lain, keseimbangan dan cara berjalan dengan mengobservasi cara pasien berdiri dan berjalan (uji get up and go)
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
103
Standar Pelayanan Medik
Tabel 14. Penilaian Klinis dan Tatalaksana yang Direkomendasikan bagi Orang Usia Lanjut yang Berisiko Jatuh. Penilaian dan Faktor Risiko Lingkungan saat jatuh sebelumnya Konsumsi obat-obatan − Obat-obat berisiko tinggi (benzodiazepin, obat tidur lain, neuroleptik, antidepresi, antikonvulsi, atau antiaritmia kelas IA) − Konsumsi 4 macam obat atau lebih Penglihatan − Visus <20/60 − Penurunan persepsi kedalaman (depth perception) − Penurunan sensitivitas terhadap kontras
Tatalaksana Perubahan lingkungan dan aktivitas untuk mengurangi kemungkinan jatuh berulang Review dan kurangi konsumsi obatobatan
Penerangan yang tidak menyilaukan; hindari pemakaian kacamata multifokal saat berjalan; rujuk ke dokter spesialis mata
− Katarak Tekanan darah postural (setelah ≥5 menit dalam posisi berbaring/supine, segera setelah berdiri, dan 2 menit setelah berdiri) tekanan sistolik turun ≥20 mmHg (atau ≥20%), dengan atau tanpa gejala, segera atau setelah 2 menit berdiri Keseimbangan dan gaya berjalan − Laporan pasien atau observasi adanya ketidakstabilan − Gangguan pada penilaian singkat (uji get up and go atau performance-oriented assessment of mobility) Pemeriksaan neurologis − Gangguan proprioseptif − Gangguan kognitif − Gangguan kekuatan otot
Pemeriksaan muskuloskeletal: pemeriksaan tungkai (sendi dan lingkup gerak sendi) dan pemeriksaan kaki
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungkinkan; review dan kurangi obat-obatan; modifikasi dari restriksi garam; hidrasi yang adekuat; strategi kompensasi (elevasi bagian kepala tempat tidur, bangkit perlahan, atau latihan dorsofleksi); stoking kompresi; terapi farmakologis jika strategi di atas gagal Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungkinkan : kurangi obat-obatan yang mengganggu keseimbangan: intervensi lingkungan: rujuk ke rehabilitasi medik untuk alat bantu dan latihan keseimbangan dan gaya berjalan Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungkin: tingkatkan input proprioseptif (dengan alat bantu atau alas kaki yang sesuai, berhak rendah dan bersol tipis); kurangi obat-obatan yang mengenai adanya defisit kognitif; kurangi faktor mengganggu fungsi kognitif; kewaspadaan pendamping risiko lingkungan; rujuk ke rehabilitasi medik untuk latihan gaya berjalan, keseimbangan, dan kekuatan Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungkinkan; rujuk ke rehabilitasi medik untuk latihan kekuatan, ingkup gerak sendi, gaya berjalan, dan keseimbangan serta untuk alat bantu; gunakan alas kaki yang sesuai; rujuk ke podiatrist
104
Standar Pelayanan Medik
Pemeriksaan kardiovaskular − Sinkop − Aritmia (jika telah diketahui adanya penyakit kardiovaskular, terdapat EKG yang abnormal, dan sinkop) Evaluasi terhadap "bahaya" di rumah setelah dipulangkan dari rumah sakit
Rujuk ke konsultan kardiologi; pemijatan sinus karotis (pada kasus sinkop)
Rapikan karpet yang terlipat dan gunakan lampu malam hari, bathmats yang tidak licin, dan pegangan tangga; intervensi lain yang diperlukan
TERAPI Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang tidak licin, dan sebagainya. Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun dari duduk perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot unt untuk keseimbangan, dan teehnik bangun setelah jathnik bangun setelah jatuh) perlu lakukan untuh) perlu lakukan untuk menceegah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh bergah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya. Perubahan lingkungan acikutnya. Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk menceegah jatuh berulang karena lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari. KOMPLIKASI Fraktur, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT SMF Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi faktor risiko instabilitas, Bagian Rehabilitasi Medik, SMF Psikiatri, Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Bagian Keperawatan, SMF Neurologi, SMF Bedah Ortopedi.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
105
Standar Pelayanan Medik
GANGGUAN KOGNITIF RINGAN DAN DEMENSIA
PENGERTIAN Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas, terdapat suatu kondisi penurunan fungsi kognitif ringan yang disebut dengan mild cognitive impairment (MCI) dan vascular cognitive impairment (VCI), yang sebagian akan berkembang menjadi demensia, baik penyakit Alzheimer maupun demensia tipe lain. Mild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi “sindrom predemensia” (kondisi transisi fungsi kognisi antara penuaan normal dan demensia ringan), yang pada berbagai studi telah dibuktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia (terutama demensia Alzheimer) yang simptomatik. Vascular cognitive impairment (VCI) merujuk pada keadaan penurunan fungsi kognitif ringan dan dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat penyakit vascular dan aterosklerosis. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial) dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran, sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna. Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer; munculnya gejala perlahan-lahan namun progresif. Demensia vascular merupakan demensia yang terjadinya berhubungan dengan serangan strok (biasanya terjadi 3 bulan pasca strok); munculnya gejala biasanya bertahap sesuai serangan strok yang mendahului (step ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapat kedua jenis ini (tipe campuran). Pada kedua tipe ini lazim terdapat faktor risiko seperti: hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan faktor risiko aterosklerosis lain. Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms of dementia (BPSD) yang lazim disebut sebagai perubahan perilaku dan kepribadian. Gejala BPSD dapat berupa depresi, wandering/pacing, pertanyaan berulang atau mannerism, kecemasan, atau agresivitas. DIAGNOSIS Tabel 15. Kriteria Diagnosis untuk MCI dan VCI Mild Cognitive Impairment (MCI) • Keluhan memori, yang diperkuat oleh informan • Fungsi memori yang tidak sesuai untuk umur dan pendidikan • Fungsi kognitif umum masih baik • Aktivitas sehari-hari masih baik • Tidak demensia Vascular Cognitive Impairment (VCI) • Gangguan kognitif ringan sampai sedang, terutam fungsi eksekutif • Tidak memenuhi kriteria demensia • Mempunyai penyebab vaskular berdasarkan adanya tanda iskemia atau infark jaringan otak
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
106
Standar Pelayanan Medik
• Bukti lain adanya aterosklerosis • Hachinski Ischemic Score (HIS) yang tinggi
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
107
Standar Pelayanan Medik
Tabel 16. Kriteria Diagnosis untuk Demensia (Sesuai dengan DSM IV) A.
B.
Munculnya defisit kognitif multipel yang bermanifestasi pada kedua keadaan berikut 1
Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari
2
Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut a . Afasia (gangguan berbahasa) b Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik . walaupun fungsi motorik masih normal) c Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda . walaupun fungsi sensorik masih normal) d Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, . berpikir runut, berpikir abstrak)
Defisit : kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial dan akupasi serta menunjukkan penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadi bukan terjadi khusus saat timbulnya delirium
DIAGNOSIS BANDING Acute confusional state, depresi, Penyakit Parkinson. Catatan : demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/atau Penyakit Parkinson. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan neuripsikiatrik dengan the Mini-Mental State Examination (MMSE). The Global Deterioration Scale (GDS), dan The Clinical Dementia Ratings (CDR). Nilai MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan MMSE. 2. Fungsi tiroid, hati, dan ginjal. 3. Kadar vitamin B12 4. Kadar obat dalam darah (terutama yang bekerja pada susunan saraf pusat) 5. CT Scan, MRI.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
108
Standar Pelayanan Medik
Tabel 18. Penatalaksanaan terhadap Faktor Risiko Timbulnya Gangguan Kognitif pada Usia Lanjut Faktor Risiko Hipertensi
Penatalaksanaan • •
• Dislipidemia
Diabetes Melitus
• • •
•
•
•
Obesitas Gagal jantung, fibrilasi atrium, hiperkoagulasi, hiperagregasi trombosit hiperhomosisteine mia, PPOK
Kurangi asupan garam Obat antihipertensi : awal dengan diuretika, dapat dikombinasikan dengan ACE-inhibitor, ARB, penyekat β (β-blocker), atau antagonis kalsium Target : TDS <130 mmHg, TDD <80 mmHg Kurangi asupan makanan berlemak Obat antidislipidemia Target : trigliserida <150 mg/dL, HDL kolesterol >40 mg/dL untuk laki-laki dan >50 mg/dL untuk perempuan serta LDL kolesterol <100 mg/dL)
•
Konsensus Pengendalia Dislipidemia yang dikeluarkan oleh PERKENI dan NCEPATP III
•
Beberapa penulis melaporkan statin dapat menurunkan fungsi kognitif (terutama memory loss)
5 pilar penatalaksanaan DM : edukasi, perencanaan makan (diet), latihan fisik, obat hipoglikemik oral, dan insulin Perhatian pada pemilihan OHO dan insulin, disesuaikan dengan penurunan fungsi organ Target : GDP <120 mg/dL, pada usia lanjut GDP <160 mg/dL masih diterima
•
Penatalaksanaan sejak usia dini
• •
Target : IMT <25 kg/m2 Identifikasi etiologi yang bisa dikoreksi. Terapi farmakologis dan nonfarmakologis yang sesuai untuk mengendalikan dan mengatasinya
•
•
Keterangan Rekomendasi JNC VII dan penelitian ALLHATT
•
Konsensus Penatalaksanaan DM tipe 2 oleh PERKENI Penggunaan insulin sering menimbulkan efek hipoglikemia pada usia lanjut yang dapat bermanifestasi sebagai gangguan kognitif
Rujuk ke konsultan yang sesuai pada keadaan-keadaan khusus
Keterangan : ACE= angiotensin-converting-enzyme, ARB= angiotensin receptor blocker, TDS= tekanan darah sistolik, TDD= tekanan darah diastolic, HDL= high-density-lipoprotein, LDL= low-density-lipoprotein, JNC VII= the seven report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressur, PERKENI= Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, DM= diabetes mellitus, OHO= obat hipoglikemik oral, GDP= gula puasa darah, IMT= indeks massa tubuh Tabel 19. Obat-obatan yang Dipergunakan untuk Menghambat Penurunan dan Memperbaiki Fungsi Kognitif pada Demensia dan Gangguan Kognitif Ringan* Nama Obat Karakteristik
Donepezil
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
Rivastigmin
Galantamin
Memantin
109
Standar Pelayanan Medik
Inhibitor kolinestera se 3-5
Inhibitor kolinestera se 0,5-2
Inhibitor kolinestera se 0,5-1
Antagonis reseptorNMDA 7-Mar
Tidak
Ya
Ya
Tidak
70-80
2
5-7
60-80
Sitokrom P450
Non-hepatik
Sitokrom P450
Non-hepatik
Metabolisme Dosis (inisial/maksim al)
1 x 5 mg/ 1 x 10 mg
2 x 1,5 mg/ 2 x 6 mg
2 x 4 mg 2 x 12 mg
2 x 5 mg/ 2 x 10 mg
Mekanisme kerja Waktu untuk mencapai konsentrasi maksimal (jam) Absorpsi dipengaruhi makanan Waktu paruh serum (jam)
*Modifikasi dari Cummings (2004). NMDA= N-methyl D-aspartate TERAPI Libatkan seorang usia lanjut pada kehidupan social yang lebih intensif serta partisipasi pada aktivitas yang menstimulasi fungsi kognitif dan stimulasi mental maupun emosional untuk menurunkan risiko penyakit Alzheimer dan memperlambat munculnya manifestasi klinis gangguan kognitif. Latihan memori multifset dan latihan relaksasi Penyampaian informasi yang benar kepada keluarga, latihan orientasi realitas, rehabilitasi, dukungan kepada keluarga, manipulasi lingkungan, program harian untuk pasien, reminiscence, terapi musik, psikoterapi, modifikasi perilaku, konsultasi untuk pramuwerdha, jaminan nutrisi yang optimal. Pemberian obat pada BPSD ditujukan untuk target gejala tertentu dengan pembatasan waktu. Tentukan target gejala yang hendak diobati, identifikasi pencetus gejala; psikoterapi dan konseling diberikan bersama dengan obat (risperidon, sertralin, atau haloperidol) sesuai dengan gejala yang muncul. Tatalaksana pada demensia berat terutama modalitas non-farmakologi Tatalaksana faktor risiko gangguan kognitif.
Pasien usia lanjut dengan Keluhan memori subyektif/
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
110
Standar Pelayanan Medik
Anamnesis : Lama keluhan Awitan Aktivitas hidup sehari-hari Riwayat keluarga Penggunaan obat-obatan dan alkohol Riwayat CABG
Faktor risiko : Hipertensi Diabetes mellitus Dislipidemi a Merokok Obesitas
Gagal jantung Hiperkoagul asi Hiperagrega si trombosit Neurosifilis & HIV Modifikasi/terapi bila ada
Laboratorium : Fungsi tiroid Fungsi hati Fungsi ginjal Kadar vitamin B12 Kadar obat dalam darah (terutama yg bekerja pada SSP)
Kelola semua faktor risiko sesegera & seoptimal mungkin
Terapi sesuai penyebab bila abnormal
Optimalisasi pengelolaan faktor risiko
MMSE <24
MMSE 24-28
MMSE >28
Dugaan Demensia
Dugaan MCI/VCI
Normal (?)
Edukasi Rujuk SpKJ/SpS/ Konsultan Geriatri
Edukasi Inhibitor kolinesterase (masih kontroversi) Kerjasama dengan Spesialis terkait
Skor MMSE Tetap/turun
Evaluasi fungsi kognitif tiap 6 bulan
Skor MMSE meningkat Evaluasi 6 bulan
Lanjutkan pengelolaan faktor risiko : Terapi antihiperten si Injeksi/obat hipoglikemi k Obat penurun kadar lemak Antikoagula n Olahraga yang teratur Suplementa si asam folat & vit.B12 Konsumsi serat larut air
Gambar 1. Algoritme Evaluasi dan Penatalaksanaan Pasien Usia Lanjut dengan Penurunan Fungsi kognitif KOMPLIKASI Jatuh, rusaknya struktur social keluarga, isolasi, malnutrisi. PROGNOSIS Tergantung stadium diagnosis UNIT TERKAIT SMF Neurologi, SMF Rehabilitasi Medik, Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Perawat Gerontik.
IMOBILISASI
PENGERTIAN SPM Penyakit Dalam RS Meilia
111
Standar Pelayanan Medik
Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik persepsi, ketrampilan motorik, kondisi fisik, tingkat kognitif, dan kesehatan premorbid, serta variabel eksternal seperti keberadaan sumbersumber komunitas, dukungan keluarga, adanya halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan kebijaksanaan institusional. Imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau ambulasi selama lebih dari 3 hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi fisiologis yang diakibatkan penurunan aktivitas dan “deconditioning”. FAKTOR RISIKO Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Tabel 20. Penyebab Umum Imobilisasi pada Usia Lanjut Gangguan
Artritis
muskuloskeletal
Osteoporosis Fraktur (terutama panggul dan femur) Problem kaki (bunion, kalus) Lain-lain (misalnya penyakit Paget)
Gangguan neurologis
Strok Penyakit Parkinson Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular
Gagal jantung kongestif (berat) Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering) Penyakit vaskular perifer (klaudikasio yang sering)
Penyakit Paru
Penyakit paru obstruktif kronis (berat)
Faktor sensorik
Gangguan penglihatan
Penyebab lingkungan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh) Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti werdha Alat bantu mobilisasi yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik Dekondisi (setelah tirah baring lama pada keadaan sakit akut)
Lain-lain
Malnutrisi Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada keganasan) Depresi Efek samping obat (misalnya kekakuan yang disebabkan obat antipsikotik Perjalanan lama yang menyebabkan seseorang tidak bergerak
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pengkajian geriatri paripurna diperlukan dalam mengevaluasi pasien usia lanjut yang mengalami imobilisasi, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi status fungsional, status mental, status kognitif, dan tingkat mobilitas, serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Tabel 21. Evaluasi Pasien Usia Lanjut yang Mengalami Imobilisasi Evaluasi Anamnesis
Keterangan - Riwayat dan lama disabilitas/imobilisasi
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
112
Standar Pelayanan Medik
- Kondisi medis yang merupakan faktor risiko dan penyebab imobilisasi - Kondisi premorbid - Nyeri - Obat-obatan yang dikonsumsi - Dukungan pramuwerdha - Interaksi sosial - Faktor psikologis - Faktor lingkungan Pemeriksaan Fisik
Status kardiopulmonal Kulit Muskuloskeletal: kekuatan dan tonus otot, lingkup gerak sendi, lesi dan deformitas kaki Neurologis: kelemahan fokal, evaluasi persepsi dan sensorik Gastrointestinal
Status Fungsional Status Mental Status Kognitif
Tingkat Mobilitas
Pemeriksaan Penunjang
Genitourinarius Antara lain dengan pemeriksaan indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) Barthel Antara lain panapisan dengan pemeriksaan geriatric depression scale (GDS) Antara lain penapisan dengan pemeriksaan minimental state examination (MMSE), abbreviated mental test (AMT) Mobilitas di tempat tidur, kemampuan transfer, mobilitas di kursi roda, keseimbangan saat duduk dan berdiri, cara berjalan (gait), nyeri saat bergerak Penilaian berat ringannya kondisi medis penyebab imobilisasi (foto lutut, ekokardiografi, dll) dan komplikasi akibat imobilisasi (pemeriksaan albumin, elektrolit,glukosa darah, hemostasis, dll)
TERAPI Tatalaksana Umum Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring dan pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi. Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi penyerta lainnya. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentikan bila memungkinkan. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral. Program laihan dan imobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan otototot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan (misalnya berjalan pada satu garis lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod dan toilet. Tatalaksana Khusus Tatalaksana faktor risiko imobilitas (lihat Tabel 20) SPM Penyakit Dalam RS Meilia
113
Standar Pelayanan Medik
Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi lebih lanjut Upayakan dukungan lingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen. KOMPLIKASI Imobilisasi dapat menyebabkan proses degerasi yang terjadi pada hamper semua system organ akibat berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi motorik. PROGNOSIS Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilitas dan komplikasi yang ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian. Tabel 22. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ Organ/sistem Musculoskeletal
Kardiopulmonal dan pembuluh darah
Integumen Metabolik dan endokrin
Neurologi dan psikiatri
Traktus gastrointestinal dan urinarius
Perubahan yang Terjadi Akibat Imobilisasi Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktur, degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya volume sendi Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agregasi trombosist, dan hiperkoagulasi Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan maserasi kulit Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral Depresi dan psikosis, atrofi korteks motorik dan sensorik, gangguan keseimbangan, penurunan fungsi kognitif, neurologi kompresi, dan rekrutmen neuromuskular yang tidak efisien Inkontinensia urin dan alvi, infeksi saluran kemih, pembentukan batu kalsium, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan distensi kandung kemih, impaksi feses, dan konstipasi, penurunan motilitas usus, refluks esofagus, aspirasi saluran nafas, dan peningkatan risiko perdarahan gastrointestinal
UNIT TERKAIT SMF Psikiatri, SMF Rehabilitasi Medik, Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Bidang Keperawatan.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
114
Standar Pelayanan Medik
INKONTINENSIA URIN
PENGERTIAN Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah hygiene dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada pasien geriatri dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus, jatuh, depresi dan isolasi sosial. Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang akut dapat diobati bila penyakit atau maslah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obat-obatan, masalah psikologik, dan skibala. Inkontinensia urin yang persisten biasanya dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terapi. DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe inkontinensia urin. Terdapat 2 masalah dalam system saluran kemih yang dapat memberikan gambaran inkontinensia urin yakni masalah saat pengosongan kandung kemih dan masalah saat pengisian kandung kemih. Untuk inkontinensia urin yang akut, perlu diobati penyakit atau masalah yang mendasari, seperti infeksi saluran kemih, obat-obatan, gangguan kesadaran, skibala, prolaps uteri. Biasanya, pada inkontinensia urin yang akut, dengan mengatasi penyebabnya, inkontinensianya juga akan teratasi. Inkontinensia urin yang kronik dapat dibedakan atas beberapa jenis; inkontinensia tipe urgensi atau overactive bladder, inkontinensia tipe stres, dan inkontinensia urin tipe overflow. o Inkontinenis urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih (frekuensi lebih dari 8 kali), keinginan berkemih yang tidak tertahankan (urgensi), sering berkemih di malam hari, dan keluarnya urin yang tidak terkendali yang didahului oleh keinginan berkemih yang tidak tertahankan. o Inkontinensia urin tipe stres dicirikan oleh keluarnya urin yang tidak terkendali pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti bersin, batuk, dan tertawa. o Inkontinensia urin tipe overflow dicirikan oleh menggelembungnya kandung kemih melebihi volume yang seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void residu (PVR) >100 cc. PEMERIKSAAN PENUNJANG Urin lengkap dan kultur urin, PVR, kartu catatan berkemih, gula darah, kalsium darah dan urin, perineometri, urodynamic study. TERAPI Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensia urin. Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan overactive bladder, diberikan latihan dasar panggul, bladder training, schedule toileting, dan obat yang bersifat antimuskarinik (antikolinergik) seperti tolterodin atau oksibutinin. Obat antimuskarinik yang dipilih seyogyanya yang bersifat uroselektif. Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan utama, dapat dicoba bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian agonis alfa pada orang usia lanjut). Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan, perlu diatasai sumbatannya. KOMPLIKASI Inkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet pada area bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh dan fraktur akibat terpeleset oleh urin yang tercecer. PROGNOSIS Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul, prognosis cukup baik. Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya dapat diperbaiki dengan obat-obat golongan antimuskarinik, prognosisnya cukup baik. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
115
Standar Pelayanan Medik
Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan mengatasi sumbatan/retensi urin). UNIT TERKAIT SMF Rehabilitasi Medik, SMF Urologi, Bidang Keperawatan, Bagian Uroginekologi SMF Obstetri dan Ginekologi.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
116
Standar Pelayanan Medik
DEHIDRASI
PENGERTIAN Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi hipotonik). Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/Liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/Liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/Liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/Liter). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/Liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/Liter). Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara khusus, terjadi penurunan respon rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respons ginjal terhadap vasopresin. DIAGNOSIS Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada sama sekali. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor, dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis obyektif lainnya yang dapat membantu mengidentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Berdasarkan studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM; bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, dieresis berkurang, berat jenis (BJ) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Nitrogen/Kretainin lebih dari atau sama dengan 16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatika, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik). PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Kadar natrium plasma darah. 2. Osmolaritas serum. 3. Ureum dan kreatinin darah. 4. BJ urin. 5. Tekanan vena sentral (central venous pressure). TERAPI Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai kebutuhan. Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-2500 ml/24 jam ( 30 ml/kg berat badan/24 jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian deficit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sehari, termasuk jumlah insensible water loss sangat perlu dilakukan setiap hari. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea, sesak nafas, perubahan pola tidur, atau confusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi. Dehidrasi hipertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur. Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium (jus tomat), juga dapat diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran. Dehidrasi hipotonik : cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
117
Standar Pelayanan Medik
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain pemberian cairan enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah air, maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus : Defisit cairan (liter) = Cairan badan total (CBT) yang diinginkan – CBT saaat ini CBT yang diinginkan = Kadar Na serum x CBT saat ini 140 CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg) CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg) Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0,9% atau Dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari deficit cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik. KOMPLIKASI Gagal ginjal, sindrom delirium akut. PROGNOSIS Dubia ad bonam. UNIT TERKAIT SMF Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi dehidrasi, Bidang Keperawatan.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
118
Standar Pelayanan Medik
KONSTIPASI
PENGERTIAN Konstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit. Konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu. Kostipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar (BAB), biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecilkecil dan keras, serta kadangkala disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB. Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses memenuhi ampula rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut. DIAGNOSIS Konstipasi menurut Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan: a. Konsistensi feses yang keras b. Mengejan dengan keras saat BAB c. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB d. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang. Konstipasi menurut International Workshop on Constipastion dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 23. Definisi Konstipasi Menurut International Workshop on Constipation Tipe 1
Konstipasi fungsional
Kriteria Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling
(akibat waktu perjalanan yang
sedikit dalam 12 bulan :
lambat dari feses)
~ mengejan keras 25% dari BAB ~ feses yang keras 25% dari BAB ~ rasa tidak tuntas 25% dari BAB ~ BAB kurang dari 2 kali per minggu
2
Penundaan pada muara rektum
~ hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
(terdapat disfungsi ano-rektal)
~ waktu untuk BAB lebih lama ~ perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah perifer lengkap. 2. Glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah. 3. Fungsi tiroid. 4. CEA. 5. Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan). 6. Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang terjadinya akut untuk mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. 7. Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu. Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomis (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologis (waktu singgah di kolon, sinedefekografi, manometri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi SPM Penyakit Dalam RS Meilia
119
Standar Pelayanan Medik
biasanya dikerjakan pada konstipasi yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rectum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi. Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan radiologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan fungsi, ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh. Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk menilai evaluasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi seerta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung. Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rectum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang unutuk menilai fungsi anorektal. Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respons sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomis maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik.
TERAPI 1. Aktivitas dan olahraga teratur. 2. Asupan ciran dan serat (25-30 gram/hari) yang cukup. 3. Latihan usus besar; Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur tiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. Dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. 4. Jika modifikasi perilaku kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologi, dan biasanya dipakai obatobatan golongan pencahar. a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal Methyl selulose Psilium b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaas feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya antara lain : Minyak kastor Golongan docusate c. Golongan osmotic yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain: Sorbitol Lactulose Glycerin d. Merangsang peristaltic, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bila dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksus mesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya antara lain : Bisakodil Fenolptalein 5. Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut diatas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan. KOMPLIKASI Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi sterkoraseus, perforasi usus, retensio urin, hidrinefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan volvulus daerah sigmoid akibat impaksi feses, serta prolaps rektum. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
120
Standar Pelayanan Medik
PROGNOSIS Dubia ad bonam. UNIT TERKAIT SMF Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Bagian Gizi, Bagian farmasi.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
121
Standar Pelayanan Medik
PNEUMONIA PADA GERIATRI
PENGERTIAN Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri (Gram-positif maupun Gram-negatif, tipikal maupun atipikal), virus, jamur dan parasit. Terdapat beberapa jenis pneumonia sesuai dengan tempat didapatnya infeksi: pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia, CAP), pneumonia yang didapat di rumah sakit (hospital-acquired pneumonia, HAP), dan pneumonia yang didapat di ICU (ventilator-associated pneumonia, VAP). DIAGNOSIS Infiltrat baru atau perubahan infiltrate progresif pada foto toraks, dengan disertai sekurang-kurangnya 1 gejala mayor atau 2 gejala minor berikut : Gejala Mayor : 1. Batuk 2. Sputum produktif 3. Demam (Suhu >37,8 ºC) Gejala Minor : 1. Sesak nafas 2. Nyeri dada 3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik 4. Jumlah leukosit >12.000/µL Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang dating dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut. DIAGNOSIS BANDING Emboli paru, gagal jantung, tuberkulosis paru. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah lengkap dengan hitung jenis, ureum dan kreatinin, analisis gas darah dan saturasi oksigen, c-reactive protein, albumin, foto toraks, EKG, kultur sputum mikroorganisme dan resistensi. TERAPI 1. Suportif: oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik-ekspektoran, bronkoldilator. 2. Farmakologis: Antibiotik empiric segera diberikan sejak awal sesuai dengan jenis pneumonia yang terjadi (CAP, HAP, atau VAP). Pada CAP dapat diberikan antibiotika golongan b-laktam/anti b-laktamase dan sefalosporin generasi II atau III yang dikombinasi dengan makrolid atau doksisiklin, atau flurokuinolon saluran nafas (levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin) sebagai obat tunggal. Pada HAP atau VAP dipilih antibiotika yang bekerja terhadap kuman Pseudomonas dan kuman nosokomial lain, seperti sefalosporin generasi III anti-pseudomonas, sefalosporin generasi IV, piperacillin-tazobaktam, kuinolon anti-pseudomonas (ciprofloksasin), atau aminoglikosida. Antibiotika spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan kuman dan uji resistensi. Pemilihan antibiotika juga harus memperhatikan penurunan fungsi organ yang mungkin sudah terjadi pada usia lanjut. 3. Program rehabilitasi medik (fisioterapi dada dan program lain yang terkait). KOMPLIKASI Empiema, efusi pleura, gagal nafas, sepsis sampai syok sepsis. PROGNOSIS Dubia
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
122
Standar Pelayanan Medik
UNIT TERKAIT Bagian Pulmonologi SMF Ilmu Penyakit Dalam, SMF Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, SMF GigiMulut.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
123
Standar Pelayanan Medik
INFEKSI SALURAN KEMIH
PENGERTIAN Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang melibatkan struktur saluran kemih, yaitu dari epitel glomerulus tempat mulai dibentuk urin sampai dengan muara urin di meatus urethra externae. Secara mikrobiologi definisi infeksi saluran kemih (ISK) adalah terdapatnya mikroorganisme pada struktur saluran kemih dan baru dapat dipastikan setelah didapatkannya bukti adanya koloni mikroorganisme dalam pemeriksaan kultur urin. ISK pada usia lanjut dapat timbul sebagai akibat dari kondisi-kondisi yang sering menyertai orang usia lanjut, seperti inkontinensia urin dan hipertrofi prostat yang memerlukan pemakaian kateter menetap, imobilisasi, dan menurunnya fungsi imunitas baik non-spesifik maupun spesifik. DIAGNOSIS 1. Meningkatkan kecurigaan adanya ISK bila didapatkan kondisi-kondisi akut pada usia lanjut tanpa memperhatikan gejala khas dari ISK atau mengenali faktor-faktor risiko ISK pada usia lanjut adalah merupakan pendekatan diagnosis yang tepat. Hal tersebut dapat dijasikan dasar untuk memeriksakan sampel urin untuk dianalisis dan dibiak serta melakukan pemeriksaan penunjang lain guna mengetahui adanya kelainan anatomi maupun struktural. 2. Kriteria diagnosis bakteriuria berdasarkan gambaran klinis dan cara pengambilan sampel urin : ≥102 Colony Forming Unit (CFU) coliform/ml urin atau >105 CFU non-coliform/ml urin, pada wanita dengan gejala ISK. ≥103 CFU bakteri/ml urin, pada pria dengan gejala ISK. ≥105 CFU bakteri/ml urin (2 kali pemeriksaan dengan jarak 1 minggu), pada wanita dan pria tanpa gejala ISK. ≥102 CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan kateter. Berapapun jumlah CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan gejala ISK dengan pengambilan sampel urin dari kateterisasi suprapubik. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium 1. Darah tepi lengkap 2. Urin lengkap 3. Biakan urin dengan tes resistensi kuman 4. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin, bersihan kreatinin) 5. Gula darah B. Non Laboratorium 1. BNO/IVP 2. USG ginjal TERAPI A. Non Farmakologi 1. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik 2. Menjaga kebersihan daerah genitalia bagian luar. B. Farmakologi 1. Antibiotika sangat dianjurkan dan perlu segera diberikan pada ISK simptomatik sesuai dengan tes resistensi kuman atau pola kuman yang ada atau secara empiris yang dapat mencakup Escherichia coli dan gram negatif lainnya. 2. Pada ISK asimptomatik antibiotika hanya diberikan pada pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi yang serius (seperti trasplantasi ginjal atau pasien dengan granulositopenia) dan pasien yang akan menjalani pembedahan.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
124
Standar Pelayanan Medik
3. Antibiotik oral direkomendasi untuk ISK tak berkomplikasi dengan lama pemberian 7-10 hari pada perempuannnnn dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan lama pemberian tidak kurang dari 14 hari. 4. Antibiotika golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan pilihan pertama. Kadang pengobatan kombinasi masih digunakan pada infeksi yang sulit dikendalikan, terutama infeksi karena En terococcus dan Pseudomonas. Golongan lain yang biasa digunakan adalah aminiglikosida, sefalosporin generasi ke-3 dan ampisilin. 5. Keberhasilan pengobatan ISK simptomatik ditentukan oleh hilangnya gejala dan bukan hilangnya bakteri. 6. Evaluasi diulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat mulai dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang >2 kali dalam waktu 6 bulan. KOMPLIKASI Sepsis, gagal ginjal, pielonefritis akut, inkontinensia urin, ISK berulang. PROGNOSIS Bila tak ada komplikasi: baik. UNIT TERKAIT SMF Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Urologi, SMF Obstetri-Ginekologi.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
125
Standar Pelayanan Medik
ULKUS DEKUBITUS
PENGERTIAN Ulkus dekubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan kerusakan jaringan di bawahnya. DIAGNOSIS Biasanya terdapat faktor-faktor risiko: imobilisasi, inkontinensia, fraktur, defisiensi nutrisi (terutama vitamin C dan albumin), kulit kering, peningkatan suhu tubuh, berkurangnya tekanan darah, usia lanjut. Stadium Klinis : a. Stadium I: Respons inflamsi akut terbats pada epidermis, tampak sebagai daerah eritema indurasi dengan kulit masih utuh atau lecet. b. Stadium II: Luka meluas ke dermis hingga lapisan lemakkk subkutan, tampak sebagai ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan warnna pigmen kulit, biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu. c. Stadium III: Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatsan dengan fascia dan ototo-otot. d. Stadium IV: Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi. Luka tekan biasa terjadi di daerah tulang yang menonjol seperti sakrum dan kalkaneus karena posisi terlentang, trokanter mayor dan maleolus karena posisi miring 90° dan tuberositas isiakal karena posisi duduk. DIAGNOSIS BANDING Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik, foto tulang terdapat kelainan, hitung leukosit >15.000/µl, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada osteomielitis yang mendasari. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, kultur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regio yang dengan ulkus dekubitus dalam. TERAPI Umum 1. Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal faktor-faktor risiko untuk terjadinya dekubitus serta eliminasi faktor-faktor risiko tersebut. 2. Perhatikan status nutrisi pada semua stadium ulkus dekubitus. Pemberian asam askorbat 500 mg 2 kali sehari dapat mengurangi luas permukaan luka sebesar 84%. Asupan protein juga merupakan prediktor terbaik untuk membaiknya luka dekubitus. 3. Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, sepsis, atau osteomielitis. Klindamisin dan gentamisin dapat berpenetrasi ke dalam jaringan di sekitar ulkus. Pemberian antibiotik spektrum luas untuk batang gram negatif dan positif, anaerob, dan kokus gram positif dilakukan pada pasien sepsis karena ulkus dekubitus. 4. Debridement semua jaringan nekrotik harus dilakukan untuk membuang sumber bakteremia pada pasien tersebut. 5. Tempat tidur khusus: Penggunaan kasur dekubitus yang berisi udara serta reposisi 4 kali sehari menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus dibandingkan penggunaan tempat tidur biasa dengan reposisi setiap 2 jam. 6. Perawatan luka: tujuan perawatan luka adalah untuk mengurangi jumlah bakteri agar proses penyembuhan tidak terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan debridement jringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga kali sehari. Antiseptik seperti povidon iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit (larutan Dakin) bersifat sitotoksik terhadap fibroblas sehingga mengganggu proses penyembuhan. Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin dan gentamisin tidak menunjukkan sifat sitotoksik. Bila sangat diperlukan seperti SPM Penyakit Dalam RS Meilia
126
Standar Pelayanan Medik
pada luka dengan pus atau sangat bau, antiseptik dapat digunakan dalam waktu singkat dan segera dihentikan begitu luka bersih. Zat-zat pembersih enzimatik seperti kolagenase, fibrinolisin, dan deoksiribonuklease serta streptokinase-streptodornase bisa membantu untuk debridement jaringan nekrotik namun zat-zat ini juga akan merusak proses penyembuhan bila digunakan setelah luka bersih. 7. Bila luka telah bersih, harus dipelihara suasana luka yang lembab untuk merangsang penyembuhan. Dari penelitian diketahui bahwa kompres yang tertutup rapat dapat membantu penyembuhan pada luka superfisial tapi tidak pada luka yang dalam. Kompres ini harus dibiarkan selama beberapa hari untuk memfasilitasi migrasi epidermis (epitelisasi). Luka dalam yang bersih harus dikompres kasa steril yang dibasahi dengan larutan NaCl atau RL. Kasa lembab ini harus dijauhkan dari jaringan kulit sekitar luka agar jaringan normal tidak teriritasi. 8. Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus : a. Dekubitus derajat I: Kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari. b. Dekubitus derajat II: Perawatan luka memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antispetik. Dapat diberikan salep topikal. Pergantian balut dan salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan. c. Dekubitus derajat III: Usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat mengalir ke luar. Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara dapat masuk dan penguapan berjalan baik. Dengan menjaga luka agar tetap basah akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit. d. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus dibersihkan karena akan menghalangi epitelisasi. 9. Penilaian tindak lanjut diulang minimal seminggu sekali. Evaluasi yang diperlukan adalah mengenai lokasi, stadium, ukuran, dan karakteristik lainnya yang perlu dicatat. Dalam waktu 2 hingga 4 minggu ulkus harus menunjukkan perbaikan. Berkurangnya ukuran ulkus dalam waktu 2 minggu memberi gambaran terjadinya penyembuhan sempurna. KOMPLIKASI Sepsis PROGNOSIS Dubia ad bonam UNIT TERKAIT Bidang Keperawatan, SMF Kulit dan Kelamin.
MALNUTRISI SPM Penyakit Dalam RS Meilia
127
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Malnutrisi energi-protein adalah keadaan yang disebabkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan protein dengan kebutuhan tubuh. Pada orang usia lanjut, malnutrisi sulit dikenali karena terjadi berbagai perubahan fisiologis seiring peningkatan usia, termasuk perubahan akan kebutuhan zat gizi, serta adanya berbagai penyakit kronik. Malnutrisi yang terjadi pada usia lanjut sering dipengaruhi berbagai hal seperti keadaan gigi-geligi, gangguan menelan, masalah neuropsikologis (depresi, demensia), keganasan, dan imobilisasi. DIAGNOSIS Komponen penilaian status gizi pada usia lanjut mencakup: anamnesis, pemeriksaan fisis dan antropometrik, serta laboratorium. Komponen-komponen tersebut tidak selalu dapat menentukan ada-tidaknya malnutrisi, namun setidaknya dapat menentukan apakah seorang usia lanjut berisiko atau diduga mengalami malnutrisi. 1. Anamnesis: Asupan zat gizi sehari-hari (food recall), penurunan berat badan, gangguan mengunyah, gangguan menelan, status fungsional (aktivitas hidup sehari-hari terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan), penyakit kronis yang diderita (termasuk ada-tidaknya diare kronik), adanya depresi atau demensia, serta penggunaan obat-obatan. 2. Pemeriksaan Fisis: Higiene rongga mulut, status gigi-geligi, status neurologis (gangguan menelan), kulit yang kering/bersisik, rambut kemerahan, massa otot, edema tungkai. 3. Antropometrik: Lingkar lengan atas, lingkar betis, tebal lipatan kulit triseps, indeks massa tubuh. 4. Laboratorium: Hemoglobin, jumlah limfosit, albumin, prealbumin, kolesterol darah, kadar vitamin/mineral dalam darah. Saat ini tersedia beberapa instrumen pengkajian status nutrisi pada usia lanjut yang mengobyektifkan paduan komponen tersebut diatas, seperti The Mini Nutritional Assessment (MNA), Nutrition Screening Index (NSI), atau Subjective Global Assessment (SGA). DIAGNOSIS BANDING PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit, serum albumin, prealbumin, kadar kolesterol, kadar vitamin/mineral, elektrolit, bioelectrical impendance analysis. TERAPI 1. Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi Evaluasi penyebab dan faktor risiko timbulnya malnutrisi yang pada usia lanjut umumnya merupakan kombinasi dari berbagai penyebab, mulai dari faktor sosial, ekonomi (kemiskinan, pengetahuan rendah), neuropsikologis (adanya demensia atau depresi), dan kondisi fisikk-medik (gangguan fungsi organ pencernaan serta adanya penyakit-penyakit akut dan kronis). Evaluasi status fungsional, terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan. Menentukan jumlah energi dan komposisi zat gizi yang akan diberikan. Jumlah kebutuhan energi dapat ditentukan dengan menghitung total energy expenditure (TEE). Selain jumlah kalori, kebutuhan cairan, protein/asam amino, serta mineral dan vitamin perlu juga ditentukan. Penentuan kebutuhan dan komposisi nutrisi dan cairan ini juga memerlukan evaluasi kondisi medik termasuk penurunan fungsi organ yang terjadi (adanya gagal jantung, penyakit ginjal kronik, hepatitis kronis dan sirosis hati, diabetes melitus, keganasan, dan fungsi absorpsi saluran cerna). 2. Terapi/dukungan nutrisi Secara umum, dukungan nutrisi pada usia lanjut yang mengalami malnutrisi dapat dilakukan melalui cara enteral atau parenteral. Dukungan nutrisi enteral harus menjadi pilihan utama, mengingat hal ini merupakan cara fisiologis. Pemberian nutrisi secara enteral akan mempertahankan fungsi mencerna, absorbsi, dan barier SPM Penyakit Dalam RS Meilia
128
Standar Pelayanan Medik
imunologis saluran cerna. Bila berbagai risiko dan kondisi medik dapat diatasi, umumnya pasien diharapkan dapat makan secara normal. Pada usia lanjut yang dapat makan secara normal, jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi setiap hari penting untuk dipantau karena mereka cenderung untuk mengurangi makannya. Pada beberapa keadaan, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa nasogastrik, pipa nasoduodenum, pipa nasoileum, maupun dengan gastronomi. Dukungan nutrisi enteral semacam ini umumnya berupa makanan cair, sehingga overload cairan harus menjadi pertimbangan (misalnya dengan mengentalkan). Dukungan nutrisi parenteral dipilih bila secara enteral nutrisi tidak mungkin dilakukan. Umumnya digunakan pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang dalam keadaan akut atau sakit berat (critically ill), dimana fungsi saluran cerana terganggu atau terdapat kontraindikasi pemberian nutrisi enteral (seperti adanya perdarahan saluran cerna, pankreatitis, atau ileus). Namun tidak tertutup kemungkinan dukungan nutrisi parenteral dilakukan untuk jangka panjang dan dilakukan di rumah atau fasilitas perawatan jangka-panjang lain. Saat ini telah banyak tersedia berbagai jenis dan komposisi zat nutrisi (kalori, asam amino, lipid, mineral/vitamin) dalam bentuk cairan parenteral. Penggunaan dukungan nutrisi parenteral memerlukan tehnik khusus dan pemantauan yang ketat. 3. Terapi lain Pada pasien-pasien keganasan atau keadaan lain dimana terdapat anoreksia, dapat diberikan peningkat nafsu makan (appetite stimulant) seperti megesterol asetat. KOMPLIKASI Status imunitas menurun, pemulihan dari penyakit menjadi lambat. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT Bagian Gizi, Bidang Keperawatan.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
129
Standar Pelayanan Medik
VII ALERGI IMUNOLOGI
INFEKSI HIV/AIDS
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
130
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Pasien dinyatakan terbukti terinfeksi HIV bila dari pemeriksaan penunjang. DIAGNOSIS 1. Adanya faktor risiko penularan. 2. Diagnosis HIV : tes ELIZA 3 kali reaktif dengan reagen yang berbeda. 3. Stadium WHO : a. Stadium 1 : asimptomatik, limfadenopati generalisata. b. Stadium 2 : Berat badan turun <10%. Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis) Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir. Infeksi saluran nafas atas rekuren c. Stadium 3 : Berat bada turun >10% Diare yang tidak diketahui penyebab, >1 bulan Demam berkepanjangan (intermitten atau konstan), >1 bulan Kandidiasis oral Oral hairy leucoplakia Tuberculosis paru Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis) d. Stadium 4 HIV wasting syndrome Pneumonia Pneumocystis carinii Toksoplasma serebral Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya renitis CMV) Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral Progressive multifocal leucoencephalopathy Mikosis endemik diseminata Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru Septikemia salmonela non-tifosa Tuberkulosis ekstrpulmunar Limfoma Sarkoma kaposi Ensefalopati HIV DIAGNOSIS BANDING Penyakit imunodefisiensi primer. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Anti-HIV ELIZA 2. Anti-HIV Western Blot 3. Antigen p-24 4. Hitung CD4 5. Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR 6. Pemeriksan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik. TERAPI 1. Konseling SPM Penyakit Dalam RS Meilia
131
Standar Pelayanan Medik
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Terapi suportif Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi opotunistik Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS Terapi pasca paparan HIV (post exposure prophylaxis) Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan Penatalaksanaan koinfeksi HIV dengan hepatitis C dan Hepatitis B.
KOMPLIKASI Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan manifestasi HIV pada organ lain. PROGNOSIS Tergantung stadium penyakit. UNIT TERKAIT ICU.
RENJATAN ANAFILAKSIS
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
132
Standar Pelayanan Medik
PENGERTIAN Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan tekanan darah sistolik <90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi antigen dengan antibodi Ig E) DIAGNOSIS Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain berupa : a. Reaksi sistemik ringan : rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair, bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen. b. Reaksi sistemik sedang : seperti reaksi sitemik ringan, ditambah spasme bronkus dan atau edema saluran nafas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat, gelisah, onset seperti reaksi anafilaktik ringan. c. Reaksi sistemik berat : terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang yang bertambah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sesak nafas, sianosis, henti nafas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan kardiovaskular, aritmia jantung, koma. DIAGNOSIS BANDING Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisa gas darah, EKG. TERAPI A. Untuk renjatan : 1. Adrenalin larutan 1 : 1000, 0,3-0,5 ml subkutan/intramuskular pada lengan atas atau paha. Bila renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada tempat sengatan kecuali bila sengatan di kepala, leher, tangan dan kaki. Tetapi dapat dilanjutkan dengan infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1 ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan tekanan darah. Hati-hati pada orang tua dengan kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya. 2. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit. 3. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 l/menit dengan sungkup atau kanul nasal. 4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral. Rawat pasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik, dilanjutkan dengan terapi : 1. IVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl 2-3 l/m2 permukaan tubuh. 2. Dopamin 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bila tekanan darah tidak membaik. 3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam. B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasi beta-2 agonis. Jika spasme bronkus menetap aminofilin 4-6 mg/kgBb dilarutkan dalam NaCl 0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bila perlu dilanjutkan dengan infus aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/jam. C. Bila disertai edema hebat saluran nafas atas maka pada pasien dilakukan intubasi dan trakeostomi. D. Pemantauan paling sedikit 24 jam. KOMPLIKASI Renjatan ireversibel, kegagalan multi organ failure. PROGNOSIS Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala. UNIT TERKAIT ICU
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
133
Standar Pelayanan Medik
ASMA BRONKIAL
PENGERTIAN Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai SPM Penyakit Dalam RS Meilia
134
Standar Pelayanan Medik
rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan epitel. DIAGNOSIS Episode berulang sesak nafas, dengan atau tanpa mengi dan rasa berat di dada akibat faktor pencetus. Asma bronkial dibagi menjadi : 1. Asma intermiten, gejala asma <1 kali/minggu, asimptomatik, APE diantara serangan normal, asma malam <2 kali/bulan, APE >80%, variabilitas <20%. 2. Asma persisten ringan, gejala asma >1 kali/minggu, <1 kali/hari, asma malam >2 kali/bulan, APE >80%, variabilitas 20-30%. 3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari menggunakan beta-2 agonis kerja singkat, aktivitas terganggu saat serangan, asma malam >1 kali/minggu, APE >60% dan <80% prediksi atau variabilitas >30%. 4. Asma persisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam sering, aktivitas terbatas, dan APE <60% prediksi atau variabilitas >30%. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua tingkatan derajat asma. DIAGNOSIS BANDING Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), gagal jantung. PEMERIKSAAN PENUNJNG Laboratorium : jumlah eosinofil darah dan sputum, foto thoraks, spirometri, uji tusuk kulit (skin prick test/SPT), uji bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus atas indikasi, analisis gas darah atas indikasi. TERAPI 1. Asma intermitten tidak memerlukan obat pengendali. 2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid inhalasi (500 ug BDP atau ekuivalennya) atau pilihan lainnya : teofilin lepas lambat, kromolin, antileukotrin. 3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali berupa kortikosteroid inhalasi (200-1000 ug BDP atau ekuivalennya) ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi (5001000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan (>1000 ug BDP atau ekuivalennya) atau kortikosteroid inhalasi 500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + antileukotrin. 4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid inhalasi (>1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA.
URTIKARIA KARENA OBAT
PENGERTIAN Urtikaria karena obat adalah kelainan kulit dan mukosa yang diinduksi obat berupa papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
135
Standar Pelayanan Medik
DIAGNOSIS Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi penyakit, misal : OAINS, sulfonamida, antikonvulsan, penisillin, dan tetrasiklin. Gejala prodromal berupa gejala radang saluran nafas atas : demam, batuk, sakit kepala, malaise, nyeri menelan. Papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan. Dalam beberapa hari terjadi erosi meltipel pada membran mukosa, lepuhan, makula purpura. Daerah yang terkena lepuhan dan pelepasan kulit <10%. DIAGNOSIS BANDING Toxic epidermal necroticans (TEN), eritema multiformis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hitung eosinofil, elektrolit, foto toraks, kultur pus dari kulit, kultur sputum. TERAPI 1. Hentikan obat penyebab. 2. Rawat di pusat luka bakar, skin graft dini untuk mencegah invasi bakteri. 3. Monitor cairan dan elektrolit, termasuk monitor jumlah urin. 4. Monitor infeksi sekunder dengan melakukan kultur berkala dari darah dan mukokutan. 5. Pemberian makanan tinggi kalori. 6. Penggantian cairan dan elektrolit. 7. Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi paru segera. 8. Konsultasi mata. 9. Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan mata. 10. Antasida cairan dan antagonis H2 bila ada ulserasi gastrointestinal. 11. Antibiotika tergantung hasil kultur. KOMPLIKASI Sepsis, syok hipovolemik, syok septik. PROGNOSIS Tergantung beratnya gejala. UNIT TERKAIT ICU, Unit Luka Bakar, Bagian Kulit-Kelamin.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
136
Standar Pelayanan Medik
VIII GASTROENTEROLOGI
ULKUS PEPTIKUM
PENGERTIAN Ulkus peptikum adalah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. DIAGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
137
Standar Pelayanan Medik
1. Faktor risiko : umur, penggunaan obat-obatan aspirin atau OAINS, kuman Helicobacter pylori. 2. Anamnesis : tedapat nyeri epigastrium, dispepsia, nausea, vomitus, anoreksia dan kembung. DIAGNOSIS BANDING Ulkus gaster, ulkus duodenum, dispepsia non ulkus. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Barium dobel kontras. 2. Endoskopi saluran cerna bagian atas. TERAPI A. Tanpa komplikasi 1. Suportif : nutrisi 2. Memperbaiki/menghindari faktor risiko. 3. Pemberian obat-obatan : antasida, antagonis reseptor H2, proton pump inhibitor, pemberian obatobatan untuk mengikat asam empedu, prokinetik, pemberian obat untuk eradikasi kuman Helicobacter pylori, pemberian obat-obatan untuk meningkatkan faktor defensif. B. Dengan komplikasi Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif sesuai dengan penatalaksaan hematemesis melena secara umum. C.
Penatalaksanaan/tindakan khusus : 1. Tindakan/terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe. 2. Pemberian obat somatostatin jangka pendek. 3. Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi. 4. Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan tetap masuk dalam keadaan gawat I s.d II maka pasien masuk dalam indikasi operasi.
KOMPLIKASI Perdarahan ulkus, perforasi. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT ICU, SMF Bedah.
DISPEPSIA
PENGERTIAN Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa. DIAGNOSIS SPM Penyakit Dalam RS Meilia
138
Standar Pelayanan Medik
Ananmnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas. DIAGNOSIS BANDING 1. Penyakit refluks gastroesofageal. 2. Irritable Bowel Syndrome. 3. Karsinoma saluran cerna bagian atas. 4. Kelainan pankreas dan kelainan hati. PEMERIKSAAN PENUNJANG Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan gamma GT, USG Abdomen. TERAPI 1. Suportif : nutrisi. 2. Pengobatan empirik selama 4 minggu. 3. Pengobatan berdasarkan etiologi. KOMPLIKASI Tergantung etiologi dispepsia. UNIT TERKAIT -
KARSINOMA KOLON
PENGERTIAN Karsinoma kolon merupakan keganasan pada saluran cerna bagian bawah (kolon). DIAGNOSIS 1. Perubahan pola defekasi, konsistensi, seringkali didapatkan hematokezia, dapat dijumpai adanya tanda obstruksi saluran cerna bawah baik parsial maupun total. 2. Berat badan turun tanpa sebab. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
139
Standar Pelayanan Medik
3. 4. 5. 6.
Pemeriksaan fisik : tidak ada yang spesifik. Laboratorium : feses lengkap dan tes benzidin. Berat badan kurang. Pemeriksaan colok dubur untuk melihat adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah.
DIAGNOSIS BANDING Polip kolitis, karsinoma rekti, hemorhoid. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, analisis feses lengkap, petanda tumor, endoskopi saluran cerna bagian bawah dan biopsi, USG abdomen. TERAPI Berdasarkan staging : kemoterapi atau bedah. KOMPLIKASI Obstruksi saluran cerna, metastasis, perdarahan. PROGNOSIS Dubia UNIT TERKAIT ICU.
KARSINOMA REKTI
PENGERTIAN Karsinoma rekti merupakan keganasan pada rektum. DIAGNOSIS Perubahan pola defekasi, berat badan turun tanpa sebab, seringkali pada pemeriksaan colok dubur didapatkan massa. DIAGNOSIS BANDING Hemoroid, polip. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
140
Standar Pelayanan Medik
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan DPL, feses lengkap, endoskopi saluran cerna bagian bawah dan biopsi. TERAPI Berdasarkan staging, kemoterapi atau bedah. KOMPLIKASI Obstruksi saluran cerna bagian bawah, perdarahan. PROGNOSIS Dubia. UNIT TERKAIT ICU, SMF Bedah.
KARSINOMA GASTER
PENGERTIAN Karsinoma gaster merupakan kegansan pada lambung. DIAGNOSIS Anamnesis dapat ditemukan adanya sindrom dispepsia, rasa tidak enak pada perut bagian atas yang bersifat difus, cepat kenyang, sampai nyeri yang hebat dan terus menerus. Anoreksia yang disertai dengan mual sering dikeluhkan namun tidak selalu. Keluhan sulit menelan dapat pula terjadi. Berat badan turun tanpa penyebab. Pemeriksaan fisik : pada awal penyakit, biasa tidak didapatkan kelainan apapun. Pada keadaan lanjut didapatkan adanya pembesaran pada pemeriksaan abdomen.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
141
Standar Pelayanan Medik
DIAGNOSIS BANDING Karsinoma esofagus, esofagitis. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, USG abdomen, CT Scan abdomen. TERAPI Berdasarkan staging, bedah atau kemoterapi. KOMPLIKASI Obstruksi saluran cerna bagian atas. PROGNOSIS Dubia. UNIT TERKAIT ICU, SMF Bedah.
HEMATEMESIS MELENA
PENGERTIAN Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari sakuran cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud saluran cerna bagian atas adalah saluran cernna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus. DIAGNOSIS Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat makan obat OAINS, jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum, riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai gangguan kesadaran (pre koma/koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik. DIAGNOSIS BANDING SPM Penyakit Dalam RS Meilia
142
Standar Pelayanan Medik
Hemoptoe, hematokezia. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, elektrolit (Na, K,Cl), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase, albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskopi SCBA diagnostik atau foto rontgen OMD, USG hati. TERAPI A. Nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk dekompresi, pantau perdarahan. B. Farmakologis : Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10 gr% pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12 gr%. Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran/hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL. Untuk penyebab non varises : 1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton 2. Sitoprotektor : Sukrafat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab. 3. Antasida. 4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati. Untuk penyebab varises : 1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 µg/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus. 2. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil --- hematemesis melena (-). 3. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil. 4. Metoklopramid 3 x 10 mg/hari. Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan. Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati diberikan : 1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan. 2. Neomisin 4 x 500 mg. Obat ini diberikan sampai tinja normal. Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah emergensi diindikasikan bila pasien masuk dalam keadaan gawat I-II. KOMPLIKASI Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma hepatikum, anemia karena perdarahan. PROGNOSIS Dubia. UNIT TERKAIT ICU, SMF Bedah.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
143
Standar Pelayanan Medik
DIARE KRONIK
PENGERTIAN Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari sejak awal diare. DIAGNOSIS Diare dengan lama lebih dari 15 hari. DIAGNOSIS BANDING Kelainan pankreas, kelainan usus halus dan usus besar, kelainan PEM dan tirotoksikosis, kelainan hati, sindrom koloni iritabel tipe diare. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan tinja. 2. Pemeriksaan darah : DPL, kadar feritin, SI-IBC, kadar vitamin B12 darah, kadar asam folat darah, albumin serum, eosinofil darah, serologi amuba (IDT), widal, pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CD8), feses lengkap dan darah samar. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
144
Standar Pelayanan Medik
3. Pemeriksaan anatomi usus : Barium enema/colon in loop (didahului BNO), Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsy, barium follow through atau enteroclysis, ERCP, USG abdomen, CT Scan abdomen. 4. Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan yeyunum, tes fungsi pankreas, tes Schilling, CEA dan Ca 19-9. TERAPI A. Non farmakologis : diet lunak tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein, bila tidak tahan laktosa diberikan rendah laktosa, bila maldigestik lemak diberikan rendah lemak. Bila penyakit Crohn dan colitis ulserosa diberikan rendah serat pada keadaan akut. Pertahankan minum yang baik, bila perlu infus untuk mencegah dehidrasi. B. Farmakologis : 1. Bila sesak nafas dapat diberikan oksigen, infus untuk memberikan cairan dan elektrolit. 2. Antibiotik bila terdapat infeksi. 3. Bila penyebab amuba/parasit giardia dapat diberikan metrinidazol. 4. Bila alergi makanan/obat/susu, diobati dengan menghentikan makanan/obat penyebab alergi tersebut. 5. Keganasan/polip diobati dengan pengangkatan kanker/polip. 6. TB usus diobati dengan OAT. 7. Diare karena kelainan endokrin, diobati dengan kelainan endokrinnya. 8. Malabsorbsi diatasi dengan pemberian enzim. 9. Kolitis diatasi sesuai jenis kolitis. KOMPLIKASI Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa, gas darah, gagal ginjal akut, kematian. PROGNOSIS Dubia ad bonam UNIT TERKAIT ICU, SMF Bedah.
PANKREATITIS AKUT
PENGERTIAN Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan pankreas yang akut. DIAGNOSIS Keadaan umum pasien seperti dyspepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran. Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus menurun (ileus paralitik). Penyakit penyerta yang meningkatkan risiko : batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen, diabetes mellitus, hipertiroidisme, alkoholisme, ulkus peptikum, lepstospirosis, demam berdarah dengue. DIAGNOSIS BANDING Perforasi ulkus peptikum, kolangitis akut, kolesistitis akut, apendisitis akut, nefrolitiasis kanan akut, infark miokard akut inferior. PEMERIKSAAN PENUNJANG SPM Penyakit Dalam RS Meilia
145
Standar Pelayanan Medik
DPL, amilase serum, lipase serum, gula darah, kalsium serum, LDH serum, fungsi ginjal, SGOT/SGPT, analisa gas darah, elektrolit. TERAPI A. Non farmakologis. Puasa dan pemasangan infuse untuk nutrisi parenteral total sampai amilase dan lipase serum normal/mendekati normal dan pada selang nasogastrik cairan lambung <300 cc, dan pasien tak merasakan nyeri ulu hati. B. Farmakologis : 1. Analgesik dan sedatif, infus cairan, pasang selang lambung. 2. Antibiotik bila ada infeksi. 3. Penghambat sekresi enzim pankreas. 4. Prosedur bedah pada infeksi berat berupa drainase cairan. KOMPLIKASI Pseudokista pankreas, abses pankreas, peradangan hemoragik, nekrosis organ sekitar, pembentukan fistel, ulkus duodenum, ikterus obstruksi, asites, sepsis. PROGNOSIS Dubia ad bonam (tergantung berat ringannya pancreatitis akut, gunakan kriteria RANSON) UNIT TERKAIT ICU, SMF Bedah.
ILEUS PARALITIK
PENGERTIAN Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung/distensi usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami dismotilitas), pasien tidak dapat buang air besar. DIAGNOSIS 1. Perut kembung (distensi), tak bisa buang air besar. 2. Muntah, bisa disertai diare, tak bisa buang air besar. 3. Dapat disertai demam. 4. Keadaan umum pasien ringan sampai berat, bisa disertai penurunan kesadaran, syok. 5. Pada colok dubur : rectum tidak kolaps, tidak ada kontraksi. 6. Adanya penyakit yang meningkatkan risiko : batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen, DM, hipokalemia, obat spasmolitik, pancreatitis akut, pneumonia, dan semua jenis infeksi tubuh. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan kesadaran, demam, tanpa dehidrasi, syok. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan distensi, bising usus yang menurun sampai hilang. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
146
Standar Pelayanan Medik
DIAGNOSIS BANDING Ileus obstruktif. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, amilase-lipase, gula darah, kalium serum, dan analisis gas darah. Foto abdomen 3 posisi. TERAPI A. Non farmakologis : 1. Puasa dan nutsisi parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang angin melalui dubur. 2. Pasang selang lambung dan dekompresi 3. Pasang kateter urin. B. Farmakologis : 1. Infus cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai elektrolit. 2. Natrium dan kalium sesuai kebutuhan/24 jam. 3. Nutrisi parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal ditambah kebutuhan lain. C. Terapi etiologi KOMPLIKASI Syok hipovolemik, septicemia sampai dengan sepsis, malnutrisi. PROGNOSIS Dubia ad bonam UNIT TERKAIT SMF Bedah, ICU.
HEMATOSKEZIA
PENGERTIAN Hematoskezia adalah buang air besar berupa darah segar berwarna merah yang berasal dari saluran cerna bagian bawah. DIAGNOSIS 1. Buang air besar berupa darah merah segar sampai merah tua. 2. Demam bila penyebabnya infeksi usus. 3. Nyeri perut di atas umbilicus seperti kejang/kolik, atau perut kanan bawah yang hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan massa. 4. Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik. 5. Bising usus menurun atau menghilang. 6. Berat badan dapat turun. 7. Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya, mendapat terapi antibiotic, penyakit kardiovaskular, dapat disertai gejala ekstraintestinal seperti kelainan kulit usus. 8. Nyeri perut di atas umbilicus seperti kejang/kolik, atau perut kanan bawah yang hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan massa. 9. Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
147
Standar Pelayanan Medik
10. Bising usus menurun atau menghilang. 11. Berat badan dapat turun. 12. Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya, mendapat terapi antibiotik, penyakit kardiovaskular, dapat disertai gejala ekstraintestinal seperti kelainan kulit, sendi dan radang mata. DIAGNOSIS BANDING Melena, hemoroid, infeksi usus, penyakit usus inflamatorik. Divertikulosis kolon dan/atau usus halus, angiodiplasia, tumor kolon dan/atau usus halus, colitis iskemik, kolitis radiasi. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : DPL tiap 6 jam, analisis gas darah, elektrolit. Pemeriksaan hemostasis lengkap Pemeriksaan etiologi : Kultur Widal-Gall, serologi amuba, serologi IDT amuba, kultur SalmonellaShigella feses-urin, pemeriksaan mikroskopik parasit di feses. 2. Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi dan biopsy. Pada demam tifoid kolonoskopi sebaiknya dilakukan bila demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik. 3. Foto abdomen 3 posisi. 4. Colon in loop kontras ganda. 5. USG abdomen 6. CT Scan abdomen/foto usus halus 7. Foto dada 8. EKG TERAPI A. Non farmakologis : puasa, perbaikan hemodinamik. Jika hemodinamik stabil dapat nutrisi enteral B. Farmakologis : 1. Transfusi darah PRC/WB sampai dengan Hb>10gr%. 2. Infus cairan. 3. Pengobatan infeksi sesuai penyebab. Bila ada kelainan hemostasis diobati sesuai penyebabnya. KOMPLIKASI Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena perdarahan. PROGNOSIS Dubia ad bonam. UNIT TERKAIT ICU, SMF Bedah.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
148
Standar Pelayanan Medik
IX SPM Penyakit Dalam RS Meilia
149
Standar Pelayanan Medik
HEPATOLOGI
SIROSIS HATI
PENGERTIAN Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus yang ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul. DIAGNOSIS A. Pemeriksaan fisik : stigmata sirosis (palmar eritema, spider nevi) vena kolateral dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali. B. Laboratorium : rasio albumin dan globulin terbalik. DIAGNOSIS BANDING Hepatitis kronik aktif. PEMERIKSAAN PENUNJANG (DPL, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, albumin, kolin esterase, PT, seromarker hepatitis), USG, biopasi hati, endoskopi saluran cerna bagian atas, analisis cairan asites. TERAPI 1. Istirahat cukup. 2. Diet seimbang (tergantung kondisi klinis) SPM Penyakit Dalam RS Meilia
150
Standar Pelayanan Medik
3. Roboransia. 4. Mengatasi komplikasi. KOMPLIKASI Hipertensi portal, peritonitis bacterial spontan, hematemesis melena, sindrom hepatorenal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum. PROGNOSIS Dubia ad malam UNIT TERKAIT SMF Bedah.
HEPATOMA
PENGERTIAN Hepatoma merupakan tumor ganas hati primer. DIAGNOSIS A. Anamnesis : penurunan berat badan, nyeri perut kanan ats, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas. B. Pemeriksaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik. C. Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, fosfatase alkali, USG : lesi fokal/difus di hati. DIAGNOSIS BANDING Abses hati. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. AFP, PIVKA II, fosfatase alkali, SGOT, SGPT, seromarker hepatitis. 2. USG : lesi fokal/difus. 3. CT Scan, biopsi hati. TERAPI 1. Pembedahan/reseksi tumor (bila tumor mengenai 1 lobus, ukuran <3 cm). SPM Penyakit Dalam RS Meilia
151
Standar Pelayanan Medik
2. Injeksi etanol per kutan dengan tuntunan USG (bila tumor <3 buah, ukuran <3 cm, tumor residif pasca reseksi hati, tumor residual pasca embolisasi). 3. Transplantasi hati. 4. Kemoembolisasi pada a.hepatika. KOMPLIKASI Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati. PROGNOSIS Malam UNIT TERKAIT SMF Bedah.
HEPATITIS VIRUS AKUT
PENGERTIAN Hepatitis virus akut inflamsi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama <6 bulan. DIAGNOSIS A. Anamnesis : mual, malaise, anoreksia, urin berwarna gelap. B. Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali. C. Laboratorium : ALT dan AST meningkat >3 kali normal. DIAGNOSIS BANDING Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : SGOT, SGPT, fosfatse alkali, bilirubin, seromarker (IgM anti HAV, HBsAg, IgM anti HBc, anti HCV, IgM anti HEV). TERAPI Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif. KOMPLIKASI Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
152
Standar Pelayanan Medik
PROGNOSIS Bonam UNIT TERKAIT SMF Bedah.
HEPATITIS VIRUS KRONIK
PENGERTIAN Hepatitis virus kronik adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati. DIAGNOSIS A. Anamnesis : umumnya tanpa keluhan. B. Pemeriksaan fisik : bisa ditemukan hepatomegali. C. Laboratorium : petanda virus hepatitis B atau C positif. D. USG : hepatitis kronik. E. Biopsi hati : peradangan dan fibrosis pada hati. DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium seperti pada hepatitis akut. 2. USG hati. 3. Biopsi hati. TERAPI SPM Penyakit Dalam RS Meilia
153
Standar Pelayanan Medik
Hepatitis B kronik : lamivudin. Hepatitis C kronik : interferon α + ribavirin. KOMPLIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoseular. PROGNOSIS 20% akan berkembang menjadi sirosis hati. UNIT TERKAIT -
ABSES HATI
PENGERTIAN Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba atau bakteri. DIAGNOSIS A. Anamnesis : demam, perasaan nyeri perut kanan atas. B. Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali yang nyeri tekan, nyeri tekan perut kanan atas. C. Laboratorium : leukositosis, gangguan fungsi hati. D. USG : rongga dalam hati. E. Aspirasi : pus (+). DIAGNOSIS BANDING Hepatoma, kolesistitis, tuberculosis hati, aktinomikosis hati. PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL, SGPT, bilirubin, serologi amuba : USG, kultur cairan pus. TERAPI 1. Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
154
Standar Pelayanan Medik
2. Pada abses amuba : metronidazol 4 x 500-700 mg/hari selama 5-10 hari. Pada abses piogenik : antibiotika spectrum luas atau sesuai hasil kultur kuman. Pada abses campuran : kombinasi metronidazol dan antibiotika. 3. Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi konservatif atau bila abses berukuran besar (>5 cm). KOMPLIKASI Ruptur abses (ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit), perdarahan dalam abses, sepsis. PROGNOSIS Bonam. UNIT TERKAIT SMF Bedah.
KOLESISTITIS AKUT
PENGERTIAN Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakerial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. DIAGNOSIS A. Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam. B. Pemeriksaan fisik : Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik. C. Laboratorium : leukositosis. D. USG : penebalan dinding kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau batu. DIAGNOSIS BANDING Angina pectoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : DPL, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, bilirubin, kultur darah. USG hati. SPM Penyakit Dalam RS Meilia
155
Standar Pelayanan Medik
TERAPI 1. Tirah baring. 2. Puasa sampai nyeri berkurang/hilang. 3. Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit). 4. Antibiotik parenteral. 5. Kolesistektomi bila diperlukan. KOMPLIKASI Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik. PROGNOSIS Bonam. UNIT TERKAIT SMF Bedah.
PERLEMAKAN HEPATITIS NON ALKOHOLIK
PENGERTIAN Perlemakan hepatitis non alkoholik merupakan suatu sindrom klinis dan patologis akibat perlemakan hati, ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis pada hati. DIAGNOSIS A. Anamnesis : rasa mengganjal di perut kanan atas. B. Pemeriksaan fisik : kelebihan berat badan, hepatomegali. C. USG : gambaran bright liver. D. Biopsi hati : ditemukan perlemakan hati, peradangan lobules, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory dengan atau tanpa fibrosis. DIAGNOSIS BANDING Hepatitis virus kronik. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : gula darah, profil lipid, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gamma GT, seromarker hepatitis, ANA, anti ds DNA. 2. Biopsi hati. TERAPI SPM Penyakit Dalam RS Meilia
156
Standar Pelayanan Medik
Mengoreksi faktor risiko (penurunan berat badan, control gula darah, memperbaiki profil lipid dan olahraga). KOMPLIKASI Sirosis hati. PROGNOSIS Bonam. UNIT TERKAIT -
SPM Penyakit Dalam RS Meilia
157