1ls,4,'l, )
..
\ .'.' .'(2,
I
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ENTOMOLOGI DALAM PERU BAHAN LlNGKUNGAN DAN SOSIAL Bogor, 5 Oktober 2004
,
.'
'.
·b
~
I
,~.
0
-
~\
f'l ....
I
~
1 0 . ~., \
'I
,
..,
-
\
I '2.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ENTOMOLOGI DALAM PERUBAHAN LlNGKUNGAN DAN SOSIAL Bogor, 5 Oktober 2004 ;.., -
~-II'
", ( ,.0
,
' . ... J ~_I
I l
-:-
".
.
r. ~
.~)
\
'
Ed itor : Dr. Muhammad Arifin , MS ., APU Dr. Ir. Elna Karmawati , APU Dr. Ir. I Wayan Laba, M.Sc ., APU Dr. Ir. I Wayan Winasa, MS . . Dr. Ir. Pudjianto , M.Si. Dr. Ir. Dadang Dr. Ir. Teguh Santoso, D.E.A. Dr. Drh . Upik Kusumawati , MS .
ISBN: 979-95399-4-3 Drs . Dodin Koswanudin Mulyawan
Diterbitkan oleh :
PE RHI MP UNAN ENTOMOLOGI INDONESIA Alamat Redaksi : Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogar JI. Kamper, Kampus IPB Darmaga, Bogar Te lp. 0251-629364 Fax . 0251-629362 Emai l : peipusat@indo .net.id
PERHIMPUNAN ENTOMOLOGI INDONESIA
•
Asni Ardjanhar et al : Peranan Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi _ _ _ _ __
2.
penggerek batang padi . Metode pengendalian penggerek batang padi di setiap wilayah akan didasarkan pada keadaan masing-masing daerah. Oi daerah penelitian, beber~pa konsep pengendalian penggerek batang padi yang dilakukan antara lain yaitu : (\) bersih awal, untuk pemutusan siklus hidup penggerek batang sebelum tan am, (2) konsep menghindar, dengan menghindarkan tanaman fase peka dari puncak penerbangan, caranya yaitu mengatur waktu sebar dan pemilihan varietas, sehingga tanaman pad a fase peka terhindar dari puncak penerbangan, (3) di daerah yang cukup air dapat dilakukan dengan cara penggenangan tunggul dan percepatan pengolahan tanah, merupakan cara efektif dalam penanggulangan larva, (4) pengambilan kelompok telur dengan cara kerjasama antar petani yang melibatkan petani di hamparan sekitamya, (5) meningkatkan kemampuan petani dalam PHT, tukar menukar informasi diantara alumni PHT dan petani pemandu, dll.
Pros/ding Seminar Nasional EnlOmologi da/am Perllbahan Lingkungan dan 50sial Perhimplinan Entoma/ogi Indonesia
Kemampuan Memarasit dan Ciri-ciri Kebugaran Trichogramma japonicum Ashmead dari Pertanaman Padi Di Sulawesi Tengah Mohammad Yunus', Shahabuddin' , Oamayanti Buchori2, Purnama Hidayat2 , Fak. Pertanian Universitas Tadulako Palu 2Fak.Pertanian Institut Pertanian Bogor Abstrak
Trichogramma japonicum Ashmead adalah, salah satu parasitoid telur hama penggerek batang padi yang telah berhasil dikoleksi dari sentra pertanaman padi Oolago, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku penanganan inang, tanggap fungsional dan ciri-ciri kebugaran parasitoid Trichogramma yang dapat · meningkatkan keberhasilan perbanyakan massal di laboratorium dan tingkat parasitisasi di lapangan. Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan sampel di lapangan dan kemudian dilanjutkan pengamatan dan pembiakan di laboratoriu~ HPT Untad dan laboratorium Bioekologi Parasitoid Jurusan HPT IPB. Has" penelitian menunjukkan bahwa kepadatan inang 50/pias menghasilkan tingkat parasitisasi T japonicum tertinggi terhadap inang C. cephalonica (69.6 %), kemudian dikuti oleh kepadatan inang 75/pias (39.2%) , IOOipias (33 .2%), 125/pias (26.2 %), dan ISO/pias (18.7%) dengan tanggap fungsional mengarah kepada tipe IV. Rata-rata lama waktu penanganan inang (waktu orientasi + waktu oviposisi) seekor imago betina T japonicum pada inang C. cephalonica adalah antara 84.86-106.66 detikltelur inang. Keperidian imago T japonicum cenderung meningkat mengikl!ti ukuran imago betina, meskipun peningkatannya tidak signi fikan . Kata kunci : Trichogramma japonicum Ashmead, penanganan inang, tanggap fungsional , ciri-ciri kebugaran. Pendahu1uan Penggunaan insektisida kimia dalam mengendalikan serangga hama telah dilaporkan banyak menimbulkan permasalahan seperti munculnya resistensi dan reswjensi hama, timbulnya eksplosi hama sekunder, matinya organisme buican sa~~ dan pencemaran lingkungan (Pedigo 2002). Karenanya, pemanfaatan musuh alaml
384
385
M. Yunus et al : Kemampuan Memarasit dan Ciri-ciri Trichogrammajaponicum _ _
seperti parasitoid telur merupakan altematif pengendalian yang semakin banyak digunakan. Trichogramma spp. (Hymenoptera: Trichogrammatidae) merupakan salah satu parasitoid telur yang terbukti berpotensi untuk digunakan sebagai faktor pengendali populasi hama di lapangan, dan telah digunakan dalam pengendalian hama pada tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, perkebunan di berbagai nega. . a di Asia, Eropa, dan Amerika (Soebandrijo ei af. 1989; Naito dan Djuwarso 1994; Djuwarso dan Wikardi, 1999). Di Sulawesi Tengah studi tentang pengembangan dan pemanfaatan parasitoid telur Lmtuk mengendalikan hama S. innotata masih sar.gat terbatas padahal potensinya cukup besar. Yunus dan Shahabuddin (2002) melaporkan adanya tigajenis parasitoid yang memarasit telur S. innotata di Kabupaten Parigi Moutong yaitu Telenomus sp., Tetrastichus sp. dan Trichogramma sp. dengan tingkat populasi yang cukup tinggi dan rata-rata keLompok telur terparasit sebesar 71,23%. Namun demikian sangat disayangkan bahwa tingkat parasitisasi Trichogramma spp. per kelompok tellir S. innotata masih rendah (hanya 6,68%). Meskipun penelitian Trichogramma spp. di Indonesia telah banyak dilakukan, terutama untuk mengendalikan hama penggerek tebu dan padi, tetapi kegiatan yang dilakukan barulah sekedar mass rearing and release, tanpa adanya kontrol kualitas (quality control) terhadap produksi parasitoid yang dihasilkannya, sehingga keberhasilannya di lapangan masih sangat bervariasi (Buchori et af. 2000). Aspek kualitas (kebugaran) sangat menentukan keberhasilan parasitoid di lapangan karena kegagalan pelepasan parasitoid telur dan parasitoid larva seringkali disebabkan oleh rendahnya kualitas parasitoid yang dilepas (Hassan 1993). Salah satu ciri parasitoid yang dapat dipakai untuk menilai kualitas parasitoid adalah ukuran parasitoid betina (Pavlik 1993). Parasitoid betina yang ukuran tubuhnya lebih besar mempuny(!i kemampuan memarasit inang yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ukurannya kecil (Buchori et d. 2000). Selain ukuran imago betina, ciri-ciri kebugaran Trichogramma yang telah banyak dipelajari antara lain adalah potensi produksi telur, lama hidup, dan keberhasilan kawin setiap individu dalam berkompetisi dengan individu lain (Godfray 1994). Corrigan dan Laing (1994) menggunakan keperidian, laju pemunculan imago, dan lama hidup imago untuk menentukan kebugaran parasitoid T minutum. Sementara itu kemampua'1 memparasit inang dapat juga diketahui dari perilaku penanganan parasitoid terhadap inang (Smith 1996) seperti tingkat parasitisasi oleh parasitoid pada berbagai kepadatan inang (fonctional respons) dan lama penanganan inang oleh seekor parasitoid betina (handling time). Di alam, populasi inang dalam kurun waktu tertentu jarang sekali statis atau bersifat fluktuatif. Karenanya, salah sat\l ciri parasitoid yang efektif adalah kemampuan parasitoid terse but untuk beradaptasi dengan tingkat kepadatan populasi inang yaitu
386
Prosidillg Seminar Nasional Entoma/ogi do/am Perubahan Ling kungan dan Sos;al Perhimpunan Entoma/ogi Indonesia
yang mampu mengendalikan inangnya sebanyak mungkin. Hubungan antara kepadatan inang dengan persentase parasitisme merupakan hal penting dalam memahami interaksi inang-parasitoid (Strong 1989 da/am Sugiara dan Osawa 2002). Mempelajari kepadatan inang optimal yang mampu dikendalikan suatu parasitoid merupakan langkah awal dalam memahami tanggap fungsional parasitoid tersebut. Tanggap fungsional dapat memberikan gambaran tentang dinamika interaksi inang-parasitoid (Wang dan Ferro 1998). Ada empat tipe tanggap fungsional yang menyatakan hubungan antara jumlah atau persentase inang terparasit dengan jumlah inang yang tersedia yang umum ditemukan yaitu I) hubungan yang linear (kurva Tipe I), 2) hubungan logaritmik (kurva Tipe 2), dan hubunganibentuk sigmoid (kurva Tipe 3) (Hassel dalam Tillman 1996) dan 4) hubung-dn yang mirip bentuk kurva terbalik dimana tingkat parasitisasi terendah te~adi pada kepadatan inang tertinggi (Jervis anu Kidd 1997). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku penanganan inang, tanggap fungsional, serta ciri-ciri kebugaran parasitoid Trichogrammayang terkait dengan kebe~hasilan perbanyakan massaJ dan potensi parasitisasinya di lapangan. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga September 2003. Pe:lelitian dilaksanakan di agroekosistem persawahan Dolago Parigi Moutong, di laboratorium HPT Jurusan HPT Universitas Tadulako Palu, dan dilanjutkan di laboratorium Bioekologi Parasitoid Departemen HPT Institut Pertanian Bogor. Metode Penyiapan inang alternatif. Untuk perbanyakan Trichogramma digunakan inang alternatif Corcyra cephalonica yang diperoleh di gudang beras Pasar Manonda Palu dan juga diambil dari hasil pemeliharaan di Balai F'roteksi Tanaman Pangan Sulawesi Tengah. Pengambilan sampel dan identifikasi Trichogramma spp. Pengambilan sampel populasi Trichogramma spp. dilakukan di kawasan sentra produksi padi Dolago, Kabupaten Parigi Moutong. Daerah ini terletak pada ketinggian tempat ± \0 m dpl, suhu 23,4° C - 32,8° C, kelembaban 63%- 97%, dan curah hujan ± 76 mmlbulan. Trichogramma spp. dikoleksi dengan cara mengambil telur-telur hama penggerek batang padi dari daun-daun tanaman padi di agroekosistem persawahan. Teknik
387
M. Yunus el al: Kemampuan Memarasil dan Ciri-ciriTrichogrammajaponicum _ _
pengambilan sampel mengacu pada Buchori et a/. (2000); Yunus & Shahabuddin (2002). Parasitoid yang dikoleksi selanjutnya diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi luar dan karakter morfologi dalam dari imago parasitoid. Penentuan nama spesies parasitoid mengacu pada beberapa kunci identifikasi seperti Nagarkatti and Nagaraja (1977) dan Alba (1988; 1989). Pengamatan perilaku oviposisi dan lama penanganan inang. Untuk mengetahui perilaku peletakan telur dan lama penanganan inang dilakukan pengamatan dengan cara mengambil tiga ekor parasitoid betina masing-masing dipaparkan pada pias dengan kepadatan 50 telur inang/pias. Kemudian diamati di bawah mikroskop perilaku oviposisi dan waktu yang dibutuhkan untuk menangani setiap telur inang. Lama penanganan merupakan akumulasi dari lama orientasi dan lama oviposisi dan dihitung dengan menggunakan stopwatch. Pengamatan dilakukan pada hari yang berbeda untuk tiap parasitoid. Pengujian tanggap fungsional. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh padat populasi telur C. cephalonica terhadap kemampuan Trichogramma spp. memarasit telur. Pada tabung berukuran 3x 15 cm dimasukkan sekelompok telur C. cephalonica dalam bentuk pias dengan kepadatan telur sesuai perlakuan, yaitu kepadatan 50, 75, 100, 125, dan 150 butir telur per pias. Selanjutnya diinfestasikan seekor parasitoid Trichogramma spp. betina yang siap bertelur dengan pemaparan telur inang selama 24 jam. Percobaan diulang sebanyak lima kali . Variabel yang diamati adalah persentase te Iur terparas it.
Prosiding Seminar Nasional Entom%gi da/am Perubahan Lingkungan dan Sosial PerMmplinan Enloma/ogi Indonesia
Hasil dan Pembahasan Identifikasi Trichogramma spp. Hasil identitikasi berdasarkan karakter morfologi dan genitalia menunjukkan bahwa parasitoid Trichogramma yang dikoleksi adalah Trichogrammajaponicum Ashmead. Perikaku oviposisi dan lama penanganan inang Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebelum melakukan oviposisi terhadap telur inang, T japonicwn melakukan orientasi yang bertujuan untuk mengevaluasi kualitas inangnya. Hal itu dilakukan dengan menyentuhkan antena dan pal pus pada telur inang. Karenanya, lanm penanganan inang ('handling time') oleh seekor T japonicwn terdiri atas lama waktu orientasi dan lama waktu oviposisi. Dari 3 pias dengan kepadatan 50 telur/pias yang diamati diketahui bahwa rata-rata lama waktu penanganan tersebut antara 84.86- 106.66 detikltelur inang (Gambar I). ~
i
~
250
ImOrientasi .Oviposisi
o Total wakt~J
g' 200
to
.=;
150
<: to
g' 100 to <:
g,
50
to
Pengujian kebugaran (fitness traits). Uji kebugaran terhadap Trichogramma spp. dilakukan dengan mengacu pada Buchori, et. al (2000). Pengamatan dilakukan pad a generasi ke 12. Ciri-ciri kebugaran yang diamati adalah kemampuan parasitisasi, lama perkembangan, lama hid up, keperidian, laju pemunculan imago baru (emergence rate), ukuran imago betina, persentase laju survival, dan nisbah kelamin. Analisis data . Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan anal isis varians yang kemudian dilanjutkan dengan Uji Duncan pada ta.raf ~0. 05 . Selain itu dilakukan juga analisis regresi pad a taraf yang sarna. Data diolah dengan software Statistica V.s.o dan Minitab V. 13.2.
388
~
-'
0 2_.~
3
Ulangan
Gambar I. Lama penanganan inang C. cepha/onica oleh T japonicwn Ashmead Rogerts (1972 da/am Tillman 1996) mendefenisikan lama penanganan (handling time) sebagai waktu yang dibutuhkar. oleh parasit yang menangani seekor inang atau waktu yang diperlukan seekor parasitoid untuk meletakkan telumya pada seekor inang. Lama penanganan pada setiap jenis inang bervariasi dan dipengaruhi oleh keperidian dan komponen kebugaran keturunan lainnya (Jervis and Kidd 1996). Beberapa parasitoid setelah melakukan oviposisi, biasanya menjilat inangnya (preening) dan beristirahat sejenak (resting) sebelum berpindah ke inang lainnya Hal ini misalnya dilakukan oleh Microplitis croceipes dan Cardiochi/es nigriceps (Hymenoptera: Braconidae) pada larva He/iothis virescens (Lepidoptera: Noctuidae).
389
•
M. Yunus et at : Kemampuan Memarasit dan Ciri-ciri Trichogramma japonicum
Tillman (1996) memasukkan masa orientasi, oviposisi, preening, dan istirahat sebagai komponen lama penanganan inang. Meskipun demikian pada penelitian ini tidak diamati kedua komponen tersebut.
r
Prosiding Seminar Nasiona/ Enlom%gi da/am Perubahan Lingkungan dan Sosia/ Perhimpunan Enlom%gi Indonesia
inang menunjukkan bahwa T japonicum bersifat tanggap terhadap perubahan kepadatan inangnya dan menunjukkan ciri sebagai parasitoid yang efektif Montoya et al. (2000) mengemukakan bahwa musu.h alami yang efektif adalah yang mempunyai tanggap fungsional dengan ketergantungan terhadap kepadatan inang.
Tanggap fungsional Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi tertinggi (69.6 %) T japonicum Ashmead terhadap inang C. cephalonica terjadi pada kepadatan inang SO/pias dan berbeda nyata (F4,20 = 22.838; p=O.OOOO 1) dengan tingkat parasitisasi pad a kepadatan inang lainnya (Gambar 2). Nampaknya kepadatan inang SO telur/pias sudah optimal bagi T japonicum karen a penambahan kepadatan inangjustru menyebabkan terjadinya penurunan tingkat parasitisasi. 100 80 ~ .
~
'"'" ""'iii!''"!
'"c.
60
40
iii
~
C>
c i=
20 0
50
75
100
125
150
Tingkat parasitisasi T japonicum Ashmead pad a berbagai tingkat kepadatan inang C. cephalonica
Te~adinya penurunan tingkat parasitisasi pada kepadatan inang yang lebih tinggi dari SO/pias diduga disebabkan oleh terJadinya peningkatan lama penanganan inang ('handling time ) sehingga mengurangi alokasi waktu untuk mencari dan menangani inang yang lain. Dari Gambar 2 diatas tampak tanggap fungsional T japonicum pada berbagai kepadatan popuiasi inang cenderung mirip tipe 4 yaitu tipe tanggap fungsional yang dicirikan oleh hubungan yang mirip bent uk kurva terbalik dimana tingkat parasitisasi terendah terjadi pada kepadatan inang tertinggi (Jervis and Kidd, 1997). Meskipun demikian tanggap fungsional T japonicum pada berbagai kepadatan inang C. cephalonica yang diamati dalam penelitian ini tidak persis sama dengan tipe 4. Hal ini diduga karena tidak adanya perlakuan kepadatan inang yang lebih rendal1 dari SO/pias. Adanya perbedaan tingkat parasitisasi T japonicum pada tingkat kepadatan
390
Hasil pengamatan terhadap ciri kebugaran T japonicum tertera pada Tabel 1. Ciri-ciri kebugaran yang diamati menggambarkan potensi T japonicum sebagai agens pengendali hayati di lapangan. Keperidian yang tinggi menggambarkan potensi parasitoid untuk menghasilkan keturunan yang cukup banyak. Sedangkan laju survival yang tinggi menggambarkan kemampuan keturunannya untuk tetap bertahan hidup dalam kondisi laboratorium. Kedua hal ini sangat mendukung keberhasilan pertanyakan massal di laboratorium. Sementara itu dengan nisbah kelarnin yang female biased menunjukkan bahwa T japonicum relatif mudah dalam perbanyakan massal dan juga menggambarkan peluang keberhasilan parasitisasi yang lebih besar di lapangan . Hasil anal isis regresi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ukuran imago (lebar kepala, p=O.676; panjang sayap depan, p = 0.911; lebar sayap depan, p=O.493; panjang sayap belakang, p=O.60S ; lebar sayap belakang, p= 0.934; panjang tibia, p=O.37S) dengan keperidian Tjaponicum (Lampi ran 1). Tabel I. Ciri kebugaran Trichogramma japonicum Ashmead dari pertanaman padi di Sulawesi Tengah
Jumlah inang/pias
Gambar 2.
Kebugaran Trichogramma japonicwn Ashmead
Kegiatan Lama perkembangan Lama hidup Keperidian Laju Survival Lama masa reproduksi Nisbah kelamin (% betina) lumlah pupa mati Panjang sayap depan Lebar sayap depan Panjang sayap belakang Lebar sayap belakang Panjang tibia belakang Lebar kepala Sisa telur dalam ovari
Rata-rata ± SD
Satuan
8,3 ± 0,33 1,1 ± 0,38 34.8 ± 9,01 51,9 ± 18,60 1,1 ± 0,38 77,7 ± 21,19 12,6 ± 6,74 0,449184 ± 0,053771 0,216770 ± 0,023829 0,330787 ± 0,037119 0,019155 ± 0,003755 0,144135 ± 0,021152 0,169413 ± 0,035871 0,4 + 1,38
Hari Hari Telur Persen Hari Persen Ekor mm mm mm mm mm mm mm
391
•
M. Yunus e l af . Kemampuan Memarasil dan Ciri-ciri Trichogrammajaponicum _
_
Prosiding Seminar Nasional Enlomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial Perhimpunan Entomologi Indonesia
Meskipun demikian terl ihat ada kecenderungan peningkatan keperidian T japonicum seiring dengan peningkatan ukuran imago betina kecuali · lebar sayap belakang dan lebar kepala. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan studi Usyati (2003) yang juga tidak menemukan hubungan yang signifikan antara ukuran imago dengan keperidian Trichogrammatoidea armigera Nagaraja.
Godrray HC1. 1994. Parasitoids. Behavioral and Evolutionary Ecology. Princeton University Press. New Jersey.
Kesimpulan
Jervis, M. and Kidd N. 1997. Insect Natural Enemies. Practical Approaches to Their Study and Evaluation. Chapman & Hall. London.
I.
Trichogramma yang dikoleksi dari pertanaman padi di sentra produksi Dolago, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah adalah T japonicum Ashmead. 2. Rata-rata lama waktu penanganan inang (waktu orientasi + waktu oviposisi) seekor imago betina T japonicum pada inang Ccephalonica adalah antara84.86 - 106.66 detikltelur inang. 3. Kepadatan inang 50/pias menghasilkan tingkat parasitisasi T japonicum tertinggi terhadap inang C cephafonica (69.6 %), kemudian dikuti oleh kepadatan inang 75/pias (39.2%), lOO/pias (33.2%), I 25/p!as (26.2 %), dan 150/pias (18.7%) dengan tanggap fungsional mengarah kepada tipe IV. 4. Keperidian imago T japonicum cenderung meningkat mengikuti ukuran imago betina, meskipun peningkatannya tidak signifikan. Daftar Pustaka
Hassan SA.l 993. The mass rearing and utilization of Trichogramma to control lepidopterous pest; Achievrnents and outlokk. Pestic. Sci. 37:387-391.
Montoya P, Liedo P, Benrey B, Barrera JF. Cancino 1. 2000. Functional response and superparasitism by Diachamimorpha longicaudata (Hymenoptera : Braconidae), a parasitoid of fTuit flies (Diptera:Tephretidae). Ann Entomol Soc Am. 93 (1):47-54. Nagarkatti S, Nagaraja H. 1977. Biosystematics of Trichogramma Trichogrammatoidea species. Annu Rev Entomol 22: I 57-176
and
Naito A, Djuwarso T. 1994. Biological control of Erielfa podborer of soybean II. biology and mass productivn methods of selected egg parasitoid, Trichogratnmatoidea bactrae-bactrae Nagaraja In Prasadja I, Muhadjir MF, Sunarlim N, Gunarto L, Kartasasrnita UG. (Eds.). Effective Use of Agricultural Materials and Insect Pest Control on Soybean. Borif-Jica. p. 4350.
Alba. 1988. Trichogrammatids in the Philipines. Philipp Ent 7 (3):253-271
Pavlik J. 1993. The size of the female and quality assesment of mass-reared Trichogramma spp. Entomol Exp App!. 66:171-177.
Alba C.M. 1989. Eggs parasitoids of lepidoptera pests of economic importance in the Philippines. Biotrop Spec.Pub1.36 : 123-139
Pedigo LP. 2002. Entomology and Pest Management, 4'" editivn Prentice Hall, New Jersey. USA.
Buchori D, Hidayat P, Kartosuwondo U, Nurmansyah A, Meiiin A. 2000. Dinamika interaksi antara parasitoid Trichogrammatidae dan inangnya: Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas Trichogrammatidae sebagai agens pengendalian hayati. Laporan Akhir Hibah Bersaing VII. Ditjen Dikti, 148 hal.
Soebandrijo, Isdijoso SH, Bindra OS. 1989. Pengendalian serangga hama kapas secara terpadu. Ealai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat Malang. Seri Edisi Khusus. (4/IV). 29p. Sugiara G, Osawa N. 2002. Temporal response of parasitoids to the density of the learroller Eudemia gyrotis(Lepidoptera : Tortricidae) on barberry Myrica rubra (Myriaceae). Environ Entomol 31 (6): 988-944.
Corrigan JE, Laing JE. 1994. Effects of the rearing host species and the host spesies attacked on performance by Trichogramma minutum Riley (Hymenoptera:Trichogrammatidae). Environ EntomoI23:755-760.
Smith SM. 1996. Biological control with Trichogramma; advances, successes, and potential of their use. Annu Rev Entomol 41 :3375406.
Djuwarso dan Wikardi, 1999. Teknik perbanyakan Trichogramma spp. di laboratorium dan kemungkinan penggunaannya. Jumal Penelitia:l dan Pengembangan Pertanian. 18 (4).
Tillman PG. 1996. Functional response of Microplitis croceipes and cardiochifes nigriceps (Hymenoptera:Braconidae) to variation in density of tobacCo Budworm (Lepidoptera:Noctuidae). Environ.Entomo!' 25 (2):524-528.
392
393
• Prosfding Sellunar NaslOnal Enlom%gi dalam Perllbahan Lingkungon dan Sos;a!
M. Yunus et at: Kemampuan Memarasit dan Ciri-ciri Trichogrammajaponicum _ __
Perhtmpunan Enloma/og ; Indonesia
Lampiran I. Hubungan antara ukuran imago betina dengan keperidian japonicum Ashmead
Usyati N. 2003. Hubungan antara ciri kebugaran Trichogrammatoidea armigera Nagaraj a (Hymenoptera:Trichogrammatidae) di laboratorium dan keberhasilan parasitisasi di lapangan dengan teknik spot release. Tesis Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wang B, Ferro DN. 1998. Functional responses of Trichogramma ostrinia (Hymenoptera: Trichogrammatidae) to Ostrinia nubilalis (Lepidoptera: Pyralidae) under laboratory and field condition. Environ.Entomol. 27 (3) :752-758. Yunus r-..1, Shahabuddin. 2002. Potensi parasitoid telur Trichogramma sp. sebagai agen hayati dalam pengendalian hama penggerek batang padi putih (&irpophaga Innotata) di Desa Dolago, Kecamatan Parigi. Laporan Penelitian B~I, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako.
5 =862579
R..5q=V"'"
T
R-Sc(~ ):OO·1o
c
ro
.':.0"
c
ro
D
is
Q)
.~
a. Q)
~
J:I -
Q)
~
10 Q5
Diskusi
az
'"
Parjarg sayap cEJ:an
Letar sayap cEJ;an
Tidak ada pertanyaan / diskusi
~ " 'S2513 .. 31.7.c!lPBtfB..K
5=874072
R-9:r=O.O%
R...cq(~)"'O.O%
C til
TI
J)
.~ OJ
:I<: JJ
a;o
394
aD
aat
am
alll
395
..
• M Yunus et a/ Kemampuan Memarasll dan Clri-cin Trlchogrammajaponicum
Prosiding Semlllar Nasional Enlomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial Perh impunan Entomologi Indonesia
Lampiran 1. (lanjutan)
~ = 13.CBlJ +alC612P..GIBA
s=a54814
f<S1 =44 % RS:ia:j)=QO %
Kemampuan Hidup Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) Pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dan Cabai (Capsicum annuum Linn.) Kemas Us man, Dewi Sartiami Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Abstrak
10
Paja"gtitia t:aaa-y
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari sampai Mei 2003 dengan tujuan untuk ntengetahui beberapa aspek biologi Bemisia tabaci, yaitu daur hidup, keberhasilan hidup , ciri morfologi dan ukuran tiap fase, yaitu telur, nimfa, pupa, dan imago, serta preferensinya terhadap .tanaman tomat dan cabai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daur hidup B. tabaci di tanaman tomat lebih cepat dibandingkan dengan di tanaman cabai. Lama waktu tiap fase, seperti telur, nimfa, pupa, dan imago di tanaman tomat lebih cepat dari pada di tanaman cabai, begitu pula keberhasilan hidup fase telur, nimfa, dan keberhasilan pupa menjadi imago lebih tinggi di tanaman tomat. Ciri morfologi dan ukuran tubuh tiap fase relatif tidak berbeda nyata di kedua tanaman inang. Dari kedua tanaman inang yang diuji, imago B.tabaci lebih memilih tanaman tomat sebagai inang untuk dijadikan pakannya. Kata kunci: Bemisia tabaci, tomat, cabai.
Pendahuluan Bemisia tabaci Genn. merupakan salah satu sp<.'sies dalam famili AJeyrodidae yailg dapat menyebabkan kerusakan langswlg maupun tidak langsung pada tanaman inangnya. Serangga ini tersebar luas di dunia dan bersifat polifag (Kalshoven 1981; Carver et al. 1991 ; Perring et al. 1992; Isaacs et al. 1998; Thompson 2002). Kerusakan akibat serangan serangga ini adalah berupa gangguan fisiologis tanaman, tumbuhnya cendawan jelaga pada daun akibat adanya embun madu, dan penularan virus penyakit tanaman dan golongan virus gemini (Gullari & Cranston 2000). Tomat dan cabai merupakan tanaman iilang dan serangga ini . Penyakit yang ditularkan pada tanaman tomat antara lain Tomato Yellow Lea/Curl Virus, Tomato Leaf Curl Virus, Tomato Yellow Net Virus, dan Tomato Yellow Top Virus (Butter & Rataul 1977; Roderick 1992; Ghanim et al. 1997; Hunter et ai. 1998; Ghanim & Czosnek 2000) sedangkan penyakit yang ditularkan pada tanaman cabai adalah daun menggulung (Mishra et al. 1963).
396
397