I BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang Permasalahan penanganan pencemaran lingkungan mulai dari limbah
industri maupun kegiatan rumah tangga belum dapat ditangani dengan baik hingga saat ini. Berbagai macam kation dan anion berkontribusi sangat besar dalam hal pencemaran lingkungan. Permasalahan deteksi adanya kation ataupun anion berbahaya saat ini masih memerlukan biaya yang mahal serta waktu deteksi yang lama. Beberapa metode analisis seperti fotometri nyala, potensiometri, spektroskopi serapan atom (SSA) dan elektroda ion selektif (ESI) merupakan metode yang dapat dijadikan sebagai metode deteksi ion (Sahin dan Akceylan, 2014). Oleh sebab itu pengembangan mengenai sensor molekular sangat penting dilakukan untuk mendeteksi analit yang ada di kawasan industri maupun lingkungan. Sensor ini mempunyai keunggulan untuk mendeteksi keberadan ion tanpa membutuhkan peralatan dan dapat diamati langsung oleh mata (naked-eye). Molekular sensor atau chemosensor saat ini mulai berkembang dengan cepat dan telah banyak diaplikasi untuk mendeteksi spesies kimia seperti kation, anion dan molekul organik. Chemosensor bekerja melalui interaksi antara suatu senyawa yang terikat secara selektif dan atau reversibel dengan analit sehingga mengakibatkan adanya perubahan warna (sensor kolorimetri). Terjadinya perubahan tersebut akibat dari adanya ikatan hidrogen, gaya elektrostatik, interaksi hidrofobik dan atau interaksi Van der Waals yang terjadi pada ikatan koordinasi logam-ligan atau adanya reaksi kimia lainnya (Sareen, 2013) Perubahan warna disebabkan karena adanya interaksi sisi aktifnya dengan analit (ion/senyawa) yang akan menyebabkan terjadinya perubahan delokalisasi elektron pada gugus kromofornya. Jenis-jenis gugus kromofor seperti C=N, C=O, SO3H, NO2, fenil, aril yang memiliki substituen penarik elektron, gugus alil, dan gugus yang memiliki ikatan π dapat mengalami delokalisasi elektron akibat interaksi sisi aktifnya dengan ion/senyawa (Reena dkk., 2013).
1
2
Perubahan warna dan perubahan spektra UV-Vis pada dasarnya melibatkan proses transfer muatan intramolekul (intramolecular charge transfer/ICT) antara gugus donor dengan akseptor (Reichardt, 2004; Kang dkk., 2013; dan Dalapati dkk., 2014). Terjadinya peningkatan proses transfer muatan intramolekul pada sensor kolorimetri ditunjukkan dengan adanya pergeseran bathochromic dan perubahan warna yang kuat (You dkk., 2014). Kuatnya perubahan warna yang dihasilkan sensor kimia akan terjadi apabila sistem delokalisasi elektron semakin panjang sehingga menyebabkan perubahan spektra UV-Vis berupa pergeseran bathochromic (Purwono dan Mahardiani, 2009). Chemosensor yang baik diharapkan memiliki selektivitas dan sensitivitas tinggi, mudah diaplikasikan dalam kondisi yang diinginkan, sederhana dan ekonomis. Penelitian mengenai pembuatan reagen yang digunakan sebagai agen untuk mendeteksi ion logam (kation) pada umumnya menggunakan jalur sintesis yang tidak ramah lingkungan dan cukup mahal (Khaodee dkk., 2014). Bahan-bahan alam dapat digunakan untuk mengganti reagen sintesis tersebut. Penelitian mengenai chemosensor dari bahan alam yang dapat bertindak sebagai prekursor menawarkan sensor yang ramah lingkungan. Okoye dkk. (2013) meneliti mengenai antosianin yang merupakan senyawa fenol yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan beberapa logam dan mengakibatkan perubahan panjang gelombang pada penyerapan antosianin. Oleh sebab itu senyawa antosianin berpotensi sebagai senyawa sensor kimia. Antosianin merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru, ungu, violet, magenta dan kuning yang sering dijumpai pada bunga, buah dan daun tumbuhan (Moss dkk., 2002). Untuk mendapatkannya hanya perlu dilakukan isolasi suatu tumbuhan yang mengandung antosianin tanpa perlu dilakukan sintesis. Fenomena ini dapat dimanfaatkan sebagai sensor kation yang menawarkan metode sederhana, cepat, sensitif dan mudah diaplikasika serta berprinsip pada green chemistry dalam analisis kualitatif kimia (Kumar, 2011). Senyawa antosianin tersebut memiliki gugus fungsi auksokrom berupa gugus –OH pada posisi 3' dan 4' yang dapat berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan anion tertentu (Asokawaty, 2015). Menurut Smyk dkk. (2008)
3
posisi tersebut juga memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan kation membentuk senyawa kompleks. Antosianin dapat bereaksi dengan beberapa ion logam melalui reaksi yang berbeda seperti redoks, kompleksasi atau bahkan reaksi katalitik. Kelompok odihidroksil dari molekul sianidin dapat berkoordinasi dengan ion atom lain dan memberikan pergeseran bathochromic pada spektra UV-Vis (Khaodee dkk., 2014). Sianidin merupakan salah satu turunan dari senyawa antosianin yang memiliki gugus –OH pada posisi 3' dan 4'. Struktur sianidin yang berpotensi untuk chemosensor disajikan pada Gambar I.1.
Gambar I.1
Struktur sianidin, turunan antosianin yang dapat dijadikan sebagai chemosensor
Salah satu sumber antosianin dapat diperoleh dari tumbuhan dengan cara isolasi. Menurut Suprapto (2004) ubi jalar ungu memiliki kandungan antosianin sebesar 110,51 mg/100 g. Bentuk antosianin yang banyak dikandung oleh ubi jalar ungu adalah bentuk sianidin dan peonidin (Suda dkk., 2003). Sekitar 80% dari total antosianin tersebut berada dalam bentuk terasilasi. Antosianin yang terasilasi relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan antosianin yang tidak terasilasi. Seperti antosianin pada umumnya, antosianin pada ubi jalar ungu juga dipengaruhi oleh tingkat keasaman lingkungan. Pada lingkungan dengan pH rendah, warna yang diekspresikan lebih merah dan lebih stabil selama penyimpanan (Santoso dan Estiasih, 2014). Berdasarkan fakta di atas maka senyawa antosianin dari ubi jalar ungu ini diharapkan akan mampu digunakan sebagai senyawa chemosensor sehingga dapat
4
berperan menjadi gugus reseptor baru yang sensitif dan selektif sehingga mampu diaplikasikan sebagai indikator asam-basa serta sensor kation pada beberapa logam. I.2
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa golongan antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu (Ipomoe batatas L.).
2.
Mempelajari kemampuan perubahan warna senyawa antsosianin terhadap perbedaan pelarut (solvatochromic), perubahan pH (halochromic), dan aplikasi sebagai sensor kation.
3.
Mempelajari penggunaan perubahan warna senyawa antosianin sebagai indikator titrasi asam-basa serta sensor kation dalam bentuk larutan.
I.3
Manfaat Penelitian Hasil-hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kimia, khususnya yang berkaitan dengan isolasi senyawa pigmen antosianin pada ubi jalar ungu dan hasilnya diharapkan dapat diaplikasikan sebagai senyawa chemosensor untuk indikator titrasi dan sensor kation.
5