HUKUM PENERBITAN BAHAN PUSTAKA
Oleh
Dewi Wahyu Wardani
125030700111021
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA April 2015
1. Pengertian Penerbitan adalah kegiatan intelektual dan profesional dalam menyiapkan naskah, menyunting naskah, menghasilkan berbagai jenis bahan publikasi kemudian memperbanyak serta menyebarluaskannya untuk kepentingan umum. Penerbitan merupakan proses panjang yang melibatkan banyak waktu dan orang untuk mengolah naskah sampai berbentuk dummy. Sedangkan yang dimaksud dengan penerbit lebih mengacu pada aktivitas manusia sebagai kordinator dalam menyebarluaskan hasil karya dari pihak pengarang. Secara garis besar, penerbitan dibagi menjadi dua bagian besar yakni penerbitan buku dan penerbitan pers. Penerbit buku berkonsentrasi memperbanyak literatur maupun informasi dalam bentuk produk cetak seperti buku. Berbeda dengan penerbit buku, penerbit pers lebih berkonsentrasi pada menyiapkan informasi-informasi aktual yang dapat dinikmati pembaca maupun pemirsa di rumah. Perkembangan teknologi turut memperluas pengertian penerbitan. Penerbitan bukan saja industri penghasil barang cetak, namun penghasil buku-buku elektronik yang kemudian disebut ebook. Begitu pula dengan penerbit pers yang sudah meluas dengan adanya koran maupun majalah online. Hak cipta (lambang internasional: ©) adalah hak eksklusif (yang diberikan oleh pemerintah) untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt
Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum. 2. Landasan Hukum Hak Cipta Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1). Sebagaimana pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif atas hasil ciptaaanya (buku), maka pemegang hak cipta tersebut memiliki hak eksklusif atas segala hak yang timbul (hak turunan) bila ciptaan tersebut dialihwujudkan dalam bentuk produk-produk yang berbeda, sebagai contoh dibuatnya suatu buku menjadi film ataupun diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal ini mengacu kepada penjelasan pasal 2 ayat (1) UUHC A. Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik) mengimpor dan mengekspor ciptaan menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan) menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain. Yang dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan
menerjemahkan,
mengadaptasi,
mengaransemen,
mengalihwujudkan,
menjual,
menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”. B. Hak Ekonomi dan Hak Moral Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan
tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta. Ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, lagu dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalih wujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12). Jangka waktu perlindungan Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali dipublikasikan, kecuali 20 tahun setelah pertama kali dipublikasikan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50). 3. Penerbitan Buku Penerbitan buku adalah usaha yang sangat aktif dan kreatif sehingga sangat bertumpu pada penerbitan buku baru (front list) setiap bulan atau setiap tahunnya. Saat Anda menetapkan untuk menjadi penerbit dan mengurus badan penerbitan buku maka Anda pun perlu menyiapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penerbit (AD/ART). Pertimbangan memilih badan usaha atau badan hukum tentu terkait dengan permodalan, kemitraan, termasuk antisipasi perkembangan ke depan. Beberapa penerbit buku di Indonesia
memang merupakan usaha keluarga (family business) yang dijalankan suami-istri dengan melibatkan anak-anaknya. Biasanya badan yang awal dipilih adalah CV dan kemudian berkembang menjadi PT. Untuk biaya penerbitan buku setiap penerbit mempunyai ketentuan yang berbeda-beda. Di dalam penerbitan buku membutuhkan proses sebelum di cetak. Ketika ada produk mentah dari penulis menjadi sebuah karya kemudian di berikan ke penerbit untuk di seleksi layak atau tidak di terbitkan dan seleksi-seleksi lainnya. Setelah ada proses pra produksi meliputi : editing,akurasi,tata bahasa. Proses pra produksi sendiri memakan biaya 60% dari total harga buku. Setelah masuk ke proses produksi itu sendiri terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu : Harga kertas, dan Akomodasi/biaya transport. Rata-rata proses produksi mengambil biaya 30% dan 10% dari kebutuhan pasar/permintaan. Jika buku itu permintaan nya banyak maka harga buku juga menjadi tinggi. Tidak semua penerbit melalui proses pra produksi. Karena untuk mengejar target maka penerbit langsung mencetak. Sehingga berimbas tidak adanya ISBN/Barcode pada sebuah buku.Tapi kemungkinan ada juga penerbit yang secara asal-asalan dengan mengkopi dan menempel Barcode tersebut. Jika ingin mengecek Barcode tersebut asli atau tidak bisa di urus di Perpustakaan Nasional. Dalam soal memilih badan penerbit ini tentu dapat dibantu seorang notaris untuk mengesahkan badan usaha atau badan hukum penerbit. Untuk mengakomodasi kepentingan pengembangan usaha jangka panjang, Anda pun dapat memasukkan bidang usaha percetakan maupun penjualan buku di dalam akta notaris. Hal ini sudah lazim terjadi ketika penerbit berkembang kemudian meluaskan usahanya dalam satu atap menjadi usaha percetakan, pendistribusian, dan termasuk penjualan retail buku dengan mendirikan toko buku.