HUKUM PENERBITAN BAHAN PUSTAKA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Penerbitan Grafis dan Elektronik yang dibina oleh Bapak Widhi
Oleh
Dewi Wahyu Wardani
125030700111021
Rani Atika Fatmala
125030707111008
Devid Andrian
125030707111017
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA April 2015
Daftar isi
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3 1.1
Latar Belakang ......................................................................................................... 3
1.2
Rumusan Masalah.................................................................................................... 4
1.3
Tujuan ...................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5 2.1
Pengertian ................................................................................................................ 5
2.2
Landasan Hukum Hak Cipta.................................................................................... 6
PENUTUP ............................................................................................................................... 13 Kesimpulan ....................................................................................................................... 13 Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 15 SOAL....................................................................................... Error! Bookmark not defined. PILIHAN GANDA .............................................................. Error! Bookmark not defined. ESAY ................................................................................... Error! Bookmark not defined. KUNCI JAWABAN ............................................................... Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini banyak sekali karya ciptaan anak bangsa, Ciptaan yang berupa di bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Namun ada pula terjadi pelanggaraan hak akan karya – karya tersebut, misalnya : Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri (plagiat). Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana yang aslinya tanpa mengubah bentuk isi, pencipta, dan penerbit atau perekam (pembajakan). Dengan berkembangya teknologi, permasalahan yang muncul menjadi semakin kompleks. Ini membuat pengaturan yang pasti mengenai Hak Kekayaan Intelektual dirasakan perlu karena tanpa ada pengaturan tersebut maka akan banyak terjadi pelanggaran hak. Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan, karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian, sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar. Maka perlu di buatnya peraturan Undang – undang tentang hak cipta. Untuk melindungi karya-karya dari pelanggaran pelanggar yang di lakukan oleh oknum tertentu. Indonesia sebagai negara berkembang harus berperan aktif di dalam memberikan perlindungan hukurn terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya. Pelanggaran Hak Cipta terhadap buku yang tidak menghargai hak pencipta / pemegang hak cipta sudah cukup banyak terjadi. Oleh karena itu gairah dan semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra perlu ditingkatkan melalui perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta dan penerbit berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002. Oleh karena itu, perlu dikaji Bagaimanakah bentuk-bentuk perjanjian penerbitan buku antara Pemegang Hak Cipta dengan Penerbit sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum dalam bidang Hak Cipta. Bagaimanakah tanggung jawab Pemegang Hak Cipta dan Penerbit atas buku yang diterbitkan terhadap tuntutan hukum dari pihak ketiga yang ingin melakukan komplain atau merasa dirugikan atas penerbitan buku tersebut. Bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian penerbitan buku, sehingga pihak-pihak yang dirugikan atau yang bersengketa dapat menyelesaikan permasalahannya secara win-win solution. Jadi tidak ada pihak yang merasa dikalahkan sehingga hubungan baik antara para pihak tetap terbina. Untuk mengerahui
jawaban atas hal-hal tersebut di atas, dilakukan penelitian yang berbentuk yuridis normatif dengan metode pendekatan deskriptif analitis. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research / Studi Kepustakaan) yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, buku-buku referensi, makalah dan dokumendokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data dilakukan secara yuridis dengan pendekatan kualitatif, melalui metode berpikir (logika) deduktif dan tnduktif. 1.2 Rumusan Masalah
Pengertian hak cipta dan penerbit ? Hukum apa yang melandasi hak cipta di Indonesia? Bagaimana cara dan pemanfaatan penggunaan hak cipta? 1.3 Tujuan
Untuk mengetahui peranan hak cipta terhadap berbagai masalah hukum yang ada di Indonesia saat ini, memberikan pengetahuan terhadap para penerbit, pengarang mau pun masyarakat pada umumnya, serta untuk memahami kegiatan percetakan dan penerbitan melalui observasi
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Penerbitan adalah suatu usaha atau kegiatan yang berkaitan dengan proses editorial, produksi, dan pemasaran barang-barang, naskah tercetak yang didistribusikan kepada pembaca. Berdasarkan definisi tersebut, dapat kita lihat ada tiga bidang yang berkaitan dengan penerbitan, yaitu bidang editorial, bidang produksi, dan bidang pemasaran. Penerbitan adalah kegiatan intelektual dan profesional dalam menyiapkan naskah, menyunting naskah, menghasilkan berbagai jenis bahan publikasi kemudian memperbanyak serta menyebarluaskannya untuk kepentingan umum. Penerbitan merupakan proses panjang yang melibatkan banyak waktu dan orang untuk mengolah naskah sampai berbentuk dummy. Sedangkan yang dimaksud dengan penerbit lebih mengacu pada aktivitas manusia sebagai kordinator dalam menyebarluaskan hasil karya dari pihak pengarang. Secara garis besar, penerbitan dibagi menjadi dua bagian besar yakni penerbitan buku dan penerbitan pers. Penerbit buku berkonsentrasi memperbanyak literatur maupun informasi dalam bentuk produk cetak seperti buku. Berbeda dengan penerbit buku, penerbit pers lebih berkonsentrasi pada menyiapkan informasi-informasi aktual yang dapat dinikmati pembaca maupun pemirsa di rumah. Perkembangan teknologi turut memperluas pengertian penerbitan. Penerbitan bukan saja industri penghasil barang cetak, namun penghasil buku-buku elektronik yang kemudian disebut ebook. Begitu pula dengan penerbit pers yang sudah meluas dengan adanya koran maupun majalah online. Hak cipta (lambang internasional: ©) adalah hak eksklusif (yang diberikan oleh pemerintah) untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum. Di Indonesia terutama di Asia untuk penerbitan sebuah buku berasal dari kerajaan. Ilmu ini sangat terbatas,dan hanya untuk kalangan priyayi. Tapi sesudah masuk ke era modern, di bentuknya UU untuk melindungi dan memonitor. Jadi tidak hanya melindungi si penulisnya saja tetapi juga jika nanti sewaktu-waktu ada pemikiran/hal-hal yang berbau sara bisa di lacak. Sehingga intinya untuk melindungi karya intelektualitas,seseorang jika ingin menulis harus melihat aturan dan konsekwensinya. Sampai saat ini banyak orang menulis hanya untuk kepentingan komersial jadi tidak bisa di pertanggung jawabkan secara legal.
2.2 Landasan Hukum Hak Cipta
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1). Sebagaimana pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif atas hasil ciptaaanya (buku), maka pemegang hak cipta tersebut memiliki hak eksklusif atas segala hak yang timbul (hak turunan) bila ciptaan tersebut dialihwujudkan dalam bentuk produk-produk yang berbeda, sebagai contoh dibuatnya suatu buku menjadi film ataupun diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal ini mengacu kepada penjelasan pasal 2 ayat (1) UUHC 1.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik) mengimpor dan mengekspor ciptaan
menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan) menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain. Yang dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”. Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9– 12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya. Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V). 2.
Hak ekonomi dan hak moral Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan,
sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Ciptaan yang dapat dilindungi Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12). Jangka waktu perlindungan hak cipta Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbedabeda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta. Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50). Pendaftaran hak cipta di Indonesia. Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran[2]. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Bagaimana dengan badan usaha atau badan hukum penerbit buku? Sebenarnya tidak ada ketentuan perundang-undangan bahwa penerbit harus memiliki badan usaha seperti persekutuan komanditer (CV) atau badan hukum, seperti yayasan, koperasi, ataupun perseroan terbatas (PT). Karena itu, sangat mungkin ada perseorangan yang mendirikan penerbit dan menyebut diri mereka sebagai self-publisher (penerbit swakelola) tanpa memiliki badan usaha atau disebut perusahaan perseorangan. Akan tetapi, untuk orientasi bisnis, sebuah penerbit perlu memiliki badan usaha ataupun badan hukum. Lazimnya di Indonesia, para penerbit yang tergabung menjadi anggota Ikapi terdiri atas persekutuan komanditer (CV), perseroan terbatas (PT), dan juga yayasan. Kepemilikan badan usaha atau badan hukum ini juga merupakan salah satu persyaratan untuk menjadi anggota Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), termasuk juga ikut menjadi anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN). Selain itu, dalam soal pengurusan legalitas penerbitan, Perpustakaan Nasional pun kini mewajibkan para penerbit memiliki legalitas badan sesuai dengan peraturan perundang-undangan jika ingin mengajukan keanggotan International Standard Book Number (ISBN). Jika ditilik dari fenomena penerbit di Indonesia, dapatlah diklasifikasi beberapa badan penerbit seperti berikut ini. Tabel 3.2 Penerbit dan Badan Usaha Jenis Penerbit
Badan Usaha atau Badan
Contoh
Hukum Penerbit Perseorangan
Tanpa badan usaha atau CV
-
Penerbit Swasta
CV, PT, atau Yayasan
Bumi Aksara, Serambi, Rosdakarya
Penerbit Perguruan
Di bawah naungan badan
UI Press, Penerbit
Tinggi/Universitas
hukum perguruan tinggi
ITB, Unpad Press
Penerbit Pemerintah
BUMN, PT, atau di bawah
LIPI Press, Balai
naungan badan hukum
Pustaka, Pradnya
lembaga
Paramitha
Dari Tabel 3.2 dapat dilihat betapa usaha penerbitan bisa dijalankan siapa pun untuk berbagai kepentingan, baik itu bisnis ataupun penyediaan bahan-bahan terbitan yang relevan pada suatu lembaga (in-house publishing). Buku ini sendiri diterbitkan oleh Ikapi yang notabene bukanlah perusahaan penerbitan, melainkan organisasi profesi. Buku ini diterbitkan sebagai bagian dari program kerja untuk memberikan informasi seluas-luasnya kepada anggota Ikapi maupun masyarakat tentang mekanisme penerbitan buku. Penerbitan buku adalah usaha yang sangat aktif dan kreatif sehingga sangat bertumpu pada penerbitan buku baru (front list) setiap bulan atau setiap tahunnya. Saat Anda menetapkan untuk menjadi penerbit dan mengurus badan penerbitan buku maka Anda pun perlu menyiapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penerbit (AD/ART). Pertimbangan memilih badan usaha atau badan hukum tentu terkait dengan permodalan, kemitraan, termasuk antisipasi perkembangan ke depan. Beberapa penerbit buku di Indonesia memang merupakan usaha keluarga (family business) yang dijalankan suami-istri dengan melibatkan anak-anaknya. Biasanya badan yang awal dipilih adalah CV dan kemudian berkembang menjadi PT. Untuk biaya penerbitan buku setiap penerbit mempunyai ketentuan yang berbedabeda. Di dalam penerbitan buku membutuhkan proses sebelum di cetak. Ketika ada produk mentah dari penulis menjadi sebuah karya kemudian di berikan ke penerbit untuk di seleksi layak atau tidak di terbitkan dan seleksi-seleksi lainnya. Setelah ada proses pra produksi meliputi : editing,akurasi,tata bahasa. Proses pra produksi sendiri memakan biaya 60% dari total harga buku. Setelah masuk ke proses produksi itu sendiri terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu : Harga kertas, dan Akomodasi/biaya transport. Rata-rata proses produksi mengambil biaya 30% dan 10% dari kebutuhan pasar/permintaan. Jika buku itu permintaan nya banyak maka harga buku juga menjadi tinggi. Tidak semua penerbit melalui proses pra produksi. Karena untuk mengejar target maka penerbit langsung mencetak. Sehingga berimbas tidak adanya ISBN/Barcode pada sebuah buku.Tapi kemungkinan ada juga penerbit yang secara asal-asalan dengan mengkopi dan menempel Barcode tersebut. Jika ingin mengecek Barcode tersebut asli atau tidak bisa di urus di Perpustakaan Nasional.
Dalam soal memilih badan penerbit ini tentu Anda dapat dibantu seorang notaris untuk mengesahkan badan usaha atau badan hukum penerbit Anda. Untuk mengakomodasi kepentingan pengembangan usaha jangka panjang, Anda pun dapat memasukkan bidang usaha percetakan maupun penjualan buku di dalam akta notaris. Hal ini sudah lazim terjadi ketika penerbit berkembang kemudian meluaskan usahanya dalam satu atap menjadi usaha percetakan, pendistribusian, dan termasuk penjualan retail buku dengan mendirikan toko buku. Pengembangan ini membuat penerbit Anda kemudian dapat digolongkan sebagai penerbit besar. Berdasarkan besar-kecilnya penerbit maka penerbit dapat dibagi menjadi Tabel 3.3 Jenis Penerbit Berdasarkan Ukuran Penerbitannya Jenis Penerbit
1. Penerbit Kecil (Small
Volume
Modal
Penerbitan
Produksi*)
3-6 judul per tahun
Publisher)
Keterangan
Rp36.000.000 Umumnya selfs.d.
publisher; penerbit yang
Rp72.000.000 fokus pada bidang terbitan tertentu. Umumnya pekerjaan dialihdayakan.
2. Penerbit Menengah
6-12 judul per tahun
(Medium
Rp36.000.000 Penerbit yang fokus s.d.
pada bidang terbitan
Rp144.000.000 tertentu. Umumnya
Publisher)
pekerjaan dialihdayakan atau memiliki personel penerbit dalam jumlah terbatas.
3. Penerbit Besar (Big
Lebih dari 30 >Rp360.000.000 Penerbit yang judul per tahun
Publisher)
menerbitkan berbagai bidang dan di antaranya memiliki banyak imprint penerbitan dan diversifikasi usaha.
*) asumsi 1 judul menghabiskan biaya Rp12.000.000,00
Semua yang besar tentunya bermula dari yang kecil, kecuali jika seseorang yang berkeinginan mendirikan penerbit memiliki modal yang sangat besar untuk langsung mendirikan major publisher. Pada major publisher-lah umumnya dapat dilihat proses panjang penerbitan buku sebagai suatu alur kerja. Paparan berikut ini adalah hal-hal penting yang perlu Anda persiapkan untuk mendirikan penerbit buku. Pada dasarnya usaha atau bisnis penerbit buku sama dengan bisnis lainnya, bahkan Thomas Woll (2002) menyatakan sebagai bisnis yang relatif mudah untuk dimulai karena hambatan untuk memasukinya sedikit. Thomas Woll menyatakan mudah jika Anda memiliki hal-hal berikut ini:
sebuah ide baru atau konsep baru,
sebuah pandangan berbeda dari ide lama,
jumlah uang yang cukup untuk memproduksi produk anda,
beberapa sarana menjual atau mendistribusikan produk anda meskipun dari mobil anda atau menyalurkan penuh melalui distributor, dan
sebuah tempat untuk menyimpan produk Anda, apakah itu di lantai bawah ataupun gudan yang disewa atau dalam bentuk arsip digital, Anda dapat menjadi penerbit. (Woll 2002: xvii).
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dan analisa diperoleh kesimpulan yang memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti, serta ditulis dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Perjanjian penerbitan buku merupakan perjanjian dalam bidang hukum perdata yang hams tunduk pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Bentuk-bentuk perjanjian penerbitan buku yang banyak dijumpai adalah : Pertama, Perjanjian penerbitan buku dengan lisensi eksklusif hak cipta yaitu: perjanjian yang digunakan bila pencipta / pemegang hak cipta mengalihkan satu atau beberapa hak dad suatu hak cipta yang dimilikinya kepada pemegang hak cipta yang lain, tetapi pencipta / pemegang hak cipta tetap menahan hak-hak lain yang. masih ada pada hak cipta bersangkutan. Hal ini berarti pencipta tetap dapat melaksanakan hak ciptanya atau memberikan lisensi yang sama kepada pihak ketiga (pemegang hak cipta). Kedua, Perjanjian Penerbitan Buku Dengan Penyerahan Hak Cipta (assignment agreement) yaitu : apabila seseorang dengan suatu perjanjian mengalihkan dengan menyerahkan keseluruhan hak cipta yang terdapat pada suatu ciptaan. Tanggung jawab antara pemegang hak cipta dan penerbit terlihat jelas di dalam perjanjian penerbitan buku yang tertuang dalam hal mengenai hak dan kewajiban para pihak. Mekanisme penyelesaian sengketa terhadap perrnasalahan di bidang hak cipta yang dapat dilakukan oleh para pihak adalah : Pertama; penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) maksudnya sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui badan peradilan yaitu sesuai dengan UUHC No. 19 Tahun 2002 melalui Pengadilan Niaga; Kedua : penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) maksudnya bahwa sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui Arbitrase atau ADR (Alternative Dispute Resolution) yang diatur di dalam UU No. 30 Tahun 1999. Penulis menyarankan agar kiranya Undangundang No. 19 Tahun 2002 tentang - “Hak Cipta” disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat, Dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara para pihak disarankan agar ditempuh cara win-win solution guna mencari keadilan antara para pihak. Makin hari makin banyak saja yang berseteru soal copyright. Makin lama makin penting EDITOR BUKU menjaga unsur safety bagi penerbit tempatnya bernaung. Editor selayaknya melek copyright dan peka terhadap upaya-upaya pelanggaran copyright yang dilakukan penulis, penerjemah, penerbit lain, ataupun penerbit tempatnya bernaung akibat ketidaktahuan maupun ketidakpedulian.
Hak Cipta sangat diperlukan, karena untuk melindungi karya-karya anak bangsa dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab, seperti penjiplakan dan pembajakan. Hak cipta dapat memonitor penulis dalam membuat karyanya agar tidak menimbulkan hal buruk bagi pembaca. Penjiplakan adalah tindakan yang tidak baik karena merupakan suatu pelanggaran hak cipta yang merugikan orang lain oleh karena itu harus dihindari.
Daftar Pustaka Diakses pada 1 April 2015 pukul 08.00 http://www.id.wikipedia.org Diakses pada 31 maret 2015 pukul 21.00 http://pengertianpenerbitan.blogspot.com/ Diakses pada 31 maret 2015 pukul 21.00 http://mediadidik.blogspot.com/2014/01/bagaimana-mendirikan-penerbit-buku.html Diakses pada 31 maret 2015 pukul 21.00 http://www.researchgate.net/publication/42323499_Perlindungan_Hukum_Terhadap_P emegang_Hak_Cipta_Dan_Penerbit_%28Kajian_Berdasarkan_UndangUndang_No._19_Tahun_2002%29 Diakses pada 01 April 2015 pukul 14.00 http://fetty.note.fisip.uns.ac.id/2014/12/02/makalah-hak-cipta/ Dikutip dari Apa & Bagaimana Menerbitkan Buku karya Bambang Trim