Hukum
Perspektif Dalam Patenlndonesia Hukum UntukAksesObat Konsumen Kepentingan Toror MennryeNro")
adalahStaf Perencanapada DirektoratHukumdan HakAsasiManusia, KantorMenegPPN/Bappenas-red.
l. Pendahuluan The World Trade Organization (WTO) adalah merupakan oganisasi perdagangan dunia yang anggotanya terdiri dari negara-negara maju dan negara berkembang. Sebagai organisasi internasional yang mempunyai peran penting dalam menentukan arah dan kebijakan perdagangan dunia, organisasi ini menjadi tempat untuk mendiskusikan aturan-aturan tentang perdagangan dunia dengan melihat kepentingan negara-negara tersebut. Dengan keikutsertaan Indonesia sebagai salah satu anggota WTO '1994,maka Indonesia harus melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap peraturan perundangundangan nasionalnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam WTO. WTO itu sendiri merupakan organisasi perdagangan internasional yang terdiri dari negara-negara sebagai anggotanya, dimana negara-negara tersebut harus memafuhi ketentuanketentuan agreement yang ada, seperti the GenernlAgreementof Tariffs and Trade (GATT), the GeneralAgreementon Trade in Seroices(GATS), dan the AgreementonTrade-Relatedlntellectual Property Rights (TRIPs), Salah satu ketentuan yang cukup penting dan menjadi bahan perdebatan yang cukup panjang antara negara-negara maju dan negara berkembang adalah ketentuan yang terdapat dalam TRIPs dimana di dalamnya mengatur mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual (HKD. Ketentuan TRIPs juga mewajibkan negara-negara anggotanya untuk
n0.27l Aprll - )u i2og2 -55 Pembangunan Perencanaan
mematuhi ketentuan-ketentuan dalam konvensi internasional yang mengatur mengenai HKI antara lain the Paris Conaention on Patent and Trademark, the Berne Conaention on Copyrights, the Rome Conaention on Neighbouring Rights, dan the Treaty on lntellectual Property in Respectof lntegrated Circuits. Upaya untuk melakukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan mengenai HKI telah beberapa kali dilakukan. Khusus untuk undang-undang paten telah dilakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 dengan melalui Undang-undang Nomor 13 Tahun 1,997.Dengan diwajibkannya Indonesia untuk tunduk secara penuh terhadap ketentuan dalam TRIPs terhitung pada Januari 2001 maka pada tanggal 1 Agustus 2001 telah disahkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Undang-undang ini merupakan pengganti dari undang-undang paten yang sudah ada. Salah satu isu cukup penting yang dibahas dalam TRIPs adalah dengan dimasukannya produk farmasi (qharmaceuticalproduct) atau produk obat-obatan kedalam obyek yang dapat dilindungi oleh paten. Isu ini menjadi perdebatan yang panjang antara negara-negara industri dengan negara-negaraberkembangbersama-sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang concern terhadap posisi negara berkembang yang lebih lemah. Salah satu kekhawatiran yang timbul adalah adanya kemungkinan kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan bagi masyarakat di negara-negara berkembang untuk dapat mengakses obat-obatan dengan mudah dan biaya yang murah. Kesulitan ini terjadi karena sebagian besar paten di bidang farmasi berada di negara-negara maju, mengingat merekalah yang menguasai teknologi dan modal lebih baik. Mengacu kepada undang-undang paten yang berlaku saat ini, yang dimaksud dengan paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil inverreinya di bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri inventsinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.r Pemberian hak eksklusif ini bersifat monopoli artinya bahwa pihak pemegang hak diberiican oleh negara kewenangan untuk mengeksploitasi penemuaannya tersebut atau memberikan kepada pihak lain biasanya melalui perjanjian lisensi untuk mengeksploitasi temuannya tersebut. Pemberian hak ini oleh negara dimaksudkan sebagai imbalan atas segala upaya yang telah dia keluarkan untuk penemuan atau invensinya tersebut. Dalam bidang industri suatu penemuan baru (inaenfion) seringkali baru dapat diperoleh setelah melalui proses penelitian dan pengembangan yang memakan waktu yang cukup lama dan menyerap biaya yang tidak sedikit, sehingga terhadap penemu tersebutdiberikan hakpaten. Akan tetapi meskipun demikian,perlu diperhatikanbahwa jangan sampai suatu perlindungan paten dapat menghambat perkembangan teknologi dan merugikan kepentingan masyarakat luas. Perlindungan paten haruslah wajar artinya tidak hanya mengutamakan kepentingan penemu saja akan tetapi juga kepentingan masyarakat. Apabila kita lihat perkembangan ketentuan tentang paten yang berlaku di Indonesia, yaihr Undang-undang No. 6 Tahun l9S9yangdisempurnakan dengan Undang-undang No. 13 Tahun '1997 dan terakhir diganti dengan Undang-undang No.14 Tahun 2001, dapat kita lihat adanya perubahan pemikiran yang tertuang di dalam ketentuan tersebut yang lebih mengarah kepada penyesuaian terhadap TRIPs, meskipun seringkali hal-hal yang terkait dengan kepentingan nasional kadang kala terlewatkan. Dilihat dari kepentingan pemegang hak undang-undang yangbaru ini memberikanperlindungan yanglebihkuatakan tetapi dilihatdari sudutkepentingan konsumen obat-obatan ketentuan dalamundang-undangini masih kurangmemberikan jaminan kemudahan untuk akses obat-obatan, khususnya dalam keadaan dimana jumlah obat-obatan yang tersedia sangat terbatas dan harganya tidak terjangkau oleh masyarakat luas. Sebagai
- )unl 2OO2 65 - r.r.n..n".n Pembangunan no.27/ Aptll
Tabel l: A gpolq5l Stage of deweloptDeat the countrt
of nnrld'a pharnceutical induatries of the pbermeceuticel
industy
I{umber of countries
ia lbtel
Iadustrial
Developing
Sophistieated pharmaceutical industry with significant research base:
10
to
o
Phanaaceutical industry roith some ianovative capabilities'J
17
t2
5
Phcrnaceutical indusky rnith capability to produce both therapeutic ingredients E finished pro ducts:
t4
6
8
Pharmaceutical ind ustry fo rmulating finished p rod uets only [trom imported therapeutic ingredientsl
89
a7
Counkies and states uithout a pbarmaceutical industry
60
59
1 Eaeh eountry in this group discovered and marketed at least on Nerr Chemical Entity [NCE] bet$een fg6L - LggE
contoh, iangka waktu perlindungan paten selama 14 tahun, kemudian mulai dengan tahun 1997 diperpanjang menjadi 20 tahun, artinya pemberian hak eksklusif kepada pemegang hak paten meniadi lebih lama. Undang-undang No.6 Tahun 1989 menyatakan proses atau hasil produksi makanan dan minuman (termasuk obat-obatan) tidak dapat dilindungi dengan hak paten, namun '1997 dalam Undang-undang No.13 Tahun dan Undang-undang No.14 Tahun 2001 ketentuan tersebut dihilangkan, sehingga akibatnya proses pembuatan dan hasil produksi yang terkait dengan obat-obatan dapat dilindungi oleh hak paten. Selanjutnya ketentuan yang terkait dengan impor produk paten, dimana di dalam Undang-undang No.6 Tahun 1989 pelaksanaan impor oleh pihak lain bukan merupakan pelanggaran paten, namun Undang-undang No.13 Tahun '1997 dan Undang-undang No. 14 Tahun 2001 melarang adanya impor oleh pihak lain tanpa seijin pemegang paten. Kondisi ini memaksa terjadinya transfer pricing yang menjadi penyebab masyarakat tidak dapat membeli obat-obatan dengan harga yang lebih rendah. Dari perkembangan ketentuan tersebut tentunya dilihat dari perspektif kepentingan konsumen menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam akses untuk memperoleh obat-obatan yang dapat terjangkau masyarakat luas. Kajian ini akan berusaha membahas dan menganalisa ketentuan-ketentuan paten terkait yang dapat belpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam mengakses obat-obatan. Kajian ini akan menitik beratkan pada ketentuan yang terkait dengan larangan import oleh pihak ketiga tanpa seijin pemegang hak (parallel import) dan ketentuan mengenai pemakaian paten oleh pemerintah serta lisensi wajib (compulsorylicensing).Kedua ketentuan ini akan sangatberpengaruh pada ketersediaan dan harga obat-obatan di Indonesia.
ll. LatarBelakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang obat-obatantelah melahirkan banyaknya obat-obatanyang dapat mengurangi penyebaranpenyakit atau bahkan dapat menyembuhkanberbagaimacampenyakityang ada.Salahsatu contohvirus yangsampaidengan saatini telah menjadi penyebabkematiandibeberapa negaraadalahvirus HIV/AIDS. Teknologi pengobatanterbaru menyatakanbahwa kombinasi anti-retroairalterapi dapat mengurangi pertumbuhan virus ini pada orang-orangyang mengidap virus HlV-positif. Namun demikian Penemuanterapi jenis ini belum dapat dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkannya terutama di negara-negaraberkembang, dengan alasan ketidak mampuan mereka untuk membelinya.Bahkan di beberapanegara,meskipun orang tersebutmampu membeli obat yang sangatdibutuhkan tersebuttetapi merekatidak dapat memperolehdi pasarandomestik,karena
no.27 Apd| - luni2oo2-67 Perencanaan Pembangunan
foko Obat hampirsebagian besarpemilik teknologi obatobatandan produsen obatobatanberasaldari ne9ara-negara industri
industri farmasi sebagaipemegangpaten tidak memasarkanproduk mereka di negaratersebut dengan alasannegara tersebutbukan merupakan pasar potensial. Dari data yang ada disebutkanbahwa lebih da.riSg%o pengidap virus HIV/AIDS tinggal pada negara-negaradengan gross'nationalproduct(GNP) yang rendah. Permasalahanini tidak hanya dihadapi pada negara-negaramiskin saja, bahkan pada negara yang pendapatan perkapitanya relatif baik pun masih menghadapi kendala berupa biaya. Misalnya pada rumah sakitBamrasnaraduradi Bangkok,Thailand,hanya20dan2000pasienyang mampu memperoleh pengobatanberupa triple drug cocktailssetiap bulannya, sementaraselebihnya mendapat pelayananyang minimal. Padahalobat jenis ini merupakan standar pengobatandi negaranegaramaju.2 Adanya kenyataanbahwa produsen obat-obatansebagaianbesar berasal dari negaranegaramaju dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh the llnited NationsIndustrial Deaelopment Organization(UNIDO) yang melakukan pengklasifikasianterhadap 190 negara menjadi 5 kelompok yang didasarkanpada tingkat perkembanganteknologi dan kemajuan industri obat-obatan,tabel 2.3 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir sebagianbesar pemilik teknologi obatobatan dan produsen obat-obatanberasal dari negara-negaraindustri, satu-satunyaindustri obat-obatanyang beradadi negaraberkembangadalahindustri yang masih menggunakanbahan dasardan teknologidari negaramaju (kelompok4).Hal ini menunjukkanbahwa kalaupu4ada industri di negaraberkembang akan tetapi pemilik teknologinya.tetap ad4 pada negara maju sehinggaindustri pada negaraberkembangdi sini dapat dikat"gotiku., sebagaikinsumen, meskipun bukan konsumen akhir. Dalam memproduksi obat-obatanini, produsen obat-obatan di negara berkembang sangat tergantung pada bahan^dasar obat yang berada pada pasar internasional,karenapada dasarnyaindustri ini tidakmemiliki kemampuanuntukmemproduksi sendiri obat-obatan.Adanya kenyataanini merupakanmerupakansalahsatupenyebabmengapa negara-negaramaju atau industri sangatperhatian dengan permasalahanperlindungan paten untuk obat-obatankarenabanyak keuntungan yang dapat diperoleh dari kondisi ini.
2 (ConpuboryLkensing andParallel lnportingll,lntdotheynan?Mllil,eyinfor
r).
acc6stoessartiatdrugsforpeople tiuingwithHM/AidsZl(Ag, Margaret Duckett, halaman
3 TheTRIPs Reportof anASEAN V'ibrkshop ontheTRIPs 4reementandPharmaceutkals, agreement anditsimpact onPharmaceuticals, Directorate G€neral of Drugandfood - Wtl0,halaman Conkol 20
-Juni2002 68 - rur.n..n"rnPembangunan no.277April
Adanya kemungkinan timbulnya hambatan untuk memperoleh obat-obatantertentu, baik dengan alasan ketidaktersediaannyaobat-obatantersebut maupun karena alasan harga yang tidak terjangkau,maka perlu adanyapenyempurnaanterhadapbeberapaketentuan yang ada di dalam Undang-undang Patenyang ada pada saatini, terutama masalah mengenaiparalIel importmaupuan lisensi wajib. (WHO) sebagaiorganisasikesehatandunia, mempunyai tugas WorldHealthOrganization untuk menyelenggarakansekaligusmendorong terciptanyastandar kesehatanyang samabagi negara-negaraanggotanya, termasuk di dalamnya masalah obat-obatan.Organisasi ini telah menyusunarahanatau guidelinestentangkesehatanmasyarakatbagisemuanegaraanggotanya. Arahan atau Guidelinestersebutdi muat dalam buku yang berjudul " Globalization and Accessto HealthEconomics and Drugs DAP SeriesNo.7 on the WTOITRIPsAgreement), Drugs" (Perspectiaes (Reaised). Di dalam buku ini disebutkanbahwa salah satu program aksi dari WHO untuk rightsdi dalamhukum pemakaianessentialdrugs adalahdenganmembatasipelaksanaanexclusiae paten setiap negara, melalui penggunaan lisensi wajib (compulsorylicense)dan pelaksanaan parallelimport.Negara anggotaWHO harus memperhatikankemungkinan adanya penyesuaian terhadapperaturan perundang-undangannasionalnyamasing-masing.Sebagaistrategi negara anggota,merekadiharapkan dapat melakukanpenyesuaianantarakebijakannasionaldi bidang obat-obatandengan globalisasiperdagangandan distribusi obat-obatan.Terkait dengan hal tersebutsalah satunya adalah denganmelakukan reformasi peraturan perundang-undangandi bidang hak kekayaanintelektual (HKD.
lmport lll. Par allel Salah satu cara bagi konsumen pada negara-negara berkembang dan miskin untuk memperoleh obat-obatan dengan harga murah adalah dengan melalui kemungkinan adanya parallel import. Parallel import pada dasarnya merupakan kegiatan import oleh pihak ke tiga terhadap produk yang dilindungi oleh HKI tanpa izin dari pemegang hak, meskipun pihak ke tiga tersebut membelinya di pasar bebas yang ada di negara lain. Praktek parallel import ini terjadi karena dari data yang ada menunjukan bahwa suatu produk obat-obatan kemungkinan akan dipasarkan dengan harga yang berbeda-beda antara suatu negara dengan negara lainnya. Adapun variabel-variabel yang berpengaruh dalam penentuan harga suatu obat-obatan adalah: 1.
Kebijakan pemerintah, seperti perbedaan kondisi pelayananan kesehatan dan pengobatan, perbedaan sistem pembiayaan dalam pemberian pelayanan kesehatan, perbedaan sistem pembayaran, disamping juga adanya kebijakan intervensi pemerintah dalam mempengaruhi pasar dan perdagangan;
2.
Perbedaan tingkat inflasi dan perbedaan nilai tukar;
3.
Ferbedaanpendapatanperkapita;
4.
Strategi pemasaran dari pemegang paten dan perbedaan sistem distribusi;
5.
Sitem pemberian diskon dan subsidi terhadap produk obat-obatan untuk negara-negara miskin
6.
Perbedaan peraturan perundang-undangan, seperti hukum tentang pertanggungjawaban produk, dan sistem perpajakan;
7.
Perbedaan aturan perlindungan paten antar negara. a Dengan adanya faktor-faktor tersebut di atas harga jual suatu obat pada suatu negara
4 PanllelTrade: lFPl|A:20ffi: halananI n lmewtiveandhod QuaWl,ledicines; A BxioeforRducingPatients',kcess
-69 no,27l Apri| - )uni2OOZ Pembangunan Perencanaan
Tabrl2: Price of Somr IIMAIDS drugsper capsuleor tablet 1996prices taktn as refenre (f00%)
120
N o cOmpetj[0n
Cornpetition
r 1gg5 N1gg7 1998 a19gg r 2000
q'100
Ero 960 o40 20 0 lndinavir cap Saquinavircap Lanivudine 400nq 200 ng tabs 150ng
Zalcitabine Didanosine Zidovudine (dd| 100 ns (zDvl 100ns 0.75nj
kemungkinan akan berbeda dengan harga jual obat sejenisdi negara lain. Akan tetapi karena adanya ketentuan dari undang-undang paten yang melarang konsumen untuk membeli obatobatan dart negara lain tanpa seijin pemegang hak dengan melalui kegiatan parallel import, maka konsumenmau tidakmauharus membeliobatdinegaranyasendirimeskipun hargajualnya lebih tinggi. Tertutupnya kemungkinan suatu obat-obatanyang dipasarkan secarabebaspada suatu negaratetapi dilarang masuk ke dalam negaralain dengan alasanpelanggaranhak paten akan dapat berpengaruhpada struktur market di negaratersebut.Kondisi ini akan menyebabkan adanya kemungkinan suatu perusahaanobat-obatanmempunyai posisi monopoli pada suafu negara mengingat tidak ada pesaing dari produk yang sejenis,termasuk juga kemungkinan produk miliknya sendiri yang dipasarkandinegara lain. Disamping hal-hal tersebutdi atas,ada tidaknya kompetitor suatu produk obat-obatandi suatu pasar akan sangat berpengaruh terhadap harga jual dari produk obat-obatantersebut. Dari data yang dikemukakanoleh UNAIDS, B.Samb,2000 disebutkanbahwa adanyakompetisi sengatberpengaruh terl'radaphargajual obat tersebut.s Dari data di atas dapat dilihat bahwa mulai tahun 1996sampai dengan tahun 2000,obat jenislndinaufrcap400mg danSaquinaair cap 200mg prosentaseharganyarelatif tidak mengalami penurunan mengingat kedua jenis obat ini dipasarkanpada marketyang tidak kompetitif. Sementaraitu obat jenis I-amiaudinetabs150 mg, Zalcitabine0.75 mg, Didanosine100 mg, dan Zidoaudine100mg dalam jangka lima tahun prosentasehargaobat-obattersebutmenurun sangat banyak.Bahkanuntuk jenis obat Zalcitabine pada tahun 2000hargajualnya hanya sekitar10% jika dibandingkan dengan harga jual pada tahun 1,996.Hal ini menunjukkan bahwa semakin terbuka suatu market obat-obatanakan sangatberpengaruhpada harga jual dari obat-obatan tersebut, yang pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada kemampuan konsumen untuk memperolehobat tersebut. Apabila kita melihat ketentuanmengenaiparallelimportpada hukum paten Indonesia,ada perkembanganpemikiran dari masake masa.Undang-undangNo. 5 Tahun 1989tentangpaten membatasihak eksklusif dari pemeganghak paten yaitu dengan tidak memberikan hak untuk melakukan pelaranganimportproduk paten atau dengankata lain parallelimportdiperbolehkan. Pasal 20 undang-undang tersebut menyatakan bahwa impor atas hasil produksi yang diberi paten atau dibuat denganprosesyang diberi patenbukan merupakanpelaksanaanpaten,artinya bahwa pemeganghak patentidak mempunyai hak untuk melarangadanyaparallelimporf. Namun I
TheTRIPs agreemmt andPharmaceuticals, Reportof anASEAN \frb*shopontheTRIPS agreement anditsimpacton Pharmaceuticals, Directorate General of Drugard - WH0.halamanl0 FoodControl
-)unl2002 Pembangunan no.27/ April 70 - P.run.rnurn
demikian pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia mengadakanpenyesuaianundang-undang patennya dengan ketentuan TRIPs yaitu melalui penetapan UU No.13 Tahun 1,997yang merupakan revisi dari UU No. 6 Tahun 1989.Sebagaiakibatnya ketentuan mengenai hak pemegangpaten diubah sehinggatermasuk di dalamnya adalah hak untuk melarang adanya impor barang paten tanpa seijin pemeganghak. Sebagaimanaundang-undang pendahulunya, Pasal 16 Undang-undangNo. 14 Tahun 2001memberikan hak eksklusif kepada pemegangpaten untuk melarang pihak lain tanpa mengimpor produk yang terkait denganpatenmiliknya. Selanjutnyauntuk patenpersetujuannya, larangan untuk mengimpor ini hanya berlaku untuk impor produk yang semata-mata proses dihasilkan dari penggunaan paten-prosesyang bersangkutan.Adapun pengecualiandari ketentuanini hanya terbataspada tujuan untuk pendidikan, penelitian,percobaanatau analisis. Selanjutnyadalam pasal 19 memberikan kewenangan kepada pemegangpaten-prosesuntuk melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor tanpa persetujuannya.Hal ini menunjukanbahwa kewenangandari pemeganghak paten sangatbesar termasuk juga untuk mencegahadanyapihak lain yang melakukanimpor produk yang bersangkutantanpaseijinnya. Untuk melihat sejauh mana perlindungan hukum kepada pemegangpaten di Indonesia, maka menurut hemat kami dapat dengan memperbandingkan ketentuan dalam TRIPs yang padadasarnyamasih memberikanpeluang adanyaparallelimportdalam suahr negara.Article 28 TRIPsmenyatakanbahwa pemegangpaten memiliki hak eksklusif untuk melarangpihak ketiga tanpaseijinnyamemakai,menggunakan,mejual termasukjuga mengimpor produk yang terkait denganpaten tersebut.6Namun terhadapketentuantersebutterdapatcatatanbahwa dalam of melarangimpor terhadap produk tersebuttidakboleh bertentangandenganprinsip exhaustion IntellectualPropertyRights.TSelanjutnyadalam literatur, doktrinexhaustionof intellectualproperty rightsadalah doktrin dimana pemeganghak paten "exhausts"atau kehilangan haknya setelah penjualanpertama dari produk paten pada suatu negara.s Dari ketentuan TRIPs tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnyaTRIPs tidak melarangadanya praktek parallelimport.Kebijakanuntuk melarangatau membolehkanadanya parallelimport diserahkanpada hukum nasional masing-masingnegarayang bersangkutan. Padabeberapa negara maju praktek parallelimport memang dilarang, hal ini terutama untuk melindungi kepentinganindustri mereka,sebagaicontohAmerika Serikattermasuknegarayang sangatmenentangadanya parallelimportbaikdalam hal perdagangandomestik merekamauPun perdaganganantara negara.Akan tetapi negara-negaraEropa yang tergabung dalam European Urion memberlakukanpasartunggal antar negaraanggotanya,dan membolehkanadanyaparallel import sepanjangmasih dalam lingkup pasar tunggal mereka.Indonesia sebagainegara berkembangdengan jumlah penduduk yang cukup besar seharusnyamemperhatikan permasalahanini, dimana adanya larangan parallelimport dalam hukum paten Indonesia akan dapatberpengaruh terhadap ketersediaanobat-obatannasional.
6 Artich28 TRlPs, yangmmyatakan: A Patefit rihts: shallconferon itsownerthefollowing exclirsive (a) wherethesubjectmatterof a patentis a product,to prwentthkdpartiesnothaving$e owner'sconsent or fromtheactsof:making, using,offeringfor sale,selling, irnporting for thesepurposes thatproducL (b) Wrre tfreerbjectmatterof a patentb a process, aM fromtheactsof:using, for thead of usingtheprocess, thirdpartis nothavingtheome/s consent to prevent offering dhectlybythatproces. at leantheproductobtained lor sale,selling,of importing for ihesepurposes 7 Artkles TRlpsmenmtakan: Fq ilp prpsesot disptesettlenat underhis&renent, subl,ed tln ksueOLhe shallbeusedto address to thepruisbnsof ktifus 3 and4 rcthingin hb Agreenent dhaq4in
^f
;delt
h'.1n
etu;dht
t htqratirEPublictleathConceng xiv tnMophg Contrbs,Suth Cf'nre,200,halaman trrtoPatentLegislation
no.27l Apdt - lunl2002'7 | Perencanaan Pembangunan
Bukubacaan. Dalam ketentuan TRIPs inidapat disimpulkan meskipun bahwa adakemungkinan pemakaian paten olehpihaklain tanpaseijin pemegang hak, tetapharus ada pemberitahuan pemegan kepada
fV.LisensiWajib(Compulsory Licensel Isu lain dalam undang-undang paten Indonesia yang terkait dengan kemudahan masyarakat dalam mengakses obat-obatan adalah ketentuan mengenai lisensi wajib dan pemakaian paten oleh pemerintah. Secara umum pengertian lisensi wajib adalah hak dari pemerintah untuk memberikan lisensi kepada pihak ke tiga Oaik itu swasta, badan pemerintah, atau pihak lain) untuk menggunakan paten yang bersangkutan tanpa perlu adanya persetujuan dari pemegang hak paten. Lisensi wajib ini harus ditetapkan oleh otoritas tertentu misalnya pemerintah melalui putusan pengadilan untuk pihak yang memenuhi persyaratan tertentu dimana salah satu persyaratannya tetap harus ada pembayaran sejumlah uang sebagaikompensasi bagi pemegang hak. Compulsorylicenseatau lisensi wajib pada dasarnya tidak dikenal di dalam TRIPs, akan tetapi prinsip dasarnya tertampung dalam article 31 mengenai "other usewithout authorizationof theright holder" (pemakaian paten tanpa seijin pemegang hak paten). Salah satu alasanpemakaian lisensi wajib ini adalah karena pihak yang mengajukan lisensi telah mengajukan permohonan untuk mendapat lisensi tersebut akan tetapi tidak berhasil meskipun pihaknya telah mengajukan penawaran yang layak dan permohonan tersebut diajukan dalam jangka waktu yang memadai. Disamping alasan tersebut, ketentuan article 31 juga rnembuka kemungkinan pengajuan permohonan pemakaian paten tanpa seijin pemegang hak dengan alasan karena adanya kepentingan nasional yang mendesak (national emergency)atau adanya kondisi yang sangat mendesak lainnya (other circumstencesof extreme urgency) atau pemakaian non-komersial unhrk kepentingan publik (public non-commercialuse).Dalam hal untuk kepentingan nasional yang mendesak atau kondisi yang sangat mendesak lainnya, pemegang hak harus diberi tahu sesegera mungkin. Sementara itu dalam hal pemakaian non-komersial untuk kepentingan publik, dimana pemerintah atau pihak lain tanpa mengadakan pencarian paten tahu bahwa teknologi paten tersebut akan digunakan untuk kepentingan negara maka pemegang hak paten tetap harus diberi tahu sesegera mungkin.e Dari kondisi yang diatur dalam ketentuan TRIPs ini dapat disimpulkan bahwa meskipun ada kemungkinan pemakaian paten oleh pihak lain tanpa seijin pemegang hak, tetap harus ada pemberitahuan kepada pemegang hak. Pengajuan permohonan t Article31 myatakanbahwa: ..Viherethe|awofaMembera||ousforotheruseofthesubjectmattero|apatent@inc|udingusebythegwernmentorthirdparties provisions authorised by the govemment, thefollowing shallbe respected : (a)... (b) . ..Thisrequhement of@-ulgenclor maybewaived bya Member in thecaseof a national emergency or otherciromstances use... ."
- P rn"^n^un gunan Pemban no.27/ Aptil- tuni2oo2 72 "r
in casesof publicnon
pemakaianpaten ini tdap harus melalui prosespenilaianoleh otoritastertentu misalnya diwakili oleh institusi pemerintah. Otoritas tertentu ini tetap harus mempunyai kewenangan untuk melakukan review setiap saat terhadap keputusan pemberian ijin pemakaian paten ini, dan dapat menghentikan ijin tersebut apabila dasar alasanpemberian ijin sudah tidak ada. Segala keberatanterhadapkeputusandari otoritastertentu ini, tetapharus dapat dinilai oleh pengadilan atau institusi independen lain yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Pemakaianpaten tanpa seijin pemegang hak, pada dasarnya diajukan karena adanya kondisi yang sangat mendesak pada satu wilayah tertentu, oleh karenanyapemakaiandari hak ini harus dibatasi pada wilayah domestik wilayah negara yang bersangkutan. Disamping itu terhadap pemegang hak paten tetap harus memperoleh kompensasi sejumlah tertentu (adequateremuneration) dengan memperhatikannilai ekonomi yang ada. BagianKetigaUndang-undangNo. 14Tahun 2001mulai pasal74sampaidengan87mengatu mengenailisensi wajib. Disamping itu ketentuan lain yang masih terkait dengan hal ini adalah ketentuanyang diatur dalam BAB VII Pasal99 sampai dengan 103 tentang PelaksanaanPaten oleh Pemerintah. Undang-undang Patenyang baru, menyatanbahwa pemberidn lisensi wajib hanya dapat diberikan berdasarkan keputusan Direktorat JenderalHak KekayaanIntelektual, Departemen Kehakimandan HAM. Hal ini agakberbedadenganketentuandari Undang-undangpaten lama, UU No. 13Tahun l,gg7,yangmenyatakanbahwa pemberianlisensiwajib hanya dapat diberikan melalui keputusan Pengadilan Negeri. Selanjutnya alasan pemberian lisensi wajib menurut Undang-undangNo. 14 Tahun 2001ada tiga macamyaitu: 1.
Paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan sama sekali di Indonesia oleh pemegang paten atau telah dilaksanakan oleh pemegang paten namun tidak sepenuhnya (failure to work grounds)ro;atau
2.
Pemegang paten atau penerima lisensi telah melaksanakan hak patennya namun dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.tt APa yang dimaksud dengan merugikan kepentingan masyaiakat sama sekali tidak diberi penjelasan, tentunya pihak Direktur Jenderal HKI yang akan menentukan ruang lingkup dari ketentuan pasal ini. Menuruthematkami ketidakjelasan dari ketentuan ini merupakan salah satukelemahan dari undang-undang ini, mengapa pembuat undang-undang tidak mencantumkan secara tegas hal-hal apa saja yang masuk dalam kategori merugikan kepentingan masyarakat, sehingga dapat menghindari adanya interpretasi yang bermacam-macam dan dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Lisensi wajib juga dapat diajukan sewaktu-waktu dengan alasan bahwa pelaksanaan patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar paten lain yang telah ada. Untuk menggunakan alasan ini, pemohon lisensi harus dapat membuktikan bahwa paten yang akan dilaksanakan benar-benar mengandung unsur pembaharuan yang nyata-nyata lebih maju dari paten yang sudah ada.rz Kondisi ini akan terjadi apabila ada dua temuan yang saling terkait satu dengan yang lainnya, sehingga menyebabkan adanya ketergantungan dari masing-masing pihak pemegang paten tersebut untuk saling membuka teknologi yang dimilikinya agar dapat melaksanakan patennya. Ketentuan ini relatif merupakan kemajuan jika dibandingkan dengan undang-undang paten yang lama, karena dapat mencegah adanya building block yang dilakukan oleh pemegang hak paten agar pihak
l0 Pasal 75ayat(2) Undang-undang No.t 4 Tahun 2001 11Pasal 75alat (3) Undangrundang No.14 Tahun2001 12 Pasat82 Undang-undang No.14 Tahun2OO1
-7 3 Pembangunan n0,2z/ Aplil- lunl2OOz Perencanaan
lain yang berkepentingan atas teknologi yang bersangkutan tidak dapat untuk mengakses. Hal ini terkait dengan isu yang ada dalam hukum persaingan usaha, dimana dikenal adanya praktek-praktekpenggunaan hakkekayaan intelektual untukmenciptakan kondisi monopoli. Adanya kemungkinan pemegang paten menggunakan hak eksklusifnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat anti kompetisi ini, misalnya dengan menciptakan hambatan bagi pelaku usaha lain untuk masuk dalam pasar yang sama, mencegah pihak lain untuk mengakses teknologi yang dimilikinya sehingga dia sebagai satu-satunya pihak yang memonopoli teknologi tersebut dan menghambat kemungkinan adanya pengembangan teknologi tersebut.
Masih terkait dengan isu pemakaian paten tanpa perlu ijin dari pemegang hak adalah ketentuan yang terdapat dalam BAB VII tentang Pelaksanaan Paten oleh pemerintah, pasal gg sampai dengan pasal 103. Dalam hal pemerintah melihat adanya alasan untuk pertahanan keamanan negara dan kebutuhan yang sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, maka pemerintah atau pihak ketiga dapat melaksanakan paten tanpa seijin pemegang hak dengan melalui keputusan presiden. Selanjutnya dalam penjelasan dari pasal 99 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat" adalah seperti untuk kepentingan pengadaan obat-obatan dalam hal terjadi wabah (endemi), dan pengadaan peptisida, dalam hal adanya serangan ham.a tanaman yang menyebabkan gagalnya Panen secara nasional. Ketentuan ini merupakan kemajuan dilihat dari sudut pandang kepentingan konsumen obat-obatan karen jika dibandingkan undang-undang paten terdahulu satu-satunya alasan pemerintah untuk menggunakan paten adalah karena kepentingan keamanan nasional. Apabila kita melihat ketentuan lisensi wajib dengan pemakaian paten oleh pemerintah terdapat perbedaan yang prinsipiil baik dilihat dari sudut alasan maupun prosedur pengajuannya. Secara umum alasan pengajuan lisensi wajib lebih didasarkan pada alasan ekonomis, sementara alasan pengajuan pemakaian paten oleh pemerintah karena kepentingan nasional dan masyarakat luas. Dilihat dari prosedur pengajuannya lisensi wajib dimulai dari permohonan pihak ketiga dan persetujuan pemberiannya oleh DirektoratJenderal Hak Kekayaan Intelektual, sementara prosedur pemakaian paten oleh pemerintah melalui keputusan presiden setelah mendengar pertimbangan dari menteri yang terkait. Ketentuan ini tidak mengatur secara jelas bagaimana mekanisme pengajuan pemakaian paten oleh pemerintah, apakah LSM atau masyarakat dapat mengajukan permohonan ini ke suatu departemen terkait misalnya Departemen Kesehatan, selanjutnya departemen ini yang akan mengajukan permohonan tersebut ke Presiden. Bagaimana jika masyarakat melihat perlu adanya tindakan pemerintah untuk pemakaian patery akan tetapi departemen yang bersangkutan tidak melihat perlu adanya tindakan. Semestinya dalam merancang ketentuan ini harus secara lengkap mengatur mekanisme ini, mungkin pemerintah akan mengaturnya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan ini, sebagaimanayang diatur dalam pasal 103Undang-undang Paten.r3
V.Perspektif Konsumen Kondisi perekonomian Indonesia masih belum pulih kembali dari krisis ekonomi global yang berkepanjangan dengan ditandai oleh merosotnya nilai rupiah terhadap dollar menyebabkan tingkat hidup masyarakat semakin rendah. Rendahnya tingkat hidup masyarakat pada negaranegara berkembang sangat berpengaruh pada kemampuan daya beli masyarakat pada negara| 3 Pasal 103Undang-undang No.14Tahun 2001 "TatacarapelalGanaan PatenolehPemerintah diaturdenqanPeraturan Pemerintah."
-l - Perencanaan Pembangunan / lf no. 27l April - Juni2002
negara tersebut. Salah satu kebutuhan dasar masyarakat tersebut adalah kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang berupa pelayanan tenaga medis, fasilitas kesehatan dan juga termasuk aksesuntuk memperoleh obat-obatan. Masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat tersebut menyebabkan akses mereka untuk mendapatkan obat-obatan semakin kecil. Sementara itu obatobatan yang beredar di Indonesia meskipun sudah diproduksi di dalam negeri akan tetapi masih menggunakan bahan dasar import menyebabkan harga jual dari obat-obatan tersebut relatif masih tinggi sehingga bagi sebagian masyarakat miskin, obat-obatan merupakan barang mewah yang sulit untuk didapatkan. Dengan adanya kenyataan tersebut, maka perlu kebijakan pemerintah yang komprehensif sehingga dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat luas khususnya dalam memperoleh aksesterhadap obat-obatan. Salah satu cara untuk mengakomodasi kepentingan tersebut adalah dengan mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan yangada, khususnya peraturan perundang-undangan di bidang paten. Pada dasamya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau IntellectualProputy Rights(IPR) memberikan perlindungan baik terhadap karya-karya inielektual, sastra, dan artistik melalui copyights, neighbouring righfs, maupun penemuan-penemuan di bidang indushi melalui trademarks,patent,geographicalindicstions,industrial daigns, trade*crets. Hak paten sebagai salah satu bagian dari HI{, merupakan hak yang diberikanolehnegaraterhadapseseorangyangtelahmelakukanpenemuan(lnamtions)dtbidangteknologi untuk jangka waktu tertentu. Hak yang dimilik oleh penemu ini bersifat eksklusil dimana dia oleh undang-undang diberikan kewenangan unhrk melarang pihak lain tanpa seijinnya menggunakan hasil temuannya tersebut. Meskipun demikian hak tersebut tidaklah bersifat mutlals undang-undang paten yang baik harus dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan pemegang paten dengan kepentinganmasyarakatluasdengancaramencegahadanyapenyalahgunaanhakolehpemegangPaten. Salah satu cara pemberian perlindungan terhadap masyarakat luas terutama dalam hal aksesterhadap obat-obatan, adalah dengan melalui kemungkinan adanya parallel import danlisensi wajib. Kenyataan menunjukan bahwa adanya undang-undang paten yang mengatur perlindungan di bidang farmasi berpengaruh terhadap industri obat-obatan pada suafu negara. Pada beberapa negara-negara Amerika Latin seperti Chili, Colombia dan beberapa negara latin lainnya, menunjukan bahwa dengan ditetapkannya undang-undang paten, maka Foreign Direct Inaestment (FDI) pada industri farmasi di negara-negara tersebut tidak mengalami peningkatan, kecuali berupa pengambilalihan perusahaan farmasi lokal oleh perusahaan asing. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya perlindungan paten terhadap farmasi, maka perusahaan-perusahaan farmasi di luar negera-negara Amerika Latin lebih memilih untuk mengeksport produknya ke negara-negara tersebut dari pada membangun industri farmasi pada negara Amerika Latin tersebut. Sebagai akibatnya neraca perdagangannya mengalami defisit karena secara bertahap produk obat-obatan lokal diganti oleh produk import. Kondisi seperti ini juga terjadi di Thailand, dimana meskipun pada tahun 1989 prosentase produksi obat-obatan domestiknya mencapai 87,6% dankonsumsi, yang berarti hampir sebagian besar kebutuhan akan obat-obatan nasional negaranya dapat dipenuhi oleh industri farmasi lokal. Namun demikian dengan adanya undangundang paten yang memasukan obat-obatan sebagai obyek yang dapat dipatenkan, baik sektor industri maupun konsumen obat-obatan di Thailand tidak memperoleh banyak keuntungan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO bekerjasama dengan Centre for Health Economics, Universitas Chulalongkorn menunjukanbahwa dengan adanya undang-undang paten maka tidak ada peningkatan alih teknologi di bidang farmasi, tidak ada alih teknologi baru di bidang farmasi yang dapat menunjang pelaksanaan penelitian dan pengembangan, adanya tendensi peningkatan import obat-obatan dari luar negeri, tidak adanya peningkatan FDI dibidang farmasi, dan terhadap obat-obatan yang ada di pasar tidak ada kecenderungan harganya turun.ra Directorde General of DrugandFood andi6 inpactonPharnaceuticals, 14 Iln TRtkagreanattandPharnaceutkab, kpa't ol anASE{,IlhrtahoponthelqlPsagreanent - WH0,halaman Control 23,24
no.27 Aptil'Juni2OO2' Perencanaan Pembangunan / )
Salah satu contoh yang dilakukan oleh negara lain dalam upaya untuk meningkatkan kemudahan masyarakat dalam mengaksesobat-obatanadalah yang terjadi di India dimana pemerintah memberikankewenangankepadaindustriobat-obatandilndia untukmemproduksi obat-obatan untuk pasar domestik tanpa harus membayarbiaya lisensiyang berlebihan (exorbitant licensingfees).Sebagaiakibatnya masyarakatdi India dapat membeli obat-obatantertentu dengan harga yang relatif lebih murah misalnya Lariam (obat untuk Malaria) di USA dijual denganharga $32 sementaradi India hanya 94.AZT, salahsatu obat untuk AIDS, di USA dijual dengan harga $239,sementaradi India hanya $48. Harga yang relatif murah tersebut, masih menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi kepada the Indian pharmaceutical company (CIPLA) dan stockholders-nya.ts!
DaftarPustaka TheResultsoflhe UruguayRoundof MultltateralTradeNegotlatlons, the LegalText,Ihe GATTSecretartat, 1995 UUNo.6 Tahun1989 tentangPaten UUNo.lil Tahun1997 tentang PerubahanUUNo.6 Tahun1989 tentangpaten UUNo.14 Tahun2001tentangPaten CompulsotyLlcenslnrandParaltetlmpoir'(tn{Whatdotheymean?Witttheyrrnpror€accessto essenta, druEsfor peoptottvtnrwlthHw/NDS?, ICASO, MargaretDuckett. GlobatlzattonandAccesstoDtuEs,Perspecflvesonthewfo/tRlPsAgreement, HeatthEconomtcsandDru6sDAPSerteswo, 7 (Revised),the World (WHO),1999 HealthOrganl2atlon tnteg/atlng Publlc Heatth Concemslnto Patent le€lisration tn Developln4Countries,SouthCentre,2OO TheTRlPsAgeement, a GuldefortheSoutn.thellruEuayRoundMreementonnade-RetatedlntettecluatPrcpertyRrghts,SouthCentre,1997 TheTRtPsagrcementand Pharmaceuucats,Repoftof an ASEANWorkshopon the TRIPi a9reementand tts tmpacton PharmaceutlcargDlrectorate Generalot Drugand FoodControl- WHO
15 compursorylrcenslngandParcltetlmpofing,whatdotheymean?WlttheylrnproyeaccesstoessenfrardruesforpeoptelMn9wtthHtu/AlDs ICASO, MargaretDuckett,halaman5
n0.27/ Aprlllunl2|J[2 7 6 ' ,ur"n""r""nPernbangunan