KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
HUKUM ADAT DAN KOMERSIALISASI HUTAN DI LUAR JAWA PADA MASA ORDE BARU • Sebelum periode pemerintahan Orde Baru (sebelum tahun 1966), hutan-hutan alam tropika di luar Jawa pada umumnya belum dimanfaatkan secara terencana dan besar-besaran sebagai sumber tambahan penghasilan negara dan devisa. • BUMN dan pengusaha swasta Indonesia belum punya cukup modal, teknologi, dan pengalaman dalam mengeksploitasi hutan tersebut secara ekonomi modern (baca: kapitalistik).
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
• Strategi pertama yang diambil Pemerintah dalam mengeksploitasi hutan tersebut secara modern adalah mengundang modal, teknologi, dan ahli asing. • Muncul: Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. • Pemerintah berhasil mengesahkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Ini adalah satu produk legal penting, yang kondusif bagi penanaman modal asing di bidang kehutanan di Indonesia • Tidak semata-mata ditujukan bagi perlindungan dan pengurusan hutan saja, bahkan ditujukan untuk pemanfaatan hutan, yaitu mengeksploitasi hutan alam demi pemasukan devisa bagi negara.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
• Undang-Undang No. 8 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Dengan demikian, makin gencarlah kegiatan eksploitasi hutan secara komersil di Indonesia. • Kini perusahaan yang beroperasi di bidang eksploitasi hutan tidak lagi terbatas pada perusahaan dengan modal dari luar, tetapi juga terbuka bagi perusahaan modal dalam negeri.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
•Pesatnya kegiatan perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (PP-HPH) mengeksploitasi hutan alam sejak akhir tahun 1960-an dan mencapal puncaknya pada tahun 1980-an.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
• Jumlah PP-HPH, peningkatan jumlah produksi kayu bulat dan kayu olahan, peningkatan jumlah tenaga kerja yang bergiat di sektor kehutanan, peningkatan hasil devisa yang diperoleh negara dari ekspor kayu, dan pendapatan pemerintah dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan, Iuran Hasil Hutan , serta Dana Reboisasi.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
MASALAH HUKUM ADAT DAN TANAH ULAYAT • Usaha eksploitasi hutan yang dilakukan oleh PP-HPH tidak selalu berjalan mulus. Di mana-mana PP-HPH menghadapi berbagai masalah yang muncul karena adanya hukum adat atas tanah hutan yang menjadi hak konsesi mereka. • Akibatnya, sering timbal perselisihan tanah antara PP-HPH melawan masyarakat lokal, ketika kepentingan kedua belah pihak saling beradu.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
MASALAH HUKUM ADAT DAN TANAH ULAYAT • Frekuensi dan konflik makin meningkat sejak 1980-an, khususnya di daerah Kalimantan dan Irian Jaya. • Penduduk lokal makin hari semakin dibuat frustrasi oleh ulah kerja PP-HPH
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
• Konlik yang terjadi di Kecamatan Sandai (Ketapang) Kalbar pada Agustus 1994 dan di Desa Jelmu Sibak (Kaltim), sejak tahun 1994. • Setelah Reformasi tahun 1998, konflik meningkat menjadi kejadian normal di mana-mana. Pemerintah tidak lagi punya gigi untuk melindungi PP-HPH dari ancaman penduduk lokal. • Sebaliknya, penduduk lokal bagai mendapat kesempatan untuk melampiaskan frustrasi yang mereka derita selama ini.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
Meskipun faktor utama dari konflik sudah jelas, sebagian besar ahli hukum adat merincinya menjadi tiga faktor, yaitu:
1. Pemerintah tidak tegas mendefinisikan dan menentukan kedudukan tanah ulayat di dalam sistem hukum nasional, khususnya dalam UUPA 1960. 2. Pemerintah bahkan telah mengingkari, atau sekurang-kurangnya telah mengerdilkan keberlakuan dan pelaksanaan hak tanah ulayat milik penduduk lokal. 3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 251/KptsII/1993 (selanjutnya disebut SK Menhut 251/1993).
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
• Tanah ulayat yang dituntut oleh penduduk lokal sebagai hak milik adat mereka tidak jelas batas-batasnya dan tidak ada bukti kepemilikannya secara tertulis. • Demi kelestarian dan pernanfaaran hutan yang adil di Indonesia, kiranya pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengakomodasi hukum adat ke dalam usaha-usaha manajemen hutan.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
• Saran ini telah dilontarkan oleh banyak orang/pihak, seperti ahli antropologi, ahli hukum adat, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi, bahkan oleh putra daerah sendiri. • Ternyata saran tersebut baru mendapat sambutan cukup positif dari Menteri Kehutanan Djamaludin pada masa akhir pemerintahan Orde Baru tahun 1995. Pada masa itu Pemerintah mulai mempersiapkan perubahan UUPK 1967.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
Hak Ulayat dalam UUPA • Secara prinsipil, UUPA Tabun 1960 telah mengangkat hukum adat yang bersifat lokal dan tradisional menjadi bagian dari hukum nasional yang modern. • Hukum agraria nasional yang dijabarkan dalam UUPA. • Hal ini dinyatakan dalam Pasal 5 UUPA 1960 yang berbunyi: “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat ................” • Hukum adat adalah jiwa dari UUPA 1960
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
Hak Ulayat dalam UUPA • Nyatanya, pemerintah lebili berpihak kepada PP-HPH. • Beberapa butir titik rancu sehubungan dengan kedudukan dan fungsi hukum adat dalam UUPA 1960 ini. Kerancuan ini yang menyebabkan munculnya kasus-kasus konflik tanah. • Terutama kerancuan tentang "tanah ulayat" berhadapan dengan "tanah negara". Meskipun UUPA berdasarkan atas hukum adat, namun tidak menjamin terwujudnya hak tenurial penduduk setempat atas hak ulayat.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
Hutan Ulayat dalam UUPK 1967 • UUPA 1960 Pasal 2 Ayat 1, dalam bidang kehutanan. Meskipun pengertian “dikuasai” tidak sama dengan “dimiliki”, namun hak-hak yang terkandung dalam konsep “dikuasai” adalah sangat besar. Lagi pula, apalah artinya”memiliki” sesuatu tanpa “menguasainya”? • Masyarakat hukum adat tertentu, boleh mengaku sebagai “pemilik” dari lahan hutan tertentu, tapi hak pemanfaatannya berada di tangan orang lain.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-2
Hutan Ulayat dalam UUPK 1967 • UUPK 1967 Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 2 ini adalah bahwa sewaktu-waktu diperlukan oleh Negara, hak masyarakat hukum adat untuk memanfaatkan hutan ulayat dapat saja dibatalkan. Dengan kata lain, hutan ulayat, jika ada, sangat rentan disewenang-wenangi.