perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN WAKTU PENGENALAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6-24 BULAN DI KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
RIESKA WIDYASWARI G0008237
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 7 Desember 2011
Rieska Widyaswari NIM. G0008239
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Rieska Widyaswari, G0008237, 2011. Hubungan Waktu Pengenalan MP-ASI dengan Status Gizi pada Bayi Usia 6-24 Bulan di Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI dengan status gizi pada bayi usia 6-24 bulan. Metode Penelitian: Penelitian observasional dengan desain studi cross sectional. Subjek penelitian ini adalah bayi usia 6-24 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Manahan. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive random sampling dengan jumlah sampel 74 bayi. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Hasil Penelitian: Dibandingkan dengan bayi yang diberi MP-ASI pada usia 0-3 bulan atau 4-5 bulan, pada bayi dengan pemberian MP-ASI 6-9 bulan didapatkan status gizi normal lebih banyak. Ada hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI (p < 0.001), frekuensi pemberian MP-ASI (p < 0,001), pola asuh (p = 0,02) dan peran ibu (p < 0,05) dengan status gizi bayi BB/PB. Namun tidak terdapat hubungan antara jenis MP-ASI (p = 0,17), tingkat pendidikan ibu (p = 0,48) dan pengetahuan gizi ibu (p = 0,97) dengan status gizi bayi. Simpulan Penelitian: Pengenalan MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan menyebabkan status gizi kurang pada balita. Variabel luar seperti frekuensi pemberian MP-ASI, pola asuh dan peran ibu berpengaruh dengan status gizi bayi. Faktor pendidikan, pengetahuan gizi ibu, dan jenis pemberian MP-ASI tidak berkaitan dgn stat gizi. Hasil ini mendukung rekomendasi WHO dan Depkes tentang pemberian ASI eksklusif mulai lahir hingga usia 6 bulan.
Kata kunci : Status Gizi, MP-ASI
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Rieska Widyaswari, G0008237, 2011. Relationship between Early Initiation of Complementary Feeding and Nutritional Status of 6-24 Month Old Children in Banjarsari District, Surakarta. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. Objectives: This research aims to study the relationship between early initiation of complementary feeding and nutritional status of 6-24 month old children. Methods: This research was an Observational research with cross sectional design. The research objects were 6-24 month old children located on the working area of Manahan public health center . The samples were determined by purposive random sampling technique with the sample size og 74 children. The data were analyzed by a chi-square test. Results : Compared to complementary feeding at 0 - 3 months or 4 - 5 months old, infants with complementary feeding at 6 - 9 months showed higher proportion of normal nutritional status. There was a relation between complementary feeding age (p < 0,001), complementary feeding frequency (p < 0,001), caring pattern (p = 0,02), or mother participation (p < 0,05) and nutritional status of young children. However, there was no relation between type of complementary food (p = 0,17), mother's education (p = 0,48), or mother's nutrition knowledge (p = 0,97) and the children's nutritional status. Conclusion: Complementary feeding introduction to infant less than 6 month old resulted in low nutritional status of children under five. External variable such as complementary feeding frequency, caring pattern, or mother participation influenced nutritional status of the children. Educational factor, mother's knowledge, or type of complementary feeding did not correlate with children's nutritional status. The result of this study supports the recommendation of WHO and The Department of Health of Republic of Indonesia on the 6 month exclusive breast feeding for newborn infant.
Key words : nutritional status, complementary feeding
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Waktu Pengenalan MP-ASI dengan Status Gizi pada Bayi Usia 6-24 Bulan di Kecamatan Banjarsari, Surakarta”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Endang Dewi Lestari, dr., Sp.A (K), MPH, selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan, petunjuk, serta pengarahan kepada penulis. 4. Andy Yok S, drg., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping atas segala bimbingan, saran dan nasihatnya. 5. Pudjiastuti, dr., Sp.A (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. 6. Widardo, Drs., M.Sc, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Bapak Dr. Ir. Catur Herison, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Rustikawati, M.Si tercinta atas segala doa, dukungan, bantuan, dan kasih sayangnya yang tak terhingga selama ini 8. Adik-adikku tersayang Aziz Rahman Widyardi dan Nurul Fajri Widyasari atas perhatian, kebersamaan dan doanya 9. Kepala puskesmas dan segenap staf Puskesmas Manahan atas segala bantuan tenaga, waktu, dan kerjasamanya dalam pengambilan sampel penelitian. 10. Mbak Enny, Mas Nardi, Staf SMF IKA dan Staf RSUD Dr. Moewardi. 11. Alia, Ali, Mbak Cucu, Mbak Novi, Linda, dan Agnes yang selalu memotivasi penulis dengan tawa dan semangatnya. 12. Teman-teman Pendidikan Dokter FK UNS 2008. 13. Sahabat-sahabat tersayang Adissa, Nur, Ratih, Zita dan Yasmin atas dorongan semangat dan doanya. 14. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, 7 Desember 2011
Rieska Widyaswari commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Hal PRAKATA ……………………………………………………………………
iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….
viii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....………………………………………
1
B. Rumusan Masalah ..……………………………………..……….
5
C. Tujuan Penelitian ..………………………………………..……...
5
D. Manfaat Penelitian ...……………………………………..………
5
1. Aspek Teoritis ..……………………………………………....
5
2. Aspek Aplikatif ..…………………………………………......
5
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka …...…..…………………………………………
6
1. Air Susu Ibu (ASI) ……………………………………………
6
2. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) .……………..
11
3. Status Gizi ……………………………………………………
16
B. Kerangka Pemikiran .………………..……………………………
26
C. Hipotesis ………….………………………………………………
26
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .………………………………………………..… commit to user
vi
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Lokasi Penelitian …………………………………..……………..
27
C. Subjek Penelitian .……………………………………...…………
27
D. TeknikSampling …...…………………………………..…………
28
E. Rancangan Penelitian …………………………………...………...
30
F. Identifikasi Variabel Penelitian ..………………………...……….
23
G. Devinisi Operasional Variabel Penelitian ……………..…………
30
H. Instrumen Penelitian ………………………………………...……
34
I. Cara Kerja ………………………………………………...………
34
J. Interpretasi Hasil …………………………………………...……..
35
BAB IV. HASIL PENELITIAN ……………………………………….…....
36
BAB V. PEMBAHASAN …………………………………………………...
44
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ………………………………………………………..
50
B. Saran …………………………………………………………….
50
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
51
LAMPIRAN ………………………………………………………………….
55
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi yang Ditetapkan WHO Tahun 2005 ………………………………………………………..
20
Tabel 2. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Waktu Pengenalan MPASI ………………………………………………………………..
36
Tabel 3. Distribusi Status Gizi BB/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MPASI ………………………………………………………………..
37
Tabel 4. Distribusi Status Gizi PB/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MPASI ………………………………………………………………..
38
Tabel 5. Distribusi Status Gizi IMT/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MPASI …………………………………………………………………
39
Tabel 6. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Jenis Pemberian MPASI …………………………………………………………………
39
Tabel 7. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Frekuensi Pemberian MP-ASI …………………………………………………………….
40
Tabel 8. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu
41
Tabel 9. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Pengetahuan Gizi Ibu …
41
Tabel 10. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Pola Asuh …………….
42
Tabel 11. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Peran Ibu ……………..
42
Tabel 12. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Jumlah MP-ASI dalam Sekali Pemberian …………………………………………………... commit to user
viii
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Chi-square Status Gizi Bayi Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Lampiran 2. Analisis Chi-square Status Gizi Bayi Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Lampiran 3. Kuesioner Identitas Rumah Tangga, Data Antropometri Balita dan Pengenalan MP-ASI Lampiran 4. Kuisioner Tingkat Pengeahuan Gizi Ibu Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Surakarta Lampiran 7. Data Mentah Sampel Lampiran 8. Chi-Square Test Lampiran 9. Hasil Analisis Logistik
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Periode kritis tumbuh kembang bayi adalah selama berada dalam kandungan ibu sampai 2 tahun pertama kehidupan setelah lahir. Pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan terbesar terjadi selama periode kritis tersebut (Depkes RI, 2009). Setiap bayi dalam periode ini harus memperoleh asupan gizi sesuai kebutuhannya (Bahar et al., 2006). Tidak terpenuhinya kebutuhan gizi bayi selama periode kritis ini akan menyebabkan terjadinya gangguan tumbuhkembang (Depkes RI, 2009). Gangguan gizi pada anak yang terjadi pada periode ini dapat bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Kemenkes RI, 2007). Menurut Riskesdas pada tahun 2010, prevalensi kekurangan gizi pada balita di Indonesia sebesar 17,9%. Angka ini menunjukkan penurunan sejak 1990 lalu sebesar 31,0%. Meski demikian, angka tersebut masih diatas target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yaitu sebesar 15,5% (Bappenas, 2010). Di Surakarta sendiri, data dari Dinkes Jateng (2006) menunjukkan bahwa pada tahun 2006 Kota Surakarta menempati urutan teratas kasus gizi buruk pada balita di Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,89% (Dinkes, 2006). Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, terdapat kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir (Depkes RI, 2011).
commit to user
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam enam bulan pertama kehidupannya, seluruh sumber zat gizi dan cairan yang dibutuhkan oleh bayi terkandung dalam air susu ibu (ASI) (WHO, 2005). Menurut Setyowati et al., dalam Fitriyah (2005), selain komposisinya yang sesuai dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindarkan bayi dari berbagai penyakit infeksi. Pemberian ASI eksklusif adalah Pemberian ASI sebagai asupan makanan utama pada bayi tanpa tambahan makanan/minuman lain (susu formula/kaleng, pisang, madu, teh, dan lain-lain) kecuali obat dan vitamin (Kemenkes RI, 2010). WHO (2005), AAP (2008), dan Menkes (2011) telah merekomendasikan pemberian ASI eksklusif mulai sejak lahir hingga usia 6 bulan. Penelitian membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
dapat
menurunkan 13% kematian balita (Kemenkes, 2010). Pada usia 6-12 bulan, bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena kebutuhan bayi mulai meningkat dan beberapa elemen nutrisi seperti karbohidrat, protein dan beberapa vitamin serta mineral yang terkandung dalam ASI tidak lagi memenuhi. Pada usia ini, ASI masih merupakan sumber makanan utama karena memenuhi lebih dari 60% kebutuhan bayi (WHO, 2005). Walaupun pada usia 1 tahun keatas ASI hanya memenuhi sekitar 30% kebutuhan bayi, namun pemberian ASI tetap dianjurkan hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih karena masih memberikan manfaat (Bappenas, 2006). Berdasarkan hal tersebut, yang dimaksud dengan waktu commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
pengenalan MP-ASI adalah waktu dimana bayi mulai dikenalkan dengan asupan makanan selain ASI. Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 tahun terakhir (Depkes RI, 2011). Pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008 dan naik lagi menjadi 34,3% pada tahun 2009 (Kemenkes RI, 2010). Cakupan pemberian ASI eksklusif untuk bayi dipengaruhi beberapa hal diantaranya belum optimalnya penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM), kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya ASI, serta gencarnya pemberian susu formula (Kemenkes RI, 2010). Dari segi pertumbuhan maupun psikologis, bayi siap untuk menerima makanan padat pada usia 6-9 bulan. Pemberian MP-ASI sebelum pencernaan bayi siap menerimanya bukan saja tidak memberikan manfaat bagi bayi, namun juga dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan bayi, alergi, batuk pilek, panas, dan obesitas (Grummer-Strawn, 2008). Menurut Istiono (2009), salah
satu penyebab rendahnya status gizi balita yang dimulai sejak 6 bulan adalah dimulainya pemberian makanan tambahan selain ASI sebelum usia tersebut. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengkaji hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi balita. Penelitian yang dilakukan oleh Suwiji (2006) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara pola asuh gizi dan status gizi balita usia 4-12 bulan. Penelitian dengan metode cross sectional tersebut menggunakan sampel sebanyak 68 balita berusia 4-12 bulan. commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variabel bebas yang diteliti adalah pola asuh gizi yang meliputi praktek pemberian makanan dan minuman prelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian ASI, praktek pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihan. Sedangkan variable terikatnya adalah status gizi pada anak balita. Hasil yang berbeda ditunjukkan dari studi cross sectional yang dilakukan oleh Fithriyah (2005). Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian dini makanan pendamping dengan status gizi bayi. Sampel yang digunakan adalah 106 bayi berusia 6-12 bulan. Hasil penelitian tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan antara pemberian dini makanan pendamping dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa masalah gizi masih merupakan masalah utama bagi balita di Indonesia, selain itu penelitianpenelitian mengenai hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI dan status gizi bayi masih menunjukkan hasil yang bervariasi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang hubungan anara waktu pengenalan MP-ASI dini dengan status gizi pada bayi usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Manahan, Kecamatan Banjarsari Kotamadya Surakarta.
commit to user
4
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah 1.
Apakah waktu pengenalan MP-ASI yang terlalu awal dapat menimbulkan masalah?
2.
Apakah terdapat hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI dengan staus gizi pada bayi usia 6-24 bulan?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI dengan status gizi pada bayi usia 6-24 bulan. D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI dengan status gizi pada bayi usia 6-24 bulan. 2. Aspek Aplikatif Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat luas khususnya ibu-ibu sebagai acuan dalam pembeian ASI eksklusif yang cukup dan tepat waktu dalam pengenalan MP-ASI pada bayi.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Air Susu Ibu (ASI) ASI diproduksi oleh sel-sel alveoli dalam duktus payudara (Guyton dan Hall, 2007). Selama kehamilan, terjadi perubahan-perubahan fisiologis pada payudara, antara lain pembesaran duktus payudara, pembesaran diameter dan peningkatan pigmentasi pada areola mammae, dan puting susu menjadi lebih tegang. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh hormon-hormon yang merangsang pertumbuhan payudara antara lain: prolaktin dan laktogen plasenta yang merangsang pertumbuhan payudara dan areola, estrogen yang memfasilitasi diferensiasi dan proliferasi duktus payudara, serta progeteron yang meningkatkan ukuran lobus, lobulus, dan alveoli payudara (Chandran et al., 2006). Dalam kondisi normal, ASI diproduksi sebanyak 100 ml pada hari kedua setelah kelahiran, kemudian meningkat menjadi 500 ml saat minggu kedua, dan pada beberapa bulan setelahnya, bayi yang sehat akan mengkonsumsi sekitar 700-800 ml ASI perhari (Depkes RI, 2007). Proses laktasi setelah lahirnya bayi diatur oleh 2 refleks, yaitu: a.
Milk production reflex. Saat bayi mulai menghisap puting susu, sinyal saraf dari putting susu ke hipotalamus menyebabkan diproduksinya commit to user hormon prolaktin. Hormon prolaktin ini bekerja pada payudara ibu untuk
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempertahankan kelenjar mamalia agar menyekresikan air susu ke dalam alveoli. b.
Let-down reflex. Hisapan bayi pada putting susu selain merangsang disekresikannya prolaktin, pada saat yang bersamaan
juga membantu
sekresi oksitosin. Oksitosin kemudian menyebabkan sel-sel myoepitel yang
mengelilngi
dinding
luar
alveoli
berkontraksi,
kemudian
mengalirkan air susu dari dalam alveoli ke duktus payudara ibu (Cameron dan Hofvander, 1983). Bila laktasi tidak dilakukan terus-menerus, payudara akan kehilangan kemampuannya untuk memproduksi air susu dalam waktu 1 minggu atau lebih akibat tidak adanya sekresi prolaktin (Guyton dan Hall, 2007). Karena itu, pemberian MP-ASI terlalu awal dapat menyebabkan penurunan produksi ASI karena berkurangnya hisapan bayi pada putting susu ibu. Pada waktu lahir dan dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dapat dibuat oleh bayi, sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal kehidupannya. Pemberian makanan pendamping ASI dapat menurunkan masukan ASI namun tidak menggantikan zat-zat kekebalan yang terdapat dalam ASI, sehingga bayi akan lebih rentan terhadap infeksi dan gangguan pencernaan (Cameron dan Hofvander, 1983). Angka kejadian kematian akibat diare diketahui lebih tinggi pada anakanak yang mendapat susu formula dibandingkan anak yang mendapat ASI. Hal commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini disebabkan karena selain nilai gizi pada ASI lebih tinggi, ASI juga mengandung berbagai macam antibodi, sel-sel leukosit, enzim, hormon dan lain-lain yang melindungi bayi dari infeksi. ASI juga merupakan salah satu dari elemen Child Survival Revulotion GOBI-FFF. Dibandingkan
dengan
susu-susu
lain,
ASI
memiliki
beberapa
keunggulan, antara lain: 1) Anti alergi pada ASI Kolostrum dan ASI matur mengandung SIgA yang selain berfungsi sebagai anti bakteri, juga mencegah terabsorbsinya makromolekul asing, sementasa sistem imun bayi belum sempurna dan usus bayi masih bersifat permeabel sehingga bayi-bayi yang mendapat kolostrum dan ASI jarang terkena alergi terutama yang diakibatkan oleh susu sapi yang dikenal dengan CMPSE (Cow’s milk protein sensitive enteropathy). 2) Immunoglobulin pada ASI Immunoglobulin yang utama pada ASI adalah SIgA. Selama 4 bulan pertama kehidupan, bayi yang minum ASI menerima 500-600 mg SIgA setiap hari dari ASI. IgA ibu yang ditransfer melalui ASI melindungi bayi dari mikroorganisme patogen yang berasal dari sekitarnya. SIgA adalah molekul yang resisten terhadap enzim proteolitik dari lambung dan pH lambung. Immunoglobulin yang lain adalah IgG dan IgM yang merupakan antibodi pelindung usus dan saluran pernafasan, aktivasi komplemen, menetralkan toksin dan virus. 3) Hormon dan faktor pertumbuhan (Growth Factors) commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ASI mengandung bermacam-macam hormon dan faktor pertumbuhan. Terdapat sekitar 13 hormon pada ASI, antara lain epidermal growth factor (EGF), ACTH, TRH, TSH, kortikosteroid, dan lain-lain. EGF mempunyai sifat stabil terhadap suasana asam, resisten terhadap pasteurisasi. Dengan adanya EGF pada ASI ini, maka regenerasi epitel saluran pencernaan setelah diare akan lebih cepat. EGF juga terdapat pada susu sapi, tetapi susu formula yang dibuat agar gizinya menyerupai ASI ternyata tidak mengandung EGF. 4) Enzim pada ASI ASI mengandung bermacam-macam enzim. Enzim pada ASI tersebut berfungsi membantu pencernaan bayi dimana fungsi penkreas masih belum sempurna, sebagai pengangkut logam-logam (Fe, Mg, Zn, dan Se) dan berfungsi sebagai anti infeksi. 5) Zat gizi pada ASI Disamping mengandug berbagai macam zat anti yang melindungi bayi dari infeksi, ASI juga mengandung zat-zat gizi penting yang berperan dalam pencegahan maupun penatalaksanaan diare, yaitu: a) Protein ASI lebih rendah dari protein susu sapi, hal ini disesuaikan dengan pertumbuhan dan ginjal bayi. Pada ASI, kandungan utama protein adalah whey protein dan mengandung sedikit casein, kandungan ini menyebabkan ASI lebih mudah dicerna dan diabsorbsi di usus bayi. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Lemak ASI lebih tinggi daripada lemak susu sapi. Bentuk emulsi lemak lebih sempurna, karena ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi digliserida dan monogliserida, sehingga lemak ASI lebih mudah dicerna dan diserap. ASI juga merupakan sumber kalori dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K). c) Karbohidrat pada ASI terutama laktosa, dimana laktosa pada ASI lebih tinggi dari pada susu sapi, yang merupakan sumber kalori bagi bayi. Adanya bifidus faktor pada ASI membantu memecah laktosa menjadiasam asetat dan asam laktat, sehingga tercipta suasana asam. Suasana asam ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain: menghambat pertumbuhan bakteri patogen, memacu pertumbuhan bakteri yang mensintesis vitamin, dan memudahkan absorbsi kalsium. d) Mineral pada ASI antara lain Fe. Pada ASI, sebagian besar Fe terikat dengan protein yaitu lactoferrin, sehingga selain absorbsinya lebih mudah, juga kuman yang memerlukan Fe sukar untuk berkembang biak. ASI merupakan kebutuhan penting untuk bayi, namun ada beberapa keadaan dimana pemberian ASI merupakan suatu kontraindikasi, antara lain pada bayi dengan galaktosemia klasik, ibu dengan penyakit tuberkulosis aktif yang tidak diobati, dan pada ibu yang sedang mendapat kemoterapi maupun radiasi (Gartner et al., 2005). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
2. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) a. Definisi Menurut Depkes (2006), yang dimaksud dengan MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Makanan pendamping ASI atau yang dikenal sebagai makanan tambahan selain harus mengandung sumber kalori dan protein cukup, namun juga harus mengandung beberapa mikronutrien yang penting bagi bayi seperti zat besi, vitamin, asam folat, iodium, dan lain-lain (Grummer-Strawn et al., 2008). MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Ritasari, 2009)
b. Tujuan pemberian MP-ASI Tujuan pemberian makanan tambahan adalah untuk mencapai pertumbuhan perkembangan yang optimal dan menghindari terjadinya kekurangan gizi akibat kandungan gizi pada ASI yang tidak lagi memenuhi. Pemberian MP-ASI juga dapat mencegah risiko malnutrisi dan defisiensi mikronutrien (zat besi, zink, kalsium, vitamin A, Vitamin C dan folat), anak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi commit to user kesenjangan energi dengan nutrien, memelihara kesehatan, mencegah
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyakit, membantu perkembangan jasmani, rohani, psikomotor, mendidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan keadaan fisiologis bayi (Ritasari, 2009).
c. Frekuensi pemberian MP-ASI Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah sebesar 650 Kalori dan 16 gram protein, sedangkan untuk anak usia 12-24 bulan, kebutuhan gizinya sebesar 850 Kalori dan 20 gram protein. Kandungan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka untuk melengkapi kebutuhan gizi anak, selain pemberian ASI juga harus ditambahkan MPASI (Depkes, 2006). MP-ASI dibuat dari makanan pokok dan disiapkan khusus untuk bayi. Sebelum anak berusia 12 bulan, MP-ASI diberikan sebanyak 2-3 kali sehari ditambah 1–2 kali camilan. dan ditingkatkan 3-5 kali sehari sebelum anak berusia 24 bulan (Kemenkes, 2010). Jumlah zat gizi terutama energi dan protein yang harus ada di dalam MP-ASI lokal setiap hari yaitu sebesar 250 kalori, 6-8 gram protein untuk bayi usia 6-12 bulan dan 450 kalori, 1215 gram protein untuk anak usia 12-24 bulan.
d. Jenis MP-ASI Berdasarkan cara pengolahannya, terdapat dua jenis MP-ASI yaitu hasil pengolahan pabrik atau disebut dengan MP-ASI pabrikan dan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
diolah di rumah tangga atau disebut dengan MP-ASI lokal (Depkes, 2006). Sedangkan berdasar konsistensinya, MP-ASI terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1) Makanan lumat, adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang merata. Contoh: bubur susu, bubur sumsum, pisang saring yang dikerok, pepaya saring, tomat saring, nasi tim saring dll. 2) Makanan lunak, adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan tampak berair. Contoh: bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, dll. 3) Makanan padat, adalah makanan lunak yang tidak tampak berair dan biasanya disebut makanan keluarga. Contoh: lontong, nasi tim, biskuit, dll. e. Waktu Pengenalan MP-ASI Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan pada waktu yang tepat dan diberikan secara bertahap baik dalam bentuk maupun jumlahnya. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI. Bila makanan padat sudah mulai diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya, makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan pencernaan. Tubuh bayi baru lahir belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Amilase, enzim yang diproduksi oleh pankreas belum mencapai jumlah yang cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan. Enzim pencerna karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki jumlah lipase dan garam empedu dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan (Ammoury, 2010). Selain harus diberikan pada waktu yang tepat, jenis MP-ASI yang diberikan juga disesuaikan dengan usia bayi. Bayi berusia 0-6 bulan sebaiknya hanya diberi ASI saja tanpa tambahan makanan apapun. Usia 6-9 bulan, diberikan ASI dan makanan lumat secara berseling. Usia 9-12 bulan diberikan ASI dan makanan lunak berseling, sedangkan usia 12-24 bulan diberikan ASI dan makanan padat berseling (Kemenkes, 2010). Indikator bahwa bayi siap untuk menerima makanan padat yaitu : 1) Bayi dapat duduk dengan kepala tegak tanpa disangga 2) Reflek lidah bayi sudah hilang dan tidak secara otomatis mendorong makanan padat keluar dari mulutnya dengan lidah. 3) Bayi sudah siap dan mau mengunyah 4) Bayi menunjukkan ketertarikannya pada makanan dengan mencoba meraih makanan dan memasukkannya ke dalam mulut.(Ritasari, 2009) Pada Tahun 1995 Departemen Kesehatan RI merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 4 bulan, namun sejak tahun 2005 pemberian ASI eksklusif dianjurkan hingga bayi berusia 6 bulan. Di Indonesia, prevalensi pengenalan makanan pendamping yang terlalu awal, yaitu sebelum bayi berusa 6 bulan masih menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu 30,4% (Bappenas, 2010). f. Pemberian MP-ASI dini
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemberian Makanan Pendamping ASI yang terlalu cepat dapat beresiko mengganggu kualitas, kuantitas maupun keamanan makanan bayi. Selain itu juga sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis penyakit, apalagi jika tidak disajikan secara higienis sehingga dapat meningkatkan terjadinya infeksi pada bayi. Pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum usia 6 bulan akan menimbulkan risiko sebagai berikut: a)
Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan pada usia ini. Makanan tersebut dapat menggantikan ASI, jika makanan diberikan maka
anak
akan
minum
ASI
lebih
sedikit
dan
ibu
pun
memproduksinya lebih sedikit sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. b) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit sehingga risiko infeksi meningkat. c)
Risiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.
d) Ibu mempunyai risiko lebih tinggi untuk hamil kembali. (Ritasari, 2009) 3. Status Gizi a. Definisi Menurut Soekirman (2000), yang dimaksud status gizi berarti keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. Sedangkan commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurut Suhardjo et al (2003), Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Sehingga dapat disimpulkan, status gizi adalah keadaan fisik seseorang sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan yang dapat diukur dengan ukuran-ukutan gizi tertentu. b. Penilaian status gizi Penilaian status gizi dapat diakukan dengan cara langsung maupun cara tidak langsung.
1) Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan empat cara: a) Antropometri Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh daru berbagai tingkat umur dan
tingkat
gizi.
Antropometri
digunakan
untuk
melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. b) Klinis Metode klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi akibat ketidakcukupan zat gizi. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. c) Biokimia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Penilaian dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh seperti: darah, urine, tinja, hati dan otot. Penilaian satus gizi dengan cara ini dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. d) Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. 2) Secara tidak langsung, terdapat tiga cara penilaian status gizi a) Survei konsumsi makanan Merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jenis dan jumlah zat gizi yang dikonsumsi. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. b) Statistik vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kematian dan kesakitan berdasarkan penyebab tertentu, dan lain-lain. c) Faktor ekologi Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Penilaian menggunakan antropometri dilakukan dengan cara mengukur beberapa parameter. Parameter yang digunakan adalah ukuran tunggal tubuh manusia, antara lain: umur (U), tinggi badan atau panjang badan (TB atau PB), berat badan (BB), lingkar kepala (LIKA), lingkar lengan atas (LILA), tebal lemak di bawah kulit, lingkar dada dan lingkar pinggul. Rasio antara beberapa parameter disebut indeks antropometri (Supariasa et al., 2002). Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan 2010, penilaian status gizi anak saat ini menggunakan indeks antropometri yang mengacu pada Standar World Health Organization (WHO) tahun 2005.
Indeks
antropometri yang digunakan adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan atau Panjang Badan menurut Umur (TB/U atau PB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan atau Panjang Badan (BB/TB atau BB/PB), dan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) dengan menggunakan kurva presentil dan z-score. Berdasarkan indeks antropometri, kategori dan ambang batas status gizi yang ditetapkan WHO 2005 adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Pengukuran antropometri unuk menilai status gizi salah satunya adalah dengan menghitung z-score BB/TB maupun dengan menghitung IMT/U (Yussac et al., 2007). Pengukuran menggunakan indeks BB/TB pada penelitian ini dipilih karena indeks BB/TB dapat menggambarkan proporsi berat tubuh terhadap pertumbuhan tulang (Hediger et al., 2001). commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain itu, indeks BB/TB juga dapat menggambarkan status gizi saat ini. Penghitungan z-score dilakukan dengan menggunakan rumus: BB aktual - BB median Z-score = Simpang baku
dengan: Z-score
: Nilai simpang baku yang menunjukkan status gizi
BB aktual
: Berat badan balita hasil penimbangan
BB median
: Berat badan standar
Simpang baku : Selisih antara BB median dengan +1/-1 standar deviasi (Depkes RI, 2002) Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Indeks
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Gizi Buruk
<-3SD
Gizi Kurang
-3SD sampai dengan <-2SD
Gizi Baik
-2SD sampai dengan 2SD
Gizi Lebih
>2SD
PB/U atau
Sangat Pendek
<-3SD
TB/U
Pendek
-3SD sampai dengan <-2SD
Anak umur 0-
Normal
-2SD sampai dengan 2SD
60 bulan
Tinggi
>2SD
BB/TB atau
Sangat Kurus
<-3SD
BB/PB
Kurus
-3SD sampai dengan <-2SD
Anak umur 0-
Normal
-2SD sampai dengan 2SD
60 bulan
Gemuk
>2SD
BB/U Anak umur 060 bulan
IMT/U
Sangat commitKurus to user
<-3SD
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Anak umur 0-
Kurus
-3SD sampai dengan <-2SD
60 bulan
Normal
-2SD sampai dengan 2SD
Gemuk
>2SD
Sangat Kurus
<-3SD
IMT/U
Kurus
-3SD sampai dengan <-2SD
Anak umur 5-
Normal
-2SD sampai dengan 1SD
18 tahun
Gemuk
>1SD sampai dengan 2SD
Obes
>2SD Sumber: Depkes RI, (2011)
Berdasarkan klasifikasi z-score pada penggunaan indeks BB/TB, status gizi dibedakan menjadi sangat kurus, kurus, normal, dan gemuk. 1) Sangat kurus dan kurus Pertumbuhan buruk merupakan masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara berkembang yang berasosiasi dengan tingginya angka kesakitan, kematian, dam gangguan perkembangan (Rehman et al., 2009). Penelitian yang dilakukan Rehman et al. (2009) menyebutkan bahwa faktor asupan makanan berperan lebih besar dalam menyebabkan stunting, wasting dan underweight dibandingkan faktor penyakit. Asupan makanan yang kurang atau dan mutu makanan yang rendah merupakan penyebab terjadiya balita kurus dan sangat kurus. Kurang gizi banyak menimpa anak-anak khususnya anak-anak berusia di bawah 5 tahun, karena merupakan golongan yang rentan. Jika kebutuhan zat-zat gizi tidak tercukupi maka anak akan mudah terserang penyakit (Suwiji, 2006). commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di Indonesia, prevalensi balita kurus (wasting) mengalami penurunan, yaitu sebesar 13,6% pada tahun 2007 menjadi 13,3% pada tahun 2010. Meski demikian, prevalensi wasting di Jawa Tengah masih menunjukkan angka diatas rata-rata nasional, yaitu sebesar 14,2% (Bapennas, 2010). WHO dan UNICEF telah merekomendasikan menggunakan cutoff < –3SD pada indeks BB/TB untuk mengidentifikasi bayi dan anakanak yang mengalami Severe Acute Malnutrition (SAM) (WHO & UNICEF, 2009). Beberapa studi epidemiologikal yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa anak dengan indeks BB/TB < -3SD dari standar yang ditetapkan WHO memiliki resiko mortalitas yang tinggi. Saat ini, penanganan untuk anak dengan SAM adalah dengan pemberian asupan nutrisi khusus. Biasanya digunakan susu dengan formula khusus seperti F75 dan F100. 2) Normal Yang dimaksud balita normal adalah balita dengan keadaan status gizi baik, dimana asupan zat gizi sesuai penggunaan untuk aktivitas tubuh. Refleksi yang diberikan adalah keselarasan antara pertumbuhan berat badan dengan tinggi badannya (Suwiji, 2006). Depkes RI dalam Suwiji (2006) menyebutkan, ciri-ciri anak dengan pertumbuhan normal antara lain tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya, mata bersih dan bersinar, nafsu makan commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baik, kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering, dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (Depkes RI, 1992). 3) Gemuk Bayi gemuk atau yang sering disebut dengan obesitas merupakan keadaan status gizi lebih akibat kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu. Ada tiga zat penghasil energi utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Kelebihan energi dalam tubuh, akan diubah menjadi lemak dan ditimbun dalam tempat-tempat tertentu (Suwiji, 2006). Dibutuhkan strategi yang efektif untuk mencegah terjadinya obesitas pada anak, karena obesitas pada anak merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya obesitas dan penyakit kardiovaskular saat dewasa (Toschke et al, 2007). Pemberian makanan padat terlalu dini sering dihubungkan dengan terjadinya kegemukan pada masa anak-anak. Kim dan Peterson (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pola asuh anak dan praktik pemberian makanan dengan kenaikan berat badan pada balita di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tidak diasuh orang tuanya akan menerima makanan padat lebih awal dan memiliki berat badan 100-250 gr lebih berat dibanding bayi yang diasuh orang tuanya, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengenalan dini makanan padat merupakan salah satu faktor resiko dalam kenaikan berat badan anak.
Centers
for
Disease
Control and Prevention telah mengklasifikasikan obesitas menjadi 3 commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kategori BB/TB yaitu overweight apabila BB/TB ≥ 85th percentile tetapi < 95th percentile, obesitas apabila BB/TB ≥ 95th percentile, dan severe obesitas apabila BB/TB ≥ 99th percentile (Benson et al, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. a)
Faktor internal ialah faktor yang terdapat dalam tubuh manusia sendiri yang berpengaruh terhadap status gizi, seperti faktor genetik, dan faktor endokrin.
b) Faktor eksternal adalah faktor luar tubuh yang berpengaruh terhadap status gizi manusia, antara lain: i.
Asupan makanan Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan dan aktifitas sehari-hari. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula kedalam tubuhnya (Andarwati, 2007).
ii.
Infeksi Gangguan gizi dan infeksi merupakan suatu pasangan yang erat. Infeksi dapat memperburuk taraf gizi melalui beberapa cara yaitu mempengaruhi
nafsu
makan,
dapat
juga
menyebabkan
commit to user kehilangan bahan makanan karena diare atau muntah-muntah,
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau mempengaruhi metabolisme. Sebaliknya, gangguan gizi akan memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi (Andarwati, 2007).
iii.
Tingkat pendidikan ibu Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan dalam menyerap
dan
menerima
informasi
kesehatan
serta
kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan (Dinkes Jateng, 2006). Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya (Andarwati, 2007) .
iv.
Pengetahuan ibu tentang gizi Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin bertambah pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya termasuk pada anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga (Andarwati, 2007). Penelitian yang dilakukan Muniarti (2010) mendukung pernyataan diatas. Hasil penelitian menunjukkan
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap MP-ASI dengan status gizi anak.
v.
Peran ibu Ibu yang bekerja tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap
balitanya.
Kesibukan
dan
beban
kerja
yang
ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya (Andarwati, 2007).
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Tingkat pendidikan ibu Tingkat pengetahuan gizi ibu Peran ibu Pola asuh
Asupan Bayi: 1. ASI Eksklusif 2. MP-ASI dini
Status Kesehatan: a. Penyakit infeksi b. Perilaku pencegahan penyakit
Faktor internal: a) Faktor endokrin b) Faktor genetik
Status gizi BB/TB
= diteliti = tidak diteliti
C. Hipotesis Waktu pengenalan MP-ASI berpengaruh terhadap status gizi bayi usia 624 bulan.
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan metode cross sectional. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Puskesmas Manahan, Kecamatan Banjarsari Kotamadya Surakarta dengan alasan sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan penelitian serupa di daerah tersebut, selain itu Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak yaitu 157.438 jiwa, atau sekitar 31,45% dari total penduduk Kota Surakarta (BPS, 2010). C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah bayi-bayi yang datang saat penimbangan berat badan di Puskesmas dan Posyandu. Sampel yang digunakan adalah bayi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan sebagai berikut 1.
2.
Kriteria inklusi a.
Laki-laki atau perempuan
b.
Berusia antara 6-24 bulan
c.
Bersedia untuk menjadi sampel penelitian
Kriteria eksklusi a.
Bayi dengan berat lahir rendah ( < 2500 gr) commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Bayi yang sedang menderita penyakit dalam 1 minggu terakhir.
D. Teknik Sampling Pengambilan sampling dilakukan secara purposive random sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan. Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga kewakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Kelompok sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah balita yang datang ke puskesmas dan posyandu (Budiarto, 2004). Untuk menentukan jumlah sampel minimal yang akan digunakan dalam penelitian cross sectional, digunakan rumus Snedecor dan Cochran sebagai berikut: zα2.p.q n= d2 Dimana: n
=
Besar sampel
p
=
Perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada populasi. Bila tidak diketahui prevalensi penyakit atau paparan pada populasi, maka p = 0.05
q
=
Zα =
1-p Nilai distribusi normal standar untuk uji dua sisi pada tingkat kemaknaan α. Misalnya 1.96 untuk α 0.05
d
=
Penyimpangan thd populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, biasanya commit to0.05 useratau 0.001
28
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Budiarto, 2003) Sehingga didapat jumlah sampel minimal adalah sebagai berikut: (1.96)2(0.05)(0.95) n
= (0.05)2 = 72,9904 = 73 anak.
commit to user
29
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Rancangan Penelitian
Puskesmas Posyandu
Sampel Bayi usia 6-24 bulan
Waktu pengenalan MP-ASI
0-3 Bulan
4-5 Bulan
6-9 Bulan
Status Gizi
Status Gizi
Status Gizi
Analisis dengan Uji Chi-Square F. Identifikasi Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas
: Waktu pengenalan MP-ASI
2.
Variabel terikat
: Status gizi
3.
Variabel luar
:
a.
Terkendali 1) Tingkat pendidikan ibu 2) Pola pengasuhan anak commit to user
30
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Peran Ibu b.
Tidak terkendali 1) Faktor genetik 2) Faktor endokrin 3) Faktor psikososial 4) Penyakit infeksi lain 5) Perilaku pencegahan terhadap penyakit
G. Definisi Operasional Variabel 1.
Waktu pengenalan MP-ASI Adalah pengelompokan bayi berdasarkan waktu pengenalan MP-ASI, dengan skala data nominal yaitu:
2.
a.
0-3 bulan
b.
4-5 bulan
c.
6-9 bulan
Status gizi Status gizi merupakan keadaan gizi bayi yang dapat diketahui dengan mengukur berat badan bayi terhadap panjang badan BB/PB. Dengan menggunakan baku rujukan WHO 2005, status gizi BB/PB diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Sangat kurus
: <-3SD
b.
Kurus
: -3SD sampai dengan <-2SD
c.
Normal
: -2SD sampai dengan 2SD
d.
Gemuk
: >2SD commit to user
31
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Skala penilaian: ordinal 3.
Jenis Pemberian MP-ASI Macam-macam bahan makanan pendamping ASI yang akan diberikan pada anak usia 0-24 bulan yang digolongkan berdasarkan jenisnya. Menurut Depkes RI (2007), jenis pemberian MP-ASI yang diberikan pada anak adalah makanan lumat untuk anak usia 6-9 bulan, makanan lunak untuk anak usia 912 bulan, dan makanan padat untuk anak usia 12-24 bulan. Kategori penilaian: a.
Tepat (Sesuai anjuran Depkes RI)
b.
Tidak tepat (Tidak sesuai anjuran Depkes RI) Skala penilaian: nominal
4.
Frekuensi Pemberian MP-ASI Frekuensi pemberian MP-ASI adalah berapa kali makanan pendamping ASI diberikan kepada anak dalam sehari. Kategori penilaian:
a.
2-3 kali sehari
b.
4-5 kali sehari
c.
Lebih dari 5 kali sehari Skala penilaian: ordinal
5.
Jumlah Pembeian MP-ASI Jumlah pemberian MP-ASI adalah jumlah makanan pendamping ASI yang diberikan kepada anak dalam sekali pembarian. Kategori penilaian:
a.
commit to user Kurang dari 5 sendok makan 32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Lebih dari 5 sedok makan Skala penilaian: ordinal
6.
Tingkat Pendidikan Orang Tua Adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh dan diselesaikan oleh ibu. Kategori penilaian: a.
Tidak sekolah sampai sekolah dasar
b.
SLTP sampai SLTA
c.
Perguruan tinggi atau sederajat Skala penilaian: nominal
7.
Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang makanan yang bergizi, cara pengolahan bahan makanan yang benar, dan pengetahuan ibu tentang zat gizi yang diperlukan oleh tubuh balita . Jawaban benar diberi skor 1, sedangkan jawaban salah diberi skor 0. Kategori penilaian: : Skor ≥ 12
a.
Pengetahuan gizi ibu baik
b.
Pengetahuan gizi ibu kurang : Skor < 12 Skala penilaian: Nominal (Andarwati, 2007)
8.
Pola Pengasuhan Anak Hubungan kekerabatan antara anak dengan pengasuhnya. Kategori penilaian: a.
Diasuh orang tua kandung commit to user
33
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Diasuh kerabat
c.
Diasuh orang lain Skala penilaian: nominal
9.
Peran Ibu Peran ibu dalam keluarga dikaitkan dengan fungsi ibu dalam keluarga, terutama fungsi ibu dalam ekonomi keluarga. Kaegori penilaian: a.
Ibu bekerja
b.
Ibu tidak bekerja Skala penilaian: dikotomi
H. Instrumental Penelitian 1. Alat ukur a.
Alat ukur untuk mengukur berat badan bayi menggunakan dacin dengan ketelitian 0,1 kg.
b.
Alat ukur untuk mengukur panjang badan untuk bayi berupa papan pengukur dengan ketelitian 0,1 cm.
2. Kuesioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dapat digunakan untuk memperoleh data sebanyak-banyaknya dari subjek penelitian. I.
Cara Kerja Penelitian diawali dengan menentukan dijadikan lokasi penelitian.
lokasi posyandu yang akan
Persyaratannya adalah posyandu yang aktif
melalukan kegiatan dan tertib dalam pencatatan data rekam medik peserta. commit to user
34
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengambilan data pada setiap posyandu dilakukan berdasarkan data primer melalui pengukuran langsung dan kuesioner terkait riwayat penyakit gangguan perncernaan.
Data yang diperoleh selanjutnya dikelompokan ke dalam
kelompok MP-ASI dini dan MP-ASI normal. Pada masing-masing kelompok yang berasal dari setiap posyandu dikelompokkan lagi berdasarkan status gizi yang diukur dari BB/PB, kemudian dibedakan menjadi sangat kurus, kurus, normal, dan gemuk. Data selanjutnya dianalisis menggunakan Uji Chi-Squre taraf 5% untuk membandingkan perbedaan status gizi pada bayi dengan berbagai jenis waktu pengenalan MPASI. J.
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis Chi-Square dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0 untuk membandingkan status gizi pada pemberian MP-ASI dini dan ASI eksklusif pada bayi usia 6-24 bulan. Batas kemaknaan yang dipakai adalah taraf signifikasi (α) 0,05. korelasi Spearman menggunakan perangkat lunak SAS 9.
commit to user
35
Analisis
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV. HASIL PENELITIAN
Puskesmas Manahan Kecamatan Banjarsari Kotamadya Surakarta membina 22 posyandu.
Penelitian ini dilaksanakan
di posyandu RW 1-13 dengan sampel
berjumlah 74 bayi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Data antropometri diperoleh dengan cara pengukuran berat badan dan panjang badan bayi, kemudian status gizinya ditentukan berdasarkan indeks BB/PB sesuai baku standar antropometri WHO tahun 2005. Sumber data lain diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis menggunakan uji Chi Kuadrat (χ2), untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara waktu pengenalan makanan pendamping dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan. Tabel 2. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Status Gizi BB/PB Total
Waktu Pengenalan Kurus
Normal
Gemuk
MP-ASI N
%
N
%
N
%
N
%
0-3 Bulan
7
9,5
1
1,4
5
6,7
13
17,6
4-5 Bulan
2
2,7
10
13,5
5
6,7
17
23,0
6-9 Bulan
1
1,4
40
54,0
3
4,1
44
59,4
10
13,5
51
68,9
13
17,6
74
100,0
Total
commit to user
36
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data
status
gizi
BB/PB
berdasarkan
waktu
pengenalan
MP-ASI
dikelompokkan mengikuti Somanje dan Bicego (2001). Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa bayi dengan status gizi normal berjumlah 51 dari 74 bayi yang diamati. Di antara 51 bayi dengan status gizi normal tersebut, yang diberikan MP-ASI sejak usia 0-3 bulan sebanyak 1 bayi (1,4%), usia 4-5 bulan sebanyak 10 bayi (13,5%), dan 40 bayi (54,0%) diberi MP-ASI pada usia 6-9 bulan. Hasil pengamatan tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan uji ChiSquare dan diperoleh nilai χ2 hitung lebih besar dari χ2 tabel (38,391 > 16,92) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI dengan status gizi dalam BB/PB (p < 0,001). Bayi dengan status gizi kurus terdapat 10 bayi dan berdasarkan data pengamatan, 7 bayi diantaranya diberi MP-ASI pada usia 0-3 bulan. Tabel 3. Distribusi Status Gizi BB/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Status Gizi BB/U Total
Waktu Pengenalan Kurang
Baik
Lebih
MP-ASI N
%
N
%
N
%
N
%
0-3 Bulan
4
5,4
8
10,8
1
1,4
13
17,6
4-5 Bulan
0
0,0
17
23,0
0
0,0
17
23,0
6-9 Bulan
0
0,0
43
58,1
1
1,4
44
59,4
4
5,4
68
91,9
2
2,8
74
100,0
Total
Status gizi BB/U menurut WHO digolongkan menjadi kurang, baik atau lebih. commit to user MP-ASI diantumkan pada Tabel Hasil pengamatan berdasarkan waktu pengenalan
37
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Terdapat hubungan antara waktu awal pemberian MP-ASI dengan status gizi berdasarkan BB/U. Hal ini terbukti dari hasil analisis Chi-Square diperoleh χ2hitung (22,04) > χ2tabel (12,59). Tabel 4. Distribusi Status Gizi PB/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Waktu Pengenalan
Status Gizi PB/U Total
Sangat Pendek
MP-ASI
Normal
Tinggi
Pendek N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
0-3 Bulan
1
1,4
5
6,7
7
9,5
0
0,0
13
17,6
4-5 Bulan
4
5,4
2
2,7
9
12,2
2
2,7
17
23,0
6-9 Bulan
1
1,4
11
14,9
30
40,5
2
2,7
44
59,4
6
8,1
18
24,3
46
62,2
4
5,4
74
100,0
Total
Uji Chi-Square untuk hubungan status gizi PB/U dengan waktu pengenalan MPASI menunjukkan χ2hitung (11,68) < χ2tabel (16,92). Hasil tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi PB/U dengan waktu awal pemberian MP-ASI (p = 0,69). Tabel 5. Distribusi Status Gizi IMT/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Status Gizi IMT/U Total
Waktu Pengenalan Kurus
Normal
Gemuk
MP-ASI
0-3 Bulan
N
%
N
%
N
%
N
%
4
5,4
4
5,4
5
6,7
13
17,6
commit to user
38
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4-5 Bulan
1
1,4
10
13,5
6
8,1
17
23,0
6-9 Bulan
1
1,4
39
52,7
4
5,4
44
59,4
6
8,1
53
71,6
15
20,3
Total
Indikator status gizi lain yang diamati adalah IMT/U.
74 100,0
Hasil pengamatan
ditunjukkan dalam tabel 5. Hasil analisis chi-square didapatkan χ2hitung (22,11) > χ2tabel (12,59), yang artinya terdapat hubungan antara status gizi IMT/U dengan waktu awal pemberian MP-ASI. Tabel 6. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Jenis Pemberian MP-ASI Status Gizi BB/PB Total
Jenis Pemberian Kurus
Normal
Gemuk
MP-ASI N
%
N
%
N
%
N
%
Sesuai
7
9,4
43
58,1
10
13,5
60
81,1
Tidak Sesuai
3
4,1
8
10,8
3
4,1
14
18,9
Total
10
13,5
51
68,9
13
17,6
74
100,0
Jenis MP-ASI yang dikenalkan pada bayi digolongkan menjadi sesuai dan tidak sesuai (WHO, 205). Hasil uji chi-square χ2hitung (1,294) < χ2tabel (7,82). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis pemberian MPASI dengan status gizi BB/PB
commit to user
39
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 7. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Frekuensi Pemberian MP-ASI Status Gizi BB/PB
Frekuensi
Total Pemberian MP-ASI
Kurus
Normal
Gemuk
N
%
N
%
N
%
N
%
2-3 Kali
10
13,5
48
64,8
9
12,2
67
90,5
4-5 Kali
0
0,0
0
0,0
4
5,4
4
5,4
>5 Kali
0
0,0
3
4,1
0
0,0
3
4,1
10
0,0
51
Total
68,9
13
17,6
74 100,0
Data pada Tabel 7 merupakan distribusi status gizi BB/PB berdasarkan frekuensi pemberian MP-ASI. Bayi dengan status gizi normal didapatkan paling banyak pada pemberian MP-ASI 2-3 kali sehari. Analisis menggunakan uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi pemberian MP-ASI dengan status gizi berdasarkan BB/PB dimana χ2hitung (20,95) > χ2tabel (9,5). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi bayi.
Pengamatan terhadap status gizi BB/PB
berdasarkan tingkat pendidikan ibu dicantumkan pada Tabel 8. Hasil analisis chisqure menunjukkan χ2hitung (7,005) < χ2tabel (12,59) yang berarti tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi berdasarkan BB/PB.
Tabel 8. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu Tingkat Pendidikan
Status Gizi BB/PB commit to user
40
Total
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ibu
Kurus
Normal
Gemuk
N
%
N
%
N
%
N
%
SD
0
0,0
3
4,1
0
0,0
3
4,1
SMP
3
4,1
6
8,1
3
4,1
12
16,2
SMA
6
8,1
27
36,5
9
12,2
42
56,7
PT
1
1,3
15
20,3
1
1,3
17
23,0
10
13,5
51
68,9
13
17,6
Total
74 100,0
Pengetahuan ibu tentang gizi di skor menggunakan kuisioner. Hasil analisis dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa χ2hitung (0,058) < χ2tabel (7,82). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi BB/PB dengan pengetahuan gizi ibu (Tabel 9). Tabel 9. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Pengetahuan Gizi Ibu Status Gizi BB/PB Total
Pengetahuan Gizi Kurus
Normal
Gemuk
Ibu N
%
N
%
N
%
N
%
Kurang
1
1,3
5
6,7
1
1,3
7
9,5
Baik
9
12,2
46
62,2
12
16,2
67
90,5
10
13,5
51
68,9
13
17,5
74 100,0
Total
Tabel 10. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Pola Asuh commit to user
41
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Status Gizi BB/PB Total Pola Asuh
Kurus
Normal
Gemuk
N
%
N
%
N
%
N
%
Ibu
5
6,7
37
50,0
10
13,5
52
70,3
Kerabat
1
1,3
10
13,5
3
4,1
14
18,9
Pengasuh
4
5,4
4
5,4
0
0
8
10,8
10
13,5
51
68,9
13
17,6
Total
74 100,0
Distribusi status gisi BB/PB berdasarkan pola asuh pada bayi ditunjukkan pada tabel 10. Hasil analisis Chi-Square untuk pola asuh bayi didapatkan nilai χ2hitung (10,95) > χ2tabel (9,5), yang berarti terdapat hubungan antara pola asuh dengan status gizi BB/PB. Bayi yang diasuh sendiri oleh ibu kandungnya lebih banyak yang berstatus gizi normal daripada yang diasuh oleh kerabat maupun pengasuh. Tabel 11. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Peran Ibu Status Gizi BB/PB Total Peran Ibu
Kurus
Normal
Gemuk
N
%
N
%
N
%
N
%
Kerja
4
5,4
19
25,7
11
14,9
34
45,9
Tidak Kerja
6
8,1
32
43,2
2
2,7
40
54,0
10
13,5
51
68,9
13
17,6
Total
74 100,0
Berdasarkan pengamatan terhadap peran ibu yang dilihat dari bekerja atau commit to user tidakna ibu, bayi dengan status gizi BB/PB normal diperoleh 19 bayi (25,7%) 42
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki ibu yang bekerja, sedangkan 32 bayi (43,2%) memiliki ibu yang tidak bekerja (Tabel 11). Dari uji Chi-Square didapatkan hasil χ2hitung (9,521) > χ2tabel (7,82) yang berarti terdapat perbedaan status gizi BB/PB antara ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja. Tabel 12. Distribusi Status Gizi BB/PB Berdasarkan Jumlah MP-ASI dalam Sekali Pemberian Status Gizi BB/PB
Jumlah
Total MP-ASI dalam Sekali Pemberian
Kurus
Normal
Gemuk
N
%
N
%
N
%
N
%
<5 sendok makan
3
4,1
3
4,1
2
2,7
8
10,8
>5 sendok makan
7
9,4
48
64,9
11
14,9
66
89,1
10
13,5
51
68,9
13
17,6
74
100,0
Total
Data pada Tabel 12 merupakan distribusi status gizi BB/PB berdasarkan jumlah pemberian MP-ASI dalam sekali pemberian. Analisis menggunakan uji Chi-Square menunjukkan tidak adanya hubungan antara jumlah MP-ASI dalam sekali pemberian dengan status gizi berdasarkan BB/PB dimana χ2hitung (5,386) < χ2tabel (5,99).
commit to user
43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Dalam 6 bulan pertama kehidupannya seluruh zat gizi dan cairan yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal terkandung dalam air susu ibu (ASI) (WHO, 2005). mengandung seluruh nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi.
ASI selain steril juga Pemberian makanan
pendamping ASI sebelum usia 6 bulan tidak dianjurkan, karena selain belum dibutuhkan, makanan tambahan juga memiliki risiko kontaminasi tinggi sehingga dapat meningkatkan angka kejadian diare.
MP-ASI terlalu awal juga dapat
menurunkan pengeluaran ASI, karena produksi ASI salah satunya dipengaruhi oleh frekuensi dan intensitas hisapan saat menyusui (Somanje, 2006). Dari hasil analisis Chi-Square, didapatkan status gizi BB/PB yang berbeda pada pemberian MP-ASI 6-3 bulan, 0-3 bulan, dan 4-5 bulan. Dibandingkan dengan bayi yang diberi MP-ASI pada usia 0-3 bulan atau 4-5 bulan,
bayi dengan
pemberian MP-ASI 6-9 bulan didapatkan status gizi normal lebih banyak. Ada hubungan antara waktu pengenalan MP-ASI (p < 0.001) dengan status gizi BB/PB. Untuk melihat seberapa kuat hubungan antara status gizi dengan waktu pengenalan MP-ASI dilakukan analisis korelasi. Terdapat hubungan antara status gizi berdasarkan BB/U, BB/PB, dan IMT/U dengan waktu awal pemberian MP-ASI, dengan nilai koefsien korelasi Spearman (r) berturut-turut sebesar 0,37 (p = 0,001), 0,66 (p < 0,0001), dan 0,50 (p < 0.0001). Namun, tidak terdapat hubungan antara commit to user
44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
status gizi PB/U dengan waktu pemberian MP-ASI dengan nilai r = 0,17 (p = 0,14). Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Semakin awal pemberian MP-ASI, prevalensi bayi kurus cenderung semakin banyak. Hal itu kemungkinan karena kemampuan sistem pencernaan bayi < 6 bulan belum siap untuk menerima makanan pendamping sehingga saat ASI digantikan oleh makanan pendamping, penyerapan nutrisi dan zat gizi tidak terjadi secara optimal dan akan menyebabkan rendahnya status gizi.
Hal ini sesuai dengan
penelitian Kramer et al. (2002), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan pertumbuhan bayi. Pemberian ASI eksklusif dapat mempercepat pertumbuhan berat badan dan panjang badan bayi dalam beberapa bulan pertama kehidupannya.
Pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa
pemberian ASI eksklusif lebih dari 12 bulan juga tidak baik karena justru membuat laju peningkatan pertumbuhan menjadi negatif.
Penelitian ini mendukung
rekomendasi WHO dan UNICEF dimana pengenalan makanan pendamping mulai usia 6 bulan merupakan cara tepat untuk mendukung pertumbuhan bayi secara optimal. Haider et al. (1996) menemukan bahwa pemberian MP-ASI terlalu dini memiliki hubungan dengan terjadinya malnutrisi pada bayi. Pemberian MP-ASI kurang dari 2 bulan menyebabkan status gizi berdasarkan BB/U dan BB/PB lebih rendah dibanding yang diberi MP-ASI >2 bulan. Pemberian asi ekslusif hingga umur 6 bulan lebih baik dibandingkan dengan pemberian MP asi pada umur 3 bulan. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kramer et al. (2003) tentang perbandingan pertumbuhan dan kesehatan pada bayi yang diberi ASI eksklusif 3 bulan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif commit to user
45
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6 bulan yang menunjukkan bahwa walaupun pada bayi dengan pemberian ASI eksklusif 3 bulan memiliki laju pertumbuhan lebih cepat pada bulan-bulan awal, tetapi secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memberikan hasil yang lebih baik. Pemberian ASI eksklusif hingga usia 3 bulan dalam penelitian menunjukkan resiko infeksi gastrointestinal yang lebih tinggi dan memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan bayi pada tahun pertama.
Hasil penelitian
Murniningsih dan Sulastri (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pemberian makanan tambahan pada usia dini dengan tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan yang mayoritas disebabkan oleh infeksi gastrointestinal seperti diare dan konstipasi. Namun demikian, dari hasil penelitian waktu pemberian MP-ASI tidak berkaitan dengan status gizi berdasarkan PB/U. Hal tersebut kemungkinan bahwa PB/U lebih ditentukan oleh faktor internal masing-masing individu seperti genetik. Hasil penelitian di Posyandu Kecamatan Banjarsari ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan jenis dan jumlah MP-ASI yang diberikan. Persentase pemberian jenis MP-ASI yang sesuai anjuran Depkes dalam penelitian ini sebesar 81,1%, sedangkan yang tidak sesuai sebesar 18,9%. Karena persentase pemberian jenis MP-ASI yang tidak sesuai terlalu kecil, kemungkinan pengaruh jenis MP-ASI terhadap status gizi menjadi tidak terlihat. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Vitriani (2010) bahwa terdapat hubungan antara jenis pemberian MP-ASI dengan status gizi pada bayi usia 6 - 9ulan (p = 0,016). commit to user
46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Status gizi berdasarkan BB/PB berhubungan dengan frekuensi pemberian MPASI. Dengan frekuensi pemberian MP-ASI yang lebih sering maka asupan gizi yang diterima oleh bayi akan semakin banyak, dan akan meningkatkan status gizi bayi. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Manalu (2008) yang menyebutkan adanya hubungan antara pola makan dengan status gizi anak (p < 0,05). Anak yang memiliki pola makan yang baik cenderung memiliki status gizi yang baik begitu juga sebaliknya. Dalam penelitian ini, yang termasuk dalam pola makan yaitu waktu pemberian MP-ASI, jenis makanan tambahan, dan frekuensi makan. Anak dengan frekuensi makan sedikit memiliki status gizi yang tidak baik. Status gizi pada bayi selain ditentukan oleh faktor nutrisi, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal lain seperti tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, peran ibu, serta pola asuh (Andarwati, 2007). Pendidikan formal ibu mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk menyerap pengetahuan (Harahap, 2006).
Ibu dengan tingkat pendidikan rendah akan mempertahankan
tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru bidang gizi.
Tingkat pendidikan juga ikut menentukan atau
mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi gizi (Manalu, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Manalu (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi Balita dimana nilai p = 0,031. Anak yang memiliki status gizi buruk disebabkan oleh MP-ASI yang kurang tepat commit to user
47
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jenisnya dan anak sakit. Kurang tepatnya jenis dan kualitas MP-ASI antara lain disebabkan oleh rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi. Makin tinggi pengetahuan dan banyaknya pengalaman ibu, makin bervariasi makanan yang disediakan bagi Balita, sehingga kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan mempunyai nilai gizi yang tinggi (Mardiana, 2005). Namun demikian, penelitian yang dilakukan pada balita di kecamatan Banjarsari tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat pendidikan maupun pengetahuan gizi ibu. Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa banyak balita dengan status gizi BB/PB kurus yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi tergolong cukup baik. Hal tersebut antara lain dapat disebabkan adanya beberapa ibu yang bekerja sehingga pengasuhan anak diserahkan kepada kerabat atau pengasuh yang tingkat pendidikan maupun pengetahuannya masih kurang. Pada penelitian didapatkan adanya hubungan antara status gizi BB/PB dengan pola asuh dan peran ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak bayi dengan status gizi normal pada ibu yang tidak bekerja dan mengasuh anaknya secara langsung. Hasil serupa diperlihatkan oleh Lubis (2008), yang menyebutkan adanya hubungan antara status gizi dengan pola asuh (p < 0,1). Adanya hubungan antara status gizi dengan peran ibu juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Lubis (2008). Ibu yang bekerja tidak dapat memberikan perhatian penuh pada balitanya. Kesibukan dan beban kerja yang ditanggungnya menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya (Andarwati, 2007). Bila ibu bekerja, biasanya ibu mempercayakan commit to user
48
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bayinya kepada orang lain sehingga mengakibatkan berkurangnya peran ibu dalam mempersiapkan zat gizi bayi yang pada akhirnya berpengaruh pada status gizi bayi. Pada ibu yang tidak bekerja memiliki waktu lebih banyak untuk anak sehingga pemberian makanan dapat dilakukan secara maksimal (Lubis, 2008). Dilakukan uji analisis multivariat menggunakan regresi logistik untuk mengetahui seberapa besar variabel perancu berpengaruh terhadap variabel terikat. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa waktu pengenalan MP-ASI paling berpengaruh pada status gizi bayi dengan koefisien regresi (coef) 2,022. Sedangkan variabel luar yang paling berpengaruh terhadap status gizi bayi BB/PB secara berturut-turut adalah peran ibu (coef = 1,452), pola asuh (coef = 1,142), dan frekuensi pemberian MP-ASI (coef = 0,382)
commit to user
49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan 1. Terdapat hubungan antara status gizi BB/PB, BB/U, dan IMT/U dengan waktu pengenalan MP-ASI. Pengenalan MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan menyebabkan status gizi kurang pada Balita. Hasil ini mendukung rekomendasi WHO dan Depkes tentang pemberian ASI eksklusif mulai lahir hingga usia 6 bulan. Tidak ada hubungan antara status gizi PB/U dengan waktu pengenalan MP-ASI. 2. Frekuensi pemberian MP-ASI, pola asuh dan peran ibu berpengaruh dengan status gizi bayi. Faktor pendidikan, pengetahuan gizi ibu, jumlah dan jenis pemberian MP-ASI tidak berkaitan dengan status gizi.
B. Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan jumlah sampel yang lebih besar, serta lokasi cakupan penelitian yang lebih luas sehingga hasil yang didapatkan lebih menggambarkan keadaan sebenarnya di masyarakat. 2. Pada penelitian ini ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi namun tidak diteliti seperti penyakit infeksi, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meneliti faktor-faktor tersebut. 3. Anjuran pemberian ASI eksklusif tanpa pemberian makanan pendamping (MP-ASI) apapun sebelum usia 6 bulan perlu lebih disosialisasikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DATAR PUSTAKA
Ammoury R.F., Croffie J.M. 2010. Malabsorptive disorders of childhood. Pediatr Rev. 31:407-416. Andarwati D. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita pada keluarga petani di Desa Purwojati, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo. Semarang, Universitas Negeri Semarang. Skripsi. Benson L., Heather J.B., Kaelber C.D. 2009. Trend in the diagnosis of overweight and obesity in children and adolescents. Pediatrics. 123:e153-e158. Bappenas. 2006. Rencana aksi nasional pangan dan gizi. Jakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, p: 1-5. . 2010. Buku database pembangunan bidang kesehatan dan gizi masyarakat. Jakarta, Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kedeputian Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, pp: 115-165. Budiarto E. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC, pp: 38-45. BPS. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Kota Surakarta. Surakarta. Badan Pusat Statistik, p: 6-7. Cameron M., Hofvander Y. 1983. Manual on Feeding Infants and Young Children. 3th ed. Oxford: Oxford University Press, pp: 83-140. Chandran L., Gelfer P. 2006. Breastfeeding: the essential principles. Pediatr Rev. 27:409-417 Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pemantauan Status Gizi. Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI. Jakarta. commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
.
2006.
Pedoman
umum
pemberian
makanan
pendamping air susu ibu (MP-ASI) lokal. Jakarta, Depkes, p: 4-7. . 2007. Pedoman pemberian makanan bayi dan anak dalam situasi darurat. Jakarta, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, pp:1-29 . Indonesia
Nomor:
2011.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
tentang
Standar
1995/Menkes/SK/XII/2010
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta, Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Bina Gizi, pp:1-41. Edris M. 2007. Assessment of nutritional status of preschool children of Gumbrit, North West Ethiopia. Ethiop.J.Health Dev. 21(2):125-129. Fithriyah S. 2005. Hubungan antara pemberian dini makanan pendamping dengan status gizi bayi 6-12 bulan. Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Skripsi. Gartner L.M., Morton J, Naylor A.J., O’hare D., Schanler R.,J. 2005. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 115:496-506. Gillman M.W., Rifas-Shiman S.L., Camargo C.A.Jr., Berkey C.S., Frazier A.L., Rockett H.R.H., Field A.E., et al. 2001. Risk of overweight among adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 285(19):2461-2467. Grummer-Strawn L.M., Scanlon K.S., Fein S.B. 2008. Infant feeding and feeding transition during the first year of life. Pediatrics. 122:S36-S42. Hadi Hamam. 2005. Beban ganda masalah gizi dan implikasinya terhadap kebijakan
pembangunan
kesehatan
http://www.gizi.net/download/bebangandamasalahgizi.pdf. 2011). commit to user
nasional. (8
Februari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Istiono W., Suryadi H., Haris M., Irnizarifka., Tahitoe A.D., Hasdianda M.A., Fitria T., Sidabutar T.I.R. 2009. Analisis factor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Berita kedokteran masyarakat. 25:150-155. Kementrian Kesehatan RI. 2007. Spesifikasi teknis makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Jakarta, Kemenkes, pp: 1-8.
. 2010. Pedoman kader seri kesehatan anak. Jakarta, Kemenkes, pp: 27-30. . 2010. Profil kesehatan Indonesia tahun 2009. Jakarta, Kemenkes, pp: 131-134. Kim J., Peterson E.K. 2008. Association of infant child care with infant feeding practices and weight gain among US infants. Arch Pediatr Adolesc Med. 162(7):627-633. Kramer M.S., Guo T., Platt R.W., Sevkovskaya Z., Dzikovich I., Collet J., Shapiro S., et al. 2003. Infant growth and health outcomes associated with 3 compared with 6 mo of exclissive breastfeeding. Am J Clin Nutr. 78:291-5. Lubis R.2008. Hubungan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2008. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi Manalu A. 2008. Pola makan dan penyapihan serta hubungannya dengan status gizi di desa palip kecamatan silima pungga-pungga kabupaten dairi tahun 2008. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi Muniarti. 2010. Hubungan pengetahuan dan sikap Ibu tentang pemberian MP-ASI dengan status gizi anak (6-24 bulan) di Kenagarian Bungo Tanjung. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 4(2):88-96 Murniningsih, Sulastri. 2008. Hubungan Antara Pemberian Makanan Tambahan commit to user Pada Usia Dini dengan Tingkat Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan di
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Kelurahan Sine Sragen. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol . 1 No.3. p: 113-118 Nutrisiani, Febrika. 2010. Hubungan pemberian makanan pendamping air susu ibu (mp asi) pada anak usia 0-24 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan tahun 2010. Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi Rehman A.M., Gladstone B.P., Vergnese V.P., Muliyil J., Jaffar S., Kang G. 2009. Chronic growth faltering amongst a birth cohort of Indian children begins prior to weaning and is highly prevalent at three years of age. Nutrition Journal. 8:44. Ritasari N. 2009. Hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi pada balita umur 0-12 bulan di Desa Ngimboh Kecamatan Ujung Pangkah Gresik. Surabaya, Universitas Airlangga. Skripsi. Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Supariasa I.D.N., Bakri Bachyar, Fajar Ibnu. 2002. Penilaian Status Gizi. 1st ed. Jakarta: EGC, pp: 18-58 Susilowati. 2008. Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri Gizi (Bahan Kuliah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Ahmad Yani Cimahi Suwiji E. 2006. Hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 4–12 bulan di wilayah kerja puskesmas Medang kabupaten Blora tahun 2006. Semarang, Universitas Negeri Semarang. Skripsi. Somanje, H.
and. Bicego, G. 2001 Infant feeding, nutritional practises, and commit to user nutritional status among young children and women in Malawi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Demographic and Health Survey 2001. National Statistical Offise Zomba, Malawi Toschke A.M., Martin R.M., von Kries R., Wells J., Smith G.D., Ness A.R. 2007. Infant feeding method and obesity: body mass index and dual energy x-ray absorbtiometri measurements at 9-10 y of age from the Avan Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC). Am J Clin Nutr. 85:1578-85. WHO. 2005. The world health report 2005: make every mother and child count. Switzerland, WHO, p: 61-73 . 2006. WHO Child Growth Standards based on length/height, weight and age. Acta Pædiatrica. 450: 76-85 . 2010. Obesity and Overweight. http://who.int. (3 maret 2011). WHO-UNICEF. 2005. Rekomendasi tentang pemberian makan bayi pada situasi darurat. Jakarta, WHO. pp:1-3. . 2008. Child growth standards and the identification of severe acute malnutrition in infants and children. Switzetland, WHO, pp:1-12. Yussac M.A.A., Cahyadi A., Putri A.C., Dewi A.S., Khomaini A., Bardhosono S., Suarthana E. 2007. Prevalensi obesitas papda anak umur 4-6 tahun dan hubungannya dengan asupan serta pola makan. Maj kedokt indon. 57:4752.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1. Hasil Analisis Chi-square Status Gizi Bayi Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Status Gizi BB/PB Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Pengenalan MP_ASI (Oi-Ei)²/Ei Status Notasi Gizi 0-3 4-5 >6 0-3 4-5 >6 BB/PB Bulan Bulan Bulan Jumlah Bulan Bulan Bulan Ei 1,76 2,30 5,95 Kurus Oi 7 2 1 10 15,65 0,04 4,11 Normal
Gemuk
Ei
8,96
11,72
30,32
Oi
1
10
40
Ei
2,28
2,99
7,73
Oi
5
5
3
Lebih
Ei
11,95
15,62
40,43
Oi
8
17
43
Ei
0,35
0,46
1,19
Oi
1
0
1
7,07
0,25
3,09
10,41
13
3,23
1,36
2,89
7,48
Oi
1
Pendek
Ei
3,16
4
1
4,14 10,70 commit to user
Σ(Oi-Ei)²/Ei
37,69
(Oi-Ei)²/Ei 4-5 >6 Bulan Bulan
Jumlah
0,92
2,38
18,77
68
1,30
0,12
0,16
1,59
2
1,20
0,46
0,03
1,69
Σ(Oi-Ei)²/Ei
22,04
(Oi-Ei)²/Ei 4-5 >6 Bulan Bulan
Jumlah
Status Gizi PB/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Pengenalan MP_ASI Status Notasi Gizi 0-3 4-5 >6 0-3 PB/U Bulan Bulan Bulan Jumlah Bulan Ei 1,05 1,38 3,57 Sangat Pendek
19,80
51
Status Gizi BB/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Pengenalan MP_ASI Status Notasi Gizi 0-3 4-5 >6 0-3 BB/U Bulan Bulan Bulan Jumlah Bulan Ei 0,70 0,92 2,38 Kurang Oi 4 0 0 4 15,47 Baik
Jumlah
6
0,00
4,99
1,85
6,84
perpustakaan.uns.ac.id
Normal
Tinggi
digilib.uns.ac.id
Oi
5
2
11
Ei
8,08
10,57
27,35
Oi
7
9
30
Ei
0,70
0,92
2,38
Oi
0
2
2
18
1,07
1,10
0,01
2,18
46
0,14
0,23
0,26
0,63
4
0,70
1,27
0,06
2,03
Σ(Oi-Ei)²/Ei
11,68
(Oi-Ei)²/Ei 4-5 >6 Bulan Bulan
Jumlah
Status Gizi IMT/U Berdasarkan Waktu Pengenalan MP-ASI Pengenalan MP_ASI Status Notasi Gizi 0-3 4-5 >6 0-3 IMT/U Bulan Bulan Bulan Jumlah Bulan Ei 1,05 1,38 3,57 Kurus Oi 4 1 1 6 8,23 Normal
Gemuk
Ei
9,31
12,18
31,51
Oi
4
10
39
Ei
2,64
3,45
8,92
Oi
5
6
4
commit to user
0,10
1,85
10,19
53
3,03
0,39
1,78
5,20
15
2,12
1,89
2,71
6,73
Σ(Oi-Ei)²/Ei
22,11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 2. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Waktu Pengenalan MP-ASI dengan Statu Gizi Bayi
MP-ASI Prob > |r|
BB/U 0,369 0.0012
Status Gizi Bayi PB/U BB/PB 0,172 0,657 0.1422 <.0001
IMT/U 0,502 <.0001
Keterangan: BB/U = bobot badab/ umur, PB/U = panjang badan/ umur, BB/PB=bobot badan/ panjang badan, IMT/U =indeks masa tubuh/ umur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 3. Kuisioner Identitas Rumah Tangga, Data Antropometri Balita dan Pengenalan MP-ASI KUESIONER PENELITIAN DISUSUN OLEH MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Hubungan Waktu Pennalan Mp-Asi dengan Status Gizi pada Bayi Usia 6-24 Bulan di Kecamatan Banjarsari, Surakarta
Data yang diperoleh semata-mata diperlukan untuk kajian ilmiah. Dengan demikian identitas responden dijamin kerahasiaannya. Tetapi tetap diminita paraf pada lembar persetujuan untuk keabsahan. Terima Kasih. LEMBAR PERSETUJUAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: ..........................................................................
Umur
: ..........................................................................
Alamat
: .......................................................................... ..........................................................................
Dengan ini saya mengizinkan Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS untuk memperoleh data yang sesuai dengan penelitiannya melalui kuesioner ini dan mengolah hasil yang telah didapatkan.
Surakarta, ……………… Peneliti
(Rieska Widyaswari)
(..............................................)
I. Identitas Rumah Tangga 1. Nama kepala rumah tangga 2. Nama responden
: ____________________________
: ____________________________ commit 3. Hubungan responden dengan balita to user:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Ayah
d. Kerabat
b. Ibu
e. Lain-lain …………………
c. Kakak 4. Jumlah anggota rumah tangga
: ____________________________
5. Usia Ayah
: ____________________________
6. Usia Ibu
: ____________________________
7. Pendidikan Ibu
:
a. Tidak pernah sekolah
d. Tamat SMP
b. Tidak tamat SD
e. Tamat SMA
c. Tamat SD
f. Tamat perguruan tinggi
8. Pekerjaan Ibu
: ____________________________
9. Pendapatan keluarga per bulan
: Rp…………………….
II. Data Antropometri Balita 10. Nama
: ____________________________
11. Tanggal lahir
: ____________________________
12. Umur
: ____________________________
13. Jenis kelamin
: L/P
14. Berat badan
: ____________________________
15. Panjang badan
: ____________________________
16. Berat saat lahir
: ____________________________
III. Kuisioner Pengenalan MP-ASI 1. Apakah saat ini balita masih diberi ASI? a. Ya
b. Tidak
2. Jika tidak, mengapa balita tidak diberi ASI? a. Ibu sakit
d. Anak tidak mau
b. Ibu sibuk bekerja
e. Lain-lain
………………………. c. Air susu tidak keluar 3. Asupan makanan apa yang diberikan kepada balita? a. Asi eksklusif selama 6 bulan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Campuran ASI dan makanan tambahan lain c. ASI < 6 bulan d. Tidak diberi ASI 4. Siapa yang mengasuh bayi pada saat ibu bekerja: (Khusus untuk ibu yang bekerja) a. Ayah
c. Saudara
perempuan/laki-laki
ibu b. Kakek/Nenek
d. Lain-lain
……………………….. 5. Sejak usia berapa anak diberi makanan selain ASI? _______________ bulan a. Bila diberikan makanan mulai < 6 bulan, mengapa? (Lanjutkan ke pertanyaan no 5) ____________________________________________________________ b. Bila belum diberi MP-ASI, megapa? ____________________________________________________________ 6. Makanan (selain ASI) apa yang diberikan kepada balita anda? a. Tidak ada
d. MP-ASI dari Depkes
b. Makanan jadi buatan pabrik
e. Susu formula
c. Makanan buatan rumah
f. _Lain-lain ………………………
7. Berapa kali dalam sehari diberi MP-ASI? a. < 2 kali
c. 4-5 kali
b. 2-3 kali
d. > 5 kali
8. Dalam bentuk apa MP-ASI yang diberikan? a. Makanan lumat (contoh: bubur susu, bubur sumsum, tomat saring, pisang kerok, dll) b. Makanan lunak (contoh: bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, dll) c. Makanan padat (contoh: lontong, biskuit, dll) 9. Selain makanan pokok (nasi dll) apakah balita sudah diberikan lauk hewani? a. Ya
b. Tidak commit to user 10. Bagaimana frekuensi anak ibu mengkonsumsi lauk hewani?
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Setiap hari/minggu
c. 2-3 hari/minggu
b. 4-6 hari/minggu
d. Tidak pernah
11. Apakah balita sudah diberikan buah-buahan? a. Ya
b. Tidak
12. Bagaimana frekuensi anak ibu mengkonsumsi buah-buahan? a. Setiap hari/minggu
c. 2-3 hari/minggu
b. 4-6 hari/minggu
d. Tidak pernah
13. Apakah anak ibu memiliki kelainan bawaan? a. Ya
b. Tidak
14. Apakah anak ibu sakit dalam 1 minggu terakhir? a. Ya
b. Tidak
15. Apa penyakit yang diderita tersebut? a. Demam b. Batuk c. Pilek d. Diare e. Lain-lain……………..
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 4. Kuisioner Tingkat Pengeahuan Gizi Ibu Berilah tanda ceklis ( √ ) pada jawaban yang dipilih! NO
PERTANYAAN
1
Telur, tempe dan daging termasuk contoh bahan makanan yang mengandung protein.
2 3 4
B
SKOR
ASI dan makanan tambahan sebaiknya diberikan pada bayi berusia 0-6 bulan. Wortel adalah sumber vitamin A. Minyak dan keju adalah bahan makanan yang mengandung lemak.
5
Makanan yang bergizi mengenyangkan.
6
Balita hanya memerlukan perkembangannya.
7
Nasi, sayur, lauk dan buah sudah memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna
8
Kacang-kacangan dan biji-bijian merupakan bahan makanan sumber mineral.
9
Cara mencuci beras yang benar yaitu dicuci sampai airnya bening.
10
Cara memasak sayur yang benar yaitu dimasak tidak terlalu lama sehingga sayur masih segar dan vitamin tidak banyak yang hilang.
11
Sebelum dimasak sayuran dicuci pada air yang mengalir sampai bersih baru kemudian dipotong.
12
Sesudah sayuran dicuci kemudian direndam dengan air garam sambil diiris-iris atau dipotong.
13
Cara menyimpan makanan dan minuman yang benar yaitu dalam wadah atau tempat yang bersih dan tidak tertutup.
14
Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh terganggu.
15
Vitamin A sangat penting bagi pertumbuhan dan kekuatan tulang balita untuk mencegah kelumpuhan
16
Karbohidrat dan lemak merupakan sumber pembangun.
17
Lemak berfungsi untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan mata.
18
S
adalah ASI
makanan untuk
yang
enak
dan
pertumbuhan
dan
Protein merupakan sumber pembangun untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. (Nutrisiani, 2010)
commit to user