HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 9-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIRKALIKI KOTA BANDUNG Tati Suheti, Ruslaini, Ridwan Setiawan Politeknik Kesehatan (Poltekes)Bandung E-mail :
[email protected] [email protected]
ABSTRAK Gizi kurang dapat timbul akibat pemberian makanan tambahan berdasarkan waktu pemberian yang tidak tepat, jenis makanan yang tidak seimbang dan frekuensi pemberian makanan yang tidak sesuai. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki kota Bandung. Desain penelitian yang digunakan kasus kontrol. Sampel penelitian adalah anak yang berumur 6-24 bulan yang dinyatakan status gizi kurang sebanyak 132 (66 kasus dan 66 kontrol/1:1). Instrumen yang digunakan kuesioner, uji statistik yang digunakan adalah chi-square. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara waktu pemberian makanan tambahan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan (p=0,174), ada hubungan yang bermakna antara jenis pemberian makanan pendamping asi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan (OR = 30,45, 95 % CI ; 6,034-153,6 dan p=0,000), tidak ada hubungan antara frekuensi penberian makanan pendamping asi dengan status gizi anak usia 6 – 24 bulan (p=0,072). Rekomendasi bagi pihak puskesmas agar dapat meningkatkan pengawasan dan memberikan pendidikan terhadap waktu pemberian makanan pendamping asi, jenis dan frekuensi pemberian makanan pendamping asi. Sehingga kualitas kesehatan anak usia 6-24 bulan dapat meningkat dan angka kejadian gizi kurang pada anak usia 6-24 bulan dapat menurun. Kata kunci : pemberian makanan tambahan, status gizi, anak
ABSTRACT
Malnutrition can arise from complementary feeding based on the timing inappropriate, the type of food that is not balanced and the frequency of inappropriate feeding. The research aims to find out the relationship between complementary feeding and nutritional status of children aged 6-24 months in the working area health center Pasirkaliki. Research design used a case control study. The samples were children aged 6-24 months who otherwise lack the nutritional status of 132 (66 cases and 66 controls / 1:1). Instruments used in the questionnaire, statistical test used was chi-square. The results showed no relationship between the time of complementary feeding and nutritional status of children aged 6-24 months (p = 0.174), no significant correlation between the type of complementary feeding ation with the nutritional status of children aged 6-24 months (OR = 30, 45, 95% CI: 6.034 to 153.6 and p = 0.000), there is no relationship between the frequency of complementary feeding with the nutritional status of children aged 6 - 24 months (p = 0.072). Recommendations for the health center in order to improve supervision and provide education on the timing, the type and frequency of complementary feeding. So the quality of health care to children aged 6-24 months increased and the incidence of malnutrition in children aged 6-24 months can be decreased. Keywords: Complementary feeding, nutritional status, children
45
Tati Suherti, Hubungan Pemberian Makanan ....
PENDAHULUAN Salah satu kebutuhan yang paling mendasar dan digambarkan oleh Maslow dengan bagian piramida terbesar adalah kebutuhan fisiologis yang salah satunya adalah kebutuhan akan makan atau nutrisi. Kebutuhan nutrisi sangat penting karena merupakan sumber energi untuk menjalankan aktivitas manusia sehari-hari. Tanpa terpenuhinya kebutuhan nutrisi ini, manusia tidak akan dapat menjalankan aktivitasnya karena tidak ada energi yang dibutuhkan untuk mengaktifkan seluruh organ dan struktur fisologis tubuhnya (Kozier, 2004). Anak balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memeroleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/ UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 2 tahun, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun (Depkes RI, 2006). Terpenuhinya kebutuhan gizi dapat dilihat dari status gizi. Status Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, tranportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Nyoman, 2001). Status gizi ini terutama sangat penting bagi balita. Hal ini dikarenakan masa balita adalah masa yang paling rawan gizi, misalnya kurang kalori, protein, anemia, kurang vitamin , gangguan akibat kekurangan iodium, dan infeksi. Oleh karena itu , kelompok umur ini perlu mendapat perhatian khusus dalam hal pemberian nutrisi (Sulistijiani, 2001). Kebutuhan zat gizi pada bayi hingga berumur 6 bulan dapat terpenuhi dari ASI, namun setelah umur tersebut kebutuhan gizitidak dapat terpenuhi hanya dari ASI, tetapi perlu diberikan makanan tambahan yang berfungsi yang berfungsi sebagai MP ASI.(Kartika dkk,2003) Kasus kematian bayi di Bandung sebanyak 46,04/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi secara langsung adalah BBLR 75 kasus, Asfiksia 45 kasus dan lain-lain 75 kasus. Sedangkan prnyebab kematian bayi secara tidak langsung salah satunya adalah pemberian makanan tambahan yang tidak sesuai berdasarkan waktu, jenis dan frekuensi. (Dinkes Kab. Subang 2006).
Salah satu faktor penyebab status gizi yang tidak baik seperti gizi buruk dan gizi kurang pada balita menurut Yetty (2005), dipengaruhi banyak faktor, yaitu tidak tersedianya makanan yang adekuat, anak yang tidak mendapat makanan yang bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu ASI, sesudah usia 6 bulan tidak mendapat makanan tambahan pendamping ASI yang tepat, dan pola makan yang salah. Selain itu menurut Almatsier (2001), faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi adalah kurang pengetahuan masyarakat tentang makanan tambahan pendamping ASI dan atau pemberian makanan sesudah bayi disapih. Pemberian makanan yang salah atau terlalu dini (jenis, frekuensi dan waktu pemberian) juga akan memengaruhi status gizi balita (Soediaoetama, 1999). Berdasarkan besarnya masalah gizi dan kesehatan serta variasi faktor penyebab masalah, maka diperlukan program yang komprehensif dan terintegrasi, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun tingkat nasional. Hal ini memerlukan kerja sama antar sektor terkait . Kerja sama dalam mengatasi masalah gizi, pemerintah telah melakukan upaya perbaikan status gizi pada kelompok rawan termasuk balita. Berdasarkan SKRT 2004 status gizi balita di Indonesia yaitu balita dengan gizi baik 74,85%,gizi kurang sekitar 19 % dan gizi buruk 3 %. Hal ini didukung pula dengan keadaan status gizi balita di Jawa Barat. Status gizi balita yang memiliki gizi yang baik di Jawa Barat hanya sekitar 85,86 %, balita dengan gizi kurang 11,45 % dan masih terdapat gizi buruk sebesar 1,08% (Dinkes, 2006). Menurut Dinkes (2007) jumlah balita dibawah garis merah yang berada di kota Bandung masih cukup banyak, salah satunya di Puskesmas Pasirkaliki jumlahnya mencapai 632 balita dan merupakan Puskesmas yang memiliki balita di bawah garis merah paling tinggi dibandingkan dengan Puskesmas lainnya di kota Bandung, Puskesmas Cibuntu menduduki urutan ke dua yaitu 555 balita dan urutan ke tiga Puskesmas Babakan Sari yaitu 554 balita. Hasil laporan penimbangan balita di posyandu UPT Puskesmas pasirkaliki Bandung di kelurahan Pajajaran jumlah anak umur 6 – 24 bl sebanyak 801 orang,sedangkan jumlah anak umur 6-24 bl yang mengalami gizi kurang berjumlah 120 orang. METODE DAN HASIL PENELITIAN Penelitian ini untuk melihat adanya hubungan pemberian makanan tambahan dengan status gizi anak usia (6 - 24 bulan). Desain penelitian yang digunakan kasus kontrol (case control). Kelompok kasus adalah anak usia (6 – 24 bulan) yang menga lami gizi kurang dan kelompok kontrol adalah anak usia (6 – 24 bulan) yang tidak mengalami gizi kurang. Metode pengambilan sampel dengan mengambil satu kasus dan satu control dengan maching. Jumlah sampel sebanyak 132 orang (66 kasus dan 66 kontrol) , dengan perbandingan kelompok kasus dengan kontrol 1 : 1, dengan kriteria inklusi : a. Tidak menderita penyakit kronis atau bawaan b. Penghasilan keluarga dibawah UMR per bulan c. Anak masih mendapatkan ASI Analisa terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, dalam
Bhakti Kencana Medika, Volume 1, No. 2, Juli 2011, hal 45 - 49
analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentasi dari tiap variabel. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95 % (alpha 0,05). Jika p value ≤ α (0,05), Ho ditolak artinya ada hubung an, sedangkan jika, p value > α (0,05), Ho gagal ditolak artinya tidak ada hubungan. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung pada Mei 2010. A. Hasil Penelitian Tabel 1. Distribusi Pemberian MP ASI Pada Anak Usia (6-24 bulan) di RW 04 Kel Pajajaran wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung tahun 2010 No
Pemberian Asi
Status Gizi Kurang Baik n % n %
1
Waktu 24 7 31
77,4 22,6 100
18 13 31
58,1 41,9 100
2
Tidak Tepat Tepat Total Jenis MP
21 10 31
67,7 32,3 100,0
2 29 31
6,5 93,5 100
3
Tdk Seimbang Seimbang Total Frekwensi Tidak Sesuai Sesuai Total
17 14 31
54,8 45,2 100,0
9 22 31
29 71 100
1. Analisis Univariat Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok kasus hampir seluruhnya (77,4 %) waktu pemberian MP ASI tidak tepat, sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebagian kecil (41,9 %) yang tidak tepat.Tabel di atas juga menunjukkan bahwa pada kelompok kasus sebagian besar (67,7%) jenis MP ASI diberikan tidak seimbang dan pada kelompok kontrol hanya sebagian kecil (6,5%) yang tidak seimbang. Frekwensi pemberian MP ASI pada kelompok kasus sebagian besar (54,8%) tidak sesuai, sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebagian kecil (29,0%) . 2. Analisis Bivariat Tabel 2. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Anak Usia (6-24 bulan) di RW 04 Kel Pajajaran Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung tahun 2010 Pemberian
Status Gizi
n
%
P
X2
0,82 – 7,46
0,174
1,845
K
B
Tidak Tepat Tepat Jenis MP
24 7
13 18
2,476
Tdk Seimbang Seimbang Frekwensi
21 10
2 29
30,45 6,034 – 153,6
0,000 22,395
Tidak Sesuai Sesuai
17 14
9 22
2,968 1,039 – 8,479
0,072
Waktu
3,246
Tabel 2 menunjukkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,174 yang berarti p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara waktu pemberian MP ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di RW 04 Kel Pajajaran wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung tahun 2010. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 2,47, artinya bahwa anak yang waktu pemberian MP ASI-nya tidak tepat mempunyai peluang 2,47 kali terkena gizi kurang dibanding anak yang waktu pemberian MP ASI-nya tepat. Tabel 2 menunjukkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000 yang berarti p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara waktu pemberian makanan MP-ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di RW 04 Kel Pajajaran wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung tahun 2010. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 30,45 , artinya bahwa anak yang jenis pemberian MP ASInya tidak seimbang mempunyai peluang 30,45 kali terkena gizi kurang dibanding anak yang jenis pemberian MPASInya seimbang. Tabel 2 menunjukkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000 yang berarti p < 0,05 dan X2 = 29,400 maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara waktu pemberian makanan tambahan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di RW 04 Kel Pajajaran wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung tahun 2010. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 45,25 artinya bahwa anak yang frekuensi Pemberian MP Asi-nya tidak sesuai mempunyai peluang 42,25 kali terkena gizi kurang dibanding anak yang frekuensi Pemberian MP asi-nya sesuai B. Pembahasan 1. Hubungan Pemberian MP ASI dengan Status Gizi Anak Usia 6 - 24 Bulan a. Hubungan Waktu Pemberian dengan Status Gizi Hasil pengolahan data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara waktu pemberian MP ASI dengan Status gizi anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Secara statistik diperoleh nilai p=0,000 yang berarti p < 0,05. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Sediaoetama (1999) yaitu menyebutkan bahwa pemberian makanan yang salah atau terlalu dini berdasarkan waktu pemberian akan memengaruhi status gizi anak usia 6-24 bulan. Sedangkan menurut hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2005 yang dikutip oleh Hatta (2005) yang menyatakan hanya 64% ibu yang memberikan makanan tambahan pada bayinya sejak usia 4 bulan, secara tidak langsung status pada anak dikemudian hari akan menimbulkan gizi buruk, hal ini disebabkan oleh alat pencernaan pada bayi yang belum kuat sehingga akan menyebabkan trauma pencernaan dan bayi sering terkena gangguan kesehatan. Pernyataan ini diperkuat oleh Suyatno (2001) pemberian MP ASI pada usia dini perlu mendapat perhatian khusus, karena pada usia tersebut kebutuhan zat gizi bayi sesungguhnya masih dapat seluruhnya dipenuhi ASI. Pemberian makanan yang kurang bersih memungkinkan bayi mendapat
Tati Suherti, Hubungan Pemberian Makanan ....
infeksi pada saluran pencernaan. Pada prinsipnya pemberian MP ASI terlalu dini berbahaya, karena organ pencernaan secara anatomis dan fisiologis belum berfungsi sempurna. Peneliti berpendapat waktu pemberian makanan tambahan yang diberikan < 6 bulan lebih mudah mengalami gizi kurang dibandingkan anak yang diberikan makanan tambah an = 6 bulan. Hal ini kemungkinan disebabkan alat pencernaan belum cukup kuat untuk mencerna makanan jika dipaksakan maka saluran pencernaanya mudah terinfeksi sehingga anak akan lebih mudah terserang penyakit yang diakibatkan dari daya tahan tubuh yang menurun. b. Hubungan Jenis MP ASI dengan Status Gizi Hasil pengolahan data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara waktu Pemberian MP ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki kota Bandung. Secara statistik diperoleh nilai p=0,000 yang berarti p < 0,05. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sediaoetama (1999) yaitu jika anak tidak mendapatkan gizi yang seimbang maka akan memengaruhi terhadap status gizinya, akibatnya anak akan mengalami kekurang gizi dan mudah terkena penyakit. Sedangkan menurut teori Yetty (2005) mengemukakan bahwa penyebab gizi buruk dipengaruhi oleh faktor tidak tersedianya makanan yang adekuat dan anak yang tidak mendapat makanan yang bergizi seimbang. Penelti berpendapat anak yang diberikan jenis makanan tambahan yang tidak mengandung gizi seimbang kemungkinan akan berpengaruh terhadap status gizinya karena gizi yang seimbang dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak selain itu gizi seimbang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. c. Hubungan Frekuensi dengan Status Gizi Hasil pengolahan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi Pemberian MP ASI dengan Status gizi anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki kota Bandung tahun 2008. Secara statistik diperoleh nilai p=0,000 yang berarti p < 0,05. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sediaoetama (1999) yaitu menyebutkan bahwa pemberian makanan yang salah atau terlalu dini berdasarkan frekuensi pemberian akan memengaruhi status gizii anak usia 6-24 bulan. Sama halnya dengan Yetty (2005) menyebutkan bahwa penyebab gizi buruk banyak dipengaruhi oleh faktor pola atau frekuensi yang salah saat pemberian makan tambahan. Peneliti berpendapat jika pemberian makanan tambahan diberikan tidak sesuai frekuensinya berdasarkan tingkatan usianya, maka kemungkinan akan memengaruhi status gizi, anak menjadi gizi kurang, karena gizi kurang dipengaruhi oleh jumlah frekuensi makanan yan diberikan.
Hal ini sesuai dengan Yetty (2005) menyebutkan bahwa anak yang tidak diberi MPASI secara tepat berisiko terjadinya gizi buruk. Peneliti berpendapat anak yang diberi makanan tambahan secara tepat, maka tidak mudah mengalami gizi kurang karena pada usia 6 bulan secara anatomis dan fisilogis alat pencernaanya sudah mulai kuat dan sempurna sehingga tidak mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan . jadi makanan sudah mulai bisa dicerna dengan baik. b. Jenis Pemberian MP ASI Hasil pengolahan data menunjukkan distribusi jenis Pemberian MP ASI sebagai faktor resiko kejadian status gizi kurang pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki kota Bandung tahun 2008. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 30,45 artinya bahwa anak yang jenis Pemberian MP ASInya tidak seimbang mempunyai peluang 30,45 kali terkena gizi kurang dibandingkan anak yang waktu Pemberian MP ASI nya tidak seimbang. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sediaoetama (1999) bahwa fungsi zat gizi seimbang sebagai sumber energi atau tenaga, menyokong pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan dalam cairan tubuh (keseimbangan air, asam basa, dan mineral), serta mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Menu gizi seimbang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayurmayur, dan buah-buahan. Peneliti berpendapat Jika anak usia 6-24 bulan tidak mendapatkan gizi yang seimbang maka akan memengaruhi terhadap status gizinya, akibatnya anak akan mengalami kekurang gizi dan mudah terkena penyakit. Anak yang tidak mendapakan gizi seimbang merupakan faktor resiko terjadinya gizi kurang karena pada masa ini merupakan masa pertumbuhan yang sangat pesat sehingga kebutuhan gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhannya. c. Frekuensi Pemberian MP ASI Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 42,25 artinya bahwa anak yang frekuensi Pemberian MP ASInya tidak sesuai mempunyai peluang 42,25 kali terkena gizi kurang dibandingkan anak yang frekuensi Pemberian Makakan Pendampiong ASInya tidak sesuai. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Azwar (2000) pada saat anak usia 6-9 bulan alat cerna sudah semakin kuat dan pada saat itu anak diberikan makanan tambahan sebanyak 2 kali sehari. Dan pada anak usia 6-24 bulan anak diberikan makanan tambahan sebanyak 3 kali sehari. Jika tidak maka akan menyebabkan status gizi kurang. Peneliti berpendapat jika anak tidak diberikan makanan sesuai dengan frekunsinya maka akan menyebabkan gizi kurang karena jumlah frekuensi makaknan yang diberikan pada anak akan memengaruhi pertumbuhannya.
2. Pemberian MP ASI sebagai Faktor Resiko Status Gizi Kurang
SIMPULAN DAN SARAN
a. Waktu Pemberian MP ASI Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 2,47 artinya anak yang waktu Pemberian MP ASI nya tidak tepat mempunyai peluang 2,47 kali terkena gizi kurang dibandingkan anak yang waktu Pemberian MP ASInya tidak tepat.
A. Simpulan Penelitian ini memperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran waktu Pemberian MP Asi pada anak usia (6-24 bulan) di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki tahun 2008. Menunjukkan bahwa pada kelompok kasus
Bhakti Kencana Medika, Volume 1, No. 2, Juli 2011, hal 45 - 49
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
hampir seluruhnya waktu pemberian makanan tambah an diberikan tidak tepat. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian kecil waktu pemberian makanan tambahan diberikan tidak tepat. Gambaran jenis Pemberian MP ASI pada anak usia (6-24 bulan) di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki tahun 2008. Menunjukkan bahwa pada kelompok kasus hampir seluruhnya jenis pemberian makanan tambahan idak seimbang. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian kecil jenis pemberian makanan tambahan diberikan tidak seimbang. Gambaran frekuensi Pemberian MP ASI pada anak usia (6-24 bulan) di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki tahun 2008. Menunjukkan bahwa pada kelompok kasus hampir seluruhnya frekuensi pemberian makanan tambahan diberikan tidak sesuai. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian kecil frekuensi pemberian makanan tambahan diberikan tidak sesuai. Diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara waktu Pemberian MP ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki tahun 2008. Diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara jenis Pemberioan MP ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki tahun 2008 Diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi Pemberian MP ASI dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas Pasirkaliki tahun 2008 Anak usia 6-24 bulan dengan waktu Pemberian MP tidak tepat memiliki risiko terkena status gizi kurang 16 kali dibandingkan dengananak usia 6-24 bulan yang waktu Pemberian MP ASI tepat. Anak usia 6-24 bulan dengan jenis Pemberian MP tidak seimbang berisiko terkena status gizi kurang 21 kali dibandingkan denga nanak usia 6-24 bulan yang jenis Pemberian MP ASI seimbang.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. (2001). Prisip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Azrul. (2000). Buku Pedoman Pemberian MP-ASI. Jakarta. Garna, Heri dkk. (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke 3. Bandung: FKUP. Hatta, Meutia. 2005. 6,7 Juta Balita Indonesia Kurang Gizi. Jakarta. www.bkkb.go.id. Diperoleh 2 Mei 2008. Hidayad , A. A. (2005). Pengantar Ilmu keperawatan. Edisi pertama . Jakarta : Salemba Medika. Luluk, L.S. (2005). Resiko Pemberian MP-ASI Terlalu Dini. http://WWW.gizi.net/asi/indeks.shtml. Diperoleh 4 April 2008. Kartasapoetra. (2005). Korelasi Gizi Kesehatan dan Produktifitas Kerja. Jakarta: Bharatara Karya Aksara. Kozier, B., et. al. (2004). Fundamental of Nursing. Amerika. Pearson Education Inc.Mar’at. 1984. Sikap Manusia: Perubahan Serta Pengukurannya. Bandung: Ghalia Indonesia.
9. Anak usia 6-24 bulan dengan jenis Pemberian MP tidak sesuai memiliki risiko terkena status gizi kurang 42 kali dibandingkan dengan anak usia 6-24 bulan yang frekuensi Pemberian MP Asi sesuai. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti inginmemberikan saran kepada berapa pihak yang terkait dengan penanganan masalah status gizi anak usia 6-24 bulan dengan pemberian makanan tambahan berdasarkan waktu, jenis, dan frekuensi. a. Dengan diketahuinya Pemberian MP Asi berpe ngaruh terhadap Status gizi anak usia 6-24 bulan, maka pihak puskesmas perlu memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua yang mempunyai anak usia 6-24 bulan tentang waktu Pemberian MP Asi yang tepat yaitu dengan menginformasikan bahwa Pemberian MP Asi lebih baik diberikan sejak usia > 6 bulan, jenis Pemberian MT yang seimbang dengan mengimformasikan bahwa Pemberian MP Asi diberikan sesuai dengan gizi seimbang, dan frekuensi Pemberian MP Asi yang sesuai dengan menginformasikan bahwa Pemberian MP Asi diberikan sesuai dengan frekuensi. b. Dengan diketahuinya Pemberian MP Asi sebagai faktor resiko terjadinya status gizi kurang, maka pihak puskesmas perlu mengupayakan penanganan terhadap faktor resiko status gizi kurang. Jika tidak dampaknya akan membawa komplikasi yang lebih berat. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada orang tua anak usia 6-24 bulan mengenai faktor resiko terjadinya gizi kurang dan melaksanakan program yang dapat mencegah terjadinya gizi kurang.** Markum, A.H. (2002). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metoda Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: EGC. Nyoman, I Dewa. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Persagi. (1999). Visi dan Misi Gizi Dalam Mencapai Indonesia Sehat Tahun 2010. Jakarta. Puskesmas Pasirkaliki. (2007). Laporan keadaan Status Gizi Balita. Bandung Pudjadi, S. (2000). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak Edisi Ke-4. Jakarta: FKUI. Pamungkasiwi, Endang. (2000). Gizi buruk di Masyarakat dan Upaya Pencegahanya. Persi Co.Id. Sediaoetama, A.D. (1999). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat Sulistijiani. (2001). Menjaga Kesehatan Bayi dan balita. Jakarta: Puspa Swara.