HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WUS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : Christina Triwiyani NIM. ST13014
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan WUS Dengan Pengambilan Keputusan Untuk
Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di
Puskesmas Kebakkramat I”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini mengalami banyak kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, arahan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, kesulitan dan hambatan tersebut dapat teratasi. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan dan selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan yang telah memberikan arahan, masukan, dorongan, saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
iv
3.
Anis Nurhidayati, S.S.T., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan saran, arahan, masukan serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Anita Istiningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji yang telah memberi masukan dan arahan yang bermanfaat sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5.
dr. Wahyu Purwadi Rahmat, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Kebakkramat I, atas ijin penelitian yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
6.
Suami, Anak, Orangtua dan Keluargaku atas dorongan dan pengertiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7.
Sahabat-sahabatku di Puskesmas Kebakkramat I yang telah berbagi ilmu pengetahuan, bantuan dan masukkan serta pemberi semangat bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
8.
Teman-temanku di STIKes Kusuma Husada Program Transfer angkatan 2013 serta semua pihak yang tidak dapat satu persatu penulis sebutkan di sini yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang bermanfaat bagi penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya.
Surakarta, Agustus 2015 Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii SURAT PERNYATAAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi ABSTRAK ........................................................................................................ xii BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ................................................................................ 8 2.2 Keaslian Penelitian ...................................................................... 40 2.3 Kerangka Teori ........................................................................... 42 2.4 Kerangka Konsep
...................................................................... 42
2.5 Hipotesis ..................................................................................... 43
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 44 3.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 44 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 47 3.4 Variabel, Definisi Oprasinal dan Skala Pengukuran .................. 47 3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ............................. 50 3.6 Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data ................................ 53 3.7 Etika Penelitian .......................................................................... 56 BABIV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum .......................................................................
58
4.2 Analisis Univariat ....................................................................... 60 4.3 Analisis Bivariat .......................................................................... 61 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Pada Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat ........................................................................................... 63 5.2 Pengetahuan WUS tentang Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat .......................................................................................... 66 5.3 Pengambilan Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspksi Visual Asam Asetat ..................................................................... 67 5.4 Analisis Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan WUS Dengan Pengambilan Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat ................................................................... 69
vii
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ................................................................................ 72 6.2 Saran .......................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomer TabelJudul Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis ........................................ 23 Tabel 2.2 Keaslian Penelitian ....................................................................... 40 Tabel 3.1 Variabel, Definisi Oprasional dan Skala Pengukuran .................. 50 Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Umur ...................... 59 Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan ............. 59 Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pekerjaan ............... 60 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ......................... 60 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengambilan Keputusan ...... 61 Tabel 4.6 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan WUS dengan Pengambilan Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat ............................................................................................. 62
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomer GambarJudul Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Riwayat Alami Kanker Leher Rahim ......................................... 10 Gambar 2.2 Diagram Alur untuk Pencegahan Kanker Leher Rahim
........... 16
Gambar 2.3 Kerangka Teori .......................................................................... 42 Gambar 2.4 Kerangka Konsep ...................................................................... 42
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomer LampiranKeterangan Lampiran 1. Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 2. Jawaban Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 3. Pengajuan Ijin Penelitian ke DKK Karanganyar Lampiran 4. Surat Keterangan / Rekomendasi dari DKK Karanganyar Lampiran 5. Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Karanganyar Lampiran 6. Surat Rekomendasi Research / Survey dari BAPPEDA Karanganyar Lampiran 7. Surat Permohonan menjadi responden Lampiran 8. Surat Pernyataan bersedia menjadi responden Lampiran 9. Lembar Kuesioner Lampiran 10. Master Tabel Lampiran 11. Hasil Uji Penelitian Lampiran 12. Lembar Konsultasi Lampiran 13. Jadwal Penyusunan Skripsi
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Christina Triwiyani HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WUS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I Abstrak Kanker servik merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita. Pencegahan kanker servik bisa dilakukan dengan deteksi dini melalui pemeriksaan seperti iva test (test inspeksi visual asam asetat), pap smear, thin prep, dan cara pemberian vaksinasi. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rendahnya pengetahuan WUS tentang IVA test mengakibatkan mereka kurang mengetahui tentang manfaat dari deteksi dini kanker servik, hal itu berdampak pada rendahnya pengambilan keputusan untuk melakukan IVA test. Hal tersebut berpengaruh langsung pada rendahnya angka temuan kanker servik. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat I. Jenis penelitian menggunakan metode deskripti korelational dengan pendekatan Cross Sectional. Lokasi penelitian di Puskesmas Kebakkramat I kabupaten Karanganyar, pada bulan Juni 2015, jumlah sampel 109 responden, dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan propotional cluster random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tertutup, untuk analisis menggunakan uji Chi Square. Hasil analisis statistik menunjukkan tingkat pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA test paling banyak pada katagori baik dengan sejumlah 98 responden (89,9%). Keputusan responden untuk bersedia melakukan pemeriksaan IVA test sejumlah 105 responden (96,3%). Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (p=0,025).Hendaknya Perlunya ditingkatkan lagi pengetahuan WUS di Puskesmas Kebakkramat I tentang pentingnya pemeriksaan dini kanker serviks melalui penyuluhan-penyuluhan khususnya tentang IVA test.
Kata Kunci: Pengetahuan, Pengambilan Keputusan, Inspeksi Visual Asam Asetat. Daftar Pustaka: 30 (2004-2013)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Christina Triwiyani Correlation between Wus Knowledge Level and Decision on Visual Inspection of Acetic Acid at Community Health Center 1 of Kebakkramat
ABSTRACT Cervical cancer is cancer that ranks first on the overall incidence of cancer. Prevention of cervical cancer can be done with early detection through examination as IVA test (test of visual inspection of acetic acid), pap smear, thin prep, and how to give a vaccination. Knowledge is a very important domain for the formation of someone's actions. The lack of WUS knowledge about the IVA test causes the less awareness of the benefits of early detection of cervical cancer; it adversely affects the decision to undertake an IVA test. This is a direct impact on the low rate of cervical cancer findings. The objective of this research is to investigate the correlation between the WUS knowledge level and the decision on the visual inspection of acetic acid at Community Health Center 1 of Kebakkramat I. This research used the descriptive correlational method with cross sectional approach. This research was conducted at Community Health Center 1 of Kebakramat, Karanganyar, in June 2015. The samples of research were 109 respondents and were taken by using the proportionate cluster random sampling. The data were collected through closed questionnaire and were analyzed by using the Chi Square analysis. The result of this research shows that 98 respondents (89.9%) had good knowledge about IVA test, 105 respondents (96.3%) were willing to perform the examination IVA test. Thus, there was a correlation between the WUS knowledge level and the decision on the visual inspection of acetic acid(p=0,025). The WUS knowledge needs to be improved further at Community Health Center 1 of Kebakkramat about the importance of early examination of cervical cancer through counseling, especially about IVA test. Keywords: Knowledge, decision, visual inspection of acetate acid. References: 30 (2004-2013)
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Setiap tahun terdapat 12 juta orang menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Jika tidak diambil tindakan pengendalian yang memadai, maka pada tahun 2030 diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta diantaranya akan meninggal. Kejadian ini akan terjadi lebih cepat khususnya di negara miskin dan berkembang. Berdasarkan Riskesdas 2007, tumor / kanker merupakan penyebab kematian nomer 7 di Indonesia dengan presentasi 5,7% dari seluruh penyebab kematian. Angka kasusnya (prevalensi) adalah 4,3 per 1000 penduduk. Jadi tiap 1000 orang ada sekitar 4 (empat) orang yang menderita tumor / kanker (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Kanker servik merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada
wanita (Andrijono, 2009).
Menurut
Bosch
et
al
(dalam
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009), hampir semua kanker servik secara langsung berkaitan dengan infeksi sebelumnya dari salah satu atau lebih virus Human Papilloma (HPV), salah satu IMS (Infeksi Menular Seksual) yang paling sering terjadi di dunia. Dari 50 jenis HPV 1
2
yang menginfeksi saluran reproduksi, 15 sampai 20 jenis terkait dengan kanker servik. Empat dari jenis tersebut yaitu tipe 16, 18, 31 dan 45 adalah yang paling umum terdeteksi pada kasus kanker servik, dan jenis 16 merupakan penyebab dari setengah jumlah kasus yang terjadi. Pencegahan kanker servik pada umumnya bisa dilakukan dengan cara pencegahan sekunder dan pencegahan primer. Pencegahan sekunder misalnya dengan deteksi dini melalui pemeriksaan seperti iva test (test inspeksi visual asam asetat), pap smear, thin prep, dan lainnya. Sedangkan pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV, hal ini dilakukan
dengan
cara
pemberian
vaksinasi.
Menggunakan
penggabungkan antara pencegahan primer dan sekunder, diharapkan morbiditas kanker servik akan menurun, sehingga kesehatan reproduksi wanita di Indonesia semakin meningkat (Andrijono, 2009). Angka kasus kanker servik lebih tinggi di negara – negara berkembang sebagian dikarenakan negara – negara tersebut tidak memiliki metode pemeriksaan yang efektif. Penggunaan metode pap smear atau pemeriksaan berbasis serologi dalam mendeteksi perubahan prakanker sangatlah baik, tetapi banyak terjadi kendala, seperti mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan dengan metode tersebut, harus adanya ahli dalam pemeriksaan tersebut. Data terkini menunjukkan bahwa pemeriksaan visual leher rahim menggunakan asam asetat (IVA test) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap dalam mendeteksi penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih
sedikit logistik
dan
3
hambatan teknis (DepKes RI, 2009). Kelebihan tes yang menggunakan asam asetat ini adalah test ini menggunakan tehnik yang mudah, dengan biaya murah tetapi mempunyai tingkat sensitifitas tinggi yang merupakan faktor paling penting dari suatu test. Upaya pencegahan kanker servik juga sudah dilakukan di Puskesmas Kebakkramat I dengan cara melakukan screning melalui pemeriksaan IVA test pada ibu atau tepatnya pada wanita usia subur dan sudah dimulai dari bulan Maret 2014 hingga bulan November 2014, dan data yang didapat baru ada 49 peserta yang bersedia dilakukan pemeriksaan IVA test dengan angka positif kanker servik 4 orang dan 45 orang negatif. Penanganan dengan hasil positif di rujuk ke instansi yang lebih tinggi, yaitu ke Rumah Sakit, dan untuk hasil negatif dianjurkan pemeriksaan ulang 5 tahun lagi. Kendala lain selain dari mahalnya test yang ada dalam deteksi dini dari kanker servik yaitu tentang pengetahuan dari ibu dan lingkungan sekitarnya. Fakta yang didapatkan di lapangan setelah dilakukan promosi tentang screning untuk kanker servik melalui pemeriksaan IVA test di posyadu dan promosi di tingkat PKD (Poliklinik Kesehatan Desa) maupun puskesmas kesadaran dari ibu masih rendah. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan terdiri dari faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan umur, sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan sosial budaya (Wawan, A dan Dewi, 2010).
Rendahnya pengetahuan WUS
4
tentang IVA test menyebabkan mereka kurang mengetahui tentang manfaat dari tindakan tersebut, dan hal itu berdampak pada rendahnya partisipasi WUS dalam melakukan deteksi dini kanker servik sehingga angka temuan kanker servik di daerah tersebut rendah. Rendahnya pengetahuan WUS tentang IVA test juga berdampak pada rendahnya pengambilan keputusan pada tindakan IVA test itu sendiri, hal tersebut juga berpengaruh pada rendahnya angka temuan kanker servik. Oleh karena itu, penyampaian informasi tentang manfaat dari pemerikasaan IVA test sebagai deteksi dini kanker servik diperlukan untuk dapat meningkatkan pengetahuan dari WUS sehingga WUS bersedia melakukan tindakan IVA test dan meningkatkan angka temuan kanker servik.
1.2 Rumusan Masalah Kanker servik merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada
wanita. Pencegahan kanker servik bisa dilakukan secara primer
(vaksinasi) maupun sekunder (deteksi dini kanker servik: pap smer, iva test). Rendahnya pengetahuan WUS tentang IVA test mengakibatkan mereka kurang mengetahui tentang manfaat dari deteksi dini kanker servik, hal itu berdampak pada rendahnya pengambilan keputusan untuk melakukan IVA test. Hal tersebut berpengaruh langsung pada rendahnya angka temuan kanker servik.
5
Berdasarkan
latar
belakang tersebut maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : “Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan
Inspeksi
Visual
Asam
Asetat
di
Puskesmas
Kebakkramat 1 ?“
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan WUS
dengan
pemeriksaan
pengambilan
Inspeksi
Visual
keputusan Asam
untuk
Asetat
di
melakukan Puskesmas
Kebakkramat 1. 1.3.2
Tujuan Khusus 1.
Mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat 1.
2.
Mengidentifikasi pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat 1.
3.
Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat 1.
6 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat bagi masyarakat Masyarakat dapat memahami tentang Inspeksi Visual Asam Asetat dan bersedia melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat, sehingga angka kejadian kanker serviks dapat dideteksi secara dini.
1.4.2
Manfaat bagi Puskesmas Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan dan merencanakan strategi pelayanan khususnya pada pemeriksaan Inspeksi Viaual Asam Atetat ( IVA test).
1.4.3
Manfaat bagi institusi pendidikan Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan bagi institusi pendidikan dalam mengembangkan penelitian sejenis dan serta dapat dijadikan dasar untuk penelitian lebih lanjut khususnya tentang pemeriksaan IVA test.
1.4.4
Manfaat bagi peneliti Dapat pemeriksaan
menambah Inspeksi
pengetahuan
Visual
Asam
peneliti Asetat
dan
tentang dapat
mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian serta melatih kemampuan dalam analisis data penelitian.
7 1.4.5
Manfaat bagi peneliti lainnya Dapat berguna sebagai data dasar atau informasi untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang IVA test.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kanker Servik 2.1.1.1 Definisi Kanker Servik Kanker servik merupakan tumor ganas paling sering ditemukan pada sistem reproduksi wanita. Kanker servik adalah kanker primer dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio) (Andrijono, 2009). Kanker servik adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan permukaan serviks (Samadi, 2011). Kebanyakan kasusnya berupa karsinogen epitel skuamosa, tumor tumbuh setempat, umumnya menginvasi jaringan parametrium dan organ pelvis (Dep Kes RI, 2009). 2.1.1.2 Penyebab Kanker Servik Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) terdeteksi pada 99,7% kanker servis, sehingga infeksi HPV merupakan infeksi yang sangat penting pada perjalanan penyakit kanker serviks uterus (Andrijono, 2009). Menurut Samadi (2011), mengatakan bahwa HPV dibagi menurut resiko dalam menimbulkan kanker serviks,
9 yaitu sebagai berikut: 1.
Resiko Rendah:
tipe 6, 11, 42, 43, 44 disebut tipe non-
onkogenik. Jika terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger ayam. 2.
Resiko Tinggi: tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 56, 58, 59, 68 disebut tipe onkogernik, jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak diobati, bisa menjadi kanker. HPV resiko tinggi ditemukan pada hampir semua kasus kanker serviks (99%). Menurut DepKes RI (2009), mengatkan bahwa kanker leher
rahim pertama kali berkembang dari lesi pra-kanker (secara luas dikenal sebagai displasia 1), yang berkembang dengan pasti dari displasia ringan, menengah, sampai parah kemudian menjadi kanker dini (CIS/Carsinoma In Situ) sebelum menjadi kanker yang bersifat invasif. Penyebab awal (prekursor) langsung terjadinya kanker leher rahim adalah displasia tingkat tinggi (CIN/ Cervical Intraepitelial Neoplasia II atau III), yang dapat berkembang menjadi kanker leher rahim dalam waktu 10 tahun atau lebih. Sebagian besar displasia tingkat rendah (CIN I) dapat hilang tanpa diobati atau tidak berkembang, terutama perubahan-perubahan yang terlihat pada perempuan remaja.
10 Servik Normal 60% membaik dlm waktu 2-3 tahun
Infeksi HPV Perubahan yang berkaitan dg HPV
Sekitar 15% berkembang dalam 3-4 tahun
Lesi Derajat Rendah
Kofaktor HPV Resiko Tinggi
30%-70% berkembang dalam 10 tahun
Lesi Derajat Tinggi
Kanker Invasif
Gambar 2.1 Riwayat Alami kanker Leher Rahim Sumber : DepKes RI (2009)
Pada dasarnya ada berbagai pencetus kanker serviks meskipun faktor penyebab yang paling mutlak adalah infeksi HPV. Faktor-faktor yang menyebabkan kanker serviks menurut Samadi (2011), adalah : 1.
The seed. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Infeksi HPV merupakan penyakit menular seksual yang berkaitan dengan aktivitas seksual seperti mitra seksual multipel.
2.
The soil. Adanya daerah metaplasia epitelium, yaitu perubahan sel-sel di mulut rahim dari zona transformasi serviks yang merupakan daerah kritis dan potensial beresiko terjadinya perubahan
seluler
dan
perkembangan
kanker
serviks.
Metaplasia skuamosa dapat terjadi secara aktif pada saat fetus, pubertas, dan dewasa muda, serta kehamilan pertama. Artinya,
11
hubungan seksual pada usia muda atau kehamilan pada usia muda beresiko terjadinya kanker serviks. 3.
The nutrients. Adalah faktor yang mempengaruhi imunitas epitelial spesifik, seperti merokok, pil kontrasepsi, sperma, plasma seminal, dan infeksi organisme lainnya, seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus), klamidia, dan HSV (herpes simplek virus). Sedangkan menurut DepKes RI (2009), menyatakan bahwa
faktor – faktor resiko infeksi HPV dan kanker leher rahim antara lain : 1.
Aktivitas seksual sebelum berusia 20 tahun
2.
Berganti-ganti pasangan seksual
3.
Terpapar infeksi yang ditularkan secara seksual (IMS)
4.
Ibu atau kakak yang menderita kanker leher rahim
5.
Test Pap sebelumnya yang abnormal
6.
Merokok
7.
Imunosuspresi : a.
HIV/AIDS
b.
Penggunaan kortikosteroid kronis
2.1.1.3 Gejala Kanker Servik Perjalanan kanker serviks dimulai dari terinfeksi virus, kemudian menjadi lesi prakanker serta akhirnya menjadi kanker,
12
rentang waktu antara 3-14 tahun, namun
rata - rata 10 tahun
(Samadi, 2011). Pada tahap lesi prakanker biasanya tidak ada gejala dan kalaupun ada hanya berupa keluhan rasa kering di vagina, atau keputihan yang berulang/tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati. Menurut Samadi (2011), gejala klinis saat sudah menjadi kanker servik dapat dibedakan dalam beberapa tahap/stadium dalam kanker servik, yaitu : 1. Gejala awal a.
Perdarahan pervagina/lewat vagina, berupa perdarahan pascasanggama atau perdarahan spontan di luar masa haid.
b.
Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah diobati, biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah ditumpangi infeksi sekunder.
2. Gejala lanjut Cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rektum/anus. 3. Kanker telah menyebar/metastasis Timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena, misalnya penyebaran ke paru-paru, liver, atau tulang.
13 4. Kambuh/residif Bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing/obstruksi ureter. 2.1.1.4Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Servik Pencegahan kanker servik ada dua macam yaitu pencegahan secara primer dan pencegahan secara sekunder. Pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV merupakan pencegahan yang sangat efektif. Infeksi virus hanya memungkinkan dicegah dengan pemberian vaksinasi (Andrijono, 2009). Menurut Samadi (2011), pencegahan sekunder kanker serviks merupakan tindakan preventif sekunder, yaitu deteksi dini lesi prakanker melalui tes Pap dan rangkaian tindak lanjut, misalnya pemeriksaan kolposkopi, biopsi. Di negara maju metode di atas paling sering digunakan serta
mempunyai
efektifitas
yang
tinggi.
Namun
dalam
implementasinya metode di atas membutuhkan tidak hanya biaya, tetapi juga sumber daya manusia dan logistik peralatan yang besar. Menurut Samadi (2011),
di
Indonesia, cakupan test Pap
diperkirakan kurang dari 5%. Untuk memenuhinya, diupayakan alternatif test Pap dengan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat).
14 2.1.1.4.1 Test Pap Menurut Samadi (2011), Tes Pap atau yang lebih terkenal dengan pap smear adalah salah satu deteksi dini terhadap kanker serviks yang paling sering dilakukan. Pada prinsipnya pap smear mengambil sel epitel yang ada di leher rahim yang kemudian dilihat kenormalannya. Cara melakukan pap smear 1.
Usapkan spatula Eyre pada ektoseerviks (bibir mulut rahim) terlebih dahulu, lalu pulas di kaca benda.
2.
Usapkan cytobrush pada endoserviks, lalu pulas di kaca benda.
3.
Rendam kaca benda dalam alkohol 96%, minimal 30 menit.
2.1.1.4.2 Pemeriksaan SSBC/LBC (Sitologi Serviks Berbasis Cairan/Liquid Base Cytology) Pemeriksaan ini seperti pemeriksaan pap smear, tetapi hasil pengambilan sel-sel mulut rahim “dilarutkan” lebih dulu pada suatu cairan, baru kemudian di sentrifugasi/diambil endapannya, baru kemudian dibuat apusan dan dibaca di bawah miskroskop (Samadi,2011). 2.1.1.4.3 Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA test) Menurut Samadi (2011), deteksi dengan metode IVA test sangat cocok diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif dan tidak invasif, juga dapat dilakukan oleh
15 dokter, bidan atau perawat. Hasilnya pun bisa langsung didapat, dan sentivitas serta spesifitas cukup baik. Alat dan bahan yang dibutuhkan pun sangat sederhana, yaitu spekulum vagina, asam asetat 3-5%, kapas lidi, meja periksa, sarung tangan (lebih baik steril), dan dilakukan pada kondisi ruang yang terang (cukup cahaya). Test IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes tersebut dapat dilakukan pada perempuan yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS (DepKes RI, 2009). Hal-hal yang perlu dikaji mengenai kesehatan reproduksi sebelum dilakukan pemeriksaan IVA test menurut DepKes RI (2009), yaitu: 1.
Riwayat menstruasi
2.
Pola perdarahan (misalnya pasca coitus atau mens tak teratur).
3.
Paritas/jumlah kelahiran yang hidup
4.
Usia pertama kali berhubungan seksual
5.
Penggunaan alat kontrasepsi
16
Mengajak ibu-ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker leher rahim Tingkat Komunitas Melakukan konseling tentang kanker leher rahim, faktor resiko dan pencegahannya Tingkat Yankes primer/sekunder Melakukan IVA IVA (-)
IVA (+)
Diulang 5tahun yang akan datang
Lesi luas *
Tidak
Kanker
Ya
Sarankan Krioterapi
Konseling
Servisitis bukan kontaindikasi krioterapi
Ada Servisitis ?
Ya
Ibu memilih dirujuk
Menolak
Setuju
Anjuran untuk ulangi IVA 1 tahun yang akan datang
Tidak
Rujuk
KRIOTERAPI
Obati
Tunggu 2 minggu untuk Krioterapi
Kembali 1 bulan pasca Krioterapi
Evaluasi - Apakah sudah bisa melakukan hubungan - Lesi sudah sembuh **6 bulan I
Kembali 6 bulan pasca Krioterapi
IVA (-)
Ulangi setelah 5tahun
Acetowhite (+) atau lesi prakanker ***6 bulan II
Gambar 2.2 Diagram Alur untuk Pencegahan Kanker Leher Rahim
17
Keterangan gambar 2.2 : * Lesi > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih dari 2 mm dari diameter krioprob atau ke dalam saluran di luar jangkauan krioprobe ** 6 bulan I : 6 bulan pasca krio pertama ***6 bulan II : 6 bulan pasca krio kedua Berdasarkan diagram alur di atas, pada pemeriksaan IVA test bila didapat hasil negatif maka ibu dianjurkan untuk melakukan IVA test ulang 5 tahun yang akan datang. Sedangkan bila hasil positif, lihat seberapa luas lesi, bila luas > 75% anjurkan ibu untuk rujuk ke rumah sakit tapi bila tidak luas sarankan ibu untuk melakukan pengobatan krioterapi dan lakukan konseling. Setelah dilakukan tindakan krioterapi kontrol ulang 6 bulan – 1 tahun bila hasil negatif kontrol ulang 5 tahun lagi, tetapi bila hasil masih positif segera rujuk ke Rumah Sakit atau krioterapi ulang, (DepKes RI, 2009). Langkah-langkah pelaksanaan IVA test menurut DepKes RI, (2009) adalah sebagai berikut: 1. Asesmen Klien dan Persiapan Langkah 1
Sebelum
melakukan
test
IVA,
diskusikan
tindakan dengan ibu/klien. Jelaskan mengapa test tersebut dianjurkan dan apa yang akan dilakukan saat pemeriksaan. Jelaskan juga mengenai sifat
18
temuan yang mungkin dan tindak lanjut atau pengobatan yang mungkin diperlukan. Langkah 2
Pastikan peralatan dan bahan yang diperlukan tersedia. Bawa ibu/klien keruang pemeriksaan, minta dia untuk BAK terlebih dahulu. Minta ibu/klien untuk melepas pakaian (termasuk pakaian
dalam)
sehingga
dapat
dilakukan
pemeriksaan panggul dan test IVA. Langkah 3
Bantu ibu/klien memposisikan dirinya di atas meja ginekologi, tutup badan ibu dengan selimut, nyalakan lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu.
2.
Langkah 4
Cuci tangan, lakukan palpasi perut
Langkah 5
Pakai sarung tangan
Langkah 6
Atur peralatan dan bahan pada nampan
Test IVA Langkah 1
Periksa kemaluan bagian luar kemudian periksa mulut uretra apakah ada keputihan. Lakukan palpasi Skene’s and Bartholin’s glands. Katakan pada ibu/klien bahwa spekulum akan dimasukkan dan ibu mungkin merasakan beberapa tekanan.
Langkah 2
Dengan
hati-hati
masukkan
spekulum
sepenuhnya atau sampai terasa ada penolakan kemudian perlahan-lahan membuka bilah/cocor
19
untuk melihat serviks. Atur spkulum sehingga seluruh serviks dapat terlihat. Hal tersebut mungkin sulit pada kasus-kasus dimana serviks berukuran besar atau sangat anterior atau posterior. Mungkin perlu menggunakan kapas lidi, spatula atau alat lain untuk mendorong serviks dengan lembut ke atas atau ke bawah agar dapat dilihat. Langkah 3
Bila serviks dapat dilihat seluruhnya, kunci cocor spekulum dalam posisi terbuka sehinggaakan tetap ditempat saat melihat serviks.
Langkah 4
Pindahkan sumber cahaya agar serviks dapat terlihat dengan jelas.
Langkah 5
Amati serviks dan periksa apakah ada infeksi (cervicitis) seperti cairan putih keruh (mucopus), ektopi (ectropion), tumor yang terlihat atau kista Nabothian, nanah atau lesi “strawberry” (infeksi Trihomonas).
Langkah 6
Gunakan kapas lidi untuk membersihkan cairan yang keluar, darah atau mukosa dari serviks. Buang kapas lidi ke dalam wadah tahan bocor atau kantung plastik.
20
Langkah 7
Identifikasi cervical os dan SSK (sambungan skuamo kolumnar) dan area sekitarnya.
Langkah 8
Basahkan kapas lidi ke dalam larutan asam asetat kemudian oleskan pada serviks. Bila perlu gunakan kapas lidi bersih untuk mengulang pengolesan asam asetat sampai serviks benarbenar telah diolesi asam secara merata, buang kapas lidi yang telah dipakai.
Langkah 9
Setelah serviks dioles dengan larutan asam asetat, tunggu minimal 1 menit agar diserap dan sampai muncul reaksi acetowhite.
Langkah 10
Periksa SSK (sambungan skuamo kolumnar) dengan teliti, lihat apakah serviks mudah berdarah, cari apakah ada plak putih yang menebal atau epitel ecetowhite.
Langkah 11
Bila perlu oleskan lagi asam asetat atau usap dengan kapas lidi bersih untuk menghilangkan mukosa, darah atau debris yang terjadi saat pemeriksaan dan yang mengganggu pandangan, buang kapas lidi yang telah dipakai.
Langkah 12
Bila pemeriksaan visual pada serviks sudah selesai, gunakan kapas lidi yang baru untuk menghilangkan asam asetat yang tersisa pada
21
serviks dan vagina, buang kapas lidi yang telah dipakai. Langkah 13
Lepaskan spekulum secara halus, jika hasil test IVA negatif letakkan spekulum ke dalam larutan klorin
0,5%
selama
10
menit
untuk
dekontaminasi. Jika hasil positif dan setelah konseling klien menginginkan pengobatan segera maka letakkan spekulum pada nampan atau wadah agar dapat digunakan lagi saat krioterapi. Langkah 14
Lakukan pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan rectovaginal (jika perlu), periksa kelembutan gerakan serviks, ukuran, bentuk dan posisi uterus, kehamilan atau abnormalitas dan pembesaran uterus atau kepekaan (tenderness) adneksa.
3.
Langkah-langkah pasca IVA test Langakah 1
Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi larutan
klorin
0,5%
atau
alkohol
untuk
menghindari kontaminasi silang antar pasien. Langkah 2
Celupkan kedua sarung tangan yang masih dipakai ke dalam larutan klorin 0,5%, lepas sarung tangan dengan membalik sisi dalam keluar, atau buang sarung tangan ke dalam wadah tahan bocor atau kanting plastik. Jika telah
22
melakukan rektovaginal sarung tangan harus dibuang. Langkah 3
Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan dengan kain bersih dan kering atau dianginkan.
Langkah 4
Jika test IVA negatif, minta ibu untuk mundur dan bantu ibu untuk duduk, dan minta ibu untuk berpakaian.
Langkah 5
Catat hasil test IVA dan temuan-temuan lain seperti
bukti
adanya
infeksi
(cervicitis),
ektropion, tumor yang tampak kasar, atau kista Nabothian, ulkus atau “strowberry serviks”. Jika terjadi perubahan acetowhite yang merupakan ciri dari
serviks
pemeriksaan
yang sebagai
berpenyakit, abnormal.
catatlah
Gambarkan
sebuah “peta” serviks dan area yang berpenyakit pada formulir catatan. Langkah 6
Diskusikan hasil test IVA dan pemeriksaan panggul bersama ibu, jika hasil test IVA negatif katakan pada ibu bahwa dia harus kembali untuk melakukan test IVA berikutnya.
Lagkah 7
Jika hasil test IVA positif atau diduga adanya kanker, katakan pada si ibu langkah selanjutnya
23
yang dianjurkan. Jika pengobatan dapat segera diberikan,
diskusikan
kemungkinan
tersebut
bersamanya. Jika perlu rujukan untuk tes atau pengobatan lebih lanjut, aturlah proses rujukan dan
berikan
formulir
dan
petunjuk
yang
diperlukan oleh ibu sebelum meninggalkan klinik, jika mungkin buat janji, ini adalah waktu yang tepat. Menurut Samadi (2011), kriteria pemeriksaan IVA test atau hasil pemeriksaan IVA test, dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Normal
2.
Radang/Servitis/Atipik adalah gambaran tidak khas pada mulut rahim akibat infeksi, baik akut maupun kronis pada mulut rahim.
3.
IVA test positif/ditemukan bercak putih: berarti ditemukan lesi prakanker.
4.
Curiga kanker serviks Sedangkan menurut DepKes RI (2009) Klasifikasi hasil dari
IVA test, yaitu : Tabel 2.1 Klasifikasi IVA test Sesuai Temuan Klinis KLASIFIKASI IVA Hasil Tes-positif
TEMUAN KLINIS Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat SCJ (Squoamosa Columnar Junction).
24
Hasil Tes-negatif
Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu, ektropion, polip, servisitis, inflamasi, kista Nabotian.
Kanker
Massa mirip kembang kol atau ulkus.
2.1.1.5 Sasaran Pemeriksaan IVA pada WUS yaitu wanita yang berusia antara 15 sampai 49 tahun (Depkes RI, 2011). Wanita yang sudah pernah melakukan senggama atau sudah menikah juga menjadi sasaran pemeriksaan IVA test. Penderita kanker servik umur 30 – 60 tahun, terbanyak antara 45 – 50 tahun, frekwensinya masih meningkat sampai kira-kira golongan umur 60 tahun dan selanjutnya frekwensi ini sedikit menurun kembali. Hal tersebut menjadi alasan WUS menjadi sasaran deteksi dini kanker servik (Prawirohardjo, 2005). 2.1.2 Konsep Pengetahuan 2.1.2.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Menurut Notoatmodjo seperti dikutip oleh Wawan, A dan Dewi (2010) mengatakan bahwa pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
25
dipengauhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula (Wawan, A dan Dewi, 2010). Hal ini terjadi dikarenakan peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan formal saja melainkan bisa juga didapat dari pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka menimbulkan sikap positif terhadap objek tertentu (Wawan, A dan Dewi, 2010). 2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan, A dan Dewi (2010), yaitu :
26 1. Faktor Internal a. Pendidikan Pendidikan
berarti
bimbingan
yang
diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan
diperlukan
untuk
mendapat
informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembanguanan, pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. b. Pekerjaan Menurut Nursalam dalam Wawan, A dan Dewi (2010), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja pada umumnya merupakan kegiatan yang menyita
27
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. c. Umur Menurut Elisabeth BH dalam Wawan, A dan Dewi M (2010), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok dalam Wawan, A dan Dewi (2010) mengatakan semakin cukup umur , tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa. 2. Faktor Eksternal a. Faktor Lingkungan Menurut Ann Mariner dalam Wawan, A dan Dewi (2010) lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. b. Sosial Budaya. Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
2.1.2.3 Sumber Pengetahuan Pengetahuan diperoleh dari informasi baik lisan maupun tertulis dan pengalaman seseorang. Pengetahuan juga diperoleh dari fakta (kenyataan) dengan melihat dan mendengar televisi, radio dan sebagainya.
Pengetahuan
dapat
diperoleh
dari
pengalaman
berdasarkan pikiran kritis (Soekanto, 2005). 2.1.2.4 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoadmodjo yang dikutip oleh Wawan, A dan Dewi (2010), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup di dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan , yaitu: 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengikat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengikat kembali (recall) terhadap situasi yang sangat spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat diinterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. 5. Sintesis (Syntesis) Menunjukkan pada suatu komponen untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Merupakan kemampuan menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.1.2.5 Proses Perilaku “TAHU” Menurut Rogers dalam Wawan, A dan Dewi (2010), perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat, diamati langsung maupun tidak dapat diamati dari luar. Sedangkan sebelum mengadopsi
perilaku baru
di
dalam diri
orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 1.
Awareness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek). 2.
Interest (marasa terbaik) di mana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulasi.
3.
Evaluattion
(menimbang-nimbang)
individu
akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4.
Trial dimana individu mulai mencoba perilaku baru.
5.
Adaption dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.3
Pengambilan Keputusan 2.1.3.1 Definisi Pengambilan keputusan Menurut Siagian (dalam Hasan, 2004) pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut
perhitungan
merupakan
tindakan
yang
paling
tepat. Sedangkan menurut James pengambilan keputusan (dalam Hasan, 2004) adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. De Janasz dkk (dalam Hasan, 2004) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses dimana beberapa kemungkinan dapat dipertimbangkan dan diprioritaskan, yang hasilnya dipilih berdasarkan pilihan yang jelas dari salah satu alternatif kemungkinan yang ada. 2.1.3.2 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacam-macam tergantung permasalahannya. Oleh Terry (dalam Hasan, 2004), dasar-dasar pengambilan keputusan yang berlaku adalah sebagai berikut: 1. Intuisi Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subektif, sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini
mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan. Kebaikannya antara lain waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek. Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya. Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan
dengan
baik.
Kelemahannya
antara
lain
keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik. Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya. Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali diabaikan. 2. Pengalaman Pengambilan memiliki
manfaat
keputusan bagi
berdasarkan
pengetahuaan
pengalaman
praktis.
Karena
pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat
memperhitungkan
keputusan
yang
akan
untung ruginya, dihasilkan.
Karena
baik-buruknya pengalaman,
seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya. 3. Fakta Pengambilan
keputusan
berdasarkan
fakta
dapat
memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik. Dengan
fakta,
maka
tingkat
kepercayaan
terhadap
pengambil
keputusan dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada. 4. Wewenang Pengambilan keputusan yang berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannnya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih
randah
kedudukannya.
Pengambilan
keputusan
berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan antara lain kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah terpaksa. Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Memiliki otentisitas (otentik). Kelemahannya antara lain dapat menimbulkan sifat rutinitas. Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial. Sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan. 5. Rasional Pada
pengambilan
keputusan
yang
berdasarkan
rasional, keputusan yang diambil bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam
batas
kendala
tetentu,sehingga
dapat
dikatakan
mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.
Pada pengambilan keputusan yang rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut: a.
Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
b.
Orientasi masalah: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
c.
Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya
d.
Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriterianya.
e.
Hasil maksimal: pemilihan alteratif didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal. Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.
2.1.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan Menurut Millet (dalam Hasan, 2004), faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1. Pria dan wanita Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat mengambil keputusan dan wanita pada umumnya relatif lebih lambat dan sering ragu-ragu. 2. Peran pengambil keputusan Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu perlu diperhatikan, mencakup kemampuan mengumpulkan
informasi, kemampuan menganalisis dan menginterpretasikan, kemampuan menggunakan konsep yang cukup luas tentang perilaku
manusia
secara
fisik
untuk
memperkirakan
perkembangan-perkembangan hari depan yang lebih baik. 3. Keterbatasan kemampuan Perlu didasari adanya kemampuan yang terbatas dalam pengambilan keputusan yang dapat bersifat institusional ataupun bersifast pribadi. Arroba (dalam Kuntadi, 2004) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam proses pengambilan keputusan yang akan dilakukannya, antara lain : 1. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi. Informasi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi merupakan hal yang cukup penting bagi pengambil keputusan sebagai bahan evaluasi. 2. Tingkat pendidikan pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan
(seperti
sekolah
dan
madrasah)
yang
dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam
menguasai
pengetahuan,
kebiasaan,
sikap
dan
sebaginya. Tingkat pendidikan individu merupakan salah satu aspek yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan.
Menurut UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tingkat pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu: a. Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar (SD). b. Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan menengah (SLTP dan SLTA). c. Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi(S1 keatas). 3. Personality Kepribadian individu merupakan faktor yang memiliki peran terhadap proses pengambilan keputusan. Kepribadian manusia terdiri dari beberapa tipe, yaitu: a. Motif atau need, contoh: agresif, berprestasi, afiliatif dll. b. Kemampuan atau kecakapan, contoh: intelegen, musical, terampil dll. c. Temperamen atau emosi, contoh: energik, pencemas dll. d. Style personal, contoh: hati-hati, petualang, ceroboh dll. e. Nilai atau keyakinan, contoh: religius, bebas dll. 4. Koping Koping dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan permasalahan (proses adaptasi). Strategi coping adalah suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi yang menekan akibat dari masalah yang
sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya 5. Culture Budaya adalah karya, rasa dan cipta masyarakat. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adatistiadat
dan
kemampuan-kemampuan
serta
kebiasaan-
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat 2.1.3.4 Tahap-tahap dalam pengambilan keputusan Menurut Simatupang (dalam Kunadi, 2004), memilih dan mengambil keputusan merupakan dua tindakan yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam sepanjang hidupnya manusia selalu diperhadapkan pada pilihan-pilihan atau alternatif dan pengambilan keputusan . Hal ini sejalan dengan teori real life choice, yang menyatakan dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan atau membuat pilihan-pilihan di antara sejumlah alternatif. Pilihan-pilihan tersebut biasanya berkaitan dengan alternatif dalam penyelesaian masalah. Menurut Matlin (dalam Kuntadi, 2004), tahapan individu dalam pengambilan keputusan melewati beberapa tahapan, antara lain:
1. Situasi
atau
kondisi,
mempertimbangkan,
dalam
berpikir,
hal
ini
seseorang
menaksir,
memilih
harus dan
memprediksi sesuatu. Pilihan atau alternatif yang dihadapi oleh setiap orang seringkali berlainan, demikian pula dalam hal akibat, risiko maupun keuntungan dari pilihan yang diambilnya. Hal seperti ini jelas sekali pada gilirannya akan membuat situasi pengambilan keputusan antara individu yang satu dengan individu yang lain akan berbeda. 2. Tindakan,
dalam
hal
ini
individu
mempertimbangkan,
menganalisa, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif yang ada. Dalam tahap ini reaksi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Ada beberapa individu dapat segera menentukan sikap terhadap pertimbangan yang telah dilakukan, namun ada individu lain yang nampak mengalami kesulitan untuk menentukan sikap mereka. Tahap ini dapat disebut sebagai tahap penentuan keberhasilan dari suatu proses pengambilan keputusan. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa proses pengambilan keputusan itu diawali ketika seseorang berada dalam situasi pengambilan keputusan. Hal yang lain adalah bahwa situasi pengambilan keputusan antar individu bisa berlainan, karena pilihan atau alternatif yang dihadapi individu juga berlainan dan hal
ini
akan
mempengaruhi
proses
pengambilan
keputusan.
Penanganan yang tepat terhadap situasi pengambilan keputusan juga akan menentukan keberhasilan suatu proses pengambilan keputusan. Situasi pengambilan keputusan terjadi atau muncul dalam diri seseorang ketika ia diperhadapkan dengan permasalahan dan beberapa alternatif atau pilihan sebagai jawaban dari permasalahannya. Dari beberapa alternatif jawaban tersebut, ia mulai mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memprediksi dan menentukan pilihan. Tahap menentukan pilihan terhadap alternatif yang ada merupakan tahap penting dalam proses pengambilan keputusan. 2.1.3.5 Aspek-aspek dalam pengambilan keputusan Menurut Siagian (dalam Kuntadi, 2004) menyatakan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi keputusan, yaitu: 1. Aspek yang bersifat internal Aspek internal terdiri dari a.Pengetahuan Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung maupun
tidak
langsung akan
berpengaruh
pengambilan
keputusan.
Biasanya
pengetahuan
seseorang
semakin
pengambilan keputusan.
terhadap
semakin
luas
mempermudah
b.Aspek Kepribadian Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar peranannya bagi pengambilan keputusan. 2. Aspek yang bersifat eksternal Aspek eksternal terdiri dari: a. Kultur Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan. b. Orang lain Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individu melihat contoh atau cara orang lain (terutama orang dekat ) dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedikit banyak perilaku orang lain dalam mengambil keputusan pada gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam mengambil keputusan.
2.2 Keaslian Penelitian Tabel 2.2 Keaslian Penelitian No 1
Nama Pengarang Maulasari, U
Judul
Metode
Hasil
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan ibu dalam pemeriksaan
Jenis penelitian Analitik korelasi, diolah dengan uji Chi Square dengan derajat signifikasi 0,05. Sampel yang digunakan 64 orang dengan instrumen kuesioner.
Dari analisi Chi Square didapatkan tidak ada hubungan antara pendidikan responden dengan kunjunga ibu dalam pemeriksaan IVA test dengan nilai p>0,05
inspeksi visual asam asetat (IVA) di desa Kemujuan Kecamatan Kebumen tahun 2011
2
Ninik Artiningsih
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur dengan Inspeksi Visual Asam Asetat Dalam Rangka Deteksi Dini Kanker Serviks.
Jenis penelitian Analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional), untuk pengambilan sampel menggunakan tehnik cluster random sampling.
(p=0,499), ada hubungaan antara pekerjaan dengan kunjungan ibu dalam pemeriksaan iva test dengan nilai p<0,05 (p=0,000), ada hubungan antara pengetahuan tentang IVA test dengan kunjungan ibu dalam pemeriksaan IVA test dengan nilai p<0,05 (p=0,027). Hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang bermakna dan positif antara pengetahuan WUS dengan perilaku pemeriksaan IVA (p=0,000 r=0,535). Ada hubungan yang bermakna dan positif antara sikap WUS dengan perilaku pemeriksaan IVA (p=0,000 r=0,381). Secara simultan pengetahuan dan sikap berpengaruh terhadap perilaku pemeriksaan IVA pada WUS di Puskesmas Blooto, Kecamatan Prajutit Kulon dengan prosentase 49,3%.
2.3 Kerangka Teori Faktor Internal : • Pendidikan • Pekerjaan • Umur Faktor Eksternal :
1. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi 2. Tingkat Pendidikan 3. Personality 4. Koping 5. Culture
• Lingkungan • Sosial Budaya
PENGETAHUAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Gambar 2.3 Kerangka Teori
2.4 Kerangka Konsep
Variabel Dependen :
Valiabel Independen :
Pengetahuan WUS
Pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan IVA Test
Faktor Internal : • Pendidikan • Pekerjaan • Umur
Keterangan:
Variabel Faktor Eksternal : yang diteliti • Lingkungan • Sosial Budaya
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Variabel yang tidak diteliti
Pemeriksaan IVA TEST
2.5 Hipotesis 2.5.1 Ada hubungan antara pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. 2.5.2 Tidak
Ada
hubungan
antara
pengetahuan
WUS
dengan
pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskripti korelational. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan cross sectional (studi potong lintang). Melalui pendekatan cross sectional peneliti hanya melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu saja. Pengukuran variabel tidak terbatas harus tepat pada satu waktu bersamaan, namun mempunyai makna bahwa setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan pengukuran (Saryono dan Mekar, 2013). Dari rancangan penelitian di atas peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dari WUS di Puskesmas Kebakkramat I dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA test sebagai deteksi dini dari kanker cervik dengan cara menggambarkan secara detail dan dilakukakn dengan cara menyebarkan kuesioner dalam kurun waktu tertentu.
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Sarjono dan Mekar, 2013).
44
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Wanita Usia Subur di wilayah Puskesmas Kebakkramat I yang sudah menikah atau sudah melakukan hubungan seksual dan tinggal atau menetap di wilayah Puskesmas Kebakkramat I dengan rentang usia antara 15-49 tahun, pada tahun 2014 sasaran WUS berjumlah 6815 orang. 3.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi (Sarjono dan Mekar, 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode propotional cluster random sampling yang dilakukan dengan cara memilih 10% dari populasi terjangkau. Menurut Saryono dan Mekar (2013), metode propotional cluster random sampling adalah proses pemilihan secara acak berkelompok dilakukan apabila populasi tersebar secara luas sehingga tidak memungkinkan untuk membuat daftar seluruh populasi. Perhitungan besar sampel pada penelitian ini diperoleh berdasarkan besar populasi dengan menggunakn rumus Slovin (Sevilla et. al., 2007), di bawah ini: N n= 1+ N (α)²
Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi
α : batas toleransi kesalahan yang diinginkan dalam penelitian ini digunakan 10% 68156815 n1 == = 98,5541+6815(0,1)²69,15
Besar sampel untuk antisipasi drop out n² = n1 + ( 10% x n1 )
n² : jumlah sampel minimal ditambah dengan subsitusi 10% dari jumlah sample minimal. Substitusi adalah jumlah subjek dalam persen yang mungkin drop out
n² = 98,554 + ( 10% x 98,554 ) = 108, 409
Berdasarkan rumus tersebut, maka didapatkan jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 108,409 subjek dan dibulatkan menjadi 109 subjek. Pada penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner
ke
wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I meliputi 5 PKD. Berdasarkan jumlah sampel minimal dalam penelitian ini yaitu 109 subjek kemudian dibagi lagi penyebarannya berdasarkan 5 PKD
yang ada di Puskesmas Kebakkramat I, sedangkan pembagian besarnya sampel per PKD menggunakan rumus:
∑WUS/wilayah x= x Sampel total ∑ WUS Puskesmas
Berdasarkan rumus di atas didapatkan besaran sampel di PKD Kemiri 30 subjek, PKD Waru 21 subjek, PKD Macanan 19 subjek, PKD Nangsri 20 subjek dan PKD Kebak 18 subjek.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar yang dilakukan di PKD Kebak, PKD Waru, PKD Macanan, PKD Kemiri, PKD Nangsri. 3.3.2 Waktu penelitian Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2015
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 3.4.1 Variabel Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Variabel bebas/independen merupakan
variabel
yang
menjadi
sebab
timbulnya
atau
berubahnya variabel dependen (terikat) (Riwidikdo, H, 2012). Variabel terikat/dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel independen (bebas) (Riwidikdo, H, 2012). Variabel terikat/dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan WUS dan variabel bebas/independen pada penelitian ini adalah pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan IVA test. 3.4.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional pada penelitian ini, yaitu : 1. Tingkat pengetahuan WUS tentang IVA test meliputi kemampuan WUS untuk menjawab tentang pengetian kanker servik, cara deteksi kanker servik, manfaat dari IVA test, dan waktu yang tepat untuk IVA test. 2. Pengambilan keputusan terhadap tindakan IVA test meliputi kemampuan WUS mengambil kuputusan terhadap pemeriksaan IVA test.
3.4.3 Skala Pengukuran 1. Skala pengukuran tingkat pengetahuan menurut Riwidikdo, H (2010) dikatagorikan menjadi 3, yaitu: a. Pengetahuan baik, bila (x) > mean + 1 SD b. Pengetahuan cukup, bila menan – 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD c. Pengetahuan kurang, bila (x) < mean – 1 SD Sebelum menentukan tingkat pengetahuan WUS terlebih dahulu peneliti menghitung nilai mean dan Standard Deviation. Menurut Riwidikdo, H (2012), rumus untuk menghitung mean dan Standard Deviation yaitu : a. Mean n
χ = ∑ xi n Keterangan: χ: Mean n: Jumlah responden xi: Nilai responden b. Standard Deviation (∑xi)² SD =
∑xi² - n n-1
Keterangan: SD: Standard Deviation Xi: Nilai responden
N : Jumlah responden Berdasarkan rumus di atas maka didapatkan nilai mean : 6 dan Standard Deviation 1,5. Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran NoVariabelDefinisi OprasionalAlat Skala Hasil UkurUkurUkur 1TingkatKemampuan WUSKuesionerOrdinala.Baik Pengetahuandalam menjawab:(x)>7 WUS ten-1.Pengertian kanker tang IVA test2.Cara deteksi kanker Servikb.Cukup 3.Manfaat dari4≤x≤7 IVA test 4.Sasaran dari IVA test 5.Waktu yangc.Kurang Tepat untuk(x)<4 IVA test
2PengambilanKemampuan WUSKuesionerNominala. Setuju Keputusanmengambil keputus-melakukan Terhadapan terhadap tindakantindakan IVA Tindakan IVA testest. IVA test b. Tidak setuju melakukan tindakan IVA test.
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1
Alat Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup untuk mengukur tingkat pengetahuan, dan pengambilan keputusan dalam pemeriksaan iva test sebagai deteksi dini dari kanker servik. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 10 butir
pertanyaan, dan untuk penilaiannya jawaban benar bernilai 1, jawaban salah bernilai 0. 3.5.2 Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data primer. Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengambilan data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono dan Mekar, 2013). Data primer pada penelitian ini diperoleh secara langsung dari responden melalui pengisian kuesioner penelitian. 3.5.3 Validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Riwidikdo, 2010). Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus korelasi Pearson Product Moment. Rumus Pearson Product moment adalah : N ∑XY - ( ∑X )( ∑Y ) r= N ∑X² - ( ∑ X )² } { N ∑ Y² -( ∑ Y)²} Keterangan: N: Jumlah responden r: Koefisien korelasi product moment X: Skor pertanyaan Y: Skor total
Xy: Skor pertanyaan dikalikan skor total Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel, dengan taraf signifikan 0,05 (Riwidikdo, 2010). Uji Validitas dilakukan di Puskesmas Kebakkramat II Karanganyar sebanyak 30 responden. Pada penelitian ini r tabel yang digunakan adalah 0,361. Berdasarkan hasil uji validitas pada 17 pertanyaan dengan 30 responden semua pertanyaan dinyatakan valid. Hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran 11. 3.5.4 Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga (Arikunto, 2010). Rumus untuk mengukur reliabilitas menggunakan pendekatan rumus Alpha Cronbach. Adapun rumusnya sebagai berikut : k ∑ S² r =1 k–1 S² Keterangan: r: Reliabilitas internal seluruh instrumen k: Mean kuadrat antara subyek ∑ S²: Jumlah mean kuadrat kesalahan
∑ S²: Varian total Instrumen dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach minimal 0,75 (Riwidikdo, 2010). Dari uji tersebut diperoleh hasil nilai Alpha Cronbach 0,813, sehingga instrumen dinyatakan reliabel pada item pertanyaan nomer 1, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 17. Item pertanyaan nomer 2, 3, 4,5 6,7 dan 16 tidak reliabel. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 11.
3.6 Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data 3.6.2 Tehnik Pengolahan Data Setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data menurut Arikunto (2010), adalah: 1. Editing Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap. Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi. 2. Coding Kegiatan ini memberi kode angka pada kuesioner terhadap tahap-tahap dari jawaban responden agar lebih mudah
dalam pengolahan data selanjutnya. Pada penelitian ini pemberian kode pada: a. Pengetahuan (pertanyaan nomer 1-10) nilai 1 untuk jawaban benar, nilai 0 untuk jawaban salah b. Pengambilan keputusan, nilai 1 untuk setuju melakukan IVA test, nilai 0 untuk tidak bersedia melakukan IVA test. 3. Entry data Kegiatan ini memasukkan data dalam program komputer untuk dilakukan analisis lanjutan. 4. Tabulating Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke dalam tabel. 3.6.3 Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan : 1.
Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel (Notoadmodjo, 2005). Pada penelitian ini analisi univariat digunakan untuk meneliti distribusi frekwensi dari tiap variabel baik bebas maupun variabel terikat, jadi analisis ini untuk
menguji baik pengetahuan maupun tindakan IVA test. Jika distribusi normal, maka dapat digunakan rumus mean sebagai ukuran pemusatan dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran.
Jika
menggunakan
distribusi
median
data
sebagai
tidak
ukuran
normal pemusatan
maka dan
minimum-minimum sebagai ukuran penyebaran (Saryono, 2013). 2.
Analisi Bivariat Analisi bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif. (Saryono dan Mekar, 2013). Pada penelitian ini pada analisis bivariat peneliti hendak mengukur variabel bebas (pengetahuan) dengan variabel terikat yaitu pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hubungan pengetahuan responden dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA test dengan uji Chi Square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), bila p < 0,05 maka variabel di atas dinyatakan berhubungan secara signifikan. Rumus Chi-Square (Usman, 2000)
χ² = ƒе
∑ ( ƒο - ƒе)²
Keterangan: χ²: Nilai chi-kuadrat ƒе: Frekwensi yang diharapkan ƒο: Frekuensi yang diperoleh/diamati Dengan kriteria pengambilan kesimpulan : 1. Jika χ² hitung ≤ χ² tabel, maka Ho diterima 2. Jika χ² hitung > χ² tabel, maka Ho ditolak
3.7 Etika Penelitian Sebelumnya peneliti membuat informed consent atau persetujuan kepada responden dengan menulis jati diri, identitas peneliti, tujuan penelitian, serta permohonan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mendapat ijin dari STIKes Kusuma Husada Surakarta, Kepala Puskesmas Kebakkramat I, Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar dan dari responden sendiri melalui informed consent yang terjamin kerahasiannya. Menurut Hidayat (2007), masalah etika penelitian yang harus diperhatikan antara lain : 1. Informed consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Apabila responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. 2. Anonimity (tanpa nama) Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Kerahasiaan (Confidentiality) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalahmasalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset...................
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I. Puskesmas Kebakkramat I dengan luas wilayah sebesar 17.843 Ha, dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Masaran dan Kabupaten Sragen, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jaten, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gondangrejo dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tasikmadu. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I yaitu 30.798 orang yang terdiri dari 15.175 laki-laki dan 16.623 perempuan, dengan jumlah WUS sebesar 6815 orang. 4.1.1.1 Gambaran umum responden penelitian Responden dalam penelitian ini adalah WUS dengan rentang usia 19 sampai 49 tahun yang telah melakukan senggama atau sudah menikah. Dalam penelitian ini, diambil sebanyak 109 responden sebagai sampel penelitian. Pada penelitian ini secara umum deskripsi data pribadi responden dikelompokkan menurut umur, pendidikan, dan pekerjaannya.
4.1.1.2 Gambaran umum responden berdasarkan umur Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat gambaran umur responden pada tabel berikut. Tabel 4.1 Gambaran umum Responden Berdasarkan Umur Umur Responden Jumlah % 19-29 39 35,8 30-39
47
43,1
40-49
23
21,1
Total
109
100,0
Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa paling banyak responden berumur 30-39 tahun yaitu sejumlah 47 responden (43,1%). 4.1.1.3 Gambaran umum responden berdasarkan pendidikan Pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan sebagai berikut : Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Responden Jumlah % SD 6 5,5 SMP 28 25,7 SMA 52 47,7 D3 15 13,8 S1 8 7,3 Total 109 100,0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa pendidikan responden paling banyak adalah SMA yaitu 52 responden (47,7%).
4.1.1.4 Gambaran umum responden berdasarkan pekerjaan Pekerjaan responden dalam penelitian ini dikategorikan sebagai berikut : Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Responden Jumlah % PNS 7 6,4 IRT 65 59,6 Buruh 4 3,7 Karyawan 31 28,4 Guru 1 0,9 Bidan 1 0,9 Total 109 100,0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa pekerjaan responden tertinggi adalah IRT (ibu rumah tangga) yaitu sejumlah 65 responden (59,6%).
4.2 Analisis Univariat 4.2.1
Pengetahuan WUS tentang pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. Pengetahuan WUS tentang pemeriksaan Inspeksi Visual Asam
Asetat responden dalam penelitian ini sebagai berikut : Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan Responden Jumlah % Baik 98 89,9 Cukup 6 5,5 Kurang 5 4,6 Total 109 100,0 Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA test paling banyak pada katagori baik sejumlah 98 responden (89,9%). 4.2.2 Pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. Pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat responden dalam penelitian ini sebagai berikut : Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengambilan Keputusan Pengambilan Keputusaan Responden Jumlah % Bersedia 105 96,3 Tidak 4 3,7 Total 109 100,0 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang bersedia melakukan pemeriksaan IVA test sejumlah 105 orang (96,3%).
4.3 Analisis Bivariat 4.3.1 Hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square diperoleh hasil p= 0,025 < 0,05 yang berarti Ho di tolak sehingga ada hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat.
Tabel 4.6 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan WUS Dengan Pengambilan Keputusan Untuk Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat
Pengetahuan
Keputusan Bersedia Tidak bersedia n % n %
96 Baik 5 Cukup 4 Kurang 105 Total Sumber: Data, 2015
98 83,3 80 96,3
2 1 1 4
2 16,7 20 3,7
Total
p
n
%
98 6 5 109
100 100 100 100
0.000
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan baik dan bersedia melakukan pemeriksaan IVA test sejumlah 96 orang (98%).
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik responden pada pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat Pada penelitian ini karakteristik yang diambil dalam penelitian yaitu umur, pekerjaan, pendidikan dari responden. 5.1.1 Umur responden Responden pada penelitian ini berusia antara 19–48 tahun, sebagian besar responden berusia 30-39 tahun, yaitu sebesar 47 responden atau 43,1% dari total responden.
Usia 30-39 tahun
merupakan usia kematangan seseorang. Pada usia ini responden telah menyadari bahwa wanita memiliki resiko terkena kanker serviks, untuk itu
responden bersedia melakukan deteksi dini
dengan melakukan IVA test. Bertambahnya pengalaman dan pengetahuan seseorang
yang
untuk
dimiliki mengambil
seseorang
akan
keputusan.
mempengaruhi
Mubarok
(2007),
mengatakan bahwa dalam perubahan umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan mental, sedangkan umur itu sendiri merupakan kedewasaan fisik dan kematangan ciri kepribadian seseorang yang berkaitan erat dengan pengambilan keputusan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyono, Iskandar & Suprijono (2008) yang menyatakan bahwa
responden pada penelitiannya sebagian besar adalah kelompok usia 40 sampai 49 tahun yaitu sebanyak 34,2 %. Berdasarkan laporan WHO tahun 1992, kanker serviks ditemukan paling banyak pada usia setelah 40 tahun dan lesi derajat tinggi pada umumnya dapat dideteksi sepuluh tahun sebelum terjadi kanker dengan puncak terjadinya displasia pada usia 35 tahun. 5.1.2
Pendidikan responden Pendidikan
terakhir
responden
yang
paling
banyak
melakukan IVA test adalah SMA yaitu sebesar 47,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh besar terhadap perilaku seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Rahma dan Prabandari (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan orang maka minat untuk melakukan IVA test semakin tinggi,
sedangkan
jika
semakin
rendah
pendidikan
akan
berpengaruh terhadap minat untuk melakukan IVA test, hal ini disebabkan dengan pendidikan yang tinggi akan berpengaruh terhadap keputusan atau kesediaan untuk melakukan IVA test. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan ibu dalam pembentuk perilaku seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi tingkat kesadaran orang
tersebut
pertimbangan
akan
suatu
seseorang
(Notoatmodjo, 2010).
hal dalam
dan
semakin
mengambil
matangnya keputusan
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Latifah (2011) yang menyatakan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan, karena dengan pendidikan yang tinggi akan mempermudah orang untuk memahami informasi yang diperoleh. 5.1.3 Pekerjaan Responden Pekerjaan responden tertinggi adalah IRT (ibu rumah tangga)
yaitu sejumlah 65 responden (59,6%). Pekerjaan
mempunyai peranan dalam seseorang mengambil keputusan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian deasy mirayasi pada tahun 2014 di Pontianak yang menyebutkan bahwa sebanyak 37,5% wanita yang melakukan deteksi dini kanker servik merupakan ibu rumah tangga. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yuliwati pada tahun 2012 di Kebumen juga mendapatkan hasil sebanyak 43,4% wanita yang bekerja sebagai ibu rumah tangga melakukan IVA test. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Notoatmodjo (2011), yang mengatakan bahwa seseorang yang bekerja akan memiliki pengetahuan yang lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja karena dengan bekerja seseorang akan banyak mendapat informasi dan pengalaman. Perbedaan antara hasil penelitian dengan teori kemungkinan disebabkan karena ibu rumah tangga memiliki waktu yag lebih banyak di rumah dan memiliki aktivitas sosial yang lebih tinggi serta lebih cenderung mengikuti
penyuluhan atau promosi kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
5.2 Pengetahuan WUS tentang pemeriksaan inspeksi visual asam asetat. Penelitian ini dilakukan terhadap 109 responden menunjukkan hasil bahwa sebagian sebesar 98 responden (89,9%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai pemeriksaan IVA test, sedangkan responden
yang
memiliki pengetahuan yang kurang sejumlah 5 orang (4,6%), dan 6 orang (5,5%) mempunyai pengetahuan cukup. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Theresia, Karningsih & Delmaifanis (2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor dominan yang berpengaruh dalam perilaku wanita dalam pemeriksaan IVA test. Penelitian
yang dilakukan
oleh
Ninik
Artiningsih
(2011)
yang
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna dan positif antara pengetahuan WUS dengan perilaku pemeriksaan IVA test. Pengetahuan merupakan faktor yang penting namun tidak memadai dalam perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan seseorang mengenai kesehatan mungkin penting sebelum perilaku kesehatan terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali seseorang mempunyai motivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2010). Responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai kanker serviks dan pemeriksaan IVA test akan cenderung memiliki
kesadaran yang besar untuk meningkatkan status kesehatannya sehingga lebih besar kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Namun, pengetahuan yang tinggi belum tentu membuat seseorang mau secara sadar melaukan pemeriksaan IVA test. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya budaya masyarakat yang menganggap pemeriksaan pada daerah genital masih dianggap tabu, malu dan takut akan hasil yang diperoleh nantinya. Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai kanker serviks dan pemeriksaan IVA test akan cenderung tidak menyadari bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks sesegera mungkin sehingga menjadi faktor penghambat seseorang untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Pada penelitian ini didapatkan hasil pengetahuan responden tentang IVA test pada katagori baik, hal ini disebabkan di Puskesmas Kebakkramat 1 sudah dimulai penyuluhan-penyuluhan tentang tindakan IVA test dan bahaya kanker servik.
5.3 Pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. Penelitian ini dilakukan terhadap 109 responden menunjukkan hasil bahwa sebagian sebesar 105 responden (96,3%) bersedia untuk melakukan pemeriksaan IVA test sedangkan yang tidak bersedia untuk melaukan IVA test sebanyak 4 responden (3,7%). Pengambilan keputusan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keyakinan, sikap, informasi
yang diperoleh tentang IVA test, dorongan dari keluarga dan dukungan dari petugas kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Nurtini (2012), menyatakan bahwa sikap merupakan hal yang kedua dalam faktor predisposisi yang memiliki hubungan yang signifikan dengan cakupan IVA test. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ninik Artiningsih (2011) bahwa ada hubungan yang bermakna dan positif antara sikap wanita usia subur dengan perilaku pemeriksaan IVA test di Puskesmas Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, Mojokerto. Sikap berbeda dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang, karena seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Responden yang memiliki sikap mendukung terhadap pemeriksaan IVA test lebih besar kemungkinan untuk memutuskan melakukan pemeriksaan IVA test. Sikap yang muncul dari dalam diri responden harus dibarengi dengan faktor lain seperti ketersediaan fasilitas, sikap tenaga kesehatan juga perilaku tenaga kesehatan itu sendiri. Dukungan keluarga merupakan sebuah dukungan yang terdiri atas nasihat verbal dan nonverbal, bantuan nyata dan tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. (Gottlieb, 1983, Smet, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007). Sedangkan menurut penelitian Wahuni (2013), dukungan suami menjadi
fantor penentu karena akan memberikan motivasi untuk melakukan deteksi dini kanker servik. Responden yang mendapatkan dukungan dari keluarga yang baik akan lebih besar kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Hal ini disebabkan adanya pengaruh yang kuat dari orang terdekat atau suami
akan
cenderung
membuat
responden
lebih
termotivasi
meningkatkan taraf kesehatannya. Selain itu, peran suami yang sebagai pengambil keputusan akan sangat mempengaruhi WUS dalam mengambil keputusan melakukan pemeriksaan IVA test. Sedangkan responden yang mendapatkan dukungan dari keluarga yang kurang baik akan lebih kecil kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA test.
5.4 Analisis hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square diperoleh hasil uji pengetahuan dan keputusan melakukan pemeriksaan IVA test diperoleh p= 0,025 < 0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga ada hubungan antara pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Hasil penelitian yang diperoleh responden dengan pengetahuan baik dan bersedia melakukan pemeriksaan IVA test sejumlah 98%,
pengetahuan cukup dan bersedia IVA test sejumlah 83,3% , sedangkan pengetahuan kurang dan bersedia IVA test sejumlah 80%. Pengetahuan dan pengambilan keputusan dalam melakukan pemeriksaan IVA test dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan sumber informasi tentang IVA test. Perempuan yang rawan mengidap penyakit kanker serviks adalah mereka fakta memperlihatkan bahwa terjadi pengurangan resiko infeksi HPV seiring pertambahan usia, namun sebaliknya resiko infeksi menetap/persisten justru meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia, terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histologi (metaplasia) (Wijaya, 2010). Menurut Verralls (2003) umur wanita 35-55 tahun mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya kanker serviks, tetapi sekarang telah terjadi peningkatan jumlah wanita muda yang sel-selnya abnormal, bahkan dapat didiagnosis pada sitologis serviks. Penelitian yang dilakukan oleh Rini, Lestari. M (2009) yang menyebutkan jumlah responden terbanyak yang datang melakukan pemeriksaan IVA test terdapat pada kelompok usia 35– 39 tahun. Informasi dapat diterima melalui petugas langsung dalam bentuk penyuluhan, dari perangkat desa melalui siaran dikelompok-kelompok, melalui media massa dan lain-lain. Dalam hal ini, perilaku WUS dalam melakukan pemeriksaan IVA test juga dipengaruhi apakah wanita tersebut sudah pernah atau tidak mendapat informasi mengenai pemeriksaan IVA test ini (Yuliwati, 2012).
Penelitian menyimpulkan
yang bahwa
dilakukan
oleh
keterpaparan
Rohmawati
seseorang
(2010)
terhadap
yang
informasi
kesehatan yang diperoleh akan mendorong terjadinya perilaku kesehatan. Hal ini juga dipaparkan pada penelitian yang dilakukan Yuliwati (2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterpaparan informasi dengan perilaku WUS dalam melakukan periksa IVA test. Layanan kesehatan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang jelas mengenai suatu layanan kesehatan yang akan dilaksanakan. Kemudahan untuk memperoleh informasi ini diharapkan dapat membantu seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga
diharapkan
dapat
mengubah
perilaku
seseorang
informasi
mengenai
(Mubarak,02007). Responden
yang
pernah
mendapat
pemeriksaan IVA test cenderung lebih mengetahui tentang bahaya kanker serviks dan manfaat melakukan pemeriksaan IVA test sehingga responden memutuskan untuk melakukan pemeriksaan IVA test. Sedangkan bagi responden yang tidak pernah sama sekali mendapatkan informasi mengenai pemeriksaan IVA test maka akan tidak mungkin baginya untuk melakukan pemeriksaan IVA test.
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat di Puskesmas Kebakkramat I dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Tingkat Pengetahuan responden tentang pemeriksaan IVA test paling banyak pada katagori baik dengan sejumlah 98 responden (89,9%).
2.
Keputusan responden untuk bersedia melakukan pemeriksaan IVA test sejumlah 105 responden (96,3%).
3.
Berdasarkan hasil uji dengan uji Chi Square diperoleh nilai p < 0,005 yaitu 0,025 yang artinya H0 ditolak sehingga ada hubungan antara tingkat pengetahuan WUS dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat.
6.2 Saran 1. Bagi Masyarakat Perlunya mendapat informasi yang seluas-luasnya tentang penyakit kanker serviks dan melakukan deteksi dini penyakit kanker serviks dengan melakukan IVA test.
2.
Bagi tenaga kesehatan Perlunya peningkatan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan dini kanker serviks melalui penyuluhanpenyuluhan khususnya tentang IVA test.
3.
Bagi peneliti lain Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian yang berbeda, variabel yang berbeda dengan jumlah populasi dan sampel lebih banyak sehingga hasilnya lebih signifikan.
............................................
DAFTAR PUSTAKA Andrijono. (2009). Kanker Serviks, Edisi kedua, Jakarta: Devisi Onkologi Departemen Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis (Edisi Revisi 2010), Jakarta: Rineka Cipta. Artiningsih, N. (2011). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur dengan Inspeksi Visual Asam Asetat Dalam Rangka Deteksi Dini Kanker Serviks. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Buku Acuan Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. Jakarta: DepKes RI. Hasan, M. I . (2004). Pokok-pokok materi: Teori Pengambilan Keputusan. Bogor: Ghalia Indonesia. Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan teknik Analisi Data. Jakarta: Salemba Medika. Kementerian Kesehatan RI. (2013), Pedoman Penemuan Dini Kanker Pada Anak, Cetakan ke II, Jakarta: Kementerian RI Kuntadi. (2004). Metode Pengambilan Keputusan Pada Organisasi. Universitas Padjajaran. Latifah. (2011). Hubungan Pengetahuan Tentang Kanker Leher Rahim Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Pada Ibu-Ibu PKK di Petronayan Nogosari Boyolali. [KTI]. Prodi DIII Kebidanan Sekolah Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta. Mirayashi D. (2014). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Serviks dan Keikutsertaan Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat di Puskesmas Alianyang Pontianak Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nurtini,N.M. (2012). Hubungan Antara Faktor Predisposisi, Pendukung dan Pendorong dengan Cakupan Inspeksi Visual Asam Asetat di kota Denpasar. Nursalam. (2007). Manajeman Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta Rini, Lestari M. (2009). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Temuan IVA Positif di Puskesmas Jatinegara. Skripsi FKU I . Jakarta Riwidikdo, H. (2010). Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan aplikasi R dan SPSS. Jogjakarta: Pustaka Rihama. Riwidikdo, H. (2012). Statistik Kesehatan : Belajar Mudah Teknik Analisis Data Dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogjakarta: Nuha Medika Rohmawati I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) di wilayah kerja puskesmas Ngawen I kabupaten Gunung Kidul. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2011 Theresia, E, Karningsih, Delmainfanis. (2012). Pengetahuan Merupakan Faktor Dominan Perilaku Wanita Dalam Pemeriksaan Visual Inspection Whit Acetic Acid (VIA). Jurnal Mdya No.2 Vol 13 Samadi, Heru Priyanto. (2011). Yes, I Know Everything about Kanker Serviks!. Cetakan Pertama. Solo: Metagraf. Saryono & MekarD. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dakam Bidang Kesehatan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika. Sevella, Consuelo G.et. al. (2007) Reasearch Methods.Quezon City: Rex Printing Company. Soekanto, S. (2005). Sosiologi Budaya Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Usman, H. & R. Purnomo Setiady Akbar. (2006). Pengantar Statistika (edisi 2). Jakarta : Bumi Aksara Verralls, S. (2003). Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam Kebidanan, edisis 3. Jakarta. Wawan , A & Dewi. (2011). Teori & pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Cetakan II, Yogyakarta: Nuha Medika. Wahyuni, S. (2013) Faktor-faktor yang Memepengaruhi Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Di Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Jurnal Keperawatan Maternitas. No.1 Vol 1 : 55-60
Wiyono, S., Iskandar, TM., & Suprijono. (2008). Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) untuk Deteksi Dini Lesi Prakanker Serviks. Media Medika Indonesiana. 43 (3), 116-121. Yuliwati. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku WUS dalam deteksi dini kanker leher rahim metode IVA di wilayah puskesmas Prembun Kabupaten Kebumen. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas. Universitas Indonesia.