HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR DI POSYANDU WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGGALAR Yosi Eka Mayasari, Luluk Nur Fakhidah Mahasiswa AKBID Mitra Husada Karanganyar 2 Dosen AKBID Mitra Husada Karanganyar Jl Achmad Yani No.167. Papahan, Tasikmadu, Karanganyar Email :
[email protected] 1
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Rata-rata imunisasi di Indonesia hanya 72% artinya angka di beberapa daerah sangat rendah, karena ada sekitar 2400 anak di Indonesia meninggal setiap hari termasuk yang meninggal karena sebab-sebab yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 0-9 bulan di Posyandu Jatigembol Wilayah Kerja Puskesmas Kedunggalar Ngawi. Desain penelitian ini adalah observasi analitik dengan pendekatan crossectional. Populasi penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 10 bulan-2 tahun di Posyandu Jatigembol Kedunggalar Ngawi pada bulan Mei 2009. Teknik sampling yang digunakan adalah acidental sampling yaitu 50 responden. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Penelitian dari hasil uji statistik chi kuadrat pada tingkat ketelitian 5% maka nilai X2hitung sebesar 25,309 sedangkan X2tabel untuk pengujian (dk=2) adalah sebesar 5,991. Oleh karena X2hitung > X2tabel ( 25,309 > 5,991) maka Ha diterima, sedangkan nilai koefisien kontingansi atau nilai C=0,5797. Dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 10 bulan-2 tahun dengan kategori koefisien kontingansi sedang. Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang makin mudah untuk menerima informasi tetapi sebaliknya dengan pengetahuan yang rendah akan menghambat untuk menerima informasi. Oleh karena itu ibu diharapkan untuk lebih berperan aktif dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 0 -9 bulan dengan lengkap sesuai dengan tahapan umurnya. Imunisasi yang diberikan adalah imunisasi HB uniject, BCG, Polio, HB combo, Campak.
Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Pemberian Imunisasi dasar
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
56
PENDAHULUAN Vaksinasi atau lazim dipakai dengan istilah imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran yang oleh Katz (1999) dikatakan sebagai “Sumbangan Ilmu Pengetahuan yang terbaik yang pernah dapat diberikan oleh para ilmuwan di dunia ini”. Suatu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Setiap tahun lahir 130 juta anak didunia, 91 juta diantaranya lahir di negara yang sedang berkembang. Pada tahun 1974 cakupan vaksinasi baru mencapai 5%, sehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut dengan Extended Program on Imunization (EPI) dan saat ini cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal sekitar 3 juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari cacat (Ranuh, IGN, 2005). Perkembangan saat ini ternyata masih banyak negara yang gagal mencapai tujuan-tujuan imunisasi. Sidang istimewa PBB yang khusus membahas soal anak-anak pada tahun 2002 yang menyatakan bahwa Afrika barat dan Afrika tengah dianggap paling tidak berhasil, karena cakupan rata-rata imunisasi tidak pernah meningkat dari kisaran 53% selama lebih dari satu dasa warsa, negaranegara seperti Nigeria, Republik Afrika Tengah dan Guyana semakin mundur, sedangkan Amerika Latin dan Karibia mengalami kemajuan bahkan melebihi negara-negara industri. Rata-rata imunisasi di Indonesia hanya 72% artinya angka di beberapa daerah sangat rendah, karena ada sekitar 2400 anak di Indonesia meninggal setiap hari termasuk yang meninggal karena sebab-sebab yang seharusnya dapat
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
dicegah dengan imunisasi (UNICEF, 2008). Angka kematian bayi (AKB) dalam dua dasawarsa terakhir ini yaitu tahun 2005 menunjukkan penurunan yang bermakna, apabila tahun 1971 masih sebesar 142 dan menjadi 112 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1980 (memerlukan sepuluh tahun) pada tahun 1985 ke tahun 1990 (hanya lima tahun) dari 71 menjadi 54 per 1000 kelahiran hidup. Penurunan tersebut diikuti dengan menurunnya angka kematian Balita atau AKABA menjadi 56 per 1000 kelahiran hidup (Ranuh, IGN, 2005). Tindakan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi, atau balita perlu dilaksanakan program imunisasi untuk Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti penyakit TBC, defteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio dan campak. Tahun 2006 di propinsi Jawa Timur hasil dari kompilasi data atau informasi 38 kabupaten atau kota ada 23 kasus tetanus neonaturum, 175 kasus tetanus, 5.598 kasus campak, 39 kasus difteri, 1070 kasus hepatitis, 45 kasus polio (Anonim, 2008). Data imunisasi Puskemas Kedunggalar Kabupaten Ngawi Jawa Timur khususnya posyandu di Desa Jatigembol 2008 terdapat 70 balita, dengan imunisasi BCG 67 balita, polio I 70 balita, polio II 69 balita, polio III 68 balita, polio IV 68 balita, HB Combo I 69 balita, HB Combo II 67 balita, HB Combo III 66 balita, HB Uniject 70 balita dan campak 68 balita. Data tersebut menunjukkan bahwa masih tingginya jumlah balita yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap dan hal tersebut disebabkan karena terlalu fanatik terhadap
57
kepercayaan serta pengetahuan ibu yang kurang tentang imunisasi. Peningkatan status kelengkapan imunisasi bayi akan meningkat seiring meningkatnya pengetahuan ibu sehingga ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dan kelengkapan status imunisasi, tingkat imunisasi ibu sebagian besar (73%) sudah baik namun demikian juga masih di dapat sebagian kecil (4%) yang tergolong kurang hal tersebut dikarenakan kurangnya informasi (6075%), kurang motivasi (2-3%) serta hambatan lainya (23-37%). (Muhammad, 2002). Bidan sebagai tenaga kesehatan mempunyai peran serta dalam mendukung kelengkapan pemberian imunisasi secara lengkap dengan mensosialisasikan lewat penyuluhan kepada orang tua khusus nya ibu (Rahaju, 2006). Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar BAHAN DAN METODE A. Landasan Teori 1. Hubungan Menurut kamus bahasa Indonesia (2004) hubungan adalah pertalian, sangkut paut, kontak atau ikatan. 2. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dan tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa,
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). a. Tingkat pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengatur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajarinya antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2003). 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
58
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi akan penggunaan hukum, hukum, rumus, metode, prinsif dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 2003). 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan memisahkan, mengelompokkan, dan sebagian (Notoatmodjo, 2003). 5) Sintesis (syinthetis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). 6) Evaluasi (evaluation)
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian tarhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2002), faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain, faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor penguat. c. Faktor predisposisi 3. Tingkat pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan prilaku positif yang meningkat. a. Informasi Seseorang yang mempunyai informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih banyak pula. b. Budaya Tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap, kebiasaan dan kepercayaan. c. Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang suatu yang bersifat non formal. d. Sosial ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, tergantung dengan hasil pendapatan.
59
e. Faktor Pendukung 1) Sarana kesehatan 2) Lingkungan fisik f. Faktor Penguat Peran petugas kesehatan Petugas Kesehatan memberikan informasi atau penyuluhan yang tepat serta mensosialisasikan pemberian imunisasi dasar, untuk meningkatkan pengetahuan ibu, karena pengetahuan di pengaruhi faktor predisposisi yaitu informasi (Notoatmodjo, 2002 ). 4. Kelengkapan imunisasi dasar a. Pengertian imunisasi Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif (Ranuh, IGN, 2005). Menurut Motondang (2005) imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Ranuh, IGN, 2005). b. Kelengkapan imunisasi dasar Menurut kamus bahasa Indonesia kelengkapan berasal dari kata lengkap yang artinya tidak ada kekurangan. Imunisasi dasar adalah imunisasi dengan program pemerintah, anak-anak wajib mendapat imunisasi terhadap tujuh macam penyakit TBC, difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis) polio, campak (Measles, morbili) dan hepatitis B (Ranuh, IGN, 2005).
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
Kelengkapan dalam memberikan imunisasi terhadap penyakit TBC, difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis) polio, campak (measles, morbili), dan hepatitis B dengan tidak ada kekurangannya (Anonim, 2008). c. Macam-macam Imunisasi 1) Vaksin BCG (bacillus calmette guerine) a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa (disebut juga batuk darah). Penyakit ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau batuk. Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar keringat pada malam hari (Depkes RI, 2006). Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberkulosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian. b) Cara pemberian dan dosis. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu, dengan menggunakan alat suntik steril 5 ml, dosis pemberian: 0,05 ml sebanyak 1 kali. Disuntikkan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus) dengan
60
menggunakan Auto Disposable Syiringe 0,05 ml, dan vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam. c) Kontra indikasi Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti, eksim, furunkulosis dan mereka yang sedang menderita TBC. d) Efek samping Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam setelah 1-2 mgg akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka, luka tidak perlu pengobatan akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya. (Depkes. RI, 2006). e) Cara penyimpanan Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari harus disimpan pada suhu 2-80C, tidak boleh beku vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam. f) Jadwal pemberian imunisasi BCG. Imunisasi BCG diberikan pada umur <2 bulan sebaiknya pada anak dengan
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
uji Mantaoux (tuber kulin) negatif (Ranuh, IGN, 2008). 2) Vaksin DPT/HB a) Pengertian Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infections ( Depkes RI 2006). b) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis, dan hepatitis. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri coryne bacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. (Depkes RI, 2006). Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput kebirubiruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian (Depkes RI, 2006). Pertusis juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Penyebaran pertusis adalah melalui percikan ludah
61
(droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Bayi terdapat juga gejala berhenti menetek (sucking) antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian Hepatitis B (penyakit kuning ) adalah penyakit yang di sebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati, penularan penyakit adalah secara horizontal
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
yaitu dari darah dan produknya, melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah dan melalui hubungan seksual sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urin menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan pengerasan hati, kanker hati dan menimbulkan kematian (Depkes RI, 2006). c) Cara pemberian dan dosis: Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 – 8 minggu, interval terbaik 8 minggu (Ranuh, IGN, 2008). d) Kontra indikasi Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen
62
pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang (Depkes RI, 2006). e) Efek samping Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam, pembengkakan atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadangkadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi. Iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah Imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Depkes RI, 2006). f) Cara penyimpanan Vaksin disimpan dalam suhu + 20 s/d 80C Vaksin DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka. 3) Vaksin Hepatitis B (Uniject-HB) Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infecious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan (Depkes. RI, (2006).
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. b) Cara pemberian dan dosis Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 mL atau 1 buah HB PID (Prefilled Injection device) pemberian suntikan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.Imunisasi HB harus segera diberikan setelah lahir atau sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir paling lambat sampai usia 7 hari. c) Efek samping Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Depkes. RI, 2006). d) Kontra indikasi Jangan diberikan pada bayi dengan berat saat lahir dibawah < 2000 gram, bayi dengan gangguan asfikisia (Depkes. RI, 2003). e) Cara Penyimpanan Uniject-HB di propinsi disimpan dalam kamar pendingin, di kabupaten/kota maupun di puskesmas disimpan dalam lemari es dengan suhu 20- 80C seperti vaskin HB dalam vial sedangkan dirumah bidan/pustu boleh disimpan dalam suhu udara biasa atau pada suhu kamar sampai (Vaccine Vial Monitor VVM) berubah. Uniject perlu
63
dilindungi dari sinar matahari langsung karena (Vaccine Vial Monitor VVM) juga akan cepat berubah warna bila terkena sinar matahari (Depkes. RI, 2003). 4) Vaksin polio (Oral Polio Vaccine = OPV) Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio invalent yang terdiri dari suspensi poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biarkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa (Depkes. RI, 2006). a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis poliomyelitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2, dan 3. secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segara ditangani (Depkes RI, 2006). b) Cara pemberian dan dosis Polio 1 diberikan saat bayi lahir untuk imunisasi dasar (polio 2, 3, 4) diberikan pada
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
umur 2, 4 dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu (Ranuh, IGN, (2005). c) Kontra indikasi Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh (Depkes RI, 2006). d) Efek samping Menurut WHO pada umumnya imunisasi polio tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (Depkes RI, 2006). e) Cara penyimpanan Vaksin polio oral (OPV) dapat disimpan beku pada temperatur 20C. Vaksin yang beku dapat dicairkan dengan cara di tempatkan antara telapak tangan dan digulir-gulirkan dijaga warna tidak berubah yang merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin telah terpenuhi dapat dibekukan lagi, kemudian dapat dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan dan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan (Ranuh , IGN, 2005). 5) Vaksin campak Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu vaksin yang berasal dari virus
64
campak yang hidup dan dilemahkan (tipe edmonston B) sedangkan, Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium). Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan 0,5 ml. Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun demikian dapat diberikan secara intramuscular (Ranuh , IGN, 2008). a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viri dae measles. Disebabkan melalui udara (percikan ludah/sewaktu bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjungtivitis (mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas (pneumonia) (Depkes RI, 2006). b) Cara pemberian dan dosis Sebelum disuntikan vaksin campak terlebih dahulu harus di larutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan secara sub kutan walaupun demikian dapat diberikan secara intramuscular ( Ranuh, IGN, 2 008). c) Kontra indikasi
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
Individu yang mengidam penyakit immune defiuency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, impormasi. Efek samping hingga 15% dapat mengalami dengan ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Depkes. RI, 2006). d) Cara penyimpanan Vaksin disimpan pada suhu 00C sampai 80C (Ranuh , IGN, 2005). 5. Hubungan pengetahuan dengan kelengkapan pemberian imunisasi Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi atau balita sangat memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Hal tersebut dipengaruhi oleh 3 konsep yaitu konsep tentang faktor predisposisi yaitu tentang pengetahuan ibu diantaranya manfaat imunisasi, efeksamping, kontra indikasi, reaksi sementara, waktu dan interval pemberian imunisasi dasar. Faktor pendukung lainnya sarana kesehatan yang mudah di jangkau, lingkungan fisik ibu, dan faktor penguatnya perilaku petugas kesehatan. Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam pemberian kelengkapan imunisasi dasar, karena pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan masyarakat. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kelengkapan pemberian imunisasi dasar yang mempunyai dua variable adalah
65
hubungan simetris yang ber tipe hubungan antara disposisi dan respon. Disposisi adalah kecenderungan untuk menunjukkan respon tertentu dalam situasi tertentu, berbeda dengan stimulus yang datang dari luar, disposisi “ berbeda”, dalam diri seseorang misalnya pengetahuan, suatu respon sering diukur dengan mengamati tingkah laku seseorang misalnya kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar (Singarimbun, 1995) B. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah observasi analitik dengan pendekatan cross sectional.. Lokasi penelitian di Puskesmas Kedunggalar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita umur 10 bulan sampai 2 tahun yang berada di posyandu wilayah Puskesmas Kedunggalar khususnya di posyandu desa Jati gambol dengan jumlah populasi 50 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan menggunakan “incedental sampling” yaitu pemilihan subjek sampel berasal dari individu yang secara kebetulan dijumpai atau dengan menggunakan subjek sampel dari orang-orang yang datang di puskesmas atau dijumpai saat pertemuan di posyandu (Taufiqurahman, 2008). Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah total populasi yang berjumlah 50 orang. 1. Kriteria inklusi a. Semua ibu-ibu yang mempunyai bayi umur 10-2 tahun
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
b. Datang ke posyandu wilayah Puskesmas Kedunggalar. c. Membawa KMS d. Tinggal di kendunggalar. e. Bersedia menjadi responden dan bisa membaca. 2. Kriteria eksklusi a. Tidak membawa KMS b. Tinggal di luar daerah Kedunggalar. c. Ibu yang tidak bisa membaca. Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar. Pengetahuan adalah suatu bentuk tahu dari manusia yang diperoleh dari pengalaman, perasaan, akal pikiran dan intuisinya setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2005). Skala pengukuran pada variable bebas ini menggunakan skala ordinal dengan kriteria menurut Standar Deviasi hasil jawaban diberi skor berdasarkan jawaban responden terhadap item pertanyaan. Z dijadikan Nilai Standar, nilai Z terpusat pada nilai tengah (median) yang juga merupakan nilai rata-rata yaitu 0. berdasakan konsep ini data dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu: Kelompok pertama Z > 1 Kategori : Baik Kelompok Kedua -1 ≤ Z ≤1 Kategori : Cukup Kategori Ketiga Z < -1 Kategori : Kurang (Riwidikdo, 2008) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelengkapan pemberian imunisasi dasar.
66
Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diwajibkan pemerintah untuk mencegah penyakit TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio, campak. Skala pengukuran terhadap variabel terikat ini menggunakan skala nominal dengan kategori. Lengkap: bila bayi berusia 9 bulan sudah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap atau tidak ada kurangnya. Tidak lengkap: bila bayi berusia 9 bulan sudah mendapatkan imunisasi dasarnya belum lengkap atau mendapatkan imunisasi dasar sama sekali. Dalam penelitian ini tingkat pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden jenis kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. Hasil penilainya diberikan skor 0 dan 1 untuk pertanyaan favorable diberikan skor 1 bila jawaban benar, skor 0 bila jawaban salah sedangkan untuk pertanyaan unfavorable diberikan skor 1 bila jawaban salah, skor nol bila jawaban benar. Dalam penelitian ini kuesioner berjumlah 23 soal yang terdiri dari pertanyaan unfavorable sebanyak 7 soal yaitu no 5,8,11,13,15,16,22 dan sisanya merupakan pertanyaan favorable. Kuesioner ini sebelum digunakan untuk penelitian dilakukan uji coba terlebih dahulu dengan sampel lain serta waktu dan tempat berbeda. Tujuan uji coba ini untuk mengetahui bagaimana penerimaan responden setiap
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
pertanyaan yang diajukan apakah mudah dimengerti. Disamping itu juga untuk mengetahui apakah lembar kuesioner mampu menjawab harapan peneliti untuk memperoleh data serta untuk menguji validitas dan reliabilitas daftar pertanyaan yang digunakan Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Teknik yang dipakai adalah teknik korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total, menggunakan rumus product moment sebagai berikut: N xy ( x )( y ) Rxy [( N x 2 ( x 2 ) ( y 2 ) Keterangan X : skor pertanyaan Y : skor total R : koefisien korelasi item dengan skor total xy : skor pertanyaan dikalikan skor total N : Jumlah total Suatu kuesioner dikatakan valid apabila kuesioner itu dapat mengukur sesuatu dan melakukan secara cermat, dengan cara menghitung nilai sensitivitas dan spesifitas (Notoatmodjo, 2002). Pengujian validitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan SPSS 10. Perhitungan uji validitas setiap pertanyaan dalam penelitian ini menggunakan program Statistical product and Service Solution (SPSS) untuk menentukan validitas setiap pertanyaan dengan taraf kesalahan 5% maka harga rhitung yang didapat harus di bandingkan 67
dengan r tabel, jika rhitung lebih besar dari rtabel maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Uji validitas pada penelitian ini telah dilakukan pada ibu yang mempunyai balita usia 10 bulan – 2 tahun sejumlah 30 responden di posyandu dusun plosorejo desa Kedunggalar. Kuesioner dinyatakan valid setelah dikonsultasikan dengan rtabel pada taraf signifikan 5% dan N:30 diperoleh rtabel (0,361) dimana rxy dari variabel pengetahuan sebesar (0,478-0,740), sehingga dapat disimpulkan hasil yang di peroleh rxy lebih besar r tabel (rhitung > rtabel) maka hasil item soal tersebut dikatakan valid. Hasil pengukuran validitas 23 item pertanyaan dinyatakan valid
yaitu membandingkan antara umur bayi dengan imunisasi dasar. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalis dengan menggunakan rumus chi kuadrat untuk mengetahui hubungan antara variabel yang berskala ordinal dengan berskala nominal. Adapun rumusan yang digunakan adalah chi kuadrat (Sugiyono, 2006). 2 k f 0 fh 2 x fh i 1 Keterangan x2 :chi kuadrat f0 :frekuensi yang di observasi fn :frekuensi yang diharapkan Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel dengan data nominal digunakan rumus koefisien kontingensi.
Realibilitas alat ukur dalam penelitian di uji dengan alat realibilitas KR 20, yaitu: Rumus 2 k st pi qi ri st k 1 Keterangan k :jumlah item dalam instrumen pi :proporsi banyaknya subyek
X2 NX2 C = Koefisien kontingensi X2 = Chi Kuadrat N = Jumlah Responden (Sugiyono, 2006) HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dimulai pada bulan Mei 2009 di Posyandu wilayah Puskesmas Kedunggalar khususnya desa Jatigembol Ngawi yang dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada acara posyandu yaitu pada bulan Mei 2009. Dalam penelitian ini karakteristik subyek mencangkup semua ibu yang mempunyai bayi 10 bulan-2 tahun yang berkunjung di Posyandu Desa Jatigembol Kedunggalar Ngawi sejumlah 50 ibu. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Setelah pengumpulan data selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian.
qi
yang menjawab pada item 1 : 1 pi
s 2 i :varians total Hasil uji reliabilitas didapatkan untuk variabel pengetahuan 0,924 sehingga disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel tingkat pengetahuan ibu termasuk reliabel. Kelengkapan pemberian imunisasi dasar diukur dengan KMS. Pada penelitian ini cara pengukuran dilakukan dengan studi dokumentasi secara retrospektif
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
C
68
1. Karakteristik responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar. Tingkat pengetahuan responden yang diukur dengan skor berdasarkan jawaban dari kuesioner yang dibagikan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang dimiliki responden dalam kelengkapan pemberian imunisasi dasar. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam kelengkapan pemberian imunisasi dasar, hasil jawaban diberi skor berdasarkan jawaban responden terhadap item pertanyaan. Z dijadikan Nilai Standar, nilai Z terpusat pada nilai tengah (median) yang juga merupakan nilai rata-rata yaitu 0. berdasarkan konsep ini data dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu No 1 2 3
Pengetahua n Baik Cukup Kurang Jumlah
Frekuensi
%
8 33 9 50
16 66 18 100
Sumber : data primer 2009 Pada tabel 1 menjelaskan tentang pengetahuan dalam kelengkapan pemberian imunisasi dasar yang dimiliki oleh responden, dari hasil pengolahan data tingkat pengetahuan yaitu, ibu dengan pengetahuan baik sebanyak 8 orang atau 16 % dengan indikator bisa menjawab pertanyaan sebanyak 23 soal, Ibu dengan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 33 orang atau 66%, dengan indikator bisa menjawab pertanyaan sebanyak 19-21 soal dan ibu dengan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 9 orang atau 18%, dengan indikator bisa menjawab pertanyaan sebanyak 14-17 MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
soal. Sehingga dapat di simpulkan bahwa sebagian besar sampel berpengetahuan cukup. 2. Karakteristik responden berdasarkan kelengkapan pemberian imunisasi dasar Untuk mengetahui kelengkapan pemberian imunisasi dasar dapat dilakukan dengan studi dokumentasi secara retrospektif yaitu membandingkan antara umur bayi dengan imunisasi dasar. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kelengkapan pemberian imunisasi dasar No 1 2
Kelengkapan Lengkap Tidak lengkap Jumlah
Jumlah Persentase 45 90 5 10 50 100
Sumber: data sekunder 2009 Pada tabel 2 menjelaskan bahwa kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi 10 bulan-2 tahun dapat diperoleh dari data KMS sebagai berikut: imunisasi lengkap sebanyak 45 anak atau 90% dan anak dengan imunisasi tidak lengkap sebanyak 5 anak atau 10%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sampel diberikan imunisasi secara lengkap. Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kelengkapan Dalam Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi 10 bulan-2 tahun. Dari data hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi 10 bulan-2 tahun di Posyandu wilayah puskesmas Kedunggalar Ngawi didapatkan 50 responden. Ibu dengan pengetahuan kurang pemberian imunisasi secara lengkap sebanyak 4 responden atau (8%) dan tidak lengkap sebanyak 5 responden atau (10%). Ibu dengan pengetahuan
69
cukup dalam pemberian imunisasi secara lengkap sebanyak 33 responden atau (66%) dan tidak lengkap tidak ada. Ibu dengan pengetahuan baik dalam pemberian imunisasi secara lengkap sebanyak 8 responden atau (16%) dan tidak ada ibu yang berpengetahuan baik tidak memberikan imunisasi secara lengkap pada anaknya. Ada kecenderungan ibu dengan tingkat pengetahuan cukup cenderung memberikan imunisasi secara lengkap. Sebaliknya ibu dengan tingkat pengetahuan kurang cenderung memberikan imunisasi pada anaknya kurang lengkap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku ibu untuk mengimunisasikan anaknya secara lengkap. 3. Analisa Data Uji statistik dengan menggunakan korelasi chi kuadrat. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah analisis dari hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 10 bulan-2 tahun di posyandu wilayah puskesmas Kedunggalar khususnya desa Jatigembol. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan komputer program SPSS, dengan tingat ketelitian 5% maka diperoleh nilai XTabel dengan (dk=2) adalah sebesar 5,991. Berdasarkan analisis data diperoleh nilai X2hitung sebesar 25,309 maka 2 hitung > 2 tabel, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: Ho: Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan pemberian imunisasi.
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
Ha: ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan pemberian imunisasi. Dari hasil perhitungan degan menggunakan rumus chi kuadrat nilai X2hitung sebesar 25,309 didapatkan koefisien kontingansi 0,5797 sehingga ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi umur 10 bulan-2 tahun dengan kategori sedang . Hal ini berarti semakin cukup tingkat pengetahuan ibu maka dia memiliki kecenderungan untuk lengkap dalam pemberian imunisai dasar pada bayi umur 10 bulan-2 tahun. Sebaliknya semakin kurang tingkat pengetahuan seorang ibu maka dia memiliki kecenderungan untuk tidak lengkap dalam pemberian imunisasi pada bayi 10 bulan-2 tahun. Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam pemberian kelengkapan imunisasi dasar, karena pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan masyarakat, sehingga akan di peroleh suatu manfaat terhadap keberhasilan dalam pemberian imunisasi secara lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan kurang sebanyak 9 responden atau (18%) kemudian ibu berpengetahuan cukup sebesar 33 responden atau (66 %) dan yang berpengetahuan baik 8 responden atau (16%) maka rata-rata ibu berpengetahuan cukup. Hal itu seperti pendapat Notoatmojdo (2003), bahwa pengetahuan tidak terlepas dari pendidikan yang diterima oleh ibu pada umumnya semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh ibu maka semakin baik pula proses pemahaman ibu dalam menerima sebuah informasi.
70
Imunisasi merupakan upaya yang sederhana dan efektif untuk melindungi anak terhadap penyakit yang berbahaya. Berdasarkan data yang diperoleh melalui KMS menunjukan bahwa ibu yang mengimunisasikan bayinya secara lengkap sejumlah 45 responden atau 90%, kemudian yang tidak lengkap sebanyak 5 responden (10%) sehingga sebagian besar ibu mengimunisasikan bayinya secara lengkap. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pengetahuan ibu, karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada kecenderungan ibu dengan tingkat pengetahuan cukup cenderung memberikan imunisasi secara lengkap, sebaliknya ibu dengan tingkat pengetahuan kurang cenderung mengimunisasikan anaknya tidak lengkap. Berdasarkan hasil uji statistik chi kuadrat pada tingkat ketelitian 5% maka diperoleh nilai X2hitung sebesar 25,309 dan koefisien kontingansi sebesar 0,5797 sehingga ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 10 bulan – 2 tahun dengan kategori sedang di Poyandu Jatigembol Wilayah Puskesmas Kedunggalar. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekanto (2002) bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, karena pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku yang positif. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
1. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa pengetahuan yang paling banyak adalah pengetahuan cukup yaitu 33 responden (66%). 2. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa ibu yang memberikan imunisasi secara lengkap sebanyak 45 responden (90%). 3. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan pemberian imunisasi dasar. Hal ini ditunjang dari hasil analisis data penelitian yaitu diperoleh 2 hitung sebesar 25,309 sedangkan 2 tabel dengan dk = 2 dan = 5% adalah sebesar 5,991, maka 2 hitung > 2 tabel, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan koefisien kontingansi sebesar 0,5797. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan pemberian imunisasi dengan kategori koefisien kontingansi sedang. SARAN 1. Bagi Peneliti Untuk lebih sempurnanya penelitian ini, diharapkan untuk melanjutkan penelitian ini dengan memberikan intervensi secara langsung berupa penyuluhan kesehatan tentang pentingnya pemberian imunisasi dasar pada ibuibu yang mempunyai balita usia 0-9 bulan. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Bagi petugas kesehatan khususnya bidan yang lebih berinteraksi secara langsung untuk memberikan informasi atau penyuluhan yang tepat serta mensosialisasikan pemberian imunisasi dasar tentang manfaat dan 71
tujuan untuk menyusun program yang akan datang. 3. Bagi Pembaca Diharapkan dapat menambah referensi dan pengetahuan pembaca. DAFTAR PUSTAKA Taufiqurahman, 2008. Pengantar Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: LPP dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS Ranuh, IGN, dkk, 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ranuh, IGN, dkk, 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Notoatmodjo. S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. S, 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Depkes RI, 2003. Modul I Epidologi Hepatitis B. Surabaya: Dinas Kesehatan Jawa Timur.
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
Depkes RI, 2006. Modul Materi Dasar I Kebijakan Program Imunisasi. Surabaya: Dinas Kesehatan Jawa Timur. Sugiyono, 2002. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono, 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Anonim, 2008. Angka Kematian Bayi. http://dinkes Jatim. go. id, 18 Desember 2008 Muhammad, 2008. Imunisasi Dunia. http://Unicef. Org. Indonesia. id, 31 Desember 2008 Riwidikdo, Handoko, 2008. Statistik Kesehatan. Jogja: Mitra Cendikia. Rahaju, 2006. Buku Pegangan Kader Posyandu. Surabaya: Dinas Kesehatan Jawa Timur. Muhamad, 2002. Imunisasi Dan Faktor Yang Mempengaruhi. http://library. Usu. Ac id, 18 Desember. Singarimbun, 2005. Metode Penelitian. Jakarta : PT.Pustaka LP3S. Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
72