HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN SIBLING RIVALRY PADA USIA BALITA Dwi Purnamasari1) Derison Marsinova Bakara1) Yanti Sutriyanti 1) 1) Prodi Keperawatan Curup Poltekkes Kemenkes Bengkulu Email:
[email protected] Abstract: Relation The Mothers Levels Knowledge With Incidence Sibling Rivalry in cInfants. Knowledge mother is very important in the face problems in children who are very disturbing that the presence new members (sister) or disruption of her sister. Many of the problems that arise by because my mother would give more attention to another child, so it will cause a reaction sibling rivalry. In the village Talang Benih, 8 And the people who have children under the age of five 5 people do not know about sibling rivalry and 3 other mother recognizes the characteristics of a sibling rivalry. This research aims to know the relation level of knowledge to sibling rivalry in children under five in the village Talang Benih sub-district Curup. The population in this research is a mother who have children under five in the village Talang Benih sub-district Curup. Samples in this research using the cluster, which amount proportional sampling 64 people. Technical data collection using primary data collected by distributing questionnaires to respondents. This Research carried out from June to in October 2014. Analysis of that will be done in this research is analysis of univariat and bivariat by using tests chi square. Results of the analysis shows that there is a relationship between the knowledge to genesis sibling rivalry with the result p=0.01 < 0.05. It is advisable to reduce the number of sibling in children under five, it will be done efforts to increase knowledge as the mothers with psikoedukasi for mothers who have children under five, sibling rivalry. Abstrak : Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Sibling Rivalry pada Usia Balita. Pengetahuan ibu sangat penting dalam menghadapi masalah pada anak yang sangat mengganggu yaitu kehadiran anggota baru (adik) atau gangguan dari kakaknya. Banyak permasalahan yang timbul oleh karena ibu memberikan perhatian yang lebih pada anak yang lain, sehingga akan menimbulkan reaksi sibling rivalry. Di Kelurahan Talang Benih, yang 8 orang ibu yang mempunyai anak balita 5 orang tidak mengatahui tentang sibling rivalry dan 3 orang ibu mengatahui ciri-ciri sibling rivalry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap sibling rivalry pada anak usia balita di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup. Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak usia balita di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup Tengah. Sampel pada penelitian ini menggunakan metode cluster proportional sampling, yang berjumlah 64 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2014. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan Uji chi square. Hasil analisis menunjukan ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap kejadian sibling rivalry dengan hasil p=0,01 < 0,05. Disarankan untuk mengurangi angka kejadian sibling pada anak balita maka dilakukan upaya peningkatan pengetahuan ibu-ibu dengan psikoedukasi bagi ibu-ibu yang mempunyai anak balita yang mengalami sibling rivalry. Kata Kunci: Pengetahuan Ibu, Kejadian Sibling Rivalry, Balita
Anak sebagai individu yang unik mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik, anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Perkembangan anak dalam kehidupannya banyak ditentukan oleh perkembangan psikologis, termasuk didalamya perasaan kasih sayang orang tua dengan
anaknya atau orang lain disekelilingnya, karena akan memperbaiki perkembangan psikososial anak. Terpenuhnya kebutuhan psikososial anak akan meningkatkan ikatan kasih sayang yang erat (bonding) dan terciptanya basic trust atau rasa percaya yang kuat (Hidayat, 2005). Sebagian besar anak tumbuh bersama saudara kandung (Volling dan Blandon, 2003). Keterikatan dengan saudara kandung, baik itu
199
200 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 2,Oktober 2014, hlm 182-188
kakak maupun adik merupakan hubungan paling lama yang dimiliki seseorang (Sanders dan Edwars, 2006). Interaksi antar saudara kandung dimulai ketika anak masih kecil dan berlanjut sepanjang hidup anak (Zanden, 2003). Interaksi antara saudara kandung akan menghasilkan hubungan saling mempengaruhi satu sama lain, terutama per-kembangan sosial dan koginitif (Thomson, 2004). Kehadiran seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru dapat merupakan krisis utama bagi seorang anak. Anak yang lebih besar sering mengalami perasaan kehilangan atau rasa cemburu “digantikan” oleh bayi yang baru. Beberapa faktor yang mengalami respon seorang anak yang mendapatkan adik baru antara lain adalah umur anak, sikap orang tua, peran ayah, lama waktu berpisah dengan ibu dan bagaimana anak itu dipersiapkan untuk satu perubahan (Bobak, 2004). Persaingan antar anak kecil cenderung paling mengganggu saat perbedaan usia antara satu setengah sampai tiga tahun. Ini karena anak pra sekolah masih tergantung pada orang tuanya, dan belum dapat membangun hubungan yang mapan dengan teman-teman dan orang dewasa lainnya. Namun, meskipun perbedaan usia sembilan tahun atau lebih, anak yang lebih tua masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Jika dia merasa bahwa dia ditinggalkan atau ditolak, dia mungkin akan menyalahkan adik bayinya. Secara umum, semakin besar si anak semakin berkurang rasa cemburunya terhadap adiknya. Kecemburuan sering terjadi paling hebat pada anak prasekolah yang baru mendapat adik bayi. Persaingan antar saudara kandung (Sibling Rivalry) adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antar saudara lakilaki dan saudara perempuan. Persaingan antar saudara kandung terjadi ketika keluarga memiliki lebih dari satu anak (Boyse, 2009). Kecemburuan atau ketidaksukaan anak yang alamiah terhadap anak baru dalam keluarga dinamakan persaingan sibling (Wong, 2008). Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orangtuanya dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua (Setiawati, 2008).
Menurut Bakwin (2008), sibling rivalry cenderung terjadi lebih sering ketika anak yang lebih tua antara 2-4 tahun ketika adiknya dilahirkan, karena pada usia ini anak menjadi sadar akan kasih sayang orangtuanya. Priatna, (2006) bahwa reaksi yang sering ditampakkan adalah anak lebih agresif, memukul atau melukai kakak maupun adiknya, membangkang kepada ibunya, rewel, mengalami kemunduran (semula tidak mengompol jadi mengompol lagi), sering marah yang meledak-ledak, sering menangis tanpa sebab, menjadi lebih kolokan atau lengket kepada ibu. Menurut Boyle, (2007) menyatakan bahwa 75% anak mengalami reaksi sibling rivalry. Anak yang berumur antara 3 sampai dengan 5 tahun lebih cenderung mementingkan diri sendiri sehingga akan mengalami kesulitan untuk berbagi perhatian orang tuanya dengan saudara yang lain, lebih-lebih apabila ancaman itu datang dengan kehadiran adik baru (bayi). Selain itu anak prasekolah mempunyai kemampuan berbahasa dan pemahaman akan situasi baru yang terbatas, oleh karenanya mereka sangat sulit mengerti mengapa adik baru (bayi) memerlukan lebih banyak perhatian dan kasih sayang. Mereka akan cenderung merasa diabaikan, cemburu, dan mengalami kemunduran perilaku. Pola perilaku yang negatif tersebut apabila tidak ditangani dengan baik maka akan terekam di bawah alam sadar mereka dan bisa menjadi cikal bakal akan perilaku-perilaku yang lebih merusak bahkan bisa terbawa hingga mereka dewasa (Child Development Institute, 2010). Pengetahuan yang harus diketahui ibu tentang perkembangan anak yang mengalami sibling rivalry dapat diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri, pengalaman orang lain, dan media masa serta lingkungan. Pengetahuan ibu sangat penting dalam mengahadapi masalah anak yaitu kehadiran anggota baru (adik) atau gangguan dari kakaknya. Ibu yang memiliki anak harus menyediakan banyak waktu dan tenaga untuk mengorganisasi kembali hubungan dengan anak-anaknya. Banyak permasalahan timbul karena ibu mem-berikan perhatian lebih pada anak yang lain, sehingga menimbulkan reaksi sibling rivalry (Hurlock, 2002).
Purnamasari, Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Sibling Rivalry 201
Peran orangtua sangat penting dalam mengurangi reaksi sibling rivalry pada anak prasekolah dengan mengadopsi perilakuperilaku yang positif dan membangun di antara anak-anaknya melalui berbagai cara seperti komunikasi yang efektif, melibatkan anak dalam perawatan bayi, memberi perhatian dan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anaknya. Ibu seringkali merasa sangat capek dan stress setelah kelahiran anaknya. Kesibukan dengan bayi yang baru lahir membuat ibu secara tidak langsung mengurangi perhatian dan kasih sayang terhadap anak yang lainnya. Dari hari ke hari perawatan anak-anaknya yang lain lebih banyak dilakukan oleh keluarga yang lain, teman, nenek atau pembantu. Sehingga ibu yang memiliki bayi dan anak preschool dalam waktu yang bersamaan tidak mampu memberikan perhatian, waktu, dan kasih sayangnya yang cukup terhadap setiap anak-anaknya, kondisi seperti ini yang biasa menyebabkan terjadinya sibling rivalry (Priatna, 2006). Kehadiran seorang saudara baru (bayi) adalah pengalaman yang sulit bagi sebagian besar anak usia prasekolah, karena mereka menyadari bahwa kasih sayang, afeksi, dan perhatian dari orang tuanya harus terbagi. Mereka sering menjadi lebih manja, minta perhatian dan lebih nakal dari biasanya. Ibu yang memiliki cukup pengetahuan tentang penanganan sibling rivalry akan segera cepat mengenali reaksi sibling rivalry pada anaknya terutama pada awal-awal kelahiran bayinya dan mengetahui cara yang tepat mengurangi efeknya terhadap anaknya yang lain. Oleh karena itu pengetahuan tentang sibling rivalry dan cara penanganannya sangat dibutuhkan oleh setiap keluarga terutama ibu karena secara naluriah anak-anak lebih dekat dengan ibu dibanding dengan ayahnya (Yulia, 2006). Menurut data dari Dinas Kesehatan Rejang Lebong di wilayah Kecamatan Curup terdapat 10 kelurahan dan terdapat 1.265 balita. Untuk Kelurahan Talang Benih merupakan jumlah balita yang terbanyak yaitu 688 balita (54,38%). Fenomena yang terjadi adalah saudara kandung yang pertama agresif baik fisik atau verbal hal ini ditunjukkan dengan perilaku memukul, menendang, menampar,
mencakar serta mencaci, tidak mau berbagi dengan saudara, tidak mau membantu saudara, mengadukan saudara, dominasi pada saudara dan model negatif bagi saudara, terlihat dimana anak tidak bersedia berbagi mainan yang dimainkan, barang atau makanan. Sedangkan yang lainnya yaitu seperti mencaci, menampar serta mencakar. Sedangkan fenomena yang didapat di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup bahwa beberapa ibu mengatakan bahwa anak-anak tidak bisa akur dalam bermain karena iri dengan saudaranya sendiri, sering ibunya mengatakan kakaknya seringkali memukul atau merebut mainan adiknya dan juga sebaliknya. Hasil survey di Talang Benih, yang dilakukan tanggal 25 November 2013, dari 8 orang ibu yang mempunyai anak balita 5 orang tidak mengatahui tentang sibling rivalry dan 3 orang ibu mengatahui ciri-ciri sibling rivalry, Hasil wawancara 3 orang ibu respon sibling rivalry pada anak terdapat reaksi seperi memukul, mencubit, bahkan menendang adiknya. Tujuan penelitian, untuk mengetahui “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Sibling Rivalry pada Anak Usia Balita di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup”. METODE Jenis penelitian ini adalah analitik, dengan desain cross sectional. Sebagai populasi ibu yang mempunyai anak usia balita di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup Tengah. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode cluster proportional sampling, yang berjumlah 64 orang. Teknik pengumpulan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai bulan Oktober 2014. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi square. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebagai gambaran usia dan tingkat pendidikan responden, dapat dilihat pada tabel 1 berikut :.
202 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 2,Oktober 2014, hlm 182-188
Memperhatikan tabel 2, diketahui bahwa 33 responden (51, 6%) memiliki pengetahuan baik tentang sibling rivalry pada usia balita, dan 31 responden (48,4%) memiliki pengetahuan kurang.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Tingkat Pendidikan Karakteristik
F
%
Usia ≤29 tahun >30 thn
26 38
40,6 59,4
Pendidikan SD SMP SLTA PT
7 16 37 4
10,9 25 57,8 6,2
Jumlah
64
100%
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kejadian Sibling Rivalry Pada Usia Balita
Tabel 1 menunjukan sebagian besar reponden berusia > 30 tahun (59,4%), tingkat pendidikan SLTA 37 orang (57,8%).
F
%
Kejadian Sibling Rivalry Terjadi Tidak Terjadi
30 34
46,9 53,1
64
100
Jumlah
Tabel 3 menunjukkan, 30 responden (46,9%) terjadinya sibling rivalry pada usia balita, dan 34 responden (53,1%) tidak terjadi sibling rivalry.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Kejadian Sibling Rivalry Pada Usia Balita Variabel F Tingkat pengetahuan ibu tentang Sibling Rivalry 31 33 Kurang Baik Jumlah 64
Variabel
% 48,4 51,6 100%
Tabel 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Sibling Rivalry pada usia Balita
Tingkat Pengetahun
Kurang Baik Jumlah
Kejadian Sibling Rivalry Tidak Terjadi terjadi F % F % 21 67,7 10 32,3 9 30
Jumlah F 31
% 100,0 100,0
27,3
24
72,7
33
46,9
34
53,1
64
Pada tabel 4 menunjukkan terdapat 21 orang ibu (67,7%) yang mempunyai pengetahuan kurang dan memiliki anak mengalami kejadian sibling rivalry, serta 24 ibu (72,7%) yang mempunyai pengetahuan baik,
p
0,01
RP
5.600
95% CI
1.913-16,395
100,0 dan memiliki anak yang tidak mengalami kejadian sibling rivalry. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,01 < a =0,05, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian sibling rivalry pada usia balita di Talang Benih Kecamatan Curup tahun 2014.
Purnamasari, Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Sibling Rivalry 203
Pembahasan Hasil penelitian berdasarkan usia dapat dilihat usia sebagian besar pada usia > 30 tahun (59,4%). Usia tersebut merupakan usia reproduksi sehat. Menurut Notoatmodjo (2007) usia seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan yang merupakan dominan yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin luas pengalaman dan informasi yang dimiliki seseorang, sehingga dapat mendukung persiapan kelahiran adik baru keluarga. Faktor lain yang dapat mendukung adanya persiapan kelahiran yaitu tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukan tingkat pendidikan responden sebagian besar SLTA 37 orang (57,8%) dan 33 responden (51, 6%) memiliki pengetahuan yang baik tentang sibling rivalry pada usia balita. Hal ini sejalan dengan teori menurut Notoatmodjo (2005), salah satu yang mempengaruhi pengetahuan adalah sumber informasi dimana salah satu penyebab kurangnya pengetahuan seseorang adalah sumber informasi yang tidak adekuat. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan responden tentang sibling rivalry dapat disebabkan karena sumber informasi yang tidak adekuat mengenai peristiwa sibling rivalry pada anak. Hasil tesebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Subagyo (2010), menujukan bahwa tingkat pendidikan kurang memadai memungkinkan pemahaman tentang stimulasi kurang efektif dan kurang terlaksana, sebaliknya tingkat pendidikan yang relatif tinggi, kemungkinan banyak memperoleh pengalaman tentang perawatan anak yang diperoleh dari referensi dan dari hasil pendidikannya, sehingga orang tua memiliki pengetahuan yang terkait dengan perkembangan anak pada akhirnya dapat diaplikasikan untuk memahami kebutuhan perkembangan anak. Pengambilan sikap seseorang juga dipengaruhi pada tingkat pendidikanya, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka orang tersebut akan lebih mudah dalam menerima dan menerapkan informasi yang telah
di terimanya, hal ini di perkuat oleh hasil penelitian penulis bahwa sebagian orang tua yang berpendidikan SMA. Hal ini sesuai dengan pendapat Mubarak, Wahid dkk (2007), pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula mereka menerima informasi, dan akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang di milikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru di perkenalkan. Adanya informasi baik yang diberikan melaui media cetak, elektornik dan dinas kesehatan, saat memiliki anak pertama tentunya dapat membatu meningkatkan pengetahuan keluarga pasangan usia subur saat menambah jumlah keluarga yaitu ada beberapa pertimbangan yang cukup agar tidak menimbulkan masalah baru. Berbagai persiapan kelahiran adik baru yang baik tentunya orang tua akan dapat memberikan yang terbaik untuk anak, sehingga berbagai permasalahan dan beban yang muncul dapat teratasi dengan baik, sehingga perilaku sibling rivalry pada anak usia toddler tidak mengganggu perkembangan dan psikologis anak (Setiawati dan Zulkaida, 2007). Berdasarkan uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap kejadian sibling rivalry di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup tahun 2014. Dengan hasil p=0,01 < 0,05 artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian sibling rivalry. Hasil penelitian ini di temukan bahwa frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan ibu terhadap sibling rivalry pada balita di kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup Tahun 2014, 31 (48,4% ) kurang. Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian Sibling Rivalry pada anak usia balita di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup Tahun 2014. Hasil penelitian ini di temukan bahwa frekuensi responden berdasarkan kejadian Sibling Rivalry pada balita di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup Tahun 2014, 30 (46,9%) tidak baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang
204 Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 2,Oktober 2014, hlm 182-188
mengatakan bahwa persaingan dengan saudara kandung merupakan persaan cemburu dan benci yang biasanya di alami seseorang anak terhadap kehadiran/kelahiran saudara kandungnya. Perasaan tersebut timbul bukan karena benci terhadap saudara barunya, tetapi lebih pada perubahan situasi/kondisi (Nursalam , 2005). Menurut Setiawati dan Zulkaida (2007), perilaku sibling rivalry pada anak usia toddler merupakan gejala yang umum, hal tersebut dapat disebabkan anak merasakan perhatian yang berbeda setelah adanya adik baru. Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitianpenelitian yang lain.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Ibuibu di Kelurahan Talang Benih Kecamatan Curup: 1. Sebagian besar berusia > 30 tahun (59,4%), tingkat pendidikan sebagian besar SLTA 37 orang (57,8%). 2. Sebagian besar (67,7%) mempunyai pengetahuan kurang dan memiliki anak mengalami kejadian sibling rivalry, serta sebagian besar (72,7%) mempunyai pengetahuan baik, dan memiliki anak yang tidak mengalami kejadian sibling rivalry.
DAFTAR PUSTAKA Bakwin. 2008. Behavior Disorder In Children. New York : W.B Saunder Company. Boyle. 2007. Sibling Rivalry And Why Every One Shold Care About This Geolg Problem.http:/www.angilefire.com. diunduh 14 Oktober 2013 Boyse, K. 2009. Sibling Rivalry.Michigan, USA: University of Michigan, Health System. Diambil 15 Oktober 2013 dari http:www.med.umich.edu Bobak. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC. Child
Development Institute. 2010.. http:/www.health of children. Diunduh Mei 2013
Hidayat Aziz, A. .2005. Pengantar ilmu Keperawatan Anak 1..Jakarta: Salemba Medika Hurlock, 2002.,Psikologi Jakarta: Erlangga
perkembangan.
Mubarak Wahid I. dkk. (2007). Promosi Kesehatan , Yogyakarta : Graha Ilmu Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta Notoatmodjo. S (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT Rineka Cipta. Priatna, C. & Yulia, A. 2006. Mengatasi persaingan saudara kandung pada anakanak. Jakarta: PT. Elex Komputindo Subagyo. 2010. Pemberian stimulasi perkembangan anak sesuai usia oleh orang tua balita Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Fori. Setiawati. I dan Zulkaida A . 2007. Sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father, Proc. PESAT Universitas Gunadarma. Sanders & Edwars. 2006. Siblings Without Rivalry : How to Help Your children, Live Together So You Can Live Too. (10 th edition). USA:Avon Books. Setiawati. 2008. Pertengkaran Antara Saudara Kandung. Diakses 13 Oktober 2013 dari http://berita.php?=Pertengkaran.Antar.Sa udara.Sehatkah.
Purnamasari, Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Sibling Rivalry 205
Thompson, J.A. 2004. Implicit belief about relationships impact the sibling jealousy experience. http://www.lib.ncsu.edu. Volling, B.L,. Blandon,A.Y. 2003. positive Indicators of Sibling Relationship Quality: Psychometric Analyses of the Sibling Inventory of Behavior. Universitas of Michigant. Diambil 13 oktober 2013 dari http://www. Childrends.
Wong, D.L, 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. EGC, Jakarta Yulia, Nurul. 2006. Gambaran Pola asuh treatment orang tua dan variable konstelasi keluarga pada anak yang mengalami sibling rivalry. Tugas akhir. Depok: Fakultas psikologi Universitas Indonesia Zanden, J.W.N. 2003. Human development (5th ed). USA : Mac Graw Hiil