HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP SPIRITUAL CARE DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Viantika Kusumasari Prodi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta
[email protected]
ABSTRAK Latar belakang : Kesejahteraan spiritual sebagai aspek yang terintegrasi pada manusia dikarakteristikkan dengan adanya makna dan harapan. Perawatan yang berkualitas harus memasukkan aspek spiritual dalam interaksi antara perawat dan klien dalam bentuk hubungan saling percaya, memfasilitasi lingkungan yang mendukung dan memasukkan spiritual dalam perencanaan jaminan yang berkualitas. Keperawatan spiritual merupakan suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas dengan menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya dan rasa saling percaya diperkuat ketika pemberi perawatan menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritual klien dengan memberikan keperawatan spiritual. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Komponen pengetahuan adalah pengertian, dimensi, manfaat, dan proses asuhan keperawatan spiritual. Sedangkan komponen sikap adalah bertanggung jawab dalam memberikan keperawatan spiritual dan memfasilitasi kebutuhan spiritual klien dengan memberikan keperawatan spiritual Metode : Responden dalam penelitian ini adalah perawat rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebanyak 50 orang. Teknik penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan untuk menentukan besarnya sampel menggunakan rumus dari Isaac dan Michael. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Alat penelitian berupa kuesioner yang telah diuji cobakan kepada 20 responden. Hasil : Analisa data untuk penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman rank, dihasilkan r=0,358 dan p=0,011. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik (86%) dan sikap yang cukup (56%) terhadap Spiritual care. Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Spiritual care
PENDAHULUAN Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, mencegah penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama untuk memungkinkan setiap penduduk mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif yang dilakukan sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan etika profesi keperawatan. 5 Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosialkultural-spiritual
yang
komprehensif/menyeluruh,
ditujukan
kepada
individu,
keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. 5 Kesejahteraan spiritual sebagai aspek yang terintegrasi pada manusia dikarakteristikkan dengan adanya makna dan harapan. Perawatan yang berkualitas harus memasukkan aspek spiritual dalam interaksi antara perawat dan klien dalam bentuk hubungan saling percaya, memfasilitasi lingkungan yang mendukung dan memasukkan spiritual dalam perencanaan jaminan yang berkualitas. Kesejahteraan spiritual dari individu dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku self carenya yaitu sebagai sumber dukungan untuk dapat menerima perubahan keadaan yang dialami. 6 Spiritualitas
sebagai
kapasitas
untuk
hidup
secara
penuh
dan
menggambarkan peran keperawatan sebagai salah satu dimana perawat mempunyai tanggung jawab etis untuk mendampingi dalam menghilangkan hambatan untuk bisa hidup secara optimal dengan terpenuhinya kebutuhan klien. 12 Keperawatan spiritual merupakan suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas dengan menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya dan rasa saling percaya diperkuat ketika pemberi perawatan menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritual klien. 13
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang ”Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Spiritual Care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan diharapkan dapat memberikan informasi dalam mengembangkan wawasan tentang Spiritual care sehingga responden dapat meningkatkan kemampuan dalam memberikan keperawatan spiritual kepada klien.
METODE PENELITIAN Sampel dalam penelitian ini adalah perawat rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan kriteria inklusi : Bersedia berperan serta dalam penelitian dengan menandatangani persetujuan menjadi responden, Perawat yang bekerja di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Pendidikan minimal D3 Keperawatan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Pemilihan metode ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui tentang seberapa besar hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care. Variabel dalam penelitian ini meluputi variabel bebas adalah tingkat pengetahuan perawat terhadap Spiritual care dan variable terikat adalah sikap perawat. terhadap Spiritual care. Sedangkan variabel pengganggu dalam penelitain ini adalah trainning/pelatihan, masa kerja, pengalaman. Pencarian data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Dari 46 pernyataan, dihasilkan pernyataan yang valid sebanyak 29 pernyataan. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 5 sampai 11 Juli 2007. Pengumpulan data dilakukan dengan membagi kuesioner kepada responden yang
memenuhi kriteria inklusi. Setelah data terkumpul dilakukan pengkodean dan mentabulasi data. Untuk analisa data digunakan Uji korelasi Spearman rank.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1.
Pengetahuan Perawat terhadap Spiritual Care Dari data yang diperoleh didapatkan hasil tingkat pengetahuan perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang akan dipaparkan dalam tabel berikut. Tabel 1. Distribusi frekuensi pengetahuan perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli 2007 NO PERNYATAAN B S
1.
Keperawatan spiritual merupakan bimbingan rohani yang diberikan kepada klien
2.
Keperawatan spiritual menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling
N (%)
N (%)
50
0
(100%)
(0%)
50
0
(100%)
(0%)
22
28
(44%)
(56%)
9
41
(18%)
(82%)
50
0
(100%)
(0%)
13
37
(26%)
(74%)
50
0
(100%)
(0%)
percaya 3.
Keperawatan spiritual pada umumnya diberikan untuk klien dengan kondisi terminal
4.
Perawatan yang holistik hanya memperhatikan aspek fisik dan biologis klien
5.
Dukungan spiritual dalam setiap tindakan keperawatan akan memberi kekuatan besar untuk mencapai kesembuhan klien
6.
Memberi dan mendapatkan maaf bukan merupakan bagian dari keperawatan spiritual
7.
Perawat adalah orang yang paling tepat untuk melakukan keperawatan spiritual pada klien karena
paling banyak berinteraksi dengan klien 8.
Keperawatan spiritual memerlukan hubungan
50
0
(100%)
(0%)
48
2
(96%)
(4%)
18
32
lingkungan bukan merupakan dimensi spiritual
(36%)
(64%)
Klien yang mendapatkan keperawatan spiritual
48
2
(96%)
(4%)
50
0
(100%)
(0%)
Perawat perlu mengkaji perilaku, sikap, verbalisasi,
50
0
hubungan interpersonal, dan lingkungan klien yang
(100%)
(0%)
50
0
interpersonal yang baik antara klien dan perawat 9.
Dimensi vertikal dalam spiritual berhubungan dengan Tuhan YME yang menuntun kehidupan seseorang
10.
11.
Berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan
maka dia akan mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian 12.
Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan dan merasakan kehidupan yang terarah melalui harapan merupakan maanfaat keperawatan spiritual bagi klien
13.
berhubungan dengan spiritualitas 14.
Dalam membuat perencanaan spiritual bersifat
individual, antara satu pasien berbeda dengan pasien (100%)
(0%)
lain 15.
Klien merasakan perasaan percaya pada pemberi
44
6
perawatan merupakan tujuan dari perencanaan
(88%)
(12%)
50
0
(100%)
(0%)
keperawatan spiritual 16.
Sebelum melaksanakan implementasi, perawat perlu mempersiapkan kondisi spiritualnya
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden tidak memahami pengertian spiritual care sebesar 50 orang (100%). Responden memahami dengan baik bahwa keperawatan spiritual menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya yaitu 50 orang (100%). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
perawat
kurang
memahami
bahwa
pemberian
keperawatan spiritual diberikan untuk semua kondisi pasien tidak hanya pada kondisi terminal yang ditunjukkan sebesar 22 orang (44%), sedangkan yang memahami dengan cukup baik bahwa keperawatan spiritual diberikan untuk semua kondisi pasien sebesar 28 orang (56%). Perawatan yang holistik memperhatikan semua kebutuhan klien baik bio-psiko-sosial-kultural-spiritual dipahami dengan baik oleh responden sebesar 41 orang (82%) dan yang tidak memahami sebesar 9 orang (18%). Dukungan spiritual dalam setiap tindakan keperawatan akan memberi kekuatan besar untuk mencapai kesembuhan klien dipahami dengan baik oleh semua responden yaitu 50 orang (100%). Responden cukup memahami bahwa klien membutuhkan untuk mendapat dan memberi maaf dengan sesama manusia ditunjukkan sebesar 37 orang (74%), sedangkan
sebagian
kecil
responden
yaitu
13
orang
(26%)
tidak
memahaminya. Semua responden yaitu 50 orang (100%) memahami dengan baik bahwa perawat adalah orang yang paling tepat untuk memberikan keperawatan spiritual kepada klien. Keperawatan spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang baik antara klien dan perawat sudah dipahami oleh semua responden sebesar 50 orang (100%). Responden
memahami
dengan
baik
bahwa
dimensi
vertikal
(ketuhanan) menuntun kehidupan seseorang yaitu 48 orang (96%), sedangkan yang tidak memahami sebesar 2 orang (4%). Untuk dimensi horisontal belum dipahami dengan baik sebagai bagian dari dimensi spiritual sebesar 18 orang (36%) dan 32 orang (64%) responden sudah memahami dengan cukup baik. Pada tabel 1 juga menunjukkan responden memahami dengan baik bahwa klien yang mendapatkan keperawatan spiritual maka dia akan
mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian sebesar 48 orang (96%), sedangkan yang tidak memahami hanya sebesar 2 orang (4%) saja. Semua responden memahami dengan baik maanfaat keperawatan spiritual bagi klien yang ditunjukkan dengan persentase 100%. Perawat perlu mengkaji perilaku, sikap, verbalisasi, hubungan interpersonal, dan lingkungan klien yang berhubungan dengan spiritualitas sudah dipahami oleh responden sebesar 50 orang (100%). Responden juga memahami dengan baik bahwa perencanaan keperawatan spiritual bersifat individual, antara klien yang satu berbeda dengan klien yang lain, ditunjukkan dengan persentase sebesar 100%. Klien merasakan perasaan percaya pada pemberi perawatan merupakan tujuan dari perencanaan keperawatan spiritual sudah dipahami dengan baik oleh responden yaitu 44 orang (88%), sedangkan 6 orang (12%) tidak memahaminya. Sebelum melaksanakan implementasi, perawat perlu mempersiapkan kondisi spiritualnya sudah dipahami oleh responden sebesar 50 orang (100%). Tabel 2. Distribusi Tingkat pengetahuan perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli 20 No. Kriteria Jumlah Prosentase (%) 1.
Baik
43
86
2.
Cukup
7
14
3.
Kurang baik
0
0
4.
Tidak baik
0
0
Total
50
100
Sumber: Data primer (RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa variasi tingkat pengetahuan perawat terhadap Spiritual care tidak tersebar pada semua kriteria. Mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu 43 orang (86%). Sedangkan yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup yaitu 7 orang (14%).
2. Sikap Perawat terhadap Spiritual Care Sikap perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 3. Distribusi frekuensi sikap perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli 2007 No PERNYATAAN SS S TS STS
1.
N(%)
N(%)
N(%)
N(%)
6
3
38
3
(12%)
(6%)
(76%)
(6%)
6
2
37
5
(12%)
(4%)
(74%)
(10%)
4
19
26
1
(8%)
(38%)
(52%)
(2%)
7
33
10
0
(14%)
(66%)
(20%)
(0%)
Saya sendiri merasa tidak nyaman
0
4
37
9
dengan spiritualitas saya sehingga
(0%)
(8%)
(74%)
(18%)
15
34
1
0
(30%)
(68%)
(2)
(0%)
Saya merasa terbebani apabila harus memberikan keperawatan spiritual kepada klien
2.
Saya tidak akan memberikan keperawatan spiritual kepada klien karena itu bukan tugas saya (tugas bagian rohani)
3.
Tugas perawat banyak dan melelahkan sehingga aspek spiritual sering dikesampingkan
4.
Saya yakin bahwa keperawatan spiritual merupakan tanggung jawab Perawat
5.
saya juga merasa tidak nyaman apabila harus memberikan keperawatan spiritual pada klien 6.
Perawat membutuhkan keterampilan dalam memberikan keperawatan spiritual kepada klien
7.
Aspek spiritual merupakan aspek
1
27
21
1
(2%)
(54%)
(42%)
(2%)
22
28
0
0
(44%)
(56%)
(0%)
(0%)
28
22
0
0
(56%)
(44%)
(0%)
(0%)
17
33
0
0
(34%)
(66%)
(0%)
(0%)
24
26
0
0
(48%)
(52%)
(0%)
(0%)
Dimensi spiritual hanya mencakup
1
19
20
10
hubungan manusia dengan Tuhan
(2%)
(38%)
(40%)
(20%)
21
27
2
0
(42%)
(54%)
(4%)
(0%)
yang tidak kelihatan sehingga sering Terlupakan 8.
Saya merasa keperawatan spiritual sangat mendukung kesembuhan klien karena klien dapat menemukan makna dan tujuan hidup
9.
Dalam keperawatan spiritual perawat membantu/memfasilitasi klien dalam pemenuhan kebutuhan spiritual
10.
Saya akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien
11.
Perawat perlu melakukan pengkajian tentang aspek spiritual dari klien
12.
YME 13.
Dalam keperawatan spiritual, Perawat mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah klien sehingga klien percaya pada perawat
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 38 orang (76%) tidak setuju apabila dalam memberikan keperawatan spiritual
merupakan suatu beban, sedangkan yang merasa terbebani sebesar 6 orang (12%). Responden yang tidak akan memberikan keperawatan spiritual sebesar 6 orang (12%) dan yang tidak setuju untuk tidak memberikan keperawatan spiritual yaitu 37 orang (74%). Tugas perawat banyak dan melelahkan sehingga aspek spiritual sering dikesampingkan tidak disetujui oleh 26 responden (52%), dan yang setuju sebesar 19 orang (38%). Sebagian besar responden yaitu 33 orang (66%) setuju bahwa keperawatan spiritual merupakan tanggung jawab perawat dan yang tidak setuju sebesar 10 orang (20%). Perawat sendiri merasa tidak nyaman dengan spiritualitasnya sehingga perawat juga merasa tidak nyaman apabila harus memberikan keperawatan spiritual pada klien, pernyataan ini tidak disetujui oleh sebagian besar responden yaitu 37 orang (74%), sedangkan yang setuju sebesar 4 orang (8%). Perawat membutuhkan keterampilan dalam memberikan keperawatan spiritual di setujui oleh sebagian besar responden yaitu 34 orang (68%) dan yang tidak setuju hanya 1 orang (2%). Sebagian besar responden yaitu 27 orang (54%) setuju bahwa aspek spiritual merupakan aspek yang tidak kelihatan sehingga sering terlupakan, sedangkan 21 orang (42%) tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sebagian besar responden yaitu 28 orang (56%) setuju bahwa keperawatan spiritual sangat mendukung kesembuhan klien karena klien dapat menemukan makna dan tujuan hidup. Dalam keperawatan spiritual perawat membantu/memfasilitasi
klien
dalam pemenuhan
kebutuhan
spiritual,
responden yang sangat setuju dengan pernyataan ini sebesar 28 orang (56%). Mayoritas responden yaitu 33 orang (66%) setuju untuk memberikan keperawatan spiritual pada klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien. Perawat perlu melakukan pengkajian tentang aspek spiritual dari klien sudah dipahami dengan baik oleh responden yaitu 26 orang (52%) setuju dan 24 orang (48%) sangat setuju. Dimensi spiritual hanya mencakup hubungan manusia dengan Tuhan YME, responden yang tidak setuju tentang pernyataan
tersebut sebesar 20 orang (40%), sedangkan yang setuju sebesar 19 orang (38%). Mayoritas responden yaitu 27 orang
(54%) setuju bahwa dalam
keperawatan spiritual, Perawat mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah klien sehingga klien percaya pada perawat dan yang tidak setuju sebesar 2 orang (4%). Tabel 4. Distribusi Sikap perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli 20 No. Kriteria Jumlah Prosentase (%) 1.
Baik
22
44
2.
Cukup
28
56
3.
Kurang baik
0
0
4.
Tidak baik
0
0
Total
50
100
Sumber: Data primer (RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) Dari tabel 4 ditampilkan perolehan nilai sikap perawat terhadap Spiritual care, dimana sebagian besar responden yaitu 28 orang (56%) memiliki sikap cukup baik. Dan untuk 22 orang (44%) memiliki sikap yang baik terhadap Spiritual care. 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Spiritual Care Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian diolah atau dianalisa dengan menggunakan “Uji Korelasi Spearman Rank” menunjukkan bahwa hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care memiliki hubungan yang signifikan atau semakin tinggi pengetahuan perawat maka sikap perawat semakin baik. Uji korelasi dengan menggunakan Spearman
rank
menghasilkan
angka
korelasi
(r=0,358)
dan
signifikan/probabilitas (p=0,011) yang jauh dibawah 0,05 dengan tabel significancy 2-tailed menggunakan standar nilai kepercayaan p<0,05 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care dengan nilai korelasi rendah, sehingga hasil penelitian ini Ho ditolak. B. Pembahasan 1. Tingkat pengetahuan perawat terhadap Spiritual care Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perawat tidak memahami pengertian spiritual care. Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widaryati dkk. (2006) yang menunjukkan perawat pelaksana memahami spiritualitas dengan baik.
17
Menurut Potter and Perry
(1997), keperawatan spiritual merupakan suatu elemen perawatan kesehatan berkualitas dengan menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk hubungan saling percaya dan rasa saling percaya diperkuat ketika pemberi perawatan menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritual klien. 13 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat kurang memahami bahwa pemberian keperawatan spiritual diberikan untuk semua kondisi pasien tidak hanya pada kondisi terminal. Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Widaryati dkk. (2006) yang menunjukkan perawat pelaksana memahami dengan baik bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual diberikan pada semua kondisi klien.
17
Menurut Gaffar (1999) bahwa keperawatan sebagai
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang komprehensif/menyeluruh, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. 5 Kaitan kesehatan dan kondisi spiritual dalam penelitian ini, perawat sudah memahami dengan baik. Penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Hamid (2000) bahwa keyakinan spiritual dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku self-care/perawatan diri klien. 6 Pendapat dari Kozier, et all (1995) mengatakan bahwa spiritual penting sebagai sumber kekuatan ketika menghadapi stres emosional, penyakit fisik, bahkan kematian. 7
Data yang diperoleh menunjukkan perawat memahami dengan baik bahwa perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan spiritual dan perawat juga memahami dengan baik bahwa dirinya adalah orang yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan spiritual klien. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamid (2000) bahwa perawat sebagai orang pertama yang secara konsisten selama 24 jam menjalin kontak dengan klien, berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien. 6 Dalam penelitian ini perawat cukup memahami konsep dimensi spiritual yang mencakup dua dimensi yaitu dimensi vertikal (ketuhanan) dan dimensi horisontal (hubungan antar manusia). Akan tetapi perawat masih memahami bahwa yang menonjol dari aspek spiritual adalah
dimensi
ketuhanan sedangkan dimensi horisontal belum dipahami dengan baik sebagai bagian dari dimensi spiritual.
Menurut Mickley et all (1992) cit. Hamid
(2000) spiritualitas merupakan konsep dua dimensi yang meliputi dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal, yaitu hubungan dengan Tuhan YME yang menuntun kehidupan seseorang dan dimensi horizontal, yaitu hubungan seseorang dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. 6 Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa perawat memahami dengan baik maanfaat keperawatan spiritual bagi klien. Sesuai dengan pendapat Hamid (2000) bahwa seseorang yang terpenuhi kebutuhan spiritualnya akan mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia, mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta, membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang terarah melalui harapan serta mengembangkan hubungan antar manusia yang positif. 6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat memahami dengan baik mengenai asuhan keperawatan spiritual. Pendapat Pesut (2006) bahwa keperawatan spiritual dilakukan melalui proses keperawatan (pengkajian,
perencanaan, diagnosa, implementasi, evaluasi). Perawat menilai kebutuhan spiritual
pasien,
merumuskan
diagnosa
keperawatan,
dan
berusaha
mengintervensi terhadap beberapa tujuan seperti keberadaan spiritual.
12
Menurut Potter and Perry (1997) bahwa asuhan keperawatan yang holistik mengintegrasikan intervensi yang mendukung spiritualitas klien. Untuk memberikan keperawatan spiritual, perawat harus memahami dimensi kesehatan spiritual dan mampu mengenali kesehatan spiritual seseorang. Setiap perawat juga harus mampu untuk memahami spiritualitas mereka sendiri/mempersiapkan
kondisi
spiritualnya
sehingga
perawat
dapat
merasakan dan memberdayakan diri untuk memberi dukungan terhadap kebutuhan spiritual klien. 13 Hasil yang diperoleh dari penelitian tentang tingkat pengetahuan perawat terhadap spiritual care adalah responden
memiliki tingkat
pengetahuan baik dan mempunyai tingkat pengetahuan cukup. Dalam penelitian ini pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan perawat terhadap spiritual care/keperawatan spiritual. Menurut Pesut (2006) bahwa keperawatan spiritual adalah hal yang sangat vital/penting, pengetahuan perawat akan memberikan dampak bagi disiplin keperawatan kesehatan sehingga
perawat
mempunyai
tanggung
jawab
untuk
memberikan
keperawatan secara holistik/menyeluruh dan juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan keperawatan spiritual kepada klien. 12 2. Sikap perawat terhadap Spiritual care Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat cukup memahami bahwa perawat adalah orang yang bertanggung jawab dalam memberikan keperawatan spiritual kepada klien. Hal ini sesuai dengan pendapat Simington cit. Pesut (2006) bahwa spiritualitas sebagai kapasitas untuk hidup secara penuh dan menggambarkan peran keperawatan sebagai salah satu dimana perawat mempunyai tanggung jawab etis untuk mendampingi dalam menghilangkan hambatan untuk bisa hidup secara optimal dengan
terpenuhinya kebutuhan klien.
12
Menurut Pesut (2006) bahwa keperawatan
spiritual adalah kewajiban etis yang mendasar. Kewajiban ini didasarkan pada alasan bahwa perawat memberikan keperawatan secara menyeluruh/holistik yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-kultural-spiritual, spiritualitas adalah dimensi universal dari seseorang, sehingga perawat harus memberi perhatian pada dimensi spiritual. Dimensi spiritual dalam keperawatan menggambarkan asumsi mendasar yang sangat berbeda mengenai pentingnya aspek keperawatan spiritual bagi klien.
12
Penelitian ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Widaryati dkk. (2006) yang menunjukkan perawat pelaksana memahami dengan baik bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan tanggung jawab sebagai seorang perawat.
17
Menurut Hamid (2000) bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perawat tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam memberikan spiritual care/keperawatan spiritual kepada klien yaitu perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, perawat kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, perawat tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, perawat merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya tetapi tanggung jawab pemuka agama. 6 Menurut Buck (2006) bahwa perawat yang tidak setuju atau tidak bersedia untuk memberikan perawatan spiritual, hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan waktu, pengetahuan, dan tidak cukupnya kesadaran pribadi.
3
Sedangkan menurut Lovanio (2007)
keprihatinan perawat untuk bertentangan nilai spiritual antara perawat dan klien yang menyebabkan perawat untuk menghindari bidang yang sulit ini yaitu menghindari dalam memberikan keperawatan spiritual kepada klien. 8 Hasil penelitian menunjukkan perawat memahami dengan baik bahwa klien membutuhkan pemenuhan kebutuhan spiritual dengan memberikan keperawatan spiritual kepada klien. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamid (2000) bahwa perawat meyakini manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosialkultural-spiritual yang utuh berespon terhadap suatu perubahan yang terjadi
antara lain karena gangguan kesehatan dan penyimpangan pemenuhan kebutuhan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan secara holistik dan unik diperlukan pendekatan yang komprehensif dan bersifat individual bagi tiap sistem klien. Maka perawat yang bersedia memberikan keperawatan spiritual, perawat akan berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama. 6 Untuk hasil penelitian tentang sikap perawat terhadap Spiritual care adalah separoh lebih dari responden memiliki sikap cukup baik dan kurang dari separoh memiliki sikap yang baik terhadap Spiritual care. Menurut Potter and Perry (1997) bahwa sikap yang perawat tunjukkan ketika memasuki ruangan klien membentuk suatu intonasi untuk interaksi. Perawat harus membuktikan bahwa ia dapat diandalkan dan dipercaya. Perhatian yang cermat terhadap setiap permintaan klien, tidak peduli betapapun remehnya, adalah penting bagi klien. Memperlihatkan sikap mengasihi dan melakukan perawatan
secara
menyeluruh,
mengkomunikasikan
kepada
perawat
kepercayaan yang dibutuhkan untuk hubungan perawat-klien yang kuat. 13 3. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, sehingga hipotesis diterima yaitu semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat terhadap spiritual care maka semakin tinggi pula sikap perawat terhadap spiritual care. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Widaryati dkk. (2006) dimana hasilnya menunjukkan perawat pelaksana memahami dengan baik bahwa klien membutuhkan pemenuhan spiritual, perawat berperan sebagai pemberi
asuhan keperawatan spiritual dan perawat pelaksana cukup memahami asuhan keperawatan spiritual. 17 Menurut Notoatmojo (2003) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk sikap dan tindakan seseorang. Jika pengetahuan baik maka diharapkan pula sikap dan perilakunya juga baik. 10
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap Spiritual care di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. B. Saran Perawat rawat inap supaya meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual kepada klien dengan cara ikut serta dalam seminar/pelatihan yang diadakan baik didalam/diluar rumah sakit sehingga wawasan yang dimiliki mengenai Spiritual care semakin berkembang. Bagi penelitian lanjutan dianjurkan untuk melakukan penelitian secara kualitatif untuk meneliti tiap komponen dari asuhan keperawatan spiritual, bagian apa yang sering tidak dilakukan perawat dan mengapa tidak dilakukan oleh perawat.
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam menyelesaikan penelitan ini tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak dr. H. Erwin santosa, Sp.A., M.Kes sebagai dekan FK UMY, kepada bapak Suharsono, MN sebagai dosen pembimbing 1, kepada ibu Dyah Rivani, S.kep. Ns sebagai dosen pembimbing 2, kepada bapak Mohamad Affandi, S.Kep. Ns sebagai dosen penguji dan kepada Direktur PKU Muhammadiyah Yogyakarta beserta staf.
RUJUKAN 1. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Rineka Cipta, Jakarta. 2. Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi ke-2, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 3. Buck, H. G. (2006). Spirituality: Concept Analysis and Model Development. Holistic Nursing Practice, vol 20(6), page 288–292. 4. Chitty, K.K. (1997). Profesional Nursing Concepts and Challenges. Second edition. W. B. Saunders Company. Philadelphia. 5. Gaffar, L. O. J. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta. 6. Hamid, A.Y.S. (2000). Buku Ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan, Widya Medika, Jakarta. 7. Kozier, B., Erb, G., Blais, K., & Wilkinson, J. M. (1995). Fundamental of Nursing ; Concept, Procces, and Practice, edisi kelima. Redwood City : Addison-Wesley. 8. Lovanio, K. (2007). Promoting Spiritual Knowledge and Attitudes: A Student Nurse Education Project. Holistic Nursing Practice, vol 21(1), page 42–47. 9. Notoatmodjo, S. (2000). Metode Penelitian Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta. 10. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta. 11. Patricia Ann Dempsey. (2002). Nursing Research: Text and Workbook (Palupi Widyastuti, Trans.).Jakarta:EGC. 12. Pesut, B. (2006). Problematizing the Ethical Call to Spiritual care in Nursing. Advances in Nursing Science, vol 29 (2), page 125-133. 13. Potter, A.P. and Perry. (1997). Fundamental of Nursing ; Concept, Procces, and Practice, 1st ed. USA : Mosby, Missouri. 14. Sugiyono. (2006). Statistik untuk Penelitian, Cetakan ke-9, Alfabeta, Bandung.
15. Taylor, C., Lillis, C., Lemone, P. (2005). Fundamental of Nursing : The art and Science of Nursing Care, Vol 1, edisi 5. 16. Wahyono, T. (2006). 36 Jam Belajar Komputer Analisis Data Statistik dengan SPSS 14, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. 17. Widaryati, Moetrarsi, Rahmat, I. (2006). Persepsi Perawat Pelaksana terhadap Aspek Spiritual dalam Asuhan Keperawatan di RSUD Bantul. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, vol 2 (2), page 111-120.