HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN PERILAKU KUNJUNGAN K4 PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LICIN KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 Indah Christiana1, Marisi Citra Ayu1 1. Prodi DIII Kebidanan STIKES Banyuwangi Korespondensi : Indah Christiana, d/a Prodi DIII Kebidanan STIKES Banyuwangi Jln. Letkol Istiqlah No. 109 Banyuwangi Email :
[email protected] ABSTRAK Kunjungan Ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal dengan distribusi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama dan triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga. Penelitian ini didasari oleh masih rendahnya kunjungan K4 di wilayah kerja Puskesmas Licin kabupaten Banyuwangi tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Licin kabupaten Banyuwangi tahun 2015. Jenis penelitian ini menggunakan non-eksperimental. Sampel diambil secara simple random sampling yaitu sebagian ibu hamil Trimester III yang melakukan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Licin kabupaten Banyuwangi tahun 2015, sebanyak 44 responden. Hasil penelitian dianalisa menggunakan metode Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan 14 responden (32%) sosial ekonomi rendah, 17 responden (39%) sosial ekonomi cukup dan 13 responden (29%) sosial ekonomi tinggi. Dari seluruh responden, 27 responden (61%) berperilaku negatif dan 17 responden (39%) berperilaku kunjungan K4 positif. Hasil dari analisa Chi Square dengan tingkat kepercayan 0,05 menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) (0,013) < α,(0,05). Hasil ini menunjukkan ada hubungan sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Licin Banyuwangi tahun 2015. Semakin tinggi status sosial ekonomi cenderung semakin tinggi frekuensi perilaku kunjungan ibu hamil. Kata Kunci : Sosial ekonomi, Perilaku kunjungan K4 PENDAHULUAN Antenatal Care adalah serangkaian pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dari awal kehamilan hingga proses persalinan untuk memonitoring kesehatan ibu dan janin agar tercapai kehamilan yang optimal (Serri H., 2013). Kunjungan Ibu
hamil adalah pertemuan (kontak) antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan di usia kehamilan 0-13 minggu (Depkes.RI, 2005). 203
Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal dengan distribusi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama usia kehamilan 0-13 minggu satu kali pemeriksaan, pada triwulan kedua usia kehamilan 14-26 minggu satu kali pemeriksaan dan dua kali pada triwulan ketiga usia kehamilan di atas 27-40 minggu. Dan mendapatkan 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Salmah, 2006). Berdasarkan survey data dan informasi kesehatan tahun 2012 diketahui bahwa cakupan kunjungan ibu hamil K4 di Indonesia sebesar 87,37% yang berarti belum mencapai target Renstra 2012 yang sebesar 90%. Dari 33 Provinsi di Indonesia, hanya 12 provinsi diantaranya (36,4%) yang telah mencapai target tersebut. Provinsi Jawa Timur termasuk provinsi yang belum mencapai target Renstra dengan cakupan Kunjungan Ibu hamil K4 sebesar 88,82%. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Banyuwangi pada tahun 2012 didapatkan prevalensi cakupan K4 sebanyak 21,737 (83,8%) yang belum mencapai target sebanyak 25.936 (DINKES Banyuwangi 2012). Sedangkan prevelensi di Puskesmas Licin Kabupaten Banyuwangi tahun 2014 di dapatkan data 37,125% dari target 52,5% (Puskesmas Licin 2014) Masalah resiko tinggi ibu hamil merupakan masalah kompleks, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan medis dan non teknis yang tak kalah pentingnya mendapatkan perhatian, seperti sosial ekonomi. Sosial ekonomi seseorang juga selalu
menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. (Notoatmodjo, 2003). Rendahnya sosial Ekonomi merupakan satu masalah yang mempengaruhi kunjungan K4 ibu hamil di Indonesia, kejadian ini beresiko berat terhadap terjadinya kematian pada ibu bersalin karena pada kunjungan ke 4 ibu hamil sering mengalami gangguan mekanisme pada pertahanan tubuh. Kurangnya pemberdayaan keluarga dan manfaat sumber daya masyarakat mempengaruhi perilaku kunjungan K4 ibu hamil. Sosial ekonomi yang rendah salah satunya dapat mempengaruhi daya beli keluarga sehingga kunjungan K4 tidak terpenuhi akibatnya akan mempengaruhi status K4 yang menyebabkan masalah resiko tinggi terhadap ibu hamil. Jadi sosial ekonomi merupakan faktor penting bagi kualitas ibu hamil. Antara kedudukan seseorang dan perilaku kunjungan K4 ibu hamil jelas ada hubungan yang menguntungkan. Pengaruh sosial ekonomi terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi ibu hamil. Saat penanganan masalah perilaku K4 yang pertama harus ditanggulangi yaitu melakukan KIE tentang pengaruh Kunjungan K4 Ibu hamil terhadap kondisi ibu dan janinnya untuk mendeteksi adanya resiko tinggi saat persalinan berlangsung, untuk mengatasinya perlu upaya nyata yang harus dilakukan dan didukung oleh seluruh komponen bangsa melalui (1) Pemberdayaan keluarga dengan
204
revetalisasi. Upaya peningkatan kunjungan K4 ibu hamil dalam bentuk peningkatan pengetahuan kelurga tentang pengaruh kunjungan K4 ibu hamil, peningkatan resiko tinggi pada ibu dan janin, peningkatan dan pemanfaatan pendapatan, peningkatan pemanfaatan pekarangan dan lahan sekitar untuk menambah pendapatan keluarga. (2) Pemberdayaan masyarakat dengan
revetalisasi Posyandu dengan cara memberikan layanan pemeriksaan kehamilan dengan biaya terjangkau dan semenarik mungkin. Apabila hal ini tidak segera ditangani maka berakibat pada ketidaksempurnaanya perilaku kunjungan K4 Ibu hamil. Penelitian ini ingin membuktikan adanya hubungan sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 pada ibu hamil.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Wilayah Wilayah Kerja Puskesmas Licin, Kerja Puskesmas Licin Banyuwangi yang berjumlah 50 orang. Sedangkan pad bulan Juli – Agustus 2015. sampel yang digunakan sebagai Penelitian ini berjenis penelitian non responden sebesar 44 orang yang eksperimen, menggunakan metode dipilih secara simple random cross sectional. sampling. Instrumen penelitian Populasi dalam penelitian adalah adalah lembar kuesioner dan buku semua ibu hamil Trimester III yang KIA. melakukan ANC yang datang ke Tabel 1 Definisi Operasional Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Frekuensi Perilaku Kunjungan K4 Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Licin 2015 Variabel Definisi Alat Skala Skor Indikator Operasional Ukur Variabel Sosial Pendidikan Lembar Ordinal Tinggi Independen: ekonomi 1. Rendah kuisioner Cukup Sosial didasarkan Jika Rendah Ekonomi pada pendidikan pendapatan ibu tidak yaitu segala sekolah atau bentuk lulus SD pengahsilan 2. Menengah yang diterima Jika oleh keluarga pendidikan dalam bentuk ibu rupiah yang SMP/SMA diterima 3. Tinggi setiap Jika bulannya pendidikan ibu Perguruan Tinggi
205
Variabel Dependen perilaku kunjungan K4
Pekerjaan 1. Tidak Bekerja dan Buruh 2. Wiraswasta dan Swasta 3. PNS Pendapatan 1. Pendapatan Tinggi (lebih dari besaran nilai UMR = Rp 1.400.000) 2. Pendapatan Sedang (sama dengan besaran UMR = Rp. 1.400.000 yang diberlakukan saat ini) 3. Pendapatan Rendah (Kurang dari besaran UMR = Rp. 1.400.000) 1. Frekuensi 1x Buku pada KIA Trimester I 2. Frekuensi 1x pada Trimester 2 3. Frekuensi 2x pada Trimester 3
Kunjungan Nominal K4 adalah kontak Ibu Hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan Keterangan: Untuk menentukan tingkat sosial ekonomi dipakai pendapatan.
206
Perilaku kunjung an tinggi Perilaku kunjung an rendah
indikator
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin kepada kepala Puskesmas Licin Banyuwangi untuk mendapatkan persetujuan. Etika penelitian terdiri dari (1) Informed Consent, (2) Anonymity, (3) Confidentiality (Nursalam, 2003). Data yang telah terkumpul lalu diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (1) Coding yaitu memberikan kode-kode pada
responden, pertanyaan-pertanyaan yang dianggap perlu, dengan cara Sosial Ekonomi Tinggi : 3, Cukup : 2, Rendah : 1 dan Perilaku kunjungan K4, caranya Perilaku Kunjungan Tinggi: 2, Perilaku Kunjungan Rendah: 1 dan (2) Scoring yaitu Perilaku Kunjungan Tinggi jika skor T > mean T (50), Perilaku Kunjungan Rendah jika skor T < mean T (50), selanjutnya (3) Tabulasi yaitu menentukan hasil data yang diperoleh sesuai dengan hasil item (Notoatmodjo, 2010). Dan terakhir dilakukan uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Chi Square.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Sosial Ekonomi responden Tabel 1. Distribusi sosial ekonomi ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Licin Banyuwangi pada bulan Juli – Agustus 2015 Sosial Ekonomi Jumlah Persentase Tinggi 13 29 Cukup 17 39 Rendah 14 32 2. Perilaku Kunjungan K4 Tabel 2. Distribusi perilaku K4 ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Licin Banyuwangi pada bulan Juli – Agustus 2015 Perilaku Kunjungan K4 Jumlah Persentase Tinggi 17 39 Rendah 27 61 3. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Perilaku kunjungan K4 Tabel 3. Kontingensi hubungan sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 di Wilayah Kerja Puskesmas Licin pada bulan Juli – Agustus 2015 Sosial Ekonomi Perilaku Kunjungan K4 Tinggi Rendah Tinggi 9 4 Cukup 6 11 Rendah 2 12
207
Tabel 4. Analisa data menggunakan metode Chi Square Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.02. Analisa data menggunakan metode Chi Square didapatkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) (0,013) < α,(0,05). Pembahasan 1. Sosial Ekonomi Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya yaitu 17 responden (39%) sosial ekonomi responden adalah cukup. Sosial Ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masya-rakat antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan (MI Jaya, 2012). Tingkat ekonomi adalah suatu konsep dan untuk mengukur sosial ekonomi keluarga harus memiliki variabel - variabel pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan (Notoadmodjo, 2005). Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi, hal ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah tersebut.
Value 8.714a 9.098 8.336 44
Df 2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) .013 .011 .004
Hasil ini menunjukkan ada hubungan sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Licin Banyuwangi tahun 2015. Didalam kehidupan bermasyarakat sering kita dengar kata kaya dan miskin, elit dan non elit, kelas atas atau bawah yang menunjukaan adanya pelapisan sosial atau perbedaan kedudukan. Masyarakat terbentuk dari individu-individu dengan latar belakang yang berbeda-beda sehingga mempunyai sudut pandang atau cara berpikir serta kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula. Proses ini berjalan dan tumbuh dengan sendirinya di dalam masyarakat. Orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesenjangan yang disusun oleh masyarakat sebelumnya. Pengakuan - pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya. Bentuknya bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimana system itu berlaku. Pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena kepemilikan
208
bakat dan kecerdasan yang lebih. Pendapatan menurut Sukirno dalam Rahayu (2005) menyebutkan bahwa pendapatan adalah upah atau gaji yang di terima rumah tangga atas jasa penggunan produksi yang dimiliki mereka. Tenaga kerja menerima upah gaji, pemilik alat-alat modal menerima bunga, pemilik tanah dan harta tetap lain menerima sewa dan keahlian keusahawan menerima keuntungan. Berbagai jenis pendapat tersebut akan digunakan oleh rumah tangga untuk 2 tujuan yang pertama. Untuk konsumsi berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perekomian yang masih sederhana sebagian pendapatan digunakan untuk konsumsi makanan dan pakaian yaitu keperluan sehari-hari yang paling pokok. Pada tingkat ekonomi yang lebih maju, konsumsi atas makanan dan pakaian bukan lagi bagian terbesar dari pada pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran – pengeluaran lain seperti pendidikan, pengangkutan perumahan, kesehatan, dan rekreasi menjadi sangat lebih penting. Dan yang kedua pendapatan yang diterima rumah tangga disimpan atau di tabung. Hal ini dilakukan untuk memperoleh bunga atau keuntungan dan dana dalam menghadapi berbagai kemungkinan kesusahan dimasa depan (Rahayu, 2005:6). Dilihat dari penggunaan pendapatan yang telah disebutkan diatas, maka masyarakat
yang memiliki status ekonomi lebih maju akan mendapatkan jaminan lebih maju pula dalam sektor dan rekreasi dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki status ekonomi rendah. Faktor yang mempengaruhi sosial ekonomi yaitu pendidikan dan hampir setengahnya yaitu 14 responden (32%) pendidikan responden adalah Sekolah Dasar. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah bawah / atas dan kemudian perguruan tinggi. Faktor yang selanjutnya yaitu pekerjaan dapat disimpulkan hampir setengahnya yaitu sebanyak 15 responden (30%) pekerjaan responden adalah buruh. Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai sebuah kegiatan aktif yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan sebuah karya bernilai imbalan dalam bentuk uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah
209
pekerjaan dianggap sama dengan profesi. Pekerjaan yang dijalani seseorang dalam kurun waktu yang lama disebut sebagai karier. Seseorang mungkin bekerja pada beberapa perusahaan selama kariernya tapi tetap dengan pekerjaan yang sama. Dan yang terakhir yaitu pendapatan, hampir setengahnya yaitu sebanyak 15 responden (30%) pekerjaan responden adalah buruh. Kurangnya kesempatan kerja yang tersedia tidak terlepas dari stuktur perekonomian Indonesia yang sebagian besar masih tergantung pada sektor pertanian termasuk masyarakat pedesaan. Selain itu kurangnya kesempatan kerja juga dapat disebabkan oleh pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu ukuran yang digunakan dalam status sosial ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya sosial ekonomi responden adalah cukup yaitu 17 responden (39%), selain itu kurang maksimalnya pemanfaatan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah serta minimnya informasi dan edukasi yang responden terima. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi keadaan sosial ekonomi adalah pekerjaan dan pendidikan responden. Semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah mendapatkan pekerjaan maka tingkat pendapatannya akan meningkat begitu juga sebaliknya. Tingkat pendapatan keluaga mempengaruhi ketahanan
kualitas keluarga. Kualitas keluarga yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan resiko tinggi pada ibu hamil dan akan mempengaruhi terhadap persalinan ibu dan perkembangan janinnya. 2. Perilaku Kunjungan K4 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 27 responden (61%) perilaku kunjungan K4 responden adalah rendah. Kunjungan Ibu hamil adalah pertemuan (kontak) antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Kunjungan ibu hamil (K4) adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal dengan distributsi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwuln pertama usia kehamilan 0-13 minggu, pada triwulan kedua usia kehamilan 14-26 minggu satu kali pemeriksaan dan kedua kali pada triwulan ketiga usia kehamilan di atas 27-40 minggu. Dan mendapatkan 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Salmah, 2006). Pelaksanana antenatal hingga ibu hamil mencapai kunjungan K4 dilakukan sesuai pedoman pemeriksaan antenatal yaitu standar antenatal care 7T. Untuk memperluas cakupan pelayanan antental di masyarakat, kegiatan pemeriksaan dapat diintergrasikan dan dikoordinasikan dengan kegiatan lain, misalnya: kegiatan Puskesmas keliling, kegiatan tim KB keliling, kegiatan perawatan
210
kesehatan masyarakat kegiatan Posyandu dan lain-lain. Faktor-faktor perilaku kunjungan K4 yang pertama yaitu (predisposing factor) yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat yang mempengaruhi pengetahuan seorang ibu tentang kehamilan sangat diperlukan untuk menjalani proses kehamilannya, banyak sumber informasi yang dapat diperoleh ibu untuk meningkatkan pengetahuan tentang kehamilannya, seperti dari petugas kesehatan (bidan, dokter) saat menjalani pemeriksaan dengan melakukan tanya jawab (konseling), maupun dari media massa yaitu informasi yang diperoleh dari media elektronik (televisi) maupun media cetak (majalah, koran, tabloid, poster, dan lain-lain). Pada umumnya jika pengetahuan ibu sudah baik maka akan memanfaatkan semua pelayanan kesehatan (Notoatmojo, 2003). Yang selanjutnya yaitu sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: symbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memilki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka atau memilki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka atau sikap unfavorable, sebalikanya orang yang dikatakan memilki sikap
yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka atau unfavorable terhadap objek psikologi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat pernyataan responden terhadap suatu objek. Faktor yang kedua yaitu Faktor pendukung (enabling factor) yaitu jarak fasilitas kesehatan keterpaparan media. Dan yang ketiga yaitu Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu yang memperkuat perubahan perilaku seorang yang dikarenakan dorongan orang lain seperti dukungan dari suami/keluarga, dan petugas kesehatan (Notoatmojo, 2003). Selain dari petugas Puskesmas adalah dukungan suami dan keluarga. Dukungan suami dan keluarga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku ibu hamil. Contohnya suami/ keluarga perlu memberikan penjelasan dan mengajarkan pada ibu untuk memeriksa kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan. Dukungan seperti itu memberikan kontributsi yang besar dalam tercapainya kunjungan K 4 dan meminimalkan resiko yang terjadi selama kehamilan. Dukungan dari petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam perilaku kesehatan. Contoh dalam kasus kunjungan K4 apabila seorang ibu telah mendapat penjelasan tentang memeriksa kehamilan yang benar dari petugas Pus-
211
kesmas dan mencoba menerapkannya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing dan bukan tidak mungkin ibu tidak mau melakukan kunjungan ke petugas kesehatan untuk memeriksa kehamilannya (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir setengahnya sosial ekonomi responden adalah cukup yaitu 27 responden. Diantaranya ibu-ibu yang jarang periksa merupakan ibu-ibu yang mempunyai kendala waktu yang kurang dan waktunya berbenturan dengan pekerjaan bertaninya. Selain itu juga memungkinkan masalah ekonomi yang begitu tinggi untuk melakukan pemeriksaan lebih khusus di tenaga kesehatan. Hal ini dapat menimbulkan kejadian tidak melakukan pemeriksaan terhadap kehamilannya. Dan dari 44 responden yang sering melakukan pemeriksaan hanya 27 responden yang berencana melahirkan di tenaga kesehatan. Perlu upaya yang harus dilakukan dan didukung oleh seluruh komponen bangsa melalui pemberdayaan keluarga dengan revetalisasi. Upaya Peningkatan Kunjungan K4 ibu hamil dalam bentuk peningkatan pengetahuan keluarga tentang pengaruh kunjungan K4 ibu hamil, peningkatan resiko tinggi pada ibu dan janin, peningkatan dan pemanfaatan pendapatan, peningkatan pemanfaatan pekarangan dan lahan sekitarnya
untuk menambah pendapatan keluarga, pemberdayaan masyarakat dengan revetalisasi. Posyandu dengan cara memberikan layanan pemeriksaan kehamilan dengan biaya terjangkau dan semenarik mungkin. 3. Hubungan sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Program SPSS 17.0 antara variabel sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 dengan tingkat signifikasi α = 0,05 Asymp.Sig (2-sided) 0,013 maka hipotesa nol (H0) ditolak, hipotesa alternatif (H1) diterima sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 di wilayah kerja Puskesmas Licin Banyuwangi Tahun 2015. Sosial ekonomi adalah suatu konsep dan untuk mengukur sosial ekonomi keluarga harus memiliki variabel-variabel pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan (Notoadmodjo, 2005). Dari kedua variabel tersebut tingkat sosial ekonomi yang di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu pendidikan, pekerjaan dan pendapatan untuk dianalisa dengan perilaku frekuensi kunjungan K4 ibu hamil. Menurut peneliti sosial ekonomi khususnya pendapatan cukup akan mempengaruhi perilaku frekuensi K4 pada ibu hamil bila pendapatannya kurang maka dapat mengganggu perkembangan janinnya. Dari rendahnya pendapatan mungkin karena biaya hidup yang semakin hari
212
semakin tinggi maka hal ini dapat menimbulkan rendahnya frekuensi kunjungan (K4) dan akibatnya terjadi peningkatan resiko tinggi pada ibu dan janin dan kurang optimalnya kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga tidak mampu menghadapi persalinan, masa nifas, persiapan memberikan ASI dan pemulihan kesehatan reproduksi secara wajar yang tetap sesuai dengan yang diinginkan (Anonim, 2002).
Dari analisa yang dilakukan untuk tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan rendah yaitu sebanyak 14 responden dari 44 responden. Rendahnya pendidikan merupakan rintangan lain yang menyebabkan keluarga tak mampu mengatasi kesehatan yang akhirnya menimbulkan masalah resiko tinggi pada ibu hamil. Masalah kunjungan K4 ini dapat membahayakan ibu dan menghambat pertumbuhan janin sehingga dapat menimbulkan resiko tinggi pada ibu hamil.
KESIMPULAN 1.
2.
Sosial ekonomi (pendapatan) responden di Wilayah Kerja Puskesmas Licin Tahun 2015 hampir setengahnya adalah cukup yaitu sebanyak 17 responden (39%). Kunjungan K4 di Wilayah Kerja Puskesmas Licin Tahun 2015 sebagian besar adalah frekuensinya rendah yaitu sebanyak 27 responden (61%).
3.
Hasil dari Uji Chi Square didapatkan Asymp. Sig. 2-sided (0,013) < α (0,05) maka ada hubungan antara sosial ekonomi dengan perilaku kunjungan K4 di Wilayah Kerja Puskesmas Licin Banyuwangi Tahun 2015. Yakni semakin tinggi status sosial ekonomi cenderung semakin tinggi frekuensi kunjungan K4 ibu hamil.
SARAN 1.
Perlu adanya penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan ibu hamil saat usia kehamilan tua untuk mencegah terjadinya
2.
213
komplikasi resiko tinggi pada ibu hamil. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemeriksaan kehamilan K4.
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, Eviati. 2001. Skripsi : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelangsungan Pemeriksaan Kehamilan K4 di Kabupaten Bogor Tahun 2000. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Admin. 2004. Aneka Sebab Perdarahan saat Hamil. Jakarta: FKUI. Disadur dari www.gayahidupMehatonline.co m. Afriliyanti, 2008. Tesis : Hubungan Kualitas Pelayanan Antenatal dengan Keteraturan Ibu Hamil dalam melakukan Antenatal di 4 Puskesmas (Simpur, Korpri, Pasar Ambon, Kedaton) Kota Bandar Lampung Propinsi Lampung. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Astuti, Maya, 2011. Buku Pintar Kehamilan. Jakarta : EGC. Baston, Hellen dan Hall, Jenifer. 2012. Midwifery Essentials Antenatal. Volume 2. Jakarta : EGC Bobak. 2004. Maternitas dan Neonatal. Jakarta : EGC. Hidayat, A,. Sujiyatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika Hacker dan Moore. 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Edisi dua. Jakarta : Hipokrates Kusmiyati, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil). Yogyakarta : Fitramaya
Manuaba, IBG, Prof, dr. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC. Ningsih, Rina. 2008. Analisis Perilaku Pemanfaatan Kesehatan Serta Hubungannya dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamiln di Desa Babakan Kabupaten Bogor. Skripsi UIN. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta : Medika Nursalam, Siti Pariani. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Infomedika. Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Millenium Developmnet Goals (MDGs). Yogyakarta : Nuha Medika. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2012. Data/Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Kemkes RI Puspita, Rahma. 2004. Skripsi : Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelengkapan Pemeriksaan Kehamilan K4 di Puskesmas Kecamatan Pakuhaji Tahun 2003. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rustam, Mochtar. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal cetakan ke-2 . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
214
Rustam, Mochtar. 2012. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC. Sari, Evin Linda. 2009. Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kontak Pertama kali dengan Tenaga Kesehatan (K1) di BPS Sri Mulyana Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. Pengetahuan-ibu-hamilKTI.htm. Sari, Ita Novietha. 2012. Fungsi Pemeriksaan K1-K4. http://www.7lagkahvarney.blogs pot.com/2012/06/fungsipemeriksaan-k1k4.html.Retrived
Sumiati. 2012. Skripsi : Faktorfaktor yang berhubungan dengan Kinjungan Pemeriksaan Kehamilan K4 di Puskesmas dengan Tempat Perawatan Sindangratu Kabupaten Garut tahun 2012. Depok : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia. Varney, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC. Yauma, NF. 2010. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dan Paritas dengan Kunjungan K4. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang
215
TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 Dewi Rashati1, Avia Indriaweni1 1. Akademi Farmasi Jember Korespondensi : Dewi Rashati, d/a Akademi Farmasi Jember Jl. Pangandaran no 42 Jember E-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien terhadap pemakaian obat antibiotika amoxicillin terhadap pasien rawat jalan di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Pengetahuan dibagi dalam ranah tahu, ranah memahami, ranah aplikasi, ranah analisis, ranah sintesis dan ranah evaluasi berdasarkan faktor usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga per bulan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif crosssectional. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel yang diamati adalah kuesioner yang sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Pada penelitian uji validitas butir telah dilakukan dan diperoleh 15 butir valid dan hasil uji reliabilitas nilai Cronbach Alpha > 0,60 (reliable) sehingga kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. Persentase tingkat pengetahuan tertinggi adalah ranah evaluasi yaitu pada usia 17-30 tahun (88%), pendidikan Perguruan Tinggi (94%) yang bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 98% serta responden dengan pendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,- perbulan (93%). Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengetahuan pasien terhadap pemakaian obat antibiotika amoxicillin terhadap pasien rawat jalan di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso (61,3%). Kata kunci : Pengetahuan, Antibiotika Amoxicillin PENDAHULUAN Prevalensi pemakaian antibiotika di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Tingginya penggunaan antibiotika secara tidak tepat dikalangan masyarakat menyebabkan terjadinya masalah resistensi antibiotika. Permasalahan resistensi bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, tetapi telah menjadi
masalah global. Permasalahan resistensi menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Penyebab utama resistensi antibiotika ialah penggunaannya yang meluas dan irasional (Utami, 2012).
216
Pemakaian antibiotika di Negara sedang berkembang sering tidak terkontrol. Antibiotika yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter dan ketidaktahuan pemakaian serta pemakaian yang tidak sampai tuntas dapat menimbulkan generasi kuman yang menjadi kebal (resisten). Semakin banyak melahirkan generasi kuman yang kebal terhadap antibiotika tersebut, maka akan lahir jenis antibiotika baru. Salah satu dari obat antibiotika adalah golongan penisilin. Contoh antibiotika golongan dari penisilin diantaranya adalah amoxicillin, ampicillin, piperacillin dan lainnya. Peresepan antibiotika amoxicillin di RSU DR. H. Koesnadi Bondowoso mencapai 50% dibandingkan dengan resep antibiotika yang lain. Amoxicillin mempunyai spektrum luas dan jarang berinteraksi dengan makanan (Goodman dan Gilman, 2007). Amoxicillin banyak dijual bebas sehingga masyarakat sangat mudah mendapatkannya. Sesuai dengan mekanisme kerjanya maka amoxicillin seharusnya digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sensitive terhadapnya. Beberapa penyakit yang biasa diobati dengan amoxicillin antara lain infeksi pada telinga tengah, radang tonsil, radang tenggorokan, infeksi saluran kemih dan infeksi pada kulit, serta dapat mengobati gonorrhea (Anonim, 2006). Pada dasarnya pemakaian antibiotika amoxicillin secara benar akan memberi efek terapi yang baik bagi tubuh. Antibiotika amoxicillin
sebaiknya diminum minimal selama 3 hari. Untuk menjaga khasiatnya, maka harus diperhatikan juga cara penyimpanannya, yaitu disimpan pada suhu kamar antara 20oC sampai 25oC. Sirup kering amoxicillin yang telah dicampur dengan air sebaiknya tidak digunakan lagi setelah lebih dari 1 minggu. Dosis terapi pada orang dewasa adalah 250-500 mg dan diminum setiap 8 jam (Goodman dan Gilman, 2007). Amoxicillin dapat diminum sebelum maupun sesudah makan. Efek samping dari amoxicillin antara lain diare, gangguan tidur, mual, muntah, gatal, gelisah, nyeri perut, perdarahan dan reaksi alergi lainnya (Anonim, 2006). Pada pemakaian antibiotika amoxicillin yang irasional atau penggunaanya tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan maka dapat menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Kerugian yang terjadi apabila pemakaian irasional tersebut tidak dikendalikan secara cepat dan tuntas maka akan terus meningkat, misalnya adalah meningkatnya resistensi terhadap bakteri (Anonim, 2006). Pengetahuan terhadap penggunaan obat antibiotika amoxicillin merupakan upaya penanggulangan dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh pemakaian antibiotika amoxicillin yang irasional pada pasien. Oleh karena itu perlu diteliti untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
217
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan untuk pengambilan data adalah penelitian deskripitif. Penelitian ini dilakukan dengan metode crosssectional (Furchan, 2004), karena dilakukan pada waktu tertentu. Datadata yang diteliti dan diolah merupakan data temuan saat ini. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berobat di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso yang mendapatkan resep antibiotika amoxicillin. Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mendapat resep antibiotika amoxicillin dan memenuhi kriteria inklusi yang meliputi : 1. Usia produktif, antara 17 – 50 tahun 2. Semua pasien yang mendapatkan resep amoxicillin 3. Pasien dengan tingkat pendidikan menengah ke atas, yaitu minimal SMP/sederajatnya 4. Pasien dengan pendapatan UMK (Upah Minimum Kabupaten) di Bondowoso (Rp 1.000.000). Besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus estimasi proporsi, sedangkan cara pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Perhitungan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: n = Z21-α/2
Keterangan : n = besar/ jumlah sampel Z1-α/2 = 1,96 (konstanta estimasi proporsi dengan tingkat kesalahan 0,05) P = proporsi kejadian/ angka prevalensi D = persisi ditetapkan (0,1) (Riwidikdo, 2013) Uji validitas Uji validitas dilakukan pada setiap butir pertanyaan dan hasilnya dapat dilihat melalui hasil r-hitung yang dibandingkan dengan r-tabel, dimana r-tabel dapat diperoleh melalui df (degree of freedom) = n-2 (signifikan 5%, n = jumlah sampel). Jika r- table < r- hitung maka valid. Apabila butir pertanyaan kuesioner pada 30 responden dengan n=30 dan tingkat kemaknaan 5% (α = 0,05) yaitu 0,361 (Arikunto, 2006), maka diperoleh 15 butir valid. Uji reliabilitas Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Riwidikdo, 2013). Analisis data Pengolahan data skor pada penelitian ini dilakukan dengan menskoring setiap jawaban responden dimana skor 1 (satu) untuk setiap jawaban yang benar dan 0 (nol) untuk jawaban yang salah. Hasil dari setiap responden yang diberikan dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor tertinggi, kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa persentase (Arikunto, 2006).
n= n=
= 96,04
= 100 sampel
218
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil uji validitas dan reabilitas didapatkan hasil r-hitung > 0,361 (valid) dan hasil uji reliabilitas nilai Cronbach Alpha > 0,60 (reliable) sehingga 15 item pertanyaan dalam kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dengan kuesioner Tabel 1. Distribusi karakteristik responden Karakteristik Kategori Responden Usia 17-30 th 31-40 th 41-50 th Pendidikan SMP SMA SMA Perguruan tinggi Pekerjaan PNS Petani Wiraswasta Swasta Pedagang Pendapatan 1.000.000-2.000.000 keluarga Lebih dari 2.000.000 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui usia responden pada bulan April-Juni 2014 di apotek rawat jalan RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso sebagian besar berada pada usia 1730 th, berpendidikan SMA, pekerjaan wiraswasta, pendapatan keluarga antara Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00.
219
maka diperoleh gambaran umum karakteristik responden mengenai usia, latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan dan pendapatan keluarga mereka. Hasil rekapitulasi distribusi frekuensi yang terkumpul dari kuesioner tentang karakteristik responden sebagai berikut :
Frekuensi (responden) 38 29 33 33 50
Persentase (%) 38 29 33 33 50
17 17 19 19 19 19 25 25 19 19 18 18 69 69 31 31 Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dibagi dalam 6 ranah yaitu pada ranah tahu, ranah memahami, ranah aplikasi, ranah analisis, ranah sintesis dan ranah evaluasi. Adapun hasil dan analisis data tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil dan analisis data tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin Karateristik Tahu Memahami Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi Usia 17-30 th 53% 65% 57% 47% 44% 88% 31-40 th 65% 74% 41-50 th 52% 60% Pendidikan SMP 46% 47% SMA 62% 73% PT 61% 80% Pekerjaan PNS 63% 73% Petani 56% 63% Wiraswasta 64% 68% Swasta 56% 71% Pedagang 41% 50% Pendapatan Keluarga 1juta-2juta 55% 63% > 2juta 61% 71% Keterangan: Penghitungan persentase diperoleh dari menghitung masingmasing tingkat pengetahuan dengan kategori tahu berapa persen dan sisanya 100% - tahu adalah tidak tahu, dan seterusnya sama untuk tingkat pengetahuan yang lain. Dari tabel di atas bahwa pengetahuan tentang pemakaian antibiotika amoxicillin pada ranah tahu yang memiliki persentase tertinggi pada responden dengan usia 31-40 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan wiraswasta, pendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,perbulan. Pengetahuan tentang pemakaian antibiotika amoxicillin pada ranah memahami yang memiliki persentase tertinggi pada responden dengan usia 31- 40 tahun, pendidikan Perguruan Tinggi, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, pendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,- perbulan.
58% 66%
53% 53%
52% 48%
86% 84%
45% 67% 65%
47% 49% 65%
33% 55% 55%
76% 90% 94%
74% 49% 61% 67% 50%
58% 47% 46% 63% 42%
51% 42% 49% 42% 54%
98% 79% 84% 87% 70%
58% 67%
51% 48% 82% 52% 47% 93% Pengetahuan tentang pemakaian antibiotika amoxicillin pada ranah aplikasi yang memiliki persentase tertinggi pada responden dengan usia 41-50 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan PNS, pendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,- perbulan. Pengetahuan tentang pemakaian antibiotika amoxicillin pada ranah analisis yang memiliki persentase tertinggi pada responden dengan usia 31-40 tahun dan 41-50 th, pendidikan perguruan tinggi, pekerjaan swasta, pendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,- perbulan. Pengetahuan tentang pemakaian antibiotika amoxicillin pada ranah sintesis yang memiliki persentase tertinggi pada responden dengan usia 31-40 tahun, pendidikan SMA dan PT, pekerjaan pedagang, pendapatan keluarga Rp 1.000.000 – 2.000.000,perbulan.
220
Pengetahuan tentang pemakaian Berdasarkan data yang diperolah dari antibiotika amoxicillin pada ranah hasil penelitian tentang tingkat evaluasi yang memiliki persentase pengetahuan pasien di RSU Dr. H. tertinggi berada pada responden Koesnadi Bondowoso terhadap dengan usia 17-30 tahun, pendidikan pemakaian antibiotika amoxicillin PT, pekerjaan PNS, pendapatan pada 6 ranah tingkat pengetahuan, keluarga lebih dari Rp 2.000.000,maka didapatkan hasil distribusinya perbulan. sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin Ranah pengetahuan Persentase (%) Kategori Ranah Tahu 57,33% Cukup Ranah memahami 65,5% Baik Ranah Aplikasi 60,33% Baik Ranah Analisis 51% Cukup Ranah Sintesis 47,67% Cukup Ranah Evaluasi 86% Sangat baik Tingkat pengetahuan 61,3% Baik Berdasarkan tabel di atas jawabcukup sebanyak 51%, pada ranah an yang diperoleh dari kuesioner sintesis mempunyai kategori cukup bahwa tingkat pengetahuan pasien yaitu 47,67%, sedangkan pada ranah dari 100 responden pada ranah tahu evaluasi mempunyai kategori sangat tergolong pada kategori cukup yaitu baik yaitu sebanyak 86%. 57,33%, pada ranah memahami Diagram tingkat pengetahuan dengan kategori baik yaitu 65,5%, pasien tentang pemakaian antibiotika pada ranah aplikasi mempunyai amoxicillin di RSU Dr.H.Koesnadi kategori baik yaitu sebanyak 60,33%, Bondowoso dapat dibuat diagram ranah analisis termasuk kategori seperti terlihat pada gambar berikut : Tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin
Persentase
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tahu
Memahami
Aplikasi
Analisis
Sintesis
Evaluasi
Tingkat pengetahuan pasien
Gambar 1. Diagram tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin
221
Tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis pekerjaan pada ranah tahu bahwa yang bekerja sebagai wiraswasta mempunyai persentase tertinggi yaitu 64%. Responden yang bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) mempunyai persentase tertinggi pada ranah memahami (73%) dan aplikasi (74%). Persentase tertinggi pada ranah analisis sebanyak 63% yaitu responden yang bekerja di swasta. Pada tahap sintesis persentase tertinggi yaitu pada responden yang bekerja sebagai pedagang (54%). Sedangkan pada ranah evaluasi sebanyak 98% pada responden yang pekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Pada hasil analisis data tingkat pengetahuan berdasarkan pekerjaan responden yang bekerja sebagai PNS pengetahuannya sangat baik dalam menyebutkan bahwa amoxicillin merupakan obat antibiotika/antiinfeksi yaitu pada ranah tahu dan penghentian amoxicillin apabila terjadi alergi dan segera pergi ke dokter yaitu pertanyaan pada ranah evaluasi. Sedangkan responden yang bekerja sebagai pedagang sangat sedikit yang menjawab benar dalam menyebutkan sediaan amoxicillin dalam bentuk sirup, kaplet, kapsul, drops dan injeksi pada ranah tahu dan pada ranah analisis yaitu antibiotika harus diberikan pada anak-anak yang batuk, pilek dan demam pada ranah analisis hanya sedikit saja yang menjawab benar, dapat dikatakan pengetahuannya sangat kurang. Secara tidak langsung pekerjaan turut andil dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, dikarenakan pekerjaan berhubungan erat dengan faktor
Pembahasan Berdasarkan tingkat pendidikan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi memiliki pengetahuan sangat baik pada ranah tahu yaitu dapat menyebutkan bahwa amoxicillin merupakan obat antibiotika/antiinfeksi serta pada penghentian pemakaian amoxicillin apabila terjadi alergi dan segera pergi ke dokter. Sedangkan responden dengan pendidikan SMP pengetahuannya kurang untuk menyebutkan sediaan amoxicillin dengan bentuk sirup, kaplet, kapsul, drop dan injeksi yaitu pada ranah tahu. Semakin tinggi pendidikan seseorang, pengetahuan termasuk pola pikir mereka mengenai berbagai hal termasuk tentang pemakaian obat antibiotika amoxicillin yang benar, juga akan lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan (Nursalam, 2003). Dan menurut Arikunto (2006) tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi untuk menerima informasi yang semakin baik. Semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan responden yang baik. Dengan demikian hasil ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi (PT) sudah sampai pada tahap evaluasi dengan persentase yang tertinggi.
222
interaksi sosial dan kebudayaan, sedangkan interaksi sosial budaya berhubungan erat dengan proses pertukaran informasi. Dalam hal ini tentunya mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Menurut Mubarok (2007) lingkungan tempat bekerja dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hasil ini sesuai dengan hasil responden yang menunjukkan bahwa kategori pekerjaan yang paling dominan adalah yang memiliki pekerjaan sebagai PNS. Dari hasil analisis data tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin berdasarkan pendapatan keluarga perbulan bahwa pada ranah tahu (61%), ranah memahami (71%), ranah aplikasi (67%) dan ranah analisis (52%), persentase yang tertinggi adalah responden yang berpendapatan lebih dari Rp 2.000.000,- perbulan. Pada ranah sintesis responden dengan pendapatan Rp 1.000.000, sampai Rp 2.000.000, mempunyai persentase tertinggi yaitu 48%. Sedangkan pada ranah evaluasi sebanyak 93% adalah responden yang berpendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,perbulan. Tingkat pengetahuan pasien berdasarkan pendapatan keluarga, pengetahuan responden sangat baik pada ranah evaluasi tentang penghentian pemakaian amoxicillin apabila terjadi alergi dan segera pergi ke dokter sebanyak 97% pada responden dengan pendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,perbulan. Sedangkan pengetahuan kurang pada responden dengan pendapatan
Rp 1.000.000,sampai Rp 2.000.000,- yang dapat mengetahui sediaan amoxicillin yang berbentuk sirup, kaplet, kapsul, drops dan injeksi pada ranah tahu yang menjawab benar hanya 22%. Dari data tersebut diketahui bahwa responden yang berpendapatan lebih besar, mempunyai peranan yang lebih besar pula. Semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang atau sebuah keluarga, makin banyak barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Sebaliknya, jika pendapatan rendah tingkat konsumsinya pun terbatas. Keadaan ekonomi/ penghasilan memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh sesuai dengan penelitian dimana responden dengan pendapatan keluarga lebih dari Rp 2.000.000,perbulan memiliki persentase yang tertinggi bahkan sangat baik pada ranah evaluasi sebanyak 86% dengan menjawab benar tentang penghentian pemakaian amoxicillin apabila terjadi alergi setelah meminumnya dan segera pergi ke dokter sebanyak 92 responden (92%). Sedangkan pengetahuan responden sangat kurang terhadap berbagai sediaan amoxicillin dengan pertanyaan amoxicillin berbentuk sirup dan
223
tablet panjang (kaplet) sangat sedikit yang menjawab benar yaitu hanya 26 responden (26%). Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tergolong baik (61,3%). Responden paling banyak yang berobat dan mendapatkan resep antibiotika amoxicillin pada bulan April-Juni 2014 adalah responden . KESIMPULAN
dengan usia 17-30 tahun sebanyak 38 orang (38%) dan termasuk dalam usia produktif, dengan pendidikan SMA sebanyak 50 orang (50%) tergolong pendidikan yang cukup tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin di RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso tergolong baik (61,3%); tingkat pengetahuan pasien tentang pemakaian antibiotika amoxicillin di RSU Dr. H. Koesnadi
Bondowoso pada ranah tahu tergolong cukup baik (57,33%), ranah memahami tergolong baik (65,5%), ranah aplikasi tergolong baik (60,33%), ranah analisis tergolong cukup baik (51%), ranah sintesis tergolong cukup baik (47,67%), ranah evaluasi tergolong sangat baik (86%).
SARAN Diperlukan adanya penyuluhan, seminar atau pendidikan kesehatan dalam upaya meningkatkan pelayanan KIE (Komunikasi Edukasi Informasi) dan diperlukan penelitian . DAFTAR PUSTAKA
lanjutan tentang tingkat pengetahuan pasien dengan menambahkan variabel - variabel lain yang berpengaruh terhadap pengetahuan pasien.
Anonim 2006, Obat-Obat Penting untuk Pelayanan Kefarmasian edisi revisi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Arikunto,S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Penerbit Pustaka pelajar, Yogyakarta.
Goodman dan Gilman. 2007 Dasar Farmakologi terapi, Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Mubarok, Wahid Iqbal dan Cahyati, Nurul. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Metode Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Nursalam 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
224
Umum Keperawatan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Notoatmodjo, 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Riwidikdo, H. 2013. Statistika kesehatan.Cetakan 1, penerbit Rohima press, Yogyakarta.
Tjay T.H. 2002. Obat-obat penting : Khasiat, Penggunaan dan Efekefek Sampingnya,Penerbit EMKG, Makassar. Utami R.E. 2012. Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas terapi, Penerbit Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki, Malang.
225
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR DENGAN KESIAPAN PRAKTEK KEPERAWATAN MASYARAKAT DESA (PKMD) DI STIKES BANYUWANGI TAHUN 2014 Muhammad Al Amin Prodi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi Korespondensi : Muhammad Al Amin d/a Prodi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi. Jln.Letkol Istiqlah No 109 Banyuwangi Email :
[email protected] ABSTRAK Profil Kesehatan di Indonesia pada tahun 2010 diketahui jumlah rumah tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat sebanyak 8.642.625 (48,47%) dari 17.829.095 rumah tangga. Salah satu penyebab rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia adalah masih rendahnya partisipasi aktif dari anggota masyarakat dan petugas kesehatan. sehingga petugas kesehatan dituntut untuk meningkatkan ketrampilan dan aktif dalam memberikan pendidikan serta penyuluhan kepada masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Komunitas (PKK) di STIKES Banyuwangi. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif non eksperimen dengan pendekatan cross sectional. Dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014 di STIKES Banyuwangi. Variabel independent penelitian ini adalah: Motivasi dan Prestasi Belajar. Variabel dependennya adalah Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD). Populasi penelitian ini adalah 34 mahasiswa, sampel yang diambil adalah 34 mahasiswa dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kuesioner dan nilai indeks prestasi komulatif mahasiswa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linier berganda dengan α= 0,05, pendekatan asumsi klasik sebagai syarat uji regresi ganda. Hasil penelitian ini terdapat hubungan motivasi dan prestasi belajar dengan kesiapan praktek keperawatan masyarakat desa dengan nilai koefisien regresi 0,450;0201 dan 13,969 ( t=1,486;1,021 dan 2,056 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat Hubungan antara Motivasi dan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) dengan nilai R² = 0,359 dan nilai F=10,190 dengan signifikansi = 0,000<0,05 artinya sebesar 35,9 % variasi Kesiapan Praktek Keparawatan Masyarakat Desa Mahasiswa dijelaskan oleh variabel Motivasi dan Prestasi Belajar, sedangkan sisanya 55,1 % ditentukan oleh variabel lain dan secara simultan variabel Motivasi dan Prestasi Belajar dapat menerangkan Kesiapan Belajar Praktek Mahasiswa. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada pendidik untuk lebih mengembangkan strategi dalam proses pembelajaran dan ketrampilan teknikal khususnya mengenai Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) di
226
Masyarakat sehingga dapat meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Mahasiswa Kata Kunci: Motivasi, Prestasi Belajar, Kesiapan Praktek Komunitas PENDAHULUAN Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Terdapat 3 pilar paradigma sehat yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Masalah penyakit akibat perilaku dan perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya cenderung akan semakin kompleks (Hanim, 2011). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, rumah tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat sebanyak 8.642.625 (48,47%) dari 17.829.095 rumah tangga. Di Provinsi Jawa Timur rumah tangga Ber PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) sebanyak 330.984 (32,87%) dari 1.006.824 rumah tangga. Data hasil Riskesdas tahun 2007 diketahui bahwa pencapaian angka rumah tangga ber-PHBS adalah sebesar 37,8% sedangkan target yang ingin dicapai pada tahun 2007 adalah 44%. Dan target pada tahun 2010 adalah 65%.
Sebagian besar masalah kesehatan, dalam hal ini penyakit yang timbul pada manusia, disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Penyakit menular seperti demam berdarah dan diare, lebih sering terjadi karena perilaku masyarakat kurang menjaga kebersihan dan lingkungannya, sehingga menjadi tempat perkembangbiakan dan sumber penularan penyakit (Kusumawati Y, 2010). Penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai peningkatan derajat hidup sehat bagi setiap penduduk adalah merupakan hakekat pembangunan kesehatan yang termuat di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dengan tujuan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Agar tujuan tersebut dapat tercapai secara optimal, diperlukan partisipasi aktif dari seluruh anggota masyarakat bersama petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan telah diberlakukannya UU No. 23 tahun 1992 yaitu pasal 5 yang menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan. Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin mencoba meneliti tentang “Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar dengan Kesiapan
227
Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi Tahun 2014”. Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas–aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Dalam hubungan dengan pembelajaran klinik, motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi kesiapsiagaan (Sutikno, 2005). Menurut Mc. Donald dalam Sutikno (2005), motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Nancy Stevensen dalam Sunaryo (2004) mengartikan motivasi sebagai semua hal verbal, fisik atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon. Sementara Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) mengungkapkan bahwa motivasi merujuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dari diri individu, dan tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari pada gerakan atau perbuatan. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu adanya keinginan dan kebutuhan individu, memotivasi individu tersebut untuk memenuhinya. Individu yang merasa harus mengarahkan perilakunya untuk minum, demikian pula mahasiswa yang merasa perlu mendapat ilmu akan berusaha untuk belajar.
Istilah lain yang sering digunakan dalam menggambarkan motivasi adalah motif. Motif merupakan suatu pengertian yang merupakan penggerak, keinginan, rangsangan, hasrat, pembangkit tenaga, alasan dan dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan dia berniat sesuatu. Motif atau motive dalam bahasa Inggris berasal dari kata “ motion ” yang berarti gerakan atau sesuatu yang dilakukan manusia, yaitu perbuatan dan perilaku (Sunaryo, 2004). Prestasi belajar diartikan sebagai hasil yang telah dicapai seseorang yang telah mengerjakan sesuatu hasil kegiatan belajar. Menurut Poerdarminto (1990) mengemukakan keberhasilan belajar adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh setiap mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dalam bentuk nilai tes angka yang diberikan setiap guru. Sardono (1989) dalam Deceng (2008) menjelaskan keberhasilan belajar adalah perubahan kemampuan dari kegiatan belajar yang sifatnya meningkat di bandingkan dengan kemampuan sebelumnya. Keberhasilan belajar atau disebut juga prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang yang telah mengerjakan serangkaian proses belajar mengajar atau penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang umumnya diwujudkan dalam bentuk nilai tes (Neoleka, 1986 ). Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok resiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
228
melalui peningkatan kesehatan, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan (CHN, 1977). Sedangkan menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang keperawatan khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat, dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit, dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan interest yang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama (Riyadi, 2007). Menurut Kontjaraningrat Komunitas adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi (Mubarak, 2007).
Perawatan kesehatan adalah bidang khusus dari keperawatan yang merupakan gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu sosial yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat atau yang sakit secara komprehensif melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta resosialitatif dengan melibatkan peran serta aktif dari masyarakat. Peran serta aktif masyarakat bersama tim kesahatan diharapkan dapat mengenal masalah kesehatan yang dihadapi serta memecahkan masalah tersebut (Elisabeth, 2007). Slamet (2003) mengemukakan kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan untuk memberi respon. Menurut Djamarah (2002) kesiapan untuk belajar merupakan kondisi diri yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Menurut Darsono (2000) faktor kesiapan, baik fisik maupun psikologis, merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Dari berbagai pendapat diatas disimpulkan pengertian kesiapan belajar adalah kondisi awal suatu kegiatan belajar yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban yang ada pada diri siswa dalam mencapai tujuan pengajaran tertentu
229
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 s/d Januari 2014 bertempat di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimen dengan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu rancangan penelitian dimana pengukuran variabel diukur dalam satu waktu (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Mahasiswa Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi yang berjumlah 34 Mahasiswa. Hasil uji validitas alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk motivasi sejumlah 19 pertanyaan dan semuanya valid, kemudian kuesioner untuk Kesiapan Praktek Komunitas berjumlah 20 pertanyaan semuanya valid. Dari hasil pengujian didapatkan seluruh butir soal valid (tidak ada yang memiliki korelasi dengan signifikansi lebih besar dari 0,05). Pengukuran reliabilitas alat ukur terhadap pertanyaan tentang motivasi dilakukan dengan Cronbach Alpha, dan didapatkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,900. Nilai ini lebih besar dari 0,600 yang berarti soal memiliki reliabilitas yang tinggi (Nugroho, 2005) Pengukuran reliabilitas alat ukur terhadap pertanyaan tentang Kesiapan Praktek Keperawatan Komunitas dilakukan dengan metode Cronbach Alpha, dan didapatkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,780. Nilai ini lebih besar dari 0,600 yang berarti soal memiliki reliabilitas yang tinggi (Nugroho, 2009). Dari hasil pengujian validitas dan
reabilitas disimpulkan bahwa seluruh item soal layak digunakan dalam penelitian. Uji normalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui normal tidaknya data yang diperoleh. Uji normalitas dilakukan dengan cara mengamati kesesuaian probabilitas normal, sebaran komulatif residual teramati (z res) terhadap sebaran komulatif distribusi normal. Normalitas data dapat diketahui dari distribusi data untuk setiap variabel penelitian membentuk pola yang menyerupai kurva normal dengan melihat tingkat kemiringan (skewnes). Distribusi data yang tingkat kemiringan > 50 dianggap tidak normal (Pedhazur, 1982). Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data pada sumbu diagonal grafik. Dasar pengambilan keputusan adalah (1) jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model memenuhi asumsi normalitas, dan (2) jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti garis diagonal, maka model tidak memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2000). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 16. for Windows. Uji linieritas dimaksud untuk mengetahui linier tidaknya hubungan antar masing-masing variabel penelitian (Cohen dan Cohen, 1983). Untuk menguji linieritas digunakan scatter diagram dan garis best fit (Sudjana, 1988). Variabel bebas dan variabel terikat berhubungan secara linier artinya apabila dibuat scatter diagram nilai-nilai variabel bebas dan variabel terikat dapat ditarik
230
garis lurus pada pancaran titik-titik kedua variabel tersebut (Salladien, 1997). Uji F statistik digunakan untuk mengetahui signifikansi Hubungan semua variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat (Setiaji, 2004). Perhitungan uji ini dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16. Jika nilai Probability/signifikansi kurang dari taraf kesalahan (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti sacara simultan ada Hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.
Uji t - Statistik digunakan untuk menguji Hubungan sacara parsial masing-masing variable independent (Motivasi dan Prestasi Belajar). Koefisien ini untuk mengetahui seberapa jauh kekuatan Hubungan variable independent dengan variable dependent (Setiaji, 2004). Nilai koefisien determinasi tersebut berkisar antara 0 sampai 1, jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati angka 1, maka variabel independennya semakin kuat kontribusinya terhadap variable dependent.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari 34 responden dengan menggunakan lembar kuesioner deskripsi hasil analisis penelitian Motivasi dan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) adalah sabagai berikut: Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui Hubungan antara Motivasi dan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) adalah dengan menggunakan Uji Regresi Linear berganda perhitungan statistik menggunakan bantuan SPSS versi 16. Kriteria perhitungan uji adalah jika p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada Hubungan antara Motivasi dan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) Pada Mahasiswa Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi.
Berdasarkan perhitungan menggunakan uji regresi linear berganda perhitungan statistik menggunakan bantuan SPSS versi 16 diperoleh hasil F hitung 10,19 p < 0,05, R = 0,646, R² = 0,358. Uji F Statistik Uji F statistik digunakan untuk menguji hubungan variabel motivasi dan prestasi belajar secara simultan berpengaruh pada kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) melalui pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis yang dirumuskan adalah berdasarkan hasil perhitungan uji F, diperoleh nilai F = 10,190 dengan signifikansi 0,000 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya secara simultan variabel motivasi dan prestasi belajar mempunyai hubungan dengan kesiapan praktek mahasiswa. Dengan demikian secara simultan variabel motivasi dan prestasi belajar dapat menerangkan kesiapan belajar praktek mahasiswa.
231
Berdasarkan perhitungan menggunakan uji t diperoleh t hitung = 1,021 nilai signifikansi = 0,315, nilai koefisien B2 ≠ 0 jadi Ho di tolak dan Ha diterima atau variabel Motivasi secara parsial mempunyai Hubungan dengan Kesiapan Praktek Mahasiswa. Berdasarkan perhitungan menggunakan uji t diperoleh t hitung = 2,056 nilai signifikansi = 0,049, nilai koefisien B3 ≠ 0 jadi Ho di tolak dan Ha diterima atau variabel Prestasi Belajar secara parsial mempunyai Hubungan dengan Kesiapan Praktek Mahasiswa. Nilai koefisien Determinan (R²) digunakan untuk mengetahui Pembahasan 1. Karakteristik Responden Data bahwa responden (61,7%) berusia 20-22 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa berada pada masa remaja akhir karena menurut F.J MONKS (2004), usia 18-22 tahun adalah usia remaja akhir dimana pada masa ini tidak hanya mengalami perkembangan fisik dan seksualnya akan tetapi juga perkembangan psikososial dan emosional. Perkembangan inilah yang pada akhirnya akan mempengaruhi motivasi seseorang remaja dalam menghadapi proses pembelajaran (F.J.MONKS, dkk., 2004). 2. Hubungan Motivasi dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD ). Berdasarkan hasil uji statistik variabel motivasi dengan kesiapan praktek komunitas diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,201 artinya setiap peningkatan 1 unit motivasi akan
seberapa besar varian bebas (variable independent) dapat menjelaskan variabel terikat (variable dependen). Nilai koefisien determinasi tersebut berkisar antara 0 sampai 1, semakin mendekati angka 1 dapat dikatakan bahwa model yang digunakan semakin baik. Hasil regresi total variabel (Motivasi dan Prestasi Belajar menunjukkan nilai R² sebesar 0,359 artinya sebesar 35,9 % variable Motivasi dan Prestasi Belajar menerangkan Kesiapan Praktek Mahasiswa, dan sisanya 55,1 % diterangkan oleh variabel lain di luar model yang digunakan.
meningkatkan kesiapan praktek mahasiswa sebesar 0,201 unit (b= 0,201 ; CI 95%, p=0,315). Hasil uji t untuk mencari hubungan secara individual masing-masing variabel menunjukkan bahwa t = 1,021, signifikansi 0,315, artinya motivasi secara individual mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesiapan praktek keperawatan masyarakat desa mahasiswa. Dari hasil diatas maka dapat dijelaskan adanya hubungan motivasi dengan kesiapan praktek mahasiswa karena motivasi memberikan dorongan pada individu atau mahasiswa untuk malakukan kegiatan belajar Praktek Komunitas. Semakin tinggi motivasi baik yang diberikan kepada mahasiswa semakin membuat mereka melakukan tindakan tertentu agar ia lebih dapat dan siap untuk melakukan praktek
232
3.
keperawatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Sutikno (2004) bahwa motivasi adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai keselutuhan daya penggerak di dalam diri mahasiswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar sehingga diharapkan tujuan belajar dapat tercapai. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada Hubungan positif yang signifikan antara Motivasi dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Komunitas Mahasiswa. Hubungan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD). Berdasarkan hasil uji statistik variabel Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Mahasiswa diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 13,96 dapat diketahui secara statistik ada hubungan yang sangat signifikan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Komunitas. Hal ini dapat dilihat dari parameter pada nilai koefisien (b=13,96; CI=95%, p=0,049 ). Hasil Uji t untuk mencari hubungan secara individual masing-masing variabel menunjukkan bahwa t=2,056 signifikansi 0,049 artinya nilai signifikansi lebih kecil dari α=0,05 yang bermakna ada hubungan yang signifikan antara
prestasi belajar dengan kesiapan praktek keperawatan komunitas. Hasil diatas menggambarkan bahwa prestasi adalah salah satu efek keberhasilan seseorang dalam belajar setelah seseorang tersebut melalui serangkaian proses pembelajaran. Kesiapan seseorang untuk belajar akan mempengaruhi prestasi belajarnya, dan bukan sebaliknya bahwa prestasi belajar merupakan prediktor untuk seseorang melakukan kegiatan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Poerdaminto (1990) bahwa prestasi belajar diartikan sebagai hasil yang telah dicapai seseorang yang telah mengerjakan sesuatu hasil kegiatan belajar. Yang mengemukakan juga bahwa keberhasilan belajar adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh setiap mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dalam bentuk nilai test angka yang diberikan setiap guru. Neoleka (1986) juga mengungkapkan keberhasilan belajar atau prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang yang telah mengerjakan serangkaian proses belajar mengajar atau penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang umumnya diwujudkan dalam bentuk nilai test. Sebagai bagian dari proses, prestasi belajar diukur sebagai bagian dari evaluasi yang mana evaluasi merupakan kelanjutan setelah dilakukan proses pembelajaran. Dalam penelitian ini prestasi belajar diukur melalui tes prestasi, sebenarnya lebih me-
233
4.
nekankan pada aspek teoritik prestasi belajar. Sementara itu prestasi belajar aspek teori sewajarnya mempengaruhi prestasi belajar aspek praktek. Dalam hal ini prestasi belajar (penguasaan aspek teoritis) mempengaruhi prestasi belajar aspek praktis yakni kesiapan melakukan praktek khususnya praktek keperawatan masyarakat desa. Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) Motivasi dan prestasi belajar secara simultan berhubungan positif dan signifikan dengan kesiapan praktek komunitas. Secara bersama-sama motivasi dan prestasi belajar mampu menjelaskan variasi kesiapan praktek mahasiswa. Berdasarkan perhitungan statistik menunjukkan nilai R² sebesar 0,359 dan F = 10,190 artinya sebesar 35,9 % variabel Motivasi dan Prestasi Belajar menerangkan Kesiapan Praktek Mahasiswa, dan sisanya 55,1 % ditentukan oleh faktor lain. Berdasarkan hasil perhitungan uji F, diperoleh nilai F = 10,190 dengan signifikansi = 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya secara simultan variabel Motivasi dan Prestasi Belajar mempunyai Hubungan dengan Kesiapan Praktek Komunitas Mahasiswa. Dengan demikian secara simultan variabel Motivasi dan Prestasi Belajar dapat menerangkan Kesiapan Belajar Praktek Mahasiswa .
Hasil penelitian ini didukung penelitian terdahulu yang dilakukan Sukma Amperiana (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Motivasi, Prestasi, dan Konsep Diri terhadap Kesiapan Praktek Klinik Kebidanan bagi Mahasiswa Tingkat II Akademi Kebidanan Pamenang Kabupaten Kediri. Dalam penelitian itu menyebutkan bahwa motivasi dan konsep diri merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan praktek klinik kebidanan. Semakin tinggi motivasi mahasiswa dalam belajar maka akan meningkatkat nilai prestasi belajarnya dan akhirnya akan memberikan kepercayaan pada mahasiswa dalam mempersiapkan praktek klinik dengan baik di masyarakat. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar (Sutikno, 2005). Dengan adanya dorongan diatas, maka motivasi belajar erat kaitanya dengan tujuan yang akan dicapai, maka keadaan yang menyebabkan timbulnya belajar mereka, sehingga adanya tujuan-tujuan baru yang akan dicapai lagi. Timbulnya kegiatan
234
belajar biasanya didorong oleh suatu atau beberapa keinginan, hasrat, kemauan, atau kebutuhan. Dengan demikian tampaklah betapa pentingnya motivasi balajar di dalam diri mahasiswa. Hal ini yang mendukung hasil
penelitian yang menyebutkan bahwa Motivasi dan Prestasi Belajar mempunyai hubungan dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi.
KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan motivasi belajar dengan kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) Mahasiswa Program Studi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi. 2. Terdapat hubungan prestasi belajar dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) Mahasiswa Program Studi Ners di Sekolah
3.
Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi. Terdapat hubungan motivasi dan prestasi belajar secara bersamaan dengan Kesiapan Praktek Keperawatan Masyarakat Desa (PKMD) Mahasiswa Program Studi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi
SARAN 1.
2.
Bagi Pendidikan Untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang baik dengan cara meningkatkan motivasi dan prestasi sehingga secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan praktek keperawatan komunitas. Bagi Mahasiswa untuk mengembangkan motivasi dan prestasi dalam belajar sehingga diharapkan dapat berperan dalam pencapaian kompetensi mahasiswa dalam
3.
235
mengembangkan dan mempersiapkan strategi praktek komunitas yang baik. Bagi Peneliti selanjutnya. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai variabelvariabel yang mempengaruhi kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan praktek keperawatan komunitas di masyarakat, sehingga diharapkan dapat melengkapi dan menyempurnakan penelitian yang sudah ada sebelumnya
DAFTAR PUSTAKA Alimul, A. Aziz. (2005). Komunikasi dalam Keperawatan Dan Aplikasi. Jakarta. Salemba Medika. Asikin M.D. (2012). “Hubungan kepuasan pasien dengan komunikasi dokter-pasien di Puskesmas. Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Azwar. S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. edisi III. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Basuki E. (2008). “Komunikasi antar Petugas Kesehatan”, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58, Nomor: 9, September 2008 Chan, Y.H. 2004 “Biostatistic 201 : Linier Regression Analysis”. Singapore Med Journal. 45 (2) : 55-61 Dahlan, M.S. (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan, Analisa Deskriptif, Bivariat dan Multivariat. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Effendi, O.U. (2007). Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Cetakan XXI. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hanafi I. (2012). “Pengaruh komunikasi interpersonal perawat terhadap tingkat kepuasan pasien di RS Baptis Kediri”, Jurnal Stikes, vol. 5, no.2, Desember 2012 Harmein Nasution (2009) Penilaian Aspek Perilaku dan Hasil Kerja melalui Motivasi Kerja Dosen. Universitas Gunadarma dan Universitas Sumatera Utara Jatmiko R.D. (2012). “Kualitas Pelayanan dan Kepuasan
Pelanggan sebagai Anteseden Loyalitas Pelanggan”, Jurnal Management Bisnis, vol. 2, no.1, Edisi April 2012 Maramis, WF. (2006). Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya. Airlangga University Press. Mubarak dan Chayatin. (2009). Teori dan Aplikasi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Pendidikan Kesehatan, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. edisi 1. Jakarta: Salemba Medika. Mulyana, D. (2000). Ilmu Komunikasi ; Suatu Pengantar. Editor : Muchlis. Bandung. PT Rermaja Rosdakarya. Mustikasari (2007). Komunikasi Terapeutik dalam pelayanan kesehatan. Jakarta. EGC. Nasir, A. At all. (2011). Komunikasi dalam Keperawatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta. Salemba Medika. Notoatmodjo, S (2008). Metodologi Penelitian Cetakan 4. Jakarta: Rineka Cipta. ____________ (2007). Pendidikan dan Perilaku kesehatan, Komponen Perilaku. edisi III. Jakarta: Rineka Cipta. Nurjannah, I. (2001). Hubungan Terapeutik Perawat Dan Klien. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta. Nursalam. (2007). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta __________ (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu
236
Keperawatan. Edisi2 Jakarta: Salemba Medika. Purwanto, H. (1994). Komunikasi untuk Perawat. Editor : Ni Luh Gede Yasmin Asih. Jakarta EGC. Rakhmat, J. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Santoso, S. 2003. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta PT. Elex Media Komputindo. Sastroasmoro, S. & Ismail, S. (2002). Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 2. Jakarta. Sagung Seto. Scott, B. (1990). Ketrampilan Berkomunikasi. Jakarta. Bina Rupa Aksara.
Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business : A Skill Building nd
Approach 2 Edition, John Wiley and Son. New York. Setiawan, H. (2002). Modul Pelatihan SPSS Tingkat Dasar. Jakarta. Lembaga Pengabdian Masyarakat UI. Sugiyono (2013). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RD, Bandung, ALFABETA Suharsimi Arikunto. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.
237
PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BALITA USIA 0-2 TAHUN DI BPM Ny. N BANYUWANGI TAHUN 2015 Wahyu Puji 1 1. Prodi DIII Kebidanan STIKES Banyuwangi Korespondensi : Wahyu Puji, d/a Prodi DIII Kebidanan STIKES Banyuwangi Jln. Letkol Istiqlah No. 109 Banyuwangi Email :
[email protected] ABSTRAK Pijat bayi merupakan terapi sentuh tertua yang dikenal masyarakat dan diketahui memiliki banyak manfaat. Salah satu diantaranya adalah meningkatkan berat badan bayi. Dengan dipijat akan meningkatkan tonus nervus vagus sehingga penyerapan makanan menjadi lebih cepat. Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pijat bayi terhadap peningkatan berat badan pada balita usia 0-2 tahun. Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian Quasy Eksperimental. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 0-2 tahun yang dipijat, sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagian balita berusia 0-2 tahun yang melakukan pijat di BPM Ny. N. Rogojampi Banyuwangi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Untuk pengolahan data menggunakan uji T dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 responden sebagian besar responden mengalami kenaikan berat badan 10 responden (42%), sedangkan hasil dari uji statistik yang diperoleh adalah ada pengaruh pijat bayi terhadap peningkatan berat badan pada balita usia 0-2 tahun dengan tingkat signifikansi 0,05 dengan nilai thitung > ttabel (8,574 > 2,201). Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan para orang tua dapat melakukan pemijatan secara rutin dan memilih pijat bayi sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan berat badan buah hatinya. Kata kunci
: Pijat bayi, Peningkatan berat badan.
PENDAHULUAN Orang tua dan orang–orang yang terdekat dengan kehidupan anak, memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu masalah yang banyak dialami orang tua adalah gangguan pertumbuhan pada
anak berupa gangguan kenaikan berat badan. Orang tua kerap khawatir bila mengamati pertumbuhan anaknya. Hasil penelitian yang dilakukan The Reiner Foundation tahun 1999, menyebutkan 10 hal yang dapat dilakukan orang tua
238
untuk meningkatkan status kesehatan dan perkembangan anak. Salah satu diantaranya adalah memberi rangsangan berupa interaksi melalui sentuhan. Sentuhan tersebut sangat membantu dalam menstimulasi otak menghasilkan hormon yang diperlukan dalam perkembangan (Faisal Jalal, 2003). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, dari 3 juta balita yang ada 69,5% mengalami kenaikan berat badan dan 1,36% berat badan berada pada garis merah. Sedangkan menurut Profil Kesehatan Kabupaten Banyuwangi berdasarkan Indeks Berat Badan menurut umur yang didapatkan dari hasil pemantauan pertumbuhan 87.343 balita di Posyandu digambarkan sebagai berikut: Balita dengan status gizi lebih 1,38%, balita dengan status gizi baik 95,15%, balita status gizi kurang 1,86% dan balita status gizi buruk 1,61% (Dinkes Jatim: 2011). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada 19 sampai 30 Maret 2014 dengan mengambil data bulan November 2014 sampai dengan Maret 2014 di BPM Ny. N menunjukkan bahwa dari 30 balita yang dipijat, 25 balita (83,3%) mengalami peningkatan berat badan yang signifikan dan 5 balita (16,7%) tidak mengalami peningkatan berat badan atau tetap. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prof. T. Field dan Scafidi (1986 dan 1990) pada bayi cukup bulan yang berusia 1–3 bulan, yang dipijat selama 15 menit, 2 kali seminggu selama 6 minggu didapatkan kenaikan berat badan yang lebih dibanding kontrol (Roesli. U, 2007).
Pemijatan merupakan seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad– abad silam. Bahkan ilmu ini telah dikenal sejak manusia diciptakan ke dunia, mungkin karena pijat berhubungan sangat erat dengan kehamilan dan proses kelahiran manusia. Pengalaman pijat pertama yang dialami manusia adalah pada waktu dilahirkan yaitu pada waktu melalui jalan lahir si ibu (Roesli. U, 2007). Agar balita tumbuh kembang optimal harus dicukupi 2 kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan biofisik dan psikososial. Kebutuhan psikososial adalah kebutuhan asih dan asah. Kebutuhan asah meliputi: stimulasi (rangsangan) dini pada semua indera termasuk sentuhan (Handayani, 2003). Sekitar 10-20% bayi mengalami gangguan kenaikan berat badan. Sebagian bayi awalnya berat badannya normal tetapi sebagian lainnya profil grafik berat badan dalam KMS atau kartu kesehatannya cenderung tidak optimal sejak lahir. Seharusnya berat badan naik 1000 gram per bulan saat dibawah usia 3 bulan, bayi dengan gangguan berat badan hanya naik 500-800 gram per bulan. Kenaikan BB akan lebih buruk setelah usia 4-6 bulan. Gagal tumbuh adalah diagnosis klinis yang diberikan kepada anak-anak yang kekurangan berat badan secara konsisten atau tidak menambah berat badan karena alasan tidak jelas (Suwardini, 2012). Pijat memiliki banyak manfaat diantaranya dapat meningkatkan pertumbuhan. Apabila tidak dilakukan pemijatan dengan baik dan teratur akan mempengaruhi pertumbuhan
239
meskipun tidak semua pertumbuhan dipengaruhi oleh pemijatan bayi. Pertumbuhan bayi dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Dimana salah satu faktor ekstrinsik adalah pemijatan yang dapat dirasionalkan untuk meningkatkan tonus nervus vagus (saraf ke 10) yang akan menyebabkan peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan insulin. Dengan demikian penyerapan makanan akan menjadi lebih baik. Itu sebabnya mengapa berat badan bayi yang dipijat dapat
meningkat lebih banyak dari pada yang tidak dipijat (Roesli. U, 2007). Pijat merupakan salah satu stimulasi sentuhan yang sudah diakui kemanjurannya. Dengan dipijat, anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal. Pijat membuat bayi bertambah berat badannya secara signifikan. Oleh karena itu pijat dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk meningkatkan berat badan buah hatinya sehingga dapat tumbuh dengan optimal (Dewi, S. 2011).
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2014 sampai dengan Maret 2015 di Bidan Praktek Mandiri Ny. N di Banyuwangi. Jenis penelitian ini Quasy Eksperiment dengan desain penelitian cross seksional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 0 – 2 tahun yang pijat pada bulan Nopember 2014 sampai dengan Maret 2015 di BPM Ny. N dengan teknik purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Dalam data sekunder ini adalah data perkiraan
jumlah balita yang melakukan pijat bayi di BPM Ny. N. Sedangkan data primer adalah data berat badan sebelum, dan peningkatan berat badan setelah dilakukan pijat bayi yang diperoleh dari hasil observasi langsung kepada responden. Untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan dependen, dianalisa dengan analisis korelasi range, karena data berupa unit. Dan untuk menguji hubungan ketiganya menggunakan analisis dengan regresi logistic ordinal, karena variabel independen yang berjumlah lebih dari satu.
240
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Berat Badan Bayi Sebelum Dilakukan Pijat Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan berat badan sebelum dipijat di BPM Ny. N. Rogojampi Banyuwangi Tahun 2015. Responden dengan Intervensi Responden Kontrol No Nama BB Sebelum No Nama BB Sebelum 1. An. A 7,2 Kg 1. An. J 8,0 Kg 2. An. K 9,8 Kg 2. An. F 9,0 Kg 3. An. K 7,9 Kg 3. An. D 7,6 Kg 4. An. R 6,4 Kg 4. An. B 5,8 Kg 5. An. U 13,8 Kg 5. An. A 8,0 Kg 6. An. V 3,7 Kg 6. An. G 4,4 Kg 7. An. K 2,4 Kg 7. An. L 12,3 Kg 8. An. A 6,6 Kg 8. An. T 12,5 Kg 9. An. K 8,4 Kg 9. An. Q 12,1 Kg 10. An. Y 5,4 Kg 10. An. Y 10,4 Kg 11. An. K 5,2 Kg 11. An. J 7,2 Kg 12. An. N 11 Kg 12. An. P 8,6 Kg 2.
Berat Badan Bayi Setelah Dilakukan Pijat Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan berat badan setelah dipijat selama 6 minggu di BPM Ny. N. Rogojampi Banyuwangi Tahun 2015. Responden dengan Intervensi Responden Kontrol No Nama BB Setelah Dipijat No Nama BB Setelah 6 Selama 6 Minggu Minggu 1. An. A 7,8 Kg 1. An. J 8,3 Kg 2. An. K 10 Kg 2. An. F 9,2Kg 3. An. K 8,9 Kg 3. An. D 8,2 Kg 4. An. R 6,9 Kg 4. An. B 6,5 Kg 5. An. U 14 Kg 5. An. A 8,2 Kg 6. An. V 4,9 Kg 6. An. G 4,4 Kg 7. An. K 3,4 Kg 7. An. L 12,6 Kg 8. An. A 7,0 Kg 8. An. T 12,0 Kg 9. An. K 8,4 Kg 9. An. Q 11,8 Kg 10. An. Y 6,5 Kg 10. An. Y 10,4 Kg 11. An. K 6,4 Kg 11. An. J 7,5 Kg 12. An. N 11 Kg 12. An. P 8,3 Kg
241
3.
Pengaruh pijat bayi terhadap peningkatan berat badan Tabel 3. Pengaruh pijat bayi terhadap peningkatan berat badan pada balita usia 0-2 tahun di BPM Nur Laila Hayati, SKM.MPH Rogojampi Banyuwangi Pijat Dipijat Tidak dipijat Total Peningkatan F % F % F % Naik 10 42 7 29 17 71 Turun 0 0 3 13 3 13 Tetap 2 8 2 8 4 16 Jumlah 12 50 12 50 24 100 Dari tabel didapatkan hasil Perbandingan skor pretest dan bahwa sebagian besar responden posttest secara statistik dapat yang dipijat secara rutin dilihat berdasarkan ukuranmengalami kenaikan berat badan ukuran sebagai berikut: sebanyak 10 orang (42%). Tabel 4. Nilai-niai statistik deskriptif peningkatan berat badan setelah dipijat Tes Mean Standar Deviasi Postest 7,50 3.030 Pretest 6,83 3,129 Berdasarkan tabel tersebut Untuk membuktikan kebenaran secara umum skor hasil postest hipotesis tentang perbedaan skor lebih baik dibandingkan skor hasil postes dan pretes, hasil pretes. Hal ini terlihat dari dilakukan pengujian sebagai rata-rata skor hasil postes berikut: sebesar 7,50 dan rata-rata skor hasil pretes sebesar 6,83. Tabel 5. Rekap Hasil Uji t Perbandingan Berat Rata-rata Nilai t Df P-value Badan Selisih Skor Skor Postes – Skor Pretes 0,67 8,574 11 0,000 Perhitungan uji statistik Ha diterima dan H0 ditolak. menghasilkan nilai t sebesar Dengan demikian dapat dike8,574 dengan p-value tahui bahwa terdapat perbedaan (signifikansi) sebesar 0,000. skor yang signifikan antara hasil Adapun nilai ttabel untuk postes dengan hasil pretes, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengujian dengan α = 0,05 dan pengaruh pijat bayi terhadap derajat kebebasan df = 11 adalah peningkatan berat badan pada sebesar 2,2010. Oleh karena balita usia 0-2 tahun di BPM Ny. thitung > ttabel (8,574 > 2,201) atau N tahun 2015. p-value < α (0,000 < 0,05) maka
242
Pembahasan 1. Berat Badan Sebelum dilakukan Pijat bayi Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar berat badan responden sebelum dipijat sebanyak 9 responden (75%) memiliki berat badan sesuai dengan usia. Pijat adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang telah dipraktekkan sejak berabad silam. Pijat pertama yang dialami setiap manusia terjadi saat berada dalam rahim ibu, didekap oleh rahim ibu dan dibelai oleh air ketuban. Di dalam rahim ibu, bayi didendang dan ditenangkan oleh suara detak jantung dan diayun secara ritmis dan lembut oleh gerakan nafas ibu yang teratur serta dibelai lembut oleh cairan ketuban (Dewi. S, 2011). Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi (Supariasa, 2003). Sehingga dapat disimpulkan bahwa berat badan balita tidak hanya dipengaruhi oleh stimulasi tapi banyak faktor, yaitu pertama faktor eksternal meliputi, faktor genetik, faktor asupan dan faktor lingkungan. Yang kedua faktor internal yang meliputi faktor perinatal, persalinan, dan pasca natal. Yang salah satu contoh
2.
243
dari faktor pasca natal salah satunya degan diberikannya stimulasi (berupa pijat bayi). Salah satu manfaat dari pijat bayi adalah meningkatkan kenaikan berat badan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan pada balita. Peningkatan Berat badan setelah dilakukan pijat Bayi Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang dipijat selama 6 minggu sebanyak 10 responden (83%) mengalami kenaikan berat badan. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi/balita, berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi/balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan (Hartono, 2008). Peningkatan berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan balita yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur pertumbuhan balita. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan berat badan balita diantaranya faktor genetik, nutrisi dan stimulasi. Salah satu stimulasi yang dapat diberikan adalah pijat bayi karena salah manfaat pijat bayi adalah meningkatkan berat badan balita. Beberapa orang tua mengatakan telah memberikan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan buah hatinya tetapi masih ada beberapa orang tua yang lupa memberikan stimulasi kepada buah hatinya untuk meningkatkan berat badannya. Salah satu stimulasi yang dapat diberikan adalah pijat bayi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pijat bayi menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peningktan berat badan pada balita, meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi peningkatan berat badan balita. 3. Pengaruh Pijat bayi terhadapan peningkatan berat badan pada balita usia 0 -2 tahun Setelah dilakukan perhitungan dengan uji statistik menghasilkan nilai t sebesar 8,574 dengan p-value (signifikansi) sebesar 0,000. Adapun nilai t tabel untuk pengujian dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan df = 11 adalah sebesar 2,2010. Oleh karena t hitung > t tabel (8,574 > 2,201) atau p-value < α (0,000 < 0,05) maka hipotesa alternatif diterima dan hipotesa nol ditolak, artinya ada pengaruh pijat bayi terhadap peningkatan berat badan pada balita usia 0-2
tahun di BPM Ny. N Rogojampi Banyuwangi. Menurut Supariasa (2003) salah satu hal yang mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita adalah stimulus. Stimulus sendiri terdiri dari beragam cara. Stimulus sentuh atau kemudian disebut pijat bayi memberikan efek relaksasi pada bayi efek relaksasi membantu hormon di dalam tubuh bayi bekerja dengan maksimal. Pijat bayi juga membantu meningkatkan suhu pada bayi dan anak sehingga anak merasa hangat dan terhindar dari perut kembung yang menyebabkan anak malas untuk makan artinya dengan pijat bayi maka nafsu makan anak akan meningkat karena sistim pencernaanya berjalan dengan lancar. Secara biokimia pijat bayi mempunyai dampak yang positif yaitu penurunan kadar hormon stres (catecholamine), meningkatkan kadar serotonin dan peningkatan kadar zat daya tahan tubuh (immunoglobulin) terutama IgG, IgA, dan IgM. Penurunan kadar hormone stress membantu bayi tenang dan dapat tidur pulas, peningkatan immunoglobulin membantu bayi tahan terhadap serangan penyakit. Dari uraian tersebut dapat di jelaskan bahwa pijat bayi merupakan salah satu stimulasi yang dapat meningkatkan berat badan balita. Perubahan berat badan ini di sebabkan karena ada stimulus berupa pijatan sehingga mempelancar fungsi organ dan merangsang sekresi hormon yang dapat dengan mudah
244
meningkatkan berat badan balita. Tetapi di sisi lain ada balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan walaupun telah diberikan stimulus, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam masalah. Salah satu diantaranya karena penurunan daya imun sehingga berdampak pada nafsu makan anak. Dari hasil
penelitian yang dilakukan selama 6 minggu sebagian besar balita mengalami peningkatan berat badan, namun ada perbedaan peningkatan berat badan antara balita yang dipijat dan tidak dipijat dimana kenaikan berat badan balita yang dipijat lebih signifikan dibanding dengan yang tidak dipijat.
KESIMPULAN 1.
2.
Sebagian besar berat badan responden sebelum dipijat sebanyak 9 responden (75%) memiliki berat badan sesuai dengan usia. Sebagian besar berat badan responden setelah dipijat selama 6 minggu sebanyak 10 responden (83%) mengalami kenaikan berat badan sesuai
dengan usia. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa t hitung > t tabel (8,574 > 2,201) maka Ha diterima dan Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pijat bayi terhadap peningkatan berat badan pada bayi/balita usia 0-2 tahun di BPM Ny. N Rogojampi Banyuwangi.
SARAN 1. Bagi Responden
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang benar sehingga ibu yang mempunyai balita usia 0-2 tahun saat menghadapi masalah dengan berat badan balita dapat memanfaatkan pijat bayi. 2. Bagi Lembaga Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi
3.
dan memberikan bukti nyata tentang manfaat pijat bayi terhadap peningkatan berat badan Bagi Profesi Kebidanan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi bagi ibu yang mempunyai balita usia 0-2 tahun dalam meningkatkan berat badan balita.
DAFTAR PUSTAKA Alimul, A.H. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
Alimul, A.H. 2009. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
245
Amalia. 2012.http://staffforikes.blogspot. com/2012/11/konsep-balita.html. Posed on 23-11-2012. Aminati, Dini. 2013. Pijat dan Senam untuk Bayi dan Balita. Yogyakarta : Brilliant books. Hidayat, A.A. 2007. Metode Peneliian Keperawatan dan Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Nursalam. 2008. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Ristani, Ria. 2013. Cara Mudah dan Aman Pijat Bayi. Yogyakarta : MuhaMedika Roesli, Utami, 2008. Pedoman Pijat Bayi. Trubus Agriwidya, Jakarta. Roesli, Utami. 2007. Pedoman Pijat Bayi Prematur dan Bayi Usia 03 Bulan. Jakarta : Trubus Agriwidya.
Santi, Enindia. 2012. Buku Pintar Pijat Bayi untuk Tumbang Optimal sehat dan cerdas. Yogyakarta : Brilliant books. Sari, Anggrita, 2004. Pengaruh Penyuluhan Pijat Bayi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Pijat Bayi di Dusun Dukuh Desa Sidokarto Godean Sleman, Skripsi Program Pendidikan D-IV Kebidanan. UGM, Yogyakarta. Sifuddin, Abdul Bari, dkk .2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawihardjo. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Suardini, Fesia. 2013. Jurus Sakti Menguasai Pijat Bayi. Jakarta : Trubus Agriwidya. Tasya.2010.Tata cara pijat bayi. http://cara-pijatbayi.blogspot.com. Posed on 24 Juli 2010. Triandari, R.A. 2011. Pengaruh Pijat Bayi Terhadap KemampuanMengangkat Kepala Pada Posisi Tengkurap Bayi Usia 3-4 Bulan. [“Skripsi”]. Surakarta : Prodi Fisioterapi UMS
246
HUBUNGAN USIA DENGAN TINGKAT ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOPANGGUNG BANYUWANGI TAHUN 2015 Miftahul Hakiki1, Nensy Febrianti Ning Utami1 1. Prodi DIII Kebidanan STIKES Banyuwangi Korespondensi : Miftahul Hakiki, d/a Prodi DIII Kebidanan STIKES Banyuwangi Jln. Letkol Istiqlah No. 109 Banyuwangi Email :
[email protected] ABSTRAK Anemia merupakan suatu kondisi penurunan kadar haemoglobin dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal dengan menetapkan Hb 11gr% sebagai dasarnya. Prevalensi anemia tinggi dapat membawa akibat negatif seperti gangguan dan hambatan pada pertumbuhan dan kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh maupun otak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan usia dengan tingkat anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitik Korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung sejumlah 42 responden dengan jumlah sampel 42 responden dengan menggunakan teknik sampling yaitu total sampling. Data yang diperoleh dianalisa dengan uji Rank Spearman Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar 29 responden (69%) berusia 20-35 tahun. Hampir seluruhnya 35 responden (83%) mengalami anemia ringan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji Rank Spearman, didapatkan nilai ρ > α, dimana 0,311 < 0,05 maka hipotesa alternatif ditolak dan hipotesa nol diterima artinya tidak ada hubungan usia dengan tingkat anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi 2015. Upaya tenaga kesehatan memberikan tablet Fe sebanyak 90 butir selama kehamilan, memberikan penyuluhan tentang gizi seimbang pada kehamilan, dan menyarankan pada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin bagi semua ibu hamil dengan tidak memandang usia. Kata Kunci : Usia, Anemia pada ibu hamil PENDAHULUAN Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 228/100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab langsung kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani
dengan baik dan tepat waktu, sedangkan secara tidak langsung kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, eklamsia, komplikasi aborsi, sepsis pasca persalinan, partus macet termasuk anemia.
247
Anemia merupakan suatu kondisi penurunan kadar haemoglobin dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal dengan menetapkan Hb 11gr% sebagai dasarnya (Amirudin R, 2006). Menurut badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 10% kelahiran hidup mengalami komplikasi perdarahan pasca persalinan. Komplikasi paling sering dari perdarahan pasca persalinan adalah anemia. Jika kehamilan terjadi pada seorang ibu yang telah menderita anemia, maka perdarahan pasca persalinan dapat memperberat keadaan anemia dan berakibt fatal (Saifudin, 2010). Salah satu indikator tingkat kesehatan yang paling penting dan tantangan bangsa Indonesia adalah masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yang disebabkan oleh keadaan kesehatan dan gizi ibu yang rendah selama masa hamil, terlihat dengan masih banyaknya kejadian anemia gizi besi pada ibu hamil yaitu 63,5% (SDKI, 2003). Frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, diseluruh dunia berkisar antara 10% dan 20%. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi dibanding Negara berkembang seperti Indonesia. Menurut penelitian Tjong dalam Sarwono (2007), frekuensi anemia kehamilan setinggi 18,5%, dan wanita hamil dengan haemoglobin (Hb) 12g/100 ml atau lebih sebanyak 23,6%, dalam trimester I Hb rata-rata 12,3gr/ml dalam trimester II Hb rata-rata 11,3gr/100 ml, dan dalam trimester III Hb rata-rata 10,8gr/100 ml. Hal ini disebabkan karena pengenceran darah
menjadi makin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan menjadi meningkat. Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang dan pada kelompok sosial ekonomi rendah. Pada kelompok dewasa terjadi pada wanita usia reproduksi, terutama wanita hamil dan wanita menyusui karena mereka banyak mengalami defisiensi Fe. Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Prevalensi anemia tinggi dapat mem-bawa akibat negatif seperti gangguan dan hambatan pada pertumbuhan dan kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh maupun otak. Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Total penderita anemia pada ibu hamil di Indonesia sebanyak 70%. Artinya dari 10 ibu hamil, sebanyak 7 orang akan menderita anemia (Sinsin, 2008). Hasil dari studi pendahuluan di Puskesmas Mojopanggung pada bulan Januari terdapat 8 ibu hamil yang mengalmi anemia dari 54 ibu hamil, bulan Februari 10 ibu hamil yang mengalami anemia dari 64 ibu hamil dan bulan Maret meningkat menjadi 15 ibu hamil yang mengalami anemia dari 58 ibu hamil (Data Puskesmas Mojopanggung, 2015). Kejadian anemia pada ibu hamil dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Saefudin (2002)
248
meliputi infeksi kronis, penyakit hati dan thalesemia. Royadi (2011) juga menyebutkan bahwa penyebab anemia meliputi kurang gizi/ malnutrisi, kurang zat besi dalam diit, malabsorbsi, kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain serta penyakit-penyakit kronik seperti TBC, penyakit paru lainnya, cacingan, penyakit usus, malaria dan lain-lain. Sedangkan menurut Anggraini (2011) menyebutkan bahwa faktor lain penyebab anemia adalah tingkat pendidikan, pekerjaan, status gizi, suku bangsa dan umur ibu hamil. Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan (Hoetomo, 2005). Sedangkan umur ibu hamil adalah umur ibu pada saat kehamilan. Umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan adsalah 2035 tahun. Umur seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, umur yang kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 35 tahun beresiko tinggi untuk melahirkan (Ruswana, 2006). Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20–35 tahun. Manuaba (2008) menambahkan bahwa kehamilan remaja dengan umur dibawah 20 tahun mempunyai resiko sering mengalami anemia. Ibu hamil pada umur terlalu muda (<20 tahun) tidak atau belum siap untuk mem-perhatikan lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan janin.
Disamping itu akan terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam pertumbuhan dan adanya pertumbuhan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan ibu hamil diatas 35 tahun lebih cenderung mengalami anemia, hal ini disebabkan karena pengaruh turunnya cadangan zat besi dalam tubuh akibat masa fertilisasi. Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi, bila belum juga dipenuhi dengan masukan zat besi, lama kelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan Hb (Arief, 2008). Kebutuhan ibu hamil akan Fe meningkat untuk pembentukan plasenta dan sel darah merah sebesar 200-300%. Perkiraan besaran zat besi yang ditimbun selama hamil ialah 1040 mg, dari jumlah ini 200 mg Fe tertahan oleh tubuh ketika melahirkan dan 840 mg sisanya hilang. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin, dengan rincian 50-75 mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah, dan 200 mg lenyap ketika melahirkan. Jumlah sebanyak itu tidak mungkin tercukupi hanya dengan melalui diet. Melihat permasalahan diatas, solusi yang dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dengan memberikan tablet Fe sebanyak 90 butir selama kehamil-an, selain itu juga memberikan penyuluhan tentang gizi seimbang pada kehamilan, dan menyarankan pada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin.
249
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi pada bulan Januari 2015. Penelitian ini berjenis penelitian analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional (Arikunto, 2006). Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin kepada kepala Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi untuk mendapatkan persetujuan. Etika penelitian terdiri dari: Informed Consent, Anonymity, Confidentiality, selanjutnya pengolahan dan analisa data. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Editing yaitu upaya memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Data yang telah terkumpul kemudian dikelompok-kan dan diteliti, kemungkinan ada yang kurang lengkap atau terdapat kesalahan. Nilai terdapat kesalahan dilakukan cek kembali dan dilakukan pengumpulan data ulang,
2.
3.
4.
Coding yaitu melakukan pemberian kode berupa angka untuk memudahkan pengolahan data. Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Dan ini sangat berguna dalam memasukkan data (entry data). Scoring yaitu melakukan penelitian untuk menjawab dari responden dengan membuat skor atau nilai jawaban. Dalam penelitian ini pengukuran pengetahuan dan perilaku peneliti menggunakan scoring sebagai berikut :
Tabulating yaitu membuat tabulasi adalah memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori. Selanjutnya diuji dengan uji statistik Rank Spearman dengan menggunakan SPSS 17 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi tahun 2015 Usia Frekuensi Persentase (%) < 20 tahun 9 21 20-35 tahun 28 69 >35 tahun 5 10 Jumlah 42 100
250
2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Anemia Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi tahun 2015 Anemia Frekuensi Persentase (%) Tidak Anemia 19 45 Ringan 18 43 Sedang 4 10 Berat 1 2 Jumlah 42 100 3. Hubungan usia ibu hamil dengan tingkat anemia Tabel 3. Hubungan Usia dengan Tingkat Anemia pada Ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi tahun 2015 Anemia Tidak Anemia Ringan Sedan Berat Total Usia % % % % % < 20 tahun 0 0 5 11 4 10 0 0 9 21 20-35 tahun 17 42 10 25 0 0 1 2 28 69 >35 tahun 2 3 3 7 0 0 0 0 5 10 Jumlah 19 45 18 43 4 10 1 2 42 100 Analisa data berdasarkan tidak ada hubungan usia dengan hasil perhitungan dengan uji tingkat anemia pada ibu hamil di Rank Spearman, didapatkan nilai Wilayah Kerja Puskesmas ρ > α, dimana 0,311 > 0,05 maka Mojopanggung Banyuwangi hipotesa alternatif ditolak dan tahun 2015. hipotesa nol diterima artinya Pembahasan 1. Usia terlalu muda dan tidak terlalu tua. Dari tabel 1 dapat diketahui Usia yang kurang dari 20 tahun sebagian besar 28 responden dan lebih dari 35 tahun, beresiko (69%) berusia 20-35 tahun. Usia tinggi untuk melahirkan. Kesiapadalah lama waktu hidup atau an seorang perempuan untuk sejak dilahirkan sampai pada sat hamil harus siap fisik, emosi, ibu melahirkan dan tercatat/ psikologi, sosial dan ekonomi tertera dalam register KIA. Usia (Ruswana, 2006). diartikan dengan lamanya Usia ibu hamil kurang dari keberadaan seseorang diukur 20 tahun bisa menyebabkan dalam satuan waktu dipandang resiko diantaranya perdarahan dari segi kronologik, individual ante-partum, gangguan tumbuh normal yang memperlihatkan kembang, keguguran, prematur, derajat perkembangan anatomis gangguan persalinan, pre eklamsi dan fisiologik (Nuswantari, dan sering mengalami anemia. 2008). Penyebab kematian ibu Wanita hamil kurang dari 20 dari faktor reproduksi sehat tahun dapat merugikan kesehatan dikenal bahwa usia aman untuk ibu maupun pertumbuhan dan kehamilan dan persalinan adalah per-kembangan janin karena 20-35 tahun. Usia seorang wanita belum matangnya alat reproduksi pada saat hamil sebaiknya tidak untuk hamil. Penyulit kehamilan 251
2.
lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat, keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologi, sosial dan ekonomi (Manuaba, 2008). Kehamilan usia >35 tahun resiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau abnormal (Murphy, 2000). Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin bertambah usia wanita, maka resiko terjadi abortus makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya resiko kejadian kelainan kromosom (Samulhadi, 2008). Anemia Dari tabel 2 diatas dapat diketahui lebih dari setengah responden yaitu 23 responden (55%) mengalami anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal yang berbeda untuk setiap kelompok usia dan jenis kelamin (Supariasa, 2006). Tujuh dari sepuluh wanita hamil di Indonesia mengalami anemia. Namun jika berdasarkan acuan Riskesdas 2007 dimana kadar Hb ibu hamil dinyatakan normal dengan ambang batas bawah 10,26 gr/dl, maka ibu hamil yang
mengalami anemia sebanyak 53,8%. Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lemah letih, lesu, nafas pendek, muka pucat, susah berkonsentrasi serta rrasa lelah yang berlebihan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung penderita anemia biasanya lebih cepat karena berusaha mengkompensasi kekurangan oksigen dengan memompa darah lebih cepat (Fatmah, 2010). Penentu status anemia dapat dilakukan dengan cara biokimia atau laboratorium dan secara klinis. Secara klinis penentuan anemia dapat dilakukan dengan anamnesa dan observasi dengan ditemukannya keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, pucat, konjungtiva berwarna pucat dan keluhan mual muntah yang hebat pada awal kehamilan (Manuaba, 2008). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anemia pada kehamilan diantaranya adalah usia kehamilan. Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan, salah satunya adalah zat besi. Selama kehamilan terjadi pengenceran (hemodilusi) yang terus bertambah sesuai dengan usia kehamilan dan puncaknya terjadi pada usia kehamilan 32 sampai 34 minggu (Manuaba, 2008). Menurut Lila (2012), seiring dengan bertambahnya usia kehamilan maka kebutuhan
252
3.
zat besi juga meningkat dan jika asupan zat besi tidak seimbang dengan peningkatan kebutuhan maka akan terjadi kekurangan zat besi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jumirah & Zulhaida (2011) di Kota Medan kasus anemia berat ditemukan pada kelompok usia kehamilan trimester pertama. Sedangkan anemia ringan paling banyak (73,8%) dijumpai pada usia kehamilan 7-9 bulan. Secara umum prevalensi anemia relatif rendah pada trimester I dan kemudian meningkatkan pada trimester II sekitar 50% anemia gizi besi terjadi setelah kehamilan 25 minggu (Regina, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi anemia adalah paritas. Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar 30 responden (71%) adalah multigravida (mempunyai anak lebih dari 1). Menurut Manuaba (2008), wanita yang sering mengalami kehamilan dan melahirkan makin anemia karena banyak kehilangan zat besi, hal ini disebabkan selama kehamilan wanita menggunakan cadangan zat besi yang ada dalam tubuhnya. Hubungan Usia dengan Anemia Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa 9 responden (21%) yang berusia <20 tahun 5 responden (14%) mengalami anemia ringan, dari 28 responden yang berusia 20-35 tahun, 17 responden (42%) tidak anemia dan dari 5 responden berusia >35 tahun, 3 responden (7%) mengalami anemia ringan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji Rank Spearman, didapatkan nilai ρ>α, dimana 0,311<0,05 maka hipotesa alternatif ditolak dan hipotesa nol diterima artinya tidak ada hubungan usia dengan tingkat anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi tahun 2015. Menurut Muhilal dkk dalam Sihadi (2009), ibu hamil yang berusia diatas 30 tahun memiliki kecenderungan prevalensi anemia lebih tinggi, yaitu 54,8% dibandingkan dengan kelompok ibu hamil yang berusia di bawah 20 tahun yaitu 46,8%. Sarinawar dkk (2006) dalam penelitiannya me-laporkan bahwa terdapat hubungan antara usia ibu dengan kejadian anemia, prevalensi anemia ibu hamil pada kelompok kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih tinggi (77,4%) dan (78,6%) disbandingkan dengan kelompok usia 20-35 tahun. Thaha (2012) berpendapat bahwa, usia merupakan hal penting berkaitan dengan status gizi seorang ibu, seperti kehamilan pada ibu usia muda (kurang dari 20 tahun) dan kehamilan usia terlalu tua (lebih dari 35 tahun). Sarimawar (2006) dalam penelitiannya melaporkan bahwa terdapat hubungan antara Usia ibu dengan kejadian anemia, prevalensi anemia pada ibu hamil pada kelompok Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 30 tahun lebih tinggi (77,4%) dan (78,6%) dibandingkan dengan kelompok usia 20-30 tahun (72,3%) dan
253
hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulaeva di Kabupaten Cirebon tahun 2002 menunjukkan hasil yang sama, ada hubungan yang bermakna antara usia dengan status anemia pada ibu hamil 21,3% ibu hamil yang berusia <20 tahun dengan status anemia, 25% yang berusia 20-35 tahun dengan status anemia dan 45,5% yang berusia >35 tahun dengan status anemia (Yulaeva (2002). Oleh karena hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dibahas diatas maka dugaan kuat terdapat variabel lain yang turut campur yang terjadi dalam sampel penelitian yang berpengaruh terhadap tidak adanya pengaruh usia terhadap Anemia. Variabel turut campur tersebut diduga variabel tingkat sosial ekonomi atau frekuensi kunjungan (K4) responden.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan dengan uji Rank Spearman, didapatkan nilai ρ > α, dimana 0,311 < 0,05 maka hipotesa alternatif
ditolak dan hipotesa nol diterima artinya tidak ada hubungan usia dengan tingkat anemia ibu hamil di wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi 2015.
SARAN Saran yang dapat diberikan terkait penelitian ini : 1. Perlu adanya pendataan pada ibu hamil yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Mojopanggung secara berkala. 2. Perlu dilakukan pemantauan dalam mengkonsumsi tablet Fe
3.
(besi) yang sudah didistribusikan kepada ibu hamil. Perlu dilakukan penelitian lanjut khusus terhadap responden penelitian ini menyangkut variabel lain yang mempengaruhi Anemia.
DAFTAR PUSTAKA Alimul, Hidayat. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika. ------------, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Anggraini, 2011.Definisi Anemia dan Obat Anti Anemia.
http://anggrainizainul. blogspot.com/p/anemia.html. Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rieke Cipta. Arisman, MB. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC: Jakarta.
254
BKKBN. 2006. Deteksi Dini Komplikasi Persalinan. Jakarta: BKKBN. Kemenkes RI. 2012. Ditjen Bina Gizi dan KIA, Depkes RI, 2003, Program Penanggulangan gizi pada wanita usia subur (WUS), Direktorat Gizi Masyarakat & Binkesmas. Jakarta: Depkes RI. Fatmah, 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hardinsyah & Tambunan (2004). Diacu dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Manuaba, 2002. Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berenccana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. -------. 2003. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. -------. 2009 Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC -------. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta.
---------. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nurul Jannah, 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC. Parra BE, Manjarres LM 2005 diacu dalam Andonotopo & Arifin. Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Rustam, 2005. Synopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC Sarwono, 2002. Ilmu kebidanan. Jakarta. EGC. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. bandung: Alfabeta. Varbey H, 2006, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta: EGC. Wiknjosastro, 2002. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. Wasdinar, 2007, Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil. Konsep dan Penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media
255
HUBUNGAN PELAYANAN TENAGA KESEHATAN (BIDAN) DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ULANG DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG PADA BALITA DI POSYANDU BALITA KELURAHAN PENGANJURAN DAN SUMBEREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOBO BANYUWANGI Indah Kurniawati1, Ana Dwi Santika 1 1.Prodi D III Kebidanan STIKES Banyuwangi Korespondensi: Indah Kurniawati, d/a Prodi D III Kebidanan STIKES Banyuwangi Jln Letkol Istiqlah No 109 – Banyuwangi Email:
[email protected] ABSTRAK Posyandu merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada orang tua tentang bagaimana mengasuh bayi dan balitanya serta memantau pertumbuhan dan perkembangannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pelayanan tenaga (bidan) dengan kepatuhan kunjungan ulang balita di Posyandu dalam deteksi dini tumbuh kembang wilayah kerja Puskesmas Sobo. Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah ibu balita yang terdaftar dalam Posyandu wilayah kerja Puskesmas Sobo dengan jumlah sampel 30 orang dan menggunakan purposive sampling. Pengambilan data yang diperoleh dianalisa menggunakan Chi Square. Hasil penelitian didapatkan separuhnya pelayanan tenaga kesehatan (bidan) sudah baik yaitu 15 responden (50%) dan sebagian besar ibu balita patuh dalam kunjungan ulang ke Posyandu dalam deteksi dini tumbuh kembang yaitu 16 responden (53%). Setelah dilakukan perhitungan dengan uji Chi Square didapatkan hasil ρ = 0,000 karena ρ < 0,05 maka ditarik kesimpulan terdapat hubungan pelayanan tenaga kesehatan (bidan) dengan kepatuhan kunjungan ulang deteksi dini tumbuh kembang pada balita di Posyandu balita wilayah kerja Puskesmas Sobo Banyuwangi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber informasi bagi ibu balita untuk meningkatkan kesadaran dalam melakukan kunjungan ulang ke Posyandu setiap bulannya dalam mendeteksi dini tumbuh kembang balitanya secara rutin dan baik. Kata Kunci : pelayanan tenaga kesehatan, kepatuhan kunjungan ulang balita
256
PENDAHULUAN Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakann salah satu program sebagai sarana untuk menggalakkan program pembangunan kesehatan nasional yang pada pelaksanaan kegiatannya melibatkan petugas Puskesmas, petugas BKKBN sebagai penyelengaraan pelayanan profesional dan peran serta masyarakat (Atmatsier, 2004). Menurut WHO derajat kesehatan masyarakat Indonesia masih rendah, hal ini disebabkan oleh belum dimanfaatkannya sarana pelayanan kesehatan secara optimal oleh masyarakat, termasuk Posyandu. Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama lapisan bawah, pemerintah telah mengembangkan banyak program yang melibatkan berbagai lembaga yang ada di masyarakat, akan tetapi program-program tersebut tidak berjalan dengan baik karena kurangnya peran serta dari masyarakat. Masih banyak masyarakat belum memahami pentingnya datang ke pelayanan kesehatan dalam pemeriksaan kesehatan terutama pertumbuhan dan perkembangan balita, oleh karena itu masyarakat khususnya para ibu yang mempunyai balita harus diberikan motivasi untuk membawa balita mereka untuk datang ke pelayanan kesehatan yaitu Posyandu dalam mendeteksi tumbuh kembang balita mereka. Berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2012) jumlah balita di Indonesia pada tahun 2011 tercatat sebanyak 13.898.951 jiwa dari 234.292.695 jiwa (5,93%) penduduk Indonesia, berdasarkan
jumlah tersebut data Indonesia dari Riskesdes provinsi dari tahun 20102013 diketahui balita yang pertumbuhan kurang (balita pendek) di tahun 2010 sebesar 36,8% dan tahun 2013 sebesar 37,2 % sedangkan balita kurus dari tahun 2010-2013 adalah sebesar 13,6%-12,1% sedangkan Data Riskesdes provinsi Jawa Timur dari tahun 2010-2013 yang diketahui balita pendek sebesar 34,9%-35,6% sedangkan pada balita kurus pada tahun 2010 tercatat sebesar 14,3% dan pada tahun 2013 sebesar 11,7%. Data dari Banyuwangi sendiri disebutkan oleh Dr. Juwono data dari Dinkes tahun 2012, jumlah bayi yang ada di Banyuwangi, hingga Mei 2012 terhitung 106.338 bayi, dari jumlah tersebut, yang terdata mempunyai buku KIA (Kartu Ibu dan Anak) sejumlah 104.084 bayi, dan yang datang ke Posyandu sejumlah 86.804 bayi. Dari 86.804 bayi yang rutin datang ke Posyandu untuk memeriksakan bayinya tersebut, yang timbangannya naik ada 66.853 bayi, sedangkan yang timbangannya tetap (kenaikan berat minimal) atau turun (tidak bisa mencukupi berat minimal) sebanyak 8.373 bayi. (Humas&Protokol) (Dinkes RI, 2012). Data jumlah balita dari bulan Januari sampai Juni 2014 yang berkunjung di Posyandu balita di wilayah Puskesmas Sobo dari 2 kelurahan Penganjuran dan kelurahan Sambirejo tercatat 489 balita, data tersebut diambil dari kelurahan yang kunjungannya terendah dari tujuh kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sobo. Dari jumlah 3000 balita
257
tercatat 1687 balita yang aktif mengikuti Posyandu sedangkan sebanyak 1313 balita kurang aktif datang mengikuti Posyandu. Hasil Riskesdes tahun 2012 menunjukan bahwa alasan sebenarnya kurangnya kunjungan balita adalah karena pelayanan kurang memuaskan, pelayanan tidak lengkap, lokasinya jauh, dan tidak tersedianya Posyandu (Sistem Kesehatan Nasional, 2009). Masalah yang berkaitan dengan kunjungan Posyandu antara lain adalah dana operasional dan sarana prasarana untuk menggerakan Posyandu, tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan manfaat Posyandu, serta pelaksanaan pembinaan kader. Menurut Lawrence Green (Notoatmodjo, 2007) dan ada tiga faktor yang memberi kontribusi seseorang melakukan tindakan yaitu faktor Predisposisi, misalnya pengetahuan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah balita didalam keluarga, pendidikan ibu. Faktor pendukung, misalnya jarak Posyandu, waktu penyelenggaraan Posyandu ketersediaan sumberdaya, keterjangkauan sumberdaya, motivasi. Faktor penguat misalnya keluarga, kelompok, dan tokoh masyarakat. Ibu yang tidak menimbang balitanya ke Posyandu
dapat menyebabkan tidak terpantau pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita yang berturut-turut tidak ditimbang beresiko keadaan gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan (Depkes RI, 2010). Untuk memanfaatkan Posyandu secara optimal maka tenaga kesehatan setempat yaitu seorang bidan harus dapat memberikan pembinaan Posyandu kepada masyarakat maupun kader dalam rangka pemantapan dan peningkatan pelayanan di Posyandu. Memberikan motivasi kepada ibu balita agar dapat membawa selalu anak balita mereka secara rutin dan aktif sesuai jadwal Posyandu dalam melakukan deteksi dini tumbuh kembang balita tersebut. Penyuluhan tentang Posyandu dapat dicantumkan pada kartu KMS Balita maupun KMS ibu hamil. Pada semua anak sampai umur lima tahun seharusnya dibawa ke Posyandu setiap bulan. Pelayanan Posyandu yang diberikan secara gratis harus dimanfaatkan oleh ibu-ibu khususnya yang mempunyai balita dengan sebaik-baiknya, program ini sangat didukung oleh pemerintah pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah dengan menambah anggaran fungsi kesehatan yang digunakan untuk Posyandu (Pidato Keprisidenan, 2008).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah non eksperimen yaitu penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subjek menurut keadaan apa adanya (in nature) tanpa adanya manipulasi,
atau intervensi peneliti. Jenis penelitian menggunakan korelasi dengan pendekatan penelitian crosssectional. Pada penelitan ini populasinya adalah semua ibu yang membawa balitanya datang ke Posyandu di wilayah kerja
258
Puskesmas Sobo tahun 2015 yang berjumlah 489 balita. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah sebagian ibu yang membawa balitanya datang ke Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Sobo tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusif sebanyak 30 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2015. Besar sampel dihitung berdasarkan jumlah populasi yang diketahui, yaitu dengan menggunakan rumus (Nursalam, 2003).
melalui persepsi ibu yang memiliki balita. 2. Kepatuhan kunjungan balita dalam deteksi dini tumbuh kembang adalah keaktifan balita dalam kunjungan balita di Posyandu balita dalam mendeteksi tumbuh kembang balita itu sendiri. Indikator dalam penilaian adalah kunjungan aktif balita ke Posyandu setiap1 bulan sekali. Alat ukur dalam variabel ini adalah kohort dengan melihat skor Patuh: 2 dan Tidak patuh:1. Pengolahan data dan analisa data Pengumpulan data peneliti menggunakan instrumen barupa kuesioner dimana responden memberikan jawaban atas pertanyaan– pertanyaan peneliti dengan alternatif jawaban yang digunakan oleh peneliti sehingga responden tinggal memilih (Arikunto. 2002). Dan lembar observasi yang berupa daftar cek list, dimana peneliti tinggal meneliti pada tabel–tabel dan pada nomor yang sesuai (Arikunto : 2005). Dalam penelitian ini menggunakan dua alat ukur yaitu kuesioner dan observasi. Pengolahan data melalui berbagai tahapan yaitu : 1) Editing yaitu memeriksa kembali data yang telah terkumpul. Yang dilakukan adalah menjumlah dan melakukan koreksi. 2) Coding yaitu data yang dikumpulkan dapat berupa angka, kalimat pendek atau panjang, ataupun hanya “Patuh”=2 atau “Tidak patuh”=1. Untuk memudahkan analisis, maka jawaban–jawaban tersebut perlu diberi kode. Pemberian kode kepada jawaban sangat penting artinya, jika pengolahan data dilakukan dengan komputer. Mengkode jawaban adalah menaruh
Keterangan: N : Besar Populasi n : Besar Sampel d : Signifikan (digunakan 0,05) Dalam penelitian ini, penulis menggunakan besar sampel yaitu sampel terkecil (n : 30 responden). Definisi operasional 1. Pelayanan tenaga kesehatan (bidan) adalah ketrampilan dalam bidang kesehatan yang diberikan kepada seseorang yang memerlukan tindakan kesehatan atau seseorang yang sakit (pasien) dimana tindakan yang diberikan ada sebuah pelayanan seorang tenaga kesehatan (bidan) ada 5 indikator yaitu: a) Tangible (penampilan fisik, komunikasi), b) Reability (jasa), c) Responsivenees (tanggung jawab), d) Assurance (kepastian), e) Empathy (Perhatian). Variabel ini diukur menggunakan kuesioner dengan kriteria Baik > 12 Cukup baik = 5 – 12 Kurang baik < 5, dan diukur
259
angka pada tiap jawaban (Moh. Nazir, 2005). 3) Scoring adalah tahap pemberian skor terhadap butir-butir pertanyaan yang terdapat dalam angket (Nursalam, 2008). 4) Tabulating yaitu dengan menyusun data dalam bentuk tabel-tabel menggunakan tabel induk (master tabel) dan tabel frekuensi. Tabel induk berisi semua data yang tersedia secara terperinci. Tabel ini digunakan sebagai dasar tabel untuk membuat tabel lain dengan singkat (Hidayat A, 2007). Dengan demikian uji statistik yang dipakai adalah Uji Chi Square dengan tingkat signifikan
0,05 menggunakan SPSS 21.0 for windows (Sugiono, 2007). Perumusan hipotesa : 1. Ho: tidak ada hubungan alternatif pada kolom dan baris 2. Ha: ada hubungan alternatif pada kolom dan baris Analisa data menggunakan uji Chi Square (X2) dengan program SPSS 21.0 for windows dengan tingkat kepercayaan 95% dengan tingkat kesalahan 5%. Jika hasil pengujian statistik menunjukkan nilai X2 > X2 α = (k-1) (b-1) maka dari signifikasi Ho ditolak Ha diterima, bila X2 < X2 α = df = (b-1) (k-1) Ho ditolak dan Ha diterima.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur responden 27% (8 responden)
13% (4 responden) < 25 tahun 25-35 tahun > 35 tahun
60% (18 responden)
2.
Gambar 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di wilayah kerja Puskesmas Sobo tahun 2015. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan 10% (3 Responden)
7% (2 Responden) 36% (11 Responden)
47% (13 Responden)
SD SMP SMA S1
Gambar 2. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Sobo tahun 2015
260
3.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Responden 14% (4 Responden)
13% (4 Responden)
73% (22 Responden)
4.
Karyawan Wiraswasta IRT
Gambar 3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di wilayah kerja Puskesmas Sobo tahun 2015 Karakterisitik Pelayanan Tenaga Kesehatan
Pelayanan tenaga kesehatan 7% (2 responden)
50% (15 responden)
43% (13 responden)
5.
Baik Cukup baik Kurang baik
Gambar 4. Karakteristik pelayanan tenaga kesehatan (bidan) yang diberikan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Sobo tahun 2015. Karakteristik dalam kepatuhan kunjungan ulang balita ke Posyandu
Kepatuhan kunjungan balita 47% (14 responden)
53% (16 reponden)
Patuh Tidak Patuh
Gambar 5. Karakteristik kepatuhan kunjungan ulang balita di Posyandu balita kelurahan Penganjuran dan Sumberejo wilayah kerja Puskesmas Sobo tahun 2015.
261
6.
Hubungan pelayanan tenaga kesehatan dengan kepatuhan kunjungan ulang balita ke Posyandu balita di wilayah kerja Puskesmas Sobo Banyuwangi. Tabel 1. Crosstab hubungan pelayanan tenaga kesehatan (bidan) dengan kepatuhan kunjungan ulang deteksi dini tumbuh kembang pada balita Kepatuhan Kunjungan Balita Tidak Pelayanan Patuh Total Patuh Tenaga Kesehatan (Bidan) Baik 15 (50%) 0 (0%) 15 (50%) Cukup 1 (3%) 12 (40%) 13 (43%) Kurang 0 (0%) 2 (7%) 2 (7%) Total 16 (53%) 14 (47%) 30 (100% balita dalam deteksi dini tumbuh Analisa Statistik Setelah dilakukan uji analisa kembang di Posyandu balita di deskriptif maka dilakukan uji wilayah kerja Puskesmas Sobo statistik hubungan pelayanan tahun 2015 dengan uji statistic tenaga kesehatan (bidan) dengan menggunakan software SPSS kepatuhan kunjungan ulang 21.0 windows sebagai berikut : Tabel 2. Korelasi hubungan pelayanan tenaga kesehatan (bidan) dengan kepatuhan kunjungan ulang deteksi dini tumbuh kembang pada balita di Posyandu Balita kelurahan Penganjuran dan Sumberejo wilayah kerja Puskesmas Sobo Banyuwangi tahun 2015. Value Df Asymp. Sig. (2sided) a Pearson Chi-Square 26.291 2 .000 Likelihood Ratio 34.404 2 .000 Linear-by-Linear Association 22.234 1 .000 N of Valid Cases 30 a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .93. Dari keterangan di atas kesehatan (bidan) dengan kepatuhan kunjungan ulang dihasilkan bahwa , hipotesa deteksi dini tumbuh kembang nol (H0) ditolak jika nilai pada balita di Posyandu Balita (0,05) dan H0 diterima jika nilai kelurahan Penganjuran dan ( 0,05). Dengan tingkat Sumberejo wilayah kerja kepercayaan 95%, kolom Sig.(2Puskesmas Sobo Banyuwangi tailed) menunjukan nilai tahun 2015. Untuk menentukan probabilitas. Karena hasil keeratan hubungan maka Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar digunakan tabel pedoman 0,000 maka ditarik kesimpulan sebagai berikut : Ho ditolak dan H1 diterima (0,000 0,05). Artinya terdapat hubungan pelayanan tenaga
262
Tabel 2. Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap korelasi Interval Tingkat Korelasi Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat kuat (Sumber Arikunto : 2006) Pembahasan 1. Pelayanan Tenaga Kesehatan (Bidan) Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 4 menunjukan bahwa separuhnya berpendapat pelayanan tenaga kesehatan sudah baik yaitu 15 responden (50%). Menurut Sumarwanto (2004) pemahaman konsep tentang mutu pelayanan petugas kesehatan terikat dengan faktor kepuasan pelanggan, walaupun kepuasan pasien tidak selalu sama dengan pelayanan yang bermutu. Dengan demikian sukar untuk mengukur tingkat kepuasan pasien karena perilaku yang sifatnya sangat subjektif. Pengalaman di lapangan bahwa kepuasan seseorang terhadap suatu produk sangat bervariasi mulai dari tingkat kebiasaan rendah, sedang, dan tinggi. Dengan jenis layanan yang sama untuk kasus yang sama pula akan didapatkan tingkat kepuasan yang berbeda. Hal ini sangat tergantung dari latar belakang pasien, karakteristik individu sebelum timbulnya penyakit. Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut adalah pangkat, jenis kelamin, tingkat
Setelah dilakukan dengan pedoman interpretasi didapatkan nilai korelasi sebesar 0,686 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pelayanan tenaga kesehatan (bidan) dengan kepatuhan kunjungan ulang deteksi dini tumbuh kembang pada balita di Posyandu Balita kelurahan Penganjuran dan Sumberejo wilayah kerja Puskesmas Sobo Banyuwangi tahun 2015. ekonomi, kedudukan sosial, pendidikan, latar belakang sosial budaya. Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Sobo terdapat 1 dokter dan 2 bidan, yang aktif dalam melakukan pelayanan ke Posyandu adalah 1 orang bidan wilayah dimana dalam pelayanannya dibantu oleh beberapa kader di masing-masing Posyandu. Dalam melakukan pelayanan di masyarakat khususnya Posyandu seorang tenaga kesehatan harus dapat menempatkan dirinya sebaik mungkin dengan melihat kondisi lingkungan dan masyarakatnya dimana saat tenaga kesehatan (bidan) memberikan pelayanan dapat menyesuaikan menjadi seorang tenaga yang dapat dijadikan sebagai tempat memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat sekitar terutama tentang kesehatan. Karena dalam satu Posyandu dipegang oleh satu orang bidan dan dibantu oleh beberapa kader maka seorang tenaga kesehatan (bidan) dapat fokus dalam
263
2.
memberikan pelayanan kepada ibu balita. Distribusi Kunjungan Balita ke Posyandu Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 5 menunjukan bahwa sebagian besar patuh dalam melakukan kunjungan ulang ke Posyandu yaitu sebanyak 16 responden (53%) Posyandu adalah bentuk peran serta masyarakat di bidang kesehatan, yang dikelola oleh kader, sasarannya adalah seluruh masyarakat (Buku Pegangan Kader Posyandu, 2009). Posyandu juga merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan pada orang tua tentang bagaimana mengasuh bayi dan balitanya serta memantau pertumbuhan dan perkembangannya (BKKBN, 2010). Kunjungan Posyandu adalah kunjungan yang dilakukan oleh ibu untuk menimbang berat badan bayi atau balitanya setiap bulan ke Posyandu. Seorang balita dikatakan patuh dalam kunjungan Posyandu bila balita rutin setiap bulan dibawa ke Posyandu untuk ditimbang berat badannya. Dan dikatakan tidak patuh bila balita tersebut tidak setiap bulan dibawa ke Posyandu untuk ditimbang berat badannya. Agar sebuah Posyandu dapat berjalan lancar dan lestari maka diperlukan dukungan atau peran serta dari warga masyarakat yang berada di wilayah kerja suatu Posyandu. Dimana ibu–ibu yang mempunyai bayi dan balita hendaknya berpartisipasi aktif dalam semua kegiatan Posyandu,
dan mereka diharapkan untuk menimbang berat badan bayi atau balitanya setiap bulannya, karena bayi atau balita sehat bertambah umur bertambah berat (Depkes RI 2009). Posyandu merupakan tempat pemantauan tumbuh kembang balita untuk mendeteksi secara dini. Jika ada pertumbuhan dan perkembangan balita yang tidak sesuai dengan umur balita itu sendiri setiap bulannya dapat cepat ditemukan masalah dan solusi yang tepat bagi ibu untuk balitanya yang bermasalah. Bila ibu ingin mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan balitanya maka wajib untuk rutin datang ke Posyandu setiap bulannya. Kunjungan balita ke Posyandu salah satunya memang dipengaruhi oleh tenaga kesehatan itu sendiri, namun ada beberapa hal lain yang berhubungan dengan kunjungan Posyandu seperti pendidikan dan pekerjaan orang tua, jumlah anak dalam keluarga, umur balita, jarak Posyandu, keterjangkauan fasilitas, motivasi, peran kader serta dukungan dari tokoh masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kunjungan balita ke Posyandu tidak hanya disebabkan pelayanan tenaga kesehatan, namun dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain. Dari gambar 1 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar umur responden adalah berusia 25–35 tahun yaitu 18 responden (60%). Menurut Soetjiningsih (2002), faktor yang berpengaruh
264
terhadap kunjungan balita ke Posyandu adalah faktor umur ibu, keikutsertaan ibu dalam kunjungan balita dipengaruhi oleh faktor umur yang semakin tua. Pada usia muda yang ≤ 35 tahun sebagian responden masih memiliki anak satu sehingga akan lebih giat dan aktif datang ke Posyandu. Sebaliknya semakin bertambahnya usia ibu akan dapat berpengaruh terhadap kepatuhan kunjungan karena pada usia yang sudah lebih sebagian besar sudah memiliki anak lebih dari satu dan untuk berkunjung ke Posyandu minat yang dimiliki akan lebih rendah. Dari gambar 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden ibu balita berpendidikan SMA yaitu 13 responden (47%). Hasil studi kuantitatif yang dilakukan Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes RI dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang dikutip oleh Soeryoto (2001), menyatakan faktor pendidikan ibu balita yang baik akan mendorong ibu-ibu balita untuk membawa anaknya ke Posyandu. Tingginya tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan ibu. Jika tingkat pendidikan ibu semakin tinggi maka daya serap ibupun akan semakin cepat dalam memahami suatu kondisi dan permasalahan yang muncul dan tingkat pengetahuan ibu juga semakin tinggi terutama tentang pentingnya membawa balita mereka ke Posyandu secara rutin
3.
265
setiap bulan, sedangkan jika pendidikan ibu semakin rendah maka pengetahuan ibu untuk cepat memahami suatu kondisi dan permasalahan akan lebih lama dan membutuhkan penjelasan yang berulang-ulang serta harus menggunakan bahasa yang lebih sederhana yang mudah dimengerti oleh mereka. Dari gambar 3 sebagian besar responden ibu balita bekerja sebagai ibu rumah tangga 22 responden (73%). Penelitian Paola (2011) juga menyatakan bahwa pekerjaan ibu mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu dalam membawa balitanya untuk melakukan penimbangan di Posyandu. Hal ini karena salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak membawa balitanya ke Posyandu adalah karena mereka harus bekerja sehingga tidak sempat untuk membawa balitanya ke Posyandu karena kesibukan bekerja, jika ibu banyak memiliki waktu luang misalnya sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengurus kebutuhan rumah tangga maka semakin besar pula kemungkinan ibu untuk membawa balitanya ke Posyandu setelah pekerjaan rumahnya selesai. Hubungan Pelayanan Tenaga Kesehatan dengan Kepatuhan Kunjungan Ulang Balita dalam Deteksi Dini Tumbuh Kembang di Posyandu. Berdasarkan perhitungan dengan uji Chi Square menggunakan software SPSS 21.0 for
Posyandu, keterjangkauan fasilitas, motivasi keluarga, peran kader dan peran petugas kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwasanya pelayanan dari tenaga kesehatan (bidan) mempengaruhi kunjungan balita ke Posyandu. Pelayanan tenaga kesehatan di wilayah Puskesmas Sobo sudah memberikan pelayanan dengan baik sehingga ibu balita sebagian besar patuh dalam kunjungan ulang ke Posyandu. Jika pelayanan tenaga kesehatan misalnya dalam bersikap, pengetahuan, ketrampilan dan respon yang diberikan pada ibu balita kurang memuaskan atau kurang sesuai yang diharapkan ibu balita maka ibu balita tidak akan patuh untuk kunjungan ulang ke Posyandu. Terlebih lagi jika peran tenaga kesehatan dalam memberikan informasi tentang pentingnya Posyandu masih kurang, juga bisa mempengaruhi ibu balita untuk berkunjung ke Posyandu. Jadi sebagai seorang tenaga kesehatan terutama seorang bidan harus dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada masyarakat terutama di Posyandu. Selain peran tenaga kesehatan dan juga kader Posyandu, hal lain yang juga berhubungan dengan kunjungan balita ke Posyandu adalah umur balita, pekerjaan ibu balita dan motivasi ibu balita yang rendah dimana sebagian ibu balita beranggapan bahwa balitanya sudah mendapatkan imunisasi yang lengkap.
windows dengan = 0,05 didapatkan hasil Asymp.Sig (2tailed) sebesar 0,000 maka ditarik kesimpulan H0 ditolak dan H1 diterima (0,000 < 0,05). Artinya terdapat hubungan pelayanan tenaga kesehatan (bidan) dengan kepatuhan kunjungan ulang deteksi dini tumbuh kembang pada balita di Posyandu balita wilayah kerja Puskesmas Sobo Banyuwangi tahun 2015. Berdasarkan penelitian Abdul (2010) pelayanan yang diberikan dari petugas mempunyai pengaruh terhadap partisipasi ibu dalam membawa balitanya ke Posyandu, maka setiap program dengan sasaran masyarakat khususnya program Posyandu tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti tentang pentingnya Posyandu. Oleh sebab itu sangat diperlukan adanya pelayanan yang menunjang dari petugas kesehatan dalam menunjang keberhasilan tersebut. Menurut teori Lewrence Green dalam Notoatmodjo (2007), menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor pokok yaitu faktor predisposisi atau faktor yang mendukung dan faktor yang memperkuat/mendorong (reinforcing factors). Berdasarkan teori tersebut maka dijabarkan beberapa faktor yang berhubungan dengan kunjungan balita ke Posyandu meliputi faktor predisposisi misalnya usia balita, pendidikan orang tua, pekerjaan dan jumlah balita dalam keluarga. Faktorfaktor pendukung misalnya jarak
266
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan hasil ρ = 0,000 maka ditarik kesimpulan terdapat hubungan pelayanan tenaga kesehatan (bidan)
dengan kepatuhan kunjungan ulang deteksi dini tumbuh kembang pada balita di Posyandu balita wilayah kerja Puskesmas Sobo Banyuwangi tahun 2015.
SARAN Saran yang dapat diberikan terkait penelitian ini : 1. Kepada para petugas/bidan untuk meningkatkan pelayanan agar selalu baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan kunjungan para ibu yang memiliki balita.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai deteksi dini tumbuh kembang balita dilihat dari segi pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Banyuwangi (2010) Profil Kesehatan Kabupaten Banyuwangi 2010 Banyuwangi : Departemen Kesehatan Kabupaten Banyuwangi 2010. Depkes (2002) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depkes RI (2006) Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta ; Depkes RI. Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta. Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta. Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta. Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWSKIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan. Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta. Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII /2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
267
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX /2008 tentang Petunjuk Tehnis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII /2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan; Meilani.dkk. Niken, (2009). Kebidanan komunitas. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya, Notoadmojo (2005) Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam (2008) Konsep dan Penerapan Meteodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika. Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta. Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan. Walsh VL. (2008). Buku Ajar Kebidanan Komunitas, Jakarta: EGC; Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWSKIA Pemantauan dan Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef
268
PANDUAN BAGI PENULIS NASKAH JURNAL ILMIAH KESEHATAN RUSTIDA Jurnal Ilmiah Kesehatan Rustida hanya menerima naskah asli yang belum dipublikasikan di dalam maupun di luar negeri. Naskah berupa penelitian yang bermanfaat untuk menunjang kemajuan ilmu pendidikan dibidang kesehatan. Petunjuk penulisan hasil penelitian JUDUL Hendaknya menggambarkan isi pokok tulisan secara lengkap dan jelas tanpa singkatan, ditulis dalam bahasa Indonesia sebaiknya tidak lebih dari 14 kata sedangkan dalam bahasa Inggris tidak lebih dari 12 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital dari sebelah kiri, dengan jenis huruf : Times New Roman, dengan ukuran 12 Bold. NAMA – NAMA PENULIS Nama penulis dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal dan ditempatkan di bawah judul artikel. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat korespondensi atau e-mail. ABSTRAK Abstrak dan kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia tidak lebih dari 200 kata, yang merupakan intisari seluruh tulisan, sedangkan jumlah kata kunci 3 - 5 kata. Abstrak berisi introduction, metode, hasil penelitian, analisis, dan discuss. PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang masalah, fokus masalah, kesenjangan dengan teori, konsep solusi dan kajian pustaka, tujuan penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 15 – 20% dari total panjang artikel. METODE PENELITIAN Berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis yang secara nyata dilakukan peneliti, dengan panjang 10 – 15% dari panjang artikel. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Bila perlu dengan tabel, ilustrasi (gambar, grafik, diagram) atau foto. Angka desimal ditandai dengan koma untuk bahasa Indonesia dan titik untuk bahasa Inggris. Tabel, ilustrasi atau foto diberi nomor dan diacu berurutan dengan teks, judul ditulis dengan singkat dan jelas. Keterangan diletakkan pada catatan kaki, tidak
boleh pada judul. Semua singkatan atau kependekkan harap dijelaskan pada catatan kaki. Pembahasan Menerapkan hasil penelitian, bagaimana hasil penelitian yang dilaporkan dapat memecahkan masalah, perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu serta kemungkinan pengembangannya. Panjang paparan hasil dan pembahasan 40 – 60% dari panjang artikel. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. Saran ditulis secara jelas untuk siapa dan bersifat operasional. Saran disajikan dalam bentuk paragraf. DAFTAR PUSTAKA (REFERENSI) Daftar pustaka hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang dirujuk harus tercantum dalam daftar pustaka. Sumber pustaka minimal 80 % berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Pustaka yang digunakan adalah sumber – sumber primer berupa artikel-artikel penelitian dalam laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis dan disertasi). Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh : (Ngastiyah, 2005 : 87) atau (Ngastiyah, 2005). Contoh penulisan daftar pustaka : Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC Andriani, N., Husaini, I., dan Nurliyah, L. 2011 Efektifitas Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) pada Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Cahaya di Kelas VIII SMP Negeri 2 Muara Padang, Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011) 22-23 Juni 2011, Bandung, Indonesia diakses 2 September 2012 http://www.scribd.com/doc/80768642/Efektifitas-inkuiri-terbimbing Wood. 2009. Design for Inquiry-based Learning Case Studies, Journal of Learning Development in Higher Education No 1 January diakses 12 September 2012, http://www.aldinhe.ac.uk/ojs/index.php?journal=jldhe &page=article&op=view&path[]=13&path[]9 Naskah yang dikirim ke redaksi hendaknya diketik dalam CD dengan program MS Word, menggunakan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi single sepanjang lebih kurang 20 halaman dan disertakan dalam bentuk print out sebanyak 2 eksemplar beserta softcopynya. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat :
[email protected]
FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL ILMIAH KESEHATAN RUSTIDA Nama
:
………………………………………………………………… Mahasiswa
Alamat Rumah
:
Individu
Instansi
………………………………………………………………… …………………………………………………………………
Alamat Kantor
:
………………………………………………………………… …………………………………………………………………
Akan berlangganan JIK Rustida : Vol. ……… No. ……………….……. s/d …………………………… Sejumlah
: ……………………………………eks/penerbitan
Jurnal mohon dikirim ke : ……………………………………………………………..
Hormat Kami
(………………………………………..)
Biaya berlangganan untuk satu tahun penerbitan : Rp. 50.000 (2 kali terbit) Pembayaran dapat langsung di transfer ke rekening : Bank Jatim cabang Genteng a/n P3M Akademi Kesehatan Rustida No. Rekening : 0552101618