HUBUNGAN PERILAKU PENCEGAHAN DAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RW.XII KELURAHAN SENDANGMULYO TEMBALANG SEMARANG Nurdiyantoro 1 Siti Aisah 2 Mifbakhuddin 3 Abstrak Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat pembuangan sampah ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat, antara lain : pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan perilaku pencegahandan lingkungan fisik dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Semarang. Jenis penelitian adalah metode survei dengan pendekatan belah lintang. Populasi dalam penelitian adalah seluruh rumah di wilayah RW.XII Kelurahan Sendangmulyo Semarang sebanyak 413 KK dengan teknik proportional random sampling sebanyak 81 KK. Hasil penelitian menunjukkan erilaku pencegahan DBD responden sebagian besar baik sebanyak 42 orang (51,9%), faktor lingkungan responden sebagian besar baik sebanyak 48 orang (59,3%), kejadian DBD responden sebagian besar tidak terjadi DBD yakni sebanyak 46 orang (56,8%), terdapat hubungan bermakna antara perilaku pencegahan dan lingkungan fisik dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,000. Masyarakat hendaknya selalu mempraktekkan perilaku pencegahan DBD khususnya tentang menguras bak mandi secara rutin seminggu sekali, menutup rapat tempat bak tandon penampungan air bersih, menutup lubang sumur agar tidak jadi sarang nyamuk dan membersihkan barang-barang bekas yang ada di gudang. Kata Kunci : Perilaku Pencegahan DBD, Lingkungan Fisik, Kejadian DBD
Abstract The Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) influenced by environmental conditions, the mobility of the population, population density, the presence of natural or artificial containers in landfill (landfill) or in other bins, counseling and behavior, among other things: knowledge, attitudes, activities mosquito nest eradication (PSN), fogging, abatisasi, and implementation of 3M (drain, cover, and bury). The research objective was to determine the relationship of the behavior of the physical environment pencegahandan with dengue incidence in the Village District Tembalang Sendangmulyo Semarang. This type of research is survey method with cross sectional approach. The population is the entire house in the Village RW.XII Sendangmulyo Semarang as 413 families with proportional random sampling technique as much as 81 KK. Results showed erilaku dengue fever mostly good responders 42 persons (51.9%), the majority of respondents to environmental factors either as many as 48 people (59.3%), the incidence of DHF respondents mostly did not happen that as many as 46 people DBD (56 , 8%), there is a significant relationship between preventive behavior and the physical environment with dengue incidence with p = 0.000. The people should always practice the behavior of dengue fever in particular routinely drain the tub once a week, shut tub where clean water reservoir, cover the hole so as not to be a nest of mosquitoes and clean the used goods in the warehouse. Keywords : Dengue Prevention Behavior, Physical Environment, Genesis DBD
1
PENDAHULUAN Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu penyakit DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD, kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat, antara lain : pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan angka kematian DBD selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kejadian Luar Biasa / KLB DBD terjadi setiap 5 tahun, tetapi kini semakin sering, bahkan ada beberapa kota terjadi KLB setiap tahun. Tahun 2004, DBD menimbulkan KLB di 12 propinsi dengan jumlah 79.462 penderita dan 957 menyebabkan kematian. Awal tahun 2007, kembali lagi terjadi KLB di 11 propinsi. Jumlah kasus DBD 2007 sampai Juli adalah 102.175 kasus dengan jumlah kematian 1.098 jiwa.
DBD ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. Tempat perindukan nyamuk di lingkungan yang lembab, curah hujan tinggi, terdapat genangan air di dalam maupun luar rumah. Faktor lain penyebab DBD adalah sanitasi lingkungan yang buruk, perilaku masyarakat tidak sehat, perilaku di dalam rumah pada siang hari, dan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk memegang peranan paling besar dalam penularan virus dengue. Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perilaku. Rendahnya perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan diwilayah yang padat penduduk dan cuaca yang panas akan berpengaruh terhadap peningkatan peyakit DBD dan penyebarannya. Maka diperlukan langkah yang jelas dan sederhana yaitu dengan menumbuhkan perilaku dan kesadaran semua pihak masyarakat, dalam menjaga kebersihan lingkungan terkait dengan pencegahan penyakit DBD (Depkes,2009) Perspektif yang berpusat pada pesona mempertayakan faktor-faktor internal apakah baik berupa sikap, insting, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia (Rakhmat, 1994). Sehingga secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson dalam Rakhmat (2004) perilaku seseorang dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Program ini berfungsi untuk mengatur perilaku manusia untuk memiliki kemampuan memahami ekspresi wajah sampai kepada persaingan politik. Sebagaimana diketahui bahwa perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya melainkan sebagai akibat dari stimulus atau rangsang yang diterima oleh individu yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun internal (Walgito, 2001). Kota Semarang sebagai kota metropolitan di Jawa Tengah dengan ketinggian 0,75 – 348 meter diatas permukaan air laut. Suhu udara berkisar antara 25-30oC, dan kelembaban udara berada diantara 62 – 84%, mempunyai tingkat resiko penyakit DBD yang tinggi 2). Pada tahun 2010, terdapat 5556 penderita di kota Semarang dan meninggal 47 kasus.
2
Tahun 2010 Kecamatan Tembalang merupakan kecamatan dengan klasifikasi endemis tertinggi dengan IR/100.000 (710,68) peringkat pertama se Kota Semarang, diikuti oleh Ngalian dengan (454,22) dan Semarang Barat dengan (441,55). Selain itu angka kematian DBD di Kecamatan Tembalang termasuk sepuluh besar angka kematian tertinggi di Kota Semarang diantara 17 kecamatan yang ada. Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang menempati kelurahan tertinggi untuk jumlah penyakit DBD, bahkan menempati Kelurahan tertinggi pertama di kota Semarang dengan jumlah 342 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku pencegahandan lingkungan fisik dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Semarang. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah survei dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah di wilayah RW.XII Kelurahan Sendangmulyo Semarang sebanyak 413 KK. Teknik sampel menggunakan proportional random sampling sebanyak 81 KK. Analisis menggunakan analiss univariat dan bivariat. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan ukuran tendensi sentral dan analisis bivariat menggunakan uji uji korelasi chi quadrat
HASIL Hasil penelitian menunjukkan perilaku pencegahan DBD responden sebagian besar baik yakni sebanyak 42 orang (51,9%). Faktor lingkungan responden sebagian besar baik yakni sebanyak 48 orang (59,3%). Kejadian DBD responden sebagian besar tidak terjadi DBD yakni sebanyak 46 orang (56,8%).
43
42
42 41 40
39
39 38 37 BAIK
TIDAK BAIK
Grafik 1 Diagram Distribusi Frekuensi responden berdasarkan perilaku pencegahan DBD di RW. XII Kelurahan Sendangmulyo Tembalang Semarang, Agustus 2012 (n = 81) Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa perilaku pencegahan DBD responden sebagian besar baik yakni sebanyak 42 orang (51,9%) dan tidak baik sebesar 39 orang (48,1%).
3
TIDAK BAIK ; 33; 41% BAIK; 48; 59%
Grafik 2 Diagram Distribusi Frekuensi responden berdasarkan lingkungan Fisik di RW. XII Kelurahan Sendangmulyo Tembalang Semarang, Agustus 2012 (n = 81) Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa lingkungan responden sebagian besar baik yakni sebanyak 48 orang (59,3%) dan tidak baik sebesar 33 orang (40,7%). 60 40 DBD
20
Tidak DBD 0
S1 DBD
Tidak DBD
Gambar 3 Grafik Distribusi Frekuensi responden berdasarkan kejadian DBD di RW. XII Kelurahan Sendangmulyo Tembalang Semarang, Agustus 2012 (n = 81) Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa kejadian DBD responden sebagian besar tidak terjadi DBD yakni sebanyak 46 orang (56,8%) dan terjadi DBD sebanyak 35 orang (43,2%). Tabel 1 Hubungan Perilaku Pencegahan dengan Kejadian DBD di RW. XII Kelurahan Sendangmulyo Tembalang Semarang, Agustus 2012 (n = 81) Kejadian DBD Perilaku Pencegahan
DBD
%
Tidak Baik
29
Baik Jumlah
Total
%
25,6
39
100
36
85,7
42
100
46
56,8
81
100
74,4
Tidak DBD 10
6
14,3
35
43,2
P
% 0,000
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa responden dengan perilaku pencegahan tidak baik sebagian besar terkena DBD yaitu sebanyak 29 orang (74,4%), sedangkan responden dengan perilaku 4
pencegahan baik sebagian besar tidak terkena DBD yakni sebanyak 36 orang (85,7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dapat nilai p = 0,000, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara perilaku pencegahan dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Semarang. Tabel 2 Hubungan Lingkungan Fisik dengan Kejadian DBD di RW. XII Kelurahan Sendangmulyo Tembalang Semarang, Agustus 2012 (n = 81) Kejadian DBD Lingkungan
DBD
%
Tidak Baik
25
Baik Jumlah
Total
%
p
24,2
33
100
0,000
38
79,2
48
100
46
56,8
81
100
75,8
Tidak DBD 8
10
20,8
35
43,2
%
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa responden dengan lingkungan tidak baik sebagian besar terkena DBD yaitu sebanyak 25 orang (75,8%), sedangkan responden dengan lingkungan baik sebagian besar tidak terkena DBD yakni sebanyak 38 orang (79,2%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dapat nilai p = 0,000, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lingkungan fisik dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Semarang.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencegahan DBD responden sebagian besar baik yakni sebanyak 42 orang (51,9%) dan tidak baik sebesar 39 orang (48,1%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memahami perilaku pencegahan DBD yang terdiri dari melakukan 3M, tidak menggantung pakaian kotor di kamar, mengganti air di vas bunga dan tempat minum air dan menguras bak mandi minimal 1 minggu sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lingkungan responden baik yakni sebanyak 48 orang (59,3%) dan tidak baik sebesar 33 orang (40,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki lingkungan yang sehat dengan tidak adanya jentik nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kejadian DBD responden sebagian besar tidak terjadi DBD yakni sebanyak 46 orang (56,8%) dan terjadi DBD sebanyak 35 orang (43,2%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah terpapar DBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara perilaku pencegahan dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Semarang. Responden dengan perilaku pencegahan tidak baik sebagian besar terkena DBD yaitu sebanyak 29 orang (74,4%), sedangkan responden dengan perilaku pencegahan baik sebagian besar tidak terkena DBD yakni sebanyak 36 orang (85,7%). Hasil perhitungan Rasio Prevalensi (RP) menunjukkan nilai RP = 5,29 (> 1) hal tersebut menunjukkan bahwa variabel perilaku pencegahan merupakan faktor resiko kejadian DBD.
5
Sampai saat ini pemberantasan vektor masih merupakan pilihan yang terbaik untuk mengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini pada prinsipnya sama dengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan mengadakan penyesuaian tentang ekologi vektor penyakit di Indonesia. Strategi tersebut terdiri atas perlindungan perseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah dan pemberantasan vektor untuk pencegahan wabah, dan pencegahan penyebaran penyakit DBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara faktor lingkungan dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Semarang. Responden dengan lingkungan tidak baik sebagian besar terkena DBD yaitu sebanyak 25 orang (75,8%), sedangkan responden dengan lingkungan baik sebagian besar tidak terkena DBD yakni sebanyak 38 orang (79,2%). Hasil perhitungan Rasio Prevalensi (RP) menunjukkan nilai RP = 3,62 (> 1) hal tersebut menunjukkan bahwa variabel faktor lingkungan merupakan faktor resiko kejadian DBD. Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB. Dengan demikian program pemerintah berupa penyuluhan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD antara lain dengan cara menguras, menutup, dan mengubur (3M) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam pelaksanaannya, 2) kepadatan vector.
PENUTUP Hasil penelitian menunjukkan perilaku pencegahan DBD responden sebagian besar baik yakni sebanyak 42 orang (51,9%). Faktor lingkungan responden sebagian besar baik yakni sebanyak 48 orang (59,3%). Kejadian DBD responden sebagian besar tidak terjadi DBD yakni sebanyak 46 orang (56,8%). Terdapat hubungan bermakna antara perilaku pencegahan dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Semarang dengan nilai p = 0,000. Terdapat hubungan bermakna antara faktor lingkungan dengan kejadian DBD di Kelurahan Sendangmulyo Semarang dengan nilai p = 0,000. Masyarakat hendaknya semakin meningkatkan kesadaran dan melaksanakan praktik perilaku pencegahan dengan baik dan benar untuk 3M, tidak menggantung pakaian kotor, dan menutup tempat penampungan air bersih sehingga dapat meminimalisir kejadian DBD. Perilaku pencegahan yang dilakukan khususnya tentang menguras bak mandi secara rutin seminggu sekali, menutup rapat tempat bak tandon penampungan air bersih, menutup lubang sumur agar tidak jadi sarang nyamuk dan membersihkan barang-barang bekas yang ada di gudang. 1
2
3
Nurdiyantoro: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang. Ns. Siti Aisah, S.Kep. M.Kep, Sp.Kom : Dosen Fakultas Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Mifbakhuddin, SKM, M.Kes : Dosen Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang.
6
KEPUSTAKAAN Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Kelima, Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, S. (2003). Reabilitas Dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pustaka. Depkes. (2002). Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta. ______. (2005). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. ______. (2009). Pencegahan dan Penangulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Ditjen PPM&PL, Depkes RI. Ghozali, I. (2005). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit universitas Diponegoro. Hadinegoro et al. (2001). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Hastono, S. P. (2010). Analisis Data. Jakarta : FKMUI. Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data. Jakarta : Penerbit Salemba medika. Marzuki. (2002). Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE-UII. Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. _____________. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan : Salemba medika.
metodologi penelitian
ilmu Keperawatan. Jakarta
Soegijanto, S. (2006). Demam Berdarah Dengue (edisi 2). Surabaya : Airlangga University Press. Soemirat, J. S. (2005). Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Tridayakisni & Hudaniah. (2001). Psikologi Sosial, Malang: UMM Malang.
7
PERNYATAAN PERSETUJUAN Manuscript dengan judul Hubungan Perilaku Pencegahan dan Lingkungan Fisik dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di RW.XII Kelurahan Sendangmulyo Tembalang Semarang
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan
Semarang, September 2012
Pembimbing I
Ns. Siti Aisah, S.Kep. M.Kep, Sp.Kom.
Pembimbing II
Mifbakhuddin, SKM, M.Kes.
8