HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUETERHADAP KEJADIAN PENYAKITDEMAM BERDARAHDENGUE DI KELURAHAN KERSAMENAKKECAMATANKAWALU KOTA TASIKMALAYATAHUN 2014 Ropik Subarja Andik Setiyono Nur Lina Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus Dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan Dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan perilaku pemberantasan demam berdarah Dengue terhadap kejadian penyakit demam berdarah Dengue.Desain penelitian ini menggunakan metode case-control dengansampel kasus 41 dan 41 kontrol dengan menggunakan uji statistik Chi Square.Pengumpulan data melalui wawancara dengan responden untuk selanjutnya dilakukan analisa dengan menggunakan SPSS versi 16.0.Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan antara variabel perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) (pvalue 0,024), perilaku pemberantasan DBD dengan Bahan Kimia (p value 0,044) sementara tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel perilaku perlindungan diri dari gigitan nyamuk (p value0,325), perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis (p value 0,755) dengan kejadian DBD.Disarankan masyarakat diharapkan memperhatikan dan meningkatkan praktek tentang pencegahan dan pemberantasan demam berdarah Dengue, sehingga masyarakat dapat berperan aktif melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Kata kunci Kepustakaan
: Demam Berdarah Dengue,Perilaku. :(1992-2010)
ABSTRAK Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus and is transmitted through the bite of Aedes aegypti. This disease is an acute febrile disease caused by four serotypes of dengue virus and is characterized by four main clinical symptoms are high fever, hemorrhagic manifestations, hepatomegaly, and signs of circulatory failure and the onset of shock (dengue shock syndrome) as a result of plasma leakage can cause death. This study aims to determine the factors related behavior towards the eradication of dengue Dengue Dengue incidence of dengue fever. This research design using case-control method with a sample of cases 41 and 41 controls using Chi Square test. The collection of data through interviews with respondents to further analysis using SPSS version 16.0. Statistical test results showed no relationship between behavioral variables mosquito eradication (PSN) (p value 0.024), the behavior of dengue eradication with Chemicals (p value 0.044) while there was no significant relationship between the variables of self-protection behavior of mosquito bites (p value 0.325), the behavior of dengue by means of biological control (p value 0.755) and the incidence of DHF. Suggested that Community is expected to observe and improve the practice of prevention and eradication of dengue hemorrhagic fever, so that people can play an active role through mosquito eradication ( PSN ). Keywords :Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Behaviour Bibliography : (1992-2010)
PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, dengan vektor penularan adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis di kawasan Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Penyakit ini juga termasuk 10 besar penyakit penyebab kematian pada anak anak. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah umum kesehatan masarakat di Indonesia, sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah di Indonesia. Indonesia mempunyai risiko besar untuk terjangkit penyakit demam berdarah Dengue karena virus Dengue dan nyamuk penularnya yaitu Aedes aegypti tersebar luas diseluruh daerahdaerah pedesaan maupun perkotaan, baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum, kecuali daerah yang ketinggiannya lebih dari 1.000 meter dari permukaan air laut. Iklim tropis juga mendukung berkembangnya penyakit ini, lingkungan fisik (curah hujan) yang menyebabkan tingkat kelembaban tinggi, merupakan tepat potensial berkembangnya penyakit ini. Nyamuk ini berkembangbiak di tempat-tempat penampungan air atau tandon, seperti bak kamar mandi, drum, tempayan dan barang bekas yang dapat menampung air hujan baik di rumah, sekolah, dan tempat umum lainnya. Penanggulangan DBD telah dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia diutamakan pada kegiatan preventif dan promotif dengan menggerakkan serta memberdayakan masyarakat dalam upaya pemberantasan penyakit DBD seperti juga penyakit menular lainnya didasarkan pada usaha pemutusan rantai penularannya. Perilaku tentang pemberantasan penyakit DBD yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah pengelolaan Lingkungan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), perlindungan diri dari gigitan nyamuk, pengendalian biologis dan pemberantasan dengan bahan kimia. Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Kota Tasikmalaya, hampir semua Kecamatan yang ada di Kota Tasikmalaya sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Data kesehatan Dinkes Kota Tasikmalaya pada tahun 2011 terjadi kasus DBD sebanyak 431, pada tahun 2012 terjadi kasus DBD sebanyak 699 dan pada tahun 2013 penderita kasus DBD
sebanyak 848. Jumlahkasus ini cenderung meningkat dari tahun ke tahunnya. Jumlah kasus DBD terbanyak di Kota Tasikmalaya tahun 2013 adalah Kecamatan Kawalu sebanyak 138 kasus sedangkan terendah adalah Kecamatan Leuwiliang sebanyak 4 kasus. Data distribusi kasus DBD di Puskesmas Kecamatan Kawalu tahun 2013 mengenai angka kejadian DBD darikelima Kelurahan yang ada di Kecamatan Kawalu (Tanjung, Kersamenak, Gunung Gede, Gunung Tandala, Talagasari) Kelurahan Kersamenak adalah Kelurahan yang paling banyak terjadi kasus DBD mencapai 53 kasus sedangkan kelurahan Tanjung 37 Kasus, Talagasari 14 kasus, Gunung Gede 21 kasus, dan Gunung Tandala 13 kasus. Berdasarkan hasil survei pendahuluanyang telah dilakukan terhadap 10 responden, diperoleh 6 orang (60%) responden di wilayah Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya yang tidak melaksanakan program pemberantasan demam berdarah Denguedengan tepat, sementara 4 orang (40%) sisanya telah melaksanakanpemberantasan demam berdarah Dengue. Karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap praktek pemberantasan demam berdarah Denguesebagai salah satu penyebab masalah kejadian DBD yang masih tinggi di wilayah tersebut.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei analitik dengan pendekatan case control yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan studi paparannya. Populasi dalam penelitian ini adalahsemua penderita Demam Berdarah Dengue yang terdaftar dalam catatan medik di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya tahun 2013 sejumlah 53 orang. Setelah dilakukan purposive sampling terhadap populasi yang diteliti didapat sampel yaitu penduduk yang menderita DBD sebanyak 41 orang dan untuk kontrol menggunakan sampel sebanyak 41 orang yang tidak menderita DBD. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 82 orang.
HASIL PENELITIAN Kejadian Demam Berdarah Dengue Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014 Status Kejadian DBD
Frekuansi
Persentase
Positif DBD Negatif DBD Jumlah
41 41 82
50% 50% 100%
Berdasarkan tabel 1 memperlihatkan bahwa kejadian DBD sebanyak 41 orang (50%) danyang tidak mengalami kejadian DBD sebanyak 41 orang (50%).
Hubugan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengan Kejadian DBD
Tabel 2 HubunganPerilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengan Kejadian DBD di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014 Perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Baik Buruk Jumlah
Kategori Responden Positif DBD Negatif DBD F
%
F
%
11 30 41
26.8 73.2 100
22 19 41
53.7 49.3 100
p-value
OR
0.024
0.317
Berdasarkan Tabel 2 memperlihatkan bahwa pada responden positif DBD yang memiliki perilaku PSN baik sebanyak 11 orang (26,8%) dan perilaku PSN buruk sebanyak 30 orang (73,2%), sedangkan pada responden negatif DBD yang perilaku PSN baik sebanyak 22 orang (53,7%) dan perilaku PSN buruk sebanyak 19 orang (46,3%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,024 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku PSN dengan kejadian DBD, dengan nilai OR = 0,317. Hubungan Perilaku Perlindungan Diri Dari Gigitan Nyamuk Dengan Kejadian DBD
Tabel 3 Hubungan Perilaku Perlindungan Diri Dari Gigitan NyamukDengan Kejadian DBD di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014 Perilaku Perlindungan Diri Baik Buruk Jumlah
Kategori Responden Positif DBD Negatif DBD F % F % 9 22.0 14 34.1 32 78.0 27 65.9 41 100 41 100
p-value
0.325
Berdasarkan Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada responden positif DBD yang memiliki perilaku perlindungan diri baik sebanyak 9 orang (22.0%) dan perilaku perlindungan diri buruk sebanyak 32 orang (78.0%) sedangkan pada responden negatif DBD yang perilaku perlindungan diri baik sebanyak 14 orang (34.1%) dan perilaku perlindungan diri buruk sebanyak 27 orang (65.9%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,325 (p value lebih dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku perlindungan diri dengan kejadian DBD. Hubungan PerilakuPengendalian Biologis Dengan Kejadian DBD Tabel 4 Hubungan Perilaku Pengendalian Biologis Kejadian DBD di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014 Kategori Responden p-value Perilaku pengendalian Positif DBD Negatif DBD biologis F % F % 0.755 Baik 5 12.2 7 17.1 Buruk 36 87.8 34 82.9 Jumlah 41 100 41 100 Berdasarkan Tabel 4 memperlihatkan bahwa pada responden positif DBD yang memiliki perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis baik sebanyak 5 orang (12,2%) dan perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis buruk sebanyak 36 orang (87,8%) sedangkan pada responden negatif DBD yang perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis baik sebanyak 7 orang (17,1%) dan perilaku perlindungan diri buruk sebanyak 34 orang (82,9%).
Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,755 (p value lebih dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pengendalian biologis dengan kejadian DBD.
Hubungan Perilaku Pemberantasan DBD Menggunakan Bahan Kimia Dengan Kejadian DBD Tabel 5 Hubungan Perilaku Pemberantasan DBD Menggunakan Bahan Kimia Dengan Kejadian di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014 Perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia Baik Buruk Jumlah
Kategori Responden Positif DBD Negatif DBD F % F % 12 29.3 22 53.7 29 70.7 19 46.3 41 100 41 100
p-value
0.044
OR
0.357
Berdasarkan Tabel 5 memperlihatkan bahwa pada responden positif DBD yang memiliki perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia baik sebanyak 12 orang (29,3%) dan perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia buruk sebanyak 29 orang (70,7%), sedangkan pada responden Negatif DBD yang perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia baik sebanyak 22 orang (53,7%) dan perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia buruk sebanyak 19 orang (46,3%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,044 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia dengan kejadian DBD, dengan nilai OR = 0,357. PEMBAHASAN Hubungan Antara Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang tidak melakukan perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) pada kelompok kasus sebanyak 30 orang (73,2%) lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 19 orang (46,3%), sedangkan responden yang melakukan perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) pada kelompok kasus
sebanyak 11 orang (26,8%) lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 22 orang (53,7%). Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square, diperoleh p value 0,024 karena p value < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014.Hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai OR=0,317 sebagai berikut: respondenyang tidak melakukan perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN)mempunyai peluang 0,317 kali lebih berisiko dibandingkan dengan responden yang melakukan perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Supriyanto dk, (2011) wilayah kerja puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku PSN dengan kejadian DBD, diperoleh nilai p = 0,000 OR = 13,5.Penelitian lain yang dilakukan Suhardino (2005) tentang analisis faktor perilaku masyarakat terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan hasil penelitian menunjukan ada hubungan tindakan dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,001 OR = 4,487. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD adalah upaya untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti, dilakukan dengan cara menguras dengan menggosok tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali yang bertujuan untuk merusak telur nyamuk, menutup penampungan air, menggantung pakaian dll. (Depkes RI, 2010) Hubungan Antara Perilaku Perlindungan Diri Dari Gigitan Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang tidak melakukan perilaku perlindungan diri pada kelompok kasus sebanyak 32 orang (78.0%) lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 27 orang (65.9%), sedangkan responden yang melakukan perilaku perlindungan diri pada kelompok kasus sebanyak 9 orang (22.0%) lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 14 orang (34.1%).Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square, diperoleh pvalue 0,325 karena pvalue > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku perlindungan diri dengan kejadian DBD di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014.
Data menunjukkan bahwa perilaku perlindungan diri hampir sama pada kelompok kasus dan kontrol, pada kelompok kasus sebanyak 32 reponden dan kelompok kontrol sebanyak 27 reponden yang perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis buruk.Menurut WHO (2005), penolak serangga merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan kimiawi.Minyak esensial dan ekstrak tanaman merupakan bahan pokok penolak alami.Penolak serangga kimiawi dapat memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan spesies Anopheles selama beberapa jam. Hal ini sesuai dengan teori Hendrawan Nadesul (2004), bahwa cara lain untuk menghindari gigitan nyamuk adalah dengan membaluri kulit badan dengan obat anti nyamuk (repellent).
Hubungan Antara Perilaku Pengendalian DBD Dengan Cara Biologis dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang tidak melakukan perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis pada kelompok kasus sebanyak 36 orang (87,8%) lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 34 orang (82,9%), sedangkan responden yang melakukan perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis baik pada kelompok kasus sebanyak 5 orang (12,2%) lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 7 orang (17,1%).Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square, diperoleh p value 0,755 karena p value > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis dengan kejadian DBD di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014. Data menunjukkan bahwa perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis hampir sama pada kelompok kasus dan kontrol, pada kelompok kasus sebanyak 36 reponden dan kelompok kontrol sebanyak 34 reponden yang perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis buruk.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyu Mahardika (2009) di wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis dengan kejadian DBD, diperoleh nilai p value 0,775 OR = 1,179 Penerapan pengendalian biologis ditujukan langsung terhadap jentik Aedes dengan menggunakan predator, contohnya dengan memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan kepala
timah, dan ikan gupi, selain menggunakan ikan pemakan jentik, predator lain yang digunakan yaitu bakteri dan cyclopoids (sejenis ketam laut). Ada dua spesies bakteri endotoksin yakni Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt.H-14) dan Bacillus sphaericus (BS) yang dinilai efektif untuk mengendalikan nyamuk dan bakteri tersebut tidak mempengaruhi spesies lain (Depkes RI, 2005). Hubungan Antara Perilaku Pemberantasan DBD Menggunakan Bahan Kimia dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square, diperoleh p value 0,044 karena p value < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia dengan kejadian DBD di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 2014. Hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai OR=0,357 sebagai berikut : respondenyang tidak melakukan perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia mempunyai peluang 0,357 kali lebih berisiko dibandingkan dengan responden yang melakukan perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia.Hasil penelitian yang sama dengan penelitian ini didapatkan pada penelitian Petrus Hasibuan (2013) di Kota Pontianak yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara perilaku pemberantasan DBD menggunakan bahan kimia, diperoleh nilai p value 0,000. Bahan kimia telah banyak digunakan untuk mengendalikan Aedes aegypti sejak berpuluhpuluh tahun yang lalu. Metode yang digunakan dalam pemakaian insektisida adalah dengan larvasida untuk membasmi jentik jentik (Abatisasi) dan pengasapan untuk membasmi nyamuk dewasa (Fogging). Pemberantasan jentik dengan bahan kimia biasanya menggunakan temephos. Formulasi temephos (Abate 1%) yang digunakan yaitu granules (Sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram temephos (kurang lebih 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan, khususnya di dalam gentong tanah liat dengan pola pemakaian air normal. Pengendalian nyamuk dewasa dengan insektisida dilakukan dengan sistem pengasapan. Hal ini merupakan metode utama yang digunakan untuk pemberantasan DBD selama 25 tahun di berbagai negara,tetapi metode ini dinilai tidak efektif karena menurut penelitian hanya berpengaruh kecil terhadap populasi nyamuk dan penularan Dengue. Umumnya ada 2 jenis penyemprotan yang digunakan utuk pembasmianAedes aegypti yaitu thermal fogs (pengasapan panas) dan Cold fogs (pengasapan
dingin). Keduanya dapat disemprotkan dengan mesin tangan atau mesin dipasang pada kendaraan (Depkes RI, 1995).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai Perilaku Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) Terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya tahun 2014, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) danperilaku pemberantasa DBD menggunakan bahan kimia dengankejadian demam berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2014. 2. Tidak ada hubungan antara perilaku pengendalian DBD dengan cara biologis dan perilaku perlindungan diri dari gigitan nyamuk dengan kejadian demam berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2014.
SARAN 1. Bagi Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya Peningkatan praktek masyarakat tentang pencegahan DBD tetap harus dilakukan dan ditingkatkan secara berkala kepada masyarakat, dan melakukan evaluasi mengenai kegiatan yang telah dilakukan di masyarakat. 2. Bagi Masyarakat Kelurahan Kersamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Masyarakat diharapkan memperhatikan dan meningkatkan praktek tentang pencegahan dan pemberantasan demam berdarah Dengue, sehingga masyarakat dapat berperan aktif melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, sehingga faktor-faktor lain yang belum berkorelasi (berhubungan) dapat terbukti adanya korelasi sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, Ditjen PPM&PLP. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Penyakit DBD. Depkes RI. Jakarta. 1992. Depkes RI.2005.Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengu Di Indonesia.Jakarta:Dirjen PP&PL. Depkes RI, Ditjen PPM&PLP. Demam Berdarah dapat Dicegah Dengan Pemberantasan Jentik Nyamuknya. Depkes RI. Jakarta.1999. Nadesul, H. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Demam Berdarah. Puspa Swara. Jakarta.1998. Suhardino (2005) tentang Analisis faktor perilaku masyarakat terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia tengah, Medan. Supriyanto dk. Hubungan antara pengetahuan sikap dan praktik keluarga tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang Tahun 2011. Petrus Hasibuan, Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dan Kebiasaan Keluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Pontianak Tahun 2013. Wahyu Mahardika, Hubungan antara Perilaku Kesehatan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten KendalTahun 2009.