Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk HUBUNGAN PERANAN ORANG TUA DAN PERILAKU ANAK DALAM MENYIKAT GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK SEKAR MELATI DESA PAL.IX KEC. SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBURAYA Asmaul Husna1, Rita Herlina2, Neny Setyawati N3 1,2,3 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak
ABSTRACT Tooth brushing activity is a preventive act to prevent dental and oral disease where the parents’ role is very important to support early children to engraft their habit in oral and dental health care by brushing teeth in a good and right way. The purpose of this research was to know the correlation of parents’ role and children’s attitude in tooth brushing with caries act for 5-6 years old of children on The Sekar Melati of Kindergarten Desa Pal.9 Kecamatan Sungai Kakap Years 2015. This research was survey research. It kind was Explanatory Research with Cross Sectional approximation. The populations of the research were 35 persons. They were students and parents of The Sekar Melati of Kindergarten Desa Pal.9 Kecamatan Sungai Kakap. The sample were 35 persons of students and parents. Based on the research. It showed the parents’ role variable were gotten result 31 (88,6 %) it had role with a good category and only 4 (11,4) had a role with avarege category. The variable of children’s attitude were got result 30 (85,7 %) with a good category and only 5 (14,35) had attitude with avarage category. Caries act variable for children were got result 18 (51,4 %) with low category and 3 (8,6%) with high caries of category. The result of test statistic by using Product Moment Correlations was got r = 0,580 with /Probabilitas 0,000 for variable of parents’ role with children’s attitude, r = -0,501 with /Probabilitas 0,002 for variable of parents’ role with caries act and r = -0,530 /Probabilitas 0,001 for variable of children’s attitude with caries act , because /Probabilitas < 0,05 mean there were significant correlation of the parents’ role and children’ attitude in tooth brushing with caries act for 5-6 years old of children on Sekar Melati Kindegarten Desa Pal IX kecamatan Sei Kakap kabupaten Kubu Raya. Key words : Parents’ role , Children’ attitude in tooth brushing and Caries
PENDAHULUAN Instruksi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah telah banyak disusun oleh para ahli. Program tersebut menekankan pada pencegahan terjadinya karies, oleh karena masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa gigi geligi susu hanya sementara dan akan diganti oleh gigi geligi tetap, sehingga mereka tidak memperhatikan mengenai kebersihan gigi geligi susu. Penerapan instruksi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya telah dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan, sehingga orang tua akan lebih siap di dalam melakukan instruksi tersebut.1
Peran serta orang tua sangat diperlukan didalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak. Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
1
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak.1 Anak usia prasekolah sebagian besar menghabiskan waktu mereka dengan orang tua atau pengasuh mereka, khususnya ibu. Hal inilah yang menunjukkan bahwa pemeliharaan kesehatan gigi mulut anak dan hasilnya dipengaruhi oleh pengetahuan ibu dan apa yang dipercayainya. Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini merupakan sesuatu hal yang kadang-kadang menimbulkan rasa kekhawatiran pada setiap ibu. Para ibu mempunyai kekhawatiran bagaimana cara mempersiapkan anak untuk mempersiapkan anak-anaknya saat menerima perawatan gigi. Selain itu para ibu juga merasakan kekhawatiran apabila telah melihat ada kelainan pada gigi anaknya. Rasa khawatir tersebut dapat ditanggulangi dengan cara mempersiapkan para calon ibu, dan para ibu dalam mengambil langkah-langkah apa yang dapat dilakukan di dalam mengenalkan perawatan gigi pada anaknya serta menambah pengetahuan para ibu mengenai kelainan pada gigi dan mulut anak yang sering ditemukan.1,2 Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005, penyakit gigi dan mulut yang ditemukan di masyarakat masih berkisar penyakit yang menyerang jaringan keras gigi (karies) dan penyakit periodontal, yang menyatakan bahwa 63% penduduk Indonesia menderita kerusakan gigi aktif (kerusakan pada gigi yang belum ditangani). Pengalaman karies perorang rata-rata (DMF-T= Decay Missing Filling-Teeth) berkisar antara 6,44 dan 7,8 yang berarti telah melebihi indeks DMF-T yang telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) yaitu 3. Berdasarkan SKRT 2004 prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. Sedangkan hasil penelitian Direktorat Kesehatan Gigi tahun 2004, di Kalimantan Barat 99%, Kalimantan Selatan 96%, Jambi 92%, Sulawesi Selatan 87%, Maluku 77%.3 Dari hasil screening yang dilakukan disepuluh TK dan Paud binaan Puskesmas
Sungai Kakap, rata-rata anak sekolah usia dini sudah mengalami karies, bahkan ditemukan anak yang sudah mengalami kerusakan pada gigi geraham tetap pertama diusianya yang baru enam tahun. Dan saat diberikan pertanyaan tentang waktu menggosok gigi diperoleh bahwa 80% anak menjawab menyikat gigi dua kali sehari, yaitu pagi dan sore pada saat mandi, sedangkan malam sebelum tidur banyak anak yang tidak menyikat giginya, bahkan ada yang menjawab tidak menyikat gigi pada saat pergi ke sekolah. Meskipun penyuluhan tentang kebersihan gigi dan penyakit gigi sering dilakukan, tetapi efek tentang cara menyikat gigi yang benar masih belum dimengerti dan belum dilakukan dalam keseharian. Upaya pemeliharaan kesehatan gigi serta pembinaan menyikat gigi yang benar, terutama pada anak usia 5-6 tahun perlu mendapat perhatian khusus, karena pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang. Keadaan gigi saat ini akan berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan gigi pada usia dewasa nanti. Penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi pada anak salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi. Berdasarkan hasil kegiatan penjaringan yang dilakukan di TK dan Paud wilayah kerja Puskesmas Sungai Kakap pada bulan Juli September tahun 2014. Masih banyak ditemukan penyakit gigi dan mulut yang menyerang jaringan keras gigi (karies) dan jaringan lunak yang menyerang pada penyangga gigi hingga sampai penyakit periodontal yang masih belum tertangani oleh petugas kesehatan. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Peranan orang tua, perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian karies anak usia 5-6 tahun di TK Sekar Melati Desa Pal. IX Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya“.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
2
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk SUBJEK DAN METODE Penelitian survey, jenisnya explanatory research yakni penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabelvariabel penelitian melalui pengujian hipotesa dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang pengukurannya dilakukan hanya satu kali dan pada saat yang bersamaan. Populasi dan sampel penelitian adalah orang tua dan siswa/i TK Sekar Melati Desa Pal.IX Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya yang berjumlah 35 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik total populasi. Alat penelitian adalah quesioner tentang peranan orang tua yang terdiri dari 10 item pertanyaan, quesioner tentang perilaku anak terdiri dari 6 item pertanyaan, formulir gigi geligi, untuk melihat gigi yang terkena karies. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Preson Produck Moment untuk melihat hubungan peran orang tua dan perilaku anak dalam menyikat Gigi dengan kejadian karies anak usia 5-6 tahun”. Analisis kualitatif untuk deskripsi dan pemahaman terhadap situasi atau perilaku dengan mempelajari hasil wawancara dan ditampilkan dalam kutipan wawancara Tehnik analisis yang digunakan yaitu dengan cara analisis univariat dan analisa bivariat. HASIL Penelitian dilakukan di TK Sekar Melati Desa Pal. IX Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya, dengan 6 tenaga mengajar yaitu 4 orang sebagai guru tetap dan 2 orang guru honorer. TK Sekar Melati mempunyai 3 lokal ruang yang terdiri dari 1 ruang kepala sekolah dan guru, 1 ruang kelas anak-anak dan 1 ruang UKS merangkap tempat bermain anak.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peranan Orang Tua Anak TK Sekar Melati Desa Pal IX Kec. Sungai Kakap Peranan Aktif Cukup aktif Kurang aktif Total
Total f 31 4 0 35
% 88,6 11,4 0 100
Sebagian besar peranan orang tua dengan Katagori aktif 31 (88,6%) responden, dan hanya 4 (11,4%) peranan orang tua dengan katagori cukup aktif. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Dalam Menyikat Gigi Anak TK Sekar Melati Desa Pal IX Kecamatan Sungai Kakap Perilaku Baik Sedang Kurang Total
Total f 30 5 0 35
% 85,7 14,3 0 100
Perilaku anak dalam menyikat gigi dengan katagori baik 30 (85,7%) responden dan hanya 5 (14,3%) dengan perilaku menyikat gigi katagori sedang. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Karies Anak TK Sekar Melati Desa Pal IX Kecamatan Sungai Kakap Perilaku Sangat Rendah Rendah Moderat Tinggi Total
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
Total f
%
9
25,7
18 5 3 35
51,4 14,3 8,6 100
3
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk Responden memiliki karies dengan katagori rendah 18 (51,4%) responden, dan 3 (8,6%) responden yang memiliki karies dengan katagori tinggi. Tabel 4. Distribusi Variabel Peranan Orang Tua Dengan Perilaku Anak Dalam Menyikat Gigi TK Sekar Melati Desa Pal IX Kecamatan Sungai Kakap Peranan Orang Tua Baik
Perilaku Anak Baik Sedang 29 2
31
Sedang
1
3
4
Kurang
0
0
0
Total
30
5
35
Total
Peranan orang tua baik, hanya 29 responden berperilaku baik dalam menyikat gigi, 2 responden berperilaku sedang dalam menyikat gigi. Dan 4 responden memiliki peranan orang tua kategori sedang tetapi ada 1 responden yang memiliki perilaku anak dalam menggosok gigi dengan kategori baik. Tabel 5. Distribusi Variabel Peranan Orang Tua Dengan Kejadian Karies Gigi Anak TK Sekar Melati Desa Pal IX Kecamatan Sungai Kakap
Kategori Karies Sangat Rendah Rendah Moderat Tinggi Total
Peran orang tua aktif dengan distribusi; 18 responden kategori karies rendah, 1 responden dengan kategori karies tinggi. Dan 4 responden memiliki peran orang tua cukup aktif dengan karies kategori sedang dan kategori tinggi masing-masing 2 responden.
Tabel 6. Distribusi Variabel Perilaku Anak Dalam Menyikat Gigi Dengan Kejadian Karies Gigi Anak TK Sekar Melati Desa Pal IX Kecamatan Sungai Kakap Kategori Karies Sangat Rendah Rendah Moderat Tinggi Total
Perilaku Anak Baik Sedang 9 0 18 2 1 30
0 3 2 5
Total 9 18 5 3 35
Perilaku baik dalam menyikat gigi; hanya 18 responden dengan karies kategori rendah, 1 responden dengan karies kategori tinggi. Dan 5 responden memiliki perilaku menyikat gigi sedang; memiliki karies kategori moderat (sedang) 3 responden dan karies kategori tinggi 2 responden.
Peran Orang Tua Total Aktif Cukup Aktif 9 0 9 18 3 1 31
0 2 2 4
18 5 3 35
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
4
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk Tabel 7. Uji Kolerasi Produk Momen pada hasil penelitian VARIABEL Peranan Orang tua - perilaku anak
r
Probabilitas
Keterangan
0,580
0,000
Signifikan
Peran Orang Tua – Kejadian Karies Perilaku Anak – Kejadian Karies
-0,501 -0,530
0,002 0,001
Signifikan Signifikan
Analisis dari uji korelasi produk moment variabel peran orang tua dengan perilaku anak dalam menyikat gigi, diperoleh r = 0,580 dengan / probabilitas 0,000, karena < 0,05 maka gagal menerima Ho artinya ada hubungan antara peranan orang tua dengan perilaku anak dalam menyikat gigi. Sedangkan variabel peran orang tua dengan kejadian karies diperoleh r = -0,501, probabilitas 0,002, karena < 0,05 maka gagal menerima Ho artinya ada hubungan antara peranan orang tua dengan kejadian karies gigi. Dan variabel perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian karies diperoleh r = -0,530, probabilitas 0,001, karena < 0,05 maka gagal menerima Ho artinya ada hubungan antara perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian karies gigi. Pada variabel peran orang tua dan perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian karies r hitungnya dengan tanda negatif atau berlawanan arah, artinya semakin baik peran orang tua maka semakin rendah kejadian karies, begitu juga dengan perilaku anak dalam menyikat gigi, semakin baik perilaku anak dalam menyikat gigi maka akan semakin rendah kejadian karies pada anak anak. PEMBAHASAN Peranan orang tua diperoleh 31 (88,6%) responden memiliki peran dengan kategori aktif dan 4 (11,4%) responden memiliki peran dengan kategori cukup aktif, serta tidak ada responden yang memiliki peran dengan kategori kurang aktif. Hal ini terlihat dari 10 item pertanyaan peran orang tua sebagian besar (97,1%) menyediakan bentuk sikat gigi sesuai dengan kondisi gigi dan mulut anak yang ideal sedangkan peran orang tua yang dilakukan
kadang-kadang yaitu mengawasi setiap anak menggosok gigi (34,3%) dan peran orang tua yang kadang-kadang dilakukan yaitu memeriksakan gigi anak setiap 6 bulan sekali (68,6%) bahkan (31,4%) peran orang tua yang tidak melakukan pemeriksaan gigi anaknya setiap 6 bulan sekali. Hal ini disebabkan ketidak tahuan sebagian responden akan pentingnya menjaga kesehatan gigi anak-anak, sehingga para orang tua berasumsi bahwa tidak perlu untuk memeriksakan gigi anak anaknya, kecuali dalam kondisi sakit gigi. Padahal apabila orang tua melakukan pemeriksaan gigi anaknya setiap 6 bulan sekali dapat membantu mengetahui adanya kelainan dan kerusakan gigi sejak dini pada anaknya sehingga usaha pencegahan dapat dilakukan sebelum terjadinya kerusakan yang lebih parah. Hasil penelitian mengatakan bahwa peran aktif orang tua terhadap perkembangan anak sangat diperlukan pada saat mereka masih berada dibawah usia 5 tahun sampai 6 tahun. Peran aktif orang tua tersebut yang dimaksud adalah usaha langsung terhadap anak seperti membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, memberikan arahan serta menyediakan fasilitas terhadap anak mereka.4 Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara peran orang tua terhadap perilaku anak, dimana perilaku anak menurut pendapat Gunarsa (2006) mengatakan bahwa peranan orang tua yang baik tidak bisa menjamin perilaku yang baik pada seorang anak, karena perubahan perilaku terjadi disebabkan adanya latihan yang dilakukan dengan sadar tanpa paksaan dan mempunyai arah dan tujuan serta mencakup seluruh aspek perilaku yaitu pengetahuan, sikap maupun tindakan. Hal yang
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
5
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk berpengaruh penting disini adalah sikap, karena sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan suatu motif tertentu. Tidak adanya tindakan yang dilakukan secara intensif tanpa terjadinya proses pembentukan perilaku seseorang. Pentingnya peranan orang tua dalam membantu memelihara kesehatan gigi dan mulut untuk mengurangi terjadinya karies dimaksudkan agar responden anak usia dini mampu dan dapat memelihara kesehatan gigi dan mulutnya dengan baik. Peran orang tua dan pola asuh terhadap responden sejak dini, baik itu berupa bimbingan dan pengawasan akan dapat memotivasi anak. Motivasi ini sekaligus sebagai faktor pendukung keberhasilan kesehatan responden agar kesehatan gigi dan mulut tetap terjaga sehat.5 Perilaku Anak dalam menyikat gigi Berdasarkan data mengenai variabel perilaku anak dalam menyikat gigi diperoleh hasil 30 (85,7%) responden memiliki perilaku dengan kategori baik dan 5 (14,3%) responden memiliki perilaku dengan kategori sedang, tidak ada responden yang memiliki perilaku dengan kategori kurang meskipun rata-rata usia responden 5,5 tahun. Hasil penelitian terlihat dari 6 Item pertanyaan bahwa 33 (94,3%) anak – anak selalu menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi, anak-anak setiap hari selalu menyikat gigi 32 (91,4%), tetapi ada anak-anak yang berperilaku kadang-kadang menyikat gigi sebelum tidur malam 17 (48,6%), dan ada 5 (14,3%) anak-anak yang berperilaku tidak menyikat gigi sebelum tidur malam. Hal ini mungkin disebabkan kesibukan orang tua yang bekerja di luar rumah sebagai PNS dan Swasta yang waktunya tidak banyak berada dirumah sehingga kurang memperhatikan perilaku anak dalam menyikat gigi. Sarwono (2007) berpendapat bahwa dalam hal menyikat gigi peranan orang tua menentukan kesehatan gigi anak, sebab orang tua terutama sang ibu merupakan figur yang paling dekat dengan anak sejak si anak
dilahirkan, selain itu perilaku anak juga cukup berperan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. Menurut Kanzari, (1998) menyatakan bahwa menyikat gigi berfungsi untuk membersihkan gigi dari kotoran terutama plak dan debris serta menghilangkan bau yang tidak diinginkan juga memberikan kenyamanan pada gigi sehingga sirkulasi darah berjalan lancar pada gigi. Belajar menyikat gigi dengan cara yang baik dan benar pada anak usia dini merupakan sebuah investasi berharga bagi orang tua dalam menjaga gigi anaknya agar tetap sehat dan sangat penting untuk membersihkan gigi sebelum tidur karena selama tidur hanya sedikit air liur yang keluar, pH asam dari bakteri kurang larut pada malam hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Jean H. Laure (2008) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang termasuk kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh 4 faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik, biologis, sosial), perilaku dan pelayanan kesehatan. Faktor perilaku memegang peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi status gigi dan mulut seseorang.5 Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat Davis (1984), menyatakan bahwa perilaku anak sangat dipengaruhi oleh orang tua terutama ibunya, oleh karena itu orang tua sangat berperan menentukan perilaku anak dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi. Karena upaya pemeliharaan kesehatan gigi serta pembinaan menggosok gigi yang baik dan benar terutama pada anak usia dini perlu mendapatkan perhatian khusus, karena pada anak usia dini sedang menjalani proses tumbuh kembang, dimana keadaan gigi sebelumnya berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan gigi pada usia dewasanya nanti. Penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi pada anak diantaranya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Anak juga belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, dan dari pengalaman tentang suatu kejadian. Anak belajar melalui pengamatan
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
6
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk mereka terhadap suatu kegiatan yang dilakukan ibu-ayah atau gurunya. Anak belajar dari apa yang mereka dengar dari orang tua dan orangorang sekitar mereka serta lingkungannya. Anak akan meniru kegiatan ibu-ayah sehingga mereka memperoleh pengalaman tentang suatu 6 kejadian. Perilaku erat hubungannya dengan kesehatan, tingkat kesehatan, keselamatan, serta kehidupan seseorang banyak ditentukan oleh faktor perilaku. Perilaku seseorang di bidang kesehatan dapat timbul berdasarkan atas kebiasaan-kebiasaan kesehatan, kebiasaan kesehatan terbentuk pada masa kanak-kanak di bawah pengaruh sikap dan tingkah laku orang tua sebelum anak mulai mengalami makna yang sebenarnya dalam hubungan dengan kepercayaan kesehatan serta keselamatan dirinya. Kejadian Karies Gigi Berdasarkan data mengenai variabel kejadian karies diperoleh hasil 18 (51,4%) responden dengan karies mengenai 2 sampai 3 gigi, 9 (25,7%) responden dengan karies mengenai 1 gigi, 5 (14,3%) responden dengan karies mengenai 4 gigi dan 3 (8,6%) responden dengan karies mengenai 5 sampai 6 gigi. Gigi yang paling banyak mengalami karies adalah gigi molar (gigi geraham), baik rahang atas maupun rahang bawah, hal ini dikarenakan bentuk anatomi gigi molar dengan permukaan pengunyahan (bagian oclusal) yang berlekuk dan agak dalam, merupakan tempat ideal bagi sisa makanan dan mikroorganisme, sehingga resiko terjadinya karies pada gigi molar lebih besar dari pada gigi yang lainnya seperti gigi caninus (gigi taring) maupun gigi incisivus (gigi seri). Hasil penelitian Riyanti (2012) mengatakan bahwa bentuk anatomi gigi yang berlekuk kadang-kadang sulit untuk dibersihkan secara sempurna bisa mempercepat proses lubang gigi yang memiliki kedalaman dan besar yang berbeda-beda, lubang pada email, dentin dan pulpa. Sisa makanan terutama golongan
karbohidrat seperti gula, roti, atau makanan sejenis lemak lainnya yang lengket pada gigi, merupakan faktor pemicu terjadinya karies gigi.1 Hasil uji statistik dengan menggunakan Product Moment Correlations di peroleh r = 0,580 dengan / Probabilitas 0,000, karena < 0,05/Probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka gagal menerima Ho artinya ada hubungan antara peranan orang tua dengan perilaku anak dalam menyikat gigi. Peranan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku dengan angka koefisien korelasi bernilai positif, maka perilaku memiliki korelasi positif atau searah dengan peranan orang tua artinya semakin aktif peranan orang tua maka akan semakin baik pula perilaku anak. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Simbolon dalam sebuah penelitian dilakukan di Canada oleh Locker (1996) dimana dalam penelitian ini dinyatakan bahwa semakin aktif peranan orang tua terhadap anaknya sehingga akan semakin baik pula perilaku anak. Dalam hal ini orang tua tidak hanya berperan melainkan juga bertindak yang sesuai dengan teori Green yang mengatakan bahwa status kesehatan gigi dipengaruhi oleh faktor perilaku kesehatan yang antara lain terdiri dari faktor pengetahuan, sikap dan tindakan (praktik). Hasil uji statistik antar variabel peranan orang tua dengan kejadian karies, menggunakan Product Moment Correlations di peroleh r = 0,501 dengan / Probabilitas 0,002, karena < 0,05/Probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka gagal menerima Ho artinya ada hubungan antara peranan orang tua dengan kejadian karies gigi. Peranan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian karies gigi, angka koefisien korelasi bernilai negatif, maka peranan orang tua memiliki korelasi negatif atau tidak searah dengan kejadian karies artinya semakin aktif peranan orang tua maka akan semakin rendah angka kejadian karies pada anak-anak. Hasil penelitian ini diperkuat dengan pendapat Riyanti (2009) bahwa peranan orang tua sangat penting dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan dan
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
7
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk memberi teladan sehingga anak mampu mengembangkan pertumbuhan pribadinya, tanggung jawab orang tua dan perhatian penuh kasih sayang serta menyediakan fasilitas kapada anak agar anak dapat memelihara kesehatan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar didalam mencegah akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak.1 Hasil uji statistik antar variabel perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian karies, menggunakan Product Moment Correlations di peroleh r = -0,530 dengan / Probabilitas 0,001, karena < 0,05/Probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka gagal menerima Ho artinya ada hubungan antara perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian karies gigi. Perilaku anak dalam menyikat gigi memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian karies gigi, angka koefisien korelasi bernilai negatif, maka perilaku anak dalam menyikat gigi memiliki korelasi negatif atau tidak searah dengan kejadian karies artinya semakin baik perilaku anak dalam menyikat gigi maka akan semakin rendah angka kejadian karies pada anak-anak. SIMPULAN Variabel Peranan Orang Tua terdapat 31 (88,6%) responden yang memiliki Peran aktif dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut anak, hanya 4 (11,4%) responden yang memiliki peran cukup aktif dan tidak ada responden yang memiliki peran kurang aktif. Variabel perilaku anak diperoleh hasil 30 (85,7%) memiliki perilaku baik dan hanya 5 (14,3%) memilki perilaku sedang, tidak ada responden yang memiliki perilaku kurang meskipun rata-rata usia responden 5,5 tahun. Variabel kejadian karies diperoleh 18 (51,4%) responden memiliki karies dengan kategori randah dan 3 (8,6%) memilki karies dengan kategori tinggi, tidak ada responden yang memiliki karies dengan kategori sangat tinggi.
Ada hubungan antara peranan orang tua dengan perilaku anak usia dini dalam menyikat gigi. Peranan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku dengan angka koefisien korelasi bernilai positif atau searah artinya semakin aktif peranan orang tua maka akan semakin baik pula perilaku anak. Ada hubungan yang signifikan antara peranan orang tua dengan kejadian karies anak usia 5-6 tahun, dengan angka koefisien korelasi bernilai negatif, atau tidak searah artinya semakin aktif peranan orang tua maka akan semakin rendah kejadian angka karies gigi anak usia 5-6 tahun. Ada hubungan yang signifikan antara perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian karies anak usia 5-6 tahun, dengan angka koefisien korelasi bernilai negatif, atau tidak searah artinya semakin baik perilaku anak dalam menyikat gigi maka akan semakin rendah kejadian angka karies gigi anak usia 5-6 tahun. SARAN 1. Untuk Guru UKS atau Kepala Sekolah setiap mengadakan pertemuan dengan orang tua murid hendaknya melibatkan tenaga kesehatan menyampaikan program kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan dan perkembangan anak terutama kesehatan gigi dan mulut agar tetap sehat, sehingga gigi anak selalu di perhatikan karena terjalin kerja sama antara orang tua, guru dan petugas kesehatan. 2. Untuk masyarakat khususnya orang tua yang mempunyai anak usia dini untuk lebih berperan aktif dalam menyikat gigi anak sehingga kesehatan gigi dan mulut anak lebih terjaga, dan selalu mengontrolkan kesehatan anak secara berkala minimal 6 bulan sekali.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
8
Hubungan Perilaku Orang Tua dan Perilaku Anak; Asmaul Husna, dkk DAFTAR PUSTAKA 1. Riyanti E, 2012, Pengenalan Dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini, Available from:http://tugas2kuliah.wordpress.com. acessed 20 maret 2015 2. BS Suresh, TL Ravishankar, TRChaitra, AK Mohapatra, V Gupta, 2010, Mother’s knowledge abut pre-school child’s oral health. Journal of Indian Pedodontics and Preventive Dentistry [serial on the internet]. 2010 Oct-Dec[cited 2012 April 26]:4(28):282-7. Avaiable from: http://www.jisppd.com/article.asp?issn=0970388;year=2010;volume=28; issue=4;s page=282;epage=287;aulast=Sures h.P.282-6
3. Depkes, RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 4. Sheiham A., 2006, Oral health, general health and quality of life, http://regional. kompas.com/read 5. Djamil, M. S. 2008. Ke Dokter Gigi & Siapa Takut!. Jakarta:IMP Publishing & Bag. Biokimia dan Biologi Oral Fakultas kedokteraan Gigi Universitas Trisakti 6. Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatani, PT Rineka Cipta, Jakarta
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
9
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk PENGARUH PENYULUHAN PERAWATAN KARIES GIGI TERHADAP KOOPERATIF SISWA DALAM TINDAKAN ATRAUMATIC RESTORATIVE TREATMENT
1,
Budi Suryana1 dan Damhuji2 2Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Pontianak
ABSTRACT Based on the screening at the elementary school in Kelurahan Siantan, North Pontianak, dental caries each year increased from 331 cases in 2013 to 403 cases ini 2014. The key to the success of dental care is determined by the ability of the child to cooperate during treatment. Fear and anxiety to treatment showed, greatly affect a child’s behavior and make it difficult to provide care. The research aims to determine the effect of the extention about dental caries care on the cooperativeness of students in atraumatic restorative treatment (ART). The research was experimental design with non-equivalent control group, the population were all of the fouth grade students of SDN 01 and SDN 24 North Pontianak totaling 83 students. Sampling was obtained by purposive sampling technique where a number of 68 respondents, divided by 34 respondents treatment and control group, statistically analyzed using chi square test. The results showed cooverative behavior without the extension of 20 students (58.8%) and after the extension, cooperative behavior as many as 28 students (82.4%). There is a difference between without being given extension and being given extension on the level of the student cooperativeness in atraumatic restorative treatment, with a probability of 0.033 (p<0.05). It is concluded that dental caries care extension on ART can influence cooperative behavior in ART Keywords : Extension, Cooperativeness, Students, Atraumatic Restorative Treatment
PENDAHULUAN Karies merupakan suatu penyakit infeksi gigi yang menjadi prioritas masalah kesehatan gigi dan mulut. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia yang bermasalah gigi dan mulut sebesar 74,1 persen. Diantara mereka terdapat 31,1 persen yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis gigi, sementara 68,9 persen lainnya tidak dilakukan perawatan. Menurut Kemenkes (2013) Tingkat keparahan kerusakan gigi provinsi Kalimantan Barat tercatat angka DMF-T sebesar 6,2 artinya terdapat 620 karies gigi dari seratus orang, dimana terdapat diatas
rata-rata angka nasional Indonesia sebesar 4,6 berarti 460 karies gigi dari seratus orang.1 Kota Pontianak merupakan ibukota provinsi yang terdiri dari enam kecamatan yang memiliki 162 sekolah dasar. Hasil penjaringan kesehatan gigi peserta didik anak sekolah dasar di Kota Pontianak, terdapat 4.716 peserta didik yang mengalami masalah karies gigi dari 8.324 peserta didik yang dijaring pada tahun 2012. Kecamatan Pontianak Utara menunjukkan peningkatan angka karies gigi setiap tahunnya dari 331 kasus tahun 2013 meningkat 403 kasus karies gigi pada tahun 2014 dari 485 siswa yang dijaring, melalui 11 sekolah dasar yang terdapat pada kelurahan siantan hilir Pontianak Utara.2 Rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi bagi anak usia sekolah
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
10
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk disebabkan oleh interaksi dari tiga komponen yaitu anak sebagai penerima layanan, petugas kesehatan sebagai motivator dan penyedia layanan serta orang tua sebagai motivator dan pengambil keputusan dalam perawatan gigi anak.3 Tenaga kesehatan gigi merupakan salah satu unsur penting dalam keberhasilan pelaksanaan upaya kesehatan gigi dan mulut untuk dapat menyelenggarakan pelayanan perawatan gigi yang profesional kepada siswa. Kunci keberhasilan perawatan gigi pada siswa selain ditentukan oleh pengetahuan sebagian juga ditentukan oleh kesanggupan anak untuk bekerjasama selama perawatan. Hal tersebut menyebabkan tenaga kesehatan gigi yang merawat pasien anak harus mampu melakukan pengelolaan perilaku agar pasien bersikap kooperatif. Pada umumnya, anak dapat menerima perawatan gigi dengan baik apabila diperlakukan dengan benar sesuai dengan dasardasar pengelolaan perilaku. Namun, sebagian anak berperilaku tidak kooperatif serta bersikap negatif pada perawatan gigi.4 Anak-anak yang normal menunjukkan respon yang berbeda-beda saat ke klinik gigi. Ada yang positif namun banyak pula yang menunjukkan respon negatif. Kecenderungan anak merasa bahwa ke klinik gigi adalah suatu hal yang menakutkan dan selalu dihindari. Rasa cemas dan takut dapat dilihat dari tingkah laku anak yang negatif saat di klinik. Tingkah laku negatif itu antara lain rasa takut saat berkomunikasi dengan tenaga kesehatan gigi, pemalu, menangis, dan menolak melakukan perawatan. Kecemasan dan rasa takut ini menyebabkan kegagalan dalam perawatan gigi ART.5 Pasien anak adalah pasien yang sangat menarik karena penanganannya berbeda dari pasien dewasa. Banyak orang berpendapat menangani pasien anak sederhana, tidak memerlukan teknik khusus, hanya pemikiran semata. Tetapi pada kenyatannya, menangani pasien anak tidak sekedar memengaruhi anak agar tidak takut dan mau dirawat, juga
mengubah pemikiran anak dan menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pengelolaan perilaku dapat diberikan dengan cara penyuluhan, Penyuluhan kesehatan gigi bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan siswa guna tercapainya tingkat kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang. Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya mengubah perilaku siswa agar berperilaku kooperatif pada proses perawatan terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman siswa) tentang prosedur dan penggunaan alat dalam perawatan gigi yang akan dilakukan. Penyuluhan yang diberikan pada program usaha kesehatan gigi sekolah di SDN 01 Pontianak Utara masih sebatas tentang bagaimana meningkatkan pengetahuan siswa dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut. Meningkatkan kooperatif siswa agar mau bekerjasama dalam tindakan kuratif untuk menanggulangi karies gigi khususnya tindakan ART belum pernah dilakukan. Untuk itu perlunya penelitian tentang perbedaan penyuluhan tentang perawatan karies gigi terhadap kooperatif siswa dalam tindakan ART. SUBJEK DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian experiment dengan disain non-equivalent control group, mengukur kooperatif siswa dengan memberikan perlakuan (intervensi) yaitu penyuluhan tentang perawatan karies gigi pada kelompok eksperimen dengan membandingkan kelompok kontrol yang tidak diberikan penyuluhan. Populasi adalah jumlah keseluruhan subjek yang diteliti, populasi dalam penelititan ini adalah semua anak murid kelas IV sekolah dasar Negeri 01 dan Sekolah Dasar Negeri 24 Pontianak Utara yang berjumlah 83 siswa. sampel yang diteliti adalah seluruh anak yang memenuhi kriteria sampel, yaitu orang tua bersedia anaknya menjadi subjek penelitian dan hasil pemeriksaan terdapat karies gigi dengan
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
11
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk indikasi tindakan ART. Sehingga didapatkan sampel sejumlah 68 responden, yang dibagi menjadi 34 responden perlakuan dan 34 responden kontrol. Mengukur tingkat kooperatif siswa menggunakan alat ukur Frankl Behavior Rating Scale yaitu formulir observasi tingkah laku anak. analisis yang digunakan untuk melihat perbedaan tingkat kooperatif siswa antara dua kelompok yang tidak dan yang diberikan perlakuan penyuluhan tentang perawatan karies gigi dalam tindakan ART, uji statistik yang digunakan adalah analisis uji chi square. HASIL Karakteristik jenis kelamin dan umur siswa dipaparkan dalam bentuk distribusi frekuensi, yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Jumlah (%) Kelamin Laki-laki 37 54,4 Perempuan 31 45,6 Total 68 100 Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden kelas IV SDN 01 dan SDN 24 Pontianak Utara memiliki persentase laki-laki lebih banyak dengan 37 siswa (54,4%) dari perempuan 31 siswa (45,6%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Umur 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun Total
Jumlah 43 23 2 68
(%) 63,2 33,8 2,9 100
Karakteristik umur menunjukkan rentang 9 sampai 11 tahun untuk kelas yang sama, umur yang terbanyak terdapat pada 9 tahun dengan 43 siswa (63,2%), selanjutnya umur 10 tahun
dengan 23 siswa (33,8%), dan umur 11 tahun merupakan jumlah terendah dengan 2 siswa (2,9%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Elemen Gigi Yang Mengalami Karies Elemen Gigi 17 16 26 37 36 46 47 Total
Jumlah 1 5 11 2 29 17 3 68
(%) 1,5 7,4 16,2 2,9 42,6 25 4,4 100
Berdasarkan elemen gigi yang ditemukan memiliki karies dengan indikasi perawatan ART, terbanyak pada gigi 36 dengan 29 (42,6%) selanjutnya terbanyak kedua untuk elemen gigi 46 dengan 17 (25%). Sedangkan elemen gigi 17 merupakan persentase terendah dengan 1 (1,5%) responden. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kedalaman Karies Kedalaman Karies Karies Email Karies Dentin Total
Jumlah
Mencapai 51 17 Mencapai 68
Responden
(%) 75 25
100
Berdasarkan kedalaman karies persentase terbesar pada kasus karies mencapai email dengan 51 gigi (75%) dan untuk kasus karies mencapai dentin sebanyak 17 gigi (25%). Deskripsi data pada analisis univariat untuk mengetahui variabel perilaku siswa terhadap tingkat kooperatif sesudah dilakukan penyuluhan dan tanpa penyuluhan pada tindakan perawatan karies gigi dengan tehnik ART,
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
12
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk terdeskripsi dalam tabel berikut. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kooperatif Siswa Sesudah Penyuluhan Pada Tindakan ART Perilaku
Jumlah
(%)
Kooperatif
28
82,4
Tidak Kooperatif
6
17,6
Total
34
100
Deskripsi data pada penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu kooperatif dan tidak kooperatif. Tingkat kooperatif siswa sesudah diberikan penyuluhan tentang perawatan karies gigi dengan tehnik ART, menunjukkan perilaku kooperatif sebanyak 28 siswa (82,4%) dan perilaku tidak kooperatif sebanyak 6 siswa (17,6%).
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kooperatif Siswa Tanpa Penyuluhan Pada Tindakan ART Perilaku
Jumlah
(%)
Kooperatif
20
58,8
Tidak Kooperatif
14
41.2
Total
34
100
Tingkat kooperatif siswa tanpa diberikan penyuluhan tentang perawatan karies gigi dengan tehnik ART, menunjukkan perilaku kooperatif sebanyak 20 siswa (58,8%) dan perilaku tidak kooperatif sebanyak 14 siswa (41,2%).
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Hasil Observasi Perilaku Siswa Tanpa dan Sesudah Penyuluhan Pada Tindakan ART
Perilaku Siswa
1. Sangat Negatif Menolak perawatan - Meronta-ronta Ketakutan Menangis keras dan terus menerus Menghindarkan diri dari perawatan Sangat cemas 2. Negatif Tidak mau membuka mulut Mencoba bertahan Menyimpan rasa takut Gugup atau meringis 3. Positif Berhati-hati menerima perawatan Diam Tidak menolak petunjuk perawat gigi
Hasil Observasi Tanpa Penyuluhan n %
Sesudah Penyuluhan n %
3 1 3 0 4 7
8,82 2,94 8,82 0 11,76 20,58
0 0 2 0 0 3
0 0 5,88 0 0 8,82
3 6 10 7
8,82 17,64 29,41 20,58
0 4 5 3
0 11,76 14,70 2,94
4 7 11
11,76 20,58 32,35
3 8 12
2,94 23,52 35,29
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
13
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk Hasil Observasi
Perilaku Siswa
Cukup bersedia bekerjasama dan menerima perawatan 4. Sangat Positif Bersikap baik dengan dokter/perawat gigi Gembira menerima perawatan Tidak ada tanda-tanda takut Tertarik dengan tindakan yang dilakukan dokter/perawat gigi Banyak bertanya dan membuat kontak verbal yang baik Berdasarkan hasil observasi perilaku siswa menunjukkan respon yang berbeda beda dalam mendapatkan perawatan baik yang tidak diberikan penyuluhan maupun yang diberikan penyuluhan tentang perawatan karies gigi. Kelompok yang tidak diberikan penyuluhan menunjukkan tidak kooperatif tertinggi pada perilaku negatif dengan menyimpan rasa takut sebanyak 10 siswa (29,41%). Pada kelompok yang mendapatkan penyuluhan perilaku ini lebih rendah dengan 5 siswa (14,70%). Hasil observasi untuk kategori kooperatif tanpa diberikan penyuluhan terlihat perilaku positif tidak menolak petunjuk perawat gigi
Tanpa Penyuluhan n % 10 29,41
Sesudah Penyuluhan n % 14 41,17
8
23,52
18
52,94
0 10 7
0 29,41 20,58
2 15 10
5,88 44,11 29,41
4
11,76
5
14,70
sebanyak 11 siswa (32,35%), dan diberikan penyuluhan sebanyak 12 siswa (35,29%). Perbedaan peningkatan perilaku sangat positif tertinggi ditunjukkan perilaku bersikap baik dengan dokter atau perawat gigi dengan 8 siswa (23,52%) tanpa penyuluhan dan 18 siswa (52,94%) pada kelompok yang mendapatkan penyuluhan perawatan gigi tehnik ART. Uji hipotesis digunakan untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan yang tidak diberikan penyuluhan dan diberikan penyuluhan tentang perawatan ART terhadap tingkat kooperatif siswa.
Tabel 8. Data Hasil Tanpa dan Sesudah Penyuluhan Pada Tindakan ART
Tanpa penyuluhan diberikan penyuluhan
Tidak Kooperatif 14 6
Data hasil tanpa dan sesudah diberikan penyuluhan menunjukkan perbedaan pada perilaku tidak kooperatif tanpa penyuluhan terdapat 14 siswa dan yang diberikan penyuluhan lebih rendah dengan 6 siswa. Sedangkan perilaku kooperatif tanpa
Kooperatif 20 28
Total 34 34
penyuluhan dengan 20 siswa dan mengalami peningkatan 28 siswa pada kelompok yang diberikan penyuluhan perawatan karies tehnik ART.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
14
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk Tabel 9. Hasil Uji Chi Square Tanpa dan Sesudah Penyuluhan Pada Tindakan ART Tanpa Penyuluhan dan Sesudah Penyuluhan N Person chi-square Asymp. Sig (2-sided)
68 4.533a .033
Hasil uji terlihat bahwa pada baris Asymp.Sig (2-sided) untuk diuji 2 sisi adalah 0,03, disini menunjukkan probabilitas lebih kecil dari pada α 0,05, maka Ho ditolak. Artinya ada perbedaan tanpa diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan penyuluhan perawatan karies gigi terhadap tingkat kooperatif siswa dalam tindakan ART. Sehingga disimpulkan bahwa penyuluhan perawatan karies gigi tentang tindakan ART dapat mempengaruhi perilaku kooperatif dalam tindakan ART. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pemeriksaan telah ditemukan sebanyak 68 kasus karies gigi yang dapat ditanggani dengan tindakan ART dari 83 siswa, dengan angka tersebut menunjukkan bahwa tingginya angka kejadian karies pada anak-anak. Sehubungan dengan tingginya angka karies gigi yang dijumpai, keadaan tersebut menjadi kebutuhan yang mendasar untuk memenuhi pelayanan kesehatan gigi pada anak sekolah, oleh karena itu program usaha kesehatan gigi sekolah merupakan upaya wajib untuk dilaksanakan.6 Menurut Agtini ART merupakan salah satu metode konservasi gigi menggunakan alat yang sederhana yaitu instrument genggam dan tanpa menggunakan bor, metode ini memudahkan pelaksanaan deteksi dan perawatan karies dini yang dapat dilakukan pada program usaha kesehatan gigi sekolah.7 Perilaku anak sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungan. Anak yang berada dikelas awal sekolah dasar adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa
perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Dalam penelitian ini menggambarkan bahwa berdasarkan karakteristik jenis kelamin sebagian besar terdiri dari laki-laki, berdasarkan umur terlihat rentang 9 tahun sampai 11 tahun meskipun berada pada setingkat kelas yang sama, hal ini dikarenakan pada saat pertama kali masuk sekolah anak dengan umur yang berbeda dan ada beberapa anak yang mengalami ketinggalan kelas. Elemen gigi yang terjadi sebagaian besar pada gigi molar, yang berfungsi untuk menghaluskan makanan. Karies gigi yang menjadi sampel dari 7 elemen gigi yang didapatkan tampak gigi molar pertama bawah kiri dan kanan memiliki tingkat kerusakan yang cukup tinggi, hal ini disebabkan gigi molar bawah merupakan gigi yang pertama kali tumbuh sejak usia 6 tahun, kerentanan meningkat karena anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi baru erupsi yaitu usia 4-8 tahun untuk gigi primer dan 12-18 tahun untuk gigi permanent. Selain itu bentuk morfologi gigi yaitu pit dan fisur pada gigi molar sangat rentan terhadap karies, karena sisasisa makanan mudah menumpuk di daerah pit dan fisur yang dalam selain itu permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Terjadinya karies gigi terjadi karena adanya faktor gigi, air liur, makanan dan kuman, karena rahang bawah merupakan adanya
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
15
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk kelenjar ludah dan interaksi antara faktor tersebut lebih besar pada rahang bawah apalagi dengan struktur gigi yang kasar. Hasil pemeriksaan menunjukkan 75 persen karies mencapai kedalaman email dan 25 persen karies telah mencapai dentin. Kedalaman karies gigi yang terjadi merupakan indikasi penumpatan tehnik ART, sehingga jika gigi tersebut tidak dipertahankan dengan perawatan maka risiko kehilangan gigi secara dini cukup besar karena karies gigi bersifat progresif.1 Tingkat kooperatif siswa dalam tindakan Atraumatic Restorative Treatment secara deskripsi data menunjukkan hasil adanya perbedaan dari siswa yang tanpa diberikan penyuluhan dengan yang diberikan penyuluhan. Perbedaan ini terjadi pada perawatan gigi karena pembentukan tingkah laku didasarkan pada prosedur rencana perawatan pendahuluan yang diinginkan, sehingga anak perlahan-lahan dilatih untuk menerima perawatan dalam keadaan santai.8 Tingkat tidak kooperatif siswa menunjukkan kategori tidak kooperatif untuk perilaku negative masih cukup tinggi yaitu siswa masih terlihat menyimpan rasa takut dan terlihat gugup bahkan meringis pada saat tindakan perawatan tehnik ART akan dilakukan. Selain itu perilaku sangat negative juga masih dijumpai dengan reaksi siswa menolak untuk dilakukan perawatan serta menghindarkan diri dari perawatan. Kecemasan atau ketakutan terhadap perawatan gigi sering dijadikan alasan utama untuk tidak melakukan perawatan dan rasa takut merupakan hambatan bagi tenaga kesehatan gigi yang dapat menyebabkan perilaku negative anak ketika menjalani prosedur perawatan. Untuk itu tugas dari tenaga kesehatan gigi adalah mengurangi rasa takut terhadap perawatan gigi dan mulut pasien anak sampai pada tingkat normal, sehingga dapat tercipta perilaku positif dalam menerima setiap perawatan.9 Perbedaan perlakuan sesudah diberikan penyuluhan menunjukkan hasil 82,4% siswa menjadi kooperatif, terlihat berkurangnya
perilaku sangat negative setelah penyuluhan diberikan, serta adanya peningkatan perilaku anak terhadap petugas kesehatan gigi, tidak adanya tanda-tanda takut dan anak semakin tertarik dengan tindakan yang dilakukan petugas melalui bertanya dan membuat kontak verbal yang baik. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan probabilitas 0,033 lebih kecil dari pada α 0,05, maka Ho dinyatakan ditolak. Artinya ada perbedaan tanpa diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan penyuluhan perawatan karies gigi terhadap tingkat kooperatif siswa dalam tindakan ART. Sehingga disimpulkan bahwa penyuluhan perawatan karies gigi dapat mempengaruhi perilaku kooperatif dalam tindakan Atraumatic Restorative Treatment. Sejalan dengan penelitian Widyawati, menyatakan adanya perbedaan efektifitas antara sikap anak dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut yang tidak mendapatkan penyuluhan dengan sikap anak dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut yang mendapat penyuluhan.10 Hasil penelitian Pratama juga menunjukkan bahwa penyuluhan sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap dan perilaku dalam kebiasaan hidup bersih.11 Penyuluhan kesehatan gigi pada murid sekolah dasar merupakan pelaksanaan upaya promotif meliputi kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyampaikan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga anak tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan biasa melakukan suatu anjuran yang di intruksikan sehingga terjadinya perilaku yang diharapkan. Jayanthi penelitiannya juga menunjukkan hasil terdapatnya perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok control, dimana anak usia sekolah lebih kooperatif bila diberikan komunikasi dalam perawatan gigi, dan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh komunikasi terhadap perilaku kooperatif anak usia sekolah dalam perawatan gigi.12 Penyuluhan tentang perawatan gigi dilakukan untuk menghilangkan rasa takut, menumbuhkan rasa ingin tahu, mau mengamati
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
16
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk dan akhirnya secara fisik anak akan melakukan tindakan dan kerjasama yang baik bila memerlukan perawatan pada giginya.13 Menurut Permatasari, penyuluhan dapat membentuk manajemen perilaku sehingga pelaksanaan perawatan efektif dan efisien bagi anak, sekaligus menanamkan sikap positif terhadap perawatan gigi.14 dalam penelitian lain juga menyatakan sesudah penyuluhan terjadi kenaikan rata-rata nilai yang signifikan untuk sikap dan tindakan oral hygiene. Dalam melakukan perawatan pada pasien anak-anak komunikasi dan pendekatan penting dilakukan terutama pada anak yang memiliki masalah dengan kooperatif. Tidak kooperatif pada anak dapat muncul karena timbulnya rasa takut yang biasa diperlihatkan anak pada perawatan gigi. Rasa takut menghantarkan anak pada prosedur yang tidak menyenangkan terhadap perawatan gigi sehingga dapat mempengaruhi perilaku dan keberhasilan pada perawatan gigi.8 Setiap anak memiliki kondisi kesehatan gigi yang berbeda begitu juga dengan perilaku terhadap perawatan gigi dan mulut yang diberikan juga akan berbeda, terdapat anak berperilaku kooperatif terhadap perawatan gigi dan tidak sedikit pula yang berperilaku tidak kooperatif. Perilaku tidak kooperatif merupakan manifestasi dari rasa takut dan cemas anak terhadap perawatan gigi, penyebabnya dapat berasal dari anak itu sendiri, orang tua, tenaga kesehatan gigi ataupun tempat praktik.14 Metode pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan tingkah laku anak selama perawatan gigi salah satunya dengan cara Tell Show Do yaitu menerangkan perawatan yang akan dilakukan pada anak dan bagaiamana anak tersebut harus bersikap, kemudian menunjukkan atau mendemonstrasikan apa saja yang akan dilakukan terhadap dirinya, setelah itu dapat melakukan perawatan gigi sesuai dengan apa yang telah sampaikan.15 Proses perubahan perilaku berjalan melalui empat tahap yaitu, pertama fungsi pengetahuan adalah anak mulai mengenal
informasi yang baru serta belajar memahami tindakan perawatan yang dilakukan, kedua fungsi keyakinan artinya anak telah membentuk sikap positif atau negatif terhadap informasi atau objek yang baru, ketiga fungsi penentuan anak bertindak aktif yang membawa kesuatu pemilihan perubahan yang mungkin diterima atau tidak diterima, empat fungsi persetujuan anak sudah mau melaksanakan perilaku sesuai dengan yang diharapkan.13 Perilaku kooperatif anak merupakan kunci keberhasilan tenaga kesehatan gigi dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. Anak dapat dirawat dengan baik jika dia menunjukkan sikap positif terhadap perawatan yang dilakukan.14 SIMPULAN 1. Tanpa dilakukan penyuluhan tentang perawatan karies gigi perilaku siswa dalam tindakan Atraumatic Restorative Treatment menunjukkan perilaku kooperatif sebanyak 20 siswa (58,8%) dan perilaku tidak kooperatif sebanyak 14 siswa (41,2%). 2. Sesudah dilakukan penyuluhan tentang perawatan karies gigi perilaku siswa dalam tindakan Atraumatic Restorative Treatment menunjukkan perilaku kooperatif sebanyak 28 siswa (82,4%) dan perilaku tidak kooperatif sebanyak 6 siswa (17,6%). 3. Terdapat perbedaan tanpa diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan penyuluhan perawatan karies gigi terhadap tingkat kooperatif siswa dalam tindakan ART. Dengan probabilitas 0,033 < 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa penyuluhan perawatan karies gigi tentang tindakan ART dapat mempengaruhi perilaku kooperatif dalam tindakan ART. SARAN 1. Kegiatan penyuluhan merupakan suatu proses belajar yang memiliki karakteristik khusus berupa adanya perubahan tingkah laku. Untuk itu bagi setiap petugas kesehatan gigi di Puskesmas ataupun
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
17
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk mahasiswa keperawatan gigi yang praktik pelayanan asuhan sebelum melakukan tindakan perawatan gigi, anak dapat di informasikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dia terima, sehingga anak akan lebih siap dan tidak ber persepsi negatif. 2. 2. Pendekatan pada anak dalam melakukan perawatan gigi dapat menggunakan cara dengan menceritakan apa yang akan dilakukan, tunjukkan bagaimana cara melakukannya dan mengerjakannya. Sehingga perawatan gigi yang sesungguhnya dapat dilakukan. penerapan ini dapat dilaksanakan pada matakuliah pendidikan kesehatan gigi yang terintegrasi dalam kegiatan pelayanan asuhan pada sekolah dasar. 3. Meningkatkan derajat kesehatan gigi, melalui tindakan kuratif yang dilakukan dapat diawali dengan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan dan komunikasi yang baik antara petugas kesehatan, guru, anak dan orang tua
7.
8.
9.
10.
DAFTAR PUSTAKA 1. Kemenkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian dan Pengebangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Jakarta. 2. inas Kesehatan Kota pontianak. 2015. 3. Sumanti V, Widarsa T, dan Duarsa D.P. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Orang Tua Dalam Perawatan Kesehatan Gigi Anak Di Puskesmas Tegallalang I, Public Health and Preventive Medicine Archive, Vol.1, No.1 4. Masitahapsari BN. Supartinah Al Lukito. E. 2009. Pengelolaan Rasa Cemas Dengan Metode Modeling Pada Pencabutan Gigi Anak Perempuan Menggunakan Anastesi Topical. J Ked Gi. 1: 79-86. 5. Kent G.G and Blinkhorn A.S. 2005. Pengelolaan Tingkah Laku Pasien Pada Praktik Dokter Gigi, edisi 2, EGC, Jakarta. 6. Kemenkes. 2012. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS), Direktorat
11.
12.
13.
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Jakarta. Agtini M.D. 2010. Efektifitas Pencegahan Karies Dengan Atraumatic Restorative Treatment Dan Tumpatan Glassionomer Cement Dalam Pengendalian Karies Di Beberapa Negara, Media Litbang Kesehatan Vol. XX, No.1. Soeparmin, S. 2014. Pengendalian Tingkah Laku Anak Dalam Praktek Kedokteran Gigi, Bagian Kedokteran Gigi Anak, Universitas Mahasaraswati Denpasar. Kandou J, Gunawan P, dan Lolong J. 2010. Gambaran Rasa Takut Anak SD GMIM IV Tomohon Pada Perawatan Penambalan Gigi. Available from www. ejournal. unsrat.ac.id/…i/ article/download/3132/2676. Akses 6 September 2015. Widyawati. 2009. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut (Metode Demonstrasi)Terhadap Sikap Anak Dalam Memelihara Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Siswa Kelas IV Dan V Di SDK Santa Maria Ponorogo, https://skripsistikes.wordpress.com/2009/ 05/03/ikpiii107/, Akses 2 Agustus 2015. Pratama R. 2013. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang Kebiasaan Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat Siswa SDN 1 Mandong, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jayanthi L. 2009. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Usia Sekolah Dalam Pencabutan Gigi di Puskesmas Selemadeg Tabanan Bali. https://skripsistikes.wordpress.com. Akses 30 Agustus 2015. Riyanti E dan Saptarini R. 2014. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi Dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak, Bagian Kedokteran Gigi Anak, Universitas Padjadjaran.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
18
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Karies Gigi; Budi Suryana, dkk 14. Permatasari A.S. 2014. Pola Perilaku Anak Terhadap Perawatan Gigi Dan Mulut, Skripsi, Universitas Hasanuddin Makassar
15. Andlaw RJ. Rock WP. 2002. Perawatan Gigi Anak. Jakarta: Widya Medika
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
19
Pengetahuan dan Diagnosa Tentang Keputusan Pasien; Dea Helin, dkk PENGETAHUAN DAN DIAGNOSA TENTANG KEPUTUSAN PASIEN UNTUK MELAKUKAN PERAWATAN GIGI DI POLI GIGI UPK PUSKESMAS TELAGA BIRU PONTIANAK UTARA
1,2
Dea Helin1 dan Dian Femala2 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Pontianak
ABSTRAK Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang kesehatan gigi, mengakibatkan perilaku mencari pengobatan ke puskesmas maupun Rumah Sakit juga rendah, karena persepsi masyarakat bahwa sakit gigi tidak perlu segera diobati, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan dan diagnosa tentang keputusan pasien untuk melakukan perawatan gigi di Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Pontianak Utara tahun 2015. Metode Survei dengan jenis penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk untuk mendeskripsikan pengetahuan dan diagnosa tentang keputusan pasien untuk melakukan perawatan gigi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 84%, responden yang berkunjung ke Poli Gigi cenderung dengan diagnosa KMA sebanyak 75%, responden yang berkunjung dengan keputusan untuk melakukan penambalan gigi sebanyak 13% dan responden yang memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi sebanyak 87%. Kesimpulan menunjukan pengetahuan responden yang kurang tentang kesehatan gigi dan mulut mengakibatkan responden berkunjung dengan diagnosa atau keadaan gigi yang telah parah, sulit dipertahankan dan pada akhirnya memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi.
Kata Kunci
: Pengetahuan, diagnosa, perawatan gigi.
PENDAHULUAN Masalah kesehatan terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negaranegara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi, karena prevalensi karies di Indonesia mencapai 80%. Usaha untuk mengatasinya dipengaruhi oleh faktor-faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor pengetahuan, faktor perilaku dan faktor pelayanan kesehatan gigi yang berbeda-beda pada masyarakat Indonesia.1 Hasil Riset Kesehatan Dasar yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan angka keparahan gigi atau nilai DMF-T untuk Indonesia menunjukan nilai D (decay) berjumlah 1,22 nilai M (missing) berjumlah 3,86 dan F (filling) berjumlah 0,08. Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-
rata memiliki kurang lebih 5 gigi rusak setiap orangnya. Dilaporkan juga, dari gigi yang rusak tersebut hanya 0.7% yang telah ditambal. Ada lima provinsi yang memiliki DMF-T tinggi diantaranya provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat memilki nilai DMF-T tinggi yaitu sebesar 6,38.2 Perilaku hidup sehat ditandai dengan bertambah baiknya status kesehatan gigi dan mulut yang sehat serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keadaan gigi dan mulut yang sehat serta meningkatnya upaya pencegahan tanpa mengurangi kegiatan kuratif dan rehabilitatif.3 Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah setiap bentuk pelayanan atau program kesehatan gigi dan mulut yang ditujukan pada perorangan atau bersama-sama dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk memelihara maupun meningkatkan derajat kesehatan gigi
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
20
Pengetahuan dan Diagnosa Tentang Keputusan Pasien; Dea Helin, dkk dan mulut. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut ditujukan kepada keluarga serta masyarakat diwilayah kerjanya, secara menyeluruh baik promotif, preventif, kuratif maupun 4 rehabilitatif. Berdasarkan data yang diperoleh dari survei awal yang dilakukan pada tanggal 8 November 2014 di Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru yang terletak di Siantan Hulu jalan 28 Oktober, kecamatan Pontianak Utara, Provinsi Kalimantan Barat. Puskesmas Telaga Biru ini berjarak ± 1 km (kilometer) dari kampus Poltekkes Kemenkes Pontianak. Survei awal menunjukan bahwa pada tiga bulan terakhir yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober pasien yang berkunjung ke Poli Gigi Puskesmas Telaga Biru berjumlah seratus delapan puluh satu (181) orang, dari seratus delapan puluh satu (181) orang yang berkunjung seratus dua puluh delapan (128) orang datang untuk mencabut gigi dan empat puluh enam (46) orang datang untuk melakukan penambalan, dilihat juga dari kartu status pengunjung tersebut menunjukan bahwa dari seratus dua puluh delapan (128) orang yang memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi ada sembilan puluh delapan) 98 orang terdiagnosa dengan karies mencapai akar (KMA) dan tiga puluh (30) orang terdiagnosa dengan kasus karies mencapai pulpa, kemudian terlihat juga bahwa dari empat puluh enam (46) yang memutuskan untuk melakukan perawatan gigi terlihat bahwa ada tiga puluh empat (34) yang terdiagnosa dengan kasus karies mencapai dentin (KMD) dan dua belas (12) yang terdiagnosa dengan kasus karies mencapai pulpa (KMP) dan karies mencapai akar (KMA). Data ini menunjukan bahwa pasien yang berkunjung di Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru yang melakukan penambalan gigi hanya empat puluh enam (46) orang dan seratus dua puluh delapan (128) orang memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi dari seratus delapan puluh satu (181) orang yang berkunjung. Ditinjau dari fasilitas yang tersedia di Puskesmas yaitu terdapat satu Dokter Gigi dan dua orang Perawat
gigi. Terdapat dua buah Dental Unit yang berfungsi dengan baik dan terdapat beberapa jenis penambalan yang digunakan di Poli Gigi UPK Puskesmas tersebut seperti penambalan dengan bahan Glass Ionomer Cement, Amalgam dan Resin Composite. Puskesmas tersebut juga terdapat fasilitas program BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Sosial) yang bisa digunakan untuk semua tindakan yang ada di Poli Gigi tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari survei awal menunjukan rendahnya keputusan masyarakat untuk melakukan penambalan gigi padahal semua fasilitas sudah cukup terpenuhi di Poli Gigi tersebut. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan menuangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah mengenai gambaran pengetahuan dan diagnosa tentang keputusan pasien untuk melakukan perawatan gigi di Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Pontianak Utara tahun 2015. SUBJEK DAN METODE Penelitian ini menggunakan metode Survei jenis penelitian Deskriptif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan data-data atau fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah yang diteliti pada suatu populasi pada waktu tertentu. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik Purposive Sampling yaitu pengambilan data yang berdasarkan kriteria-kriteria.5 Selanjutnya hasil dimasukan ke dalam analisa data, yaitu proses analisa univariat. HASIL Tabel 1.Distribusi Berdasarkan Umur Umur
Frekuensi
Responden
Total Frekuensi (f) Persen (%)
15-35
46
73
36-46
12
19
47-59
5
8
Jumlah
63
100
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
21
Pengetahuan dan Diagnosa Tentang Keputusan Pasien; Dea Helin, dkk
Dari tabel terlihat bahwa responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 yang mendominasi yaitu responden dengan umur 15-36 tahun sebanyak 73%. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah
Total Frekuensi (f) 7 3 53 63
Responden
Persen (%) 11 5 84 100
Total Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah
Persen (%) 62 38 100
Frekuensi (f) 39 24 63
Dari tabel di atas terlihat bahwa responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 yang mendominasi yaitu responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 62%. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Responden
Total
Pendidikan Terakhir
Frekuensi (f)
Persen (%)
SD
51
81
SMP
4
6
SMA
8
13
Jumlah
63
100
Dari tabel terlihat bahwa responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 yang mendominasi yaitu responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 84%. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosa
Diagnosa KME KMD KMP KMA Jumlah
Total Frekuensi Persen (f) (%) 1 1 11 18 4 6 47 75 63 100
Dari tabel terlihat bahwa responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 yang mendominasi yaitu responden dengan diagnosa KMA sebanyak 75%.
Dari tabel di atas terlihat bahwa responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 yang mendominasi yaitu responden dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 81%.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
22
Pengetahuan dan Diagnosa Tentang Keputusan Pasien; Dea Helin, dkk Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keputusan Melakukan Perawatan Gigi
Dari tabel terlihat bahwa responden yang berkunjung ke UPK Poli Gigi Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 yang mendominasi yaitu responden dengan keputusan untuk melakukan pencabutan gigi sebanyak 87%.
Jumlah Keputusan
Frekuensi (f)
Persen (%)
Melakukan penambalan gigi
8
13
Melakukan pencabutan gigi
55
87
Total
63
100
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dengan Diagnosa
Diagnosa KME KMD KMP KMA Jumlah
Pengetahuan Baik Cukup
Kurang
f
(%)
f
(%)
f
(%)
F
(%)
1 6 0 0 7
1 10 0 0 11
0 2 0 1 3
0 3 0 1 4
0 3 4 46 53
0 5 7 73 85
1 11 4 47 63
1 18 7 74 100
Dari tabel terlihat bahwa responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Pontianak Utara Tahun 2015 terlihat bahwa
Jumlah
yang mendominasi yaitu pasien dengan diagnosa KMA dan berpengetahuan kurang sebanyak 73%.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Pengatahuan Tentang Keputusan Melakukan Perawatan
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah
Keputusan Penambalan Pencabutan F (%) f (%) 7 11 0 0 1 1 2 3 0 0 53 84 8 12 55 87
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
Jumlah f 7 3 53 63
(%) 11 5 84 100
23
Pengetahuan dan Diagnosa Tentang Keputusan Pasien; Dea Helin, dkk Dari dominan
tabel terlihat bahwa responden dengan
terdapat kategori
pengetahuan kurang yang memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi sebanyak 84%.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Diagnosa tentang Keputusan Melakukan Perawatan
Diagnosa KME KMD KMP KMA Jumlah
Keputusan Penambalan Pencabutan F 1 7 0 0 8
(%) 1 11 0 0 12
Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat dominan responden dengan diagnosa KMA memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi sebanyak 75%. PEMBAHASAN 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan dan Diagnosa Responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Pontianak Utara Tahun 2015 terlihat bahwa yang mendominasi yaitu pasien yang terdiagnosa KMA (karies mencapai akar) dengan pengetahuan kurang sebanyak 73%. Data ini menunjukan bahwa pasien yang datang berkunjung datang dengan keadaan gigi atau gigi terdiagnosa dengan kasus KMA (karies mencapai akar) dengan keadaan lubang yang telah besar dan mencapai akar. Keadaan seperti ini menunjukan bahwa pasien datang dengan kasus gigi yang telah parah dan sulit untuk dipertahankan lagi, pada kasus yang seperti ini gigi tersebut masih bisa dipertahankan dengan perawatan saluran akar tetapi memerlukan biaya yang mahal dan kunjungan berulang kali, pada kasus yang seperti ini juga disebabkan oleh pasien yang malas berkunjung untuk memeriksakan gigi sebelum ada keluhan hal ini disebabkan pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kesehatan gigi dan mulut, pengetahuan
F 0 4 4 47 55
(%) 0 7 6 75 88
Jumlah F 1 11 4 47 63
(%) 1 18 6 75 100
masyarakat yang kurang ini sebagian besar dikarenakan tidak pernah ada bentuk penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut dari pihak puskesmas, padahal pengetahuan seseorang bisa dipengaruhi dengan informasi yang didapati seseorang. Menurut Notoadmojo, 2005 mengatakan bahwa semakin banyak informasi yang didapat maka bisa meningkatkan pengetahuan seseorang karena informasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Jadi pengetahuan yang kurang ini lah yang menyebabkan masyarakat tidak memperdulikan tentang kesehatan gigi membiarkan begitu saja gigi yang sudah mulai berlubang, datang berobat ke puskesmas setelah ada keluhan seperti ngilu, bengkak dan giginya sudah berlobang besar, selain pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kesehatan gigi dan mulut juga banyak alasan yang menyebabkan hal ini terjadi, hal pertama karena alasan akan memerlukan biaya yang mahal, kedua karena jika gigi sakit mereka cukup minum obat untuk meredakan rasa sakit padahal keadaan gigi tersebut sudah berlubang besar dan sudah parah tapi mereka tetap tidak memeriksakan gigi tersebut sehingga lama kelamaan yang tadinya hanya berlubang kecil dan dibiarkan begitu saja akan menjadi besar oleh karena itu banyak responden yang
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
24
Pengetahuan dan Diagnosa Tentang Keputusan Pasien; Dea Helin, dkk berkunjung terdiagnosa dengan kasus KMA (karies mencapai akar) dengan lubang gigi yang sudah besar.6
dijaga dan dipertahankan, pertama yaitu menyangkut hal estetika atau kecantikan dari gigi dan penampilan pasien itu sendiri.
2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Keputusan Untuk Melakukan Perawatan Gigi Kategori pengetahuan kurang yang memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi sebanyak 84%. Data ini menunjukan bahwa pengetahuan responden tentang penambalan gigi masih sangat kurang terlihat bahwa pasien yang berkunjung lebih memutuskan untuk melakukan pencabutan, dari hasil wawancara sepintas dengan beberapa responden tentang mengapa mereka lebih memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi didapatlah alasan mengapa mereka lebih memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi, pertama yaitu memerlukan biaya yang mahal jika mereka melakukan penambalan gigi, kedua karena jika gigi sakit mereka cukup minum obat untuk meredakan rasa sakit padahal keadaan gigi tersebut sudah berlubang besar dan sudah parah tapi mereka tetap tidak memeriksakan gigi tersebut sehingga lama kelamaan yang tadinya hanya berlubang kecil dan dibiarkan begitu saja akan menjadi besar, keadaan seperti ini sangat memprihatinkan, harusnya tenaga kesehatan yang bertugas di Poli Gigi harus lebih memperhatikan kenapa pasien yang berkunjung kebanyakan lebih memilih untuk melakukan pencabutan gigi. Keadaan ini bisa dijadikan intropeksi untuk kedepannya apakah keadaan seperti ini terjadi karena kurangnya sosialisasi tentang kesehatan gigi dan mulut dari pihak puskesmas sendiri kepada masyarakat disekitar wilayah binaan puskesmas. Kemudian hal ini kembali lagi pada pengetahuan pasien tersebut, jika pengetahuannya baik bagaimanapun keadaan gigi nya sudah parah seperti apapun pasti ada keinginan untuk mempertahankan gigi lebih lama didalam rongga mulut karena lebih memikirkan resiko kedepannya jika gigi tidak
3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Diagnosa Tentang Keputusan Untuk Melakukan Perawatan Gigi Diagnosa KMA (karies mencapai akar) memutuskan melakukan pencabutan gigi sebanyak 75%. Keadaan seperti ini menunjukan bahwa pasien yang berkunjung sebagian besar terdiagnosa dengan kasus KMA (karies mencapai akar) dan memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi, banyak hal yang menyebabkan hal ini terjadi, pertama ditinjau dari pasien yaitu keluhan pasien tentang biaya yang mahal, memerlukan waktu yang lama dan kunjungan berulang kali, kedua dikarenakan pada tindakan penambalan, sebagian besar orang merasa takut untuk melakukan penambalan lagi pada kunjungan selanjutnya. Pada kasus seperti ini disebabkan karena pada saat proses tindakan penambalan berlangsung, sebagian orang merasa kesakitan. Orang banyak berfikir lebih baik giginya dicabut daripada harus dilakukan penambalan dengan alasan bahwa gigi yang dicabut tidak akan sakit lagi dari pada dilakukan penambalan yang bisa jadi akan sakit kembali, kemudian juga banyak kasus pada saat penambalan orang merasa kesakitan seperti ngilu hal ini disebabkan karena pada saat proses tindakan penambalan, mata bur mengenai dentin sehingga membuat orang merasa sakit, selain itu kesalahan operator dalam melakukan tindakan penambalan membuat pasien tersebut harus membuka mulutnya lebih lama lagi sehingga membuat kelelahan bagi pasien, misalnya kavita yang sudah dibersihkan dari karies dan sudah siap untuk dimasukkan bahan tambalan kemasukan saliva kembali sehingga proses tindakan penambalan harus diulang dari awal, ketiga sering juga terjadi beberapa jam setelah melakukan penambalan orang merasa kesakitan seperti sakit berdenyut dan tambalan terlepas hal ini disebabkan karena pada saat proses tindakan penambalan operator kurang teliti sehingga
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
25
Pengetahuan dan Diagnosa Tentang Keputusan Pasien; Dea Helin, dkk kavita kurang bersih. Selain itu juga operator yang kurang terampil dan hati-hati dalam melakukan preparasi kavita. Keadaan seperti demikian lah yang membuat responden enggan untuk melakuan penambalan dan lebih memilih untuk melakukan pencabutan. Pada kasus yang seperti ini kembali lagi pada pengetahuan yang dimiliki pasien sendiri, jika tingkat pengetahuan pasien tentang kesehatan gigi dan mulut tinggi maka bagaimanapun kasus pada giginya dan bagaimanapun proses pada saat tindakan tetap akan dilakukan karena pasien lebih memikirkan kesehatan gigi dan mulutnya, dan juga informasi dari operator sangat bisa mempengaruhi keputusan pasien, misalnya pasien dengan diagnosa KMA (karies mencapai akar) berniat untuk melakukan pencabutan tetapi operator menjelaskan dan menginformasikan dengan detail tentang resiko pencabutan dan efek baiknya jika dilakukan penambalan maka keputusan pasien bisa berubah yang mulanya pasien ingin melakukan pencabutan tapi berubah menjadi ingin melakukan penambalan. SIMPULAN 1. Responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 84%, responden dengan pengetahuan cukup sebanyak 5% dan responden dengan pengetahuan baik sebanyak 11%. 2. Responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 responden dengan diagnosa KMA sebanyak 75%, responden dengan diagnosa KMP sebanyak 6%, responden dengan diagnosa KMD sebanyak 18% dan responden dengan diagnosa KME sebanyak 1%. 3. Responden yang berkunjung ke Poli Gigi UPK Puskesmas Telaga Biru Tahun 2015 responden dengan keputusan untuk melakukan pencabutan gigi sebanyak 87% dan responden yang memutuskan untuk melakukan penambalan gigi sebanyak 13%.
SARAN 1. Petugas kesehatan diharapkan mencanangkan program penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan melakukan kerjasama lintas program lain yang ada di UPK Puskesmas Telaga Biru dan kembali menjalankan program UKGMD dengan melakukan turun lapangan langsung setiap sebulan sekali ke wilayah binaan puskesmas untuk mensosialisasikan kesehatan gigi dan mulut dan melakukan pengkaderan pada ibu-ibu PKK, majelis taqlim dan ibu-ibu yang bertugas pada saat posyandu berlangsung di daerah binaan UPK Puskesmas Telaga Biru. 2. Menekankan program promotif dengan memberikan penyuluhan terlebih dahulu kepada pasien sebelum melakukan tindakan hal ini bertujuan untuk membantu pasien mengubah keputusan yang mulanya memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi padahal gigi masih bisa dipertahankan menjadi memutuskan untuk mempertahankan gigi dengan penambalan. DAFTAR PUSTAKA 1. Aiza. (2011). Perilaku Masyarakat dengan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut, (Online), (http://www.pelayanankesehatangigi.html, diakses tanggal 10 Oktober 2014). 2. RISKESDAS, (2007). Oral Health Global Indicators for year. (Online), (http://riskesdas.2007.ac.id diakses 26 November 2014). 3. Depkes RI. (2007). Pedoman Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Gigi di Puskesmas. Jakarta. 4. Rukasa, (2005). Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut. (Online), (http://doc.USU.ac.id. diakses 15 Desember 2014). 5. Sugiyono. (2002). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta 2002.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
26
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. FAKTOR – FAKTOR LUAR YANG BERPERANAN TERHADAP TINGGINYA ANGKA KERUSAKAN GIGI PADA SISWA SDN 17 SIANTAN HULU PONTIANAK UTARA Fathiah1 dan Rusmali2 1,2 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak
ABSTRAK Hasil survey mengenai angka kerusakan gigi pada murid kelas IV SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara tahun 2014 masih sangat tinggi, angka DMF-T mencapai 3,1 dan angka def-t 4,4, dan kalau dijumlah angka kerusakan gigi mencapai 7,5 artinya dalam mulut satu murid SD umur 10 tahun dengan jumlah gigi bercampur sejumlah 24 gigi sudah terdapat gigi yang rusak sebanyak 7 lebih. Hal ini karena berbagai faktor yang berperanan, selain faktor dalam juga faktor luar. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor luar apa saja yang berperanan pada tingginya angka kerusakan gigi pada murid SDN 17 Pontianak Utara. Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan teknik survey dasar. Penelitian ini berdasarkan data sekunder mengenai angka kerusakan gigi pada gigi susu maupun pada gigi tetap dan data primer mengenai angka kerusakan gigi yang terbaru pada objek yang sama dan wawancara langsung untuk mengetahui faktor-faktor luar yang berperanan. Faktor luar yang berperanan terhadap tingginya angka kerusakan gigi saling berkaitan dan mempengaruhi, 88 % tak pernah periksa gigi, 72 % diobati sendiri, 97 % pendidikan orang tua SMA kebawah, 88 % pekerjaan orang tua buruh dan pedagang kecil, 59 % minum air hujan, 91 % menyatakan petugas kesehatan sudah lama tak datang, 56 % orang tua tak pernah bawa anak ke puskesmas untuk periksa gigi. Kata kunci: Angka DMF-T ,def-t, faktor-faktor luar.
PENDAHULUAN Karies gigi masih merupakan masalah utama dari sekian banyak masalah kesehatan gigi dan mulut di dunia, baik di negara-negara industri maupun di negara-negara berkembang. Di Indonesia, penyakit gigi dan mulut terutama penyakit karies banyak diderita baik oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak. Data Departemen Kesehatan 2010 menunjukkan prevalensi karies di Indonesia mencapai 60 – 80 % dari populasi serta menempati peringkat ke-6 sebagai penyakit yang paling banyak diderita.1 Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013) prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut sebesar 25,9% dan 14 provinsi mempunyai angka diatas angka nasional. Dari
25,9% yang bermasalah kesehatan gigi dan mulut ternyata hanya 31,1% yang mendapatkan perawatan. Di Kalimantan Barat angka prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut adalah 20,6 % .2 Angka prevalensi karies penduduk Indonesia mencapai 90% dengan angka DMF-T perorangan adalah 6,44. Sedangkan pada anak usia 12 tahun prevalensi karies mencapai 76% dengan angka DMF-T perorangan 2.21. Sedangkan angka prevalensi karies di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 99% pada tahun 2002 dengan angka DMF-T perorangan mencapai 6.11 pada anak usia 14 tahun.3 Ini berarti pada setiap mulut anak umur 14 tahun dengan gigi berjumlah 28 buah, terdapat lebih dari enam gigi yang mempunyai pengalaman
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
27
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. kerusakan gigi (Karies), dicabut atau ditambal akibat kerusakan tersebut. Masalah kesehatan gigi di Kota Pontianak masih jauh dari harapan, dari data survei dasar status kesehatan gigi dan mulut pada 5 kelompok umur menurut WHO di Kota Pontianak tahun 2002 menunjukkan prevalensi bebas karies pada kelompok umur 5-6 tahun mencapai 20,985. Hal ini berarti 79,025 anak kelompok umur tersebut yang mengalami karies . Begitu pula pada usia remaja (18 tahun) hampir separuh (48,5%) pernah mencabutkan giginya. Dengan demikian hanya 51,15% remaja yang memiliki gigi lengkap 28 gigi.3 Dari hasil penelitian penulis tahun 2014 mengenai “Tingginya Angka Karies Gigi Pada SD Binaan Pelayanan Asuhan Di Wilayah Kota Pontianak tahun 2013” pada siswa kelas 4 SD umur 8 sd 10 tahun diperoleh angka DMF-T 2,7 dan angka def-t 3,5, dan angka kerusakan apabila dijumlah sebesar 6,2. Artinya pada anak umur 8 sd 10 tahun terdapat 6 gigi yang rusak dari 20 gigi yang sudah ada didalam rongga mulut. Hal ini menggambarkan tidak ada penurunan angka kerusakan gigi sejak tahun 2002 yang angka kerusakan giginya adalah 6,11, walaupun telah dilakukan upaya – upaya peningkatan kesehatan gigi melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang dilaksanakan oleh Puskesmas dan Sekolah maupun melalui kegiatan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi yang dilaksanakan oleh Jurusan Keperawatan Gigi. Salah satu Sekolah Binaan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut adalah SD Negeri 17 Siantan Hulu Pontianak Utara dan telah bekerjasama dalam kegiatan Pelayanan Asuhan sejak 9 tahun yang lalu. Hasil survey mengenai angka kerusakan gigi pada siswa Kelas IV B kegiatan pelayanan Asuhan tahun 2014 didapat angka karies yang masih sangat tinggi, dimana angka DMF-T mencapai 3,1 dan angka def-t 4,4, sehingga kalau dijumlahkan angka kerusakan gigi susu dan gigi tetap menjadi 7,5, ini artinya dalam setiap mulut siswa kelas IV SDN 17 Siantan Hulu yang baru
berusia 10 tahun dengan jumlah gigi 24 terdapat lebih dari 7 gigi yang rusak dan angka ini sangat jauh dari angka yang diperbolehkan WHO yaitu angka DMF-T anak umur 12 tahun < dari 3.4 Tingginya angka karies yang dialami oleh anak-anak usia sekolah disebabkan oleh banyak faktor yang berinteraksi satu sama lain. Oleh Newburn (1977) faktor tersebut digolongkan menjadi tiga faktor utama yaitu: gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat serta satu faktor tambahan yaitu waktu. Selain faktor didalam mulut yang disebut faktor dalam atau faktor internal, terjadinya karies gigi juga sangat dipengaruhi faktor luar sebagai faktor predisposisi timbulnya karies.5 SUBJEK DAN METODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survey, untuk mengetahui faktor-faktor luar yang mana saja yang sangat berperan terhadap tingginya angka kerusakan gigi pada murid SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan di sekolah yang menjadi binaan Pelayanan Asuhan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Pontianak yaitu SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VB SDN 17 Siantan Hulu Pontianak Utara yang berjumlah 32 orang yang telah dilakukan pemeriksaan DMF-T dan def-t pada saat sampel penelitian berada pada kelas IV SD. Data primer dilakukan dengan wawancara langsung responden melalui kuesioner untuk mengetahui faktor- faktor luar apa saja yang sangat mempengaruhi tingginya angka kerusakan gigi pada responden. Hal ini diperlukan sebagai bahan masukan agar permasalahan mengenai tingginya angka kerusakan gigi pada anak dapat diketahui. Sedangkan data sekunder diambil dari pihak Sekolah mengenai data- data siswa yang diperlukan yaitu jumlah siswa, jenis kelamin siswa, fasilitas sekolah,data kegiatan UKGS dll yang diperlukan.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
28
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. Selain itu data didapat dari menelaah laporan Praktek Kerja Lapangan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut tahun 2014 mengenai angka kerusakan gigi susu dan gigi tetap dalam bentuk angka DMF-T dan angka def-t.sebagai acuan dasar dilakukannya penelitian, dan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan atau peningkatan angka kerusakan gigi dari tahun sebelumnya pada murid yang sama. HASIL Tabel 1 Angka DMF-T Siswa Kelas V B di SDN 17 Siantan Hulu Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas rata-rata angka DMF-T pada murid kelas V SD tahun 2015 adalah 3,7, berarti hampir 4 gigi tetap yang rusak , ditambal atau dicabut akibat kerusakan/ karies gigi dari 16 gigi tetap yang sdh ada pada mulut siswa SD kelas V. Tabel 2 Angka def-t Pada Siswa Kelas V B di SDN 17 Siantan Hulu Tahun 2015 Jumlah Siswa
Score def-t e f d 78 16 1
32 Orang
Jumlah def-t 140 3
Angka def-t Jumlah Siswa
Score DMF-T M F D
Jumlah DMF-T
32 Orang
102
117
5
10
Pada tabel diatas rata- rata angka def-t kelas V SD adalah 3 berarti ada 3 lebih gigi sulung yang rusak atau hilang akibat karies dari 8 gigi sulung yang masih tersisa pada siswa kelas V SD.
3,7
Angka DMF-T
Tabel 3.Gambaran Perbandingan Angka DMF-T dan Angka def-t Pada Tahun 2014 dan 2015 Dengan Responden Yang Sama DMF-T
2014
Decay
99
Missing
DMF-T
def-t
2014
102
Decay
106
78
1
5
Extraksi
34
16
Filling
0
10
Filling
0
1
Jumlah
100
3,1
2015
117
DMFT
3,7
Terdapat kenaikan kerusakan gigi tetap sebesar 3 gigi pada saat siswa SD kelas V, pencabutan 4 dan ada 10 gigi yang sudah ditambal, sedangkan pada gigi sulung terjadi
140
def-t
2015
4,4
penurunan angka kerusakan gigi .
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
95
def-t
3 dan pencabutan
29
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. Tabel 4. Persetujuan Orang Tua Siswa Kelas IV B Terhadap Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut . No 1 2 3 4 5
Tindakan Sikat Gigi Pengolesan Fluor Scalling Penumpatan ART Pencabutan
Setuju 32 18 16 5 2
Tidak Setuju 14 16 27 30
Total 32 32 32 32 32
Berdasarkan tabel diatas terlihat hanya 5 orang tua siswa yang setuju terhadap tumpatan tanpa bur (ART) dan hanya dua orang tua siswa yang setuju dilakukan pencabutan gigi goyang / sederhana.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Kelas V B di SDN 17 Siantan Hulu No
Jenis Kelamin
1 Perempuan 2 Laki-Laki Jumlah
Frekuensi
PersenTase (%)
14 18 32
44 56 100
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Faktor Perilaku Terhadap Angka Kerusakan Gigi No 1 2
3
Pertanyaan Jawaban Apakah Adik Pernah a. Pernah sakit gigi? b. Tidak Pernah Kalau sakit gigi a. Diberi obat diapakan? oleh mama b. Ke puskesmas/Dokter c. Dibiarkan
Persentase 29 3 23
% 91 9 72
8
25
1
3
Apa menyebabkan sakit?
15 5
47 15
yang a. gigi b.
Kuman Dimakan
ulat
c.
Permen
/ 8
25
cokelat 4
d. Kalau gigi adek lubang a. diapakan? b.
Tak tahu Di tambal Dibiarkan
4 18 9
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
13 56 28
30
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. No 5
6
7
8
9 10
Pertanyaan
Jawaban c. Diperiksa Apakah selama adik a. tidak pernah dikelas V ada periksa b. pernah gigi? Berapa kali adik sikat a. 4x gigi dalam sehari? b. 3x c. 2x Sikat gigi atas a. Mau sendiri kemauan sendiri atau b. Di suruh ibu disuruh? / bapak Kalau sekolah apakah a. Jajan bawa bekal dari rumah b. Bekal atau jajan? Kalau jajan apa yang a. Snack/coklat adik beli? b. Nasi Apakah adik suka a. Suka makan sayur/buah b. Tak suka buahan
Berdasarkan tabel diatas sebanyak 91 % siswa pernah sakit gigi, 72 % diobati oleh ibunya, 56 % sdh mengatakan ditambal bila lubang, sebanyak 88 % sudah lama tak periksa
Persentase 5 28 4
% 16 88 12
2 13 17 18 14
6 41 53 56 44
26 6
81 19
21 11 22 10
66 34 69 31
gigi, 81 % jajan disekolah , 66 % jajan berupa snack/ coklat dan 69 % ternyata suka buah dan sayur.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Faktor Keturunan dan Sikap Orang Tua Terhadap tingginya angka kerusakan gigi No 1
2
3
Pertanyaan Apakah gigi Bapak/Ibu a. ada yang lubang?
Jawaban Ada
Persentase 15
b.
Tidak
6
c.
Tidak tahu
11
Ya
12
b.
Tidak
11
c.
Tidak Tahu
9
Ada
5
Apakah gigi bapak/ibu a. ada yang ompong?
Apakah gigi Bapak/Ibu a. ada yang
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
% 4 7 1 9 3 4 3 8 3 4 2 8 1 5
31
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. No
4
5
6
7
Pertanyaan berjejal/berlapis?
b.
Jawaban tidak ada
Persentase 13
c.
tidak tau
14
Ada
6
b.
Tidak ada
9
c.
Tidak tahu
17
Apakah Bapak/Ibu a. sering menyuruh sikat gigi? b.
Ya
21
Tidak
11
Pernahkan Bapak/Ibu a. melihat atau memeriksa gigi adik? b.
Ya
19
Tidak
13
Pernahkan Bapak/Ibu a. membawa adik periksa gigi ke Puskesmas? b.
Ya
11
Tidak
21
Apakah Bapak/Ibu ada a. pakai gigi palsu?
Dari tabel tergambar 47% dari bapak/ ibu giginya berlubang, 38 % gigi orang tua ompong, hanya 15 % gigi orangtuanya yang berjejal, 53 % tak tahu apakah orangtuanya pakai gigi palsu,
% 4 1 4 4 1 9 2 8 5 3 6 6 3 4 5 9 4 1 3 4 5 6
66% orang tua menyuruh sikat gigi , 59 % orang tua pernah melihat / memeriksa gigi responden, dan hanya 11 orang (34 %)pernah dibawa orangtuanya ke puskesmas periksa gigi
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Faktor Lingkungan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi No Pertanyaan Jawaban Persentase % Apakah Pekerjaan a. 56 Buruh Bangunan, 18 1. Orang Tua Adik? buruh Pabrik 5 16 b. Swasta 5 16 c. Pedagang 12 d. PNS, Polri, 4 Tentara Bapak/Ibu Lulusan a. 1 3 Sarjana 2. Sekolah apa? 12 38 b. SMA
3.
c.
SMP
13
41
d.
SD
6
18
Air hujan Air PDAM/galon
19 13
59 41
Dirumah adik a. minum air apa? b.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
32
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. No
4.
Pertanyaan Jawaban Kalau mandi atau a. Air parit / kolam cuci pakai air apa? b. Air PDAM
Dari tabel diatas terlihat sebanyak 56 % berprofesi sebagai buruh dengan lulusan terbanyak 41 % SMP, sebanyak 59 % minum air
Persentase 23 9
% 72 28
hujan , dan untuk MCK dengan air parit/ air kolam sebanyak 72 % .
Tabel 9. Distribusi Frekuensi faktor Pelayanan Kesehatan terhadap tingginya angka kerusakan Gigi No 1
Pertanyaan Jawaban Apakah adik tahu apa a. Tahu itu Puskesmas? b. Tidak Tahu
2
Apakah adik pernah ke a. Puskesmas? b.
3
Kalau pernah, adik sakit a. apa? b. Siapa yang mengantar a. adik ke Puskesmas? b.
4 5
6.
7
Pernah Tidak Pernah
Persentase 21 11 23 9
% 66 34 72 28
Sakit gigi Demam Mama/bapak Abang/kakak Sering Pernah/sudah
10 13 18 5 3 21
43 57 78 22 9 66
Tidak pernah Apakah Pernah Puskesmas pernah (sudah lama) memberi penyuluhan b. Tidak pernah kesehatan gigi? Pernahkah adik di a. Pernah periksa gigi oleh (sudah lama) petugas Puskesmas b. Tidak pernah
8 12
25 43
20
57
9
28
23
72
Apakah petugas a. Puskesmas sering b. datang ke sekolah lama
c. petugas a.
Dari tabel masih terdapat 34 % yang tak mengetahui apa itu puskesmas, 72 % pernah ke Puskesmas, tetapi lebih banyak datang ke puskesmas karena demam ( 57 %), 66 % mengatakan petugas puskesmas sudah lama tak datang, 57 % menjawab tak pernah diberi penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan 72 % menjawab tak pernah diperiksa giginya oleh petugas puskesmas. PEMBAHASAN Berdasarkan pemeriksaan terhadap siswa kelas VB SDN 17 Siantan Hulu terdapat angka
kerusakan gigi tetap yang cukup tinggi yang digambarkan dengan angka DMF-T mencapai 3,7. Artinya dalam setiap mulut siswa Kelas V SD dengan asumsi terdapat 16 gigi tetap yang sudah tumbuh ternyata sudah terdapat hampir 4 gigi yang mengalami kerusakan gigi akibat bakteri / karies. Angka kerusakan gigi / DMF-T pada siswa kls V ini ternyata mengalami peningkatan dari angka DMF-T pada saat responden berada pada kelas IV yang DMF-T nya hanya sebesar 3,1. Berarti terjadi peningkatan kerusakan gigi sebesar 0,6 dalam waktu 1 Tahun . Peningkatan angka DMF-T
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
33
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor , selain faktor internal dan terjadi pergantian gigi sulung ke gigi tetap juga faktor eksternal / luar. Angka kerusakan gigi sulung( def-t) pada responden sebesar 3, angka ini mengalami penurunan dibandingkan pada saat responden berada pada kelas IV dengan angka def-t sebesar 4,4, hal ini dapat dimengerti karena telah terjadi pergantian gigi sulung ke gigi tetap. Walaupun terjadi penurunan pada def-t, tetapi kalau dijumlahkan angka kerusakan gigi menjadi 6,7 yang artinya dari 24 gigi yang ada pada rongga mulut , hampir 7 gigi yang mengalami kerusakan. Angka kerusakan gigi tersebut sangat jauh dari angka kerusakan gigi yang diperbolehkan oleh WHO, dimana angka DMFT pada umur 12 tahun yaitu < 3.4 Terjadi peningkatan angka Filling atau penambalan 10 gigi dalam waktu satu tahun ternyata pada saat wawancara para responden menjadi pasien dari mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi, walaupun pada saat mahasiswa melaksanakan program pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di sekolah tersebut tidak banyak tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kerusakan gigi pada siswa kelas V SDN 17 tersebut, dan terdapat 5 gigi tetap yang dilakukan pencabutan, karena responden tidak melakukan pengobatan sejak dini, sehingga kerusakan semakin parah. Banyaknya orang tua yang tidak setuju gigi anaknya dilakukan penambalan, dari 32 orang tua siswa kelas IV B ternyata hanya 5 orang yang memberikan persetujuan dilakukan penambalan pada gigi anaknya apabila ada kerusakan gigi/ karies dan hanya 2 orang yang setuju gigi anaknya dilakukan pencabutan sederhana (gigi goyang ). Persetujuan orang tua yang kurang terhadap tindakan penambalan gigi bisa disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai kegiatan pelaksanaan pelayanan asuhan dan tindakan – tindakan apa saja yang dilakukan pada siswa selama pelayanan asuhan tersebut, sehingga orang tua tidak mendapat informasi yang cukup mengenai istilah atau nama
tindakan yang akan diberikan pada anaknya, akibatnya pada saat diberikan informed consent banyak orang tua tidak setuju. Kurangnya tingkat pedidikan orang tua juga dapat mempengaruhi pemahaman orang tua dalam memberikan persetujuan tindakan, karena sebagian besar (97 %) tingkat pendidikan orangtua SMA kebawah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan, pengalaman dan informasi yang didapat orang tua akan mempengaruhi orang tua dalam mendukung atau tidak mendukung pemeliharaan gigi dan mulut anak.6 Kurangnya informasi juga dapat mengakibatkan akibat orang tua khawatir akan keselamatan tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa, padahal pada setiap kegiatan, mahasiswa selalu dibimbing dan diawasi oleh dosen pembimbing. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mujiarsih, 2013 yaitu alasan orang tua tidak memberikan persetujuan karena khawatir bahwa mahasiswa keperawatan gigi masih dalam proses belajar, sehingga mereka masih kurang percaya dan meragukan jika dilakukan suatu tindakan terhadap anaknya. Hasil penelitian mengenai faktor perilaku ternyata hampir semua responden (91 %) pernah menderita sakit gigi, hal ini karena perilaku yang kurang baik dari responden terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, mereka jarang bahkan tidak pernah memeriksakan gigi ke puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan yang lain ( 88 %),mereka datang kepuskesmas apabila ada gigi yang sakit (57 %) akibatnya mereka tidak mengetahui apakah ada gigi yang rusak, kalaupun ada gigi rusak / sakit, sebanyak 23 orang ( 72 %) memilih mengobati sendiri penyakitnya dengan diberi obat oleh orangtuanya Perilaku yang tidak baik tersebut dapat diakibatkan karena kurangnya penyuluhan akan pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, hal ini terlihat dari kurangnya kunjungan petugas kesehatan yang khusus menangani kesehatan gigi dan mulut. Untuk mengubah suatu perilaku yang tidak baik
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
34
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. menjadi perilaku yang baik harus dilakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, peningkatan pengetahuan tersebut akan melahirkan suatu motivasi untuk mengubah suatu perilaku, dan untuk mencapai perubahan tersebut harus dilakukan secara terus menerus/ kontinu ( Notoatmodjo, 1990). Penanganan gigi berlubang dari segi pengetahuan sudah cukup baik yaitu harus ditambal (56 %) tapi mereka tidak melakukan penambalan, dari penggalian pernyataan tidak dilakukan penambalan adalah karena tidak merasa sakit , tidak tahu kalau ada lubang dan tidak pernah diajak orang tua periksa gigi. Kerusakan gigi ini juga diperberat dengan perilaku menggosok gigi yang salah, walaupun frekuensi menggosok gigi sdh cukup yaitu 2 kali sehari (53 %), tetapi dari penggalian pernyataan sebagian besar mereka menyikat gigi pada saat mandi pagi dan sore di kolam atau parit (72 %) , sehingga pada saat akan tidur mereka tidak turun ke kolam atau parit untuk menggosok gigi. Hal ini sejalan dengan survey kesehatan dasar tahun 2007 yang mengungkapkan bahwa 90,7 % masyarakat Indonesia menggosok gigi pada pagi dan sore hari. Padahal menurut Manson,1971, penyikatan gigi idealnya dilakukan 2 kali sehari yaitu sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam, dan pendapat tersebut masih dianut dan dipercaya secara teoritis dalam mencegah gigi berlubang oleh sebagian besar ahli. Terjadinya karies gigi dipengaruhi juga oleh perilaku jajan dan jenis makanan yang dimakan oleh responden, sebanyak 81 % responden tidak membawa bekal kesekolah dan sebanyak 66 % mengaku membeli snack / coklat/ permen / minuman manis pada jam istirahat. Hal ini sesuai dengan teori dari Miller (1980) yang membuktikan bahwa salah satu faktor utama terjadinya karies gigi adalah dari faktor makanan selain bakteri dan gigi itu sendiri, sedangkan menurut Suwelo (1992) makanan yang sangat merusak gigi adalah karbohidrat dari jenis sukrosa karena sangat mudah diuraikan oleh bakteri. Makanan yang
banyak mengandung karbohidrat jenis sukrosa adalah makanan yang bersifat manis dan melekat pada permukaan gigi.7 Faktor keturunan walaupun mempunyai peran yang sangat kecil terhadap terjadinya kerusakan pada gigi ( karies), tapi hal tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja karena pada beberapa anak bisa menjadi masalah yang utama. Anak yang mempunyai gigi yang berjejal biasanya bawaan dari orangtuanya dan hasil studi membuktikan gigi berjejal lebih mudah terkena karies. Pada orang tua responden hanya 15 % yang pasti menyatakan gigi orangtuanya berjejal, yang 44 % tidak tahu , berarti pada responden bukan faktor gigi berjejal yang berperanan terhadap angka kerusakan gigi. Sebanyak 47 % responden menyatakan gigi orangtuanya berlubang dan 38 % menyatakan gigi orangtuanya ompong, hal ini menggambarkan bagaimana sikap dan perilaku orangtua yang kurang memelihara kesehatan gigi dan mulutnya sendiri dan perilaku orangtua tersebut akhirnya berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut anak. Hasil ini sependapat dengan Davis (1984) yang menyatakan bahwa perilaku anak sangat dipengaruhi oleh orangtua. Anak juga belajar dari apa yang mereka lihat, dengar dan dari pengalaman tentang suatu kejadian. Perilaku seseorang dibidang kesehatan dapat timbul berdasarkan atas kebiasaankebiasaan kesehatan, kebiasaan kesehatan terbentuk pada masa kanak-kanak di bawah pengaruh sikap dan tingkah laku orangtua sebelum anak mengalami makna yang sebenarnya dalam hubungan kesehatan dan keselamatan dirinya.8 Gambaran sikap orang tua terhadap kesehatan gigi anaknya sebenarnya cukup memadai, sebanyak 21 orangtua apakah bapak atau ibu sering menyuruh anak sikat gigi, sebanyak 19 orang tua sering melihat keadaan gigi anaknya. Walaupun demikian hal tersebut belumlah cukup, karena untuk melihat keadaan gigi geligi anak , orang tua harus mengerti bagaimana yang disebut gigi sudah bersih, apakah sudah diperiksa giginya sampai yang dibelakang, apakah orangtua mengerti
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
35
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. perbedaan gigi susu dan gigi tetap, apakah orang tua memeriksa dengan memakai peralatan , apakah memeriksanya hanya sepintas. Faktor lingkungan juga mempengaruhi tingginya angka kerusakan gigi pada responden, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi orang tua serta letak geografis termasuk faktor lingkungan. Menurut Blum , 1974, faktor lingkungan merupakan peringkat tertinggi yang memegang peranan penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan seseorang dan diikuti oleh faktor perilaku yang menempati urutan kedua. sebanyak 86 % orangtua bekerja sebagai buruh, pedagang, pegawai swasta dan hanya 14 % yang bekerja sebagai PNS dan aparat keamanan. Pekerjaan orang tua sebagai buruh tentu sangat mempengaruhi kesehatan umum dan kesehatan gigi dan mulut, karena sebagai buruh dan pegawai kecil tentu penghasilan keuangan perbulan yang pas-pasan sangat mempengaruhi para orang tua untuk memperoleh pengobatan lanjutan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan untuk membawa anak memeriksakan kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut memerlukan waktu yang panjang , yang tentu akan mengganggu kerja orang tua, sehingga ada anak yang tidak pernah mengenal puskesmas (34 %) dan kalaupun ke puskesmas hanya 43 % yang berobat karena gigi selebihnya (57 %) karena demam, sehingga apabila anaknya menderita sakit gigi hanya diobati sendiri oleh orangtua. Faktor pendidikan orangtua juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak, karena dengan pendidikan yang memadai pemahaman orang tua akan perilaku kesehatan yang baik juga akan semakin baik, ternyata hanya 1 orangtua (4 %) yang dapat menamatkan jenjang perguruan tinggi. sejalan dengan pendapat Machfoedz,I, 2005 yang menyatakan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi umumnya perilakunya jauh berbeda dengan orang yang berpendidikan rendah. Pendidikan tinggi juga akan mempengaruhi tingkat pekerjaan dan tingkat penghasilan seseorang dan
tentu akan mempengaruhi akses seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan maksimal.9 Faktor lingkungan yang mempunyai peranan penting dalam pencegahan kerusakan gigi adalah kandungan mineral Fluor dalam air minum. Fluor dapat mencegah kerusakan gigi dengan efektif dengan cara remineralisasi lesi dini email, fluor dapat menghalangi terjadinya glikolisis yaitu proses dimana bakteri kariogenik memetabolisma gula menjadi asam, fluor mempunyai efek bakterisidal terhadap bakteri kariogenik dan bakteri lain, dan fluor akan membuat email tahan terhadap serangan asam. Mineral fluor terdapat didalam batu dan tanah, dengan adanya fluor dalam tanah apabila air tanah tersebut dikonsumsi dalam kosentrasi tertentu maka akan mempunyai efek yang dapat membuat gigi kuat dan tidak mudah rusak. Hal ini karena mineral fluor apabila berkontak dengan email gigi akan menghasilkan suatu ikatan atau senyawa yang disebut Fluor apatit yang tahan terhadap produksi asam karena metabolisma bakteri.10 Mineral Fluor banyak terdapat didalam bumi / tanah, dan tidak terdapat pada air hujan.Kenyataannya di daerah Kalimantan barat Khususnya Kota Pontianak sudah sejak lama penduduknya mengkosumsi air hujan sebagai air minum ataupun keperluan memasak. Walaupun dari air gallon dan PDAM hal tersebut tidak menjamin adanya kandungan mineral fluor pada kedua sumber air minum tersebut, sehingga apabila anak-anak tersebut mengkonsumsi air hujan maupun sumber air yang tidak mengandung mineral fluor dalam jangka waktu yang lama dan tidak diimbangi dengan asupan makanan yang mempunyai kandungan fluor yang cukup, maka dapat dipastikan air hujan mempunyai peran terhadap tingginya angka kerusakan gigi pada siswa SDN 17. Mineral fluor selain terdapat dialam yaitu tanah juga terdapat dalam sumber makanan yang lain, yaitu ikan dan daun teh.11 Selain dari makanan maka memakai pasta gigi yang mengandung fluor secara teratur dan benar
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
36
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk. merupakan jalan keluar untuk mendapatkan gigi yang kuat dengan cara yang mudah dan murah. Dari segi pelayanan kesehatan , ternyata peran serta tenaga kesehatan dari wilayah kerja terkait sangat kurang, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9, 21 orang (75 %) siswa menyatakan sudah lama petugas kesehatan dari Puskesmas tidak pernah datang, dan 16 orang (57 %) tak pernah mendapat penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dari tenaga kesehatan . Hal ini tentu dapat mengakibatkan pengetahuan siswa akan kesehatan gigi dan mulut kurang dan apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama tentu dapat mengakibatkan motivasi untuk menjaga kebersihan gigi kurang dan akhirnya dapat menyebabkan kerusakan gigi pada siswa SD berlanjut terus tanpa pencegahan dan perawatan sejak dini. Keberadaan dan peranan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak terhadap SD Binaan Pelayanan asuhan terutama di SDN 17, cukup membantu dan memberikan pencerahan kepada siswa SDN 17, walaupun hanya 2 minggu dalam setahun melaksanakan program pelayanan asuhan, hal ini dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan mengingatkan kembali akan pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut. Tetapi program ini tetap tidak dapat membawa perubahan yang signifikan terhadap angka kerusakan gigi, karena untuk perubahan suatu perilaku memerlukan latihan secara kontinu atau terus menerus pada suatu populasi atau kelompok dalam suatu periode waktu yang lama. Padahal program pelayanan asuhan di SDN 17 sudah memasuki tahun ke 9, tetapi karena pelaksanaannya terbentur pada kurikulum, waktu dan biaya, maka pelaksanaan yang hanya 2 minggu dalam satu tahun ajaran tentu sangat tidak memadai untuk hasil yang maksimal dalam pencegahan dan peningkatan kesehatan gigi dan mulut dan juga dalam pengobatan sederhana. Sehingga angka kerusakan gigi masih tetap tinggi pada siswa SDN 17 walaupun telah dilakukan program pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut.
Dalam hal ini peran sekolah juga dituntut aktif, dari segi fasilitas sudah memadai, sekolah sudah mempunyai ruang UKS sendiri yang cukup luas, tetapi peran guru untuk meningkatkan motivasi anak dalam menjaga kebersihan mulut perlu ditingkatkan dalam kegiatan rutin, walaupun tidak setiap hari diharapkan ada kegiatan sikat gigi bersama seminggu sekali sebelum kegiatan olahraga dimulai, dengan kegiatan yang rutin diharapkan kesadaran siswa akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan mulut akan tercapai. SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor luar ternyata sangat berperanan terhadap tingginya angka kerusakan gigi pada murid SDN 17 Pontianak Utara, faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan antara satu dengan yang lain tidak ada yang paling dominan, dan data ini hanya sebagian kecil dari jumlah murid yang ada yang diyakini mempunyai persoalan yang sama. 1. Faktor perilaku responden, sebanyak 88 % tidak pernah periksa gigi selama 1 tahun, sebanyak 72 % bila sakit gigi diobati sendiri oleh orang tua, 81 % mempunyai perilaku suka jajan dan 66 % suka jajan snack atau coklat. 2. Faktor lingkungan terutama pendidikan orang tua yang rendah mencapai 97 % tingkat SMA kebawah , pekerjaan orang tua 88 % merupakan buruh dan pedagang kecil serta 59 % menggunakan air hujan sebagai air konsumsi . 3. Faktor pelayanan kesehatan, 91 % menyatakan petugas puskesmas sudah lama dan tidak pernah datang, 72 % menyatakan tak pernah diperiksa gigi dan 57 % menyatakan tak pernah diberi penyuluha. 4. Faktor keturunan dan sikap orang tua 47 % menyatakan gigi orang tuanya berlubang, 38 % gigi orang tuanya ompong, 19 % memakai gigi palsu dan 56 % tak pernah membawa anak ke puskesmas untuk periksa gigi.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
37
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.
SARAN 1. Agar semua pihak dapat bersama-sama meningkatkan peranan dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut, sehingga angka kerusakan gigi dapat ditekan seminimal mungkin . 2. Bagi murid SD agar sikat gigi secara teratur, periksa gigi setiap 6 bulan sekali, mengunjungi tempat pelayanan kesehatan untuk perawatan gigi dan mengurangi makanan kariogenik. 3. Bagi orangtua agar dapat meluangkan waktu agar memeriksakan gigi anaknya secara teratur, ikut asuransi kesehatan ( BPJS) sehingga dapat mengurangi biaya perawatan, selalu mengontrol kegiatan sikat gigi anak. 4. Bagi petugas Kesehatan, lebih diaktifkan kembali program UKGS, agar dapat memberikan penyuluhan, pemeriksaan dan perawatan gigi secara teratur dan terus menerus. 5. Bagi pemerintah baik dinas Kesehatan dan Pendidikan agar dapat dibuatkan kebijakan untuk lebih memacu kegiatan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut secara teratur dan komprehensip. 6. Bagi Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Pontianak dan peneliti diharapkan lebih memaksimalkan hasil penelitian untuk membuat program singkat yang dapat meningkatkan hasil yang maksimal dalam penurunan angka kerusakan gigi.
5. Notoatmodjo,S, 2010.Ilmi Perilaku Kesehatan. Rineka CiptaSuwelo, I. S, 1992. Karies Gigi Pada Anak Dengan Berbagai Faktor Etiologi, Kajian Pada Anak Usia Sekolah, EGC. Jakarta 6. Anthoni Akbar,2012. Kejadian Karies Gigi Ditinjau dari faktor Luar penyebab Terjadinya karise Pada Ibu di Desa Beureuleung Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie tahun 2012. http://akbaranthoni.blogspot.com/2012/02/ kejadian –karies-gigi-ditinjau-dari_10.html 7. Herijulianti,dkk (2010) Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC 8. Arisman,(2009). Gizi Dalam daur Kehidupan, Jakarta:EGC 9. Notoatmodjo, S ,2003. Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, EGC. Jakarta 10. Machfoedz (2008) . Menjaga Kesehatan Gigi Dan Mulut Yogyakarta, Fitramaya 11. Nio Be Kien (1989). Preventiv Dentistry, yayasan kesehatan gigi Indonesia, Bandung. 12. Gultom, M, 2009. Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga. Kedokteran Gigi UI http:// repository.usu.ac.id/bitstream/chapterI.pdf.h tml.
DAFTAR PUSTAKA 1. Budiasuari, 2010 Hubungan Pola Makan Dan Kebiasaan Menyikat Gigi Dengan Kesehatan Gigi Dan Mulut Di Indonesia. 2. Kemenkes R.I, 2014. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Indonesia. 3. Dinas Kesehatan Kota Pontianak, 2005. Profil Kesehatan.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
38
Faktor-faktor Luar Yang Berperan Terhadap Tingginya Angka Kerusakan Gigi; Fathiah, dkk.
EFEKTIFITAS DISINFEKTAN DALAM MENCEGAH TERJADINYA INFEKSI SILANG PADA PELAYANAN KESEHATAN GIGI LAPANGAN (Study pengaruh disinfektan terhadap Angka Kuman pada Alat Kedokteran Gigi) Pawarti Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak
ABSTRAK Latar Belakang: Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut mempunyai kewajiban melaksanankan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). Prosedur pelaksanaan tentang PPI tersebut harus dilaksanakan pada semua fasilitas kesehatan. Sumber infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-alat/instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi. Pada pelaksanaan di lapangan, prosedur desinfeksi yang ideal belum dilakukan, desinfeksi yang dilakukan selama kerja di lapangan hanya menggunakan alkohol 70% dan klorin 1%, deterjen dan glutaraldehide.2,45%. Tujuan: penelitian bertujuan untuk menganalisa efektifitas desinfektan dalam mengurangi angka kuman pada alat kedokteran gigi yang dipakai selama melakukan pelayanan kesehatan gigi lapangan. Metode:Jenis penelitian ini adalah penelitian experimental semu. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli 2015 di klinik JKG dan Laboratorium terpadu di Poltekkes Kemenkes Pontianak. Populasi dalam penelitian ini adalah alat kedokteran gigi yang telah dipakai di klinik pelayanan Asuhan Keperawatan gigi. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling, dengan kriteria, jenis alat kaca mulut, sonde, excavator, pinset yang merupakan alat standar yang telah digunakan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pasien di klinik JKG. Alat kemudian dilakukan disinfeksi dengan sabun, alkohol 70%, khorin 1% dan glutaraldehide 2,45%. Untuk melihat angka kuman dan jenis kuman yang masih ada pada alat, dilakukan metode usap pada permukaan alat, kemudian dilakukan pembiakan kuman dengan nutrient agar. Hasil: penelitian angka kuman menunjukan adanya perbedaan yang signifikan angka kuman sebelum dan sesudah desinfeksi. Hasil uji t paired dengan signifikasi 5 % dari ke empat perlakuan didapatkan nilai p kurang dari 0,05 dengan rincicn masing masing perlakuan sebagai berikut (1) perlakuan pencucian alat dengan sabun didapatkan nilai t. 2,815 dengan nilai p 0,013 , (2) mencelupkan alat kedalam larutan klorin 1 % nilai t.2,397, dengan nilai p 0,030, (3) mengusap alkohol 70% nilai t 3,252 dengan nilai p 0,005, (4) mencelupkan alat kedalam glutaraldehide nilai t 3,036 dengan nilai p 0,008. Jenis kuman sebelum perlakuan adalah streptococcus sp dan staphylococcus sp dan sesudah perlakuan adalah streptococcus sp dan staphylococcus sp. Rata rata jumlah kuman yang tersisa pada alat sesudah desinfeksi diatas 100 koloni /cm2, sehingga desinfeksi yang dilakukan pada pelayanan kesehatan gigi dilapangan tidak efektif untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Kata kunci : desinfektan, infeksi silang
PENDAHULUAN Penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC, sifilis, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, AIDS, herpes, dan lain-lain. Penularan infeksi selama perawatan gigi dapat di cegah dengan melakukan tindakan pengendalian infeksi. Sumber infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alatalat/instrumen dan perlengkapan praktek
lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi.1 Menurut Samanarayake, 2006, prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antar lain adalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi, desinfeksi, pembuangan limbah yang aman dan tindakan asepsis termasuk juga dalam laboratorium tehnik gigi. Metode sterilisasi dan asepsis masa kini pada praktek dokter gigi dan laboratorium gigi secara nyata telah menurunkan resiko terjadinya penyakit pada pasien, dokter gigi, dan stafnya.2
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
39
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
Pengendalian Infeksi silang wajib dilaksanakan disetiap tindakan kedokteran gigi. Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan melalui udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup jantung, sendi artificial, dan jaringan lunak sekitarnya, dan tulang.2 Secara ideal, semua perlakuan dan perawatan harus dilakukan dalam ruangan yang memiliki higiene sanitasi yang baik, alat dan bahan yang dipakai harus steril untuk mencegah infeksi silang yang kemungkinan besar dapat terjadi, tetapi saat pelaksanaan di lapangan keadaannya tentu berbeda. Pelaksanaan umumnya di ruangan yang seadanya. Alat standar yang dipakai tidak dapat disterilkan menurut aturan yang benar, hanya didesinfeksi dengan cepat. Meskipun dalam kondisi demikian, selama bekerja di lapangan, kontrol infeksi silang tetap harus dilaksanakan antara lain dengan menggunakan alat perlindungan diri bagi operator, seperti masker, sarung tangan latex, penutup kepala, baju jas penutup dan penutup kaki. Masker dan sarung tangan hanya dipakai satu kali setiap pasien. Baju jas penutup, tutup kepala dan penutup kaki harus diganti untuk setiap kegiatan. Alat meupakan salah satu faktor yang memegang peranan dalam menularkan penyakit, semestinya harus dalam kondisi steril jika merupakan alat kritis yaitu yang melukai jaringan dan bersentuhan langsung dengan darah. Alat standar terdiri dari alat semi kritis yaitu kaca mulut, pinset dan escavator, sedangkan sonde merupakan alat kritis karena beresiko melukai jaringan. Proses sterilisasi dan desinfeksi yang ideal tidak mungkin dilakukan lapangan karena keterbatasan waktu dan sarana. Pelaksanakan kegiatan pelayanan asuhan kesehatan gigi masyarakat oleh mahasiswa
Jurusan Keperawatan gigi, dan kegiatan bakti sosial yang dilakukan oleh praktisi kedokteran gigi menggunakan alat kedoteran gigi seperti alat standar pemeriksaan gigi (kaca mulut,pinset, sonde,excavator), alat penambalan ART, pencabutan gigi goyang (gigi susu). Pada pelayanan asuhan kesehatan Gigi dan mulut di lapangan, operator harus menangani banyak pasien dengan waktu ganti antara pasien satu dengan pasien berikutnya sangat singkat dengan sarana yang sangat terbatas, sehingga pemakaian alat harus diperhitungkan waktu pergantiannya. Kebersihan dan sterilitas alat kedokteran gigi dapat diketahui dengan menghitung angka kuman sebagai indikator. Sarat alat kesehatan adalah steril atau bebas kuman (tidak ada kuman). Untuk membuktikan apakah pemrosesan alat kedokteran pada pelayanan asuhan kesehatan gigi lapangan mampu membunuh semua kuman maka perlu dilakukan pemeriksaan angka kuman dan jenis kuman. SUBJEK DAN METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian Experimental semu,waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2015 di klinik JKG dan Laboratorium terpadu di Poltekkes Kemenkes Pontianak. Penelitian dilakukan oleh 2 orang dokter gigi dan 1 orang laboran.Populasi dalam penelitian ini adalah alat kedokteran gigi yang telah dipakai untuk pemeriksaan gigi di klinik pelayanan Asuhan Keperawatan gigi. Sebagai sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu alat untuk pemeriksaan gigi terdiri dari (1) kaca mulut, (2)sonde, (3)pinset dan (4) excavator yang merupakan alat standar untuk melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, baik di lapangan maupun di klinik yang telah dipergunakan pada pasien. Jumlah alat yang digunakan berjumlah 64 buah.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
40
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
HASIL Tabel 1. Perbedaan Rata Rata Angka Kuman Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Desinfeksi berdasarkan jenis desinfektan No
Desinfektan
1
Sabun (deterjen)
2 3 4
Klorin 1 % Alkohol 70% Glutaraldehyde 2,45%
Perbedaan Sebelum Sesudah 184736,9 9283,25 157394,875 283787,7 128744,2
Berdasarkan analisis data sample dengan menggunakan uji paired-t-test dengan tingkat signifikan 5% pada ke empat desinfektan didapatkan nilai p < 0,05 yang artinya Ha. diterima atau ada perbedaan rata rata angka kuman sebelum dan sesudah perlakuan.
% Penurunan 95
T
p
2,815
0,013
90 97 94
2,397 3,252 3,036
0,030 0,005 0,008
15562,75 8194,313 8088,375
Besarnya prosentase selisih angka kuman sebelum dan sesudah perlakuan menujukan adanya penurunan angka kuman yang signifikan.
Tabel 2. Jenis Kuman yang DitemukanSebelum dan Sesudah Desinfeksi Desinfektan Sabun Klorin 1 % Alkohol 70% Glutaraldehyde 2,45%
Jenis Kuman Sebelum Streptococcus sp sthapylococcus sp Streptococcus sp sthapylococcus sp Streptococcus sp sthapylococcus sp Streptococcus sp sthapylococcus sp
Hasil penelitian Jenis koloni kuman yang berhasil tumbuh dalam biakan sebelum dan sesudah desinfeksi adalah streptococcussp dan Staphylococcus sp, Hal ini menujukkan bahwa desinfektan yang digunakan pada proses desinfeksi yang dilakukan dilapangan tidak dapat membunuh 100% kuman.
Sesudah dan Streptococcus sp sthapylococcus sp dan Streptococcus sp sthapylococcus sp dan Streptococcus sp sthapylococcus sp dan Streptococcus sp sthapylococcus sp
dan dan dan dan
Pengendalian infeksi silang harus selalu dilaksanakan terhadap semua pasien setiap melakukan pemeriksaan maupun tindakan kedokteran gigi, baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun pelayanan kesehatan di lapangan. Salah satu upaya untuk mengendalikan terjadinya infeksi silang adalah pemrosesan alat menggunakan desinfektan.
PEMBAHASAN
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
41
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
Desinfektan yang ideal apabila mempunyai spesifikasi sebagai berikut: harus mempunyai spektrum luas, bekerja cepat, tidak dipengaruhi oleh faktor fisik, mempunyai stabilitas yang baik, tidak menimbulkan kerusakan pada alat. Pemilihan bahan dan alat yang diteliti berdasarkan pertimbangan bahwa alat tersebut selalu digunakan dalam pemeriksaan gigi sedangkan bahan desinfeksi merupakan bahan yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi. 1. Sabun (Deterjen). Pencucian alat dengan sabun tidak dapat dikategorikan desinfeksi tingkat tinggi. Cara kerja sabun (deterjen) adalah mengubah sifat interfase untuk menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan pembersihan. Efek anti microba sabun terutama pada membran sel melalui perubahan barier osmotik sehingga terjadi peningkatan permiabilitas sel dan sel menjadi tidak utuh lagi. Sabun dapat mengemulsikan dan menghilangkan lemak dan kotoran4. Mikroorganisme menjadi terperangkap didalam busa sabun dan hilang setelah dibilas dengan air. Efek mekanik dari aliran air saat membilas dan gosokan ketika proses pencucian ini penting. Karena bakteri bersama minyak dan partikel lain menjadi terjaring dalam sabun dan dibuang melalui proses pencucian. Derterjen mempunyai sifat hydrophobic dan hydrophylic. Fungsi dari hydropobic adalah bekerja melepaskan kotoran yang menempel pada alat sedangkan hydropilic berfungsi mengangkat kotoran dari permukaan alat. Deterjen (Sabun) tidak dapat digolongkan sebagai germisida, tetapi merupakan bakterisid ringan karena kontaknya terlalu singkat untuk menghasilkan banyak efek yang merusak bakteri. 2. Klorin 1 %. Larutan klorin yang sering digunakan adalah larutan hipoklorit. Mekanisme senyawa klorin dalam mematikan kuman dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam
metabolisme karbohidrat. Senyawa klorin akan lebih aktif bila pH rendah, kondisi ini dapat menyebabkan korosif pada alat, disamping itu klorin juga dapat mengiritasi kulit serta jaringan lain. Konsentrasi klorin yang dianjurkan untuk alat yang berkontak dengan cairan tubuh dan darah adalah 1 %. dalam bentuk larutan hipoklorit, efektif menghancurkan berbagai mikroorganisme seperti virus hepatitis B dan Virus HIV.3 3. Alkohol 70 % Alkohol merupakan desinfektan yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Mekanisme alkohol dalam membunuh kuman adalah dengan mendenaturasi protein dan melalarutkan lipid. Konsentrasi alkohol sangat penting dalam menentukan antimikrobialnya. Konsentrasi optimal alkohol adalah 70 % . Jika digunakan konsentrasi diatas 70 % dehidrasi awal dari protein mikrobial akan memungkinkan komponen sel menghindar dari efek denaturasi yang merusak sehingga mikroorganisme yang terpapar akan mampu tetap hidup untuk waktu yang lebih lama.4 Hasil penelitian desinfeksi alat dengan cara mengusap alat dengan kapas yang dibasahi alkohol 70 % didapatkan hasil penurunan angka kuman 97 %. Uji t_paired test dengan tingkat signifikan 5 % didapatkan nilai p 0,005 dimana p < 0,05 artinya ada penurunan angka kuman secara signifikan sebelum dan sesudah didesinfeksi dengan cara mengoles alat dengan alkohol 70 %. Rata rata angka kuman sesudah dilakukan pengolesan 8194,313 koloni/cm2 . Banyaknya sisa bakteri yang masih melekat pada alat pada proses pengolesan alkohol karena alkohol tidak efektif bila ada protein jaringan seperti yang ditemukan didalam saliva dan darah. Pemajanan dengan alkohol akan membuat protein menjadi denatur dengan cara membuat protein tidak larut dan melekat pada sebagian permukaan.4 Hilangnya sebagian besar kuman (97%) disebabkan gerakan
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
42
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
mekanik pada pengusapan dengan kapas yang dibasahi alkohol, dimana kuman dan debris akan terperangkap pada kapas yang basah. Jenis kuman yang masih melekat pada alat adalah sthapylococcus sp, sedangkan sebelum dilakukan pengusapan dengan alkohol terdapat kuman streptococcus. Kuman ini merupakan mikroorganisme gram positif yang merupakan mikroorganisme normal dalam rongga mulut. 4. Glutaraldehyde 2,45% Glutaraldehide sebagai bahan desinfektan mempunyai aktivitas biosidal yang tinggi, antimikrobial spektrum luas dan sporisidal pada temperatur ruang dalam waktu 6 sampai 10 jam dalam konsentrasi 2,0% - 3,2%. Tegangan permukaannya yang rendah memungkinkan glutaraldehide menembus darah dan eksudat untuk mencapai permukaan alat. Desinfeksi dengan cara mencelupkan alat kedalam larutan glutaraldehide 2,5 % masih menyisakan kuman diatas standar yaitu 100 koloni/cm2 . Faktor penyebab banyaknya kuman yang masih tertinggal dalam alat dikarenakan pencelupan hanya memungkinkan kontak kuman dengan desinfektan relatif singkat, selain itu tidak ada gerakan menggosok yang dapat membersihkan debris yang menempel pada alat. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengkombinasikan dengan cara mencuci alat terlebih sebelum dilakukan desinfeksi. Perendaman alat sulit dilakukan pada pelayanan kesehatan gigi dilapangan mengingat waktu pergantian pasien relatif singkat dengan jumlah pasien yang banyak. Perendaman glutaraldehide 2% dalam bentuk asam selama 20-30 menit pada suhu 20oC sebagai desinfektan dan 5 jam pada suhu 40oC sebagai sterilisator sedangkan dalam bentuk alkali perendaman memerlukan waktu 90 menit pada suhu 25oC sebagai desinfektan dan 10 jam pada suhu 21oC sebagai sterilisator.4
Kuman streptococcus sp dan staphylococcus sp merupakan flora normal dalam rongga mulut. Jumlah angka kuman sesudah desinfeksi dengan jenis kuman staphylococcus melebihi standar diatas 100 koloni/cm2. Kolonisasi flora normal memberikan keuntungan bagi inangnya, terutama dalam mekanisme yang disebut dengan resistensi kolonisasi di mana bakteri patogen tidak dapat mengakses daerah yang ditempati oleh flora normal. Namun pada keadaan tertentu, flora normal di dalam mulut dapat menjadi patogen dan menyebabkan masalah infeksi rongga mulut, seperti karies, gingivitis, stomatitis, glossitis, dan 5 periodontitis. Bakteri dalam rongga mulut dapat membetuk plak yang terdiri dari spesies bakteri tunggal, tetapi plak lebih sering terdiri dari banyak spesies bakteri dan kandida. Plak dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan kandida sehingga dapat mengikis permukaan gigi, merusak jaringan pendukung gigi, bahkan dapat menjadi perisai bagi mikroorganisme rongga mulut sehingga kurang responsif terhadap antibiotik. Meningkatnya pola konsumsi oleh masyarakat yang kaya akan karbohidrat dengan berbagai jenis gula di era modern ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang disebabkan oleh mikroorganisme rongga mulut. Gula menjadi nutrisi yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri membentuk plak. Pemberian antibiotika bisa dilakukan apabila terjadi infeksi, abses dan lesi supuratif. Penisillin G merupakan obat pilihan. DAFTAR PUSTAKA 1. Neil W, 2001. Integrating infection control into the dental curriculum”, . Aus Dental J. 2001 (http://www.ada.org.au/App_ CmsLib).
5. Jenis Kuman
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
43
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
2. Richard, L , 2001. Oral microbiology and immunology, American Society for Microbiology Press. 3. Gould,Dinah & Brooker,Christine 2003 Mikrobiologi Terapan untuk Perawat, EGC,Jakarta. 4. Cotton J.A, 2002. Mengendalikan Penyebaran Infeksi Pada Praktek Dokter Gigi, Widya Medika. 5. Aas JA, Paster BJ, Stokes LN, Olsen
I, Dewhirst FE.Defining the Normal Bacterial Flora of the Oral Cavity. Journal of Clinical 3. Microbiology [serial online]; 2005 [diunduh tanggal 10 Juni 2015]; 43(11):572--5732. Available from: http://jcm.asm.org/cgi/reprint/43/11/5721
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
44
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM HIPOKLORIT (NaOCL) DALAM MENGURANG ANGKA KUMAN PADA ALAT KEDOKTERAN GIGI Sri Rezki1 dan Halimah2 1,2 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak
ABSTRACT The main line of infectious transmission disease in dentistry that is through the skin or mucous injured by sharps or syringe .One of many disinfect circulating , cheap and often used is chlorine disinfectant , whose its the chemistry name is sodium hypochlorite (NaOCl) or calcium hypochlorite (Ca ( ClO )2) The purpose of this study is to find the influence of sodium hypochlorite concentration (NaOCl) in alleviating germs on a dentistry. This research is laboratoris experimental research. The research was done in september 2015 at the JKG clinic and Poltekkes Pontianak .The population sample are dentistry equipment have been used in dental care clinic. The determination of samples to this research using tehnik purposive sampling , the instruments which will be are only sampled is an dentistry have been used in nursing dental clinic . Tools would disinfect with of sodium hypochlorite concentration 0,5 % and 5,25 % . The result showed a decline in the germ significantly on immersion with disinfection sodium hypochlorite of concentration 0.5 % and 5.25 % , but there is not significant different between both of them. keywords : desinfektant , Natrium Hipoklorit. PENDAHULUAN Infeksi nosokomial (IN) merupakan suatu masalah yang nyata diseluruh dunia dan terus meningkat. Infeksi nosokomial disebut juga sebagai infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care Associated Infection (HAIs). Hasil prevalensi survei Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat, menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat 722.000 kasus infeksi nosokomial. Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Tindakan secara asepsis harus selalu dilakukan, termasuk tindakan pencegahan seperti sterilisasi dan desinfeksi. Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain
TBC, sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes, dan lain-lain. Dengan melakukan tindakan pencegahan infeksi dapat dicegah terjadinya infeksi yang berbahaya, bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-alat/instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi.1 Jalur utama terjadinya penularan penyakit infeksi dalam bidang kedokteran gigi yaitu melalui kulit atau mukosa yang terluka oleh benda tajam atau jarum suntik, termasuk di sini adalah penyebaran penyakit hepatitis B dari pasien ke dokter gigi dan sebaliknya yang sudah terbukti. Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air,
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
45
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup jantung, sendi artificial, dan jaringan lunak sekitarnya, dan tulang.2 Selama bekerja di lapangan, kontrol infeksi silang tetap harus dilaksanakan antara lain dengan menggunakan alat perlindungan diri bagi operator, seperti masker, sarung tangan latex, penutup kepala, baju jas penutup dan penutup kaki. Alat harus dalam kondisi bebas kuman saat akan dipakai pada pasien, jika tidak maka resiko infeksi silang besar terjadinya. Proses sterilisasi rasanya tidak mungkin dilakukan di saat kerja lapangan, selain memakai waktu yang lama juga tidak memungkinkan membawa alat sterilisasi itu di lapangan. Proses disinfeksi inilah yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi jumlah kuman, yang pada akhirnya untuk mengurangi terjadinya infeksi silang. Banyak bahan disinfeksi yang beredar di pasaran, dari harga murah sampai yang mahal. Salah satu bahan disinfeksi yang banyak beredar, murah dan sering dipakai adalah bahan disinfeksi klorin, yang nama kimianya Natrium Hipoklorit (NaOCl) atau kalsium hipoklorit/kaporit (Ca(Cl0)2). Natrium hipoklorit umumnya dijual dalam bentuk sediaan cair yang sudah siap pakai dengan konsentrasi 5,25%. Kalsium hipoklorit (Ca(Cl0)2) berupa serbuk yang umum disebut kaporit. Penelitian tentang manfaat Natrium Hipoklorit (NaOCl) telah lama dilakukan tapi sejalan dengan perkembangan bakteri nosokomial sekarang ini, perlu kiranya dilakukan pengkajian kembali efektifitas Natrium Hipoklorit (NaOCl) dalam membunuh bakteri penyebab infeksi silang. Disinfektan klorin dengan konsentrasi 0,5% umum dipakai merendam alat untuk tujuan desinfeksi. Klorin yang umum adalah dalam bentuk cairan dengan konsentrasi 5,25% (merk dagang Proclin atau Bayclin). Sediaan jadi ini mempermudah
pemakai sehingga tidak perlu melakukan pengenceran lagi. Keadaan ini menyebabkan peneliti ingin mengetahui berapa persentase klorin (Natrium Hipoklorit) yang paling efektif dalam mencegah infeksi nosokomial, apakah konsentrasi Natrium Hipoklorit 0,5% atau 5,25%. Manakah konsentrasi yang lebih efektif mengurangi angka kuman pada alat kedokteran gigi. SUBJEK DAN METODE Penelitian ini adalah penelitian Experimental laboratoris semu. Waktu penelitian dilakukan pada bulan 8-15 september 2015 di klinik JKG dan Laboratorium terpadu di Poltekkes Kemenkes Pontianak. Populasi dalam penelitian ini adalah alat kedokteran gigi yang telah dipakai di klinik pelayanan Asuhan Keperawatan gigi. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu alat yang akan dijadikan sampel adalah alat kedokteran gigi yaitu sonde yang telah dipakai untuk mermeriksa pasien dan alat tersebut telah terkontak langsung dengan gigi dan mulut pasien. Jumlah alat yang digunakan berjumlah 15 buah. Sebelum penelitian dimulai, bahan desinfektan dan sabun antiseptik dipersiapkan terlebih dahulu, yaitu Natrium Hipoklorit 0,5% dan 5,25%. Sonde yang sudah digunakan dikumpulkan pada tiga(3) wadah terpisah. Masing-masing wadah berisi 5 sonde, masingmasing tangkai sonde diberi nomor (1 sampai 5). Semua sonde dilakukan metode usap alat untuk dilakukan pembiakan pada media agar agar dapat dihitung jumlah angka kuman (X1). Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisa menggunakan analisa univariat untuk melihat gambaran angka kuman dan dilakukan analisa bivariat. Sebelumnya dilakukan uji homogenitas data, jika data homogen dilakukan dengan uji statistik t-tes dan uji anava, dan jika tidak homogen dilakukan test Wilcoxon untuk melihat pengaruh konsentrasi disinfeksi natrium hipoklorit pada masing masing konsentrasi terhadap angka
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
46
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
kuman sebelum dan sesudah dilakukan desinfeksi kemudian dibandingkan mana yang lebih efektif dengan tes Kruskal Wallis. HASIL Hasil hitung angka kuman (hasil angka lempeng total CFU/cm2) setelah alat dipakai adalah sebagai berikut: Tabel 1. Angka Kuman Pada Alat Setelah Dipakai Pada Pasien
No
Angka Kuman
Jumlah angka kuman (CFU/cm2)
1 2
Terbesar Terkecil
965.365 222.435
3
Rata-rata
627.502
Rata- rata angka kuman pada alat kedokteran gigi yang mengenai lapisan permukaan gigi dan mulut (sonde) adalah 627.502 CFU/ cm2. Alat yang sama kemudian dilakukan pencucian menggunakan sabun antiseptik, desinfeksi dengan Natrium hipoklorit 0,5% dan Natrium hipoklorit 5,25%. Kemudian alat dilakukan usapan lagi. Dari hasil kegiatan itu didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Data Diskriptif Angka Kuman Sebelum Dan Sesudah Dicuci Dengan Sabun Antiseptik No Angka kuman % Angka kuman % Angka kuman % sebelum setelah yang mati (CFU/cm) (CFU/cm2) (CFU/cm2) 1 557428 100 203890 36,5 353538 63 2 590916 100 37058 6,3 553868 93,7 3 776316 100 205591 26,5 570725 73,5 4 741146 100 576155 77,7 164991 22,3 5 222435 100 406 0,2 222029 99,8 mean 577648 100 204620 29,44 373030 70 Min 222435 406 164991 Max 741146 576155 570725 Hasil hitung kuman pada pembersihan alat menggunakan sabun antiseptik adalah terjadi penurunan rata rata 70% dari angka kuman awal. Tabel 3. Hasil test Wilcoxon Angka Kuman Sebelum Dan Sesudah Dicuci Dengan Sabun Antiseptik
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Asymp.Sig.(2-tailed) untuk 2 sisi adalah 0,43; oleh karena kasus ini adalah uji satu sisi, maka probabilitas menjadi 0,43 dibagi 2 sehingga probabilitasnya 0,0215 ( 0,0215< dari 0,05), yang berarti Ho ditolak atau ini berarti pencucian dengan sabun antiseptik terbukti mempengaruhi turunnya angka kuman.
Setelah – Sebelum -2,023(a) ,043
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
47
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
Tabel 4. Data Diskriftif Angka kuman sebelum dan sesudah didesinfeksi dengan natrium hipoklorit 0,5% No Angka kuman % Angka kuman % Angka kuman % sebelum setelah yang mati 2 2 (CFU/cm ) (CFU/cm ) (CFU/cm2) 1 746483 100 413190 55,3 333293 44.7 2 742813 100 370965 50 471848 50 3 574295 100 227795 40 346500 60 4 948153 100 392611 41 555542 59 5 409468 100 407813 99,6 1655 0,4 mean 684242 100 362474 57,18 341767 42,82 min 409468 227795 1655 max 948153 413190 555542 Hasil hitung angka kuman pada desinfeksi alat menggunakan Natrium hipoklorit 0,5% adalah terjadi penurunan angka kuman rata rata 42,82% dari angka kuman awal . Tabel 5. Hasil test Wilcoxon Angka Kuman Sebelum Dan Sesudah didesinfeksi dengan Natrium hipoklorit 0,5%
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Asymp.Sig.(2-tailed) untuk 2 sisi adalah 0,43; oleh karena kasus ini adalah uji satu sisi, maka probabilitas menjadi 0,43 dibagi 2 sehingga probabilitasnya 0,0215 ( 0,0215< dari 0,05), yang berarti Ho ditolak atau ini berarti desinfeksi dengan natrium hipoklorit 0,5% terbukti mempengaruhi turunnya angka kuman.
Setelah – Sebelum -2,023(a) ,043
Tabel 6. Data Diskriftif Angka Kuman Sebelum Dan Sesudah Didesinfeksi Dengan Natrium hipoklorit 5,25% No Angka kuman % Angka kuman % Angka kuman yang % 2 2 2 sebelum(CFU/cm ) setelah(CFU/cm ) mati(CFU/cm ) 1 555803 100 205743 37 35060 63 2 426320 100 22633 5 403687 95 3 372228 100 205573 55 166655 45 4 965365 100 224260 23 741105 77 5 783360 100 389445 49 393915 51 Mean 620615 100 209530 33,8 348084 66,2 Min 372228 22633 166655 Max 965365 389445 741105
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
48
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
Hasil hitung kuman pada desinfeksi alat menggunakan Natrium hipoklorit 5,25% adalah terjadi penurunan angka kuman rata rata 66,2% dari angka kuman awal . Tabel 7. Hasil test Wilcoxon Angka Kuman Sebelum Dan Sesudah didesinfeksi dengan Natrium hipoklorit 5,25%
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Setelah Sebelum -2,023(a) ,043
-
Asymp.Sig.(2-tailed) untuk 2 sisi adalah 0,43; oleh karena kasus ini adalah uji satu sisi, maka probabilitas menjadi 0,43 dibagi 2 sehingga probabilitasnya 0,0215 ( 0,0215< dari 0,05), yang berarti Ho ditolak atau ini berarti desinfeksi dengan natrium hipoklorit 5,25% terbukti mempengaruhi turunnya angka kuman.
Statistik hitung Kruskal Wallis (sama dengan perhitungan Chi-Square) adalah 0,536. Tabel chi-Square untuk df=2 dan tingkat signifikansi (a)=5% ,maka statistik tabel = 5,991. Karena statistik hitung< statistik tabel, maka H0 diterima, yang berarti tidak ada perbedaan yg signifikan antara natrium hipoklorit 0,5% dan 5,25% serta sabun antiseptik (sebagai kontrol) dalam mengurangi angka kuman pada alat kedokteran gigi. Ini diperkuat dengan Asymp.Sig 0,765 yang lebih besar dari 0,05, yang berarti perbedaan ini tidak signifikan. Sebagai tambahan uji maka dilakukan uji median
Tabel 7. Hasil uji statistik tes Kruskal Wallis PENURUNAN N Median Chi-Square df Asymp. Sig.
15 353538,00 ,536(a) 2 ,765 Tabel 8. Diskripsi Dan Hasil Tes Median Pada Angka Kuman Yang Mati JENIS Detergen NaOCl 0,5% NaOCl 5,25% PENURUNA > Median 2 2 3 <= Median 3 3 2
N Median Chi-Square df Asymp. Sig.
PENURUNAN 15 353538,00 ,536(a) 2 ,765
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
49
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
Hasilnya menunjukkan NaOCl 5,25% mampu menurunkan angka kuman kuman sedikit lebih banyak dibanding kedua bahan yang lain, tapi tidak ada perbedaan yang signifikan antara ketiga bahan penelitian tersebut dalam menurunkan angka kuman.
PEMBAHASAN Bakteri yang umum terdapat pada mulut adalah streptoccocus dan stapylococcus. Streptococcus mutans merupakan bakteri plak dengan jumlah relatif besar, sebagai pembentuk polisakarida ekstraselular yang stabil, memiliki kemampuan berkoloni pada tingkat keasaman (pH) permukaan gigi yang relatif rendah sehingga sangat berperan pada pembentukan karies.3 Dari hasil penelitian bakteri rata rata yang ditemukan pada alat adalah 627.502 cfu/cm2. Alat tersebut ditempeli kuman saat dipakai pada pasien dan mengenai jaringan di dalam mulut pasien, yaitu jaringan lunak mulut (mucosa, lidah dan ginggiva) dan jaringan keras (gigi). Dari hasil kultur bakteri ditemukan bahwa bakteri yang ada berjenis stapylococcus dan streptococcus. Banyaknya kuman di dalam mulut menunjukkan bahwa mulut adalah tempat berkumpulnya bakteri dalam jumlah besar. Desinfeksi didefinisikan sebagai merusak mikroorganisme patogen pada permukaan yang tidak hidup. Larutan kimia jika digunakan sebagai desinfektan tidak efektif terhadap bentuk mikroorganisme yang mempunyai resistensi tinggi seperti bakteri dan spora mikotik.4 Hasil hitung kuman pada pembersihan alat menggunakan sabun antiseptik adalah terjadi penurunan rata rata 70% dari angka kuman awal, dan teruji secara signifikan dapat menurunkan angka kuman pada alat kedokteran gigi. Sabun atau deterjen bertindak terutama sebagai agen aktif-permukaan, yaitu menurunkan tegangan permukaan dan 4 meningkatkan pembersihan. Efek mekanik ini penting karena bakteri, bersama minyak dan partikel lain, menjadi terjaring dalam sabun dan dibuang melalui proses pencucian. Deterjen
dengan gugus hipofilik dan hidrofilik akan merusak membran sitoplasma. Kontrol pada penelitian ini menggunakan sabun/detegen antiseptik yang mengandung zat aktif Chloroxylenol, dengan alasan sabun deterjen inilah yang paling sering dan gampang dipakai pada kegiatan perawatan gigi di lapangan. Kloroksilenol mempunyai rumus molekul dengan rumus : C8H9ClO. Chloroxylenol dapat membunuh bakteri dengan mengganggu membran sel bakteri yang akan menurunkan kemampuan membran sel untuk memproduksi ATP sebagai sumber energi. Kloroksilenol mempunyai spektrum antimikroba yang luas, sehingga efektif digunakan untuk bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, ragi dan lumut. Salah satu disinfektan yang sering dipakai dan tidak terlalu mahal namun efektif adalah natrium hipoklorit. Natrium hipoklorit sering dipakai sebagai cairan pemutih pakaian. Natrium hipoklorit (NaOCl) adalah salah satu zat aktif yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion klorida ke dalam larutan. Desinfeksi alat yang dilakukan pada percobaan ini menggunakan Natrium hipoklorit 5,25% dan 0,5%, sedangkan kontrolnya menggunakan pencucian dengan sabun antiseptik. Hasil yang didapat menunjukkan terjadinya penurunan angka kuman secara signifikan. NaOCl akan bereaksi dalam air, seperti reaksi berikut.5 NaOCl + H2O HOCl + NaOH (hipoklorit) (asam hipoklorit) HOCl H+ + OCl− (ion hipoklorit) HOCl disebut klor tersedia bebas. Ion klorida (Cl- ) merupakan ion yang tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl, dan OCl dianggap sebagai bahan yang aktif. Asam hipoklorit (HOCl ) yang tidak terurai adalah zat pembasmi yang paling efisien bagi bakteri. Keberadaan soda kaustik dalam natrium hipoklorit menyebabkan pH air meningkat. Ketika natrium hipoklorit larut dalam air, dua zat akan terbentuk yaitu asam hipoklorit dan ion hipoklorit.6
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
50
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
Mekanisme cara senyawa klorin dapat mematikan kuman bakteri yaitu asam hipoklorit yang merupakan senyawa klorin yang paling aktif akan menghambat oksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme, dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Klorin cair atau natrium hipoklorit dalam air akan terhidrolisis membentuk hipoklorit, selanjutnya asam hipoklorit akan terdisosiasi membentuk ion hydrogen dan hipoklorit . Senyawa klorin lebih aktif bila menggunakan pada pH rendah, karena keberadaan asam hipoklorit lebih dominan. Akan tetapi perlu diingat bahwa daya korosi senyawa klorin juga akan meningkat pada pH yang rendah. Pada pH yang tinggi ion hipoklorit tidak memiliki aktivitas bakterisida, sehingga menurunkan efektivitas desinfeksi senyawa klorin.7 Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan angka kuman secara signifikan tapi tidak ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian kedua bahan desinfeksi dan kontrol (sabun antiseptik ). Pada NaOCl 5,25% lebih dari setengah sampel menunjukkan angka kuman yang mati lebih tinggi dari nilai tengah, walaupun tidak signifikan NaOCl 5,25% lebih berpengaruh dalam menurunkan angka kuman. Konsentrasi larutan klorin 0,5% dan 5,25% tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan angka kuman. Selain itu klorin disini hanya bersifat sebagai desinfeksi saja yaitu hanya mendestruksi mikroorganisme vegetatif tetapi tidak sporanya. Tujuannya desinfeksi adalah menurunkan jumlah kuman ke tingkat dibawah dosis infeksi. Membunuh semua mikroorganisme merupakan hal yang sulit dan mahal, sehingga biasanya dibuat kompromi dengan berusaha menghancurkan sebagian besar kuman (Gould 2003). Efektifitas perendaman desinfeksi tergantung pada faktor (1) konsentrasi dan sifat mikroorganisme yang mengkontaminasi, (2) konsentrasi larutan kimia, (3) lamanya waktu pemajanan, (4) jumlah bioburden yang terakumulasi.4
Penelitian ini menunjukkan bahwa desinfeksi menggunakan klorin mampu menurunkan angka kuman tapi tidak semua kuman mati, masih ada kuman yang hidup. Klorin dengan konsentrasi lebih tinggi sedikit mempengaruhi keefektifannya, tapi tidak signifikan. Jumlah sampel yang sedikit dan variasi konsentrasi yang cuma dua mungkin mempengaruhi penelitian ini. Perlu kiranya dilakukan penelitian lanjut agar dapat diketahui kemampuan klorin membunuh kuman dalam berbagai konsentrasi. Deterjen antiseptik yang dalam penelitian ini sebagai kontrol, ternyata mempunyai efektifitas yang sama dengan klorin dalam menurunkan angka kuman. Sehingga deterjen antiseptik bisa menjadi pilihan pembersihan dan desinfeksi alat sekaligus pada pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan gigi di lapangan. Penggunaan deterjen lebih mudah dan gampang. Perlu dipikirkan juga meneliti penggunaan sabun antiseptik dan klorin secara bersamaan dalam menurunkan angka kuman pada alat. Pelaksanaan perawatan gigi dan mulut di lapangan, dimana tidak dimungkinkan pelaksanaan sterilisasi alat, sebaiknya tidak melakukan tindakan invasif seperti pencabutan gigi, pembersihan karang gigi, dll. Perawatan gigi dan mulut lapangan sebaiknya hanya melakukan tindakan yang tidak menggunakan alat kritis dan hanya menggunakan alat semi kritis dan non kritis saja, seperti survey kesehatan gigi dan mulut, penyuluhan, sikat gigi bersama dan lain lain. SIMPULAN 1. Gambaran rata rata angka kuman pada alat setelah selesai dipakai pada pasien adalah 627.502 cfu/ cm2. 2. Gambaran rata rata angka kuman pada alat setelah dicuci dengan sabun antiseptik adalah 204620 cfu/cm2, terjadi rata rata penurunan angka kuman sebanyak 70%. 3. Gambaran angka kuman pada alat setelah direndam dengan cairan Natrium Hipoklorit (NaOCl) 0,5% adalah 362474 cfu/ cm2,
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
51
Pengaruh Konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCL) dalam Mengurangi Angka Kuman; Sri Rezki, dkk
terjadi rata rata penurunan angka kuman sebanyak 42,82%. 4. Gambaran angka kuman dan jenis kuman pada alat setelah direndam dengan cairan Natrium Hipoklorit (NaOCl) 5,25% adalah 209530 cfu/ cm2., terjadi rata rata penurunan angka kuman sebanyak 66,2%. 5. Tidak ada perbedaan secara signifikan pada konsentrasi Natrium Hipoklorit (NaOCl) 0,5% dan 5,25% dalam menurunkan angka kuman dan dalam mencegah terjadinya infeksi silang pada alat kedokteran gigi SARAN 1. Pelaksanaan perawatan asuhan gigi di lapangan sebaiknya hanya melakukan perawatan yang merupakan tindakan non invasif, infeksi silang sangat mungkin terjadi karena tidak dimungkinkan untuk mensterilkan alat. 2. Pemakaian desinfeksi pada alat kedokteran gigi sebaiknya hanya dipakai pada alat non kritis non semi kritis. 3. Untuk alat kritis harus dilakukan secara sterilisasi, agar tidak terjadi penularan infeksi silang. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang bahan desinfeksi lain yang lebih efektif menurunkan angka kuman. DAFTAR PUSTAKA 1. Neil W. Savage, MDSc, Ph.D. “ Integrating infection control into the dental curriculum”, Aus Dental J. 2001 (http://www.ada.org.au/App_
2.
3.
13.
14.
15.
16.
CmsLib/Media/ Lib/0610/M30345_v1_632978879680 011250.pdf) Richard J. Lamont., Oral microbiology and immunology, American Society for Microbiology Press; 2001. Schuurs, Moorerr, Andersen, Velzen, Visser Patologi Gigi Geligi Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi. Suryo S, Editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1992:135-48. Cottone,1998, Pengendalian Penyebaran Infeksi Pada Praktek Dokter Gigi (Practical Infection Control In Dentistry), Widya Medika, Jakarta Chattoraj, Mita., Stonecipher, David., Borchardt, Scott., ”Demand-Based, Real Time Control Of Microbial Growth In AirConditioning Cooling Water Systems”, Volume 109, Part American Society Of Heating, Refrigerating And Air Conditioning Engineers, Inc., Usa 2003 Anonim , Sanitasi Dan Sanitizer Dalam Industri Pangan , Https://Www. Google.Com/Url?Sa=T&Rct=J&Q=&Esrc= S&Source=Web&Cd=51&Ved=0cbsqfjaaod jqfqotcoqe6prsw8gcfuyflaodcrmecw&Url= Http%3a%2f%2ftekpan.Unimus.Ac.Id%2fw p-Content%2fuploads%2f2013%2f07 %2 fsanitasi- Dan- Sanitizer- Dalam- IndustriPangan.Pdf&Usg, 15-10-2015, Jam 13.34 Purnawijayanti, H. 2001. Sanitasi Higiene Dan Keselamatan Kerja Dalam Pengelolaan Makanan. Kanisius.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
52
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIGI GERAHAM PERTAMA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPUNG DALAM PONTIANAK TIMUR Rita Herlina Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak
ABSTRAK Dari tingginya angka karies gigi ( DMF-T ) pada anak usia sekolah dasar umur 5-14 tahun di Kota Pontianak. Penelitian ini dilakukan pada 400 anak. anak yang bebas karies hanya 106 orang ( 26,5% ), angka DMF-T keseluruhan yaitu 100,0% dan angka DMF-T perorangan adalah 7,35.( angka 7,35 artinya anak usia sekolah dasar umur 5 s/d 14 tahun mempunyai kasus gigi berlubang.Karena hal inilah peranan orangtua khususnya sangat diperlukan dalam menjaga kesehatan gigi anaknya di usia dini, dimana anak mulai tumbuh gigi permanen pada usia 5 tahun keatas. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang gigi geraham pertama tetap pada anak, yang bekisaran ibu-ibu posyandu yang anaknya akan mengalami proses tumbuh gigi geraham pertama tetap. Jenis penelitian ini bersifat deskritif analitik yang dilaksanakan pada tanggal 2 s/d 16 Juli tahun 2011. Data diperoleh melalui observasi dan kuesioner langsung ke pada para ibu posyandu.Dengan sampel penelitian ini berjumlah 109 orang. PENDAHULUAN Sejak awal tahun 1999, telah ditetapkan visi baru pembangunan kesehatan yang dinyatakan dengan moto Indonesia sehat 2010. Pada tahun 2010 bangsa Indonesia digambarkan akan hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat,serta dapat memilih, mengakses dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan berkeadilan, sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal.1 Kesehatan gigi merupakan salah satu faktor yang penting untuk kesehatan secara umum, Namun perilaku masyarakat tentang pemeliharaan kesehatan gigi umumnya masih sangat rendah.2 Tingginya angka karies gigi ( DMF-T ) pada anak usia sekolah dasar umur 5-14 tahun di Kota Pontianak. Penelitian ini dilakukan pada 400 anak. Rata-rata yang menjadi sampel adalah anak laki-laki (50,2%), anak yang bebas karies hanya 106 orang ( 26,5% ), angka DMF-T keseluruhan yaitu 100,0% dan angka DMF-T perorangan adalah 7,35.( angka 7,35 artinya anak usia sekolah dasar umur 5 s/d 14 tahun
mempunyai kasus gigi berlubang, gigi hilang dicabut oleh karena karies dan terdapat tambalan yang masih baik sebanyak 7 atau lebih kasus), nilai koefisien korelasi OHI-S = 0,173.3 Pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kesehatan, terutama ditujukan kepada golongan rawan terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulut, yaitu ibu hamil dan menyusui, anak pra sekolah dan anak sekolah dasar serta ditujukan pada keluarga dan masyarakat berpenghasilan rendah dipedesaan dan perkotaan.4 Posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis seperti halnya program KB dengan kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat. Pelayanan yang diberikan di posyandu bersifat terpadu, hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat karena di posyandu tersebut masyarakat dapat memperolah pelayanan lengkap pada waktu dan tempat yang sama.5
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
53
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Pada saat janin berumur delapan minggu dalam rahim ibu, benih gigi sudah mulai terbentuk bersamaan dengan tulang rahang. Benih gigi ini terdiri atas dua macam, yaitu yang akan menjadi gigi susu dan gigi tetap. Pertumbuhan ini terjadi secara bertahap, sesuai dengan pertumbuhan rahang khususnya dan seluruh tubuh pada umumnya. Benih gigi tetap terdapat pada daerah benih gigi susu. Pada umur bayi enam bulan, mahkota gigi seri rahang bawah mulai tumbuh, dan pada usia dua tahun gigi susu sudah tumbuh lengkap. Pada umur anak enam tahun, gigi seri tetap mulai tumbuh, bersamaan dengan tumbuhnya gigi molar pertamanya.6 Pada sebagian ibu beranggapan bahwa gigi geraham atau molar satu itu akan tumbuh lagi, sehingga ibu akan kurang memperhatikan kesehatan gigi anaknya. Adanya pendapat ini tentu akan berpengaruh buruk pada kesehatan gigi tetap anak selanjutnya. Pengaruh buruk ini antara lain adalah gigi tetap yang tumbuh pertama kali akan mudah terserang karies. Karena kurangnya pengetahuan ibu, maka ibu akan membiarkan karies yang telah mengenai gigi tetap tersebut. Seiring bertambahnya waktu, sedangkan karies yang telah mengenai gigi tidak cepat ditangani, maka gigi tersebut akan mengalami kerusakan parah. Akibat awal yang akan dirasakan adalah anak akan merasakan sakit gigi, terutama pada saat digunakan untuk menguyah makanan. Hal ini akan menyebabkan anak menjadi malas untuk makan, sehingga akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi terganggu. Apabila hal ini berlanjut tanpa adanya upaya perawatan gigi, maka akan mengakibatkan gigi tersebut tidak dapat dipertahankan lagi dalam rongga mulut, sehingga tindakan yang harus diambil adalah dilakukan pencabutan. Pencabutan gigi bila dilakukan akan menimbulkan masalah baru, antara lain menyebabkan gigi yang bersebelahan akan bergerak ketempat yang kosong, sehingga gigi menjadi tidak teratur. Gigi yang berlawanan tempat akan bergerak keluar rahang kearah
tempat yang kosong karena tidak ada lawan gigit akibat gigi telah dicabut yang akan menyebabkan gigi tersebut akan menjadi goyang dan tidak kuat. Bila gigi yang dicabut adalah gigi depan, maka akan mengganggu estetik, akan mengganggu fungsi bicara menjadi tidak fasih lagi. Bila gigi telah ompong, maka umumnya rahang dimana gigi telah ompong tersebut akan jarang dipergunakan untuk mengunyah makanan, sehingga akan menyebabkan terjadinya penumpukan sisa - sisa makanan yang akan menyebabkan 7 terbentuknya karang gigi. SUBJEK DAN METODE Penetian ini menggunakan metode kuantitatif yang digunakan untuk permasalahn yang sudah jelas, dan umumnya dialkukan pada populasi yang luas. Dan jenis penelitian ini deskriptif analitik yaitu untuk mengetahui hasil survey di lapangan dengan melakukan wawancara pada objek penelitian. Dengan teknik survey merupakan cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu (atau jangka waktu) yang bersamaan, bahwa teknik survey adalah penyelidikan dengan gerak kearah meluas dan merata, karena sampel yang besar maka teknik ini menghasilkan data kuatitatif yang menggambarkan secara umum sampel yang diselidiki. HASIL Pendidikan ibu-ibu posyandu tergambar dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1. Distribusi responden dari tingkat pendidikan di Puskesmas Kampung Dalam tahun 2014
No
Pendidikan
Jumlah
Persen (%)
1
SD
47
43,1
2
SMP
27
24,8
3
SMA
35
32,1
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
54
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Total
109
100
geraham pertama tetap secara garis besar dan pendidikan digambarkan dalam tabel sebagai berikut :
Terlihat bahwa dari tingkat pendidikan responden untuk SD sebanyak 47 orang (43,1%), SMP sebanyak 27 orang (24,8%) dan SMA sebanyak 35 orang (32,1%). Dengan jumlah keseluruhan 109 orang di 12 posyandu Puskesmas Kampung Dalam. Analisa dari pengetahuan responden terhadap gambaran pengetahuan tentang gigi Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Gambaran Pengetahuan Gigi Geraham Pertama Tetap Di Posyandu Puskesmas Kampung Dalam Tahun 2014
No 1
Kategori
Pendidika n
jumlah
SD
2 SMP 3 SMA Total
Kurang
Sedang
Baik
47
37 ( 78,7 % )
10 ( 21,3 % )
0 ( 0% )
27 35 109
23 ( 85,2 % ) 21 ( 60 % ) 81 ( 74,3 % )
4 ( 14,8 % ) 12 ( 34,3 % ) 26 ( 23,8 % )
0 ( 0% ) 2 ( 5,7 % ) 2 ( 1,8 % )
Tingkat pengetahuan responden tentang gigi geraham tetap, tampak bahwa dari keseluruhan aspek pengetahuan dalam kategori kurang sebanyak 81 orang ( 74, 3 % ), kategori sedang sebanyak 26 orang ( 23,8 % ), kategori baik sebanyak 2 orang ( 1,8 % ). Dalam kuesioner terbagi 3 klasifikasi tujuan khusus dari 15 soal, yaitu : a. Soal 1 - 5 adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gigi geraham
Soal 6 – 10 adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gigi susu c. Soal 11 – 15 adalah tingkat pengetahuan ibu dalam menjaga kebersihan gigi sejak dini. b.
Berdasarkan klasifikasi soal menurut tingkat pendidikan responden SD digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 3. Distribusi Klasifikasi responden pendidikan SD dalam kemampuan menjawab kuesioner di posyandu Puskesmas Kampung Dalam tahun 2014 Kategori Klasifikasi
A
No Soal
1
Pertanyaan
Bisa
Apakah Ibu tahu gigi mana yang merupakan gigi tetap 2 pertama anak yang tumbuh? Sebutkan giginya !
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
Rata rata Bisa
Tidak Bisa
9 oran g
45
Ratarata Tdk bisa 38 orang
55
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Kategori Klasifikasi
No Soal
2
3
4 5 6
7
8
B
9
10
11
C 12
13
Pertanyaan
Apakah ibu tahu tanda-tanda gigi tetap akan tumbuh ? Contohnya! Apakah ibu tahu pada saat anak umur berapa gigi geraham tetap anak mulai tumbuh ? Apakah ibu tahu bila tumbuh, dimana gigi geraham pertama tetap ? Apakah ibu tahu apa fungsi gigi geraham? Apakah ibu tahu berapa jumlah gigi susu ? Apakah ibu mengikuti atau memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan gigi anak ibu? Apakah ibu tahu pentingnya menjaga dan merawat gigi susu anak? beri penjelasan ! Apakah Ibu tahu bila gigi susu yang tidak terawat, akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak? Contohnya ! Apakah Ibu tahu akibat dari gigi susu yang dicabut sebelum waktunya akan berpengaruh terhadap partumbuhan gigi tetap ? beri penjelasan ! Apakah ibu tahu bagaimana cara menjaga kebersihan gigi anak sejak dini ? beri penjelasan !
Bisa
Rata rata Bisa
Tidak Bisa
7
40
2
45
7
40
25
22
2
45
4
43
6
41
4
5 oran g
43
8
39
15
32
Apakah Ibu tahu hal apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan gigi tetap anak, sehingga gigi dapat 16 dipertahankan dalam rongga mulut selama mungkin? Contohnya ! Apakah ibu tahu berapa 5 jumlah gigi tetap?
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
13 oran g
Ratarata Tdk bisa
42 orang
34 orang 31
42
56
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Kategori No Soal
Klasifikasi
Pertanyaan
Bisa
Rata rata Bisa
Tidak Bisa
Apakah ibu mengetahui gigi tetap sudah lengkap tumbuh 0 pada usia ? Apakah ibu tahu pentingnya pemeriksaan gigi ke tenaga 15 30 kesehatan gigi minimal enam bulan sekali? Rata – rata keseluruhan 9 Total 47 orang 14
Dilihat dari hasil perhitungan tabel 3, tampak bahwa kemampuan responden berpendidikan SD rata - rata yang bisa menjawab soal adalah sebanyak 9 orang. Dan yang tidak bisa menjawab soal sebanyak 38 orang.
Ratarata Tdk bisa
47
17 38
Berdasarkan klasifikasi soal menurut tingkat pendidikan responden SMP digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 4. Distribusi Klasifikasi responden pendidikan SMP dalam kemampuan menjawab kuesioner di posyandu Puskesmas Kampung Dalam tahun 2014 Kategori Klasifikasi
No Soal
1
2 A
3
4 5 6 B
7
Pertanyaan
Bisa
Ratarata Bisa
Apakah Ibu tahu gigi mana yang merupakan gigi tetap pertama 2 anak yang tumbuh? Sebutkan giginya ! Apakah ibu tahu tanda-tanda gigi 4 tetap akan tumbuh ? Contohnya! Apakah ibu tahu pada saat anak umur berapa gigi geraham tetap anak mulai tumbuh ? Apakah ibu tahu bila tumbuh, dimana gigi geraham pertama tetap ? Apakah ibu tahu apa fungsi gigi geraham? Apakah ibu tahu berapa jumlah gigi susu ? Apakah ibu mengikuti atau memperhatikan pertumbuhan dan
0
Tidak Bisa
25
23 6 orang
27
5
22
17
10
1
26
6
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
Ratarata Tdk bisa
4
21 Orang
21
57
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Kategori Klasifikasi
No Soal
8
9
10
C
Pertanyaan
Bisa
perkembangan gigi anak ibu? Apakah ibu tahu pentingnya menjaga dan merawat gigi susu 6 anak? beri penjelasan ! Apakah Ibu tahu bila gigi susu yang tidak terawat, akan berpengaruh terhadap perkem- 3 bangan dan pertumbuhan anak? Contohnya !
Ratarata Bisa orang
21
Kemampuan responden berpendidikan SMP rata-rata yang bisa menjawab soal adalah sebanyak 6 orang. Dan yang tidak bisa menjawab soal sebanyak 21 orang. Kemampuan responden berpendidikan SMA dengan klasifikasi soal a, b, dan c dengan jumlah keseluruhan 35
22
10
17
11
16
5
23 orang
24
Apakah Ibu tahu akibat dari gigi susu yang dicabut sebelum waktunya akan berpengaruh 5 terhadap pertumbuhan gigi tetap ? beri penjelasan !
Apakah ibu tahu bagaimana cara 11 menjaga kebersihan gigi anak sejak dini ? beri penjelasan ! Apakah Ibu tahu hal apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan gigi tetap anak, 12 sehingga gigi dapat dipertahankan dalam rongga mulut selama mungkin? Contohnya ! Apakah ibu tahu berapa jumlah 13 gigi tetap? Apakah ibu mengetahui gigi tetap 14 sudah lengkap tumbuh pada usia ? Apakah ibu tahu pentingnya pemeriksaan gigi ke tenaga 15 kesehatan gigi minimal enam bulan sekali? Rata – rata keseluruhan Total
Tidak Bisa
Ratarata Tdk bisa
9 orang
22
0
27
19
8
6 27 orang
18 orang
21
orang. Dan dari keseluruhan rata - rata yang bisa menjawab soal adalah sebanyak 11 orang. Dan yang tidak bisa menjawab soal sebanyak 24 orang.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
58
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Tabel 5. Distribusi Klasifikasi Responden Pendidikan SMA Dalam Kemampuan Menjawab Kuesioner Di Posyandu Puskesmas Kampung Dalam Tahun 2014 Kategori Klasifikasi
No Soal
1
2 A
3
4 5 6 7
8 B 9
10
C
11
Pertanyaan
Apakah Ibu tahu gigi mana yang merupakan gigi tetap pertama anak yang tumbuh? Sebutkan giginya ! Apakah ibu tahu tanda-tanda gigi tetap akan tumbuh ? Contohnya! Apakah ibu tahu pada saat anak umur berapa gigi geraham tetap anak mulai tumbuh ? Apakah ibu tahu bila tumbuh, dimana gigi geraham pertama tetap ? Apakah ibu tahu apa fungsi gigi geraham? Apakah ibu tahu berapa jumlah gigi susu ? Apakah ibu mengikuti atau memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan gigi anak ibu? Apakah ibu tahu pentingnya menjaga dan merawat gigi susu anak? beri penjelasan ! Apakah Ibu tahu bila gigi susu yang tidak terawat, akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak? Contohnya ! Apakah Ibu tahu akibat dari gigi susu yang dicabut sebelum waktunya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan gigi tetap ? beri penjelasan ! Apakah ibu tahu bagaimana cara menjaga kebersihan gigi anak sejak dini ? beri penjelasan !
Bisa
Ratarata Bisa
Tidak Bisa
3
32
10
25
5
10 orang
30
5
30
25
10
1
34
7
28
14
21
10
8 orang
6
16
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
25
Ratarata Tdk bisa
25 orang
27 orang
29
15 orang
19
20 orang
59
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Kategori Klasifikasi
No Soal
Pertanyaan
Apakah Ibu tahu hal apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan gigi tetap anak, 12 sehingga gigi dapat dipertahankan dalam rongga mulut selama mungkin? Contohnya ! Apakah ibu tahu berapa jumlah 13 gigi tetap? Apakah ibu mengetahui gigi tetap 14 sudah lengkap tumbuh pada usia ? Apakah ibu tahu pentingnya pemeriksaan gigi ke tenaga 15 kesehatan gigi minimal enam bulan sekali? Rata – rata keseluruhan Total Perolehan keseluruhan kategori kurang sebanyak 81 orang ( 74,3%), sedang sebanyak 26 orang ( 23,8 % ), baik sebanyak 2 orang ( 1,8 %). dan rendahnya tingkat pendidikan SD sebanyak 47 orang ( 43, 1%), SMP sebanyak 27 orang ( 24,8 % ), dan SMA sebanyak 35 orang ( 32,1 % ). Maka dapat disimpulkan kurangnya pengetahuan ibu-ibu di posyandu Puskesmas Kampung Dalam. Dengan kemampuan menjawab soal kuesioner pada setiap tingkat pendidikan berbeda, dengan klasifikasi soal a adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gigi geraham pada tingkat SD bisa sebanyak 6 orang, tidak bisa 38 orang, klasifikasi soal b adalah tingkat pengetahuan ibu tnetang gigi susu yang bisa sebanyak 5 orang, tidak bisa 42 orang, klasifikasi soal c adalah tingkat pengetahuan ibu dalam menjaga kebersihan gigi ejak dini yang bisa sebanyak 13 orang, tidak bisa 34 orang,
Bisa
Ratarata Bisa
Tidak Bisa
19
36
10
25
1
34
28
7
11 35 orang
Ratarata Tdk bisa
24
dengan rata–rata SD bisa 9 orang, tidak bisa 38 orang. Pada klasifikasi soal a adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gigi geraham tingkat SMP bisa sebanyak 6 orang, tidak bisa 21 orang, klasifikasi soal b adalah tingkat pengetahuan ibu tnetang gigi susu yang bisa sebanyak 4 orang, tidak bisa 23 orang, klasifikasi soal c adalah tingkat pengetahuan ibu dalam menjaga kebersihan gigi ejak dini yang bisa sebanyak 9 orang, tidak bisa 18 orang, dengan rata – rata SMP bisa 6 orang, tidak bisa 21 orang. Pada klasifikasi soal a adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gigi geraham tingkat SMA bisa sebanyak 10 orang, tidak bisa 25 orang. Klasifikasi soal b adalah tingkat pengetahuan ibu tnetang gigi susu yang bisa sebanyak 8 orang, tidak bisa 27 orang, klasifikasi soal c adalah tingkat pengetahuan ibu dalam menjaga kebersihan gigi ejak dini yang bisa sebanyak 15 orang, tidak bisa 20 orang
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
60
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
dengan rata – rata SMA bisa 11 orang, tidak bisa 24 orang kemampuan dalam menjawab soal.
banyak ibu-ibu yang tamatan SD sebanyak 47 orang (43,1%), SMP sebanyak 27 orang (24,8%), dan SMA sebanyak 35 orang (32, %). Hasil analisa akan kemampuan menjawab klasifikasi soal yaitu tingkat pengetahuan ibu yang dikelompokkan dalam aspek pendidikan SD, SMP dan SMA, tergambar dalam tabel sebagai berikut :
PEMBAHASAN Selama berlangsungnya kegiatan penelitian, diambil datanya 109 orang dan diolah. Dan ada beberapa ibu-ibu posyandu yang tidak datang, dan berbeda jumlahnya setiap bulan. Dalam kemampuan ibu-ibu ini menjawab kuesioner adalah sebanyak 81 orang (74,3%) yang termasuk dalam kategori kurang, sebanyak 26 orang (23,8%) dalam kategori sedang, dan sebanyak 2 orang (1,8%) dalam kategori baik. Setelah dilihat dari aspek pendidikan, ternyata Tabel 6. Distribusi Kemampuan Responden Menjawab di posyandu Puskesmas Kampung Dalam tahun 2014 Bisa Tidak Bisa No Pendidikan Jumlah a b c a b c 1 2 3 Total
SD SMP SMA
47 27 35
9 6 10
5 4 8
13 9 15
38 21 25
42 23 27
34 18 20
109 orang
Keterangan : a dalah tingkat pengetahuan ibu tentang gigi geraham tetap b adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gigi susu dan c adalah tingkat pengetahuan ibu dalam menjaga kebersihan gigi sejak dini.
Rata–rata kemampuan keseluruhan responden dengan klasifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang gigi geraham yang bisa menjawab adalah 8 orang, tingkat pengetahuan ibu tentang gigi susu yang bisa menjawab adalah 6 orang, dan tingkat pengetahuan ibu dalam menjaga kebersihan gigi sejak dini yang bisa menjawab adalah 12 orang, kemampuan menjawab tidak bisa lebih banyak dengan ratarata kemampuan keseluruhan menjawab tidak bisa dengan klasifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang gigi geraham sebanyak 28 orang, tingkat pengetahuan ibu tentang gigi susu sebanyak 31 orang, dan tingkat pengetahuan ibu dalam
menjaga kebersihan gigi sejak dini sebanyak 22 orang. Terbukti dengan ditambahnya pengaruh pendidikan, tidak berpengaruh terhadap pengetahuan ibu-ibu posyandu ini yang keseluruhan kurang, Dengan ibu lulusan SD 37 orang ( 78,7 % ), SMP 23 orang ( 85,2 % ), SMA 21 orang ( 60% ) dengan rata-rata keseluruhan kategori kurang 81 orang ( 74,3% ), sedang 26 orang (23,8%), baik 2 orang ( 1,8% ). Terlihat kurangnya pengetahuan ibu-ibu posyandu khususnya kesehatan gigi tentang gigi geraham pertama tetap dengan pencapaian tertinggi lebih dari 70%.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
61
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
Pengaruh yang membuat kurangnya pengetahuan ibu-ibu ini dan beranggapan bahwa gigi anak akan berganti semua tanpa tahu yang mana gigi yang tidak akan pernah tergantikan yaitu gigi geraham tetap pertama. Selain itu, ini juga pengaruh dari tidak adanya penyuluhan tentang kesehatan gigi. Hal ini karena program dasar posyandu yang terpusat tentang gizi, imunisasi dan KIA sehingga tidak adanya penyuluhan tentang kesehatan gigi, tetapi ke permasalahan lain khususnya gizi. Hal ini menandakan rendahnya tingkat ekonomi warga, sehingga ibu-ibu masih memikirkan dan mempertimbangkan untuk pemeriksaan gigi anak dan balitanya dikarenakan dana mereka kurang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan lainnya khususnya gigi. Bahwa pengaruh perbedaanperbedaan regional pada karies terdapat pula perbedaan tingkat sosial, anak dari keluarga dengan tingkat sosial rendah mempunyai pengalaman karies lebih tinggi ( Bradnock,March dan Anderson, 1984;Todd dan Dodd,1985c ). Selain itu, karena kurangnya melakukan pemeriksaan gigi dan perhatian ibu terhadap kesehatan gigi balita dan anaknya sehingga lebih rentan karies, tentu saja hal ini dapat berpengaruh tehadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Khususnya kesehatan gigi karena balita dalam masa tahap pertumbuhan. Inilah yang menjadi kurangnya peranan ibu terhadap menanggulangi terjadinya karies di balita dan anaknya, di samping pengetahuan ibu yang kurang ini dapat mempengaruhi tingginya angka karies gigi, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kampung Dalam Pontianak Timur, di Kalimantan Barat. Dari hasil yang diperoleh untuk tingkat pengetahuan ibu tentang gigi susu yang merupakan gigi yang tumbuh pada balita dan akan digantikan oleh gigi tetap mulai pada usia 6 – 13 tahun, Bahwa diketahui, ibu-ibu yang bisa menjawab rata-rata lulusan SD 5 orang , SMP 4 orang, SMA 9 orang. Dengan jumlah keseluruhan yang bisa menjawab sebanyak 18 orang ( 16,5% ) dari 109 orang, ini terlihat
bahwa masih kurangnya pengetahuan tentang gigi susu, dimana tidak pernah ada penyuluhan khususnya informasi tentang gigi balita untuk para ibu. Para ibu tidak mengetahui akan jumlah gigi susu yang berjumlah 20 buah, di rahang atas sebanyak 10 buah dan rahang bawah sebanyak 10 buah dimana gigi susu ini berwarna lebih putih dan ukurannya lebih kecil, yang tumbuh pada usia mulai 20 – 30 bulan. Dan para ibu tahu tanda -tanda gigi susu tumbuh secara umum pada balitanya, tetapi tidak mengetahui gigi yang permanen akan tumbuh dan jumlahnya. Jumlah gigi permanen adalah 32 buah, yang tumbuh pada usia 6- 13 tahun. Dengan gejala pertumbuhan gigi dapat dilihat secara lokal dan secara sistemik. Lokal dengan kemerahan atau pembengkakan ginggiva pada regio yang akan erupsi bercak eriterma pada pipi. Dan sistemik bayi gelisah, menangis , kehilangan nafsu makan, tidak dapat tidur, meningkatnya saliva ( air liur) terus menetes, nafsu makan berkurang, rasa haus meningkat, kemerahan pada tepi mulut circum oral rash. Pada saat terjadinya pertumbuhan gigi susu, untuk gigi permanen tidak mengalami pengaruh berlebih pada anak, salah satunya, gigi susu akan goyang dan patah, bengkak pada bagian ginggiva ( gusi ), dan biasa disertai demam, dan juga ada yang tidak ada respon demikian. Untuk di ingat kembali bahwa gigi susu semua akan berganti sebanyak 20 buah sementara masih ada 12 buah gigi yang tidak akan digantikan , dimana semua merupakan gigi geraham permanen yang mulai tumbuhnya pada usia 6 tahun. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan rutin kesehatan gigi, atau pada saat ibu melakukan periksa gigi di puskesmas, perawat gigi berperan dalam memberikan edukasi kepada ibu-ibu dan menunjukkan serta meng- informasikan kesehatan gigi geligi balitanya. Bahwa dari kurangnya pengetahuan ibu tentang gigi susu akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan gigi anak antara lain, agar anak dapat makan dengan baik,
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
62
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
karena jika gigi anak sakit maka akan berpengaruh pada nafsu makan anak, estetik si anak, gigi anak yang tidak dirawat akan rusak dan mengharuskan melakukan pencabutan sebelum waktunya akan berdampak pada benih gigi pengganti yang akan tumbuh, gigi dapat berjejal. Ini karena tidak pernah memeriksakan kesehatan gigi balitanya ke tenaga kesehatan gigi dalam 6 bulan sekali, tidak adanya penyuluhan tentang bagaimana cara merawat gigi balita, dan tidak pernah mengikuti waktu tumbuh gigi tetap anaknya. Terlihat dari pengetahuan ibu dalam menjaga kebersihan gigi sejak dini, ibu - ibu yang bisa menjawab rata - rata lulusan keseluruhan SD 13 orang, SMP 9 orang, SMA 15 orang, dengan jumlah keseluruhan 37 orang ( 33,9% ) yang bisa menjawab. Ini dapat disimpulkan ibu-ibu kurang menyadari pentingnya menjaga kesehatan gigi anaknya, mereka hanya tahu dengan cara menyikat gigi, mengurangi makanan yang manis, dan pemeriksaan gigi setiap enam bulan sekali. Bahwa dengan cara itu dapat menjaga kesehatan gigi anaknya, tetapi mereka kurang menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari dan kurangnya kesadaran mereka dalam menjaga kesehatan gigi anaknya, dengan alasan ekonomi kurang untuk memeriksakan gigi, penyuluhan yang tidak pernah ada, dan anak yang kurang diberi himbauan tentang kesehatan giginya. Dapat disimpulkan kurangnya kesadaran ibu sendiri dalam menjaga kesehatan gigi anak, karena perilaku dan ekonomi yang tidak mendukung. Berdasarkan observasi, ibu-ibu posyandu mengeluh tidak pernah adanya penyuluhan kesehatan gigi ataupun pemeriksaan gigi pada balitanya. Dikarenakan jumlah petugas poli gigi yang kurang, ini salah satu pengaruh kurangnya pengetahuan akan kesehatan gigi ibu-ibu posyandu di puskesmas Kampung Dalam. Dengan adapun jadwal posyandu dari puskesmas untuk setiap poli, tetapi untuk poli gigi tidak dilakukan penyuluhan kesehatan gigi.
Hal ini juga dipengaruhi kurangnya kesadaran ibu-ibu dalam menjaga kesehatan gigi anaknya dan tidak pernah melakukan pemeriksaan gigi, kecuali pada saat sakit gigi menurut ibu-ibu di posyandu, terbukti dari kurang tahunya pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi anaknya secara signifikan, khususnya pada usia balita. Kurang rutinnya memeriksakan gigi setiap 6 bulan sekali karena ibu-ibu ini beranggapan tidak begitu penting, dan membutuhkan biaya besar, rata-rata ibu-ibu ini akan pergi periksa gigi anaknya jika memang keadaan sakit gigi, tetapi mereka tidak tahu cara menjaga dan merawatnya. Berdasarkan waktu juga mempengaruhi ibu-ibu ini dalam memperhatikan gigi balita dan anaknya yang berusia diatas 5 tahun, dikarenakan kesibukan mereka sebagai ibu rumah tangga yang kurang memperhatikan dan perkerjaan sebagai buruh, pedagang, dan sebagainya. Dari pembahasan diatas diketahui karena kurangnya promotif yang dilakukan dan preventif, lebih pada tindakan kuratif. Serta pengaruh pendidikan, kurangnya tenaga kesehatan, kurangnya kesadaran dan perilaku dalam merawat dan menjaga kesehatan gigi, pengaruh waktu dan ekonomi. Semua ini kembali kepada para ibu, jika mereka tidak menerapkan perilaku akan pentingya menjaga kesehatan gigi anaknya di usia dini, maka akan berpengaruh untuk generasi berikutnya dan akan terbentuk pola pikir yang sama. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengumpulan dan dan pembahasan ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Tergambar pendidikan tidak mempengaruhi rendahnya pengetahuan ibu-ibu posyandu tentang gigi geraham pertama tetap di wilayah kerja Puskesmas Kampung Dalam. Tidak ada penyuluhan tentang kesehatan gigi di posyandu dan sarana prasarana di puskesmas untuk tindakan preventif dan kuratif. SARAN
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
63
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Gigi Geraham Pertama; Rita Herlina
1. Memperbaiki operasional di poli gigi, khususnya dental unit sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terpenuhi dari segala aspek, promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatiif, sehingga masyarakat mendapakan pelayanan yang memuaskan dan maksimal walau hanya di puskesmas. 2. Tenaga kesehatan juga harus memberikan edukasi atau penyuluhan kesehatan gigi di ruang poli gigi pada saat pemeriksaan. 3. Merutinkan diri khususnya si anak untuk diperiksa giginya setiap 6 bulan sekali, serta membaca, mendengar dan mencerna iklan di televisi tentang kesehatan gigi. 4. Ibu dapat memberikan bacaan kepada si anak tentang kesehatan gigi, berupa majalah atau buku cerita. DAFTAR PUSTAKA 1. DepKes RI, 2004. Profil Indonesia 2002. Jakarta. Hal 1
Kesehatan
2. Aritonang.N.J, 2009. Gambaran Perilaku siswa Dalam Memelihara Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap terbentuknya Plak Gigi Di SDN 105267 Kecamatan Sunggal Tahun 2007. Hal 119 3. Rusmaliabah. 2010. Tingginya Angka Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah Umur 5 - 14 Tahun Dikota Pontianak Tahun 2010. http:// www. scribd.com/ doc/48017701/ Jurnal. 17 Feb 2011 04:40:59 GMT 4. Miftah. dkk, 2009. Pengaruh Xylitol Pada PH Mulut Pada Anak SD. Nakes Khatulistiwa. Volume VII Nomor 1 Januari. Hal 21. 5. Avicenna, 2009. Posyandu. www.rajawana.com .2 Feb 2011 21:10:46 GMT 6. Hamidi.L, 2006. Memelihara Kesehatan Gigi dan Mulut.Indradjaya. Jakarta. Hal 2324, 30 7. Ircham. dkk, 1993. Penyakit-Penyakit Gigi dan Mulut Pencegahan dan Perwatannya. Yogyakarta. Hal 81
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
64
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Hamil; Sukasih, dkk.
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU HAMIL TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SUNGAI PINYUH
1,2
Sukasih1 dan Yeni Maryani2 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak
ABSTRAK Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut ibu hamil, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pontianak mengharapkan kepada semua petugas Puskesmas khususnya poli KIA untuk menyarankan pasien ibu hamil agar memeriksakan giginya di poli Gigi Puskesmas. Berdasarkan laporan bulanan ibu hamil yang berkunjung di poli Gigi tidak sesuai dengan laporan kunjungan ibu hamil di poli KIA. Jumlah kunjungan ibu hamil di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh pada bulan Januari sampai dengan Mei 2013 sebanyak 554 orang (9,37%). Sedangkan yang berkunjung ke poli Gigi dan memiliki keluhan dan tidak memiliki keluhan terhadap gigi dan mulut dari bulan januari sampai Mei sebanyak 41 orang (7,40%). Jenis metode pada karya tulis ilmiah ini adalah deskripsi, yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam mengenai pengetahuan dan perilaku ibu hamil trimester I sampai dengan trimester III tentang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh Tahun 2013. Hasil menunjukkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 (52,3%) berpengetahuan sedang, dan jumlah responden dengan perilaku kurang 46 (54,7%). Sebagian besar ibu hamil belum mengetahui apabila kurang menjaga kebersihan gigi dan mulut bisa menyebabkan gusi berdarah, gigi berlubang, dan gusi menjadi bengkak. Sedangkan perilaku responden belum mengetahui makanan dan minuman yang menyehatkan dan merusak gigi, Membersihkan karang gigi, dan manfaat obat kumur baik untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kata Kunci
: Pengetahuan, perilaku, ibu hamil
PENDAHULUAN Perawatan kesehatan gigi dan mulut sebelum masa kehamilan merupakan bagian dari perawatan kesehatan secara keseluruhan. Setiap tenaga pelayanan kesehatan dapat memainkan peranan penting dalam mendorong calon ibu hamil untuk memeriksakan kondisi gigi dan mulut ke fasilitas pelayananan kesehatan gigi. Selain itu juga meningkatkan kesadaran ibu hamil tentang pentingnya pemahaman kesehatan gigi dan mulut dan meluruskan kesalahpahaman seperti keyakinan bahwa kehilangan gigi dan perdarahan di mulut adalah “normal” selama kehamilan. Demikian juga nyeri selama perawatan gigi tidak dapat dihindari dan
menunda pengobatan sampai kehamilannya lebih aman untuk ibu hamil dan janin. Menurut data awal riset kesehatan Depkes 2007 menunjukkan 72,1% masyarakat indonesia mengalami karies pada gigi. Masyarakat yang mengalami masalah kesehatan gigi ini antara lain ibu hamil serta wanita usia subur 1. Masalah sakit gigi saat hamil lainnya adalah masalah radang gusi. Radang gusi terjadi pada hampir 50% ibu hamil. Radang gusi membuat gusi menjadi merah, bengkak, dan berdarah. Radang gusi disebabkan oleh bakteri yang ada diantara gigi dan gusi. Sisa makanan yang terselip diantara gigi dan gusi mengundang
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
65
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Hamil; Sukasih, dkk.
bakteri yang menimbulkan peradangan. Resiko peradangan gusi meningkat pada ibu hamil karena adanya peningkatan hormon progesteron dan estrogen yang meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh khususnya gusi. Solusi untuk menghilangkan atau mengurangi sakit gigi saat hamil dengan merawat dan menjaga kesehatan gigi merupakan target yang utama dari pencegahan sehingga upaya pembersihan lokal dilibatkan dalam rencana perawatan 2. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut ibu hamil, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten pontianak mengharapkan kepada semua petugas Puskesmas khususnya poli KIA untuk menyarankan pasien ibu hamil agar memeriksakan giginya di poli Gigi Puskesmas. Berdasarkan laporan bulanan ibu hamil yang berkunjung di poli Gigi tidak sesuai dengan laporan kunjungan ibu hamil di poli KIA. Kunjungan ibu hamil di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2013 sebanyak 554 orang atau (9,37%) dari total kunjungan ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh. Sedangkan yang berkunjung ke poli gigi dan memiliki keluhan terhadap gigi dan mulut dari bulan januari sampai bulan mei sebanyak 41 orang atau (7,40%). Keluhan tersebut diantaranya 15 orang ibu hamil terdiagnosa pulpitis akut, 15 orang ibu hamil terdiagnosa gingivitis, 1 orang ibu hamil terdiagnosa periodontitis, 9 orang ibu hamil terdiagnosa hiperemi pulpa,dan 1 ibu hamil terdiagnosa epulis gravidarum. Kerusakan gigi dan mulut pada ibu hamil masih memerlukan beberapa tindakan promotif dan preventif. Berdasarkan survei awal kebersihan gigi dan mulut yang dilakukan pada 15 orang ibu hamil di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh, didapatkan angka OHI-S sebanyak 11 orang dengan kriteria baik, 4 orang dengan kriteria sedang. Hasil survei DMF-T didapatkan juga pada 15 orang ibu hamil yang diperiksa di Poli Gigi sebanyak 13 ibu hamil atau (0,86 %)
dengan kriteria sangat rendah, dan 2 ibu hamil atau (0,1%) dengan kriteria rendah.
SUBJEK DAN METODE Populasi adalah Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh tahun 2013 yang berjumlah 554 orang. Sampel penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu tehnik sampling yang digunakan peneliti dalam pemilihan subjek sampel yang didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu. Sampel yang diambil berdasarkan kriteria luklusi. Kriteria luklusinya adalah : Ibu hamil trimester I sampai trimester III, Ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas pada bulan Juli sampai dengan Agustus dan Ibu hamil yang bersedia dijadikan responden. Data penelitian ini adalah kunjungan ibu hamil yang berjumlah 84 orang dari trimester pertama sampai trimester ketiga bulan juli dan Agustus tahun 2013 . HASIL Hasil penelitian yang dilakukan pada ibu hamil di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh berjumlah 84 orang, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi berdasarkan Umur
frekuensi
Umur
responden
Total F
%
17 Th - 25 Th
50
59,5
26 Th - 35 Th
26
30,9
36 Th Keatas
8
9,5
Total
84
100
Hasil analisa yang dilakukan terhadap 84 responden pada tabel 5.2 diatas diperoleh bahwa, hampir seluruh responden berumur 17-
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
66
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Hamil; Sukasih, dkk.
25 tahun (59%), 26-35 tahun (30,9%) dan 36 tahun keatas (9,5%).
Tabel 2. Disrtibusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Total Ibu Rumah Tangga Swasta Pegawai Negeri Sipil TOTAL
F 76 5 3 84
% 90,4 5,95 3,57 100
Hasil analisa yang dilakukan terhadap 84 responden pada tabel diatas diperoleh yaitu, responden berdasarkan pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut pada trimester I sampai trimester III dikategorikan Baik (35,7%), Sedang (52,3%), Kurang (11,9%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Mengenai Kesehatan Gigi Dan Mulut Kategori
Hasil analisa yang dilakukan terhadap 84 responden pada tabel 5.3 diatas diperoleh yaitu, hampir seluruh responden bekerja sebagai Ibu rumah tangga (90,4%), Swasta (5,95%), Pegawai Negeri Sipil (3,57%). Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan Total F Tidak Tamat SD Tamat SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
1 28 29 23 3 84
% 1,19 33,3 34,5 27,3 3,57 100
Hasil analisa yang dilakukan terhadap 84 responden pada tabel 5.4 diatas diperoleh yaitu, responden tidak tamat SD (1,19%), Tamat SD (33,3%), Sekolah Menengah Pertama (34,5%), Sekolah Menengah Atas (27,3%), dan Perguruan Tinggi (3,57%). Tabel 4. Distribusi Frekuensi berdasarkan Pengetahuan Responden Mengenai kesehatan Gigi Dan Mulut Kategori Total F Baik Sedang Kurang Total
30 44 10 84
% 35,7 52,3 11,9 100
Baik Sedang Kurang Total
Total F 3 35 46
% 3,5 41,6 54,7 84
100
Hasil analisa yang dilakukan terhadap 84 responden pada tabel 5.6 diperoleh yaitu, responden berdasarkan perilaku mengenai kesehatan gigi dan mulut pada trimester I sampai trimester III dikategorikan Baik (3,5%), Sedang (42,6%), Kurang (54,7%). PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada tanggal 29 Juli sampai dengan 30 Agustus 2013 dengan cara membagikan kuesioner pada ibu hamil yang menjadi responden di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku ibu hamil yang berjumlah 84 responden. Hasil penelitian yang dilakukan dari tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan pada 84 responden diperoleh gambaran pengetahuan dengan kategori baik sebanyak 30 orang (35,7%), responden dengan pengetahuan sedang sebanyak 44 orang (52,3%), dan responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 10 orang (11,9%). Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa kesehatan gigi dan mulut itu
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
67
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Hamil; Sukasih, dkk.
ada hubunganya dengan kehamilan. Secara umum responden beranggapan dan berfikir jika giginya terasa sakit maka akan mempengaruhi anak yang di kandungnya, dan dapat mempengaruhi aktifitasnya sehari-hari. Sebagian besar responden lebih banyak bekerja sebagai ibu rumah tangga, menghabiskan waktu untuk menonton televisi, dan berkumpul dengan tetangga sekitar rumah, Hal inilah yang memungkinkan sebagian besar responden mengetahui beberapa informasi melalui media elektronik dan saling berbagi informasi. Distribusi frekuwensi dari tingkat perilaku yang dilakukan terhadap 84 responden pada tabel 5.6 diketahui bahwa ibu hamil trimester I sampai trimester III tentang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh Tahun 2013 diperoleh bahwa, sebagian besar ibu hamil berperilaku kurang (54,7%). Hal ini di pengaruhi oleh kebiasaan ibu-ibu yang kurang memperhatikan kesehatan gigi dan mulutnya. Kebiasaan ibu-ibu hamil yang berkunjung di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh setelah memeriksakan kehamilannya lebih memilih untuk pulang kerumah mengerjakan kerjaannya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dibandingkan untuk memeriksakan giginya, sehingga apabila belum ada keluhan sakit ibuibu belum mau memeriksakan giginya. Perilaku ibu hamil ini dapat dipengaruhi juga oleh faktor sosial contohnya kelompok keluarga kecil serta status sosial, selain itu, faktor psikologis juga mempengaruhi ibu hamil yang meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap. Maka penting untuk tenaga kesehatan gigi lebih giat lagi untuk memberikan penyuluhan tentang bagaimana menjaga kesehatan gigi saat hamil kepada masyarakat khususnya pada ibu-ibu hamil agar cakupan atau hasil gambaran pengetahuan dan perilaku ibu hamil kedepan jauh lebih baik 3. Hasil penelitian yang dilakukan sebagian besar ibu hamil trimester I sampai trimester III tidak mengetahui bahwa makanan yang menyehatkan dan merusak gigi, membersihkan karang gigi, dan manfaat obat kumur baik untuk
kesehatan gigi yang salah satunya adalah mencegah sariawan, peradangan gusi dan mencegah terjadinya karies gigi. Hal ini ditemukan pada pertanyaan kuesioner tentang perilaku yaitu pertanyaan pada no 3, 7 dan 10, yang mencapai diatas 80% bahwa ibu hamil tidak mengetahuinya. Dalam hal ini karena ibu hamil yang berkunjung di Puskesmas Rawat Inap Sungai Pinyuh belum pernah mendapatkan informasi atau penyuluhan langsung dari petugas kesehatan. Penyuluhan yang dilakukan yaitu hanya penyuluhan di posyandu-posyandu tetapi penyuluhan tersebut tidak rutin di lakukan. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut diposyandu yang selama ini dilaksanakan juga kurang efektif, selama penyuluhan berlangsung ibu-ibu hamil sibuk berkomonikasi dengan ibuibu hamil lainnya sehingga apa yang disampaikan tidak bisa diterimanya dengan baik. Hasil penelitian tentang perilaku ibu hamil yang didapatkan ternyata bertolak belakang dengan pengetahuan yang mana hasil distribusi frekwensi berdasarkan perilaku ibu hamil tentang kesehatan gigi dan mulut dikategorikan kurang yaitu sebanyak 46 orang (54,7%), sedangkan hasil distribusi frekwensi pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan gigi dan mulut dikategorikan sedang yaitu 44 orang (52,3%). Petugas kesehatan yang ada selama ini kurang memberikan arahan kepada ibu-ibu hamil untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya. Selain itu himbauan yang disampaikan dari Dinas Kesehatan bahwa setiap ibu-ibu hamil yang berkunjung ke poli KIA harus memeriksakan giginya ke poli Gigi Puskesmas ternyata tidak rutin di sampaikan kepada ibu-ibu yang berkunjung di poli KIA, informasi tersebut hanya disampaikan kebeberapa ibu hamil saja, sehingga ibu-ibu hamil yang lain tidak mengetahuinnya. Serta kurangnya penyuluhan dari tenaga kesehatan tentang kesehatan gigi dan mulut ibu hamil juga mempengaruhi pengetahuan dan perilakunya. Promosi atau penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang berorientasi pada penyampaian
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
68
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Hamil; Sukasih, dkk.
informasi tentang kesehatan gigi dan mulut guna menanamkan pengetahuan dan perilakunya sehingga tumbuh kesadaran untuk hidup sehat. Promosi kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan meningkatkan 4 kesehatannya . Dari hasil penelitian yang dilakukan sabagian besar ibu hamil tidak mengetahui bahwa kehamilan dapat menyebabkabn gusi berdarah, gusi bengkak, dan gigi berlubang apabila ibu hamil kurang kesadaran menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. Hal ini ditemukan pada pertanyaan kuesioner tentang pengetahuan yaitu pada no 3,4, dan 5 yang menyebutkan kehamilan menyebabkan gusi berdarah, gusi bengkak, dan gigi berlubang. Dari pertanyaan tersebut, diatas 70% bahwa ibu hamil tidak mengetahuinya. Kehamilan bukanlah menjadi penyebab langsung gusi berdarah, gusi bengkak, dan gigi berlubang tetapi tergantung pada tingkat kebersihan gigi dan mulutnya. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dilakukan dari tingkat pengetahuan dan perilaku ibu hamil yang dilakukan pada 84 responden diperoleh hasil gambaran pengetahuan dengan kategori baik 30 orang (35,7 %), responden dengan pengetahuan sedang sebanyak 44 orang (52,3 %), dan responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 10 orang (11,9 %). Dari hasil gambaran perilaku dengan kategori baik sebanyak 3 orang (3,5%), responden dengan perilaku sedang sebanyak 35 orang (41,6%), dan responden dengan perilaku kurang sebanyak 46 orang (54,7%).
Memasang poster-poster Puskesmas mengenai kesehatan gigi dan mulut. 2. Bagi Ibu Hamil, Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan cara : Berkumur- kumur atau sikat gigi setelah muntah, menyikat gigi secara teratur dengan tekhnik menyikat gigi yang baik dan benar, berkonsultasi ke dokter gigi sebelum, selama dan setelah kehamilan. DAFTAR PUSTAKA 1. Anggraeni, 2011. Riset Kesehatan Dasar 2007, Bulan Kesehatan Gigi Nasional 2010. (http: /www. Pagi. Or. Id). Di unduh 7 Juni 2013. Jam 10.30 Wib 2. Ecless, J. D. dan Green, R. M. 1994. Konservasi Gigi. Widya Medika. Jakarta. Hal. 1-2 3. Tari, R. 2012. 6 Alasan Pentingnya Ibu Hamil Jaga Kesehatan Gigi. Kompas. Com:Jakarta (http://health.kompas.com/read/2012/10/17/ 18530081/6.Alasan.Pentingnya.Ibu.Hamil.J aga.Kesehatan.Gigi) diunduh 10 September 2013. Jam 11.30 Wib 4. Kholid, A. 2012. Promosi Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Hal. 3. KEMENKES RI. 2011. Kebijakan Kesehatan Gigi dan Mulut: Dirjen Bina Upaya Kesehatan Dasar, KEMENKES RI. Jakarta. Hal. 6-7
SARAN 1. Bagi Puskesmas, Meningkatkan peran serta dokter gigi serta perawat gigi di Puskesmas dalam perencanaan kegiatan pelayanan gigi dan mulut ibu hamil. Serta meningkatkan intensitas penyuluhan kepada semua ibu hamil mengenai kesehatan gigi dan mulut baik secara individual maupun kelompok.
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
69
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu Hamil; Sukasih, dkk.
PERAN IBU DAN GURU TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT (OHI-S) PADA SISWA KELAS I SAMPAI V SDN 06 PULAI ANAK AIR KECAMATAN MANDIANGIN KOTO SELAYAN KOTA BUKITTINGGI Aflinda Yenti Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Padang
ABSTRAK Ibu dan guru mempunyai peran yang penting terhadap kesehatan terutama dalam hal kesehatan gigi dan mulut karena ibu dan guru adalah orang yang sangat berperan dalam memelihara kesehatan gigi anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran ibu dan guru terhadap kebersihan gigi dan mulut( OHIS) pada murid kelas I sampai V SDN 06 Pulai Anak Air Tahun 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan Cross sectional, populasi dari penelitian ini seluruh ibu, guru dan murid kelas I sampai V, sampel dari penelitian ini adalah 50 orang ibu, 50 orang murid dan 5 orang guru dengan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah dengan membagikan kuesioner kepada ibu dan guru dan memeriksa kebersihan gigi dan mulut murid. Analisis data menggunakan analisis chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran ibu dan guru terhadap kebersihan gigi dan mulut berada pada kriteria tinggi, peran ibu yaitu 90 % pada kriteria tinggi dan guru 80 % pada kriteria tinggi. Indeks OHI-S pada murid kelas I-V yaitu 4 % kriteria baik, 64 % kriteria sedang dan 32 % kriteria jelek dan tidak terdapat hubungan antara peran ibu “P”= 0,841 (p>0,05) dan guru “P”= 0,098 (p>0,05) terhadap kebersihan gigi dan mulut Peran ibu dan guru terhadap OHI-S murid SDN 06 Pulai Anak Air berada pada kriteria tinggi dan OHIS murid berada pada kriteria sedang. Disarankan kepada ibu dan guru dapat mempertahankan perannya, kepada murid dapat meningkatkan kebersihan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi pada waktu dan cara yang benar dan kepada peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini. Kata Kunci : peran ibu, peran guru, kebersihan gigi dan mulut PENDAHULUAN Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggitingginya, pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang kearah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.1 Tujuan diadakannya pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia, maka perlu dilakukan upaya kesehatan untuk
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
70
Peran Ibu dan Guru Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut; Aflinda Yenti
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.1 Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi pengobatan penyakit gigi dan pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat dan usaha kesehatan gigi sekolah.1 Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menunjukkan hanya 9,3% penduduk yang menyikat gigi sangat sesuai dengan anjuran program yaitu menyikat gigi setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam dan 12,6% penduduk menyikat gigi sesuai anjuran program yaitu menyikat gigi setelah makan pagi atau sebelum tidur malam.2 Angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan survei kesehatan yang dilakukan Departemen Kesehatan RI pada 2001 menemukan sekitar 70% penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas pernah mengalami kerusakan gigi. Pada usia 12 tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9%, usia 15 tahun mencapai 37,4%, usia 18 tahun 51,1%, usia 3544 mencapai 80,1% dan usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7%. Data ini tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata, hal ini karena beberapa penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru, berat bayi lahir yang rendah, kelahiran prematur dan diabetes bisa diawali dari masalah kebersihan gigi dan mulut. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional Tahun 2013, sebanyak 25,9 % penduduk Indonesia mempunyai masalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir, diantaranya terdapat 31,1 % yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis gigi, sementara 68,9 % lainnya tidak dilakukan perawatan. Penduduk Sumatera Barat yang mempunyai masalah dengan kesehatan gigi dan
mulut sebanyak 22,2 % dari jumlah tersebut hanya 35,3 % penduduk yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi.3 Membersihkan gigi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut yang dilakukan secara mandiri dan professional. Perawatan mandiri dapat kita lakukan di rumah dengan sikat gigi teratur, dua kali sehari dengan metode yang benar (Pratiwi, 2009: 84). Mengukur kebersihan gigi dan mulut digunakan indeks Oral Higine Indeks Simplifield (OHIS), yang diperoleh dengan cara menjumlahkan Debris Indeks dan Kalkulus Indeks.4 Ibu adalah figur yang paling penting dalam tumbuh kembang anak, dalam membangun atau mempengaruhi anak dalam belajar, oleh sebab itu keberadaan ibu menentukan pula cara dan prestasi belajar anak. Perhatian dan respon yang diberikan ibu turut menentukan cara belajar anak, ibu yang tidak acuh akan menyebabkan anak tidak termotivasi untuk belajar.4 Selain petugas kesehatan, ibu dan guru mempunyai peranan terhadap pemeliharaan kesehatan gigi anak sekolah. Ibu dan guru adalah orang yang berkepentingan dalam memelihara kesehatan gigi anak sekolah, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan tugas.2 Ibu dan guru mempunyai peranan penting terhadap perilaku anak dalam memelihara kesehatan anak, termasuk memelihara kesehatan gigi. Ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam perawatan gigi anak-anak. Peran yang dilakukan ibu meliputi memberi contoh perawatan gigi, memotivasi merawat gigi, mengawasi perawatan gigi dan membawa anak ke pelayanan kesehatan gigi jika anak sakit gigi, baik melalui jalur rumah maupun sekolah menurut.2 Guru memegang peranan penting dalam proses belajar seorang anak, seperti belajar tentang perawatan gigi. Guru merupakan orang yang membantu orang lain belajar, dengan melatih, menerangkan, memberi ceramah, mengatur disiplin, menciptakan pengalaman dan
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
71
Peran Ibu dan Guru Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut; Aflinda Yenti
mengevaluasi kemampuan siswa. Guru dapat berperan sebagai konselor, pemberi intruksi, motivator, manajer dan model dalam menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perawatan gigi.2 Guru merupakan figur pengganti orang tua ketika anak-anak di sekolah dan merupakan unsur yang sangat penting untuk pelaksanaan promosi kesehatan oleh sebab itu untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, guru harus memperoleh pelatihan-pelatihan kesehatan dari petugas kesehatan puskesmas setempat dan perlu diberikan buku-buku panduan tentang kesehatan Tugas guru dalam bidang kesehatan khususnya dalam hal kesehatan gigi yaitu menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi para murid, seperti menyikat gigi setelah makan dan memeriksa kebersihan gigi.5 Guru merupakan key person untuk mengubah tingkah laku anak didiknya. Peran serta guru tersebut antara lain: 1) memberikan penyuluhan kesehatan gigi; 2) pemeriksaan/penilaian kebersihan gigi dan mulut; 3) pengawasan kegiatan menyikat gigi secara massal; 4) membantu petugas kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan.4 Sekolah adalah lembaga formal yang didalamnya terdapat kurikulum, guru, siswa, metode belajar, media belajar dan fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar dan fungsi dari sekolah tersebut adalah untuk mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan sekaligus bertugas mengembangkan kepribadian anak secara menyeluruh.4 Sekolah Dasar Negeri (SDN) 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan kota Bukittinggi, memiliki jumlah siswa 148 orang. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh data bahwa seluruh murid masih memiliki ibu yang masih hidup, yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, pedagang, wiraswasta dan PNS. Guru di SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan kota Bukittinggi berjumlah 10 orang dan semuanya sudah PNS. Penulis meneliti 5 orang
guru kelas yaitu guru kelas I-V. Hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada 20 orang murid di SDN 06 tersebut menginfomasikan kriteria OHIS yang diperoleh yaitu 65% anak berkriteria jelek, 25% anak berkriteria sedang dan 10% anak berkriteria baik. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melihat peran ibu dan guru terhadap kebersihan gigi dan mulut (OHIS) pada murid kelas I sampai kelas V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi tahun 2015. SUBJEK DAN METODE Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi seluruh ibu guru dan murid kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Koto Selayan Kota Bukittinggi, kelas I-V berjumlah 129 murid. Sampel penelitian ini yaitu ibu dari murid kelas I-V yang menjadi responden, guru kelas I-V yang berjumlah 5 orang. Murid kelas I-V, yang mana dari setiap kelas akan diambil 10 murid sebagai responden,sehingga jumlah sampel sebanyak 50 orang ibu dan 50 orang murid SDN 06 Pulai Anak Air Koto Selayan Kota Bukittinggi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada ibu dan guru untuk mengukur peran ibu dan guru. Selanjutnya melakukan pemeriksaan untuk mengukur indeks OHI-S murid SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi. Analisis hasil penelitian dibuat dalam bentuk tabulasi dan data hitung dengan menggunakan teknik analisis data statistik yaitu “Chi-Square”. HASIL Tabel 1. Data Responden Murid, Ibu dan Guru Tahun 2015 Data Responden Murid Ibu
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
Jumlah 50 50
72
Peran Ibu dan Guru Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut; Aflinda Yenti
Guru Total
5 105
Dilihat bahwa jumlah responden Ibu dan murid adalah sama banyak yaitu 50 orang dan jumlah guru sebanyak 5 orang. Distribusi frekuensi peran ibu terhadap kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) pada murid kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan tahun 2015. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Peran Ibu terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut (OHI-S) Murid Kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Tahun 2015 Peran Ibu Tinggi Sedang Jelek Total
Frekuensi 45 orang 5 orang 16 orang 50 orang
Persentase 90 % 10 % 0% 100 %
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa peran ibu terhadap kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) yang terbanyak adalah pada kriteria tinggi yaitu 45 orang (90%). Distribusi frekuensi peran guru terhadap kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) pada murid kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi bulan Juli 2015 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Peran Guru terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut (OHI-S) Murid Kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Tahun 2015 Peran Guru Tinggi Sedang Rendah Total
Frekuensi 4 orang 1 orang 0 orang 5 orang
Persentase 80 % 20 % 0% 100 %
Peran guru terhadap kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) yang terbanyak adalah pada kriteria tinggi yaitu 4 orang (80%). Distribusi frekuensi indeks kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) pada murid kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi bulan Juli 2011 dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Indeks Kebersihan Gigi dan Mulut (OHI-S) Murid Kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Tahun 2015 Kriteri OHI-S Tinggi Sedang Jelek Total
Frekuensi
Persentase
2 orang 32 orang 16 orang 50 orang
4% 64 % 32% 100 %
Indeks OHIS pada siswa kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Bulan Juli 2011, lebih banyak pada kriteria sedang (64 %) dibandingkan kriteria baik dan jelek. Distribusi frekuensi hubungan peran ibu dan guru terhadap kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) pada murid kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi bulan Juli 2011 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Peran Ibu Terhadap Indeks OHI-S pada Murid Kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Tahun 2015 Peran Ibu terhadap OHI-S Peran Ibu terhadap OHI-S
Nilai CHISquare .347
Df
Tingkat signifikan
2
.841
Tabel 4.5 diatas menunjukkan nilai “P” sebesar 0,841 (p>0,05) menunjukkan tidak ada hubungan antara peran ibu terhadap indeks OHI-
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
73
Peran Ibu dan Guru Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut; Aflinda Yenti
S pada murid SDN 06 Pulai Anak Air Tahun 2015.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Peran Guru Terhadap Indeks OHI-S Peran Guru terhadap OHI-S Peran Guru terhadap OHI-S
Nilai CHISquare 4.668
df
Tingkat signifikan
2
.098
Tabel 4.6 diatas menunjukkan nilai “P” sebesar 0,098 (p>0,05) menunjukkan tidak ada hubungan antara peran guru terhadap indeks OHI-S pada murid SDN 06 Pulai Anak Air Tahun 2015. PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan pada 50 orang ibu dengan peran ibu terhadap perawatan gigi seperti memperhatikan makanan yang dimakan anak, memotivasi merawat gigi seperti menyuruh anak menyikat gigi, mengawasi perawatan gigi seperti mengingatkan anak untuk menyikat gigi dan membawa anak ke pelayanan kesehatan gigi jika gigi anak sakit seperti membawa anak untuk periksa kesehatan gigi, pada siswa kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan kota Bukittinggi terlihat bahwa peran ibu yang terbanyak adalah dengan kriteria tinggi sebanyak 45 orang ( 90 % ) dan kriteria sedang sebanyak 5 orang ( 10 % ). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran ibu terhadap kebersihan gigi dan mulut pada umumnya berada pada kriteria tinggi, hal ini kemungkinan disebabkan karena ibu telah mengetahui bagaimana cara menjaga kebersihan gigi dan mulut pada murid SDN 06 Pulai Anak Air yang pengetahuan ibu dapat diperoleh dari media cetak dan dari media elektronik. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, 2003: 100 yaitu Ibu merupakan faktor yang sangat penting
dalam mewariskan status kesehatan bagi anakanak mereka. Ibu yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya. Sebaliknya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi akan mewariskan kesehatan yang rendah pula bagi anaknya karena ibu bertanggung jawab terhadap kesehatan gigi anaknya. Penelitian yang telah dilakukan pada 5 orang guru tentang peran guru dalam hal, peran guru dalam memberikan penyuluhan kesehatan gigi, pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut, pengawasan kegiatan menyikat gigi secara massal dan membantu petugas kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan pada murid kelas I-V terlihat bahwa peran guru dengan kriteria tinggi sebanyak 4 orang (80%) dan kriteria sedang sebanyak 1 orang ( 20 % ) dari jumlah responden yang diperiksa 5 orang. Guru memiliki peran yang baik terhadap kebersihan gigi dan mulut karena 80% dari guru tersebut memiliki peran pada kriteria tinggi, hal ini kemungkinan disebabkan karena guru pernah mendapatkan penyuluhan tentang kebersihan gigi dan mulut dari petugas kesehatan, pernah memperoleh pelatihan atau kunjungan dari petugas kesehatan dalam hal menjaga kebersihan gigi dan mulut murid SDN 06 Pulai Anak Air. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, yaitu guru merupakan orang yang membantu orang lain belajar; dengan melatih, menerangkan, memberi ceramah, mengatur disiplin, menciptakan pengalaman dan mengevaluasi kemampuan siswa. Guru dapat berperan sebagai konselor, pemberi intruksi, motivator, manajer dan model dalam menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perawatan gigi. Guru merupakan figur pengganti orang tua ketika anak-anak disekolah dan merupakan unsur yang sangat penting untuk pelaksanaan promosi kesehatan. Oleh sebab itu untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, guru harus memperoleh pelatihan-pelatihan kesehatan dari petugas kesehatan puskesmas
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
74
Peran Ibu dan Guru Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut; Aflinda Yenti
setempat dan perlu diberikan buku-buku panduan tentang kesehatan.5 Hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 50 orang murid SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi bulan Juli 2015, terlihat indeks OHIS yaitu 2 orang (4%) berkriteria baik, 32 orang (64% ) berkriteria sedang dan 16 orang (34%) berkriteria jelek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kriteria OHI-S murid kelas I-V sebagian besar berada pada kriteria sedang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena waktu menyikat gigi yang belum tepat dan karena cara menyikat gigi yang kurang benar Sesuai dengan pendapat Maulani, yaitu menjaga kesehatan gigi dan mulut merupakan sistem pencegahan yang paling mudah dan murah. Sikat gigi secara terus menerus, dengan interval tertentu untuk memutuskan tali ikatan perkembangan bakteri penyebab karies atau gigi berlubang dan menyikat gigi secara benar yang meliputi seluruh permukaan gigi. Frekuensi menyikat gigi yang baik adalah dua kali sehari, pagi 30 menit setelah sarapan pagi dan malam hari sebelum tidur.6 Penelitian yang telah dilakukan kepada 50 orang ibu dan 50 orang murid kelas I-V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi bulan Juli 2011 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan antara peran ibu terhadap indeks OHIS “P” = 0,841 (P>0,05) pada murid SDN 06 Pulai Anak Air hal itu dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu ibu yang perannya tinggi sebanyak 45 orang (90% ) namun jika dilihat masih ada anak yang memiliki indeks OHI-S yang jelek yaitu sebanyak 16 orang (34%). Karena ibu tidak selalu bisa mengontrol dan mengawasi makanan yang dimakan anak sewaktu anak berada diluar rumah seperti saat anak berada di sekolah dan karena pertanyaan pada kuesioner tidak seluruhnya berhubungan dengan judul penelitian. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, yang menyatakan kuesioner adalah alat pengumpul data yang isinya sesuai dengan
hipotesis penelitian, untuk memperoleh tujuan penelitian oleh karena itu kuesioner harus sesuai dengan tujuan penelitian, mudah ditanyakan, mudah dijawab dan data yang diperoleh mudah untuk diolah.5 Penelitian yang dilakukan pada 5 orang guru kelas dan 50 orang murid SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi Bulan Juli 2011 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan “P” = 0,096 (P>0,05) antara peran guru terhadap indeks OHI-S pada murid SDN 06 Pulai Anak Air hal itu dapat dilihat dari hasil penelitian peran guru dengan kriteria tinggi sebanyak 4 orang (80%) dan kriteria sedang sebanyak 1 orang (20%) terlihat indeks OHIS yaitu kriteria baik 2 orang (4%), kriteria sedang 32 orang ( 64 % ) dan kriteria jelek 16 orang (34%). Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena pertanyaan pada kuesioner tidak seluruhnya berhubungan dengan judul. kuesioner adalah alat pengumpul data yang isinya sesuai dengan hipotesis penelitian, untuk memperoleh tujuan penelitian oleh karena itu kuesioner harus sesuai dengan tujuan penelitian, mudah ditanyakan, mudah dijawab dan data yang diperoleh mudah untuk diolah.5 SIMPULAN 1. Peran ibu dalam perawatan gigi, memotivasi merawat gigi, mengawasi perawatan gigi dan membawa anak ke pelayanan kesehatan gigi jika anak sakit gigi pada murid kelas I V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi didominasi oleh kriteria tinggi. 2. Peran guru dalam perawatan gigi, memotivasi merawat gigi, mengawasi perawatan gigi dan membawa anak ke pelayanan kesehatan gigi jika anak sakit gigi pada murid kelas I - V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi didominasi oleh kriteria tinggi . 3. Kebersihan gigi dan mulut murid kelas I - V SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
75
Peran Ibu dan Guru Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut; Aflinda Yenti
Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi yang terbanyak adalah kriteria sedang. 4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara peran ibu terhadap indeks OHI-S pada murid SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi . 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara peran guru terhadap kebersihan gigi dan mulut pada murid SDN 06 Pulai Anak Air Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi. SARAN 1. Bagi ibu agar dapat mempertahankan perannya terhadap kebersihan gigi dan mulut anak. 2. Bagi guru agar dapat mempertahankan perannya terhadap kebersihan gigi dan mulut anak. 3. Bagi murid dapat meningkatkan kebersihan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi
minimal 2X sehari pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur dengan menggunakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes 2010, Indonesia sehat 2010, Jakarta: Depkes RI 2. Panjaitan, M. 1995, Ilmu Pencegahan Karies Gigi. Medan: USU Press 3. Depkes RI, 2000, Upaya Kesehatan Optimal, Jakarta : Depkes RI 4. Machfoedz, I & Zein, 2005, Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-anak dan Ibu Hamil.Yogyakarta: Fitramaya 5. Notoatmodjo, S 2005, Promosi Kesehatan Tori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta 6. Maulani, C. 2005, Kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta : Gramedia
Insidental Vol 3, No. 1, April 2016
76