HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN SAAT MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS 1 DI SMPN 1 BALEENDAH BANDUNG

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN SAAT MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS 1 DI SMPN 1 BALEENDAH BANDUNG Oleh:

Ice Aan Solihah Abstrak Menstruasi merupakan peristiwa paling penting pada masa pubertas anak gadis. Terutama pada menstruasi yang pertama atau yang disebut menarche. Kejadian ini mengakibatkan tanggapan yang berbeda-beda pada diri remaja tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan saat menghadapai emnarche pada siswi kelas 1 di SMPN 1 Baleendah Bandung. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik korelatif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah siswi yang menjadi responden adalah 189 siswi dari 201. Dari 189 siswi terdapat 32 siswi yang telah mengalami menstruasi ≤ 3 kali. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan tentang menstruasi pada siswi kelas 1 yang telah mengalami menstruasi ≤ 3 kali adalah cukup dengan jumlah 16 orang (50%), dan untuk tingkat kecemasan sebagian besar siswi mengalami tingkat kecemasan yang ringan dengan jumlah 29 orang (90,6%). Untuk hubungan pengetahuan tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan terdapat nilai rs 0,181 dan nilai t hitung = 1,01 < t tabel 2,04. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menarche pada siswi kelas 1 di SMPN 1 Baleendah Bandung. Kata Kunci

Menstruasi, tingkat kecemasan, menarche PENDAHULUAN Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Remaja merupakan kelompok usia tertentu yang definisinya berbeda di tiap negara, bahkan di dalam suatu negara tergantung pada sosial budaya dan kondisi lokal masing-masing, remaja dari segi batasan umur dapat berbeda. WHO mendefinisikan remaja sebagai periode antara umur 10-19 tahun, sedangkan badan PBB mendefiniskan orang muda (youth) sebagai periode 15-24 tahun, sedangkan pada saat ini digunakan definisi yang luas pada remaja yaitu kelompok umur 10-24 tahun.(1) Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah

siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi - dimensi tersebut, yaitu dimensi biologis, kognitif, dan moral.

CAKRAWALA GALUH  Vol. II  No. 6  September 2013

55

Ice Aan Solihah

Pada dimensi biologis, saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Terjadi juga perubahan fisik seperti tumbuhnya rambut di daerah pubis, ketiak, payudara mulai berkembang, dan lain-lain. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja. Selain terjadi perubahan secara fisik, anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Menstruasi merupakan peristiwa paling penting pada masa pubertas anak gadis. Sehingga dengan telah terjadinya menstruasi maka timbulah bermacam-macam peristiwa seperti reaksi hormonal, reaksi biologis, reaksi psikis, yang berlangsung secara siklis dan terjadi pengulangan secara periodik peristiwa menstruasi. Semua ini bisa berproses dalam suasana hati yang normal pada anak gadis. Tetapi kadang kala juga bisa berjalan tidak lancar atau tidak normal (dikarenakan oleh banyak hambatan) dan bisa menimbulkan bermacam-macam masalah psikosomatis.(2) Kadang pada saat terjadinya menstruasi pertama, dapat menjadi saat yang menyusahkan bagi anak perempuan, seringkali diikuti perasaan yang campur aduk, takut, cemas, serta membingungkan. Umumnya orang takut melihat darah, apalagi anak-anak. Ketidaktahuannya dapat menyebabkannya secara keliru, mengkaitkan menstruasi dengan penyakit atau luka bahkan memandangnya sebagai sesuatu yang memalukan, karena tidak mendapatkan penjelasan yang benar.

Hubungan Pengetahuan Tentang Menstruasi dengan Tingkat Kecemasan Saat Menghadapi Menarche pada Siswi Kelas 1 di SMPN 1 Baleendah Bandung

Tidak semua anak perempuan mengetahui mengenai menarche atau menstruasi itu sendiri dan bagaimana harus menghadapinya. Menurut suatu penelitian yang dilakukan di kelurahan Krendang, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat menunjukan bahwa masih terdapat sepertiga responden wanita dari 144 orang menyatakan mengalami rasa takut, stress, dan cemas bila mengalami menstruasi.(1) Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada 10 orang siswa kelas 1 SMPN 1 Baleendah Bandung didapatkan bahwa 6 siswa mengeluh mengalami kecemasan pada saat menghadapi menarche. Dengan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui adakah hubungan antara pengetahuan remaja putri mengenai menstruasi dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menstruasi yang pertama / menarche. METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik korelatif dengan pendekatan cross sectional yaitu pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau periode tertentu dan pengamatan subyek studi hanya dilakukan satu kali selama penelitian.(6) Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas 1 SMPN 1 Baleendah Bandung yang berjumlah 201 orang. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu.(31) Adapun kriteria sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Kriteria inklusi a. Semua siswi kelas 1 SMPN 1 Baleendah yang bersedia menjadi responden penelitian b. Semua siswi kelas 1 SMPN 1 Baleendah yang mengalami menstruasi ≤ 3 kali 2) Kriteria eksklusi a. Semua siswi kelas 1 SMPN 1 Baleendah yang tidak masuk sekolah pada saat dilakukan penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel independen (variabel bebas) Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan remaja putri tentang menstruasi.


56

Ice Aan Solihah


b. Variabel dependen (variabel terikat) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan pada saat menghadapi menarche. Jenis data yang diperoleh adalah data primer dengan menggunakan angket yang berisi sejumlah pertanyaan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan angket kepada siswa kelas 1 SMPN 1 Baleendah Bandung. Angket ini ditujukan langsung pada orang yang dimintai pendapat dan merupakan angket tertutup (daftar pertanyaan disusun dengan alternatif jawaban). Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, dimana peneliti mengajukan pertanyaaan tertutup kepada kelompok populasi atau representatifnya. Uji Validitas Apabila bentuk item adalah dichotomous (correct/incorrect, true/false). Rumus untuk korelasi point-biserial pada item ke-i adalah :

X X rPB   i  SD X

 p   1 p

X  Rata-rata pada test untuk semua orang X i  Rata-rata pada test hanya untuk orang-

orang yang menjawab benar pada item ke-i p = Proporsi dari orang yang menjawab benar pada item ke-i. 1- p = Proporsi dari orang yang menjawab salah pada item ke-i. SDX  Standar deviasi pada test untuk semua orang Menurut Friedenberg (1995) biasanya dalam pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi, digunakan harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30. Dengan demikian, semua item yang memiliki korelasi kurang dari 0,30 dapat disisihkan, dan item-item yang akan dimasukkan dalam alat test adalah item-item yang memiliki korelasi diatas 0,30 dengan pengertian semakin tinggi korelasi itu mendekati angka satu (1,00) maka semakin baik pula konsistensinya (validitasnya). Uji Reliabilitas

Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan disini adalah dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20), metode ini merupakan koefisien reliabilitas yang dapat menggambarkan variasi dari item-item untuk jawaban benar/salah yang diberi skor 1 atau 0 (Guilford and Benjamin, 1978). Koefisien Reliabilitas Kuder-Richardson (KR-20) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :



2 pq   k  St  KR  20    2  St  k  1  

k= jumlah item St2 = Varians total p = Proporsi dari orang yang menjawab benar pada item ke-i. 1- p = Proporsi dari orang yang menjawab salah pada item ke-i = q Analisis Data Setelah data terkumpul peneliti melakukan klarifikasi pada setiap akhir perolehan data. Data yang diperoleh dikelompokan sesuai kebutuhan penelitian atau sesuai dengan kategori yang telah ditentukan, baru kemudian dianalisis. Untuk pemeriksaan tingkat kecemasan menggunakan suatu alat yang dikembangkan oleh William WK Zung (1971) untuk mengukur keadaan kecemasan secara kuantitatif. Zung tertarik untuk menemukan suatu instrument penilaian yang dapat memenuhi syarat sebagai berikut :  Terdapat tanda-tanda kecemasan kecemasan sebagai suatu gangguan psikatri  Menunjukkan kuantitas dari gejala-gejala tersebut  Sederhana dan pendek  Pasien dapat menunjukkan respon dirinya pada suatu skala yang dapat dilakukan sendiri Z-SAS terdiri dari 20 butir pertanyaan yang dapat menunjukkan enam gejala dari suatu keadaan kecemasan yaitu, cemas, tegang, takut, pola tidur kemampuan konsentrasi dan perasaan sedih atau depresi. Penilaian dilakukan dengan menjumlahkan dari jawaban yang dipilih oleh responden.


57

Ice Aan Solihah


Jawaban A (tidak pernah) bernilai 1 Jawaban B (kadang-kadang) bernilai 2 Jawaban C (sering) bernilai 3 Jawaban D (selalu) bernilai 4 Adapun kriteria yang dipakai dalam tingkat kecemasan ini adalah :  Tidak ada kecemasan bila nilai total 0-20  Kecemasan ringan bila nilai total 21-40  Kecemasan sedang bila nilai total 41-60  Kecemasan berat bila nilai 61-80 Penelitian ini dilakukan secara univariabel dan tahap selanjutnya analisis data dilakukan dengan uji bivariabel. Dalam hal ini peneliti menggunakan uji Rank Spearman untuk menguji data ada tidaknya hubungan antara pengetahuan menstruasi sebagai variabel bebas dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menarche sebagai variabel terikat. Hasil dari analisis Rank Spearman dibandingkan dengan tabel. Bila didapatkan nilai t hitung > t tabel 2,04 maka terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menarche. Rumus Rank Spearman: 1) Penghitungan koefisien korelasi rank Spearman. Dengan persamaan:    

rs = 1 

6 d i

2

n (n 2  1)

; …..…..…..(1) .

Jika tidak terdapat nilai X dan Y yang sama. rs =

x

2

2

  y2   di

x y 2

2

2)

t

T

x

dan Y

dan

T

y

rs n  2 1  rs 2

Untuk mengetahui hubungan antara variabel X dan variabel Y dapat diketahui penafsiran koefisien korelasi. Setelah melalui pengujian dan hasilnya signifikan, maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan kriteria Guilford, yaitu : Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswi kelas 1 di SMPN 1 Baleendah Bandung, yang pengambilan datanya dilakukan pada tanggal 2 Maret 2010, dilaporkan hasil penelitian dalam bentuk tabel frekuensi sebagai berikut: Distribusi Frekuensi Siswi Kelas 1 yang Telah Mengalami Menstruasi

2

;…..(2).

(t 3  t ) Ty   12

hitung



Keterangan : rs = Koefisien korelasi Rank Spearman Tx = Jumlah rank kembar pada variabel X Ty = Jumlah rank kembar pada variabel Y = frekuensi nilai yang sama t N = Jumlah sampel

Menstruasi Belum menstruasi ≤ 3 kali > 3 kali Total

Jika terdapat angka yang sama pada variabel X atau Y. Dengan: (t 3  t) N3  N 2 T  x   T  x  12   x 12 dan

N3  N 2 y   Ty dan  12

Pengujian koefisien korelasi Rank Spearman

f 56

% 29,63

32 101 189

16,93 53,44 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 189 siswi yang bersedia untuk menjadi responden terdapat 32 siswi (16,93%) yang telah mengalami menstruasi ≤ 3 kali.

merupakan faktor koreksi X


58

Ice Aan Solihah


Distribusi Frekuensi Pengetahuan Menstruasi Pada Siswi yang Mengalami Menstruasi ≤ 3 Kali Tingkat pengetahuan Baik Cukup Kurang Total

Jumlah

%

6 16 10 32

18,8 50 31,2 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan menstruasi pada siswi kelas 1 yang telah mengalami menstruasi ≤ 3 kali adalah cukup dengan jumlah 16 (50%) Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pada Siswi yang Mengalami Menstruasi ≤ 3 Kali Tingkat kecemasan Tidak ada Ringan Sedang Berat Total

Jumlah

%

0 29 3 0 32

0 90,6 9,4 0 100

Berdasarkan di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecemasan yang dialami oleh siswi yang mengalami menstruasi ≤ 3 kali, yaitu kecemasan ringan dengan jumlah 29 orang (90,6%). Hubungan Pengetahuan Tentang Menstruasi dengan Tingkat Kecemasan pada Siswi yang Mengalami Menstruasi ≤ 3 Kali

Berdasarkan di atas, dapat diketahui bahwa hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan menujukkan bahwa dari 6 orang yang memiliki pengetahuan baik, 1 orang memiliki tingkat kecemasan yang sedang dan 5 orang memiliki tingkat kecemasan yang ringan. Dari 16 orang yang memiliki pengetahuan yang cukup, 16 orang memiliki tingkat kecemasan yang cukup. Dari 10 orang yang memiliki pengetahuan yang kurang, 2 orang memiliki tingkat kecemasan yang sedang dan 8 orang memiliki tingkat kecemasan yang ringan. PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan pada remaja putri kelas 1 SMPN Baleendah 1 Bandung, diketahui bahwa dari 189 siswi yang bersedia menjadi responden, terdapat 133 siswi yang telah mengalami menstruasi. Dari 133 siswi yang telah mengalami menstruasi terdapat 32 siswi yang telah mengalami menstruasi ≤ 3 kali. Dari hal ini dapat terlihat bahwa cukup banyak siswi mengalami menstruasi pada saat menginjak pendidikan SMP, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian yang menyatakan bahwa proporsi terbesar seorang remaja putri mengalami menarche adalah pada saat menginjak pendidikan SMP. (32) Tingkat pengetahuan tentang menstruasi Seperti yang diketahui faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari umur, kelas/tingkat, dan pengalaman.(11,12,13) Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sumber informasi, yang dapat didapatkan melalui pendidikan formal, non formal, dan informal. Dari hasil penelitian ini, sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang cukup tentang menstruasi yaitu sebanyak 16 siswi (50%), diikuti pengetahuan yang kurang sebanyak 10 siswi (31,3%) dan baik 6 siswi (18,8%). Hal ini menunjukkan bahwa setengah dari 32 siswi mempunyai pengetahuan tentang menstruasi yang cukup. Dalam hal ini mungkin saja dikarenakan responden masih berada pada kelas 1 dan masih belum mendapatkan pengetahuan tentang menstruasi itu sendiri baik secara formal maupun non formal. Karena siswi tersebut mengaku belum


59

Ice Aan Solihah

mendapatkan pelajaran khusus tentang kesehatan reproduksi wanita khususnya tentang menstruasi . Tingkat kecemasan saat menghadapi menarche Setelah dilakukan scoring dengan menggunakan Z-SAS, sebagian besar responden memiliki tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 29 siswi (90,6%). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kartono bahwa gejala yang sering terjadi dan sangat mencolok pada peristiwa haid pertama adalah kecemasan atau ketakutan. (2) Kecemasan remaja putri dalam menghadapi masa menarche sangat dipengaruhi beberapa hal antara lain karena kurang pengetahuan, pemahaman, dan informasi serta adanya perubahan-perubahan yang terjadi ketika remaja menghadapi masa menarche. Sebagian remaja putri mengalami kegelisahan, adanya rasa takut, kerisauan dan kecemasan ketika menghadapi menarche. Mereka merasa malu karena adanya perubahan fisik pada tubuh mereka. Misalnya bertambah besarnya buah dada, tumbuhnya rambut disekitar kemaluan dan ketiak serta mulai berfungsinya organ reproduksi. Hal ini juga dapat terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Woods di New York dan Yeung di Hong Kong yang menyatakan bahwa sebagian besar wanita memiliki tanggapan yang negatif pada saat menghadapi menarche, yaitu perasaan kecewa, malu, marah, takut, bingung, kaget dan cemas.(33) (34) (35)

Walaupun tingkat kecemasan pada penelitian ini adalah ringan tapi hal ini merupakan suatu masalah karena dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap pandangan remaja terhadap menstruasi sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan, karena pada banyak peristiwa, menstruasi pertama itu dihayati oleh anak gadis sebagai satu pengalaman yang traumatis. (2) Begitu juga pada penelitian yang dilakukan oleh Patton GC dkk pada tahun 1992 di Victoria, Australia, yang menyatakan bahwa menarche merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya kecemasan pada remaja.(35) Hubungan pengetahuan tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menarche Pada penelitian ini, sebagian besar responden mengalami kecemasan. Walaupun berada pada


tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 29 siswi (90,6%). Tetapi setelah dilakukan penghitungan secara statistik dengan korelasi rank spearman, ternyata tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menarche. Hal ini terlihat dengan terdapatnya nilai rs 0,181 dan nilai t hitung 1,01 < t tabel 2,04. Hal ini mungkin saja dikarenakan gejolak psikis yang muncul pada saat menghadapi menarche (kecemasan, kegelisahan maupun ketakutan) tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh usia pada saat pertama kali mendapatkan menstruasi, faktor sosial (lingkungan), persiapan yang dilakukan saat akan menstruasi, dan juga faktor budaya.(36) Tetapi keterangan diatas tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (1997) terhadap 45 remaja putri yang berusia 11-14 tahun di Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Yang menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan dalam masa menarche antara remaja putri yang mempunyai pengetahuan tentang menarche dengan yang tidak atau kurang tahu tentang menarche. Remaja putri yang mempunyai pengetahuan tentang menarche dengan baik, ia akan mudah memahami perubahan-perubahan fisiologis yang menyebabkan ketidakstabilan kondisi psikologis. Sehingga ia dapat mengantisipasi atau mengatasi kecemasan menghadapi menarche.(37) SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 32 siswi kelas 1 yang telah mengalami menstruasi ≤ 3 kali di SMPN 1 Baleendah Bandung tahun 2010, didapatkan simpulan bahwa: 1. Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menarche pada siswi kelas 1 di SMPN 1 Baleendah Bandung. 2. Pengetahuan siswi kelas 1 di SMPN 1 Baleendah Bandung tahun 2010 mengenai menstruasi adalah cukup dengan jumlah 16 siswi (50%). 3. Tingkat kecemasan siswi kelas 1 di SMPN 1 Baleendah Bandung tahun 2010 saat


60

Ice Aan Solihah

menghadapi menarche adalah ringan dengan jumlah 29 orang (90,6%). SARAN 1. Diperlukan pemberian informasi mengenai kesehatan reproduksi khususnya menstruasi pada siswi SMP untuk mempersiapkan para siswi secara psikologis saat menghadapi menarche 2. Diperlukan peran aktif remaja putri untuk meningkatkan pemahaman mengenai menstruasi dalam upaya penurunan kecemasan saat menghadapi menarche 3. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan saat menghadapi menarche. DAFTAR PUSTAKA 1) Surjadi C, dkk. Kesehatan reproduksi. Jakarta: Jaringan Epidemiologi Nasional, 2001 ; 6-14 2) Kartono K. Psikologi wanita. Bandung: Mandar maju, 2006 ; 111-114 3) Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001; 313 4) Sari R. Remaja dan kesehatan reproduksi. http://www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ma44per ilaku.html Diakses tanggal 10-02-2010 5) Wahyudi. Tingkatan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA. http ://www.depdiknas.go.id/jurnal/36/tingkatan pemahaman siswa.htm Diakses tanggal 10-022010 6) Budiarto E. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC, 2001 ; 37 7) Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta, 2005 ; 86 8) Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan edisi revisi. Jakarta : Rineka cipta, 2002 ; 81-90 9) Sudrajat A. Pokok-pokok materi perkuliahan psikologi pendidikan. Universitas Kuningan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2006 ; 5-15


10) Arikunto S. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka cipta, 2002 ; 208-219 11) Wahyudi . Tingkatan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA. http://www.depdiknas.go.id/jurnal/36/tingkata n pemahaman siswa.htm Diakses tanggal 1002-2010 12) Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta : PT. Rineka cipta, 1997 ; 98 - 100 13) ----------. Memfasilitasi pelatihan partisipatif. : pengantar pendidikan orang dewasa. http://www.delivery.org/guidelines/how/hm14 /hm14 3i.htm Diakses tanggal 21-02-2010 14) Fattah, N. 2001. Landasan manajemen pendidikan. Cetakan kelima. Bandung : PT. Remaja rosdakarya, 2001 ; 37-39 15) Agustini H. Psikologi perkembangan. Bandung : Refika aditama, 2006 ; 28-158 16) Rumini S. Perkembangan anak dan remaja. Jakarta : Rineka cipta, 2004 ; 53-70 17) BKKBN. Kesehatan reproduksi. Jakarta , 2005 ; 62-66 18) Azwar S. Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2005 ; 3-38 19) Manuaba IB. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta : Arca, 2004 ; 47-56 20) Manuaba IB. Ilmu kebidanan dan penyakit kandungan. Jakarta : EGC, 2003 ; 87-88 21) Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, 2007 ; 91 22) Anne etc. The Timing of Normal Puberty and the Age Limits of Sexual Precocity: Variations around the World, SecularTrends, and Changes after Migration. http:// edrv.endojournals.org/ Diakses tanggal 28-022010. 23) Carel JC., Leger J. Precocious Puberty. http://content.nejm.org/cgi/content/full/358/22 /2366. Diakses tanggal 26-03-2010 24) Dianawati A. Pendidikan seks untuk remaja. Jakarta : Kawan pustaka, 2003 ; 37


61

Ice Aan Solihah

25) Rustam M. Sinopsis obstetri. Jakarta : EGC, 1998 ; 13-16 26) Ramaiah S. Kecemasan. Jakarta : Pustaka populer obor, 2003 ; 3-5 27) Ibrahim AS. Panik neurosis dan gangguan cemas. Jakarta : Dua AS-AS, 2007 ; 18-19 28) ------. Anxiety cause. http://www.emedicinehealth.com/anxiety/page 2_em.htm#Anxiety%20Causes. Diakses tanggal 02-02-2010. 29) Reitman DS. Anxiety Disorder, Panic Disorder. http://emedicine.medscape.com/article/914490 -overview. Diakses tanggal 02-02-2010 30) Hawari D. Manajemen stress cemas dan depresi. Jakarta : Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001 ; 7576 31) Hidayat AA. Metode penelitian kebidanan dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba medika, 2007 ; 83 32) Aryati D. Usia menarche pada siswi SD dan SLTP di kota Bandung. Jakarta : Jurnal Kesehatan Mayarakat Nasional, volume 2 No. 2, 2008 ; 243-248 33) Woods NF., etc. Recollections of menarche, current menstrual attitudes, and perimenstrual symptoms. http://content.nejm.org/cgi. Diakses tanggal 20-03-2010 34) Yeung D., etc. Psychosocial and Cultural Factors Influencing Expectations of Menarche A Study on Chinese Premenarcheal Teenage Girls. Journal of Adolescent Research. http://jar.sagepub.com. Diakses tanggal 20-032010 35) Ruble DN. The experience of menarche. http://www.jstor.org/pss/1130084#journalInfo. Diakses tanggal 20-03-2010 36) Patton GC. Menarche and the onset of depression and anxiety in Victoria, Australia.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar ticles/PMC1060384/pdf/jepicomh001860061.pdf.Diakses tanggal 14-03-2010 37) Greif EB. The psychological impact of menarche on early adolescent females: a review of the literature. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/675680 7. Diakses tanggal 10-03-2010


Nugroho TD. Skripsi. http://tedihendro.com/?pg=articles&article=2287. Diakses tanggal 14-03. RIWAYAT PENULIS Ice Aan Solihah bekerja di Poltekes TNI AU Ciumbuleuit – Bandung


62

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN SAAT MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS 1 DI SMPN 1 BALEENDAH BANDUNG

Recommend Documents