HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER DENGAN PENANGANAN GIZI BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GEMUH 01 KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL
Masruroh ABSTRAK. Bawah Garis Merah adalah balita yang ditimbang menurut BB/U berada bawah garis merah pada KMS. Tingginya resiko balita yang mempunyai gizi buruk sangat berbahaya jika balita tersebut tidak mendapat pertolongan secara cepat dan tepat, karena dengan kekebalan tubuh yang sangat lemah balita tersebut mudah terkena penyakit infeksi jade dengan mudahnya kuman masuk kedalam tubuh bahkan bisa menyebabkan kematian Menurut Nursalam (2012,h.19). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan kader dengan penanganan gizi balita BGM di wilayah kerja Puskesmas Gemuh 01 Kabupaten Kendal. Populasi dalam penelitian ini 115 kader pada Bulan Desember 2013 dengan menemui 46 kader. Metode yang digunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional, serta tehnik sampling menggunakan proposional stratified sampling dengan, alat yang digunakan dalam penelitian ini lembar kuesioner. Analisa menggunakan univariate dan bivariate dengan Uji Gamma dan Sommer’s d. Analisa hasil penelitian dari 46 kader minoritas responden mempunyai pengetahuan baik sebanyak 31 orang (67,4%), pengetahuan cukup 13 orang (28,3%) dan minoritas pengetahuan kurang 2 orang (4,3%). Sedangakan kader dalam menangani gizi balita BGM mayoritas responden memiliki penanganan baik 29 orang (63,0%), penanganan cukup sebanyak 14 orang (30,4%) dan minoritas penanganan kurang 3 orang (6,5%). Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan kader dengan penanganan gizi balita BGM di tunjukkan dari nilai ρvalue = 0,000 (ρ<0,05). Disarankan pada Puskesmas untuk tetap membuat program atau kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya gizi pada anak. Kata kunci : Pengetahuan, Penanganan Gizi Balita BGM, dan Kader posyandu,
PENDAHULUAN. Pelaksanaan deteksi dini tumbuh kembang balita dapat dilakukan oleh siapapun yang telah terampil dan mampu melaksanakan, seperti tenaga professional (dokter, psikolog, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya), orang tua atau anggota keluarganya bahkan kader dapat diajarkan cara melakukan deteksi tumbuh kembang. Upaya deteksi ini dapat dilakukan di tempat pelayanan kesehatan, posyandu, sekolah, atau lingkungan rumah tangga (Nursalam,dkk;2012,h.16) Kader kesehatan adalah warga tenaga sukarela dalam bidang kesehatan yang langsung dipilih oleh masyarakat dan dari masyarakat yang tugasnya membantu dalam pengembangan kesehatan masyarakat. Kader kesehatan disebut juga sebagai promotor kesehatan desa. Adapun fungsi kader adalah mampu melaksanakan sejumlah kegiatan yang ada dilingkungannya. Kegiatan yang dilakukan sifatnya sederhana akan tetapi juga harus berguna untuk masyarakat dan kelompok. (Budihardja, 2013; h.12). Keberadaan kader yang memiliki kompetensi yang baik, merupakan langkah awal guna 6
menanggulangi masalah gizi kurang apalagi gizi buruk terutama di wilayah - wilayah terpencil. Kader yang terampil dan kompeten akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama penanggulangan dini masalah gizi buruk. Pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila keterampilan kader juga baik. Oleh karena itu diharapkan kader kader ini harus, diberikan modul modul tentang pelaksanaan posyandu, sering mendapat pembinaan dari tenaga kesehatan, serta mempunyai pengetahuan lebih (Budihardja, 2013; h.13). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007;h.29) Menurut Maulani (2009;h.17) Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau bawah garis merah pada kartu menuju sehat (KMS). J. Ilmu Kesh. Vol. 5 No. 1 , Juli 2014
Sedangkan menurut Nency dan Arifin (2008;h.23), anak dengan berat badan bawah garis merah masih seperti anak-anak normal, beraktivitas, bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy atau pengecilan organ tersebut). Cara pengukuran untuk mengetahui status gizi dan pertumbuhan balita dengan melihat buku KMS dan melakukan penimbangan berat badan. Berat badan merupakan ukuran yang sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi. Pada tingkat puskesmas atau lapangan, penentu status gizi yang umum dilakukan adalah dengan menimbang balita (berat badan per umur), kemudian indeks berat badan menurut umur tersebut dibandingkan dengan angka standar atau anak yang normal. (Robiah, 2008;h.21). Menurut Nursalam,dkk (2012,h.19) dampak balita yang mempunyai gizi buruk sangat berbahaya jika balita tersebut tidak mendapat pertolongan secara cepat dan tepat, karena dengan kekebalan tubuh yang sangat lemah balita tersebut mudah terkena penyakit infeksi jadi dengan mudahnya kuman masuk kedalam tubuh bahkan bisa menyebabkan kematian. Berdasarkan Riskesdas Indonesia prevalensi gizi balita pada tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Sedangkan sasaran Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevelensi gizi berat kurang secara Nasional harus diturunkan minimal 2,4% dalam periode 2011 sampai 2015 (Ali,2011;h.4). Dari laporan jawa tengah yang tercemin dalam penimbangan balita posyandu adalah sebagai berikut data 2013 dimana jumlah balita yang di timbang di posyandu sebanyak 86.515 balita (79,7%) dengan rincian jumlah balita yang naik berat badannya sebanyak 69.080 balita (79,8%), balita yang status gizinya lebih sebanyak 1.806 balita (2,09%), balita bawah garis merah (BGM) sebanyak 1.502 balita (1,7%), tercatat kasus gizi kurang sebanyak 801 balita (0,9%) dan kasus gizi buruk sebanyak 32 balita (0,04%). (Maulani,2009;h.11). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal (DKK), jumlah balita dikabupaten Kendal pada tahun 2012 sebanyak 73.583 balita, adapun jumlah yang ditimbang 58,763 balita (79,9%), dimana 45,197 balita (79,6% )berat badannya naik dan 1,301 balita (2,2%) mengalami BGM (Bawah Garis Merah) sedangkan pada tahun Hubungan Pengetahuan Kader dengan Penanganan….
2013 sebanyak 65228 balita, adapun jumlah yang ditimbang 60.077 balita (73,3%), 46.742 balita (77,8%) berat badan nya naik dan 1.131 balita (1,73%) mengalami BGM (Bawah Garis Merah). Berdasarkan data diatas, balita yang mengalami BGM di kabupaten Kendal mengalami penurunan, dari tahun 2012 sampai 2013 sebanyak 170 balita (0,3%) (Widodo,2013;h.9). Berdasarkan Survey awal data yang diperoleh dari puskesmas Gemuh 01 pada bulan Desember 2013 jumlah desa ada 8 desa, jumlah posyandu ada 32 posyandu, kader posyandu ada 115 kader dan jumlah balita pada bulan Desember tahun 2014 sebanyak 1,943 balita, balita dengan gizi baik,1570 balita (95,0%), gizi kurang 53 balita (2,8%), gizi lebih 21 balita (1,1%) dan Balita BGM 22 balita (11,2%). Menurut informasi yang di dapatkan dari Subdinkesda Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal, jumlah balita BGM diwilayah kerja puskesmas Gemuh 01 menduduki peringkat 22 dari 30 puskesmas. Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan antara pengetahuan kader tentang balita BGM dengan penanganan gizi balita BGM di wilayah kerja Puskesmas Gemuh 01 Kabupaten Kendal”
METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep Penelitian. Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan Kader tentang Balita BGM
Penanganan Gizi Balita BGM
Hipotesis Penelitian Ha : Ada hubungan antara pengetahuan kader dengan penanganan gizi balita BGM di wilayah kerja puskesmas Gemuh 01 Kabupaten Kendal Desain penelitian. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasi dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antara dua variabel atau lebih variable penelitian. Dengan diketahuinya hubungan variabel tersebut maka penelit dapat menarik kesimpulan dari permasalahan yang diteliti. Korelasi juga digunakan untuk mengetahui derajat atau keeratan hubungan dua variabel yaitu antara variabel bebas : motivasi lansia dan variabel terikat Kepatuhan dalam berkunjung Ke Posyandu Lansia (Suyanto, 2009; 7
h.33). Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu pendekatan yang menekankan pada waktu pengukuran data hanya satu kali pada satu waktu (Notoatmodjo, 2012;h.37).
Populasi, sampel dan Tehnik Sampling. 1. Populasi . semua kader posyandu di wilayah kerja puskesmas Gemuh 01 kabupaten Kendal yang berjumlah 115 kader dari 32 posyandu 2. Sampel dan tehnik . Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ini (Notoatmodjo, 2012; h.115). Sampel dalam penelitian ini dengan mengambil 40% (15%+25%) dari semua kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Gemuh 01 yang ber jumlah 115 kader dengan perhitungannya sebagai berikut :15%+25% = 40% x jumlah populasi= 40% x 115 = 46.00 di bulatkan menjadi 46 kader 3.tehnik sampling. dilakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik umum dari anggota populasi, kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis karakteristik unit-unit tersebut.Setelah ditentukan stratanya barulah dari masing-masing strata diambil sampel yang mewakili strata tersebut secara random atau acak. Agar perimbangan sampel dari masing-masing strata itu memadai, maka dalam teknik ini sering pula dilakukan perimbangan antara jumlah anggota populasi berdasarkan masing - masing strata Jenis dan cara Pengumpulan Data. Sumber data diambil dari ; 1. Data Primer Diperoleh dari kuesioner mengenai pengetahuan kader tentang balita BGM dan penanganan gizi balita BGM. 2. Data Sekunder. Data sekunder , adalah jumlah posyandu dan jumlah kader posyandu yang diperoleh dari wilayah kerja puskesmas Gemuh 01 Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Pengolahan dan Analisa Data ; Analisa data dilakukan dengan analisis univariate dan analisis bivariate. HASIL PENELITIAN 1. Umur Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Umur Frekuensi Persentase 8
20-35 tahun >35 tahun Total
25 21 46
54,3% 45,7% 100,0%
Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa 25 responden (54,3%) berumur 20-35 tahun, dan 21 responden (45,7%) berumur >35 tahun. 2. Pendidikan Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Puskesmas Gemuh 01 Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Pendidikan Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi Total
Frekuensi 21
Persentase 45,7%
24
52,2%
1
2,2%
46
100%
Berdasarkan Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai pendidikan menengah sebanyak 52,2% responden, 45,7% responden berpendidikan dasar, dan 2,1% responden minoritas berpendidikan tinggi. 3.
Pengetahuan kader tentang balita Bawah Baris Merah (BGM)
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kader posyandu Berdasarkan Pengetahuan Tentang Balita Bawah Garis Merah (BGM) Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
Frekuensi 31 13 2 46
Persentase (%) 67,4 28,3 4,3 100
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas kader posyandu mempunyai pengetahuan baik sebanyak 31 responden (67,4%), sedangkan pengetahuan cukup sebanyak 13 responden (32,3%), dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (4,3%). 4. Penanganan Gizi Balita BGM Tabel 4 Distribusi Frekuensi kader posyandu berdasarkan Penanganan Gizi Balita BGM Penanganan Baik
Frekuensi 29
Persentase (%) 63,0
J. Ilmu Kesh. Vol. 5 No. 1 , Juli 2014
Cukup 14 30,4 Kurang 3 6,5 Total 46 100 Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas kader posyandu yang baik dalam menangani Balita BGM sebanyak 29 responden (63,0%), sedangkan yang cukup 14 responden (30,4%), dan minoritas kurang dalam menangani Balita BGM sebanyak 3 responden (6,5%). 5.
Hubungan Pengetahuan Kader Penanganan Gizi Balita BGM
dengan
Tabel 5 Distribusi Hubungan Pengetahuan Kader dengan Penanganan Gizi Balita BGM Pengetahua Penanganan gizi Balita BGM n Kader Baik cukup Kurang posyandu f % f % f % Tinggi 23 74,2 8 25,8 0 0 Sedang 6 46,2 6 46,2 1 7,7 Rendah 0 0 0 0 2 100 Total 29 63,0 14 30,4 3 6,5
Total f 31 13 2 46
% 100 100 100 100
p/ r 0,000 0,404
Dari tabel 5 dari tabel menunjukan bahwa kader posyandu mayoritas mempunyai pengetahuan baik dengan penanganan gizi balita BGM nya baik sebanyak 23 responden (74,2%), pengetahuanya baik dan penanganan gizi balitanya cukup sebanyak 8 responden (25,8%), dan tidak ada yang pengetahuan baik dengan penanganan gizi balitanya kurang. Sedangkan pengetahuan cukup dengan penanganan gizi balitanya baik dan cukup sama masing-masing 6 responden (8,2%), dan pengetahuan cukup dengan penanganan gizi balitanya kurang sebanyak 1 responden (7,7%). Dan pengetahuanya kurang dengan penanganan gizi balitanya kurang sebanyak 2 responden (100%), dan tidak ada yang pengetahuan kurang dan penanganan gizi balita BGM nya baik dan cukup. Berdasarkan Uji korelasi Somer’s d di dapatkan nilai ρ value 0,000 (ρ<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan kader dengan penanganan gizi balita BGM. Kekuatan korelasi didapatkan nilai 0,404, nilai tersebut mempunyai hubungan yang sedang (0,40 – 0,59) BAHASAN . 1. Pengetahuan Kader Tentang Balita BGM . Menurut Notoatmodjo (2007;h.29) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan Hubungan Pengetahuan Kader dengan Penanganan….
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan baik sebanyak 31 orang (67,4%) dengan umur mayoritas 20-35 tahun dengan kategori remaja dewasa, hal ini menunjukan bahwa semakin dewasa orang tersebut maka akan semakin luas wawasan pengetahuan dan akan semakin matang juga seseorang tersebut dalam melakukan sesuatu tindakan. Ini setara dengan teori Huclok (1998) dalam Wawan & Dewi (2010) dikatakan semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dalam penelitian ini mayoritas responden mempunyai pendidikan menegah sebanyak 24 responden (52,2%), dimana diharapkan bahwa pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpendidikan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. (Wawan.A dan Dewi,2010;h.11-12). Berdasarkan dari hasil penelitian ini mayoritas kader posyandu mempunyai pengetahuan baik yaitu 31 orang (67,4%). Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan kader baik, hal ini terjadi karena kader selalu ikut serta dalam kegiatan posyandu setiap bulannya, mengikuti pelatihan dan seminar yang disediakan oleh puskesmas, menonton TV, membaca buku KIA, dan penjelasan dari bidan desa, sehingga kader secara tidak langsung tahu tentang pengertian balita BGM, penilaian gizi balita BGM, faktor gizi balita BGM, dampak gizi balita BGM. Sehingga kader tersebut bisa menangani balita yang mengalami gizi Bawah Garis (BGM). Dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukayah tentang gambaran pengetahuan ibu tentang status gizi balita bawah garis merah (BGM) di desa purwosari kecamatan patebon kabupaten Kendal, terutama variabel pengetahuan yang menunjukan bahwa pengetahuan ibu baik. Hal ini sama dengan hasil penelitian ini, , terutama untuk variabel pengetahuan yang juga menujukan bahwa pengetahuan kader baik 2. Penanganan Gizi Balita BGM 9
Menurut Wawan dan Dewi (2012;h.421) penanganan merupakan suatu perilaku yang dapat merespon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi sesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling bertinteraksi. Sering tidak di sadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang dalam menerapkan perilaku tertentu. menurut Notoatmodjo (2012;h.135) Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi. Menurut Nawawi, E (2010) yang dikutip dalam Oktafiani (2012;h.13) penanganan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seseorang untuk bisa menangani suatu masalah. Penanganan gizi balita BGM merupakan suatu perilaku atau tindakan nyata yang bisa dilihat dari keterlibatan kader dalam berbagai kegiatan posyandu baik kegiatan dalam posyandu maupun kegiatan diluar posyandu. Penanganan gizi balita BGM dapat diasumsikan bahwa kader yang aktif mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya seperti mampu dalam menangani balita BGM, apabila kader tersebut tidak melaksanakan tugasnya dengan baik maka mereka tergolong yang tidak aktif atau belum bisa menangani gizi balita yang BGM. Berdasarkan dari hasil penelitian ini mayoritas kader baik dalam penanganan gizi balita BGM sebanyak 29 responden (63,0%), maka dalam hal ini ada kaitannya dengan penanganan gizi balita BGM, hal ini terjadi karena kader mempunyai penaganan baik dapat mendukung perilaku kader dalam penanganan gizi balita BGM sehingga kader kader cenderung dapat konsisten melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai kader posyandu, meliputi memberikan penyuluhan kesehataan saat kegiatan posyandu, melakukan pengelolaan posyandu seperti penimbangan, Pemberian Makanan Tambahan (PMT), pemberian vitamin A pada balita, dll 3. Hubungan Pengetahuan Kader Dengan Penanganan Gizi Balita Bawah Garis Merah (BGM) Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan 10
kader dengan penanganan gizi balita Bawah Garis Merah (BGM) dengan nilai p value 0,000 berarti kurang dari taraf signifikan 5% (0,000<0,05). Dan keeratan antara kedua variabel yaitu sedang dengan nilai rs hitung 0,404 (0,40-0,59). Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosa perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2012;h.13-14). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, salah satunya yaitu faktor predisposisi (disposing factors). Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan lain-lain. Menurut Nawawi, E (2010) yang dikutip dalam Oktafiani (2012;h.13) penanganan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seseorang untuk bisa menangani suatu masalah. Penaganan gizi balita BGM merupakan suatu perilaku yang nyata yang dapat dilihat dari keterlibatan seorang kader dalam berbagai kegiatan posyandu baik kegiatan didalam posyandu maupun diluar posyandu. Menurut Wawan dan Dewi (2010;h.11) pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (Overt behavior). Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut bersifat langgeng, ini sama halnya dengan seorang kader yang mempunyai pengetauan dan wawasan yang luas maka kader tersebut dapat menangani gizi balita BGM. Sebaliknya, apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan maka tidak akan berlangsung lama, sama halnya dengan seorang kader yang mempunyai pengetahuan kurang atau kader tersebut hanya berpendidikan sekolah dasar maka kader tersebut kurang dalam menangani gizi balita BGM. Kader posyandu mayoritas mempunyai pengetahuan baik dengan penanganan gizi balitanya baik sebanyak 23 responden (19,5%). Hal ini sesuai dengan teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007;h.15), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. (Wawan.A dan Dewi,2010;h.11-12). Sedangkan kader yang minoritas mempunyai pengetahuan kurang dan kurang juga dalam menangani gizi balita BGM sebanyak 1 J. Ilmu Kesh. Vol. 5 No. 1 , Juli 2014
responden (7,7%). Hal ini disebabkan karena pengetahuan kader yang kurang, sehingga kurang dalam menagani gizi balita BGM. Hal ini sesuai dengan teori Nawawi, E (2010) yang dikutip dalam Oktafiani (2012;h.14) perilaku juga berperan dalam meningkatkan pengetahuan kader. Pengetahuan ini diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau orang lain. Pada umumnya seorang kader yang memiliki pegetahuan yang baik tentang balita BGM maka dapat menimbulkan kesadaran para kader dan akan berdampak serta berpengaruh dalam menangani gizi balita BGM. Kader yang terampil dan kompeten akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama penanggulangan dini masalah gizi buruk. Pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila pengetahuan dan keterampilan kader juga baik. Oleh karena itu diharapkan kader-kader ini harus minimal tamat SMP, pernah mengikuti pelatihan gizi, aktif menjadi kader lebih dari satu tahun, diberikan modul-modul tentang pelaksanaan posyandu, sering mendapat pembinaan dari tenaga kesehatan, agar kader tersebut mempunyai pengetahuan lebih dan wawasan yang luas, sehingga mampu menangani balita yang mengalami gizi buruk atau balita BGM. (Budihardja, 2013; h.1)
KESIMPULAN. Simpulan Berdasarkan penelitian “Hubungan pengetahuan kader dengan penanganan gizi balita Bawah Garis Merah (BGM) di wilayah kerja puskesmas Gemuh 01 Kabupaten Kendal yang dilakukan pada bulan Maret – juli 2014 dengan sampel 46 responden dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :” 1. Pengetahuan responden mayoritas pengetahuan baik sebanyak 31 orang (67,4%) dan yang minoritas pengetahuan kurang sebanyak 2 orang (4,3%) 2. Responden yang mempunyai penanganan gizi balita BGM mayoritas baik sebanyak 29 orang (63,0%) dan yang minoritas kurang dalam penanganan gizi balita BGM sebanyak 3 orang (6,5%). 3. Ada Hubungan yang signifikan antara pengetahuan kader dengan penanganan gizi balita BGM di Wilayah Kerja Puskesmas Gemuh 01 Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal di tunjukkan dari nilai ρ value = 0,000 (ρ<α=0,05)
Hubungan Pengetahuan Kader dengan Penanganan….
dan nilai r hitung adalah 0,404 berarti hubungan kedua variabel adalah sedang (0,40-0,59). Saran 1. Bagi kader posyandu Hasil penelitian menunjukan bahwa minoritas kader pengetahuannya kurang dengan penanganan gizi balitanya kurang, maka disarankan untuk dapat meningkatkan dan menambah informasi tentang gizi balita BGM sehingga dapat meningkatkan pengetahuan kader dalam penanganan gizi balita BGM. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Bidan Hasil penelitian menunjukan bahwa minoritas kader pengetahuannya kurang dengan penanganan gizi balitanya kurang, maka disarankan bagi bidan agar lebih mengarahkan para kader dalam kegiatan posyandu, melakukan refresing, memberikan pelatihan-pelatihan khusus dan memberikan modul yang berkaitan dengan gizi balita BGM, dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan kader dalam menangani gizi balita BGM. 3. Institusi Pendidikan Hasil penelitian menunjukan bahwa minoritas kader pengetahuannya kurang dengan penanganan gizi balitanya kurang, maka disarankan bagi Institusi untuk melakukan pengabdian masyarakat dengan mengadakan seminar untuk kader tentang balita Bawah Garis Merah (BGM), dengan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kader dalam menangani gizi balita BGM. 4. Peneliti Hasil penelitian menunjukan bahwa minoritas kader pengetahuannya kurang dengan penanganan gizi balitanya kurang, maka disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut tentang hubungan pengetahuan kader dengan penanganan gizi balita BGM.
DAFTAR PUSTAKA Ali (20011). Riset Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta. h. 4. Aprilia (2012). Macam-Macam Balita. Jakarta. h. 20. Arikunto, (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta ; Rineke Cipta. h. 134,135,136-137,195,239,290. Amin. (2007). Buku Acuan Balita BGM. Jakarta. h. 26 Budihardja. (2013). Kebidanan Komunitas. Yogyakarta ; Fitramaya. h.12-13. Beck. (2005). Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Edisi Ke-6. Jakarta ; Gramedia. h. 18. 11
Chandra. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; EGC. h. 20 . Depkes RI (2005). Profil Kesehatan dan Data-data Kesehatan. Depkes RI (2012). Profil Kesehatan Kabupaten Kendal. Direktur Bina Gizi Masyarakat (2007). Jakarta. Djumadias. (2007). Penilaian Balita Bawah Garis Merah. Jakarta. Hidayat. (2009). Metodologi Penelitian Kebidanan Dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta ; Salemba Medika. h. 93-95. Irianto (2007). Tumbuh Kembang Anak Balita. Jakarta. h. 19. Indrawani. (2007). Buku Acuan Balita BGM. Jakarta. Khumaidi Muhamad (2004). Deteksi Tumbang. Jakarta. h. 24. Maulani (2009). Promosi kesehatan. Jakarta: EGC. h. 11,17. Meilina, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya. h. 129-132. Moesijanti. (2011). Tumbuh Dan Kembang Anak Balita. Jakarta. Nency dan Arifin (2005). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta. h. 23. Notoatmodjo (2006). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; Rineke Cipta. h. 188. Notoatmodjo (2007). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar, Jakarta ; Rineka Cipta. h. 167. Notoatmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; Rineka Cipta.h. 1,176. Notoatmodjo (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; Rineke Cipta. h. 37,103,104,105,115,182,183. Rifqi (2009). Model Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita. Jakarta. h. 23-25,27. Rirye. 2012. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Kader Posyandu. http://www.nsrirye.blogspot.com diakses tanggal 03 Desember 2014. Robiah (2007). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi Jilid l. Jakarta. h. 19,21. Saputra, A. (2011). Gizi Dan Kesehatan Balita. Cetakan 1. Yogyakarta. Graham Ilmu. h. 1. Saryono (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta ; Mitra Cendika. h. 91,93. Suparmanto (2006). Riset Kebidanan. Yogyakatra. Mitra Cendikia. h. 1,2,20,35-37. Sjahmien (2004). Buku Acuan Balita BGM. Jakarta. h. 10. Supariasa (2005). Penilaian Status Gizi. Jakarta. Wahyuningsih, dkk. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Kebidanan. Yogyakarta; Fitramaya. h. 116,117.
12
Wawan dan Dewi. (2010). Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta ; Nuha Medika. h. 11,12,14,15,16,17,18. Wonatorey (2008). Balita Bawah Garis Merah. Jakarta. h. 69.
J. Ilmu Kesh. Vol. 5 No. 1 , Juli 2014