HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU KONSUMSI KERANG HIJAU (Perna viridis) YANG TERCEMAR LOGAM TIMBAL (Pb) PADA MASYARAKAT DI KALI ADEM MUARA ANGKE JAKARTA TAHUN 2015
SKRIPSI Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh: Almen Fercudani 1111101000063
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
i
ii
iii
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN SKRIPSI, OKTOBER 2015 Nama : Almen Fercudani
JAKARTA
Nim : 1111101000063
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Kosumsi Kerang Hijau (Perna viridis) Tercemar Logam Timbal (Pb) pada Masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015 (xi + 138 halaman, 2 diagram, 4 gambar 10 tabel, 16 Lampiran) ABSTRAK Timbal (Pb) termasuk kedalam logam berat yang berbahaya bagi kesehatan. Timbal banyak digunakan untuk keperluan industri dan sering menjadi limbah yang dapat memasuki wilayah perairan dan mempengaruhi biota yang hidup di dalamnya, salah satunya adalah kerang hijau. Kerang hijau merupakan makanan laut yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku konsumsi kerang hijau. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Sebanyak 150 ibu rumah tangga termasuk kedalam sampel penelitian ini, yang diambil secara simple random sampling. Sampel kerang hijau diambil secara composite dari setiap kelompok budidaya kerang hijau yang ada di Kali Adem Muara Angke Jakarta.. Konsentrasi timbal di dalam kerang hijau diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS). Terdapat sepuluh sampel (90%) positif mengandung logam timbal, yang berkisar antara 0,12 – 2,60 mg/kg. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi kerang hijau sebesar 11,47 gr/hari, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi kerang nasional yaitu 2 gr/hari. Terdapat 83 (55,3%) responden berpengetahuan rendah dan 80 (53,3%) responden memiliki sikap negatif terhadap pencemaran logam timbal yang terjadi pada kerang hijau. Hasil uji bivariat menggunakan chi square menunjukan, terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal dengan nilai p value 0,033 (< 0,05). Rekomendasi penelitian ini adalah masyarakat diharapkan dapat mengurangi konsumsi kerang hijau dan meningkatkan pengetahuan tentang pencemaran yang sudah terjadi pada kerang hijau. Untuk pemerintah daerah DKI Jakarta diharapkan lebih memperhatikan kualitas perairan dan biota laut yang ada di Teluk Jakarta. Daftar Bacaan : 51 (1982 – 2014) Kata Kunci : Timbal (Pb), Kerang Hijau, Pengetahuan Sikap Perilaku, Kali Adem Muara Angke Jakarta
v
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, October 2015 Name : Almen Fercudani
Nim : 1111010100063
A Relationship Between The Knowledge and The Attitudes Toward Consumption Behavior Of Lead (Pb) Contaminated in Green Mussel (Perna viridis) To Society Of Kali Adem Muara Angke Jakarta 2015 (xi + 138 page, 2 diagram, 4 picture, 10 table, 16Appendixs) ABSTRAK Lead (Pb) is kind of heavy metal that is harmful to health. Lead is widely used for industrial purposes and it’s waste can affect organism in the water, such as Green mussels. Recently Green mussels often consumed by people. This study aims to determine the relationship between knowledge and attitude toward the consumption behavior of lead contaminated green mussels. The design of this study was cross-sectional, with 150 housewives as the samples whose selected randomly. The green mussel sample was taken compositly from each the group of collecting site in Kali Adem. The concentration of lead (Pb) was measured by Atomic Absorption Spectrometry (AAS). Ten samples (90%) were positive contaminated by lead in range between 0,12-2,60 mg/kg. The average of green mussel consumption is 11.47 gr/day, which is higher than the average national consumption of shellfish (2 gr/day). There were 83 respondents (55.3%) have a low knowladge and 80 respondents (53.3%) have a negative attitude about lead metal pollution in Green mussels. The significant association was found between knowledge toward consumption behavior of lead contaminated green mussel with p value 0.033 (<0.05). It is recomended to the community to reduce the consumption of green mussels and increase the knowledge about the pollution on the green mussels. The local government is expected to pay more attention to water quality and organism who live in Jakarta Bay waters. Reading list : 51 (1982 – 2014) Keyword : Lead (Pb), Green mussel (Perna viridis), Knowledge, attitude, and Consumption Behavior, Kali Adem.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Konsumsi Kerang Hijau (Perna viridis) Tercemar Logam Timbal (Pb) Pada Masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015”. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah sekaligus Dosen Pembimbing I yang senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kess. Selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi masukan dan motivasi dalam perbaikan skripsi ini.
vii
4. Ayah dan Ibu serta adik tersayang yang selalu memberikan dukungan, nasihat serta doa yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini 5. Para dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen Peminatan Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. 6. Geng Muara Angke (Vella, Lipi, Tanza, Roiz dan Chandra ) yang senantiasa turut membantu dalam pengambilan sampel. 7. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan masukan, motivasi dan hiburan selama pembuatan skripsi ini. 8. Teman-teman Kesling 2011 (Ibnu, Chandra, Rois, Hari, Betti, Ayu, Niken, PW, Efri, Feela, Ikoh, Cepol, Ika, Anantika, Ila, Shela, Alifia, Eka, Awaliyah, Ukhfiya, Rahmatika, dan Ajeng). Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis menyerahkan segalanya dengan harapan semoga amal baik yang telah dicurahkan guna membantu penyusunan skripsi ini mendapat balasan. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang. Ciputat, Oktober 2015
Almen Fercudani
viii
DAFTAR ISI ABSTRAK ....................................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 2 A.
Latar Belakang.................................................................................................. 2
B.
Rumusan Masalah .......................................................................................... 12
C.
Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 13
D.
Tujuan Penelitian ............................................................................................ 14
E.
Manfaat Penelitian .......................................................................................... 15
F.
Ruang Lingkup ............................................................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 15 A.
Pencemaran ..................................................................................................... 15
1.
Definisi Pencemaran ....................................................................................... 15
2.
Pencemaran Air .............................................................................................. 16
3.
Sumber Pencemaran Air ................................................................................. 17
4.
Dampak Pencemaran Air ................................................................................ 18
5.
Pencemaran di Perairan Muara Angke Jakarta ............................................... 20
B.
Timbal (Pb) ..................................................................................................... 21 1.
Definisi Timbal ............................................................................................... 21
2.
Pencemaran Timbal (Pb) ................................................................................ 22
3.
Baku Mutu Timbal (Pb) .................................................................................. 22
4.
Toksisitas dan Dampak Kesehatan Timbal (Pb) ............................................ 24
ix
5. C.
Bioakumulasi Timbal (Pb).............................................................................. 26 Jalur Pemaparan Zat Kimia ke Manusia ......................................................... 27
1.
Jalur Pemaparan Dermal ................................................................................. 28
2.
Jalur Pemaparan Inhalasi ................................................................................ 28
3.
Jalur Pemaparan Ingesti .................................................................................. 29
D.
Pangan ............................................................................................................ 29
1.
Definisi ........................................................................................................... 29
2.
Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease) ........................................ 30
E.
Kerang Hijau................................................................................................... 31 1.
Taksonomi dan Definisi Kerang Hijau ........................................................... 31
2.
Habitat dan Distribusi ..................................................................................... 32
3.
Perilaku Makan ............................................................................................... 33
4.
Kerang Hijau dan Pencemaran ....................................................................... 34
F.
Perilaku ........................................................................................................... 36 1.
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ............................................................. 36
2.
Pengetahuan .................................................................................................... 39
3.
Sikap ............................................................................................................... 43
G.
Gambaran Teluk Jakarta ................................................................................. 45
H.
Paradigma Kesehatan Lingkungan ................................................................. 47
I.
Kerangka Teori ............................................................................................... 53
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................... 55 A.
Kerangka Konsep ........................................................................................... 55
B.
Definisi Operasional ....................................................................................... 58
C.
Hipotesis ......................................................................................................... 59
x
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................ 60 A.
Desain Penelitian ............................................................................................ 60
B.
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 60
C.
Populasi dan Sampel....................................................................................... 61
D.
Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 65
E.
Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................. 69
F.
Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................ 74
BAB V HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 78 A.
Gambaran Tempat Penelitian ......................................................................... 78
1.
Gambaran Teluk Jakarta ................................................................................. 78
2.
Gambaran Kali Adem Muara Angke Jakarta ................................................. 80
B.
Karakteristik Responden................................................................................. 81
1.
Usia ................................................................................................................. 81
2.
Pendidikan ...................................................................................................... 82
3.
Pekerjaan ........................................................................................................ 83
C.
Hasil Univariat ................................................................................................ 83
1.
Pencemaran Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau ......................................... 84
2.
Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar Logam Timbal (Pb) ..................................................................................................... 85
3.
Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau...................................................................... 87
4.
Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau...................................................................... 87
D.
Hasil Bivariat .................................................................................................. 88
xi
1.
Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) ........................................................................ 89
2.
Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) ........................................................................ 90
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................................... 92 A.
Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 92
B.
Analisis Univariat ........................................................................................... 93 1.
Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau ..................................... 93
2.
Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar Logam Timbal (Pb) ...................................................................................... 101
3.
Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau ....................................................... 106
4.
Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau ...................................................... 109
C. 1.
Analisi Bivariat ............................................................................................. 112 Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) ...................................................................... 112
2.
Hubungan Antara Sikap dan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) ...................................................................... 115
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 119 A.
Kesimpulan ................................................................................................... 119
B.
Saran ............................................................................................................. 120
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 123 LAMPIRAN .................................................................................................................. 129
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Baku Mutu Kadar Logam di Air Laut Untuk Biota Laut ...........................23 Tabel 2.2 Penelitian Kadar Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau .........................35 Tabel 3.1 Definisi Operasional ..................................................................................58 Tabel 5.1 Usia Responden..........................................................................................81 Tabel 5.2 Kadar Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau ..............................................84 Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Konsumsi Responden .................................................85 Tabel 5.4 Sumber Kerang Hijau yang Dikonsumsi ...................................................86 Tabel 5.5 Gambaran Pengetahuan Responden ...........................................................87 Tabel 5.6 Gambaran Sikap Responden ......................................................................88 Tabel 5.7 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi ...................89 Tabel 5.8 Analisis Hubungan Sikap dengan Perilaku Konsumsi ...............................90 DAFTAR DIAGRAM Diagram 5.1 Pendidikan Responden ..........................................................................82 Diagram 5.2 Pekerjaan Responden ............................................................................83 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerang Hijau ..........................................................................................31 Gambar 2.2 Teori Simpul...........................................................................................48 Gambar 2.3 Kerangka Teori .......................................................................................53 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................57 Gambar 5.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................79
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran logam merupakan suatu proses yang terjadi akibat perbuatan manusia (antropogenik), masuknya logam diakibatkan oleh limbah yang berasal dari berbagai kegiatan misalnya pertambangan, aktivitas rumah tangga, industri, aktivitas pertanian, serta aktivitas transportasi (Connell dan Miller, 2006). Salah satu logam yang menjadi limbah pencemaran adalah timbal (Pb). Logam timbal (Pb) merupakan logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi, namun timbal (Pb) juga bisa berasal dari kegiatan manusia. Konsentrasi kadar timbal (Pb) yang berasal dari kegiatan manusia, jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan dengan kadar timbal (Pb) yang ada di alam. (Widiowati dkk, 2008). Menurut Agency for Toxic Subtances and Disease Registry (ATSDR) public health assesments and health consultations terdapat 20 zat kimia paling berbahaya bagi kesehatan, diantaranya adalah timbal (Pb). Logam timbal (Pb) termasuk kedalam zat kimia paling berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Beberapa efek kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pajanan timbal (Pb) adalah gangguan sistem saraf, gangguan sistem peredaran darah, anemia, dan pada paparan tingkat tinggi dapat menyebabkan kerusakan otak dan ginjal, serta dapat menyebabkan keguguran pada wanita hamil (ATSDR, 2007).
3
ATSDR menyatakan dengan konsentrasi timbal (Pb) > 10 µg/g di dalam tulang akan memberikan efek terhadap sistem kardiovaskular dan sistem saraf, sedangkan dengan konsentrasi timbal (Pb) <10 µg/dL dalam darah akan menyebabkan tekanan darah meningkat, kerusakan eritrosit yang dapat menyebabkan anemia. Pada konsentrasi > 40 µg/dL akan menyebabkan gangguan sistem saraf, gangguan hormon tiroid dan dapat mengurangi kesuburan. Selain itu penurunan laju filtrasi pada ginjal (kelaianan ginjal) dapat terjadi pada populasi dengan nilai rata-rata kadar dalam darah sebesar kurang dari 20 mg/dL (ATSDR, 2007) Disamping efek kesehatan yang ditimbulkan, logam timbal juga banyak dimanfaatkan dalam dunia industri dan transportasi. Salah satu pemanfaatan logam timbal yaitu sebagai bahan bakar dari kapal nelayan dan transportasi laut. Sehingga tidak menutup kemungkinan logam ini dapat masuk ke perairan atau muara. Logam yang masuk ke perairan atau muara akan mengalami persebaran dan proses pengendapan di dalam ekosistem perairan. Hal ini disebabkan karena letak topografi ekosistem perairan yang umumnya terletak di bagian bawah, sehingga limbah akan masuk kedalam ekosistem perairan. Hal tersebut akan berpengaruh kepada daya dukung lingkungan perairan dan termasuk biota atau makhluk hidup yang hidup di dalamnya (Riani, 2012). Salah satu perairan yang menerima beban pencemaran logam dari aktivitas manusia adalah perairan Muara Angke yang ada di Teluk Jakarta. Hal ini disebabkan karena Teluk Jakarta merupakan tempat bermuaranya 13 sungai dan tempat membuang limbah cair dari kegiatan pemukiman,
4
perkotaan, industri, wisata, dan transportasi laut, sehingga kawasan ini mengalami tekanan yang sangat tinggi beban pencemarannya (Cordova dkk, 2011). Hasil penelitian Cordova dkk (2011), diketahui bahwa beban pencemaran logam berat dari kali angke yang masuk ke perairan Teluk Jakarta, hasilnya menunjukan logam merkuri memiliki konsentrasi 0,09 ppm dengan beban pencemarannya perhari sebesar 0,0676 ton/hari, kadmium memiliki konsentrasi 0,01 ppm dengan beban pencemarannya perhari sebesar 0,0086 ton/hari, kemudian yang paling besar adalah timbal (Pb) yang memiliki konsentrasi 0,11 ppm dengan beban pencemarannya perhari sebesar 0,0825 ton/hari (Cordova dkk, 2011). Tingkat pencemaran logam timbal (Pb) pada perairan di Teluk Jakarta dari tahun 2001-2011 mengalami peningkatan yang signifikan baik pada air maupun pada sedimen. Pada Tahun 2001 konsentrasi timbal (Pb) di air sebesar 0,013 ppm dan sedimen sebesar 3,164 ppm. Pada tahun 2005 konsentrasi timbal (Pb) di air meningkat menjadi sebesar 0,015 ppm dan sedimen sebesar 2,244 ppm. Kemudian pada tahun 2009 konsentrasi timbal (Pb) di air meningkat kembali menjadi 0,043 ppm dan sedimen sebesar 5,942 ppm. Terakhir pada tahun 2011 konsentrasi timbal (Pb) di air mencapai 0,079 mg/l, sedimen sebesar 14,193 mg/l dan kerang sebesar 42,463 mg/l (Hutagaol, 2012).
5
Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa kadar logam berat dalam sedimen di bagian Teluk Jakarta menunjukan kadar yang tinggi, dengan kadar logam Timbal (Pb) yang berkisar antara Pb = 8,49 - 31,22 ppm. Tingginya kadar logam berat dalam sedimen di bagian barat Teluk Jakarta, disebabkan oleh aktivitas kapal, banyaknya industri diantaranya PT. Asahimas Flat Glass, PT. Bogasari Indofood dan dua pabrik cat yaitu PT. Pasifik Paint dan PT. Nippon Paint (pabrik cat) serta PT.Wirantono Baru (Rochyatun dan Rozak, 2007). Sedangkan berdasarkan hasil laporan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup diketahui bahwa Teluk Jakarta pada tahun 2013 diperkirakan menampung limbah pencemaran sekitar 97,82 % atau sebesar 1.632.894,47 m3/tahun yang berasal dari sektor industri, limbah domestik sekitar 2,17% yakni sebesar 36.229,90 m3/tahun dan limbah pertaian sebesar 0,01% atau sekitar 232,25 m3/tahun. (BLH DKI Jakarta, 2013). Selanjutnya dari hasil laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) DKI Jakarta tahun 2013 tentang keadaan kualitas perairan Muara Angke Teluk Jakarta yang dilakukan dari bulan September-Oktober 2013 menunjukan bahwa kadar logam timbal (Pb) pada air di Muara Angke Jakarta melebihi baku mutu yang sudah ditetapkan. Pada bulan September konsentrasi timbal (Pb) sebesar 0,24-0,23 ppm dan 0,20-0,23 ppm pada bulan Oktober, pengukuran ini dilakukan pada waktu pasang dan surut air laut (BLH DKI Jakarta, 2013).
6
Salah satu biota yang dapat dijadikan indikator pencemaran logam timbal (Pb) disuatu perairan adalah kerang hijau (Perna viridis). Hal tersebut dikarenakan kerang hijau memiliki kemampuan absorbsi logam yang baik jika dibandingkan dengan kerang dara, kerang bulu dan kerang tahu (Nurjanah dkk, 1999). Berdasarkan penelitian mengenai kadar timbal (Pb) di dalam kerang hijau di Teluk Jakarta diketahui bahwa kandungan Timbal (Pb) di dalam tubuh kerang hijau (Perna viridis L.) mengalami peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2012 (Hutagaol, 2012) Pada tahun 2001 konsentrasi logam timbal (Pb) di kerang yang ada di Teluk Jakarta, diketahui sebesar 6,496 ppm. Selanjutnya pada tahun 2005 konsentrasi timbal (Pb) meningkat pada kerang menjadi 30,607 ppm. Pada tahun 2009 konsentrasi timbal (Pb) di kerang juga meningkat dengan konsentrasi sebesar 42,463 mg/l dan yang terakhir pada tahun 2012 konsentrasi Timbal (Pb) di kerang hijau pada pengukuran di stasiun 1 sebesar 43,023 mg/l, stasiun 2 sebesar 42,981 mg/l, dan stasiun 3 sebesar 41,387 mg/l (Hutagaol, 2012).
Ditambah lagi sifat logam Pb yang cenderung
terakumulatif, yang dapat meningkatkan kadar Pb didalam kerang hijau dimasa yang akan datang. Hasil penelitian tersebut berbanding lurus dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN Jakarta. Dalam studi pendahuluan ini mengukur konsentrasi logam timbal (Pb) pada biota laut, diantaranya kerang hijau, kerang dara, kerang batik, ikan tongkol, ikan kembung, ikan pindang dan ikan peda yang berasal dari pasar
7
ikan Muara Angke Jakarta. Didapatkan hasil kadar timbal (Pb) sebagai berikut : 1,028 mg/kg pada kerang hijau, 0,693 mg/kg pada kerang dara dan batik, ikan tongkol sebesar 0,526 mg/kg, ikan kembung sebesar 0,442 mg/kg, ikan pindang sebesar 0,693 mg/kg dan yang terakhir pada ikan peda yaitu sebesar 0,526 mg/kg. Sehingga dapat di katakan bahwa kerang hijau merupakan kerang dengan konsentrasi logam timbal tertinggi jika dibandingkan dengan kerang dari jenis lain dan biota laut lainnya yaitu 1,028 mg/kg. Tingginya kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau tentu saja dapat mengganggu kondisi kesehatan masyarakat yang gemar mengonsumsi kerang hijau sebagai makanan sehari-hari mereka, terutama apabila kerang yang mereka konsumsi telah melewati batas maksimum kadar timah hitam (Pb) yang diperbolehkan dalam suatu pangan. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Susenas, di Indonesia kerang hijau merupakan salah satu jenis makanan laut yang digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan harga kerang hijau cukup murah jika dibandingkan dengan jenis makanan laut lainnya. Rata-rata konsumsi kerang hijau di Indonesia sebesar 0,002 kg/minggu per orang (Susenas, 2014). Kali Adem Muara Angke merupakan salah satu daerah yang berada di tepi Teluk Jakarta. Perkampungan ini dihuni oleh beberapa kelompok masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, termasuk nelayan kerang hijau atau pembudidaya kerang hijau. Sehingga mayoritas mata pencaharian penduduk disana adalah budidaya kerang hijau, pengolahan kerang hijau, pengupasan kerang hijau sampai kepada penjualan kerang hijau.
8
Oleh karena itu, dapat dikatakan masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara Angke sebagian besar memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan kerang hijau. Hal ini didukung oleh pernyataan Susiyeti (2010) bahwa masyarakat di sana merupakan high fish consumption yaitu masyarakat yang lebih tinggi tingkat konsumsi hasil laut jika dibandingkan dengan masyarakat yang tidak tinggal di dekat perairan Teluk Jakarta (Susiyeti, 2010). Oleh karena itu, masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta memiliki potensi yang besar mengalami gangguan kesehatan akibat dari mengonsumsi kerang hijau ataupun biota laut lain yang telah tercemar logam timbal (Pb). Berdasarkan data hasil pemeriksaan keluhan gangguan kesehatan pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta didapatkan sebagai berikut. Sebanyak 22,4 % masyarakat Kali Adem memiliki keluhan darah tinggi atau hipertensi, 20,3 % masyarakat memiliki keluhan diare, 68% masyarakat memiliki keluhan nyeri sendi, sebesar 20,7 % masyarakat memiliki keluhan pada fungsi ginjal mereka. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui efek kesehatan yang ditimbulkan akibat pajanan logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta melalui perilaku konsumsi kerang hijau atau biota lain yang telah tercemar oleh logam timbal (Pb). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumanta menyatakan bahwa kadar logam timbal (Pb) dalam darah masyarakat di Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta dalam konsentrasi yang tinggi, hasil penelitian ini menyatakan terdapat hubungan yang positif antara konsumsi hasil laut yang tercemar
9
logam timbal dengan kandungan timbal (Pb) dalam darah pada masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta. sementara itu dari hasil uji korelasi antara kandungan logam timbal dalam darah dengan jenis atau gejala penyakit yang diderita oleh masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta menunjukan hasil sebegai berikut ; terdapat hubungan korelasi yang positif antara kadar logam timbal dalam darah dengan kejadian penyakit hipertensi dengan nilai r = 0,299, pada penyakit anemia terdapat hubungan yang lemah dengan nilai r = 0,091. Sedangkan tidak ditemukan hubungan antara kadar logam timbal dalam darah dengan penyakit tremor dan gangguan sendi (Rumanta, 2005). Dari hasil penelitian Rumanta dapat dilihat jika kandungan logam timbal pada kerang hijau pada tahun 2005 berkisar antara ± 0,588 µg/g, sedangkan kandungan logam timbal dalam air laut pada penelitian ini berkisar 0,160 µg/ml pada musim barat dan 0,227 µg/ml pada musim timur. Jika dikaitkan dengan sifat akumulasi logam, maka dapat dikatakan bahwa pada tahun-tahun selanjutnya potensi terjadinya gangguan kesehatan (seperti hipertensi, anemia, gangguan saraf dan lain-lain) akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar logam timbal pada kerang hijau dan ekosistem perairan. Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa pekerja dan masyarakat yang tinggal di sekitar tempat budidaya atau pengolahan kerang hijau yang ada di Kali Adem, diketahui bahwa dari 5 pekerja yang diwawancarai, 3 pekerja (60%) mengatakan sering membawa
10
pulang kerang hijau untuk digunakan sebagai lauk makan dirumah. Kemudian 2 pekerja lainnya mengatakan kadang-kadang suka membawa kerang hijau tersebut untuk dikonsumsi di rumah. Sedangkan 4 dari 5 masyarakat (80%) yang diwawancarai mengaku mendapatkan atau membeli kerang hijau yang berasal dari tempat budidaya kerang hijau tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa frekuensi konsumsi masyarakat di sekitar budidaya kerang hijau yang ada di muara angke cukup tinggi, hal ini sejalan dengan teori Green yang menyatakan kedekatan akses atau fasilitas mendukung seseorang dalam berperilaku. Jika di kaitkan dengan teori L. Green ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, diantaranya adalah faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, dan keyakinan), faktor enabling (sarana dan fasilitas) dan faktor reinforcing (tokoh masyarakat dan keluarga). Dari hasil penelitian tentang pengetahuan dan sikap terhadap perilaku konsumsi makanan, terdapat hubungan yang bermakna diantara keduanya. Dibuktikan dengan hasil penelitian sebelumnya didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan konsumsi serat dengan nilai p = 0,0287 (Tarigan, 2012). Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan pola makan dengan nilai p value = 0,001 (Suci, 2011). Sedangkan menurut Wandasari (2014), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku konsumsi di dalam keluarga dengan nilai p < 0,05 dan nilai r sebesar 0,849 yang berarti memiliki hubungan sangat kuat.
11
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat yaitu ketua kelompok masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta, diketahui bahwa rata-rata masyarakat di Kali Adem memiliki pendidikan rendah. Hal tersebut berkaitan juga dengan status ekonomi masyarakat sekitar yang masih rendah. Jadi, dapat diasumsikan bahwa pendidikan yang rendah akan berpengaruh kepada tingkat pengetahuan masyarakat di Kali Adem yang masih rendah. Berdasarkan uraian yang sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan perairan disekitar Muara Angke dan kondisi biota laut yang hidup di perairan tersebut dalam kondisi yang buruk, yang disebabkan oleh kasus pencemaran. Sementara perilaku konsumsi masyarakat sekitar Kali Adem berdasarkan hasil wawancara dapat dikatakan memiliki frekuensi konsumsi kerang hijau yang sering dan masyarakat di Kali Adem juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Konsumsi Kerang Hijau (Perna Viridis) Yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Pada Masyarakat Di Kaliadem Muara Angke Jakarta Tahun 2015. Agar dapat diketahui sejauh mana pengetahuan dan sikap masyarakat berkontribusi terhadap perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal tersebut.
12
B. Rumusan Masalah Kaliadem Muara Angke Jakarta merupakan salah satu tempat budidaya kerang hijau yang menyediakan kerang hijau sebagai bahan konsumsi. Kerang hijau termasuk salah satu organisme yang ada di dalam rantai makanan, dan manusia termasuk organisme tingkat atas yang mengonsumsi kerang hijau, maka dapat dikatakan pencemaran oleh logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau akan terakumulasi pada manusia. Dari hasil studi pendahuluan pengukuran kadar timbal (Pb) pada kerang hijau yang berasal dari Kali Adem Muara Angke Jakarta didapatkan hasil kadar timbal (Pb) sebesar 0,1028 ppm, kadar logam timbal pada kerang hijau memiliki kadar yang paling tinggi jika dibandingkan pada jenis kerang lain. Berdasarkan uraian di latar belakang, diketahui bahwa masyarakat di Kali Adem memiliki perilaku konsumsi kerang hijau yang tinggi, sehingga apabila di biarkan dalam jangka waktu yang lama akan berdampak kepada kesehatan. Selain itu, masyarakat Kali Adem masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga menyebabkan masyarakat belum mengetahui dampak yang akan terjadi bila mengonsumsi kerang hijau yang tercemar oleh logam timbal (Pb). Maka dari itu perlu dilakukan penelitian terkait Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Konsumsi Kerang Hijau (Perna Viridis) Yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Pada Masyarakat Di Kaliadem Muara Angke Jakarta Tahun 2015.
13
C. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis) di tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta?
2.
Bagaimana perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta?
3.
Bagaimana pengetahuan masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam timbal (Pb) pada kerang hijau?
4.
Bagaimana sikap masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam timbal (Pb) pada kerang hijau?
5.
Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta?
6.
Apakah terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta?
14
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku konsumsi kerang hijau (Perna viridis) yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta pada tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a.
Diketahuinya kadar timbal (Pb) di dalam kerang hijau (Perna viridis) di tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
b.
Diketahuinya perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
c.
Diketahuinya pengetahuan masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam timbal (Pb) pada kerang hijau.
d.
Diketahuinya sikap masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta tentang pencemaran oleh logam timbal (Pb) pada kerang hijau.
e.
Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
15
f.
Diketahuinya hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat sekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat untuk terus meningkatkan pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan dapat menjadi informasi mengenai keamanan pangan. 2. Bagi Pemerintah Sebagai masukan bagi instansi terkait yaitu BLHD, BPOM, Kementrian Perikanan dan Kelautan mengenai pencemaran yang terjadi pada kerang hijau dan juga merupakan bioindikator terhadap pencemaran pada perairan di sekitar Muara Angke Jakarta. Selain itu untuk acuan untuk memperketat laju cemaran yang terjadi pada perairan di sekitar Muara Angke Jakarta dan dapat mengambil kebijakan pencegahan. 3. Bagi Civitas Akademika Sebagai tambahan bahan pembelajaran, informasi serta pengaplikasian dari ilmu-ilmu yang didapat saat perkuliahan, sehingga dapat diintegrasikan ke dalam dunia nyata agar menjadi dasar dalam mengambil tindakan pencegahan yang membantu masyarakat.
16
4. Manfaat Bagi Peneliti Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan hasil penelitian dapat berkontribusi terhadap pengawasan laju pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang ada di daerah budidaya kerang hijau Muara Angke Jakarta Selatan tahun 2015. Selain itu diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat
menambah
pengetahuan
dan
keterampilan
peneliti
dalam
mengaplikasikan ilmu yang selama ini telah didapat selama masa perkuliahan. F. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi kesehatan masyarakat peminatan kesehatan lingkungan yang bertujuan untuk menguji hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi kerang hijau (perna viridis) yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni tahun 2015, dilakukan di daerah budidaya kerang hijau yang ada di Kali Adem Muara Angke Jakarta. Sasaran penelitian adalah masyarakat yang tinggal disekitar tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif analitik, dengan pendekatan cross sectional. Pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi kerang hijau menggunakan metode survey melalui wawancara dengan menggunakan instrument kuesioner. Sedangkan pengukuran kadar Pb didalam kerang hijau menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
17
dengan metode destruksi basah. Populasi penelitian ini adalah kerang hijau yang ada di budidaya kerang hijau Muara Angke Jakarta, dan masyarakat sekitar budidaya kerang hijau di Kaliadem Muara Angke Jakarta. Jumlah sampel masyarakat pada penelitian ini ialah sebesar 150 responden sedangkan sampel kerang berasal dari kerang yang diambil secara acak di semua kelompok budidaya yang ada di Kali Adem Muara Angke Jakarta.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran 1. Definisi Pencemaran Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan. Menurut undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang pengolahan lingkungan hidup pasal 1 ayat 12 menyatakan bahwa “pencemaran adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh manusia. Sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya” (UU No. 23, 1997). Makhluk hidup, zat atau energi yang dimasukan ke dalam lingkungan hidup tersebut biasanya merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan manusia. Sisa usaha dan atau kegiatan manusia disebut dengan limbah, karena itu dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab pencemaran lingkungan adalah sebagai akibat dari adanya limbah yang dibuang ke dalam lingkungan sehingga pada akhirnya daya dukung lingkungan terlampaui. Selain itu pencemaran lingkungan tersebut merupakan sumber penyebab terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat (Sumantri, 2010).
15
16
2. Pencemaran Air Pencemaran air menurut Peraturan Menteri kesehatan RI No. 173/MENKES/VII/77 adalah suatu peristiwa masuknya zat kedalam air yang mengakibatkan kualitas air tersebut menurun. Sehingga dapat mengganggu atau membahayakan kesehatan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah RI no. 20 tahun 1990 mendefinisikan pencemaran air merupakan masuknya atau dimasukannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang membahayakan dan pada akhirnya mengakibatkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pencemaran air merupakan kondisi penurunan kualitas air akibat zat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya dan dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, penting masyarakat mengetahui apakah air yang berada disekitar mereka dalam kondisi baik atau sudah tercemar oleh berbagai macam zat yang berasal dari antropogenik. Dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri migas, pertanian, pertambangan, otomotif, tekstil dan lainnya, maka akan semakin meningkat pengcemaran pada perairan yang disebabkan oleh buangan limbah industri (Fardiaz, 1992)
17
3. Sumber Pencemaran Air Pencemaran air dapat terjadi oleh beberapa sumber pencemar yang masuk ke air. Beberapa sumber pencemar tersebut masuk kedalam air akibat perbuatan manusia. Berikut ini merupakan sumber pencemar yang dibedakan menjadi (Mukono, 2000) ; a.
Limbah Domestik (rumah tangga) Limbah yang berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi,
kakus, mencuci, dapur dan keperluan rumah tangga lainnya. b.
Industri Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung kepada
jenis industri tersebut, sehingga polutan yang mencemari air tergantung kepada bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem pengolahan limbah cair yang digunakan oleh industri tersebut. Secara umum jenis polutan dikelompokan menjadi limbah fisik, kimia, biologi dan radioaktif. c.
Pertanian dan Perkebunan Polutan air dari sektor pertanian atau perkebunan dapat berupa, zat
kimia yang meliputi penggunaan pupuk dan pestisida. Mikrobiologi misalnya virus, bakteri atau parasit yang berasal dari kotoran ternak. Terakhir dapat berupa radioaktif, sebagai contohnya penggunaan radioaktif yang dipakai dalam proses pematangan buah, untuk mendapatkan bibit unggul dan mempercepat pertumbuhan serta masa panen.
18
4. Dampak Pencemaran Air Pada dasarnya pencemaran air merupakan suatu kondisi yang merugikan dan dapat menimbulkan banyak dampak bagi kesehatan masyarakat. Berikut ini akan di paparkan dampak yang di timbulkan oleh pencemaran air, diantaranya adalah (Mukono, 2000) : a.
Dampak yang Disebabkan oleh Mineral atau Logam. -
Cd (Kadmium) Dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, hati, tulang, pankreas dan kelenjar gondok.
-
Pb (Timbal) Dapat menyebabkan anemia, gangguan ginjal, penurunan mental pada anak, gangguan syaraf, kerusakan hati, dan kerusakan susunan darah.
-
Hg (Merkuri) Sangat beracun, dapat menyebabkan kerusakan ginjal, masalah persendian, gangguan pengelihatan, kelainan sistim saraf dan dapat menyebabkan kematian (studi kasus di Minamata)
-
Cu (Tembaga) Dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan rasa mual dan menimbulkan kerusakan pada ginjal dan hati.
19
-
As (Arsen) Dapat menyebabkan kerusakan sistem pencernaan, kelainan ginjal, gangguan saraf dan mental serta perubahan pada kulit dan kanker kulit.
-
Cr (Cromium) Dapat menyebabkan kanker kulit dan gangguan saluran pernapasan.
-
Co (Cobalt) Merusak sel tubuh.
-
Asbes Dapat menyebabkan penyakit asbestosis.
-
Cyianida Dapat menyebabkan gangguan metabolisme oksigen dalam tubuh.
b.
c.
Dampak yang disebabkan oleh mikrobiologi -
Tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella thyphosa.
-
Kolera disebabkan oleh bakteri Vibrio kolera.
-
Lepotospirosis disebabkan oleh Spirochaeta.
-
Diare disebabkan oleh bakteri E.coli.
-
Disentri disebabkan oleh Entamoeba histolityca.
Dampak yang disebabkan oleh pestisida Dichlor Diphenyl Trichloretan (DDT) merupakan zat yang ada di dalam pestisida yang paling berbahaya, memiliki sifat tidak larut dalam air, juga
tidak
dapat
diuraikan
oleh
mikrorganisme.
Sehingga
memungkinkan DDT terakumulasi di dalam tubuh organisme. Selain itu
20
DDT juga dapat menyebabkan kanker kulit, keracunan, kerusakan jaringan, dan pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan kematian. 5. Pencemaran di Perairan Muara Angke Jakarta Beban pencemaran yang berasal dari Kali Angke yang masuk ke perairan Teluk Jakarta cukup tinggi. Beban pencemar yang berasal dari Kali Angke untuk bahan organik yang terurai oleh mikroorganisme (BOD) jumlahnya mencapai 944,31 ton/bulan sedangkan untuk bahan organik yang terurai secara kimia (COD) jumlahnya mencapai 1745,00 ton/bulan dan cenderung naik setiap tahunnya. Sementara itu kadar beban pencemaran logam berat timbal (Pb) dari Kali Angke adalah yang paling besar jika di bandingkan dengan logam berat lainnya, yaitu sebesar 0,0825 ton/hari. Hal ini selaras dengan peningkatan industri di DKI Jakarta. Tingginya logam berat tersebut dikarenakan logam berat merupakan bahan suplemen yang harus ada dalam industri terutama industri elektronik, otomotif, cat dan lain-lain. Terdapatnya logam berat pada ekosistem laut akan berpengaruh terhadap biota yang ada di dalamnya (Cordova, 2011).
21
B. Timbal (Pb) 1. Definisi Timbal Timah hitam yang dikenal sebagai timbal atau plumbum (Pb) merupakan logam berat yang lunak, berwarna abu-abu metalik dan meleleh pada suhu 327,5oC. (Achmadi, 2013). Pb pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi, namun timbal (Pb) juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan kadar timbal (Pb) yang ada di alam (Widiowati dkk, 2008). Timbal merupakan salah satu logam berat yang memiliki titik leleh rendah jika dibandingkan dengan logam berat lain. Logam yang berwarna abu-abu kebiruan dapat ditemukan setelah terjadi secara alami di kerak bumi. Namun jarang ditemukan secara alami sebagai logam. Logam biasanya ditemukan setelah dikombinasikan dengan dua atau lebih dari unsur lainnya, untuk membentuk senyawa timbal. Timbal dan paduan timbal lainnya biasanya banyak ditemukan dalam pipa, penyimpanan baterai, amunisi dan senjata, penutup kabel serta alat yang digunakan untuk melindungi dari radiasi, senyawa timbal juga banyak ditemukan sebagai zat tambahan di dalam cat (ATSDR, 2007).
22
2. Pencemaran Timbal (Pb) Pencemaran timah hitam atau timbal di lingkungan baik yang berasal dari sumber alamiah atau perbuatan manusia pada umumnya melalui udara. Timbal di udara dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan dan air. Sehingga pajanan timbal terhadap manusia selain melalui pernapasan (Inhalasi) dapat pula masuk melalui oral (Ingesti). Buangan limbah industri merupakan sumber utama pencemaran oleh Pb di badan air atau perairan laut dan muara (Achmadi, 2013). Timbal yang masuk ke dalam terdapat dalam berbagai macam bentuk. Diantaranya adalah air buangan limbah dari industri yang berkaitan dengan timbal (industri baterai, cat, elektronik, pipa dan lain-lain), limbah dari aktivitas pertambangan dan bahan bakar yang mengandung timbal. Buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan yang kemudian akan dibawa menuju lautan (Mulyawan, 2005) 3. Baku Mutu Timbal (Pb) a. Lingkungan Menurut Kementrian Lingkungan Hidup baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Adapun baku mutu yang ditetapkan untuk air laut di bagi menjadi tiga bagian yaitu, baku mutu untuk perairan pelabuhan, baku mutu untuk wisata bahari dan baku mutu untuk biota laut.
23
Berikut ini baku mutu kadar logam terlarut yang diperbolehkan untuk biota laut yaitu : Tabel 2.1 Baku Mutu Kadar Logam Terlarut yang diperbolehkan di Air Laut Untuk Biota Laut No
Parameter Logam
Satuan
Baku Mutu
1
Timbal (Pb)
Mg/l
0,008
2
Raksa (Hg)
Mg/l
0,001
3
Arsen (As)
Mg/l
0,012
4
Kadmium (Cd)
Mg/l
0,001
5
Tembaga (Cu)
Mg/l
0,008
6
Kromium Heksavalen (Cr (VI))
Mg/l
0,005
7
Seng (Zn)
Mg/l
0,05
8
Nikel (Ni)
Mg/l
0,05
Sumber: Kepmen LH (2004)
Dari tabel di atas dapat diketahui baku mutu air laut untuk biota laut hanya memperbolehkan kadar Timbal (Pb) sebesar 0,008 Mg/l. Hal ini berarti kadar Timbal (Pb) yang di perbolehkan ada pada biota laut seperti ikan, plankton, udang dan termasuk juga kerang-kerangan sebesar 0,008, dan apabila nilai tersebut sudah dilampaui maka air laut tersebut dapat dikatakan sudah tidak sehat atau tidak baik lagi untuk keberlangsungan hidup biota laut. Sehingga dapat dikatakan jika biota (hewan laut) yang tinggal dalam air tercemar oleh timbal yang melebihi nilai batas ambang kadar Pb dalam air laut, maka biota tersebut sudah tidak sehat atau tidak baik lagi untuk dikonsumsi.
24
b. Bahan Pangan SNI (Standar Nasional Indonesia) mengeluarkan batas maksimum logam berat, khususnya logam Timbal (Pb) yang diperbolehkan ada pada bahan pangan yang ada di Indonesia, Bahan pangan tersebut salah satunya adalah kerang-kerangan moluska dan teripang dengan kadar yang diperbolehkan sebesar 1,5 mg/kg (SNI, 2009). Sejalan dengan SNI, Kepala Badan POM RI mengeluarkan peraturan nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 mengenai penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan, dengan batas maksimum cemaran Pb dalam kerang adalah 1,5 mg/kg (BPOM RI, 2009).
Sedangkan menurut WHO (1989), batas
maksimum kandungan logam timbal (Pb) dalam tubuh biota laut yang masih cukup aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 µg per minggu (WHO, 1984). 4. Toksisitas dan Dampak Kesehatan Timbal (Pb) Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat toksis terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengonsumsi makanan, minuman atau melalui inhalasi udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata dan lewat parenteral. Toksisitas timbal bersifat akut dan kronis, logam timbal (Pb) lebih bersifat toksik pada anak-anak. Toksisitas akut timbal menimbulkan gangguan gastroinstestinal, seperti kram perut, kolik dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah dan sakit perut yang
25
hebat. Timbal bersifat akumulatif, berikut ini mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya (Widiowati dkk., 2008). a.
Sistem Haemopoietik : dimana Pb menghambat sistem pembentukan Hemoglobin (Hb) sehingga dapat menyebabkan anemia.
b.
Sistem saraf : dimana Pb bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar dan delirium.
c.
Sistem urinaria : dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.
d.
Sistem gastro-intenstinal : dimana Pb menyebabkan kolik dan konstipasi.
e.
Sistem kardiovaskular : dimana Pb bisa menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah.
f.
Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap Pb. Ibu hamil yang terkontaminasi Pb bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.
g.
Sistem endokrin : dimana Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal
h.
Besifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
26
Pemaparan Pb dalam konsentrasi besar dapat menyebabkan keracunan Pb yang di tandai dengan Anemia dan gangguan pada sistem peredaran darah, kerusakan ginjal, kerusakan saraf, kelumpuhan parsial dan kerusakan otak. Gejala dari keracunan Pb adalah timbulnya rasa sakit di usus besar pada bagian perut, muntah-muntah dan kehilangan berat badan. Sedangkan pemaparan timbal dalam konsentrasi ringan dapat menyebabkan kerusakan otak yang ditandai dengan penurunan daya konsentrasi, kesulitan dalam belajar dan penurunan kapasitas intelektual (Yassi dkk, 2001). Target utama untuk toksisitas timbal adalah sistem saraf, baik pada orang dewasa dan anak-anak. Paparan timbal juga dapat menyebabkan kelemahan dalam jari, pergelangan tangan, atau mata kaki. Paparan timbal juga menyebabkan peningkatan kecil dalam tekanan darah, terutama pada orang setengah baya dan lebih tua. Paparan timbal juga dapat menyebabkan anemia. Pada paparan tingkat tinggi, paparan timbal dapat sangat merusak otak dan ginjal pada orang dewasa atau anak-anak dan akhirnya dapat menyebabkan kematian (ATSDR, 2007). 5. Bioakumulasi Timbal (Pb) Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana substansi kimia mempengaruhi makhluk hidup, ditandai dengan peningkatan konsentrasi bahan kimia didalam tubuh organisme, dibandingkan dengan konsentrasi bahan kimia itu di lingkungan. Karena penyerapan bahan kimia ini lebih cepat daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme, maka bahan-
27
bahan kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh. Bioakumulasi merupakan peningkatan konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan dari lingkungan ke organisme pertama pada rantai makanan. Berikut ini tahap-tahap dalam proses bioakumulasi (Puspitasari, 2007) : a.
Pengambilan (Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui pernafasan atau adsorbsi melalui kulit, pada hewan laut biasanya dapat melalui insang atau organ pernafasan dan pencernaan).
b.
Penyimpanan (Storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di dalam tubuh organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar bahan tersebut di lingkungan (air atau udara) maka proses bioakumulasi telah terjadi.
c.
Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana, dapat dilakukan dengan proses biologik disebut metabolisme.
C. Jalur Pemaparan Zat Kimia ke Manusia Zat kimia dapat menyebabkan kerusakan pada manusia dan makhluk hidup lainnya melalui berbagai jenis cara, salah satunya adalah melalui jalur pemaparan. Jalur pemaparan adalah alur atau rute masuknya zat kimia ke dalam tubuh. Jalur pemaparan ada berbagai jenis, pemaparan zat kimia itu sendiri dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia. Terdapat tiga jalur pokok pemaparan, yaitu sebagai berikut. (WHO, 2005).
28
1. Jalur Pemaparan Dermal Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat, tetapi beruntungnya kulit merupakan barier yang efektif terhadap berbagai jenis zat kimia. Jika zat kimia tidak dapat menembus kulit, toksisitasnya bergantung pada derajat absorpsi yang berlangsung. Semakin besar absorpsi, semakin besar kemungkinan zat tersebut untuk mengeluarkan efek toksiknya. Zat kimia lebih banyak diabsorpsi melalui kulit yang rusak atau tergores dari pada melalui kulit yang sehat atau utuh. Begitu menembus kulit maka zat kimia dapat masuk melalui aliran darah dan terbawa keseluruh bagian tubuh. Kemampuan suatu zat untuk menembus kulit bergantung pada dapat larut atau tidaknya zat tersebut di dalam lemak (fat soluble). Zat kimia yang dapat larut dalam lemak kemungkingan dapat menembus kulit lebih besar jika dibandingkan dengan zat yang larut dalam air. 2. Jalur Pemaparan Inhalasi Paru merupakan sumber pemaparan yang umum, tetapi tidak seperti kulit, paru bukan merupakan barier yang sangat protektif terhadap zat kimia. Jaringan paru yang sangat tipis memungkinkan aliran langsung bukan saja oksigen tetapi berbagai jenis zat kimia lain kedalam darah , selain kerusakan sistemik, zat kimia yang berhasil melewati permukaan paru juga dapat mencederai jaringan paru dan mengganggu fungsi vitalnya sebagai pemasok oksigen.
29
Jika tidak terbawa dalam udara, suatu zat kimia tidak dapat memasuki paru sehingga tidak menjadi toksik karena jalur inhalasi. Zat kimia dapat menjadi bawaan udara melalui dua cara, yaitu sebagai partikel yang sangat halus (debu, Pb dan Pm10) maupun sebagai gas atau uap (SOx, dan NOx). 3. Jalur Pemaparan Ingesti Ingesti merupakan jalur utama masuknya senyawa yang terkandung dalam makanan atau minuman. Zat kimia yang ditelan masuk kedalam tubuh melalui absorpsi di saluran gastroinstestinal. Jika tidak diabsorpsi, zat kimia tidak dapat menimbulkan kerusakan yang sistemik. Absorpsi zat kimia dapat berlangsung sepanjang saluran pencernaan, dari mulut sampai rectum, tetapi lokasi utama terjadinya absorpsi adalah usus halus, karena fungsi utama usus adalah mengabsorpsi zat gizi. D. Pangan 1. Definisi Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman (UU No 18, 2012).
30
Pangan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Permasalahan kesehatan yang timbul dapat diakibatkan oleh buruknya kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi, karena pada hakikatnya pangan atau makanan adalah sumber energi agar tetap dapat bertahan hidup dan bukan menjadikan pangan atau makanan sebagai masalah kesehatan. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting guna menjaga agar makanan berfungsi sesuai dengan hakikatnya (Soemirat, 2011). 2.
Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease) Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease) adalah suatu gejala
penyakit yang terjadi akibat mengonsumsi makanan yang mengandung mikroorganisme atau toksin yang berasal dari tumbuhan, bahan kimia, kuman maupun binatang. Definisi lain menyebutkan food borne disease adalah peristiwa yang ditandai dengan adanya orang yang mengalami kesakitan akibat mengonsumsi suatu bahan makanan. Gejala penyakit bawaan makanan berkisar mulai dari ringan sampai parah dan organ yang diserang dapat mencakup lambung, usus, hati, ginjal dan otak serta sistem saraf (Mckenzie et al., 2006). Penyakit bawaan makanan biasanya bersifat toksik maupun infeksius, dapat disebabkan oleh agent penyakit yang masuk kedalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. Penyakit bawaan makanan mencakup lingkup penyakit yang diakibatkan oleh agent kimia maupun biologis, penyakit bawaan makanan menjadi salah satu
31
permasalahan kesehatan masyarakat yang sering terjadi dan sering menyerang banyak korban (WHO, 2000). E. Kerang Hijau 1. Taksonomi dan Definisi Kerang Hijau Kerang hijau adalah salah satu jenis kerang, termasuk golongan binatang lunak (Mollusca), bercangkang dua (Bivalve), Insang berlapis-lapis (Lamellibrachia), berkaki kapak (Pelecypoda) dan hidup dilaut dengan cara menempel pada substrat yang keras menggunakan byssus (Asikin, 1982). Sedangkan kerang hijau diklasifikasikan sebagai berikut (Vakily, 1989): 1
Filum : Moluska
5
Famili : Mytilidae
2
Kelas : Bivalva
6
Genus : Perna
3
Subkelas: Lamellibranchia
7
Spesies: Perna viridis L.
4
Ordo : Anisomyria
Gambar 2.1 Kerang Hijau
32
Secara morfologi, anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang tipis, keduanya simetris dan umbonya melengkung ke depan. Persendiannya halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil. Perna dicirikan dengan bentuk yang agak pipih, cangkang padat, dan mempunyai umbo pada tepi vertikal. Tipe alur cangkangnya konsentrik, bersinar, berwarna hijau dan kadangkadang tepinya berwarna kebiruan. Kedua cangkangnya berukuran sama meskipun salah satu cangkang agak sedikit lebih cembung daripada yang lainnya (Agustine, 2008). 2. Habitat dan Distribusi Habitat alami untuk genus Perna adalah perairan pesisir dan sublittoral yang kaya plankton dan bahan organik serta memiliki sedimen tersuspensi dengan rendah, karena kemampuan untuk beradaptasi yang tinggi dengan berbagai kondisi lingkungan yang berbeda-beda, genus Perna ditemukan baik di muara payau dan di laut terbuka. Dalam penyebarannya, kerang hijau dapat ditemukan di hampir seluruh benua Asia, karena hewan tersebut termasuk spesies spesifik Benua tersebut. Kerang hijau dapat ditemukan di sepanjang wilayah Indo – Pasifik, kemudian ke bagian utara hingga Hongkong, Cina, Selatan Jepang, perairan India, Semenanjung Malaysia, Singapura, Laut Cina Selatan, Thailand, Philipina, Indonesia sampai New Guinea (Vakily, 1989). Kerang hijau umumnya hidup menempel pada dasar (substrat) yang keras seperti kayu, bambu, batu, bangunan beton dan lumpur keras dengan bantuan byssus (serabut penempel). Kerang hijau dapat hidup subur di muara-
33
muara sungai dan hutan-hutan bakau di Indonesia dengan kondisi dasar perairan lumpur berpasir, pergerakan air dan cahaya cukup serta kadar garam tidak terlalu tinggi (Agustine, 2008). Kondisi perairan yang cocok untuk kehidupan kerang hijau adalah perairan dekat estuaria yang subur dan pantai dengan dasar berlumpur. Habitat atau karakteristik perairan yang sesuai bagi kerang hijau memiliki kisaran suhu antara 27-37 °C, salinitas 27-34 permil , pH 6-8, kecerahan air laut antara 3,5- 4,0 m dan kedalaman antara 10 m sampai 20 m. Menurut hasil penelitian Lembaga Oceanologi Nasional, kerang hijau sangat potensial di perairanperairan pantai Utara Jawa. Hal ini erat hubungannya dengan banyaknya sungai yang bermuara disana (Asikin, 1982). 3. Perilaku Makan Kerang hijau merupakan hewan yang memiliki bulu atau cilia berlendir yang digunakan untuk menyaring makanan. Kerang hijau juga memiliki 4 baris insang yang berfungsi baik sebagai organ pernapasan dan alat filtermakan (Vakily, 1989). Berdasarkan cara memperoleh makanannya, moluska bivalvia digolongkan dalam kelompok filter feeder. Apabila makanan diperoleh dengan menyaring fitoplankton dari perairan yang ditempati, maka disebut sebagai suspension feeder. Apabila makanan atau bahan organik diambil dari substratum tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit feeder (Setyobudiandi, 2000 dalam (Apriadi, 2005)).
34
4. Kerang Hijau dan Pencemaran Kerang hijau merupakan salah satu indikator pencemaran logam yang terjadi di suatu perairan. Hal tersebut dikarenakan kerang hijau memiliki kemampuan absorbsi logam yang baik jika dibandingkan dengan biota laut yang lainnya karena habitat hidupnya yang menetap di suatu tempat dalam jangka waktu lama dan cara kerang mendapatkan makan yaitu dengan cara menyaring zat organik yang ada di laut. Selain itu kerang hijau juga mempunyai daya toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa jenis kerang-kerangan merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran lingkungan (Hutagaol, 2012). Menurut Riani (2012), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bioakumulasi logam timbal pada kerang hijau atau biota laut lainnya. Faktor tersebut diantaranya adalah jenis dan sifat logam, jenis biota dan cara makan, serta kondisi lingkungan di sekitar kerang hijau atau biota tersebut hidup seperti suhu, pH, kesadahan dan salinitas (Riani, 2012). Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang yang memiliki umur hidup dan ukuran yang berbeda. Artinya semakin lama umur hidup atau semakin besar ukuran kerang hijau akan semakin tinggi konsentrasi logam timbal yang terkandung di dalamnya (Cordova, 2011).
35
5. Penelitian Mengenai Kadar Logam Timbal (Pb) Pada Kerang Hijau Sebelumnya telah banyak penelitian terkait dengan pengukuran kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang dilakukan di perairan Teluk Jakarta. Berikut dibawah ini adalah hasil dari penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan dari tahun ke tahun, sehingga akan didapatkan gambaran bagaimana konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau dari tahun ke tahun : Tabel 2.2 Penelitian Terkait Kadar Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau No
Peneliti
Hasil Penelitian
Tahun
Kadar Pb pada Kerang Hijau 1
Nurjanah dkk
7,40 – 7,75 (µg/gr)
1999
2
Mulyawan, I
4,43-31,68 (mg/kg)
2005
3
Apriadi, D
12,13 – 47,813 (mg/l)
2005
4
Cordova, R, dkk
17,13 – 41,94 (µg/gr)
2011
5
Hutagaol, S
41,38 – 43,02 (mg/l)
2012
Dari tabel 2.2 dapat dilihat hasil dari penelitian sebelumnya, terkait dengan pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau yang ada di perairan Teluk Jakarta. Hasil penelitian tersebut manyatakan bahwa pencemaran logam timbal pada kerang hijau sudah terjadi dari tahun tahun sebelumnya dan konsentrasinya cenderung meningkat.
36
F. Perilaku 1. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan perilaku disebut determinan. Selanjutnya Lawrence Green
menganalisis, bahwa faktor
perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama (Green, 2005), yaitu: a.
Faktor-faktor predisposisi (disposing factors) Faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Dari hasil penelitian Wandasari (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku konsumsi di dalam keluarga dengan nilai (p < 0,05) dengan r sebesar 0,849 (Wandasari, 2014). Selain pengetahuan terdapat pula hubungan antara sikap dengan pola makan dengan nilai p value = 0,001 (Suci, 2011).
b.
Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan tersebut, contoh faktor pemungkin salah satunya adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku tersebut.
37
c.
Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contohnya faktor penguat salah satunya adalah sikap dan perilaku dari keluarga dan tokoh masyarakat. Dari teori Green di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang
atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,tradisi dan lain-lain, yang berasal dari dalam diri orang yang bersangkutan. Disamping itu ketersedian fasilitas, status ekonomi, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat juga mendukung dan memperkuat terbentuknya suatu perilaku (Mubarak, 2007). a. Cara Merubah Perilaku Menurut Mubarak (2007), perilaku seseorang dapat dirubah diantaranya dengan cara sebagai berikut : 1. Kesungguhan, manusia merupakan individu yang mempunyai sikap, kepribadian dan latar bekang sosial ekonomi yang berbeda, maka perlu kesungguhan dari berbagai komponen masyarakat untuk ikut andil dalam mengubahperilaku.
38
2. Diawali dari lingkungan keluarga, peran orangtua sangat membantu untuk menjelaskan serta memberikan contoh mengenai apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. 3. Pemberian penyuluhan, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan norma sosial budaya yang dianut. b. Perilaku Makan Perilaku makan adalah cara seseorang berpikir, pengetahuan dan berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan itu dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika keadaan itu terus menerus berulang makatindakan tersebut akan menjadi kebiasaan makan (Khumaidi dalam (Tarigan, 2012)). Perilaku makan atau perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai sumber kebutuhan bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik atau perilaku terhadap suatu makanan serta unsur-ubsur yang terkandung di dalamnya, pengolahan makanan dan sebagainya. Kebiasaan makan adalah cara-cara individu dan kelompok memilih, mengonsumsi, menggunakan makanan-makanan yang tersedia didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya tempat mereka tinggal. Kebiasaan makan dipegaruhi oleh dua faktor diantaranyafaktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan rohani dan
39
penilaian terhadap makanan itu sendiri. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, sosial, ekonomi, budaya dan agama (Khumaidi dalam (Tarigan, 2012)). 2. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melalui proses penginderaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh H. L. Bloom, menurutnya pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb). Dengan sendirinya, saat penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan juga di pengaruhi oleh hasil penginderaan manusia terhadap objek tertentu yang dipengaruhi intensitas, terutama dipengaruhi oleh indera pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Menurut Rogers (1974) sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2007) :
40
1)
Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2)
Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
3)
Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4)
Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5)
Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Menurut Bloom pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2010) : 1)
Tahu (know) Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat memori yang sebelumnya
telah diamati. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan - pertanyaan. Ketidaktahuan masyarakat tentang kondisi kerang yang tercemar dapat diketahui dengan melihat apakah masyarakat masih mengkonsumsi kerang yang telah tercemar logam timbal dan jawaban mereka ketika ditanya mengenai tercemarnya kerang hijau yang mereka konsumsi.
41
2)
Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar objek yang diketahui tersebut. Seseorang dinyatakan telah memahami pencemaran oleh logam timbal apabila dapat menjelaskan secara lengkap meliputi sumber pencemaran dan efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan jika terus mengonsumsi. 3)
Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek dapat
mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut pada situasi lain. Seseorang anggota masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori dengan memperhatikan dan tidak mengkonsumsi kerang hijau yang telah tercemar logam timbal. 4)
Analisis (analysis) Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah jika orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Kemampuan masyarakat dalam menganalisis keberadaan logam timbal pada kerang hijau yang mereka konsumsi, kerugian dan akibat jika mengkonsumsinya.
42
5)
Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain seseorang mampu menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada. Seseorang pada tingkatan ini diharapkan mampu menghubungkan teori tentang sumber pencemaran logam timbal pada kerang hijau dan kerugian bagi kesehatan jika mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal. 6)
Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam tingkat ini seseorang dapat melakukan penilaian terhadap keberadaan logam timbal dalam kerang hijau kemudian tidak mengkonsumsinya b. Cara Menilai Pengetahuan Cara untuk mengukur pengetahuan seseorang dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaanpertanyaan tertulis atau angket dan kuesioner. Indikator pengetahuan kesehatan seseorang adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase kelompok responden tentang variabelvariabel atau komponen-komponen kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
43
Dalam hal ini pengukuran pengetahuan menggunakan kuesioner, dengan penilaiannya menggunakan skor. Setiap jawaban benar dari item pertanyaan pengetahuan diberikan skor 1 dan bila salah diberi skor 0. Sehingga setiap pedagang yang tahu mempunyai total skor pengetahuan, kemudian dilakukan perhitungan proporsi jawaban benar yang dinyatakan dalam persentase (%). Kriteria pengetahuan menurut (Widjaya, 2013) dengan kategori sebagai berikut: 1)
Tinggi : Jika nilai lebih besar dari pada mean atau median
2)
Rendah : Jika nilai lebih rendah dari pada mean atau median
3. Sikap a. Definisi Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakukan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Notoadmodjo (2010), sikap juga merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb. Menurut Zuriah (2003), sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.
44
Sedangkan sikap positif adalah kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan objek tertentu. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, yakni sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap kesehatan terkait makanan sehat dapat dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu terhadap promosi-promosi terutama mengenai makanan yang sehat. b. Menanggapi atau merespon (responding) Menanggapi yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu usaha untuk mengerjakan tugas yang diberikan atau menjawab pertanyaan. Misalnya sikap seseorang menyikap dan menanggapi tentang pencemaran oleh logam timbal pada kerang hijau. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai. d. Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
45
b. Cara Menilai Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” dan “tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai objek tertentu. Menurut Lickert penilaian pendapat terbagi mejadi 5 kategori: (5) bila sangat setuju; (4) bila setuju; (3) bila biasa saja; (2) bila tidak setuju; (1) bila sangat tidak setuju. (Notoatmodjo, 2010). G. Gambaran Teluk Jakarta 1. Lokasi dan Kualitas Perairan Teluk Jakarta terletak pada 06000’40” LS dan 05054’40”LS serta 106040’45”BT dan 107001’19”BT. Teluk Jakarta adalah teluk yang berada di perairan laut Jawa yang terletak di sebelah Utara Provinsi DKI Jakarta Topografi Teluk Jakarta umunya didominasi oleh lumpur, pasir dan krikil. Lumpur banyak terdapat di bagian pinggir dan tengah teluk, sedangkan pasir semakin menonjol di bagian laut lepas. Menurut data BPLHD dan KP2L Provinsi DKI Jakarta kondisi fisik perairan Teluk Jakarta sebagai berikut (BPLHD, 2013):
46
a.
Kedalaman Teluk Jakarta berkisar dari 4,00 – 29,0 meter.
b.
Kemiringan dasar lautnya ke arah utara, artinya makin ke utara makin dalam.
c.
Kedalaman di muara berkisar 0,50 – 3,00 meter.
d.
Pada daerah pesisir dalam waktu 24 jam terjadi satu kali pasang tertinggi dan satu kali surut rendah.
e.
Pada musim kemarau perbedaan pasang surut sekitar 1,2 meter dan besaran diurnal pada mulut Teluk Jakarta 3,8 meter di Tanjung Pasir besaran diurnalnya 2,6 meter sedangkan di Kepulauan Seribu adalah 4,2 meter.
f.
Kecepatan arus berkisar antara 0,20 – 1,20 m/detik dengan arah barat (3320) sampai dengan tenggara (1440).
g.
Umumnya tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara 0,1 – 1 meter, dengan periode 1 sampai 8 detik dan memiliki panjang gelombang 1 – 21 meter.
h.
Suhu di perairan laut berkisar antara 27,90 – 28,870C.
i.
Salinitas perairan laut berkisar antara 31,50 – 32,590/00 Teluk Jakarta membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga
Tanjung Kerawang di bagian Timur dan merupakan muara dari 13 sungai yang berada di kota Jakarta. Sungai tersebut diantaranya adalah sungai Cisadane di bagian Barat, sungai Ciliwung di bagian tengah dan sungai Citarum serta sungai Bekasi yang berada dibagian Timur (BPLHD, 2013).
47
Pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta umumnya diakibatkan oleh pembuangan industri kertas, minyak goreng dan industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda (Widiowati et al., 2008). 2. Kondisi Pemukiman Kali Adem, Muara Angke Jakarta Muara Angke terletak pada 6°6′21″LS,106°46′29.8″BT adalah pelabuhan kapal ikan atau nelayan di Jakarta. Ditandai
dengan
dioperasikannya penunjang kebutuhan nelayan seperti pelelangan ikan (struktur dan fasilitasnya). Secara administratif pemerintahan, Muara Angke terletak di Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Meski dikenal banyak oleh orang Jakarta bahwa Muara Angke sebagai kampung nelayan, tempat pelelangan dan pelabuhan ikan serta tempat makan ikan bakar. Namun sebenarnya Muara Angke menyimpan potensi lain. Kali Adem merupakan salah satu pemukiman kampung nelayan yang berada disekitar kawasan Muara Angke Jakarta Utara. Perkampungan ini dihuni oleh beberapa nelayan kerang sehingga mayoritas mata pencaharian penduduk disana adalah budidaya kerang hijau dipesisir wilayah perairan Teluk Jakarta. H. Paradigma Kesehatan Lingkungan Paradigma kesehatan lingkungan menggambarkan tentang hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Patogenesis suatu penyakit dalam perspektif atau paradigma kesehatan lingkungan dapat dijelaskan melalui teori berikut ini:
48
Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan Teori Simpul Perilaku Pajanan
Media Transmisi Sumber -
-
Alamiah Kegiatan Manusia
Udara Tanah Air Pangan Vektor Manusia
-
Perilaku Pengetahua n Pendidika Status Gizi Kepadatan Ekonomi Budaya
Dampak
-
Sakit Sehat
Variabel Supra Sistem
Sumber : Achmadi 2013 Dengan mengacu kepada gambar diatas, patogenesis atau kejadian suatu penyakit berbasis lingkungan dapat diuraikan kedalam 5 simpul. Simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 disebut dengan media transmisi, simpul 3 disebut dengan perilaku pemajanan, simpul 4 disebut dengan kejadian sehat sakit dan yang terakhir simpul 5 variabel supra sistem, atau variabel yang dapat berpengaruh terhadap ke empat simpul tersebut (Achmadi, 2013). Untuk lebih jelasnya berikut ini uraian masing-masing simpul tersebut.
49
1. Simpul 1 Sumber Penyakit Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan atau mengadakan agen penyakit serta mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan). Agen penyakit juga dapat bertambah setiap hari, baik berupa sintesis atau senyawa baru dalam bentuk bahan kimia toksik maupun mikroorganisme baru berupa virus yang bermutasi. Sumber penyakit dapat dikelompokan menjadi dua yaitu sumber penyakit alamiah seperti gunung merapi yang mengeluarkan gas beracun, dan proses pembusukan yang terjadi secara alamiah. Kedua adalah hasil kegiatan manusia, seperti pencemaran oleh industri, rumah tangga dll, termasuk juga bahan makanan yang tercemar (Achmadi, 2013). Dalam kasus ini sumber penyakit dapat berupa kerang hijau yang kadar pencemaran timbalnya sudah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan. 2. Simpul 2 Media Transmisi Penyakit Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya hanya ada lima media lingkungan yang lazim disebut sebagai media transmisi penyakit, yaitu:
50
a.
Udara ambient,
b.
Air, baik untuk konsumsi maupun keperluan lainnya
c.
Pangan atau makanan
d.
Binatang atau vektor
e.
Manusia melalui kontak langsung dengan manusia Media transmisi tidak akan memiliki potensial penyakit kalau
didalamnya tidak mengandung agen penyakit. Penyakit tidak menular pada hakikatnya juga dapat dipindahkan melalui perantara media transmisi terkecuali vektor. Agen penyakit tidak menular seperti bahan kimia toksik yang berasal dari sebuah sumber seperti, limbah buangan industri, knalpot atau hasil buangan transportasi dan lain-lain dapat terbawa melalui media air, pangan atau udara (Achmadi, 2013). Dalam kasus ini media transmisi penyakit dapat berupa air laut yang tercemar limbah industri, transportasi dan pencemaran sungai serta kerang hijau yang dijual untuk konsumsi masyarakat. 3. Simpul 3 Perilaku Pemajanan Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungannya yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit). Jumlah kontak pada setiap orang akan berbeda satu dengan yang lainnya tergantung kepada perilaku orang tersebut (Achmadi, 2013). Contoh pada kasus ini adalah kadar Pb di dalam tubuh seseorang berbeda-beda tergantung kepada berapa banyak orang tersebut mengonsumsi makanan yang
51
berpotensi tercemar logam Pb di dalamnya. Apabila kesulitan mengukur besaran agen penyakit, maka dapat juga mengetahui dengan cara tidak langsung yang disebut sebagai biomarker atau tanda biologi, contohnya adalah kadar Pb didalam darah atau urine. 4. Simpul 4 Kejadian Penyakit Kejadian penyakit merupakan outcame hubungan interaktif antara penduduk atau masyarakat dengan lingkungan yang membawa potensi bahaya gangguan kesehatan (agen penyakit). Manifestasi dampak akibat hubungan antara penduduk atau masyarakat dengan lingkungan menghasilkan penyakit pada penduduk atau masyarakat. Terdapat tiga tingkatan atau gradasi penderita penyakit yakni akut, subklinik dan penderita penyakit kategori samar atau subtle (Achmadi, 2013). Kelompok penderita penyakit akut pada umumnya memiliki gejala penyakit yang jelas dan spesifik. Pada umumnya kategori akut ditangani atau dirawat di rumah sakit. Sedangkan tipe yang kedua memiliki gejala tidak khas atau tidak jelas, namun dengan pemeriksaan tambahan dapat diketahui atau dikenali kelompok tersebut menderita penyakit atau tidak. Tipe ketiga adalah kelompok subtle atau samar yaitu tidak memiliki gejala baik secara klinis maupun laboratorium. Tipe terakhir adalah kelompok masyarakat sehat yang harus dilindungi agar terhindar dari ancaman agen penyakit. Dalam kasus ini kejadian penyakit dapat berupa kejadian penyakit kronis. Penyakit ini muncul dikemudian hari akibat dari paparan logam Pb
52
secara terus menerus dari mengonsumsi kerang hijau yang memiliki kadar Pb melebihi nilai ambang batas secara terus menerus. 5. Simpul 5 Variabel Supra Sistem Kejadian penyakit itu sendiri dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni variabel supra sistem. Termasuk didalamnya adalah variabel iklim, topografi dan keputusan atau kebijakan yang diambil atau dibuat. Sehingga dapat mempengaruhi setiap simpul yang mempengaruhi kejadian penyakit (Achmadi, 2013). Dalam kasus ini variabel supra sistem dapat berupa nilai ambang batas kadar Pb yang diperbolehkan baik di air laut ataupun di dalam bahan pangan yang di tetapkan oleh pemerintah atau standar lain yang dapat digunakan serta diakui oleh masyarakat.
53
I. Kerangka Teori Teori L. Green (Green, 2005)
Teori Simpul (Achmadi, 2013) Simpul 1 Sumber Pencemar Logam Timbal (Pb)
- Limbah Industri - Limbah Domestik
Faktor Predisposisi -
Pengetahuan Sikap Keyakinan Nilai dan Tradisi
- Limbah Transportasi - Limbah Pertanian
Simpul 2 Media Transmisi Pencemaran Logam Timbal (Pb) Di Air Laut
Faktor Enabling - Sarana dan Fasilitas - Akses Terhadap Kerang - Status Ekonomi
Faktor Reinforcing - Dukungan Keluarga - Tokoh Masyarakat
Simpul 3
Simpul 2 Media Transmisi
Perilaku Mengonsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Pb
Pencemaran Logam Timbal (Pb) Di Biota Laut (Kerang Hijau)
Simpul 4
Foodborn diseses atau gangguan efek kesehatan Gambar 2.3 Kerangka Teori Modifikasi Sumber : L. Green 2005 ; Achmadi, 2013, dan Mckenzie dkk 2006
54
Menurut Mckenzie (2006) penyakit bawaan makanan (foodborne disease) adalah penyakit yang disebabkan karena mengonsumsi makanan yang tercemar. Contoh pencemaran makanan adalah pencemaran oleh logam, salah satu nya adalah timbal (Pb). Menurut teori simpul, kejadian suatu penyakit adalah hasil hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Pada simpul 1 menjelaskan mengenai sumber pencemaran timbal (Pb) yang menjadi agent penyakit, yang dapat berasal dari limbah industri, domestik, transportasi dll, kemudian simpul yang ke 2 merupakan media transmisi, dalam hal ini adalah air laut dan biota laut yaitu kerang hijau. Selanjutnya simpul yang ke 3 adalah perilaku pemajanan yang dalam hal ini adalah perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam Timbal (Pb). Terakhir simpul ke 4 adalah kejadian sehat sakit, dalam hal ini adalah foodborne disease. Perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam Timbal (Pb) menurut Green dalam Notoadmojo (2010) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor predisposisi, enabling dan reinforcing. Hasil uraian terkait simpul dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku makan tersebut, maka dapat dibentuk suatu kerangka teori seperti yang digambarkan oleh gambar 2.3.
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori pada BAB II, diketahui bahwa interaksi antara lingkungan yang membawa bahaya patogen dengan perilaku manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Dalam penelitian ini bahaya di lingkungan adalah pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis), sedangkan interaksi terhadap manusia adalah perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam (Pb). Pada penelitian ini difokuskan untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta. Variabel-variabel lain yang tidak diteliti dikarenakan beberapa faktor, yaitu: a.
Variabel Sumber Pencemaran Variabel ini adalah salah satu variabel yang tidak diteliti karena tidak
terdapatnya data terkait dengan dari mana saja sumber pencemaran logam timbal (Pb) berasal. Baik dari sektor industri, sektor pertanian, sektor domestik dan sektor transportasi. Akan tetapi persentase sumber pencemar didapatkan melalui data sekunder.
55
56
b.
Variabel pencemaran logam Timbal (Pb) di laut Variabel ini tidak diteliti dikarenakan variabel ini tidak bersinggungan
langsung terhadap masyarakat. Berbeda dengan variabel pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang langsung dikonsumsi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Variabel ini tidak diteliti karena masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta tidak menggunakan air laut untuk keperluan mandi, sehingga logam yang ada di laut tidak berpengaruh langsung terhadap masyarakat yang ada di Muara Angke Jakarta. c.
Variabel foodborne disease atau gangguan kesehatan Variabel ini tidak diteliti karena untuk mendapatkan efek kesehatan atau
foodborn disease dari logam timbal (Pb). Membutuhkan waktu yang lama karena efek kesehatan akibat logam timbal (Pb) sebagian besar bersifat kronik. d.
Variabel faktor enabling dan reinforcing Variabel faktor enabling dan reinfoceing ini tidak diteliti. Hal ini
berdasarkan dari hasil observasi pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta bahwa faktor enabling dan reinforcing bersifat homogen pada masyarakat tersebut. Faktor enabling terkait dengan sarana dan fasilitas, dalam hal ini terkait dengan kedekatan akses masyarakat Kali Adem dengan kelompok budidaya kerang hijau yang ada disana, jadi diasumsikan semua masyarakat di Kali Adem memiliki kemudahan akses atau memiliki fasilitas pendukung terhadap terjadinya perilaku konsumsi kerang hijau yang sama. Sedangkan variabel status ekonomi tidak diteliti karena mayoritas masyarakat di Kali Adem
57
Muara Angke Jakarta tergolong memiliki status ekonomi yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari pemukiman tempat meraka tinggal yang termasuk kedalam pemukiman kumuh yang terletak di kecamatan Penjaringan. Menurut data BPS DKI Jakarta, kecamatan Penjaringan memiliki jumlah rukun warga (RW) kumuh terbanyak jika dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di wilayah Jakarta Utara (BPS DKI, 2013) Sementara itu dukungan tokoh masyarakat tidak diteliti, karena mayoritas tokoh masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta adalah pemilik dari budidaya kerang hijau yang ada disana. Sedangkan dalam penelitian ini pemilik budidaya kerang hijau tidak termasuk kedalam sampel penelitian ini yang secara otomastis dikeluarkan dari kriteria sampel yang diambil. Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Independent Pengetahuan Masyarakat Tentang Kondisi Pencemaran Kerang Hijau oleh Logam Pb
Variabel Dependent
Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Pb (dalam mg/kg)
Sikap Masyarakat Tentang Kondisi Pencemaran Kerang Hijau oleh Logam Pb Gambar 3.1 Kerangka Konsep
58
B.
Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur
No
Variabel
1.
2.
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Perilaku konsumsi Frekuensi responden dalam mengonsumsi Wawan kerang hijau kerang hijau tercemar logam Pb yang berasal cara tercemar logam pb dari kegiatan budidaya dalam satu bulan terakhir. Sedangkan pencemaran logam Pb pada kerang hijau dibuktikan melalui hasil uji laboratorium dengan menggunakan metode destruksi basah dan alat ukur Automic Absorbtion Spectrometer (AAS)
Kuesioner
1.Sering = Jika responden mengonsumsi kerang hijau mengandung Pb ≥ nilai median konsumsi kerang responden
Ordinal
Pengetahuan responden tentang pencemaran kerang hijau oleh logam Pb
Kuesioner
Kemampuan responden dalam menjawab Wawan pertanyaan mengenai pencemaran logam Pb cara yang terjadi baik di air dan kerang hijau yang mereka konsumsi.
No.D1D4
2.Jarang = Jika responden mengonsumsi kerang hijau mengandung Pb < nilai median konsumsi kerang responden *distribusi data tidak normal
No. B1B13
1. Tinggi = Jika jawaban benar ≥ nilai median 2. Rendah = Jika jawaban benar < nilai median
Ordinal
*distribusi data tidak normal 3.
Sikap responden terkait pencemaran kerang hijau oleh logam Pb
Tanggapan emosional responden yang Wawan merupakan reaksi perasaan responden terhadap cara pencemaran logam Pb yang terjadi baik di air dan kerang hijau yang mereka konsumsi
Kuesioner No. C1C10
1.Positif = Jika setuju dengan pencemaran Ordinal logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau yang ada di Kali Adem Muara Angke Jakarta (≥ nilai median*) 2. Negatif = Jika tidak setuju dengan pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau yang ada di Kali Aadem Muara Angke Jakarta (< nilai median*) *distribusi data tidak normal
59
C. Hipotesis Penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut: 1.
Terdapat hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang pencemaran logam Pb pada kerang hijau terhadap perilaku mengonsumsi kerang hijau di lokasi budidaya kerang hijau muara angke Jakarta
2.
Terdapat hubungan antara sikap masyarakat tentang pencemaran logam Pb pada kerang hijau terhadap perilaku mengonsumsi kerang hijau di lokasi budidaya kerang hijau muara angke Jakarta
60
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Rancangan penelitian ini bersifat kuantitatif analitik dengan pendekatan cross sectional. Desain ini dianggap sesuai karena terkait dengan pemeriksaan logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang segera diperiksa ke Laboratorium terkait dengan kualitas sampel kerang hijau. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor independen (pengetahuan dan sikap) dan faktor dependen (perilaku mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal) yang diamati secara serentak pada periode waktu tertentu (Murti, 1997). B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini sudah dilakukan di Kali Adem Muara Angke Jakarta. Wilayah tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena wilayah tersebut merupakan tempat budidaya kerang hijau yang berada diperairan teluk Jakarta. Perairan teluk Jakarta merupakan perairan dengan kadar logam berat, termasuk Timbal (Pb) dalam konsentrasi yang tinggi. Selain pengambilan sampel kerang hijau di budidaya kerang, penelitian ini juga melakukan survei kepada penduduk yang tinggal disekitar tempat budidaya tersebut mengenai variabel-variabel penelitian. Selanjutnya analisis konsentrasi kadar Pb di dalam Kerang Hijau akan dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorbsed Spectrometer (AAS) yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN
61
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2015. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Masyarakat Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta Utara. Terdapat perbedaan pada sistem kependudukan, dimana di tempat ini tidak ada RT dan RW pada sistem kependudukan. Di tempat ini RT dan RW digantikan tempatnya oleh ketua kelompok, terdapat 10 kelompok nelayan yang tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta Utara. Kelompok yang memiliki profesi sebagai pembudidaya kerang hijau dan bekerja sebagai pengupas atau pengolah kerang hijau adalah kelompok 6 dan 7 dengan jumlah 220 kepala keluarga (KK). 2. Sampel Masyarakat Sampel merupakan sebagian objek yang termasuk kedalam populasi yang diteliti dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi untuk diteliti (Elfindri dkk, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta dan termasuk kedalam kelompok 6 dan 7, serta mengkonsumsi kerang hijau dari hasil budidaya sebagai lauk pauk sehari-hari.
62
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yakni : a)
Bersedia menjadi reponden
b)
Ibu rumah tangga
c)
Tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta dan termasuk kedalam kelompok 6 dan 7.
Adapun kriteria ekslusi dalam penelitian ini, yakni : a)
Ibu rumah tangga yang pernah mengonsumsi kerang hijau. Kerang hijau tersebut berasal dari salah satu pengepul budidaya kerang hijau di Kali Adem Muara Angke Jakarta.
b)
Bukan pemilik budidaya kerang hijau yang ada di Kali Adem Muara Angke Jakarta. Dalam penelitian ini, ibu rumah tangga dipilih sebagai responden
dikarenakan, ibu rumah tangga merupakan orang yang memiliki peran penting dalam menentukan perilaku konsumsi suatu keluarga. 3. Perhitungan Besar Sampel Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus (S. Lameshow, 1991)
𝑛=
{𝑍1−𝛼 √2𝑃̅(1 − 𝑃̅) + 𝑍1−𝛽 √𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2 (1 − 𝑃2)} 2
(𝑃1 − 𝑃2)2
2
63
Keterangan: N
=
Besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z1-α/2 =
Nilai Z pada derajat kepercayaan 95%
Z1-β
=
Nilai Z dari kekuatan uji 80%
P1
=
Proporsi nelayan yang memiliki perilaku konsumsi alkohol sering pada kelompok nelayan yang memiliki sikap negatif = 0,121 (Salakory, 2012)
P2
=
Proporsi nelayan yang memiliki perilaku konsumsi alkohol sering pada kelompok nelayan yang memiliki sikap positif = 0,328 (Salakory, 2012)
𝑃̅
=
𝐏𝟏+𝐏𝟐 𝟐
Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut : 2
𝑛=
{1,96 √2 (0,224)(1 − 0,224) + 0,84 √0,121 (1 − 0,121) + 0,328 (1 − 0,328)} (0,121 − 0,328)2 = 63
Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas, diketahui jumlah sampel sebanyak 63 responden. Angka tersebut dikalikan dua untuk mendapatkan jumlah sampel pada dua proporsi sehingga minimal sampel yang dibutuhkan adalah 126. Jumlah sampel yang didapat dari hasil perhitungan akan di tambah 20% untuk mengantisipasi sampel yang drop out atau terjadi kesalahan dalam pengambilan. Maka jumlah responden yang menjadi sampel yakni sebanyak 150 responden.
64
4. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple random sampling yaitu sampel diambil secara acak berdasarkan kepala keluarga (KK). Jumlah responden adalah ibu rumah tangga yang terpilih berdasarkan hasil random yang dilakukan dari seluruh KK yang termasuk kedalam frame sampling penelitian ini. 5. Populasi Kerang Hijau Populasi kerang hijau dalam penelitian ini adalah kerang yang ada di semua kelompok budidaya kerang hijau di Kali Adem Muara Angke. Kerang hijau tersebut berasal dari hasil budidaya di perairan Teluk Jakarta. Pada penelitian ini tidak memperhatikan aspek umur dan besar ukuran dari kerang hijau yang akan digunakn sebagai sampel penelitian. Jadi semua kerang hijau yang ada di kelompok budidaya termasuk kedalam populasi penelitian. 6. Sampel Kerang Hijau Sampel kerang hijau dalam penelitian ini adalah kerang hijau yang diambil secara acak dari semua tempat pengepulan kerang hijau yang ada di Kali Adem. Pada penelitian ini pemilihan sampel kerang hijau tidak mempertimbangkan umur dan ukuran dari kerang hijau yang ada di tempat budidaya. Jadi semua kerang yang ada di tempat budidaya termasuk kedalam kriteria sampel yang digunakan pada penelitian ini. Pengambilan sampel kerang hijau menggunakan cara composite yaitu dari setiap tempat pengepulan akan ditentukan sebanyak 4 titik lokasi pengambilan (plot)
65
sampel kerang, hal ini dilakukan agar sampel kerang hijau yang didapat bersifat representatif. Selanjutnya proses pemindahan sampel kerang hijau dari tempat pengepulan di lokasi budidaya Kali Adem Muara Angke Jakarta menuju ke laboratorium kesehatan lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan alat pendingin (coller). Alat pendingin digunakan untuk menjaga kualitas kerang hijau agar tidak berubah. D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi terkait pengetahuan dan sikap yang berhubungan dengan pencemaran pada kerang hijau oleh logam timbal (Pb). Serta perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam Timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta. Sedangkan untuk mengetahui kadar pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang ada di lokasi penelitian dilakukan melalui pengujian di laboratorium. 1. Sumber Data a. Data Primer Data primer dalam penelitian ini merupakan data pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi masyarakat yang tinggal disekitar tempat budidaya serta kadar timbal dalam kerang hijau. Pengetahuan dan sikap terkait dengan pencemaran logam berat timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka sering konsumsi. Data terkait pengetahuan dan sikap didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
66
Perilaku mengonsumsi kerang hijau tercemar logam Pb diketahui dengan cara menanyakan langsung frekuensi dan jumlah asupan kerang hijau yang mereka konsumsi dengan menggunakan alat bantu food model berupa sendok dan mangkuk. Kadar timbal yang terdapat pada kerang hijau dari lokasi penelitian, diketahui melalui hasil pemeriksaan laboratorium dengan alat bantu menggunakan alat Atomic Absorbsed Spectrometer (AAS). 2. Alur Pengumpulan Data : Pengumpulan data dilakukan dalam 3 tahapan yaitu, tahap pertama merupakan survei kepada masyarakat terkait pengetahuan dan sikap terhadap pencemaran logam berat timbal (Pb) pada kerang hijau yang dikonsumsi. Serta survey terkait perilaku konsumsi kerang hijau pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta dalam satu bulan terakhir. Tahap kedua merupakan pengambilan sampel kerang di pada tempat budidaya kerang hijau yang berada di Kali Adem Muara Angke. Tahap ketiga yaitu, pemeriksaan kadar logam berat timbal (Pb) untuk mengetahui kadar pencemaran timbal (Pb) pada kerang hijau. Berikut ini merupakan alur pengumpulan data: a. Peneliti mendatangi rumah responden yang telah terpilih menjadi sampel pada penelitian ini untuk dimintai kesediannya mengisi kuesioner penelitian. b. Setelah dimintai kesediannya, responden diminta mengisi kuesioner
yang
diberikan.
Dalam
pengisian
kuesioner,
67
responden selalu didampingi oleh peneliti untuk meminimalisir kesalahan dalam pengisian kuesioner. c. Setelah data terkait pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi kerang hijau di dapatkan, penelitian dilanjutkan dengan pengambilan sampel kerang hijau yang berasal dari Budidaya yang ada di lokasi penelitian d. Setelah mendapatkan sampel kerang hijau, kemudian sampel tersebut dianalisis di laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayattullah Jakarta. 3. Instrument Penelitian Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang sebelumnya sudah di uji validitas dan realibilitas. Kuesioner ini berisikan mengenai hal sebagai berikut. a. Pengetahuan Pertanyaan mengenai variabel pengetahuan terdapat pada no B1 – B13. Variabel pengetahuan dikatakan “tinggi” jika jawaban benar responden melebihi dari nilai mean atau median. Sedangkan pengetahuan dikatakan “rendah” jika jawaban benar responden tidak lebih besar dari nilai mean atau median. b. Sikap Pertanyaan mengenai variabel sikap terdapat pada no C1 – C10. Variabel sikap diukur menggunakan skala ukur Likert. Jawaban dari setiap pertanyaan sikap di instrument penelitian mempunyai gradasi dari yang sangat positif sampai sangat negatif.
68
Pada penelitian ini digunakan gradasi pengukuran dengan menggunakan: SS = “Sangat Setuju” ST = “Setuju” RR = “Ragu-Ragu” TS = “Tidak Setuju” STJ = “Sangat Tidak Setuju” Kemudian untuk keperluan analisis kuantitatif, setiap jawaban di beri skor masing masing. Yaitu: SS = “Sangat Setuju”, diberi skor = 5 ST = “Setuju”, diberi skor = 4 RR = “Ragu-Ragu”, diberi skor = 3 TS = “Tidak Setuju” diberi skor = 2 STJ = “Sangat Tidak Setuju” diberi skor = 1 Atau sebaliknya: STJ = “Sangat Tidak Setuju”, diberi skor = 5 TS = “Tidak Setuju”, diberi skor = 4 RR = “Ragu-Ragu”, diberi skor = 3 ST= “Setuju” diberi skor = 2 SS = “Sangat Setuju” diberi skor = 1 Variabel sikap dikatakan “positif” jika memiliki nilai skor yang didapatkan > 350, dan sikap dikatakan “negatif” jika nilai skor yang didapatkan < 350 (Skor max 750 dan Skor Min 150).
69
c. Perilaku Konsumsi Di dalam kuesioner ini pertanyaan mengenai variabel perilaku konsumsi terdapat pada no D1-D4. Untuk variabel perilaku konsumsi dikatakan “Tinggi” jika jawaban responden mengenai perilaku konsumsi kerang hijau lebih tinggi dari nilai median konsumsi kerang hijau masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Sedangkan dikatakan “rendah” jika jawaban responden lebih rendah dari nilai median konsumsi kerang hijau masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Pengukuran perilaku konsumsi menggunakan alat bantu. Alat bantu dalam penelitian ini adalah sendok makan yang sebelumnya sudah melalui proses penimbangan dan diisi dengan kerang hijau sehingga memudahkan responden dalam pengisian kuesioner. E. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kontaminasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang menjadi sampel. Metode yang digunakan pada pemeriksaan laboratorium dalam penelitian ini adalah destruksi basah. Teknik destruksi merupakan teknik yang digunakan untuk melarutkan logam-logam dalam jaringan hewan atau tumbuhan yang bersifat organik. Metode destruksi yang digunakan adalah metode destruksi basah sehingga waktu yang digunakan untuk preparasi sampel lebih cepat (EPA, 2007).
70
1. Alat a. AAS
h. Pipet volumetrik 5 ml
b. Neraca analitik
i. Aluminium foil
c. Pipet tetes
j. Kertas saring
d. Tissu
k. Gelas piala 250 ml
e. Digesti
l. Kaca arloji
f. Labu takar 50 ml
m. Gelas ukur 100 ml
g. Pipet volumetrik 10 ml
n. Oven
2. Bahan a. Kerang Hijau b. Asam nitrat (HNO3) 65 % p.a c. Hidrogen peroksida (H2O2) 50 % p.a d. Asam Sulfat (H2SO4) 98 % p.a e. Asam Perklorat (HClO4) 70 % p.a f. Aquadest g. (Pb (NO3)2) 3. Cara Kerja a. Destruksi Sampel Kerang Hijau Langkah-langkah destruksi sampel kerang hijau (EPA, 2007). a. Sampel kerang diambil bagian dagingnya. b. Di keringkan dalam oven dalam suhu 1050C selama 3 jam. c. Ditumbuk hingga halus. d. Timbang sampel sebanyak 1 gram dalam beaker glass. e. Kemudian diasamkan (lakukan di dalam lemari asam).
71
f. Tambahkan 8 ml HNO3 kemudian ditutup menggunakan kaca arloji, lalu panaskan di atas hot plate (dievaporasi) dan aduk hingga volume sampai 5 ml. g. Tambahkan 5 ml HClO4, dipanaskan di atas hot plate (dievaporasi) sampai asap putih hilang dan aduk hingga volume sampai 5 ml. h. Saring dengan kertas saring. i. Masukan ke dalam labu takar 50 ml, bilas dinding beaker glass dengan aquadest dan tambahkan aquadest hingga batas tera. j. Sampel siap diukur dengan AAS. 4. Prosedur Kerja AAS Pastikan bahwa alat AAS, auto sampler, FIMS, sumber arus EDL power dan komputer terangkai dengan baik dan semua kabel power terpasang dengan benar. a. Siapkan larutan standar, sampel kerang dalam labu ukur 50 ml bersama dengan larutan HNO3 65%, dan larutan standar Cd. b. Hidupkan blower. Buka kran gas N2 dan atur tekanan sesuai dengan besar tekanan yang direkomendasikan. c. Nyalakan air, kompresor dan jet set. d. Nyalakan AAS dan PC e. Menyalakan api selama beberpa saat (±30 menit warming up). f. Operasikan semua peralatan AAS. Setelah itu, hitung kadar Pb dengan persamaan garis regresi kurva kalibrasi menggunakan rumus
72
Kadar Pb (mg/gram) =
CxF B
Dimana: C
= Konsentrasi Pb, Cd, Hg dalam sampel dari pembacaan AAS (mg/L)
F
= Volume larutan uji (0,05L)
B
= Bobot sampel (gram)
5. Pembuatan Deret Standar Pembuatan Deret standar (Pb(NO3)2) : Pipet sebanyak 5 ml larutan induk (Pb(NO3)2) 1000 ppm, masukkan ke dalam labu takar 50 ml, lalu tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 100 ppm). Buat deret standar dengan konsentrasi (10, 5, 2, 1, 0,5, 0,1) ppm. a.
10 ppm : Pipet sebanyak 5 ml lar deret standar dengan konsentrasi 100 ppm,
lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 10 ppm). b. 5 ppm : Pipet sebanyak 25 ml lar deret standar dengan konsentrasi 10 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 5 ppm).
73
c. 2 ppm Pipet sebanyak 20 ml lar deret standar dengan konsentrasi 5 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 2 ppm). d. 1 ppm Pipet sebanyak 25 ml lar deret standar dengan konsentrasi 2 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 1 ppm). e. 0,5 ppm Pipet sebanyak 25 ml lar deret standar dengan konsentrasi 1 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,5 ppm). f. 0,1 ppm Pipet sebanyak 10 ml lar deret standar dengan konsentrasi 0,5 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,1 ppm). g. 0,05 ppm Pipet sebanyak 10 ml lar deret standar dengan konsentrasi 0,1 ppm, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan air suling hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,05 ppm).
74
F. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Setelah penghitungan kadar timbal (Pb) pada kerang hijau dan data survei masyarakat terkait pengetahuan, sikap, status ekonomi dan perilaku mengonsumsi kerang hijau tercemar logam Pb didapat, lalu diolah dengan tahapan berikut: a.
Pemeriksaan data
Dilakukan untuk melihat apakah data primer yang dikumpulkan pada instrumen penelitian atau kuesioner sudah benar dan tidak terjadi kesalahan dalam pengisian. Data yang diperiksa terkait dengan pengetahuan dan sikap responden terkait dengan pencemaran oleh logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi. Serta perilaku responden dalam mengonsumsi kerang hijau dalam kehidupan sehari-hari. b. Kode (Coding) Data yang sudah terkumpul dikelompokkan sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Pemberian kode pada setiap pertanyaan pada kuesioner sehingga mempermudah dalam pengecekan ulang dan entri data. c. Entri Data Entri data menggunakan software statistik yang ada pada program komputer. d. Cleaning Data Proses terakhir dalam manajemen data. Proses ini dilakukan untuk memeriksa kembali data yang masuk kedalam program analisis data. Jika ada kesalahan dalam data maka dilakukan perbaikan. Cara yang dilakukan
75
dalam cleaning data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel. 2. Uji Validitas dan Reabilitas Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Sedangkan uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji validitas dan reabilitas dilakukan terhadap 30 orang masyarakat yang tinggal disekitar lokasi penelitian yang memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara bertanya kepada 30 responden yang memiliki karakteristik yang mirip dengan sampel penelitian ini, diantaranya adalah ibu rumah tangga yang tinggal di daerah yang dekat dengan lokasi budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada kolom “corrected item-total correlation”, nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Bila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrument tersebut valid. (r tabel = 0,316) Dari hasil uji validitas didapatkan 5 pertanyaan yang dinyatakan tidak valid, dari pertanyaan yang tidak valid tersebut sebanyak 2 pertanyaan dihapus dan sisanya dirubah redaksi dan penyusunan kata sehingga menjadi valid. Sehingga total pertanyaan pada kuesioner ini sebanyak 22 pertanyaan.
76
Sedangkan uji reabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melihat nilai r pada kolom “Cronbach’s alpha”, sama dengan uji validitas. Jika nilai r hitung lebih besar dari pada r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrument tersebut realiabel. Dari hasil uji reabilitas terhadap 22 pertanyaan pengetahuan dan sikap menunjukan hasil yang realiabel. Diketahui nilai alpha sebesar 0,538 sedangkan r tabel sebesar 0,361. Hal ini berarti r hitung > r tabel sehingga dapat dikatakan pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner ini reliabel sehingga dapat digunakan untuk alat pengumpulan data. 3. Analisis Data Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis univariat dan analisis bivariat, yakni sebagai berikut: a.
Univariat Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran pada masing-masing variabel yang telah diteliti. Data akan disampaikan dalam bentuk distribusi frekuensi menurut masingmasing variabel yang akan diteliti. Variabel independen pada penelitian ini yaitu pengetahuan dan sikap masyarakat sekitar lokasi budidaya kerang hijau terkait pencemaran kerang hijau oleh logam timbal (Pb). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb). Kadar logam timbal (Pb) dibuktikan dari hasil uji laboratorium sebagai variabel dependen.
77
b. Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Varibael independen yang dimaksud adalah variabel pengetahuan dan sikap masyarakat di Kali Adem terkait dengan pencemaran logam timbal pada kerang hijau di sekitar lokasi penelitian. Selanjutnya variabel dependen yaitu perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb). Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. Chi Square merupakan uji yang dilakukan dimana variabel yang dihubungkan keduanya adalah kategorik. Untuk melihat hasil kemaknaan dinyatakan dalam p value dengan tingkat kemaknaan (α) 5%. Adapun ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut: a. Bila nilai p value < 0,05 berarti terdapat hubungan antara variabel independen yang diteliti dengan variabel dependen. b.
Bila nilai p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen yang dimaksud dengan variabel dependen.
78
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Tempat Penelitian 1. Gambaran Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak pada 06000’40” LS dan 05054’40”LS serta 106040’45”BT dan 107001’19”BT. Teluk Jakarta adalah teluk yang berada di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah Utara Provinsi DKI Jakarta Topografi Teluk Jakarta umunya didominasi oleh lumpur, pasir dan krikil. Lumpur banyak berdapat di bagian peninggir dan tengah teluk, sedangkan pasir semakin menonjol di bagian laut lepas. Menurut data BPLHD dan KP2L Provinsi DKI Jakarta kondisi fisik perairan Teluk Jakarta sebagai berikut (BPLHD, 2013): a.
Kedalaman Teluk Jakarta berkisar dari 4,00 – 29,0 meter.
b.
Kemiringan dasar lautnya ke arah utara, artinya makin ke utara makin dalam.
c.
Kedalaman di muara berkisar 0,50 – 3,00 meter.
d.
Pada daerah pesisir dalam waktu 24 jam terjadi satu kali pasang tertinggi dan satu kali surut rendah.
e.
Pada musim kemarau perbedaan pasang surut sekitar 1,2 meter dan besaran diurnal pada mulut Teluk Jakarta 3,8 meter di Tanjung Pasir besaran diurnalnya 2,6 meter sedangkan di Kepulauan Seribu adalah 4,2 meter.
79
f.
Kecepatan arus berkisar antara 0,20 – 1,20 m/detik dengan arah barat (3320) sampai dengan tenggara (1440).
g.
Umumnya tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara 0,1 – 1 meter, dengan periode 1 sampai 8 detik dan memiliki panjang gelombang 1 – 21 meter.
h.
Suhu di perairan laut berkisar antara 27,90 – 28,87 oC.
i.
Salinitas perairan laut berkisar antara 31,50 – 32,590/00 Teluk Jakarta membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga
Tanjung Kerawang di bagian Timur. Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai yang berada di kota Jakarta, diantaranya sungai Cisadane di bagian Barat, sungai Ciliwung di bagian tengah dan sungai Citarum serta sungai Bekasi yang berada dibagian Timur. Berikut di bawah ini adalah gambar dari lokasi penelitian :
Gambar 5.1 Lokasi Penelitian
80
2. Gambaran Kali Adem Muara Angke Jakarta Muara Angke terletak pada 6°6′21″LS,106°46′29.8″BT berbatasan dengan pelabuhan kapal ikan dan pusat pelelangan ikan yang berada di wilayah Jakarta. Secara administratif pemerintahan Kali Adem terletak di Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Wilayah Kali Adem merupakan salah satu perkampungan nelayan yang berada disekitar kawasan Muara Angke Jakarta Utara. Sebagian besar penduduk di perkampungan ini berprofesi sebagai nelayan, salah satunya adalah nelayan kerang hijau. Sistem strata di wilayah perkampungan ini masih menggunakan sistem kelompok, setiap kelompok dipimpin oleh satu ketua kelompok. Perkampungan ini di bagi menjadi 10 kelompok nelayan dengan total penduduk pada seluruh kelompok adalah 1278 jiwa. Lokasi geografis pada wilayah Kali Adem ini dimanfaatkan sebagai lahan pekerjaan oleh masyarakat setempat. Berdasarkan hasil survei peneliti sejak tahun 1987 wilayah kali adem telah digunakan sebagai budidaya kerang hijau. Sampai saat ini terdapat kurang lebih 11 pengepul kerang hijau yang ada di Kali Adem yang mempekerjakan masyarakat yang tinggal diwilayah Kali Adem sebagai buruh atau pengupas kerang hijau. Rata-rata konsumsi kerang hijau pada masyarakat Kali Adem cukup tinggi karena letak tempat tinggal yang berada di pusat budidaya kerang hijau. Sumber kerang hijau yang dionsumsi oleh masyarakat Kali Adem seluruhnya berasal dari budidaya kerang hijau disekitar tempat tersebut.
81
B. Karakteristik Responden Responden dari penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta dan termasuk kedalam kelompok 6 dan 7. Ibu rumah tangga yang mayoritas memiliki profesi sebagai pengolah dan pengupas kerang hijau. Berikut karakteristik responden yang meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan 1. Usia Berikut distribusi usia ibu rumah tangga yang termasuk ke dalam kelompok 6 dan 7 yang menjadi responden pada penelitian ini : Tabel 5.1 Gambaran Usia Ibu Rumah Tangga Kelompok 6 dan 7 Kali Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015 Umur
Jumlah
Persentase (%)
17-25 th (Remaja)
23
15.3
26-45 th (Dewasa)
105
70.0
> 46 th (Lansia)
22
14.7
Jumlah
150
100
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui bahwa usia ibu rumah tangga yang terpilih menjadi responden mayoritas memiliki umur yang termasuk kedalam kategori dewasa dengan persentase sebesar 70 %. Kemudian diikuti oleh remaja yaitu sebanyak 15.3 % dan terakhir adalah lansia dengan perentase sebesar 14.7 %. Usia termuda responden adalah 17 tahun dan usia tertua adalah 67 tahun.
82
2. Pendidikan Berikut distribusi status pendidikan ibu rumah tangga yang termasuk kedalam kelompok 6 dan 7 dan terpilih menjadi responden pada penelitian ini : Diagram 5.1 Gambaran Pendidikan pada Ibu Rumah Tangga Kelompok 6 dan 7 Kali Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015
7%
9%
18%
66%
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Berdasarkan diagram 5.1 diketahui status pendidikan ibu rumah tangga yang menjadi responden. Dari 150 responden mayoritas memiliki latar belakang pendidikan SD yaitu sebesar 66 %. Selain itu masih ditemukannya responden yang tidak sekolah dengan persentase yang cukup besar yaitu 9 %. Dapat dikatakan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
83
3. Pekerjaan Berikut distribusi pekerjaan pada responden yang termasuk kedalam kelompok 6 dan 7 yang tinggal di Kali Adem Muara Angke Jakarta : Diagram 5.2 Gambaran Jenis Pekerjaan pada Ibu Rumah Tangga Kelompok 6 dan 7 Kali Adem Muara Angke Jakarta Tahun 2015 3% 1% 7% 38%
51%
Pengupas Kerang
IRT
Pemilik Budidaya
Pedagang
Lain-lain (Petani, Karyawan, Buruh)
Berdasarkan diagram 5.2 dapat diketahui mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga yaitu dengan persentase sebesar 51 % dari 150 responden. Sedangkan pengupas kerang merupakan pekerjaan terbesar kedua dengan persentase sebesar 38 %. C. Hasil Univariat Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat gambaran pada masing-masing variabel yang telah diteliti. Analisis ini dilakukan pada variabel kadar logam timbal (Pb) di kerang hijau, pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb).
84
1. Pencemaran Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau Berikut adalah hasil uji laboratorium kandungan logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang di ambil dari kelompok budidaya yang ada di sekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta: Tabel 5.2 Kadar Logam Timbal (Pb) di Kerang Hijau Sampel
Kadar Timbal (mg/kg)
Kelompok 1
0.63
Kelompok 2
1.32
Kelompok 3
0.39
Kelompok 4
0.99
Kelompok 5
0.85
Kelompok 6
2.60
Kelompok 7
0.12
Kelompok 8
0.96
Kelompok 9
-
Kelompok 10
0.69
Kelompok 11
0.25
Rata-Rata
0,8 mg/kg
Min-Max
NAB BPOM
0 – 2,6 mg/kg 1,5 mg/kg
NAB WHO
0,7 mg/kg
Data hasil pengukuran kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau hasil budidaya perairan Teluk Jakarta, hampir secara keseluruhan sampel memiliki konsentrasi (tercemar) logam timbal (Pb). Sebanyak 10 kelompok yang tercemar logam timbal (Pb) dan hanya satu kelompok yang tidak tercemar logam timbal (Pb). Dengan nilai rata-rata konsentrasi logam timbal (Pb) didalam kerang hijau sebesar 0,8 mg/kg, nilai minimum
85
sebesar 0 mg/kg dan nilai maksimum sebesar 2,6 mg/kg. Sampel dengan konsentrasi timbal tertinggi adalah sampel 6. 2. Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Berikut di bawah ini adalah gambaran perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat kelompok 6 dan 7 yang menjadi responden : Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Perilaku Konsumsi Sering Tidak Sering Jumlah
Jumlah
Persentase %
75 75 150
50 50 100
Rata-Rata (gr/hari)
Median (gr/hari)
Min-Max
11.47
5.75
0-69.3
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa perilaku konsumsi kerang hijau pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta memiliki nilai rata-rata sebesar 11.47 gr/hari dengan nilai minimal yaitu 0 gr/hari dan nilai maksimal sebesar 69.3 gr/hari. Sedangkan jika dikategorikan dengan menggunakan nilai median sebagai nilai tengah di dapatkan proporsi yang sama antara kategori sering dan tidak sering yaitu sebesar 50 %. Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui data berdistribusi tidak normal. Selain gambaran perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) yang di jelaskan pada tabel 5.3. Berikut di bawah ini terdapat distribusi sumber kerang yang dikonsumsi oleh responden :
86
Tabel 5.4 Sumber Kerang Hijau yang Dikonsumsi Sumber Kerang Hijau
Jumlah
Persentase
Kelompok 1
8
5.3
Kelompok 2
10
6.7
Kelompok 3
15
10.0
Kelompok 4
8
5.3
Kelompok 5
12
8.0
Kelompok 6
33
22.0
Kelompok 7
33
22.0
Kelompok 8
12
8.0
Kelompok 9
3
2.0
Kelompok 10
8
5.3
Kelompok 11
3
2.0
Tidak Mengonsumsi
5
3.4
Jumlah
150
100
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memilih sumber kerang hijau yang mereka konsumsi berasal dari kelompok pengepul 6 dan 7 dengan presentase yang sama yaitu 22.0 %. Kelompok pengepul yang paling sedikit dipilih sebagai sumber kerang hijau adalah kelompok pengepul 9 dan 11 dengan persentase sebesar 2.0 %.
87
3. Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau
Berikut
adalah
gambaran pengetahuan responden terhadap
pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau : Tabel 5.5 Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
Tinggi
67
44.7
Rendah
83
55.3
Jumlah
150
100
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki kategori pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 83 responden (55.3%). Pengetahuan tersebut mengenai pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau, jalur masuk logam timbal (Pb) ke manusia dan bahaya logam timbal bagi kesehatan. 4. Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau Berikut merupakan gambaran sikap responden terhadap pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau :
88
Tabel 5.6 Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau Sikap
Jumlah
Persentase (%)
Positif
70
46.7
Negatif
80
53.3
Jumlah
150
100
Dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki sikap yang negatif terhadap pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang berasal dari budidaya Kali Adem Muara Angke Jakarta yaitu sebanyak 80 responden (53.3%). Hasil tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar masyarakat di Kali Adem Muara Angke tidak setuju bahwa kerang hijau yang berasal dari Kali Adem Muara Angke sudah dalam kondisi yang tercemar oleh logam timbal (Pb). D. Hasil Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) adalah uji Chi-square.
89
1. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015 dengan menggunakan uji chi-square di sajikan pada tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Konsumsi Kerang Logam Timbal (Pb) Pengetahuan
Rendah Tinggi Total
Sering
Jumlah
Tidak Sering
N
%
N
%
N
%
48 27 75
64 36 100
35 40 75
46.7 53.3 100
83 67 150
55.3 44.7 100
P value
PR (95% CI)
0.033
1,435 (1,017 – 2,025)
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) menunjukan bahwa mayoritas responden adalah masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah terkait pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau dan sering mengonsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) yaitu sebanyak 48 responden (64%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0.033 (α = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai PR sebesar 1,435 (CI 95% 1,017 –
90
2,025) yang berarti bahwa masyarakat yang memiliki pengetahuan yang rendah memiliki resiko lebih tinggi untuk mengonsumsi kerang hijau dengan frekuensi yang sering dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki pengetahuan tinggi. 2. Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) Hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.8 berikut. Tabel 5.8 Analisis Hubungan Sikap dengan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Konsumsi Kerang Logam Timbal (Pb) Sikap
Negatif Positif Total
Sering
Jumlah
Rendah
N
%
N
%
N
%
38 37 75
50.7 49.3 100
42 33 75
56.0 44.0 100
80 70 150
53.3 46.7 100
P value
PR (95% CI)
0,513
0,899 (0,653 – 1,237)
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil analisis hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb). Menunjukan bahwa sebanyak 38 responden (50.7%) yang memiliki sikap negatif mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau dan memiliki frekuensi yang sering dalam mengonsumsi kerang hijau.
91
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,513 (α = 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap masyarakat dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015. Sedangkan diperoleh nilai PR sebesar 0,513 (CI 95% 0,653 – 1,237), hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna diantara variabel sikap terhadap perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal.
92
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian diantaranya adalah : 1. Masih sangat rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Hal ini menyebabkan beberapa responden mengalami kesulitan dalam menjawab kuesioner. 2. Waktu wawancara atau pengambilan data yang berbarengan dengan waktu responden bekerja atau mengupas kerang hijau, hal ini diasumsikan peneliti dapat mengganggu konsentrasi responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. 3. Pengambilan sampel kerang hijau yang hanya satu kali pengambilan, menyebabkan tidak dapat di ketahuinya rata-rata cemaran logam timbal di dalam tubuh kerang hijau selama periode waktu tertentu. 4. Tidak dipertimbangkannya faktor umur dan ukuran minimal kerang hijau sebagai kriteria dari sampel kerang hijau, sehingga menyebabkan sampel yang terpilih memiliki umur dan ukuran yang berbeda. Hal ini berpengaruh terhadap konsentrasi logam timbal (Pb) pada sampel yang diambil.
93
B. Analisis Univariat 1. Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau Timbal (Pb) termasuk logam berat yang beracun. Secara alami logam timbal (Pb) dapat ditemui di dalam tanah, Timbal (Pb) juga merupakan salah satu logam berat yang banyak di gunakan di dalam industri, bahkan buangan limbah industri merupakan sumber utama pencemaran timbal (Pb) di badan air atau perairan laut (Achmadi, 2009). Menurut hasil penelitian Cordova (2011) menyatakan bahwa beban pencemaran yang berasal dari Kali Angke yang masuk ke perairan Teluk Jakarta cukup tinggi. Beban pencemar yang berasal dari Kali Angke untuk bahan organik yang terurai oleh mikroorganisme (BOD) jumlahnya mencapai 944,31 ton/bulan sedangkan untuk bahan organik yang terurai secara kimia (COD) jumlahnya mencapai 1745,00 ton/bulan dan cenderung naik setiap tahunnya. Sementara itu kadar beban pencemaran logam berat timbal (Pb) dari Kali Angke adalah yang paling besar jika di bandingkan dengan logam berat lainnya, yaitu sebesar 0,0825 ton/hari. Hal ini selaras dengan peningkatan industri di DKI Jakarta. Tingginya logam berat tersebut dikarenakan logam berat merupakan bahan suplemen yang harus ada dalam industri terutama industri elektronik, otomotif, cat dan lain-lain (Cordova, 2011). Terdapatnya logam berat pada ekosistem laut akan berpengaruh terhadap biota yang ada di dalamnya, salah satunya adalah kerang hijau. Kerang hijau merupakan salah satu indikator pencemaran logam yang
94
terjadi di suatu perairan. Hal tersebut dikarenakan kerang hijau memiliki kemampuan absorbsi logam yang baik jika dibandingkan dengan biota laut yang lain. Hal ini dikarenakan kerang adalah hewan yang tinggal menetap di suatu tempat dan hidup dengan cara menyaring makanan yang berupa bahan organik terlarut di dalam air laut, sehingga kebiasaan hidup yang menetap adalah alasan utama kerang memiliki kemampuan absorbsi yang baik terhadap logam (Nurjanah dkk, 1999). Kerang hijau juga merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat dengan nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 40,8 % air, 21,9 protein, 14,5 lemak, 18,5 karbohidrat dan 4,3 abu. Dari 100 gram daging kerang hijau menghasilkan 100 kalori. Kandungan gizi kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur dan daging ayam. Organisme kerang memilki sifat bioakumulatif terhadap logam berat lebih besar dari pada hewan air lainnya karena habitat hidupnya yang menetap, lambat untuk dapat menghindarkan diri dari pengaruh polusi dan mempunyai daya toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Dengan begitu, jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran lingkungan (Hutagaol, 2012). Berdasarkan hasil penelitian terdapat 10 (90.9 %) dari 11 sampel kerang hijau yang diuji laboratorium ditemukan memiliki kadar logam timbal (Pb) atau dapat dikatakan tercemar oleh logam timbal (Pb). Dari sepuluh (10) sampel kerang hijau tersebut terdapat satu sampel yang mengandung kadar logam timbalnya sudah melebihi nilai ambang batas
95
yang sudah di tentukan yaitu sebesar 1,5 mg/kg (BPOM, 2009), sedangkan 8 sampel lainnya memiliki kadar logam timbal yang masih di bawah nilai ambang batas yang di tentukan. Rata-rata kadar logam timbal (Pb) pada seluruh sampel kerang hijau yang di periksa adalah 0.8 mg/kg, dengan nilai kadar tertinggi yaitu 2.6 mg/kg (sampel 6). Sedangkan pada sampel 9 kadar logam timbal (Pb) tidak terdeteksi pada hasil pemeriksaan laboratorium. Hal ini diasumsikan terjadi karena pada sampel 9 ukuran kerang hijau relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran kerang hijau pada sampel lainnya. Ukuran kerang hijau erat kaitannya dengan umur hidup kerang hijau, karena ukuran dan umur kerang hijau berbanding lurus, jadi semakin tua umur kerang hijau akan semakin besar ukuran yang dimiliki. Kerang hijau yang memiliki ukuran yang lebih besar cenderung memiliki kadar atau konsentrasi logam timbal (Pb) yang lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan umur hidup dari kerang yang berbanding lurus dengan ukuran kerang. Maka, semakin lama kerang hijau berada di suatu perairan yang tercemar maka akan semakin besar kadar logam timbal (Pb) yang di temukan dalam tubuh kerang hijau tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyawan yang menemukan bahwa terdapat perbedaan kadar logam di dalam kerang hijau yang berukuran kecil, sedang dan besar (Mulyawan, 2005). Tujuan dilakukannya pemeriksaan kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau ialah untuk mengetahui kondisi kerang hijau yang berasal dari budidaya disekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta. Apakah kerang
96
dalam kondisi yang sudah tercemar atau masih baik untuk konsumsi. Meskipun rata-rata kadar logam timbal (Pb) pada sampel masih di bawah nilai ambang yang di tetapkan, namun hal ini merupakan suatu masalah mengingat sifat dari logam timbal (Pb) yang bersifat terakumulasi di dalam tubuh. Selain itu logam timbal (Pb) juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia, diantaranya adalah gangguan sistem saraf, gastrointenstinal, haemopoietik, urinaria, kardiovaskuler dan reproduksi (Widiowati dkk, 2008). Logam timbal (Pb) di dalam tubuh terakumulasi di membran jaringan lunak dan plasma. Selanjutnya didistribusikan ke bagian dimana kalsium memegang peran penting seperti gigi pada anak dan tulang pada semua umur. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan makanan. Konsumsi timbal (Pb) dalam jumlah banyak secara langsung menyebabkan gangguan pada kesehatan pada bayi dan anakanak. Paparan timbal (Pb) yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan otak, menghambat pertumbuhan anak, kerusakan ginjal, gangguan pendengaran, mual, sakit kepala, serta gangguan pada kecerdasan dan tingkah laku. Sedangkan pada orang dewasa, timbal (Pb) dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, gangguan pencernaan, kerusakan ginjal, gangguan reproduksi dan kerusakan saraf (SNI, 2009). Hasil pengukuran konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau pada penelitian ini menunjukan hasil yang lebih rendah dari pada hasil yang didapatkan pada saat uji pendahuluan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perbedaan umur kerang yang di
97
ambil sebagai sampel. Pada saat dilakukan studi pendahuluan umur kerang hijau yang digunakan sebagai sampel berkisar 4-5 bulan sedangkan pada saat penelitian umur kerang hijau yang digunakan sebagai sampel berkisar 2 - 2,5 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Cordova (2011) dan Apriadi (2005) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi logam timbal (Pb) yang semakin tinggi pada kerang hijau yang memiliki umur lebih lama. Menurut hasil penelitian Prihartini (2006) menyatakan bahwa umur kerang optimum berkisar pada bulan ke lima, sedangkan ukuran optimum kerang berada pada ukuran 8 cm. Pada kondisi optimum ini, dapat diketahui kadar logam timbal (Pb) melalui pemeriksaan laboratorium, diasumsikan pada umur tersebut dapat merepresentatifkan kondisi pencemaran yang ada di lingkungan tersebut. Selain itu pada umur dan ukuran optimum tersebut kerang hijau biasa dipanen atau dijual untuk kemudian dikonsumsi oleh masyarakat. Selain umur kerang terdapat hal lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi logam timbal pada kerang hijau yaitu konsentrasi logam timbal (Pb) di dalam air laut, tempat dimana kerang hijau tersebut hidup dan mencari makan. Menurut penelitian Dahlia (2009) menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara konsentrasi logam timbal (Pb) pada kerang hijau dengan konsentrasi logam timbal (Pb) dalam air laut dengan nilai r = 0.8124 (titik 1) dan r = 0.9995 (titik 2). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi logam di suatu perairan maka akan semakin tinggi pula konsentrasi logam pada biota di dalamnya atau sebaliknya.
98
Alasan ketiga adalah disebabkan oleh waktu pengambilan kerang yang berbeda, Hal ini terkait dengan musim atau pergerakan angin pada saat pengambila sampel dilakukan. Pada waktu studi pendahuluan, sampel kerang diambil pada bulan Januari – Februari dimana pada waktu tersebut merupakan Musim Barat. Menurut Prasetyo (2009) pada saat Musim Barat terjadi peningkatan kecepatan arus permukaan air laut, sehingga memungkinkan terjadinya turbulensi atau pengadukan. Pada permukaan yang cukup dangkal pengadukan oleh arus atau gelombang laut dapat menyebabkan endapan partikel timbal (Pb) yang ada di dasar terangkat menyebar. Hal ini yang meyebabkan logam timbal dapat lebih mudah terserap oleh kerang hijau, Peristiwa ini biasa disebut resuspensi logam timbal (Pb) (Prasetyo, 2009). Faktor lain terkait dengan musim adalah tingginya curah hujan yang terjadi pada saat dilakukannya studi pendahuluan (Januari – Februari). Pada saat tingginya curah hujan dapat mengakibatkan meningkatnya debit air sungai sehingga terjadi penggelontoran material air sungai yang lebih besar jika dibandingkan dengan musim kemarau karena curah hujan menurun (Prasetyo, 2009). Hal ini berhubungan dengan beban pencemaran yang dibawa sungai ke perairan/laut. Semakin besar arus sungai maka akan semakin banyak membawa beban pencemaran kelaut atau sebaliknya. Selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi bioakumulasi logam timbal pada kerang hijau atau biota laut lainnya. Faktor tersebut diantaranya adalah jenis dan sifat logam, jenis biota dan cara makan, serta kondisi lingkungan di sekitar
99
kerang hijau atau biota tersebut hidup seperti suhu, pH, kesadahan dan salinitas (Riani, 2012). Sementara itu distribusi kerang hijau yang berasal dari Muara Angke atau perairan Teluk Jakarta memiliki cakupan yang cukup luas. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik budidaya, mereka menyatakan bahwa hasil panen kerang hijau yang mereka miliki didistribusikan ke pasar-pasar yang ada di Jakarta, bahkan berdasarkan hasil wawancara pada pedagang kerang hijau yang ada di Pasar Ciputat dan Pasar Parung yang termasuk ke dalam wilayah Kota Tangeran Selatan dan Kota Bogor masih mendapatkan kerang hijau yang berasal dari Teluk Jakarta. Hal ini menunjukan bahwa bukan hanya masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir pantai atau muara yang memiliki risiko terhadap paparan logam timbal (Pb) melalui konsumsi kerang hijau. Akan tetapi masyarakat luas atau pedagang – pedagang seafood baik pedagang kaki lima atau restauran yang ada di Jakarta dan kota-kota disekitarnya juga memiliki risiko terhadap paparan logam timbal (Pb). Oleh karena itu sebaiknya masyarakat lebih berhati-hati dan lebih teliti sebelum mengonsumsi suatu makanan, karena dengan lebih selektif terhadap apa yang dimakan maka dapat lebih menjaga kondisi kesehatan tubuh kita. Budidaya kerang hijau yang ada di Teluk Jakarta sebenarnya sudah menjadi perhatian Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) DKI Jakarta. Kepala DKP DKI Jakarta menyatakan bahwa budidaya kerang hijau yang ada di Teluk Jakarta di rencanakan akan dipindahkan ke Teluk Banten
100
dimana kondisi perairannya masih lebih baik dan belum tercemar. Selain itu Dinas Kelautan Dan Pertanian DKI Jakarta juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari Teluk Jakarta karena dapat memberikan efek buruk kepada kesehatan jika dikonsumsi secara terus menerus (Wresti, 2011). Disisi lain upaya pemerintah pusat maupun daerah dalam mengatasi masalah pencemaran yang terjadi di perairan Teluk Jakarta dapat dikatakan masih belum optimal, Selama ini pemerintah DKI telah melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi permasalahan di Teluk Jakarta, antara lain: mewajibkan pengolahan limbah, melarang membuang sampah sembarangan, menata permukiman dan normalisasi DAS (Rokhani & Ishak, 2014). Dilihat dari kebijakan untuk mengatasi pencemaran di Teluk Jakarta yaitu dengan cara mengendalikan pencemaran sungai dan Teluk Jakarta dengan menekan pencemaran dari sumbernya, agar limbah yang dibuang ke perairan tidak terlalu banyak. Beberapa diantaranya adalah dengan program kali bersih dan untuk kalangan industri menengah dan besar dengan proper, serta memaksimalkan 3R (reduce, reuse dan recycle) (Rokhani & Ishak, 2014). Oleh karena itu, selama ini berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Namun hasil yang didapat belum cukup untuk menanggulangi pencemaran yang ada. Ada baiknya semua upaya yang telah dilakukan, diikuti oleh pelaksanaan pengawasan dan juga pemberian sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan. Menurut
101
UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, menyatakan bahwa fungsi dan peran pemerintah terkait dengan masalah pencemaran lingkungan bukan hanya sebagai pembuat kebijakan, akan tetapi pemerintah juga berperan sebagai pihak yang mengawasi, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dapat menyebabkan rusak atau menurunnya kualitas lingkungan. Pencemaran yang terjadi di perairan Muara Angke Jakarta merupakan bukti rendahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat lebih memperhatikan pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta, khususnya di perairan Muara Angke Jakarta. Selain meningkatkan pengawasan terhadap semua industri yang membuang limbahnya ke perairan tersebut, pemerintah juga diharapkan dapat memperbaiki dan menjaga kualitas perairan sebagai bentuk dari tanggung jawab pemerintah. 2. Gambaran Perilaku Konsumsi Kerang Hijau yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Tindakan atau perilaku adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek psikomotor atau seseorang telah mempraktikan apa yang diketahui atau disikapi (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran perilaku konsumsi kerang hijau ini dilakukan dengan menggunakan pengukuran perilaku secara tidak langsung. Menurut Notoatmodjo (2003), pengukuran perilaku secara tidak langsung adalah dengan mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
102
beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner, sehingga hasil yang didapatkan dari variabel praktik berasal dari pengakuan responden. Berdasarkan tabel 5.3 gambaran perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) didapatkan hasil responden memiliki rata-rata konsumsi kerang hijau sebesar 11.47 gr/hari, nilai median sebesar 5.75 dan nilai maksimum konsumsi kerang hijau mencapai 69.30 gr/hari. Sedangkan cara mengkategorikan sering dan tidak sering menggunakan nilai median sebagai cut of point karena distribusi data yang tidak normal. Karena menggunakan nilai median sebagai cut of point maka kategori perilaku konsumsi kerang hijau memiliki persentase yang sama, yaitu sebanyak 75 responden (50 %). Akan tetapi jika di bandingkan dengan rata-rata konsumsi nasional untuk jenis makanan kerang-kerangan, rata-rata konsumsi responden atau masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta jauh melebihi rata-rata konsumsi nasional yaitu 2 gr/hari (Susenas, 2014). Oleh karena itu pada penelitian ini yang di jadikan nilai cut of point adalah nilai median. Sementara sumber kerang hijau yang responden konsumsi juga memiliki peran yang penting terhadap paparan logam timbal (Pb) kedalam tubuh responden. Jika responden mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari pembudidaya yang memiliki kerang hijau tercemar akan beda pajanan logam timbalnya jika di bandingkan dengan pembudidaya yang kerang hijaunya
belum
tercemar
logam
timbal.
Mayoritas
responden
103
mengonsumsi sumber kerang hijau berasal dari kelompok budidaya 6 dan 7 yaitu sebanyak 22 % di masing-masing kelompok budidaya. Dari hasil pengukuran kadar logam timbal (Pb) pada sampel kerang hijau yang diambil dari masing-masing kelompok budidaya, menunjukan hasil bahwa kelompok 6 memiliki konsentrasi logam timbal yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok budidaya lain yaitu sebesar 2.6 mg/kg. Sedangkan untuk kelompok 7 memiliki konsentrasi logam timbal sebesar 0.12 mg/kg. Kelompok budidaya 6 dan 7 menjadi kelompok yang paling banyak dijadikan sumber kerang hijau oleh responden untuk konsumsi, hal ini dikarenakan banyaknya responden yang juga bekerja di kelompok buidaya tersebut. Selain itu kelompok 6 dan 7 termasuk kelompok budidaya yang besar jika dibandingkan dengan kelompok budidaya yang lain. Masih tingginya perilaku konsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta dapat di pengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Green (2005) perilaku dapat terjadi karena adanya tiga faktor penyebab perilaku itu terjadi, antara lain adalah faktor predisposisi seperti pengetahuan dan sikap, enabling seperti tersedianya sarana atau prasarana dan reinforcing seperti pengaruh teman atau keluarga dalam melakukan perilaku tertentu. Sejalan dengan teori Green berdasarkan hasil penelitian ini di dapatkan bahwa pengetahuan responden mayoritas masih berada pada tingkat pengetahuan yang rendah, mengenai pencemaran yang sudah terjadi pada kerang hijau yang mereka konsumsi. Oleh karena itu mereka
104
tetap mengonsumsi kerang hijau karena belum mengetahui bagaimana kondisi kerang hijau yang mereka makan tersebut, apakah masih dalam kondisi yang baik (belum tercemar) atau sudah dalam kondisi yang buruk (tercemar). Selain pengetahuan dan sikap, faktor enabling diasumsikan ikut berperan besar terhadap tingginya perilaku konsumsi kerang hijau tercemar pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Salah satu faktor enabling yang berpengaruh adalah tersedianya sarana untuk mendapatkan kerang hijau dengan mudah, bagi masyarakat yang tinggal di Kali Adem Muara Angke sangat mudah untuk mendapatkan kerang hijau sebagai lauk untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan tempat tersebut adalah tempat budidaya kerang hijau, ditambah lagi banyak masyarakat yang bekerja sebagai pengupas kerang hijau sehingga kerang hijau bisa didapatkan dengan harga yang murah bahkan gratis. Faktor lainnya yang mempengaruhi tingginya perilaku konsumsi adalah status ekonomi atau pendapatan masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Status ekonomi dan pendapatan berperan penting terhadap daya beli masyarakat. Menurut hasil penelitian Alibas (2002) menyatakan bahwa responden dengan pendapatan lebih rendah cenderung memilih makanan berkualitas rendah dengan harga yang murah jika dibandingkan dengan responden yang memiliki pendapatan atau status ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil temuan di lapangan, saat ditanyai mengenai status ekonomi masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta,
105
yang menyatakan bahwa rata-rata masyarakat Kali Adem masih memiliki status ekonomi yang rendah. Dapat dilihat dari penghasilan yang di dapat oleh para pekerja kerang dalam sehari yaitu berkisar diantara Rp. 20.000 – Rp. 40.000. Dengan nilai penghasilan tersebut logis jika mereka memilih kerang hijau sebagai lauk untuk dikonsumsi. Dari keterangan diatas menunjukan bahwa, untuk mendapatkan makanan yang memiliki kualitas yang baik maka diperlukan biaya yang lebih tinggi. Sedangkan mayoritas masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta memiliki pendapatan dibawah upah minimum yang berlaku di Jakarta. Sehingga menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta terhadap pangan yang menyebabkan masyarakat di sana memilih kerang hijau untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari, karena kerang hijau disana memiliki harga yang murah bahkan bisa didapatkan dengan gratis bagi para pengupas kulit kerang hijau. Selain faktor status ekonomi atau pendapatan, faktor lain yang menyebabkan masyarakat Kali Adem memiliki perilaku konsumsi kerang hijau yang tinggi adalah kebiasaan makan. Menurut teori yang dinyatakan oleh Foster, pada saat memilih atau menetapkan suatu makanan, seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebudayaan masyarakat itu sendiri (Foster 1986). Sejalan dengan teori Foster menurut hasil penelitian Mapandin (2005) menyatakan bahwa faktor budaya memiliki hubungan dengan konsumsi makanan pokok di dalam suatu keluarga atau masyarakat.
106
Sebagai contoh adalah masyarakat Palembang yang memiliki kebiasaan dalam mengonsumsi pempek sebagai makanan sehari-hari. Dari semua penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kerang hijau yang dibudidayakan di lokasi penelitian tidak cocok untuk dikonsumsi, karena memiliki kandungan logam timbal (Pb). Kerang hijau lebih cocok sebagai pembersih lingkungan perairan laut yang telah tercemar logam berat (Cordova, 2011). Selain itu konsumsi kerang hijau pada dasarnya tidak dianjurkan oleh Dinas Kelautan Dan Pertanian DKI Jakarta. Masyarakat dilarang untuk mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari Teluk Jakarta karena dapat memberikan efek buruk kepada kesehatan jika dikonsumsi secara terus menerus (Wresti, 2011). 3. Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan dapat menjadi dasar bagi seseorang sebelum orang tersebut mengadopsi perilaku. Sehingga pengetahuan merupakan salah satu bagian penting yang perlu diketahui dalam analisis perilaku seseorang. Pada penelitian ini pengetahuan responden diukur melalui kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan meliputi pengetahuan mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau, penyebab terjadinya pencemaran, jalur masuk polutan (logam Pb) ke manusia, serta dampak yang dapat ditimbulkan. Dari kuesioner tersebut didapatkan hasil 83 responden (55.3%) yang berpengetahuan rendah terkait dengan pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi. Sedangkan pada kategori
107
pengetahuan tinggi terdapat 67 responden (44,7%). Sehingga dapat dikatakan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang rendah. Menurut Mubarak dkk (2007), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, hal ini sejalan jika di kaitkan dengan hasil penelitian dengan melihat dari distribusi pendidikannya, sebagian besar responden masih memiliki pendidikan yang tergolong rendah. Mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan akhir sekolah dasar (SD), bahkan masih banyak ditemukan responden yang tidak bersekolah (diagram 5.1). Hal ini diasumsikan terkait dengan status ekonomi yang rendah dari masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang mayoritas berpenghasilan berkisar Rp. 40.000/hari, Sehingga untuk mencapai tingkat pendidikan yang tinggi masyarakat Kali Adem Muara Angke mengalami kesulitan karena membutuhkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan jika ingin memperoleh pendidikan yang lebih baik lagi. Jadi dapat diasumsikan tingkat pendidikan secara umum berkaitkan dengan tingkat pengetahuan. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang rendah pula, termasuk pengetahuan mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi sehari-hari. Mayoritas responden juga tidak mengetahui saat ditanyakan mengenai apa itu logam timbal (Pb) dan bagaimana logam timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Sebesar 63.3 % dan 74.7 % tidak mengetahui apa itu logam timbal (Pb) dan bagaimana logam timbal (Pb)
108
dapat masuk ke tubuh manusia. Hanya 36.7% dan 25.3% responden yang mengetahui apa itu logam timbal (Pb) dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan, pernapasan dan permukaan kulit. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukaan oleh WHO (2005) bahwa zat kimia dapat masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan (ingesti), pernapasan (inhalasi) dan permukaan kulit (absorbsi). Selain itu sebanyak 80 % responden tidak mengetahui apa saja efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh logam timbal (Pb). Hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat efek yang ditimbulkan oleh logam timbal (Pb) jika terpapar dalam konsentrasi yang besar dapat menyebabkan keracunan Pb yang di tandai dengan anemia, kerusakan ginjal, kerusakan saraf, kelumpuhan parsial dan kerusakan otak (Yessi dkk, 2001). Berdasarkan pertanyaan mengenai dari mana logam timbal itu berasal, hanya terdapat 22 % responden yang berhasil menjawab dengan benar bahwa logam timbal (Pb) yang ada di laut dapat berasal dari limbah industri, transportasi kapal, dan dari limbah domestik (Achmadi, 2013). Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan juga di pengaruhi oleh hasil penginderaan manusia terhadap objek tertentu yang dipengaruhi intensitas, terutama dipengaruhi oleh indera pendengaran dan penglihatan. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan juga dipengaruhi oleh sumber informasi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden yang rendah tidak hanya dipengaruhi pendidikan formal. Akan tetapi pendidikan juga dapat dipengaruhi oleh proses penginderaan, dengan terpaparnya responden pada informasi-informasi
109
terkait dengan pencemaran oleh logam timbal (Pb) yang terjadi, baik di ekosistem perairan maupun pada biota yang hidup di dalamnya seperti kerang hijau (Perna viridis). Masih kurangnya sumber informasi yang menerangkan bahwa sudah terjadi pencemaran di ekosistem perairan sekitar Teluk Jakarta, sehingga masyarakat masih mengonsumsi kerang hijau yang berasal dari perairan tersebut. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk melakukan penyuluhan atau penyebaran informasi yang menerangkan mengenai kondisi ekosistem perairan yang terjadi saat ini. Sehingga diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan memiliki kesadaran akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat mengonsumsi kerang hijau yang sudah tercemar logam timbal (Pb). 4. Gambaran Sikap Responden Terhadap Pencemaran Logam Timbal (Pb) pada Kerang Hijau Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat 80 responden (53,3%) yang memiliki sikap negatif atau tidak setuju terhadap pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau dan terdapat 70 responden (46,7%) yang memiliki sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menunjukkan ketidaksetujuannya atas pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi daripada yang setuju. Dengan kata lain responden telah menunjukkan sikap yang kontra terhadap pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi sehari-hari.
110
Sikap ini diukur dengan menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala Lickert dengan gradasi pernyataan sangat setuju sampai tidak setuju yaitu ; “sangat setuju”, ”setuju”, ”ragu-ragu”, ”kurang setuju” dan ”tidak setuju ”(Sugiyono, 2009). Pernyataan pada kategori sikap ini diantaranya adalah persetujuan atas kondisi perairan dan kerang hijau yang sudah tercemar oleh logam timbal (Pb), penyebab dari pencemaran, bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh logam timbal dan dampak kesehatan dari mengonsumsi kerang hijau tercemar dan lain-lain. Pada penelitian ini, sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif dan sikap negatif. Menurut Zuriah (2003), sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu. Sedangkan sikap positif adalah kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan objek tertentu. Berlandaskan dari teori tersebut, dalam penelitian ini yang dimaksud sikap negatif adalah kecenderungan untuk menolak atau ketidaksetujuan atas sudah terjadinya pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi sehari-hari. Sedangkan sikap positif ialah sebaliknya yaitu kecenderungan untuk menerima atau setuju atas terjadinya pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang mereka konsumsi sehari-hari. Sikap ragu-ragu cenderung ke arah negatif yang dimiliki responden untuk pernyataan sikap nomor C2 - C4 yaitu mengenai kondisi perairan di sekitar muara angke dan kerang hijau yang dibudidayakan di perairan
111
tersebut sudah mengalami pencemaran, salah satunya oleh logam timbal (Pb). Pernyataan No. C4 mengenai kondisi kerang hijau yang ada di muara angke sudah tercemar, sebanyak 60.7% responden memilih sikap yang tidak setuju dan sebanyak 14.0% responden memiliki sikap yang raguragu. Sedangkan untuk pernyataan No. C2 mengenai pengaruh kondisi perairan di sekitar tempat hidup kerang berpengaruh terhadap kualitas kerang hijau, sebanyak 47.3 % respoden memiliki sikap yang tidak setuju dan sebanyak 11.3 % memilih sikap yang ragu-ragu. Untuk pernyataan No. C3 mengenai kualitas air di muara angke yang sudah tercemar, sebanyak 52.0 % responden tidak setuju dan sebanyak 12.0 % responden memilih ragu-ragu. Hal ini dapat terjadi karena mayoritas responden memiliki pengetahuan yang rendah, pada saat mendengar pernyataan mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada perairan dan kerang hijau responden tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya bahwa perairan dan kerang hijau yang ada di wilayah tersebut sudah mengalami pencemaran. Sehingga menyebabkan responden bersikap negatif atau tidak setuju terhadap pencemaran yang terjadi baik di air maupun yang terjadi pada kerang hijau. Selain itu jika diihat dari distribusi jenis pekerjaan pada hasil penelitian di atas, sebanyak 38 % responden berprofesi sebagai pengupas kerang atau bekerja di suatu industri yang mendapatkan laba atau untung dengan cara menjual kerang hijau. Sehingga sikap negatif mungkin muncul karena dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendapatkan kesan
112
atau gambaran bahwa kerang hijau yang mereka jual memiliki kualitas yang masih baik atau belum tercemar oleh logam timbal (Pb). Waluyo (2000) menyatakan pendapat yang sama, bahwa sikap dapat terbentuk dari 3 komponen, yakni komponen afektif (perasaan), kognitif (pemikiran) dan perilaku. Dalam penelitian ini responden cenderung memiliki sikap negatif yaitu tidak setuju bahwa perairan dan kerang hijau di kawasan muara angke sudah tercemar. Hal ini dapat disebabkan karena takut membuat kesan atau image bahwa kerang hijau yang mereka jual atau produksi dalam kondisi yang buruk atau jelek, kemudian menyebabkan responden berpikir untuk menututupinya dengan sikap yang negatif. C. Analisi Bivariat 1. Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) Pengetahuan merupakan hasil penginderaan yang diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, raba, yang memberikan informasi tertentu kepada seseorang dan menjadi pengetahuannya. Penginderaan tersebut dapat bersumber dari pengalaman yang ada, baik berupa pengalaman belajar, bekerja serta aktivitas dan interaksi lain dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2010). Menurut Green pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap perilaku seseorang (Green, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 menunjukan hasil analisis hubungan antara pengetahuan mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau dengan perilaku konsumsi kerang hijau yang
113
tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Sebanyak 48 responden (64%) memiliki pengetahuan rendah dan sering mengonsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb). Sementara itu, sebanyak 27 responden (36%) yang memiliki pengetahuan tinggi dan sering mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p value = 0.033 (α = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Sedangkan berdasarkan hasil uji chi square diperoleh juga nilai PR yaitu sebesar 2,032 yang artinya adalah masyarakat dengan pengetahuan rendah berisiko 2,032 kali lebih tinggi untuk mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) jika dibandingkan dengan masyarakat yang berpengetahuan tinggi mengenai pencemaran logam yang terjadi pada perairan maupun biota yang ada di Teluk Jakarta. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wandasari (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku konsumsi di dalam keluarga dengan nilai (p < 0,05) dengan r sebesar 0,849 yang berarti memiliki hubungan sangat kuat. Pengetahuan seorang ibu rumah tangga merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan preferensi makanan pada keluarga. Sedangkan menurut Irawati dalam Diana (2002) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan pola serta tingkat konsumsi makanannya.
114
Terdapat perbedaan tingkat konsumsi makanan antara masing–masing individu dengan tingkat pengetahuan yang juga berbeda. Tingginya rata-rata perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta, yaitu sebesar 11.47 gr/hari sudah melebihi nilai rata-rata nasional konsumsi kerang hijau yaitu sebesar 2 gr/hr. Hal ini dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap kesehatan masyarakat di sekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta. Mayoritas masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta tidak mengetahui bahwa kerang hijau yang mereka konsumsi sudah menganung logam timbal (Pb) yang berasal dari pencemaran yang terjadi di perairan/laut. Logam timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan makanan. Konsumsi timbal (Pb) dalam jumlah yang banyak secara langsung dapat menyebabkan kerusakan jaringan, termasuk kerusakan jaringan mukosal. Sedangkan pada bayi dan anak timbal dapat menyebabkan kerusakan otak, penghambatan pertumbuhan anak kerusakan ginjal, gangguan pendengaran, mual, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan gangguan kecerdasan serta tingkah laku (SNI, 2009). Selain itu dampak lain dari mengonsumsi kerang hijau yang sudah tercemar logam timbal (Pb) adalah keracunan dengan gejala muntahmuntah, sakit di daerah usus besar dan perut. Jika mengonsumsi kerang hijau yang sudah tercemar logam timbal (Pb) dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan anemia, gangguan saraf, gangguan sistem peredaran
115
darah, gangguan sistem reproduksi dan sistem endokrin (Widiowati dkk., 2008). Oleh karena itu kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia No. HK.00.06.1.52.4011 menetapkan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan dan SNI 7387:2009 batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan kadal logam timbal (Pb) yang di perbolehkan ada di dalam kerang hijau sebesar 1.5 mg/kg. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya dalam melindungi konsumen atau masyarakat. Selain itu untuk menghindari dampak kesehatan yang buruk akibat dari paparan logam timbal (Pb), masyarakat sebaiknya tidak mengonsumsi kerang hijau dalam frekuensi yang sering. Hal ini penting dilakukan untuk mengurangi jumlah paparan logam timbal (Pb) yang masuk kedalam tubuh.
2. Hubungan Antara Sikap dan Perilaku Konsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Timbal (Pb) Sikap merupakan suatu respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu dan sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, baik-tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi sikap merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku. Pada penelitian ini sikap dibagi kedalam
116
dua kategori yaitu sikap negatif atau tidak setuju dan sikap positif atau setuju/menerima. Berdasarkan hasil analisis univariat yang sudah dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 80 responden (53,3%) memiliki sikap negatif atau tidak setuju terhadap pencemaran logam timbal (Pb) yang terjadi pada kerang hijau dan terdapat 70 responden (46,7%) yang memiliki sikap positif atau setuju terhadap pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang berasal dari Kali Adem Muara Angke Jakarta. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square didapatkan nilai p value = 0,513 (α = 0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden terhadap pencemaran yang terjadi pada kerang hijau dengan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara sikap dengan pola konsumsi dengan nilai koefisien korelasi r = 0,521 (Dewi, 2013). Hasil penelitian lainnya juga menunjukan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan pola makan yang memiliki nilai p value = 0,001 (Suci, 2011). Pada penelitian ini didapatkan hasil tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara sikap dan perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb). Hal ini diasumsikan oleh peneliti karena masih
117
rendahnya pengetahuan responden sehingga berpengaruh terhadap sikap yang dimiliki responden. Hal ini sejalan dengan teori Khomsan (2009), yaitu sikap merupakan tahapan lebih lanjut dari pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik akan mengembangkan sikap kearah yang baik. Setelah itu sikap akan mengarahkan perilaku seseorang secara langsung. Dengan demikian sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sebaliknya, sikap negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif. Dalam penelitian ini sikap yang dimaksud adalah sikap yang mengarah pada perilaku memilih makanan, dapat tergambarkan dari kebiasaan dan frekuensi makan sehari-hari. Bukti sikap merupakan tahap lebih lanjut dari pengetahuan dapat dilihat dari pernyataan C3 – C4. Pernyataan tersebut mengenai “kualitas air dan kerang hijau di Muara Angke dalam kondisi yang tercemar oleh logam timbal (Pb)”. Sebanyak 52 % responden menyatakan tidak setuju jika kualitas air di Muara Angke dalam kondisi tercemar logam timbal (Pb) dan 60 % responden memiliki sikap tidak setuju jika kerang hijau yang berasal dari Muara Angke Jakarta dalam kondisi tercemar oleh logam Timbal (Pb). Mayoritas responden memiliki sikap negatif, hal ini diasumsikan karena responden tidak mengetahui bagaimana kualitas perairan dan kerang hijau yang ada di lokasi tersebut atau karena responden ingin menutupi keadaan sebenarnya, sikap ini tidak terlepas dari kebanyakan responden berprofesi sebagai pekerja di tempat budidaya kerang hijau Kali Adem Muara Angke Jakarta. Sehingga masih terdapat kemungkinan
118
responden untuk berbohong demi menjaga image bahwa kerang hijau yang mereka jual masih dalam kondisi yang baik. Dalam penelitian ini, jika seseorang memiliki sikap yang positif akibat dari kesadaran dan pengetahuan tinggi mengenai bahaya suatu zat pencemar yang dapat masuk kesuatu makanan. Maka kemungkinan besar akan menyebabkan orang tersebut berperilaku positif dengan cara mengurangi atau menghentikan konsumsi makanan yang tercemar, agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan dikemudian hari. Sedangkan saat ditanya mengenai pernyataan C9 mengenai “bahaya kesehatan logam timbal (Pb) jika terkonsumsi kedalam tubuh manusia” sebanyak 67 % responden menjawab setuju akan pernyataan tersebut. Hal ini pada dasarnya sudah menunjukan hasil yang baik. Berarti masyarakat sekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta sudah mengetahui bahwa logam timbal (Pb) berbahaya bagi kesehatan manusia. Akan tetapi masyarakat belum mengetahui bahwa logam timbal (Pb) sudah berada atau sudah mencemari kerang hijau yang ada di Perairan Muara Angke Jakarta. Oleh karena itu perlu adanya promosi kesehatan atau penyuluhan terkait kondisi perairan dan laut, yang perlahan-lahan terus mengalami penurunan kualitas lingkungan. Promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat sekitar Kali Adem Muara Angke Jakarta mengetahui kondisi perairan dan laut yang sudah tercemar yang dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kualitas biota yang hidup di dalamnya termasuk kerang hijau.
119
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Kali Adem Mura Angke Jakarta didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Terjadi pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis) hasil budidaya masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta dengan persentase sebesar 90.9% atau sebanyak 10 dari 11 sampel kerang hijau (Perna viridis) mengandung logam timbal (Pb). Dengan nilai rata-rata sebesar 0,8 mg/kg, konsentrasi tersebut masih dibawah nilai ambang batas yang sudah ditetapkan oleh BPOM yaitu sebesar 1,5 mg/kg. 2. Perilaku konsumsi masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang terpilih sebagai responden, memiliki nilai rata-rata konsumsi kerang hijau (Perna viridis) sebesar 11.47 gr/hari, nilai median sebesar 5.75 gr/hari dan nilai maksimal mencapai 69.9 gr/hari. 3. Pengetahuan masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang terpilih sebagai responden mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis) mayoritas berada pada kategori rendah yaitu sebesar 55.3% dan sisanya memiliki kategori tinggi. 4. Sikap masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta yang terpilih sebagai responden mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis) Mayoritas berada pada kategori sikap yang negatif yaitu sebesar 53.3%.
120
5. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis) dengan perilaku konsumsi kerang hijau (Perna viridis) tercemar logam timbal pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015. 6. Tidak terdapat hubungan antara sikap masyarakat mengenai pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis) dengan perilaku konsumsi kerang hijau (Perna viridis) tercemar logam timbal pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta tahun 2015. B. Saran 1. Saran Bagi Masyarakat a. Dengan ditemukannya kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau, diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dan mulai mengurangi frekuensi dalam mengonsumsi kerang hijau. Mengingat dampak kesehatan
yang dapat ditimbulkan oleh
logam timbal (Pb) bagi masyarakat yang mengonsumsinya. b. Mayarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terkait dengan pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis) dan dampak kesehatan yang ditimbulkan, demi meningkatkan kesadaran dan mencegah timbulnya dampak kesehatan yang dapat merugikan dikemudian hari. c. Masyarakat diharapkan dapat lebih selektif dalam pemilihan kerang hijau untuk dikonsumsi, karena berdasarkan hasil
121
penelitian ini didapatkan bahwa kerang hijau yang memiliki ukuran lebih kecil atau umur hidupnya lebih muda mengandung logam timbal (Pb) yang lebih sedikit atau rendah. 2. Saran Bagi Pemerintah a. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan secara intensif dan berkala kualitas air dan laju pencemaran yang terjadi pada ekosistem perairan. b. Pemeritah perlu meningkatkan pelaksanaan pengawasan terhadap industri yang membuang limbah di perairan Teluk Jakarta, agar limbah yang di buang oleh industri tersebut masih dibawah baku mutu yang di izinkan. c. Perlu adanya perbaikan ekosistem perairan guna mengurangi pencemaran yang terjadi pada ekosistem perairan, salah satunya dapat menggunakan metode bioremediasi. 3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya a. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat besarnya jumlah keterpaparan logam timbal (Pb) pada individu atau masyarakat (biomarker) yang mengonsumsi kerang hijau (Perna viridis) yang tercemar logam timbal (Pb) tersebut dan dapat meneliti variabel lain terkait dengan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi yang berasal dari faktor reinforcing dan faktor enabling seperti (pengaruh keluarga dan tokoh masyarakat, status ekonomi, sarana dan prasarana atau akses untuk mendapatkan kerang hijau)
122
b. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat pencemaran logam timbal (Pb) pada jenis kerang lain, seperti kerang bulu, kerang hijau, kerang batik dan hasil laut lain dan juga pengambilan sampel kerang hijau sebaiknya dilakukan selama periode waktu tertentu dan dilakukan beberapa kali pengambilan, agar mendapatkan gambaran kondisi kerang hijau yang lebih representatif. c. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melihat atau meneliti aspek umur kerang hijau atau ukuran kerang hijau, terkait dengan perbedaan konsentrasi atau kadar logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang memiliki ukuran yang berbeda.
123
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F. 2013. "Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan". Jakarta. Rajawali Pers. Agustine, D. 2008. "Akumulasi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (Pah) Dalam Kerang Hijau (Perna Viridis L.) Di Perairan Kamal Muara Teluk Jakarta". Institut Pertanian Bogor. Alibas, S. 2002. "Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Dan Perilaku Konsumsi Garam Beryodium Dengan Mutu Garam Di Tingkat Rumah Tangga ". Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Apriadi, D. 2005. "Kandungan Logam Berat Hg, Pb Dan Cr Pada Air, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis L.) Di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Ariawan, I. "Besar Dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan". Jakarta. Universitas Indonesia Press. Asikin. 1982. "Kerang Hijau". Jakarta. Pt. Penebar Swadaya. ATSDR. 2007. "Toxicological Profile For Lead In: Services". U. S. D. O. H. A. H. (Ed.).
BPLHD. 2013. "Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013. In: Jakarta, B. D. (Ed.)". Jakarta. Bplhd Dki Jakarta. BPOM Ri. 2009. "Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan". Jakarta. BPS DKI. 2013. "Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh Provinsi DKI Jakarta 2013" Connell, D. W. & Miller, G. J. 2006. "Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran". Jakarta. Ui Press.
124
Cordova, M. R.,Dkk. 2011. "Akumulasi Logam Berat Pada Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Teluk Jakarta". Journal Moluska Indonesia. Issn 2087-8532, Volume 2(1): 1-8.
Dewi, S, R. 2013. "Hubungan Antara Pengetahuan Gizi, Sikap, Terhadap Gizi Dan Pola Konsumsi Siswa Kelas Xii Program Keahlian Jasa Boga Di Smk Negeri 6 Yogyakarta". Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta. Elfindri, Dkk. 2011. "Metodologi Penelitian Kesehatan". Jakarta, Baduose Media Jakarta. EPA. 2007. "Method 3051a Microwave Assisted Acid Digestion Of Sediments, Sludges, Soils, And Oils". Usa. Epa. Foster. M. G. 1986. "Antropologi Kesehatan". Jakarta. Ui Press Green, L. W. 2005. "Health Program Planning : An Educational And Ecological Approac". Usa. Emily Barrosse. Hastono, S. P. 2001. "Modul Analisis Data". Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hutagaol, S. N. 2012. "Kajian Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Muara Kamal, Provinsi Dki Jakarta". Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Ipb. Bogor Khomsan. A. Dkk. 2009. "Pengetahuan, Sikap, Dan Praktek Gizi Ibu Peserta Posyadu". Jurnal Gizi Pangan. Departemen Gizi Masyarakat. Ipb. Bogor Lameshow, S. Dkk. 1997. "Besar Sampel Dalam Peelitian Kesehatan". Yogyakarta. Gajahmada University Press. Mapandin, Wahida Y. 2006. "Hubungan Faktor-Faktor Sosial Budaya Dengan Konsumsi Makanan Pokok Rumah Tangga Pada Masyarakat Di Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya Tahun 2005 " Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
125
Mckenzie, J. F. Dkk. 2006. "Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar". Jakarta. Egc. Menteri Lingkungan Hidup. 2004. "Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51/Menlh/2004 ". Penetapan Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta Mubarak, Wahit Iqbal, Dkk. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan.Yogyakarta: Graha Ilmu. Mukono, H. J. 2000. "Prinsip Dasar Kesehatan Lingkunga". Surabaya. Airlangga University Press. Mulyawan, I. 2005. "Korelasi Kandungan Logam Berat Hg, Pb, Cd Dan Cr Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis) Diperairan Muara Kamal, Teluk Jakarta " Thesis. Institut Pertanian Bogor. Murti, B. 1997. "Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi". Jogyakarta. Gajah Mada University Press. Notoatmodjo, S. 2007. "Kesehatan Mayarakat Ilmu Dan Seni". Jakarta. Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. "Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi". Jakarta. Rineka Cipta. Nurjanah, Hartanti & Nitibaskara, R. R. 1999. "Analisa Kandungan Logam Berat Hg, Cd, Pb, As Dan Cu Dalam Tubuh Kerang Konsumsi". Buletin Thp No. 1, 4. Prasetyo, A. D. 2009. "Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb Dan Cd) Dengan Penambahan Bahan Pengawet Dan Waktu Perendaman Yang Berdeda Pada Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta". Biologi. Fakultas Sains Dan Teknologi. Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. Puspitasari, R. 2007. "Laju Polutan Dalam Ekosistem Laut". Oseana, Volume Xxxii Rumanta, M. 2005. "Kandungan Timbal (Pb) Pada Makrozoobentos (Mollusca dan Crustacea) dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Konsumen Muara Angke Jakarta". Thesis. Pascasarjana IPB. Bogor.
126
Riani, E. 2012. "Perubahan Iklim Dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak Pada Bioakumulasi Bahan Berbahaya Dan Beracun & Reproduksi". Bogor. Ipb Press. Rochyatun, E. & Rozak, A. 2007. "Pemantauan Kadar Logam Berat Dalam Sedimen Di Perairan Teluk Jakarta". Kelompok Penelitian Pencemaran Laut, Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia, Makara, Sains, Vol. 11, No. 1, April 2007: 28-36. Rokhani & Ishak. 2014. "Modernisasi Ekologi: Kasus Teluk Jakarta". Makalah Seminar. IPB. Bogor. Salakory, Natalasya M. 2012. "Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Tentang Mengkonsumsi Alkohol Dengan Tindakan Konsumsi Minuman Beralkohol Pada Nelayan Di Kelurahan Bitung Karangria Kecamatan Tuminting Kota Manado". Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Manado SNI.2009. "Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Pada Pangan". Jakarta: Sni. Soemirat, J. 2011."Kesehatan Lingkungan". Yogyakarta. Gajahmada University Press. Suci, Syifa Puji. 2011. "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Makan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta". Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Uin. Jakarta Sugiyono. 2009. "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D". Bandung, Alfabeta. Sumantri, A. 2010. "Kesehtan Lingkungan Jakarta.Kencana.
& Perspektif Islam".
Susenas. 2014. "Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia". In: Bps (Ed.). Susiyeti, F. 2010. "Analisis Resiko Kesehatan Pencemaran Logam Kadmium Pada Ikan Di Kampung Nelayan Muara Angke Kelurahan Pluit
127
Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara ". Tesis. Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Universitas Indonesia. Tarigan, U. O. 2012. "Hubungan Pengetahuan Dan Konsumsi Serat Pada Siswa Dan Siswi Kelas Xi Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Harapan 3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang". Skripsi. Universitas Sumatera Utara. UU No 18 2012. Pangan. Jakarta: Kementrian Republik Indonesia. UU No. 23 1997. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Vakily, J. M. 1989. "The Biology And Culture Of Mussels Of The Genus Perna". Manila, International Center For Living Aquatic Resources Management. Wandasari. N. 2014. "Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Mie Instan Dan Perilaku Konsumsi Mie Instan Pada Balita Di Rw 04 Perumahan Vila Balaraja Kabupaten Tangerang ". Forum Ilmiah Vol 11 No 3. Jakarta Waluyo, Agung. 2000. Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawatan & Profesional Kesehatan Lain E/2. Jakarta: Egc. WHO. 2000. "Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan". Jakarta. 2005. "Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia Dan Lingkungan". Jakarta. Egc. 1984. Guidelines For Drinking Water Quality, Volume 2, Health Criteria And Other Supporting Information, World Health Organization, Geneva, 1984 Widiowati, W. Dkk. 2008. "Efek Toksik Logam Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran". Yogyakarta. Andi Widjaya. 2013. "Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Motivasi Kader Kesehatan Dengan Aktivitasnya Dalam Pengendalian Kasus Tuberkulosis Di Kabupaten Buleleng". Journal Magister Kedokteran Keluarga. Vol 1, No 1, (38 - 48).
128
Wresti. M.C. 2011. "Kerang Hijau Tak Boleh Diternakan Di Teluk Jakarta". Diakses Pada 3 Juli 2015. Pukul 11.15. Di Akses Dari Http://Regional.Kompas.Com/Read/2011/10/25/14404642/Kerang.Hij au.Tak.Boleh.Diternakkan. Di Teluk.Jakarta Yassi, A.Dkk. 2001. "Basic Environmental Health". New York, Oxford University Press. Yuliastuti, R. 2012. "Analisis Karakteristik Siswa, Karakteristik Orang Tua dan Perilaku Konsumsi Jajanan pada Siswa-Siswi SDN Rambutan 04 Pagi Jakarta Timur Tahun 2011". Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Pt Bumi Aksara.
129
LAMPIRAN
130
No:
Lampiran LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Assalamualaikum. Wr. Wb
Perkenalkan nama Saya Almen Fercudani mahasiswa peminatan kesehatan lingkungan program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya bermaksud melakukan penelitian mengenai “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Konsumsi Kerang Hijau (Perna viridis) yang Tercemar Logam Timbal (Pb) pada Masyarakat di Kaliadem Muara Angke Jakarta Tahun 2015”. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian studi saya. Saya berharap Ibu bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dimana akan dilakukan pengisian kuesioner yang terkait dengan penelitian. Semua informasi yang Ibu berikan terjamin kerahasiaannya. Jika Ibu bersedia, maka saya mohon untuk menandatangani lembar persetujuan ini. Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: ……………………………………………………………
Umur
: ___ tahun
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
: …………………………………………………………….
Alamat
: …………………………………………………………….
Laki – laki
Perempuan
……………………………………………………………. No Hp
: .........................................
Dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian ini.
Peneliti
(...............................................)
Responden
(.............................................)
131
KUESIONER PENELITIAN A. IDENTITAS RESPONDEN A1. Nama : A2. Umur : A3. Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan Tinggi A4. Pekerjaan : B.
PENGETAHUAN
BERILAH TANDA SILANG (X) YANG MENURUT BAPAK/IBU PALING BENAR B1. Menurut Ibu apa yang dimaksud dengan pencemaran air ? a. Air menjadi buruk akibat dari perbuatan manusia b. Pencemaran adalah proses berubahnya air akibat perbuatan manusia c. Masuk atau dimasukannya komponen/zat lain kedalam air sehingga air menjadi rusak atau jelek dan tidak dapat dipakai lagi. d. Pencemaran adalah kerusakan air secara alami e. Tidak tahu. B2. Menurut Ibu bagaimana air laut yang ada di sekitar budidaya kerang hijau Muara Angke Jakarta? a. Dalam kondisi yang sangat baik b. Dalam Kondisi yang baik c. Biasa saja d. Dalam Kondisi yang buruk/tercemar e. Tidak tahu B3. Menurut Ibu apa yang dapat menyebabkan rusaknya/jeleknya/buruknya air disekitar muara angke? a. Cemaran yang berasal dari limbah pabrik sekitar muara angke b. Cemaran yang berasal dari transportasi kapal c. Cemaran yang berasal dari sampah d. A,B dan C benar e. Tidak tahu B4. Menurut Ibu, apa pengaruh air laut yang ada di sekitar tempat budidaya ke kerang hijau? a. b. c. d. e.
Dapat meningkatkan ukuran daging kerang hijau Dapat merubah tekstur dan rasa kerang hijau Dapat meningkatkan kadar logam pada daging kerang hijau Dapat menyebabkan kematian pada kerang hijau Tidak tahu
132
B5. Menurut Ibu bagaimana kondisi kerang hijau yang berasal dari budidaya Muara Angke Jakarta? a. Dalam kondisi yang baik b. Biasa saja c. Dalam kondisi yang buruk/tercemar d. Segar dan enak e. Tidak tahu B6. Apakah ibu pernah mendengar tentang zat kimia, logam timbal/timah hitam atau Pb ? a. Pernah (jika menjawab 1-4) 1. Sangat Sering b. Tidak pernah (jika menjawab 5) 2. Sering (jika menjawab b lanjut ke pertanyaan no. 12) 3. Jarang 4. Sangat Jarang 5. Tidak B7. Menurut Ibu, apa yang ibu ketahui tentang zat kimia logam timbal / timah / (Pb) ? 1. Salah satu logam berat yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan 2. Hasil limbah industri yang dapat menyebabkan pencemaran air 3. Salah satu unsur kimia yang baik dan berkhasiat untuk tubuh 4. Salah satu zat yang dapat memperbesar ukuran kerang a. Tahu (jika menjawab 1 atau 2) b. Tidak tahu (jika menjawab 3 atau 4) B8. Menurut Ibu, dari mana saja timah / timbal (Pb) bisa berasal? a. Sisa makanan, sampah organic, dan bangkai hewan laut yang mati. b. Limbah Industri, Transportasi, Domestik dan Pertanian. c. Kotoran manusia d. bangkai hewan laut yang mati e. Tidak tahu B9. Menurut Ibu, timah / timbal (Pb) bisa masuk kedalam tubuh manusia melalui? a. Melalui penularan oleh hewan/binatang b. Melalui pernafasan, pencernaan/termakan, dan permukaan kulit c. Melalui air laut d. Jawaban a, b dan c benar e. Tidak tahu B10. Apakah zat kimia timah/timbal (Pb) berbahaya bagi kesehatan ? a. Sangat berbahaya c. Tidak tahu b. Berbahaya d. Tidak (Jika jawaban Anda “tidak” lanjut ke nomor 12) c. Biasa saja
133
B11 Apa saja efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh timbal (Pb) ? a. Dapat menyebabkan gangguan saraf, gangguan sistim peredaran darah dan sel darah dan dapat menyebabkan gangguan pencernaan b. Dapat menyebabkan patah tulang, sakit gigi c. Dapat menyebabkan sering buang air besar d. Dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit e. Tidak tahu B.12 Menurut Ibu, hewan apa yang bisa menyerap logam dengan baik? a. Ikan-ikanan d. Cumi dan udang b. Kura-kura, penyu dan lain-lain e. Tidak tahu c. Kerang-kerangan
C.
SIKAP Apakah Ibu setuju dengan pernyataan – pernyataan berikut?
No
Pernyataan
SS
C1.
Kerang hijau merupakan jenis kerang yang paling saya sukai jika di bandingkan dengan jenis kerang lain
C2
Menurut saya air laut yang ada di sekitar tempat budi daya kerang tidak berpengaruh ke kerang hijau yang ada di sana
C3
Menurut saya air laut yang ada di sekitar tempat budi daya kerang masih baik dan belum tercemar
C4
Kerang hijau yang ada di muara angke memiliki daging yang besar dan belum tercemar
C5
Kerang hijau merupakan hewan yang baik dalam menyerap zat kimia yang ada di air
C6
Salah satu yang menyebabkan tercemarnya kondisi air di sekitar budidaya muara angke adalah zat kimia atau timbal
C7
Hasil laut yang berasal dari teluk Jakarta ada kemungkinan sudah tercemar zat kimia atau logam timbal (Pb)
C8
Jika air nya tercemar maka kerang hijau yang hidup di air tersebut juga ikut tercemar
C9
zat kimia atau logam timbal (Pb) Tidak berbahaya bagi kesehatan
S
RR
C10 Kalau banyak memakan kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) baik untuk kesehatan Ket:
1. SS = Sangat Setuju, 4. KS = Kurang Setuju
2. S = Setuju 5. Tidak Setuju
3. RR = Ragu-ragu
KS
TS
134
D.
PERILAKU D1. Apakah ibu dan semua anggota keluarga menyukai kerang hijau? a. Iya b. Tidak D2. Frekuensi konsumsi kerang hijau Hari
Konsumsi Hijau
Minggu
Bulan
Sekali Makan (Mangkok)
Sekali Makan (Sendok)
Kerang
D3. Berasal dari mana kerang yang ibu konsumsi ? sebutkan kelompok . . . .
135
Hasil SPSS Uji Validitas Variabel PengetahuanItem-Total Statistics Scale Mean Scale if Item Variance if Deleted Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
B1Menurut Ibu apa yang dimaksud dengan pencemaran ?
34.38
14.839
.459
.251
B2Menurut Ibu bagaimana air di sekitar budidaya Muara Angke ?
34.00
15.714
.448
.167
B3 Menurut Ibu apa yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas air disekitar
33.50
17.429
.448
.320
B4 Menurut Ibu, apa pengaruh air disekitar tempat budidaya ke kerang hijau ?
33.50
12.286
.485
.125
B5 Menurut Ibu bagaimana kondisi kerang hijau di sekitar budidaya Muara Angk
34.25
16.500
.456
.267
B6 Menurut Ibu apakah diperbolehkan mengonsumsi kerang yang tercemar ?
33.88
18.696
.259
.327
B7 Menurut Ibu, bagaimana cara kerang hijau mencari makan ?
33.50
15.714
.273
.217
34.00
12.571
.467
.062a
34.00
8.857
.442
.297a
34.38
11.411
.553
.156a
34.38
11.411
.553
.156a
34.62
13.411
.439
.112
B13 Apa saja efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh timbal (Pb) ?
34.50
7.429
.557
.542a
B14 Menurut Ibu, hewan apa yang bisa menyerap logam dengan baik ?
33.25
11.929
.148
.019a
B8 Apakah ibu pernah mendengar tentang logam timbal/timah hitam/Pb ? B9 Menurut Ibu, apa Timbal (Pb) itu ? B10 Menurut Ibu, dari mana saja timbal (Pb) bisa berasal ? B11 Menurut Ibu, timbal (Pb) bisa masuk kedalam tubuh manusia melalui ? B12 Apakah timbal (Pb) berbahaya bagi kesehatan ?
136
Uji Validitas Variabel Sikap Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha Item Deleted
Total Correlation
if Item Deleted
C1 Kerang hijau merupak jenis kerang yang paling saya sukai
27.95
39.945
.464
.692
28.25
42.197
.471
.738
28.30
38.537
.575
.704
29.10
42.621
.445
.724
29.00
37.895
.506
.682
28.65
39.187
.649
.682
29.20
42.695
.475
.734
28.80
38.274
.461
.707
28.30
35.589
.632
.659
28.20
37.537
.474
.686
karena sehat C2 Air di sekitar tempat budi daya kerang tidak berpengaruh ke kerang h C3 Air yang ada di sekitar tempat budi daya kerang masih baik dan belum C4 Kerang hijau yang ada di muara angke memiliki daging yang besar dan e C5 Kerang hijau merupakan hewan yang baik dalam menyerap logam timbal (P C6 Salah satu yang menyebabkan tercemarnya kondisi air di sekitar budida C7 Hasil laut yang berasal dari teluk Jakarta ada kemungkinan sudah terc C8 Jika air nya tercemar maka kerang hijau yang hidup di air tersebut ju C9 Logam timbal (Pb) Tidak berbahaya bagi kesehatan C10 Kalau banyak memakan kerang hijau yang tercemar logam timbal (Pb) ba
137
Uji Realibilitas Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .538
24
Output Univariat
kat_umur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Remaja
23
15.3
15.3
15.3
Dewasa
105
70.0
70.0
85.3
22
14.7
14.7
100.0
150
100.0
100.0
Lansia Total
Pendidikan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tdk Sekolah
14
9.3
9.3
9.3
SD
99
66.0
66.0
75.3
SMP
27
18.0
18.0
93.3
SMA
10
6.7
6.7
100.0
Total
150
100.0
100.0
138
Pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Buruh
1
.7
.7
.7
buruh kerang
2
1.3
1.3
2.0
BURUH KERANG
2
1.3
1.3
3.3
DAGANG
1
.7
.7
4.0
Irt
43
28.7
28.7
32.7
IRT
34
22.7
22.7
55.3
Karyawan
2
1.3
1.3
56.7
KULI
1
.7
.7
57.3
Pedagang
9
6.0
6.0
63.3
PEDAGANG KERANG
1
.7
.7
64.0
pekerja kerang
5
3.3
3.3
67.3
PEMILIK KERANG
2
1.3
1.3
68.7
PENGIPAS KERANG
1
.7
.7
69.3
Pengupas
4
2.7
2.7
72.0
PENGUPAS
1
.7
.7
72.7
pengupas erang
1
.7
.7
73.3
pengupas kerang
20
13.3
13.3
86.7
PENGUPAS KERANG
19
12.7
12.7
99.3
1
.7
.7
100.0
150
100.0
100.0
Petani Total
139
Variabel Pengetahuan
Statistics tingkat_pengetahuan
total_pengetahuan N
Valid Missing
150 Frequency Percent
0
Cumulative
Percent
Percent
rendah
83
55.3
55.3
55.3
3.0000
tinggi
67
44.7
44.7
100.0
Minimum
.00
Total
150
100.0
100.0
Maximum
11.00
Mean
3.7267
Median
Valid
Valid
Variabel Sikap
Statistics Total_Sikap new_kat_sikap N
Valid Missing
130 20
Mean
31.46
Median
32.00
Minimum
18
Maximum
46
Frequency Percent Valid
Valid
Cumulative
Percent
Percent
positif
70
46.7
46.7
46.7
negatif
80
53.3
53.3
100.0
150
100.0
100.0
Total
140
Variabel Konsumsi Kerang Hijau Statistics kat_konsumsi_kerang
Konsumsi_kerang N
Valid Missing
Mean
Frequency
Percent
Valid Percent
Valid
5.7500
Minimum
.00
Maximum
69.30
tinggi
75
50.0
50.0
50.0
rendah
75
50.0
50.0
100.0
150
100.0
100.0
Total
Sumber kerang hijau Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1
8
5.3
5.3
5.3
10
8
5.3
5.3
10.7
11
3
2.0
2.0
12.7
2
10
6.7
6.7
19.3
3
15
10.0
10.0
29.3
4
8
5.3
5.3
34.7
5
12
8.0
8.0
42.7
6
33
22.0
22.0
64.7
7
33
22.0
22.0
86.7
8
12
8.0
8.0
94.7
9
3
2.0
2.0
96.7
Tidak Makan
5
3.3
3.3
98.7
150
100.0
100.0
Total
Percent
0 11.4766
Median
Cumulative
150
100.0
141
Output Bivariat New_tingkat_pengetahuan * kat_konsumsi_kerang Crosstabulation kat_konsumsi_kerang sering New_tingkat_pengetahuan
rendah
Count % within kat_konsumsi_kerang
tinggi
Count % within kat_konsumsi_kerang
Total
Count % within kat_konsumsi_kerang
tidak sering
Total
48
35
83
64.0%
46.7%
55.3%
27
40
67
36.0%
53.3%
44.7%
75
75
150
100.0%
100.0%
100.0%
142
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
4.559a
1
.033
Continuity Correctionb
3.884
1
.049
Likelihood Ratio
4.583
1
.032
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.048 4.528
1
.024
.033
150
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33,50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for New_tingkat_pengetahuan (rendah / tinggi) For cohort kat_konsumsi_kerang = sering For cohort kat_konsumsi_kerang = tidak sering N of Valid Cases
Lower
Upper
2.032
1.056
3.909
1.435
1.017
2.025
.706
.513
.972
150
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.429a
1
.513
Continuity Correctionb
.241
1
.623
Likelihood Ratio
.429
1
.513
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.624
Linear-by-Linear Association
.426
N of Valid Casesb
150
1
.514
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35,00. b. Computed only for a 2x2 table
.312
143
Kategori_sikap_Fix * kat_konsumsi_kerang Crosstabulation kat_konsumsi_kerang sering Kategori_sikap_Fix
negatif
Count % within kat_konsumsi_kerang
positif
kat_konsumsi_kerang Total
42
80
50.7%
56.0%
53.3%
37
33
70
49.3%
44.0%
46.7%
75
75
150
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within kat_konsumsi_kerang
Total
38
Count % within
tidak sering
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.429a
1
.513
Continuity Correctionb
.241
1
.623
Likelihood Ratio
.429
1
.513
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.624
Linear-by-Linear Association
.426
N of Valid Casesb
150
1
.514
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35,00. Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Kategori_sikap_Fix (negatif / positif)
.807
.424
1.534
.899
.653
1.237
1.114
.805
1.540
For cohort kat_konsumsi_kerang = sering For cohort kat_konsumsi_kerang = tidak sering N of Valid Cases
150
.312
144
Lampiran Foto-Foto
145