perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN STATUS KESEHATAN GIGI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWIT I
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama : Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh : Purwoko NIM : S541008073
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi pada Anak Usia Sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I”. Penelitian tesis ini dapat tersusun berkat dukungan, do’a, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada yang terhormat: 1.
Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan wawasan ilmu pengetahuan untuk menyusun penelitian tesis ini.
2.
Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan surat keputusan pengangkatan dosen pembimbing tesis mahasiswa program studi Magister Kedokteran Keluarga.
3.
Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM, MKes., PAK selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Studi Magister Kedokteran Keluarga.
4.
P Murdani K, dr. MHPEd. selaku Ketua selaku Ketua Minat Pendidikan Profesi Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga.
5.
Prof. Bhisma Murti, dr. MPH, MSc. PhD. selaku Dosen Pembimbing I yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan arahan dalam penulisan serta penyelesaian penelitian tesis ini.
6.
Dr. Hermanu Joebagio, MPd. selaku pembimbing II yang senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam penulisan penelitian ini.
7.
Kepala UPTD Puskesmas Sawit I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan penelitian tesis ini.
8.
Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali yang telah commit to user memberikan ijin sebagai lahan penelitian.
iv
perpustakaan.uns.ac.id
9.
digilib.uns.ac.id
Keluarga tercinta atas dukungan moril yang senantiasa memberikan doa, dorongan dan motivasi.
10. Teman-teman yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan penulisan penelitian tesis ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu sehingga terselesaikannya penulisan penelitian tesis ini. Penulis menyadari bahwa penelitian tesis ini masih terdapat kekurangan, oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan. Semoga penelitian tesis ini dapat dilanjutkan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta,
November 2011 Penulis
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Purwoko, S541008073: Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I, Tesis Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Mina Utama: Pendidikan Profesi Kesehatan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011. Latar Belakang: Penyakit gigi dan mulut pada anak usia sekolah jika dibiarkan dan kecenderungan peningkatannya di masa mendatang tidak dicegah, dampaknya akan sangat merugikan seluruh masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap dengan status kesehatan gigi anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi 442 siswa, sampling frame 82 siswa dan sampel 33 siswa kelas VI SD di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan checklist pemeriksaan kesehatan gigi yang meliputi DMF-T, PTI dan OHI-S. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi product moment Pearson. Hasil: Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pengetahuan kesehatan gigi dengan DMFT (r = -0,37; p = 0,034), PTI (r = 0,46; p = 0,007), dan OHI-S (r = -0,34; p = 0,050). Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara sikap tentang kesehatan gigi dengan DMF-T (r = -0,63; p = 0,001), PTI (r = 0,56; p = 0,001), dan OHI-S (r = -0,47; p = 0,006;). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan serta sikap tentang kesehatan gigi dengan DMFT, PTI dan OHIS. Kata Kunci : pengetahuan, sikap, status kesehatan, OHI-S, DMF-T, PTI
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Purwoko, S541008073: The Correlation Between Knowledge and Attitude of The Dental Health Status at School Age Children in The Working Area Puskesmas Sawit I, The Thesis of Magister of Family, Main Interest: The Profession of Health Education, The Magister Program of The Sebelas Maret University of Surakarta 2011. Background: The oral and dental disease in children of school age if left unchecked and the trend increase in the future is not prevented, the impact would be very detrimental to the entire community. This study aimed was to analyze the relationship of knowledge and attitudes to dental health status of primary school age children in the working area of Oil Health Center I. Methods: This study was analytic observational with cross sectional design. The population of 442 students, the sampling frame and sample of 82 students 33 students sixth grade elementary school in the working area of Oil Health Center I. Data collection techniques using questionnaires and checklists that include dental health checks DMF-T, PTI and OHI-S. Techniques of data analysis using Pearson product moment correlation test. Results: There was a statistically significant relationship between dental health knowledge with DMFT (r = -0.37, p = 0.034), PTI (r = 0.46, p = 0.007), and OHIS (r = -0, 34, p = 0.050). There is a statistically significant relationship between attitudes about dental health with the DMF-T (r = -0.63, p = 0.001), PTI (r = 0.56, p = 0.001), and OHI-S (r = -0.47, p = 0.006;). Conclusion: There is a relationship between knowledge and attitudes about dental health with DMFT, PTI and OHIS. Keywords: knowledge, attitudes, health status, OHI-S, DMF-T, PTI
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama
: Purwoko
NIM
: S541008073
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I” adalah benar-benar karya otentik saya sendiri. Hal-hal yang terdapat dalam tesis ini dan yang bukan karya saya diberi tanda kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila diketahui di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, November 2011 Yang membuat pernyataan
Purwoko
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Hal JUDUL .............................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iii
ABSTRAK .......................................................................................................
v
ABSTRACT .....................................................................................................
vi
PERNYATAAN...............................................................................................
vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
5
E. Manfaat Penelitian ......................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ................................................................................
7
1. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan ...................................
7
2. Tinjauan Umum tentang Sikap .............................................
9
3. Tinjauan Umum tentang Status Kesehatan Gigi ...................
15
B. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi .............................................................................................
30
C. Penelitian yang Relevan ............................................................
32
D. Kerangka Pikir ............................................................................
33
E. Hipotesis Penelitian .................................................................... commit to user
33
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ........................................................................
35
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................
35
C. Populasi dan Sampel ...................................................................
35
D. Variabel Penelitian......................................................................
37
E. Definisi Operasional ..................................................................
37
F. Sumber Data Penelitian ..............................................................
38
G. Alat Ukur Penelitian ...................................................................
39
H. Pengumpulan Data ......................................................................
41
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...........................................................................
46
1. Analisis Univariat ..................................................................
46
2. Analisis Bivariat .....................................................................
49
B. Pembahasan ................................................................................
54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................
59
B. Implikasi .....................................................................................
60
C. Saran ...........................................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
61
LAMPIRAN
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Kriteria Debris Index.....................................................................
26
Tabel 2.2 Kriteria Calculus Index .................................................................
30
Tabel 2.3. Penelitian – penelitian tentang pengetahuan dan sikap serta status kesehatan gigi ......................................................................
32
Tabel 3.1. Kisi-kisi Kuesioner Penelitian Pengetahuan dan Sikap Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Status Kesehatan Gigi Anak Usia Sekolah ...............................................................
40
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden .............................
46
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Responden ........................................
47
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi DMF-T Responden ......................................
48
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi PTI Responden ............................................
48
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi OHI-S Responden ........................................
49
Tabel 4.6 Korelasi antara Pengetahuan dan Sikap dengan DMFT, PTI dan OHIS .............................................................................................
54
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian.......................................................
33
Gambar 4.1 Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T ....................................
50
Gambar 4.2 Hubungan Pengetahuan dengan PTI ...........................................
50
Gambar 4.3 Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S ......................................
51
Gambar 4.4 Hubungan Sikap dengan DMF-T................................................
52
Gambar 4.5 Hubungan Sikap dengan PTI ......................................................
52
Gambar 4.6 Hubungan Sikap dengan OHI-S .................................................
53
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat Ukur Penelitian Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Alat Ukur Penelitian Pengetahuan dan Sikap Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Lampiran 4. Uji Statistik Hasil Penelitian
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi keberhasilan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004). Sasaran utama pembangunan jangka panjang bidang kesehatan dalam rangka Indonesia sehat 2010 seperti yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional antara lain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik, sehingga didapatkan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Situmorang, 2006). Kesehatan merupakan salah satu faktor kebutuhan yang diutamakan oleh manusia, dengan salah satu komponen yang mempengaruhinya adalah masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dewasa ini adalah penyakit karies gigi dan penyakit periodontium, karena kedua penyakit tersebut menimbulkan gangguan fungsi kunyah dan dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan (Depkes RI, 2000). Dua macam penyakit tersebut disebabkan oleh plak. Plak adalah endapan lunak yang terdiri dari kumpulan bakteri commit to yang user berkembang biak di atas suatu
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Plak timbul apabila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Oleh karena itu tindakan yang paling penting salah satunya adalah usaha untuk mencegah atau sedikitnya mengurangi pembentukan plak dengan tujuan mencegah penyakit periodontium dan karies gigi (Carranza, 2002). Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk dan anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies dibanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula, apabila anak terlalu banyak makan gula-gula dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami karies (Machfoedz dan Zein, 2005).
Apabila penjalaran dibiarkan saja, maka dampak yang terjadi adalah gigi harus dicabut. Proses penjalaran kerusakan gigi dapat dihambat dengan melakukan penambalan gigi. Maksud dari penambalan gigi adalah membuang jaringan yang rusak dan mempertahankan bagian gigi yang tidak mengalami kerusakan (Besford, 1996). Apabila masalah karies pada masa anak usia sekolah dibiarkan dan kecenderungan peningkatannya di masa mendatang tidak dicegah, dampaknya akan sangat merugikan seluruh masyarakat. Akibat penyakit karies antara lain : rasa sakit, gangguan fungsi kunyah yang menghambat konsumsi makanan/nutrisi, gangguan kenyamanan berupa gangguan tidur, gangguan konsentrasi belajar dan hilangnya kesempatan menerjuni bidang karier tertentu misalnya masuk ABRI, penerbang atau pramugari, yang akhirnya mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Yuyus, 1996).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Data dari Bank WHO (2000) yang diperoleh dari enam wilayah WHO (AFRO, AMRO, EMRO, EURO, SEARO, WPRO) menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies (DMFT) pada anak usia 12 tahun berkisar 2.4. Indeks karies di Indonesia sebagai salah satu negara SEARO (South East Asia Regional Offices) saat ini berkisar 2.2, untuk kelompok usia yang sama. Kelompok 12 tahun ini merupakan indikator kritis, karena sekitar 76.97% karies menyerang pada usia tersebut. Di negara berkembang lainnya indeks karies 1.2 sedangkan indeks target WHO untuk tahun 2010 adalah 1.0. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevelansi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut masyarakat Indonesia (Machfoed, 2006). Depkes RI pada tahun 2000 menetapkan indikator pencapaian status kesehatan untuk gigi dan mulut untuk anak usia 12 tahun dapat
meliputi: DMF-T < 2, OHI-S < 1,2, PTI > 20%. Indeks DMF-T dikeluarkan oleh WHO untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau dalam suatu populasi. OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified) merupakan indeks untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut. PTI (Performance Treatment Index) merupakan gambaran dari kemampuan seseorang atau dalam suatu populasi dalam mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut. Status kesehatan gigi dan mulut merupakan pencerminan atau hasil dari perilaku pelihara diri masyarakat. Menurut Depkes (2000), kegiatan pelihara diri yang dapat dilakukan perorangan dalam masyarakat meliputi: pelaksanaan hygiene mulut yang memadai yaitu dengan menyikat gigi, mengkonsumsi makan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
yang tepat misalnya makan sayuran atau buah buahan, menghindari kebiasaan yang tidak baik untuk kesehatan gigi dengan makan manis dan melekat seperti permen dan coklat, pemeriksaan diri sendiri dan mencari pengobatan yang tepat sedini mungkin yaitu membiasakan untuk control secara rutin ke klinik gigi dan mulut, Mematuhi nasehat–nasehat yang diberikan tentang kesehatan gigi dan mulut dari tenaga professional kesehatan gigi dan mulut. Menurut Notoatmodjo (2005), status kesehatan dapat ditingkatkan dengan perilaku kesehatan terdiri dari beberapa aspek yaitu: Perilaku pencegahan penyakit, perilaku penyembuhan penyakit bila sakit, antara lain berobat gigi segera setelah sakit dan menambal gigi sebelum gigi berlubang semakin parah, dan pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. Pengetahuan dan sikap saling mewarnai dan saling terkait dalam terbentuknya kemampuan untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Perubahan pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan kemampuan dalam melaksanakan perilaku, sehingga tanpa disadari dengan berubahnya salah satu komponen tersebut, maka berubah pula kemampuan seseorang untuk melaksanakan praktik tertentu (Santoso, 2004). Dengan demikian kemampuan anak usia sekolah tahun dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap tentang kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan hasil laporan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada kegiatan UKGS di wilayah kerja Puskesmas Sawit I diketahui bahwa siswa yang memiliki gigi berlubang yaitu sekitar 86,3% sedangkan murid yang giginya tidak berlubang yaitu sekitar 13,7%. Sebagian besar murid yang memiliki gigi berlubang mengatakan bahwa mereka kurang mengerti cara menjaga kesehatan gigi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap dengan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan status kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. b. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. c. Untuk menganalisis hubungan sikap dengan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Untuk membuktikan adanya hubungan pengetahuan dan sikap dengan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah bagi ilmu pengetahuan pada umumnya, dan khususnya ilmu kedokteran keluarga dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai pentingya pengetahuan dan sikap keluarga dalam meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut, khususnya bagi anak usia sekolah. b. Diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi pelaksana program untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut. c. Penelitian ini diharapkan memberi masukan bagi pemerintah daerah khususnya Kabupaten Boyolali, dimana hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan peningkatan status kesehatan gigi dan mulut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Menurut Bloom yang dikutip Notoatmodjo (2005) bahwa pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Pengetahuan yang paling erat hubungannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga, di mana ibu hamil yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang PHBS berpeluang bagi keluarganya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat sebesar 6,4 kali dibandingkan dengan commit to user pengetahuan rendah (Syafrizal, 2002). 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
b. Tingkat pengetahuan Menurut Bloom yang dikutip Notoatmodjo (2005) bahwa pengetahuan secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkatan yaitu: 1) tahu (know), diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu; 2) memahami (comprehension), memahami suatu obyek bukan hanya sekedar tahu terhadap obyek tersebut, tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang obyek yang diketahui tersebut; 3) aplikasi (application), diartikan apabila orang yang telah memahami obyek dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain; 4) analisis (analysis), adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan, memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau obyek yang diketahui; 5) sintesis (synthesis), menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan
yang dimiliki; dan 6) evaluasi
(evaluation), berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek tertentu yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. c. Domain pengetahuan Pengetahuan merupakan domain terpentingnya terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Penelitian rogers (1974) dikutip oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa sebelum seorang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni: 1) awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek); 2) interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus; 3) evaluation, menimbangnimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya; 4) trial, dimana orang telah mencoba perilaku baru; dan 5) adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Lebih
jauh
dikemukakan
oleh
Notoatmodjo
(2005)
bahwa
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui obyek tertentu. Jadi pengetahuan tidak hanya didapat melalui pendidikan formal, pengetahuan juga dapat diperoleh melalui informal yang disampaikan oleh orang tua, surat kabar, media elektronik, pengamatan dan segalanya. Pengetahuan juga merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (over behavior), karena dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. 2. Tinjauan Umum tentang Sikap a. Pengertian Motif dan sikap (attitude) merupakan pengertian-pengertian yang utama dalam uraian kegiatan dan tingkah laku manusia, maupun secara khusus dalam interaksi sosial. Sementara itu, pengertian sikap merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
pengertian yang mempunyai peranan besar dalam ilmu jiwa sosial yang khusus menguraikan tingkah laku manusia dalam situasi sosial. Bahkan pernah diucapkan oleh para ahli ilmu sosial, bahwa “sosialisasi manusia” atau menjadi makhluk sosialnya terutama terdiri atas pembentukan sikapsikap sosial pada dirinya. Oleh karena ada hubungan antara sikap dan motif manusia. Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi attitude-attitude tersebut dibentuk sepanjang perkembangannya. Peranan attitude dalam kehidupan manusia berperan besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri manusia, maka attitudeattitude menyebabkan bahwa manusia akan bertindak secara khas terhadap obyek-obyeknya. Attitude mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis menuju ke suatu tujuan, berusaha mencapai suatu tujuan. Attitude dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan dan kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu (Gerungan, 2004). Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue (Azwar, 2000). Sikap adalah konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya seseorang pada sesuatu. Sikap adalah pandangan, positif, negatif, atau netral terhadap “obyek sikap”, seperti manusia, perilaku, atau kejadian. Seseorang pun dapat menjadi ambivalen terhadap suatu target yang berarti ia terus mengalami bias positif dan negatif terhadap sikap tertentu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Sikap adalah respon tertutup terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya). Menurut Campbell yang dikutip Notoatmodjo (2005) mendefinisikan sangat sederhana, yaitu “an individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau obyek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan atau reaksi tertutup). Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : 1) kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu obyek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek; dan 3) kecenderungan untuk bertindak. b. Tingkat sikap Menurut Notoatmodjo (2005) sikap terdiri dari berbagai tingkatan berdasarkan intensitasnya, yaitu: 1) menerima (receiving), diartikan bahwa seseorang atau subyek mau menerima obyek (stimulus yang diberikan); 2) menanggapi (responding), diartikan memberi jawaban atau tanggapan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
terhadap pertanyaan atau obyek yang dihadapi; 3) menghargai (valuing), diartikan suatu subyek atau seseorang menyatakan setuju terhadap obyek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons; dan 4) bertanggung jawab (responsible), seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain terhadap apa yang telah diyakini. c. Komponen sikap Menurut Azwar (2000), struktur sikap terdiri atas komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang controversial. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang, dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu, serta berkaitan dengan obyek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku. d. Sifat sikap Sikap adalah bersifat positif, tetapi dapat pula bersifat negatif. Sikap positif mempunyai kecenderungan tindakan untuk menyenangi, mendekatif, mengharapkan obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1998). e. Cara pengukuran sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favorable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang tidak favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2005). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2005). f. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap suatu obyek sikap antara lain (Azwar, 2005): 1) Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. 2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan sebagian orang yang dianggap penting tersebut. 3) Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. commit to userKebudayaan telah mewarnai sikap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. 4) Media massa Dalam pemberitaan surat kabar, radio maupun media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya. 5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. 6) Faktor emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 3. Tinjauan Umum tentang Status Kesehatan Gigi Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Guna pengukuran pencapaian upaya pelayanan kesehatan maka perlu ditetapkan indikator kesehatan. Indikator pencapaian upaya pelayanan kesehatan gigi yang ditetapkan oleh Depkes RI (2000) adalah DMF-T < 2, PTI > 20% dan OHI-S < 1,2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
a. DMF-T (Decayed Missing Filling Tooth) 1) Pengertian Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Indeks DMF-T dikeluarkan oleh WHO untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau dalam suatu populasi. Komponen DMF-T, terdiri dari D (decayed) yaitu gigi yang terkena karies, M (missing) gigi yang hilang atau dicabut karena karies, dan F (filling) gigi yang terkena karies dan telah dilakukan penambalan (Depkes RI, 2000). 2) D (decayed) Decayed atau karies gigi merupakan penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor (multiple factors) yang saling mempengaruhi. Ada tiga faktor utama yaitu gigi dan saliva, mikroorganisme, dan substrat serta waktu sebagai faktor tambahan. Jika terjadi tumpah tindih pada keempat faktor akan menyebabkan terjadinya karies (Newbrun 1977; Alfano 1980; Konig dan Hoogendoorn, 1982 dalam Suwelo, 1992). Tahap kerusakan gigi biasanya diawali dengan sedikit kristal yang larut dan membuat daerah kecil pada permukaan email menjadi berpori (tampak sebagai bercak putih). Tanpa kontrol kebersihan gigi yang baik, maka mulailah terlihat lubang gigi. Mulanya lubang gigi tersebut sangat kecil, tetapi karena bagian dalam dan samping lubang akan langsung dilapisi oleh plak, proses pelarutan mineral akan berlanjut, sehingga lubang gigi dapat bertambah besar. Lubang gigi tersebut pada dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
mencapai akhir lapisan email. Asam yang berdifusi di antara kristalkristal email sudah mulai melarutkan dentin di bawahnya, sehingga proes kerusakan gigi berlangsung lebih cepat dan ada kemungkinan gigi mulai sakit. Tahap akhir adalah saat kerusakan gigi sudah melewati lapisan email dan dentin, dan mencapai bagian saraf yang disebut pulpa. Pada kondisi ini, gigi mulai benar-benar sakit, berubah dari rasa sakit yang tajam atau rasa sakit yang tiba-tiba bila ada rangsangan manis, panas atau dingin, menjadi rasa sakit yang terus-menerus atau rasa sakit yang berdenyut-denyut. Rasa sakit ini dapat mengganggu tidur, menyebabkan kelelahan, mengganggu pekerjaan atau konsentrasi mental (Besford, 1996). Perasaan yang sakit terus menerus karena infeksi pada pulpa gigi disebut peradangan pulpa atau pulpitis. Peradangan pada organ bukan merupakan proses fisiologi, biasanya akan ditemui suatu peperangan antara tubuh dengan bakteri, yang dapat menimbulkan nanah. Apabila tubuh tidak dapat mempertahankan, bakteri akan berjalan terus sampai seluruh pulpa hancur dan akan berwarna kehitaman, serta mengeluarkan bau busuk yang khas. Keadaan yang demikian dinamakan gangraen pulpa. Kondisi pulpa yang sudah mati, tidak menimbulkan rasa sakit, sehingga pasien lupa untuk merawat giginya. Bakteri tetap bertahan hidup dan menjalar ke arah periodontium. Reaksi tubuh terhadap aksi penghancuran bakteri akan menyebabkan rasa sakit timbul kembali. Akhirnya, bakteri akan membentuk dua macam pembengkakan yang commit to user Pembengkakan pada ujung akar tergantung daya tahan tubuh penderita.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
yang berbentuk kantung biasanya disebut granulom, dan juga pembengkakan yang merupakan kista (Tarigan, 1995). Granuloma merupakan sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi maupun untuk organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata (Tomasowa, 1995). Gigi berlubang yang termasuk dalam kategori D, pada pemeriksaan DMF-T adalah: 1) pada pit dan fissure maupun permukaan halus gigi; 2) ada kerusakan lunak pada dasar dan dinding kavitas; 3) enamel underminded; 4) tumpatan sementara; 5) sekunder karies; dan 6) pada permukaan akar gigi maupun sisa akar. Pada satu gigi mengalami karies lebih dari satu permukaan gigi, hanya dihitung sebagai satu “decayed”. Begitupun untuk keparahan dalamnya kerusakan gigi, akan dianggap sama sebagai decayed (Depkes RI, 2001). Seperti halnya penyakit lain, gigi berlubang merupakan suatu penyakit yang bisa dicegah. Banyak metode pencegahan telah diupayakan untuk mencegah terjadinya karies, yang dianjurkan dan sering dilakukan oleh masyarakat adalah menyikat gigi secara teratur, pemakaian pasta gigi yang mengandung fluor, mengatur pola makan dan pemberian fluor melalui air minum, tablet fluor dan lain sebagainya (Lestari dan Boesro, 1995). a) Menggosok gigi Menggosok gigi adalah cara yang paling efektif dan praktis untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang baik (Lin dalam Roeslan dkk., 1995). Tujuan menggosok gigi adalah membersihkan commit to user deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi (Nio, 2003). Alat-alat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
menggosok gigi. Alat-alat yang digunakan dalam menggosok gigi adalah: sikat gigi, gelas kumur, cermin, pasta gigi. b) Pemberian fluor Fluor adalah elemen yang mutlak diperlukan untuk pencegahan karies gigi. Fluor berperan dalam mencegah karies gigi yaitu dengan meningkatkan daya tahan lapisan gigi dan melindungi daerah yang rentan terserang karies dengan cara mengurangi kelarutan email dalam asam. (Roeslan dkk., 1995) c) Mengatur pola makanan Mengkonsumsi buah berserat merupakan tindakan kontrol plak secara mekanis dan kimiawi. Cara mekanis yaitu makanan berserat perlu dikunyah lebih lama sebelum ditelan, sehingga secara langsung mengikis plak, dan juga produksi saliva lebih banyak yang berperan sebagai pembersih gigi. Secara kimiawi yaitu makanan berserat berperan untuk menstabilkan PH di dalam rongga mulut, sehingga dapat mencegah terbentuknya plak gigi (Malayahati dan Lestari, 2004). d) Kontrol kesehatan gigi Pemeliharaan dan pencegahan penyakit gigi dan mulut lebih efektif dilakukan di rumah dibandingkan oleh tenaga kesehatan gigi (Besford, 1996). Meskipun demikian, masyarakat tetap dianjurkan untuk datang ke fasilitas kesehatan gigi, karena tidak semua tindakan perawatan dapat dilakukan sendiri oleh pasien, misalnya pembersihan karang gigi (Nio, 2003). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Masalah gigi dan mulut memang tak masuk dalam daftar penyakit mematikan. Kondisi itulah yang membuat sebagian masyarakat
mengesampingkan
upaya
mencegah
bahkan
juga
mengobati penyakit gigi dan mulut. Pihak sekolah maupun keluarga belum memberikan dukungan optimal pada upaya menjaga kesehatan mulut dan anak. Padahal, pada usia belia justru upaya edukasi dan pencegahan lebih efektif. Sekolah maupun keluarga, sebagai lingkungan terdekat anak, sejak dini harus mendidik anak untuk disiplin menggosok gigi minimal dua kali sehari, sesudah makan dan sebelum tidur. Anak pun harus dibiasakan memeriksakan giginya setiap enam bulan. Kendati sebagian besar sekolah di Indonesia telah memiliki program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang didalamnya meliputi Pendidikan Kesehatan Gigi (PKG), namun kegiatan itu belum terlaksana optimal. Hal itu terkait dengan keterbatasan fasilitas serta kurangnya pengetahuan pihak sekolah. Kondisi yang demikian diperparah dengan minimnya dukungan yang keluarga, membuat kesehatan gigi anak makin tak terpehatikan. Guru dan orang tua secara teratur memeriksa kesehatan gigi anak, memberikan sosialisasi dan jika ada masalah, segera mengkonsultasikannya pada dokter gigi. Upaya itu juga termasuk program pemeriksaan ke dokter gigi enam bulan sekali (Zatnika, 2009). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
3) M (missing) Gigi dalam mulut merupakan bagian yang penting dari organ pernafasan, pencernaan, bicara dan untuk mempertahankan kecantikan. Nilai dari satu gigi harus dipertimbangkan secara umum tidak hanya dari segi estetik, tetapi karena gigi tersebut harus dilakukan pencabutan karena gigi tersebut merupakan penyebab suatu penyakit, penghambat fungsi pengunyahan dan menimbulkan gangguan kesehatan (Tarigan, 1989). Pencabutan gigi tetap merupakan alternatif tindakan terakhir dalam perawatan kesehatan gigi. Apabila gigi dicabut maka fungsi gigi akan hilang atau minimal berkurang. (Tomasowa, 1995). Tanggalnya gigi tetap merupakan suatu masalah. Gigi yang bersebelahan dengan bekas pencabutan, mengakibatkan terbentuknya celah antara gigi yang bergeser tadi dengan gigi sebelahnya dan makanan dapat masuk ke dalam celah tadi sehingga membahayakan gusi. Dalam sebagian kecil keadaan, perubahan posisi gigi ini menyebabkan perubahan cara pengunyahan, sehingga otot rahang dapat menjadi sakit, dan dapat menimbulkan sakit kepala, sendi rahang berbunyi, terbatasnya permukaan mulut dan lain-lain. Gigi dari rahang lawannya dapat turun ke bekas pencabutan sehingga menghambat gerakan pengunyahan. Selain itu, bila celah terlihat, penampilan juga kurang menarik (Maulani, 2005). 4) F (filling) Proses perusakan gigi dimulai pada email gigi. Agar keadaan ini tidak berkembang ke arah keparahan, kavitas perlu dijaga kebersihan dan dirawat dengan tumpatan (Frencken dkk, 1999). Selain mencegah commit to user penjalaran karies, penambalan juga bertujuan untuk mengembalikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
bentuk dan fungsi gigi. Tumpatan harus memenuhi persyaratan antara lain tidak mengiritasi pulpa, toksisitas sistemik rendah, kariostatis, sebaiknya tidak larut dalam saliva, kuat menahan beban pengunyahan, mempunyai sifat estetis yang baik, sebaiknya terjadi adhesi antara bahan tambal dengan enamel dan dentin (Machfoedz, 2006). Proses penambalan tidak dapat dilakukan sendiri oleh pasien, tetapi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan gigi. Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan (Maulani, 2005). Seseorang dianjurkan untuk periksa gigi secara rutin minimal 6 bulan sekali untuk mendeteksi dini karies dan segera dilakukan tindakan untuk menghambat penjalaran karies (Rahmadhan, 2010). 5) Pengukuran Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi susu hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth). Beberapa hal yang perlu diperhatikan: commit to user a) Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
b) Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D. c) Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D d) Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M. e) Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti TIDAK dimasukkan dalam kategori M. f) Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F. g) Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F. h) Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi TIDAK dimasukkan dalam kategori M. b. PTI (Performance Treatment Index) Performance Treatment Index (PTI) dalam istilah umumnya adalah angka mempertahankan gigi tetap seseorang. Menurut WHO, indeks usia untuk mengukur gigi tetap adalah umur 12 tahun, 18 tahun 35 – 44 tahun, dan 65 – 74 tahun. Usia 12 tahun menjadi sangat penting karena merupakan usia anak-anak yang mudah dijangkau sebelum anak-anak meninggalkan sekolah dasar; juga kemungkinan besar semua geligi tetap pada usia ini telah tumbuh kecuali molar ke tiga (Depkes RI, 2001). PTI dapat diperoleh dengan rumus berikut : PTI =
Jumlah F – T (Filled teeth) commit to user Total DMF-T
X 100%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
c. OHI-S (Oral Higiene Index Simplified). OHI-S (Oral Higiene Index Simplified) adalah skor atau nilai pemeriksaan gigi dan mulut (Green and Vermillion) dengan menjumlahkan Debris Index (DI) dan calculus index (CI) (Depkes RI, 1997). Debris Index (DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi penentu, Calculus Index (CI) adalah skor dari endapan keras (karang gigi) terjadi karena debris mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu (Depkes RI, 2000). 1) Debris Index (DI) Debris adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan mikro organisme yang berkembang biak dalam suatu matrik yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi, bila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut (Nio, 2003). Debris Index (DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi penentu (Depkes RI, 2001). Pemeriksaan untuk menilai banyaknya debris dilakukan pada gigi-gigi penentu saja, dan hanya pada permukaan tertentu dari gigi-gigi tersebut. Permukaan gigi yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas, permukaan labial insisif pertama permanen kanan atas, permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas, permukaan lingual gigi molar permanen kiri bawah, permukaan labial gigi insisif permanan kiri bawah, dan permukaan lingual gigi molar permanen gigi kanan bawah (Nio, 2003). Debris dapat diartikan juga sebagai plak yang sangat tipis yaitu lapisan lunak tidak berwarna melekat erat pada permukaan gigi, commit to user tambalan, karang gigi (Houwink, 1993). Plak berisikan mikro organisme
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
leukosit– leukosit bahan-bahan kimia yang berasal dari air ludah dan sisa makanan (Machfoed dkk., 2006). Secara sederhana plak adalah endapan tipis yang melekat pada permukaan gigi, yang terdiri dari bahan perekat dan kuman. Bakteri yang terdapat pada permukaan luar dari plak adalah bakteri aerob sedang pada bagian dalam adalah bakteri anaerob. Terbentuknya plak gigi diawali dengan pembentukan acquired pellicle, yaitu lapisan tipis yang menutupi lapisan email, tembus cahaya dan tidak mengandung bakteri serta tidak mempunyai struktur tertentu. Setelah aquired pelicle terbentuk bakteri mulai berproliferasi di atas permukaan pelicle yang telah mengandung kuman dan akan menjadi bagian dari plak. Plak gigi yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan gingivitis, hal ini disebabkan karena adanya peningkatan jumlah bakteri patogen yang menghasilkan bahan toxis (Houwink, 1993). Pada dasarnya plak dapat dikontrol dengan penggunaan alat mekanis dan kimiawi. Membersihkan gigi dan mulut secara mekanis adalah membersihkan plak oleh tindakan psikomotor pasien secara teratur, plak dibersihkan dengan sikat gigi, tusuk gigi dan benang gigi (Tan, 1993). Tindakan membersihkan gigi dan mulut secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan senyawa anti bakteri, selain antibiotik untuk mencegah kolonisasi bakteri pembentukan plak, untuk mencegah pembentukan matrik plak dapat digunakan enzim dextranase yang dapat menghidrolisa dextran yang terbentuk oleh streptokokus dalam plak. commit to userobat kumur dapat diaplikasikan Antibiotik dapat digunakan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
secara lokal, ada beberapa antibiotik mempunyai potensi mencegah atau mengurangi pembentukan plak misalnya tetrasiklin dan penisilin tetapi memiliki efek samping bila digunakan secara terus menerus. Penggunaan antibiotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik tersebut (Nio, 2003). Pengukuran DI dilakukan sesuai dengan kriteria yang diajukan oleh Green dan Vermilion (Nio, 2003), yaitu sebagai berikut: a) Menentukan gigi penentu untuk pemeriksaan Debris Indeks (DI), yaitu pada rahang atas pada gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan gigi 1 kanan permukaan labial, sedangkan pada rahang bawah gigi 6 kanan kiri permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial. b) Menghitung nilai debris, sesuai dengan kriteria pada tabel 1. Tabel 2.1 Kriteria Debris Index Nilai
Keterangan
0
Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak dan tidak ada pewarna ekstrinsik.
1
a. Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau 1/3 permukaan gigi dari tepi gingival atau gusi. b. Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak, akan tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya.
2
Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut, seluas > 1/3 tetapi 2/3 permukaan gigi dari tepi gingival atau gusi.
3
Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas > 2/3 permukaan gigi dari tepi gingival atau gusi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Hasil pemeriksaan kemudian dijumlah. Untuk mengetahui debris Indeks (DI), diperoleh dengan rumus : DI =
Jumlah Nilai Debris Jumlah Gigi yang Diperiksa
2) Calculus Index (CI) Calculus Index (CI) adalah skor dari endapan keras pada gigi penentu (Depkes RI, 2001). Karang gigi adalah suatu endapan keras terletak pada permukaan gigi berwarna mulai dari kuning-kekuningan, coklat-kecoklatan sampai hitam-kehitaman dan mempunyai permukaan yang kasar. Karang gigi ada 2 jenis yaitu supragingiva calculus dan subgingiva calculus. Supragingiva calculus yaitu karang gigi yang menempel pada permukaan gigi diatas gusi. Warnanya putih kekuningan bila warnanya gelap kehitaman hal tersebut disebabkan karena orang tersebut merokok atau mengunyah tembakau dapat juga disebabkan zat warna dari bakteri (Chromomeric bacteri). Terbentuk dari pengendapan bahan-bahan mineral yang terdapat dalam ludah pada keadaan tertentu. Sedangkan subgingiva calculus yaitu karang gigi yang terletak dibawah gusi, jadi tidak tampak dari luar. Ini lebih padat dan keras. Warnanya coklat tua atau hijau tua gelap, kehitaman. Terbentuknya karang gigi karena antar plaque dan karang gigi terdapat hubungan yang erat sekali sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, plaque yang tinggal terlalu lama pada permukaan gigi akan commit user mengeras menjadi karang gigi. to Penyebab ini berasal dari pengendapan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
bahan-bahan kasar, air ludah dan serum darah akibat adanya peradangan. Karang gigi mempunyai permukaan yang kasar sehingga sisa-sisa makanan dan air ludah melekat pada permukaan gigi tersebut. Selanjutnya karang gigi akan terus terbentuk dan bertambah besar sehingga
dapat
menutupi
sebagian
permukaan
gigi
dan
juga
kepermukaan akar gigi dibawah tepi gusi. Apabila keadaan ini dibiarkan lebih lanjut, maka karang gigi ini menimbulkan kelainan jaringan periodontal. Akibat yang ditimbulkan dari karang gigi yaitu a) Karang gigi dapat mengakibatkan radang gusi atau gingivitis dengan ditandai gusi berwarna merah,bengkak dan mudah berdarah. b) Radang gusi apabila tidak dirawat akan menjalar kejaringan pendukung gigi yaitu periodontitis c) karang gigi menyebabkan bau mulut yang tidak sedap Karang gigi tidak dapat dibersihkan dengan hanya menggosok gigi atau kumur-kumur dengan obat kumur melainkan dengan perawatan scaling. Scaling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi, kalkulus dan deposit-deposit lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali dari deposit-deposit tersebut.
Tertinggalnya
kalkulus
supragingiva
maupun
kalkulus
subgingiva serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi. Scaling subgingiva lebih sulit dilakukan daripada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
scaling supragingiva karena sangat diperlukan kepekaan perabaan. Keberhasilan tindakan pembersihan di daerah subgingiva menyebabkan hilangnya peradangan, terjadi penyembuhan lesi periodontal melalui proses pengerutan gusi serta regenerasi jaringan periodontium yang rusak. Scaling dan penghalusan akar dapat dilakukan menggunakan alat tangan atau alat ultrasonik.. Penggunaan scaler yang tidak hati-hati dapat menimbulkan kerusakan tepi gingiva atau sering masih dijumpai adanya kalkulus. Tepi gingiva rusak oleh bagian tajam scaler akibat tekanan serta arah gerakan yang salah dan tanpa tumpuan di tempat yang tepat sehingga menimbulkan celah gingiva. Keadaan ini mengakibatkan terjadi peradangan
dengan
rasa
perih
dan
sakit.
Beberapa
peneliti
membandingkan scaling menggunakan alat tangan dan alat ultrasonik. Mereka menyimpulkan bahwa scaler ultrasonik efektif membersihkan deposit bakteri subgingiva pada permukaan gigi. (Lelyati, 2006) Kalkulus sub gingival terutama terdiri dari bakteri anaerobik. Prosedur untuk mengatasinya root planing, terapi khusus untuk menghilangkan cementum dan permukaan dentin yang ditumbuhi kalkulus, mikroorganisme, serta racun-racunnya. Tindakan ini dilakukan setelah kalkulus bersih dari permukaan gigi dan akarnya. Pada sub gingival kalkulus biasanya terjadi kantong, dengan kedalaman kantong mencapai 0,5 cm. Pada kondisi yang demikian perlu dilakukan kuretase untuk membentuk luka baru. Luka baru ini dibentuk dengan tujuan untuk merekatkan kembali gigi yang sudah sehat lebih erat lagi ke gigi (Julianti, dkk., 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Pengukuran CI dilakukan sesuai dengan kriteria yang diajukan oleh Green dan Vermilion (Nio, 2003), yaitu sebagai berikut: a) Menentukan gigi penentu untuk pemeriksaan Calculus Index (CI), yaitu pada rahang atas pada gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan gigi 1 kanan permukaan labial, sedangkan pada rahang bawah gigi 6 kanan kiri permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial. b) Menghitung nilai kalkulus, dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 2.2 Kriteria Calculus Index Nilai
Keterangan
0
Tidak ada karang gigi.
1
Pada permukaan gigi ada karang gigi supra gingival yang menutupi gigi tidak lebih dari 1/3 permukaan dari tepi gingiva atau gusi.
2
3
a. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supra gingival < 2/3 permukaan dari tepi gingiva atau gusi. b. Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi subgingival. a. Pada permukaan gigi yang diperiksa ada karang gigi supra gingival yang menutupi permukaan dari tepi gingival atau gusi. b. Sekitar bagian servikal gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari seluruh servikal (continuous band of subgingival calculus).
B. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk commit to user kata lain, perilaku merupakan pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
respon/reaksi seorang individu terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Respon ini dapat bersifat pasif yang tercermin dalam fikiran, pendapat dan sikap, sedangkan respon aktif dapat dilihat dari tindakan. Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi
individu
dengan
lingkungannya,
khususnya
yang
menyangkut
pengetahuan, sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan langsung lama (Notoatmodjo, 2005). Perilaku kegiatan pelihara diri yang dapat dilakukan perorangan dalam masyarakat meliputi: Pelaksanaan hygiene mulut yang memadai yaitu dengan menyikat gigi, Mengkonsumsi makan yang tepat misalnya makan sayuran atau buah buahan, Menghindari kebiasaan yang tidak baik untuk kesehatan gigi dengan makan manis dan melekat seperti permen dan coklat, Pemeriksaan diri sendiri dan mencari pengobatan yang tepat sedini mungkin yaitu membiasakan untuk control secara rutin ke klinik gigi dan mulut, Mematuhi nasehat – nasehat yang diberikan tentang kesehatan gigi dan mulut dari tenaga professional kesehatan gigi dan mulut (Depkes RI, 2000). Perilaku kesehatan terdiri dari beberapa aspek yaitu: perilaku pencegahan penyakit, perilaku penyembuhan penyakit bila sakit, antara lain berobat gigi segera setelah sakit dan menambal gigi sebelum gigi berlubang semakin parah, dan pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit (Notoatmodjo, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Perilaku dipengaruhi terdiri atas komponen pengetahuan dan sikap (Santoso, 2004). Pengetahuan dan sikap tentang pencegahan gigi dan mulut meliputi pelaksanaan hygiene mulut yang memadai diwujudkan dalam bentuk kebersihan gigi dan mulut yang baik, diukur dengan indeks kebersihan gigi (OHIS). Pengetahuan dan sikap tentang penyembuhan penyakit bila sakit yaitu berobat gigi segera setelah sakit dan menambal gigi sebelum gigi berlubang semakin parah diukur dengan pengalaman penyakit gigi (DMF-T) dan mempertahankan PTI. OHI-S, DMF-T dan PTI merupakan indikator status kesehatan gigi.
C. Penelitian yang Relevan Sejauh ini penelitian, pengetahuan dan sikap anak usia sekolah perilaku yang berhubungan dengan status kesehatan gigi belum banyak dilakukan. Penelitian lain yang relevan dan pernah dilakukan antara lain : Tabel 2.3 Penelitian – penelitian tentang pengetahuan dan sikap serta status kesehatan gigi No 1
2
3
Penelitian Desain Responden Chemiawan E. 2004 Deskriptif Anak usia Prevalensi Nursing Mouth Caries dg teknik 15 -60 bln Pada Anak Usia 15-60 bulan survey berdasarkan frekuensi penyikatan gigi di Posyandu Desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kab. Bandung Sariningrum E., 2009. Hubungan Deskriptif Anak usia Tingkat Pendidikan, Analitik 3-5 tahun Pengetahuan dan Sikap Orang Tua tentang Kebersihan Gigi dan Mulut pada Anak Balita Usia 3 – 5 tahun dengan Tingkat Kejadian Karies di PAUD Jatipurno. Prevalensi karies pada anak Survei Siswa dan sekolah dasar Riyadh Saudi dan Guru SD 'pengetahuan, sikap dan praktek Riyadh kesehatan mulut guru mereka commit to user
Hasil Prevalensi karies tertinggi pd anak dg frekuensi penyikatan gigi 1x (31,55%) diikuti penyiktn gg 2x (23,03%) dan penyikatn 3x (2,2%). Menunjukkan indeks plak rata-rata 2.34, 80.6% anak mengalami karies dengan def-t rata-rata 5.60, def-s rata-rata 12.47.
Prevalensi karies sebanyak 94,4%, rata-rata DMF-T 6,3, rata-rata D = 4,9, M = 1,1 dan F = 0,3.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
D. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan gambaran antara konsep-konsep spesifik yang berbeda-beda ingin diteliti dan bersumber dari konsep teoritis yang telah dijabarkan. Gambaran kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Bebas
Variabel Terikat
Pengetahuan Status Kesehatan Gigi - Decayed Missing Filling Teeth (DMF-T) - Performance Treatment Index (PTI) - Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S)
Sikap Sosial Budaya Pendidikan Ketersediaan Fasilitas
Keterangan : : diteliti : tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
E. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan DMF-T pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan PTI pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. 3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan OHI-S pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. 4. Ada hubungan antara sikap dengan DMF-T pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. 5. Ada hubungan antara sikap dengan PTI pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. 6. Ada hubungan antara sikap dengan OHI-S pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional yaitu untuk menggambarkan pola distribusi penyakit dan determinan menurut populasi, letak geografik, dan waktu. Teknik pengumpulan data dengan pendekatan cross sectional, artinya mempelajari hubungan penyakit dan paparan pada individu dari populasi tunggal pada satu periode (Murti, 1997).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sawit I Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali selama 6 bulan, pada bulan April s/d September 2011.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan elemen/subyek riset. Populasi sasaran pada penelitian ini adalah siswa kelas VI SD di wilayah kerja Puskesmas Sawit I yaitu 422 orang.
2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi. Sebelum peneliti menentukan sampel terlebih dahulu disusun kerangka pencuplikan (sampling frame) yang berisikan nama-nama subyek populasi aktual yang akan dicupleik untuk commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
memperoleh sampel (Murti, 1997). Penentuan jumlah sampling frame dihitung dengan menggunakan rumus dari Ridwan (2003). n = Di mana :
岐.
岐
n = jumlah sampel N = jumlah populasi e2 = presisi yang ditetapkan Diketahui jumlah siswa SD kelas VI yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sawit I adalah N = 422 siswa, dengan presisi yang ditetapkan 1%. Berdasarkan rumus tersebut diperoleh populasi sasaran (n) yang akan diperoleh adalah sebagai berikut: n = =
㑨ĖĖ
㑨ĖĖ.在, 㑨ĖĖ
,ĖĖ
= 82 responden Berdasarkan hasil perhitungan maka kerangka penculikan (sampling frame) adalah 82 responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas VI SD di wilayah kerja Puskesmas I Sawit pada tahun ajaran 2011-2012 yang memenuhi kriteria : a. Tidak ada kelainan b. Berusia minimal 12 tahun pada saat dilaksanakan pemeriksaan c. Gigi tetap yang tumbuh minimal 28 gigi Berdasarkan kriteria di atas, maka dari sampling frame yang memenuhi kriteria commit to user sebanyak 33 responden.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
D. Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri atas : 1. Variabel bebas a. Pengetahuan b. Sikap 2. Variabel terikat Status kesehatan gigi dan mulut yang terdiri atas DMF-T, PTI, dan OHI-S.
E. Definisi Operasional 1. Pengetahuan adalah pengetahuan siswa tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut, cara mencegah dan merawat gigi berlubang. Alat pengukurnya adalah kuesioner, apabila pertanyaan dijawab benar maka diberi nilai satu, sedangkan jawaban salah diberi nilai 0. Skala penelitian yang digunakan adalah rasio. 2. Sikap adalah keinginan dan kecenderungan siswa yang berkaitan dengan perasaan dan pikirannya untuk bereaksi melakukan menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta mencegah dan merawat gigi berlubang. Variabel penelitian diukur dengan kuesioner dengan pertanyaan tertutup, dengan memilih jawaban sesuai dengan Skala Guttman Setuju (S), Tidak setuju (TS) dengan kriteria penilaian yaitu jawaban setuju bernilai 1, jawaban tidak setuju bernilai 0 (Sugiyono, 2011). Sikap diukur dengan skala rasio. 3. Status kesehatan gigi adalah pencapaian skor pengalaman karies (DMF-T), indeks mempertahankan gigi (PTI) dan kebersihan gigi (OHI-S). a. DMF-T, adalah jumlah karies aktif baik yang sudah mendapat perawatan commit to user ataupun belum mendapat perawatan. DMF-T diperoleh melalui pemeriksaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
dengan diagnostic set yang meliputi kaca mulut datar dan sonde. DMF-T diukur dengan skala rasio. Untuk keperluan analisis deskriptif maka dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2000): 1) Baik
jika DMF-T < 2
2) Buruk
jika DMF-T > 2
b. PTI, adalah jumlah gigi karies yang telah dilakukan penambalan yang baik dibagi dengan pengalaman karies yang pernah dialami. PTI diperoleh melalui pemeriksaan dengan diagnostic set yang meliputi kaca mulut datar dan sonde. PTI diukur dengan skala rasio. Untuk keperluan analisis deskriptif, PTI dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2000) : 1) Baik
jika PTI > 20%
2) Buruk
jika PTI < 20%
c. OHI-S, adalah status kebersihan gigi dan mulut yang diperoleh dari jumlah kalkulus indeks dan debris indeks yang diperiksa berdasarkan kriteria green dan vermilion. Pemeriksaan dilakukan dengan diagnostic yang meliputi kaca mulut dan sonde. OHI-S diukur dengan skala rasio. Untuk keperluan analisis deskriptif, maka OHI-S dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2000) : 1) Baik
jika hasil pemeriksaan
0 – 1,2
2) Sedang
jika hasil pemeriksaan
1,3 – 3
3) Buruk
jika hasil pemeriksaan
>3
F. Sumber Data Penelitian Ada dua jenis sumber data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan alat ukur pada masing-masing variabel. Data primer pada penelitian ini meliputi sikap, pengetahuan, DMF-T, OHI-S dan PTI. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengkaji dokumendokumen yang telah tersedia/ada sebagai penunjang. Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer, yang berupa gambaran umum daerah atau lokasi penelitian yang diperoleh dari data yang sudah tersedia pada SD di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
G. Alat Ukur Penelitian Variabel independen yang berupa pengetahuan dan sikap diukur dengan kuesioner. Kuesioner terdiri dari 20 item pertanyaan yaitu 10 pernyataan tentang pengetahuan dan 10 pernyataan tentang sikap. Peryataan yang diberikan bersifat favorable (bersifat positif) dan bersifat unfavorable (bersifat negatif). Pada pernyataan pengetahuan, untuk pernyataan yang bersifat favorable, maka jawaban “Benar” diberi nilai 1, jawaban “Salah” diberi nilai 0, sedangkan untuk pernyataan yang bersifat unfavorable, cara penilaiannya adalah kebalikan dari favorable jawaban “Benar” diberi nilai 0, jawaban “Salah” diberi nilai 1. Pada pernyataan sikap, untuk pernyataan yang bersifat favorable, maka jawaban “Setuju” diberi nilai 1, jawaban “Tidak Setuju” diberi nilai 0, sedangkan untuk pernyataan yang bersifat unfavorable, cara penilaiannya adalah kebalikan dari favorable jawaban “Setuju” diberi nilai 0, jawaban “Salah” diberi nilai 1. commit to user Adapun kisi-kisi kuesioner seperti pada tabel 4 berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Tabel 3.1 Kisi-kisi Validitas Isi (Content Validity) Kuesioner Penelitian Pengetahuan dan Sikap Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Status Kesehatan Gigi Anak Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I No.
Pernyataan
1.
Pengetahuan
2.
Sikap
Kategori Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
Nomor Soal 1, 3, 5, 7, 9 2, 4, 6, 8, 10 2, 4, 6, 9 1, 3, 5, 7, 8, 10
Sebelum digunakan sebagai alat penelitian, kuesioner diuji coba pada subyek penelitian untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. Uji tersebut dilakukan terhadap 10 responden pada siswa SD di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Berarti, validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Semakin tinggi nilai validitas, maka semakin bisa diandalkan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Dalam uji validitas (content validity), analisis setiap butir pertanyaan dilakukan dengan cara menghitung
korelasi
antara
skor
butir
instrumen
terhadap
total
skor
pertanyaan/pernyataan dengan mengunakan uji Pearson Product Moment. Item pertanyaan dikatakan valid apabila nilai r lebih kecil atau sama dengan 0,05 (Ghozali, 2001). Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh semua pertanyaan baik pengetahuan dan sikap diperoleh nilai r < 0,05, sehingga pertanyaan untuk 10 pertanyaan pengetahuan dan 10 pertanyaan sikap valid sebagai pertanyaan penelitian. Uji reliabilitas adalah indeks yang menggunakan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain reliabilitas commit to user menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Instrumen yang reliable mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga bisa dipercaya untuk mengungkap data (Notoatmodjo, 2005). Uji reliabilitas dalam penelitian ini dengan internal consistency yaitu melakukan uji coba instrument satu kali saja kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan tehnik tertentu. Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan teknik Alpha Cronbach. Instrumen penelitian dinyatakan reliabel jika memiliki nilai Alpha Cronbach lebih dari 0,60.
H. Pengumpulan Data Pengumpulan data variable sikap dan pengetahuan dilakukan memberikan kuesioner kepada responden. Pengumpulan data status kesehatan gigi dan mulut dilakukan dengan observasi.
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikerjakan dengan proses: 1. Editing, adalah kegiatan yang bertujuan untuk memeriksa kembali jawaban dari responden, yang dilakukan pada tempat survey karena bila ada kekurangan dapat segera dilengkapi. Langkah ini dilakukan untuk mengecek kelengkapan data, kesinambungan dan keseragaman data. 2. Coding Setiap alternatif jawaban diberikan kode yang ditulis dalam lembar kode untuk mempermudah dalam proses pengolahan data commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
3. Scoring adalah kegiatan untuk memberikan skor atau nilai sesuai dengan skor yang telah ditentukan di kuesioner. Total skor didapatkan dari hasil penjumlahan skor masing-masing pertanyaan 4. Entry data, yaitu memasukkan data yang sudah diperoleh kedalam program komputer. 5. Tabulating, merupakan kegiatan ini dilakukan dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang pada masing-masing variabel penelitian Dari hasil penelitian data yang sudah selesai dikumpulkan, diolah kemudian dilakukan analisis sebagai berikut: 1. Analisis univariat Analisa univariat bertujuan untuk mengetahui apakah konsep yang kita ukur siap untuk dianalisis dan mengurangi adanya kesalahan dalam pengambilan data. Analisis dilakukan dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi jawaban pengetahuan, sikap, dan status kesehatan gigi meliputi DMF-T, OHI-S dan PTI. 2. Analisis bivariat Langkah kedua setelah analisis univariat untuk melihat hubungan antara variabel pengetahuan dan sikap, dengan status kesehatan gigi. a. Analisis Bivariat secara Deskriptif Analisis bivariat secara deskriptif dilakukan dengan cara grafik hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. b. Analisis Bivariat secara Analitik Analisis bivariat secara analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan variabel terikat yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
1) Uji Normalitas Sebelum dilakukan uji statistik antara dua variabel, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan Kolmogorof Smirnov Test untuk mengetahui apakah sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau bukan. Dikatakan berdistribusi normal apabila p value dari Kolmogorof Smirnov Test lebih dari 0,05 dan berdistribusi tidak normal apabila p value kurang dari 0,05. Apabila data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan Pearson Product Moment, dan apabila data berdistribusi tidak normal, maka dilanjutkan dengan Korelasi Rank Spearman.
a) Uji Korelasi Product Moment Uji ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang berskala rasio, dimana sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Rumus : rxy =
n(å xy ) - (å x)(å y )
{nå x 2 - (å x) 2 }{nå y 2 - (å y ) 2 }
Dimana : rxy
= Korelasi antara variabel x dan y
n
= Jumlah sampel
x
= Variabel bebas
y
= Variabel terikat
åxy = Jumlah perkalian antara x dan y commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Interpretasi : Nilai r berkisar antara –1 dengan 1, apabila nilai r positif (+) maka dikatakan kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif dan apabila didapat nilai negatif (-), maka korelasi bersifat negatif. Sedangkan apabila nilai r sama dengan 0 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. b) Uji Korelasi Rank Spearman Korelasi ini digunakan untuk menguji variabel bebas dan variabel terikat yang minimal berskala ordinal, selain itu dapat digunakan untuk menguji variabel bebas dan variabel terikat yang berskala interval atau rasio dengan syarat apabila sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Rumus :
rxy = 1 -
6å B 2 n(n 2 - 1)
Dimana : rxy
= Korelasi antara variabel x dan y
n
= Jumlah sampel
x
= Variabel bebas
y
= Variabel terikat
åB2 = Jumlah perkalian antara x dan y Interpretasi : Nilai r berkisar antara –1 dengan 1, apabila nilai r positif (+) maka commit to user dikatakan kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif dan apabila
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
didapat nilai negatif (-), maka korelasi bersifat negatif. Sedangkan apabila nilai r sama dengan 0 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subyek Penelitian Subyek penelitian berasal dari 17 SD dan MI di wilayah kerja Puskesmas Sawit I yang memenuhi kriteria tidak ada kelainan, berusia 12 tahun pada saat dilaksanakan pemeriksaan, dan gigi tetap yang tumbuh minimal 28 gigi. Adapun distribusi subyek pada masing-masing SD/MI adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi subyek penelitian berdasarkan SD/MI No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
SD / MI
Jumlah Subyek 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 33
SDN Mungup MI Kiyaran SDN Manjung I SDN Manjung II SD N Tegal Rejo MI Tegal Rejo SD N Bendosari I SD N Bendosari II SD N Karang Duren I SD N Karang Duren II MI Karang Duren SD N Jatirejo I SD N Jatirejo II SD N Klabang SD N Kateguhan I SD N Kateguhan II MI Kateguhan Jumlah
Subyek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 17 (51,5%) siswa dan 16 (48,5%) siswa berjenis kelamin laki-laki. Distribusi subyek berdasarkan commit to user jenis kelamin seperti pada tabel 4.2 berikut. 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Tabel 4.2 Distribusi subyek penelitian berdasarkan SD/MI No. 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Frekuensi Persentase 16 48,5 17 51,5 33 100
2. Analisis Univariat a. Pengetahuan Pengetahuan responden diukur dengan menggunakan kuesioner. Nilai yang diperoleh adalah maksimum 10, minimum 5, dengan rata-rata 7,42. Distribusi jawaban masing-masing soal adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden No.
Pernyataan
Benar Salah
1
Gigi yang berlubang merupakan gigi sehat
30%
70%
2
Penambalan gigi berlubang penting untuk mengembalikan fungsi gigi untuk mengunyah, berbicara, dan keindahan Gigi yang rusak, tidak berfungsi, pernah bengkak, dan sering nyeri sebaiknya jangan dicabut Tanda awal gigi berlubang adalah gigi yang terasa linu Penambalan gigi sebaiknya dilakukan oleh tukang gigi keliling Gigi yang mati atau akar sisa gigi yang tidak dicabut dapat menjadi sumber infeksi penyakit Menggosok gigi lebih baik dilakukan pada waktu mandi daripada sehabis makan dan sebelum tidur Menyikat gigi yang benar meliputi semua permukaan gigi bagian luar, dalam, atas dan bawah Gusi yang sehat berwarna merah tua, bukan merah muda Seseorang perlu memeriksakan gigi minimal sekali dalam 6 bulan commit to user
85%
15%
88%
12%
97%
3%
30%
70%
45%
55%
27%
73%
61%
39%
15%
85%
70%
30%
3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hampir semua responden mengetahui bahwa tanda awal gigi berlubang adalah gigi terasa linu (97%), tetapi responden banyak yang tidak mengetahui gigi yang mati yang tidak dicabut akan menjadi sumber infeksi penyakit. b. Sikap Sikap responden diukur dengan menggunakan kuesioner. Nilai yang diperoleh adalah maksimum 10, minimum 4, dengan rata-rata 7,45. Distribusi jawaban masing-masing soal adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Responden No. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Saya lebih suka memiliki gigi yang berlubang daripada gigi yang utuh Saya bersedia untuk dilakukan penambalan gigi saya yang berlubang Saya lebih baik menolak dilakukan pencabutan terhadap gigi yang sudah rusak, menimbulkan bau dan sering bengkak Saya ingin merawat gigi agar tidak terasa linu
12%
Tidak Setuju 88%
70%
30%
55%
45%
76%
24%
Saya lebih menyukai ditambal oleh tukang gigi keliling daripada ke klinik gigi atau Puskesmas Saya khawatir jika terjadi infeksi penyakit pada gigi saya Saya lebih suka menyikat gigi pada waktu mandi daripada sesudah makan dan sebelum tidur Menyikat gigi di seluruh permukaan gigi sangat merepotkan dan menyita waktu Saya tetap bersedia menyikat gigi, walaupun gusi berdarah dan berwarna merah tua Memeriksakan gigi yang tidak sakit secara berkala hanya merepotkan saja, lebih-lebih 6 bulan sekali.
12%
88%
67%
33%
73%
27%
24%
76%
76%
24%
12%
88%
Pernyataan
Setuju
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat distribusi jawaban terbesar responden adalah tidak setuju mempunyai commit to user gigi yang berlubang, ditambal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
oleh tukang gigi keliling dan memeriksakan gigi yang sakit merupakan hal yang merepotkan (88%). c. DMF-T DMF-T merupakan indeks pengalaman karies yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. Pemeriksaan meliputi penjumlahan gigi yang terkena karies (D) gigi yang hilang atau indikasi cabut dan gigi yang ditambal F.Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh skor rata-rata DMF-T = 2,18 dengan DMF-T terbanyak 5. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi DMF-T Responden DMF-T
Frekuensi
Buruk (>2)
14
42,4
Baik
19
57,6
33
100,0
(< 2)
Total
Persentase
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden dengan pengalaman karies baik (< 2) sebanyak 57,6% lebih besar dibandingkan dengan responden dengan DMF-T buruk (> 2) sebanyak 42,4%. d. PTI PTI merupakan indeks mempertahankan gigi yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. PTI diperoleh dengan rumus F dibagi DMF-T dikalikan 100%. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh skor rata-rata PTI = 48,84%. Hasil kategori PTI berdasarkan pedoman pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dari Depkes RI seperti pada tabel 4.4 berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi PTI Responden PTI Buruk (< 20%) Baik (>20%) Total
Frekuensi 6 27 33
Persentase 18,2 81,8 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden dengan PTI baik (> 20%) sebanyak 81,8% lebih besar dibandingkan dengan responden dengan PTI buruk (< 20%) sebanyak 18,2%. e. OHI-S OHI-S merupakan indeks kebersihan gigi yang ditunjukkan dengan skor debris dan kalkulus yang merupakan hasil pemeriksaan pada gigi-gigi indeks yang telah ditentukan. Hasil pemeriksaan OHI-S diperoleh rata-rata 1,59 (sedang). OHI-S dikategorikan berdasarkan pedoman pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dari Depkes RI. Hasil kategori OHI-S seperti pada tabel 4.7 berikut. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi OHI-S Responden OHI-S Buruk (> 3)
Frekuensi
Persentase
2
6,1
Sedang (1,3 - 3)
20
60,6
Baik
11
33,3
33
100,0
(0 - 1,2) Total
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa distribusi terbesar OHI-S pada kategori sedang (60,6%) diikuti dengan kategori baik (33,3%) dan distribusi terkecil pada kategori buruk (6,1%). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
3. Analisis Bivariat a. Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T
Gambar 4.1. Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa antara pengetahuan dengan DMF-T terdapat hubungan yang bersifat berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai pengetahuan maka semakin kecil nilai DMF-T. b. Hubungan Pengetahuan dengan PTI
Gambar 4.2 Hubungan Pengetahuan dengan PTI commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Berdasarkan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa antara pengetahuan dengan PTI terdapat hubungan yang berbanding lurus, dimana semakin besar nilai pengetahuan maka semakin besar nilai PTI. c. Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S
Gambar 4.3. Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa antara pengetahuan dengan OHI-S terdapat hubungan yang berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai pengetahuan maka semakin kecil nilai OHI-S. d. Hubungan Sikap dengan DMF-T Berdasarkan gambar 4.4 dapat dilihat bahwa antara sikap dengan OHI-S terdapat hubungan yang berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai sikap maka semakin kecil nilai DMF-T.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Gambar 4.4 Hubungan Sikap dengan DMF-T e. Hubungan Sikap dengan PTI
commit to user Gambar 4.5 Hubungan Sikap dengan PTI
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa antara sikap dengan PTI terdapat hubungan yang berbanding lurus, dimana semakin besar nilai sikap maka semakin besar besar nilai PTI. f. Hubungan Sikap dengan OHI-S
Gambar 4.6. Hubungan Sikap dengan OHI-S Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat bahwa antara sikap dengan OHI-S terdapat hubungan yang berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai sikap maka semakin kecil nilai OHI-S.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
g. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi Tabel. 4.8 Korelasi antara Pengetahuan dan Sikap dengan DMFT, PTI dan OHIS Variabel Status Kesehatan Koefisien P Independen Gigi Korelasi Pearson (r) Pengetahuan DMFT -0,37 0,034 kesehatan gigi PTI 0,46 0,007 OHIS -0,34 0,050 Sikap kesehatan DMFT -0,63 0,001 gigi PTI 0,56 0,001 OHIS -0,47 0,006
Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson antara pengetahuan dengan DMF-T, PTI dan OHI-S diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara pengetahuan dengan DMF-T, OHI-S dan PTI. Hubungan antara pengetahuan dengan PTI (r = 0,46; p = 0,007), sedangkan hubungan pengetahuan dengan DMF-T (r = -0,37; p = 0,034) dan OHI-S (r = -0,34; p = 0,05). Hasil uji statistik korelasi Pearson antara sikap dengan DMF-T, PTI dan OHI-S, diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara sikap dengan DMF-T, PTI dan OHI-S. Hubungan antara sikap dengan PTI (r = 0,56; p = 0,001), hubungan antara sikap dengan DMF-T (r = -0,63; r = 0,001) dan OHI-S (r = -0,47; p = 0,006).
B. Pembahasan 1. Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T Pengetahuan seorang akan menentukan perilakunya dalam hal to user kesehatan. Seseorang yang commit mempunyai pengetahuan yang baik, maka akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
tahu tindakan yang tepat apabila terserang suatu penyakit. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan DMF-T, dimana semakin tinggi nilai pengetahuan makan semakin rendah nilai DMF-T. Pengetahuan kesehatan gigi yang baik akan terjadinya perilaku sehat seseorang dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan dan penyakit, menyebabkan seseorang tidak mampu untuk mencegah penyakit (karies) sehingga akan menambah nilai D (Decay). Setelah seseorang menderita penyakit gigi dan mulut maka penyakit tersebut perlu dirawat, sehingga penjalaran penyakit gigi dan mulut dapat dicegah. Perawatan yang sebaiknya dilakukan setelah adanya penyakit adalah penambalan sehingga akan menambah nilai F (Filling). Tanpa pengetahuan tentang perawatan penyakit gigi dan mulut, maka penyakit yang dideritanya akan semakin parah sehingga gigi harus hilang (M/Missing) karena pencabutan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yusuf (2011) pada siswa SMP dan Fa’ati pada mahasiswa FKG UNAIR yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies (DMFT). 2. Hubungan Pengetahuan dengan PTI Pengetahuan seorang akan menentukan perilakunya dalam hal kesehatan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka akan tahu tindakan yang tepat apabila terserang suatu penyakit. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
dengan PTI, bahwa semakin baik pengetahuan anak, maka PTI-nya juga semakin baik, yang berarti pengetahuan tentang gigi berlubang berhubungan dengan PTI. Hasil penelitian ini ditunjang dengan pendapat Notoatmodjo (2003), semakin meningkatnya pengetahuan seseorang maka perilaku dalam bidang kesehatan semakin baik, termasuk didalamnya mencegah penyakit dan mengobati penyakit. Pengobatan penyakit gigi akan mencegah keparahan penyakit gigi, sehingga penyakit gigi dapat dihentikan penjalarannya. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penambalan gigi yang akan meningkatkan nilai PTI. 3. Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S OHI-S (Oral Higiene Index Simplified) adalah skor atau nilai pemeriksaan gigi dan mulut (Green and Vermillion) dengan menjumlahkan Debris Index (DI) dan calculus index (CI) (Depkes RI, 1997). Debris Index (DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi penentu, Calculus Index (CI) adalah skor dari endapan keras (karang gigi) terjadi karena debris mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu (Depkes RI, 2000). Hasil penelitian hubungan pengetahuan dengan OHI-S menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan OHI-S (p < 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yusuf (2011) yang menyatakan ada hubungan bermakna pengetahuan dengan indeks oral higiene (OHI-S) pada siswa SMP Nurul Hasanah (p < 0,05). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Purwanto (1990) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut manfaat yang didapat adalah terjadinya perubahan perilaku seseorang dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan, memilih makanan dan sebagainya. PDGI (2005), menyatakan untuk mencapai keberhasilan pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut salah satunya melalui kemampuan menggosok gigi secara baik dan benar dipengaruhi pengetahuan. Kebersihan gigi dan mulut dapat dijaga baik secara mekanis maupun secara kimiawi. Seorang anak perlu dibekali pengetahuan yang baik tentang bagaimana cara menggosok gigi yang baik dan benar sehingga mampu membersihkan kotoran yang ada pada giginya. 4. Hubungan Sikap dengan DMF-T Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emonisonal terhadap stimulus.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap dengan DMF-T, dimana semakin tinggi nilai sikap makan semakin rendah nilai DMF-T. Hal ini menunjukkan bahwa sikap siswa SD yang positif akan berdampak pada status karies yang positif. Sikap positif siswa SD membentuk perilaku positif terhadap kesehatan gigi dalam bentuk pencegahan penyakit karies gigi, sehingga commit to user tidak menambah nilai DMF-T.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
5. Hubungan Sikap dengan PTI Tanda awal gejala penyakit karies adalah gangguan kenyamanan. Gangguan tersebut merupakan stimulus untuk terbentuknya sikap pada anak sekolah untuk segera menghilangkan rasa sakit dengan mencari pengobatan ke sarana kesehatan. Di
sarana kesehatan gigi anak akan memperoleh
pelayanan : Menghentikan rasa sakit gigi. dan penambalan gigi. Penambalan gigi akan meningkatkan indeks mempertahankan gigi (PTI). 6. Hubungan Sikap dengan OHI-S Hasil penelitian hubungan sikap dengan OHI-S menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan OHI-S (p < 0,05). Kebersihan gigi dan mulut merupakan tanggung jawab individu terhadap dirinya sendiri. Pada anak usia usia 12 tahun sudah dapat diberi tanggung jawab dalam menjaga kebersihan gigi dibanding anak di bawahnya. Tanggung jawab merupakan intensitas tertinggi dalam tingkatan sikap setelah menerima (receiving), menanggapi (responding), menghargai (valuing). Adanya tanggung jawab tersebut menimbulkan perilaku yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulutnya yaitu menjaga kebersihan gigi dan mulutnya sehingga OHI-S tidak akan menjadi tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Penelitian ini menarik beberapa kesimpulan: 1. Status kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I adalah rata-rata Decay, Missing, Filling Teeth (DMF-T) = 2,18, rata-rata Performance Treatment Index (PTI) = 48,84% (baik) rata-rata Oral Hygiene Index Simplified (0HI-S) = 1,59 (sedang). 2. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara pengetahuan kesehatan gigi dengan Decay, Missing, Filling Teeth (r = -0,37; p = 0,034). 3. Terdapat hubungan yang positif dan secara statistik signifikan antara pengetahuan kesehatan gigi dengan PTI (r = 0,46; p = 0,007) 4. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara pengetahuan kesehatan gigi dengan Oral Hygiene Index Simplified (r = -0,34; p = 0,050) 5. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara sikap kesehatan gigi dengan Decay, Missing, Filling Teeth (r = -0,63; p = 0,001). 6. Terdapat hubungan yang positif dan secara statistik signifikan antara sikap kesehatan gigi dengan PTI (r = 0,56; p = 0,001) 7. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara sikap kesehatan gigi dengan Oral Hygiene Index Simplified (r = -0,47; p = 0,006)
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
B. Implikasi 1. Bagi Siswa Sekolah Dasar Kesehatan gigi tidak bisa dilepaskan dari kesehatan secara keseluruhan. Siswa Sekolah Dasar perlu meningkatkan pengetahuannya dalam pencegahan penyakit gigi dengan bertanya kepada petugas kesehatan gigi, membaca buku majalah, atau media massa yang lain sehingga mampu meningkatkan upaya pencegahan penyakit gigi yang pada akhirnya mampu meminimalisir penyakit gigi. 2. Bagi Orang Tua Orang tua diharapkan tetap melakukan bimbingan kepada siswa sekolah dasar, dengan selalu mengingatkan untuk menjaga kesehatan giginya meskipun anak usia sekolah dasar sudah mampu diberi tanggung jawab. Meskipun sudah ada program UKGS di sekolah, tetapi pencegahan di rumah tetap akan lebih baik.
C. Saran 1. Bagi Instansi Terkait Puskesmas dan pihak sekolah perlu meningkatkan kerja sama dalam program UKGS dengan peningkatan frekuensi UKGS agar angka DMF-T dan OHI-S menjadi baik. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Adanya penelitian dengan variabel bebas lain yang dapat berpengaruh terhadap status kesehatan anak sekolah dasar dengan sampel yang lebih besar. commit to user