ARTIKEL
HUBUNGAN PELAKSANAAN FUNGSI KELUARGA DENGAN MEKANISME KOPING PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME DI SLB NEGERI UNGARAN KABUPATEN SEMARANG
Oleh : SAIMAN JAYADI NIM : 010111a101
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO SEPTEMBER, 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Artikel dengan judul, “Hubungan Pelaksanaan Fungsi Keluarga dengan Mekanisme Koping Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang”, disusun oleh : Nama
: Saiman Jayadi
NIM
: 010111a101
Program studi : Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Telah disetujui untuk dipublikasikan oleh pembimbing utama skripsi Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
Ungaran September 2016 Pembimbing Utama
Ns. Umi Aniroh, S.Kep., M.Kes
HUBUNGAN PELAKSANAAN FUNGSI KELUARGA DENGAN MEKANISME KOPING PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME DI SLB NEGERI UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Saiman Jayadi*)Umi Aniroh**)Suwanti**) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo **) Dosen Pembimbing Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Mekanisme koping yang diberikan orang tua kepada anak dengan Down Syndrome antara lain mendorong anak agar bereksplorasi dan mengajarkan kemampuan dasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping antara lain fungsi keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan fungsi keluarga dengan mekanisme koping pada orang tua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang. Desain penelitian ini deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 33 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan distribusi frekuensi dan chi square. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan fungsi keluarga pada orangtua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dalam kategori baik (54,5%). Mekanisme koping orangtua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori adaptif (63,6%). Ada hubungan pelaksanaan fungsi keluarga dengan mekanisme koping pada orang tua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dengan p value sebesar 0,027 < α (0,05). Sebaiknya orang tua lebih aktif menggali informasi yang berhubungan dengan down syndrome, memberikan kasih sayang lebih, mengunjungi dokter secara rutin, mencarikan sekolah yang cocok bagi anak sehingga kemampuan mereka dalam merawat anak akan meningkat. Kata Kunci : pelaksanaan fungsi keluarga, mekanisme koping, anak down syndrome Kepustakaan : 35 (2006-2015) ABSTRACT Coping mechanisms given by parents to a child with Down Syndrome, among others, encourage children to explore and teach basic skills. Factors affecting the coping mechanisms include a family function. The purpose of this study was to determine the relationship of the family with the implementation of coping mechanisms function in older people who have Down syndrome children in SLB Ungaran Semarang District. The study design was descriptive correlation with cross sectional approach. The study population of parents who have children with Down Syndrome in SLB Ungaran Semarang regency as many as 33 people using total sampling technique. Data retrieval tool using a questionnaire. Data analysis used frequency distribution and chi square.
The results showed the implementation of family functions in parents of children with Down syndrome in SLB Ungaran Semarang District in good category (54,5%). Coping mechanisms of parents of children with Down syndrome in SLB Ungaran Semarang District, mostly in the category of adaptive (63,6%). There is a relationship with a family function execution coping mechanism to parents who have children with Down syndrome in SLB Ungaran Semarang District with p value of 0,027 <α (0,05). Parents should more actively gather information relating to Down syndrome, give love more, visit the doctor regularly, to find a suitable school for children so that their ability to care for children will increase. Keywords
: implementation of family functioning, coping mechanisms, Down Syndrome children Bibliography : 35 (2006-2015) PENDAHULUAN Mekanisme koping merupakan cara yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Mekanisme koping yang berhasil maka seseorang dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar yang dimaksud yaitu kemampuan menyesuaikan diri pada pengaruh faktor internal dan eksternal. Koping yang efektif menempati tempat yang penting terhadap ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan suatu penyakit baik bersifat fisik maupun psikis, sosial dan spiritual (Nursalam, 2007). Menurut Funnell, Gabrielle & Karen (2008), mekanisme koping ada dua jenis yaitu adaptif dan maladaptif. Mekanisme koping adaptif merupakan suatu usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat positif, rasional dan konstruktif. Mekanisme koping maladaptif merupakan suatu usaha yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat negatif, merugikan dan destruktif serta tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Tekanan yang dirasakan oleh orang tua karena tidak mengetahui bagaimana
cara penanganan atau pengasuhan anak yang mengalami Down Syndrome secara efektif, sehingga peran serta orang tua sangat menentukan keberhasilan anak Down Syndrome nantinya dalam bersosialisasi dengan masyarakat umum dan mampu menjalin hubungan interpersonal dengan anggota masyarakat. Salah satu cara untuk melatih kemampuan interpersonal anak Down Syndrome dapat dilakukan dengan sering mengajak anak ke tempat-tempat umum, tempat bermain, mall, dan tempat umum lainnya agar anak bertemu dengan orang yang berbeda dan tidak merasa asing (Soetjiningsih, 2012). Mekanisme koping yang diberikan orang tua kepada anak dengan Down Syndrome antara lain mendorong anak agar bereksplorasi, mengajarkan kemampuan dasar, merayakan setiap kemajuan perkembangan yang sudah dicapai, mengulang kembali yang sudah dicapai, melindungi anak dari kondisi yang berbahaya dan menciptakan lingkungan yang responsif dan kaya akan bahasa (Gunarsa, 2011). Mekanisme koping pada anak yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak di masa yang akan datang (Soetjiningsih, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping antara lain usia, pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
motivasi, fungsi dan keluarga (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai nilai strategis di dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan masalah keluarga begitu juga sebaliknya. Kesehatan masyarakat salah satunya diarahkan pada pendekatan keluarga. dan berorientasi pada pemberdayaan keluarga. Oleh karena itu sangatlah penting pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan yang sayang keluarga (family friendly health centre) (Muhlisin, 2012). Menurut Friedman (2002) dalam Muhlisin (2012) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, yaitu fungsi afektif dan koping, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif (Muhlisin, 2012). Tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, antara lain mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas selanjutnya memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda,
mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga, mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada) (Setiadi, 2008). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan April 2016 di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa jumlah siswa di sekolah tersebut terbanyak dari tujuh sekolah lainnya di Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 204 siswa, serta jumlah anak yang mengalami Down Syndrome sebanyak 33 anak untuk tahun ajaran 2016/2017. Hasil pengukuran pelaksanaan fungsi keluarga dan mekanisme koping dengan menggunakan kuesioner sederhana yang dilakukan kepada orangtua ketika mengantar anak ke sekolah diperoleh 10 orang tua dengan anak Down Syndrome menunjukkan 6 orang (60,0%) memberikan mekanisme koping maladaptif yaitu jarang mendorong anak agar bereksplorasi ketika mengalami masalah bermain, jarang mengajarkan kemampuan dasar kepada anak seperti toilet training dan jarang merayakan setiap kemajuan perkembangan yang sudah dicapai oleh anak dimana 4 ibu mempunyai pelaksanaan fungsi keluarga yang baik yaitu mengajarkan anak memberi salam kepada teman yang dijumpai, melatih anak menyanyangi teman, membawa anak ke puskesmas jika anaknya sakit dan 2 ibu mempunyai pelaksanaan fungsi keluarga kurang baik yaitu jarang mengajarkan anak memberi salam kepada teman yang dijumpai, jarang melatih anak menyanyangi teman, tapi membawa anak ke puskesmas jika anaknya sakit. Berdasarkan studi pendahuluan juga diperoleh data sebanyak 4 ibu (40,0%) memberikan mekanisme koping adaptif yaitu dengan mendorong eksplorasi ketika mengalami masalah bermain, selalu
mengajarkan kemampuan dasar kepada anak seperti toilet training dan selalu merayakan setiap kemajuan perkembangan yang sudah dicapai oleh anak dan 2 ibu mempunyai pelaksanaan fungsi keluarga yang baik dengan mengajarkan anak memberi salam kepada teman yang dijumpai, melatih anak menyanyangi teman, membawa anak ke puskesmas jika anaknya sakit dan 2 ibu mempunyai pelaksanaan fungsi keluarga kurang baik yaitu jarang mengajarkan anak memberi salam kepada teman yang dijumpai, jarang melatih anak menyanyangi teman, tapi membawa anak ke puskesmas jika anaknya sakit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pelaksanaan fungsi keluarga dengan mekanisme koping pada orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian studi korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang yaitu 33 anak. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan total sampling. HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Karakteristik (f) (%) Pendidikan Dasar 15 45,5 Atas 18 54,5 Umur Remaja akhir 23 69,7 Dewasa awal 10 30,3
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa pendidikan responden paling tinggi 18 orang (54,4%) dan sebagian besar berusia remaja akhir yaitu sebanyak 23 orang (69,7%). B. Analisis Univariat 1. Gambaran Pelaksanaan Fungsi Keluarga Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Fungsi Keluarga Pelaksanaan (f) (%) Fungsi Keluarga Cukup 15 45,5 Baik 18 54,5 Jumlah 33 100,0 Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi keluarga pada orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, dalam kategori baik sebanyak 18 orang (54,5%) dan tidak ada dalam kategori kurang. 2. Gambaran Mekanisme Koping pada Orang tua yang Memiliki Anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mekanisme Koping Mekanisme (f) (%) Koping Maladaptif 12 36,4 Adaptif 21 63,6 Jumlah 33 100,0 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa mekanisme koping orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori adaptif yaitu sebanyak 21 orang (63,6%).
C. Analisis Bivariat Tabel 4 Hubungan Pelaksanaan Fungsi Keluarga dengan Mekanisme Koping pada Orangtua yang Memiliki Anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang (n = 33) Mekanisme Koping Pelaksanaan Fungsi χ2 Mal adaptif Adaptif Total p-value Keluarga f % f % f % 9 60,0 6 40,0 15 100,0 4,899 0,027 Cukup 3 16,7 15 83,3 18 100,0 Baik Jumlah 12 36,4 21 63,6 33 100,0 Tabel 4 menunjukkan hubungan pelaksanaan fungsi keluarga dengan mekanisme koping pada orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang diperoleh, responden yang menyatakan pelaksanaan fungsi keluarga kategori cukup sebanyak 15 orang dimana sebagian besar mempunyai mekanisme koping kategori maladaptif yaitu sebanyak 9 orang (60,0%) lebih banyak dari pada kategori adaptif yaitu sebanyak 6 orang (40,0%). Responden yang menyatakan pelaksanaan fungsi keluarga kategori baik sebanyak 18 orang dimana sebagian besar mempunyai mekanisme koping kategori adaptif yaitu sebanyak 15 orang (83,3%) lebih banyak dari pada kategori maladaptif yaitu sebanyak 3 orang (16,7%) . Hasil uji statistik didapatkan nilai 2 χ hitung (44,899) > χ2tabel (3,84) dan p value sebesar 0,027 (α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pelaksanaan fungsi keluarga dengan mekanisme koping pada orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN A. Gambaran Pelaksanaan Fungsi Keluarga Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan fungsi keluarga pada orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB
Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, dalam kategori baik yaitu sebanyak 18 orang (54,5%). Pelaksanaan fungsi keluarga pada orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, dalam kategori baik dimana responden menyatakan mereka senang bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak (36,4%), mendukung pertumbuhan anak dengan memberikan makanan yang bergizi (90,9%) dan membawa menjaga kesehatan anak dimana ke dokter demam, batuk, pilek atau penyakit lainnya (36,4%). Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga (Setiadi, 2008). Pelaksanaan fungsi keluarga pada orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dalam kategori baik dimungkinkan karena faktor pendidikan. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
Tingkat pendidikan yang tinggi atau pengalaman hidup yang diperoleh, motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kesehatan keluarga, persepsi positif mengenai pelayanan kesehatan, sosial budaya yang baik serta lingkungan sebagai support system yang baik akan mendorong keluarga untuk mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga yang sakit begitu pula sebaliknya. Keluarga dengan pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang tinggi pula. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah untuk menerima dan menangkap informasi yang dibutuhkan sehingga pengetahuannya juga akan semakin tinggi/baik. Meskipun demikian, jika pendidikan seseorang rendah namun orang tersebut memiliki pengalaman dan sering mendapatkan informasi-informasi maka ini dapat meningkatkan pengetahuan dan berdampak pada perubahan perilaku menjadi lebih baik Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan maka seseorang akan melaksanakan dan mempraktikkan apa yang diketahuinya. (Notoatmodjo, 2010). B. Gambaran Mekanisme Koping Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme koping orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dalam kategori adaptif yaitu sebanyak 21 orang (63,6%). Orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dalam kategori adaptif dimana mereka mendapatkan dukungan dari teman-teman untuk tetap merawat anak yang mengalami Down Syndrome (48,5%), tidak terlalu memikirkan anak yang mengalami Down Syndrome dengan melihat televisi, membaca, melamun, tidur atau belanja (48,5%) dan menerima semua kenyataan memiliki anak yang mengalami Down Syndrome (72,7%).
Responden yang memiliki anak yang mengalami Down Syndrome mendapatkan dukungan dari teman-teman untuk tetap merawat anak yang mengalami Down Syndrome dimana mereka memberikan nasehat bahwa anak adalah rezeki sehingga harus disyukuri dengan cara merawatnya dengan baik. Mereka juga menyatakan untuk tidak terlalu memikirkan anak yang mengalami Down Syndrome tetapi berfokus untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dan dapat hidup secara mandiri. Responden sudah dapat menerima semua kenyataan memiliki anak yang mengalami Down Syndrome. Mereka berkeyakinan bahwa menitipkan anak dengan kondisi demikian kepadanya tentu bukan karena kebetulan tetapi ada rencana besar dari Tuhan untuk dirinya. Mekanisme koping orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dalam kategori adaptif dimungkinkan karena faktor pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme koping orangtua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dalam kategori adaptif sebanyak 21 orang dimana yang mempunyai pendidikan atas sebanyak 15 orang (71,4%) lebih banyak dari pada yang berpendidikan dasar (SMP) yaitu sebanyak 6 orang (28,6%). Responden dalam penelitian ini sebagian mempunyai pendidikan yang baik yaitu minimal Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pendidikan responden mayoritas adalah SMA, pada tingkat pendidikan ini sudah dikatakan cukup tinggi dalam jenjang pendidikan di Indonesia, dengan pendidikan yang lebih baik maka pengetahuan yang dimiliki orang tua juga lebih baik, tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap dirinya, dimana tingkat pendidikan seseorang itu akan
menentukan bagaimana menghadapi stresor termasuk mendapatkan anak dengan Down Syndrome. Responden yang mempunyai pendidikan yang baik bisanya akan aktif menggali informasi terkait dengan masalah yang dihadapi. Semakin banyak informasi yang dikumpulkan maka pengetahuan mereka terkait dengan masalah anak down sindrom semakin baik yang pada akhirnya mekanisme koping yang dilakukan adaptif. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Menurut undang-undang kependidikan yang termasuk pendidikan menengah adalah sekolah menengah atas adalah SMA, SMK atau MA. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seeorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk bersikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Notoatmodjo, 2010). C. Hubungan Pelaksanaan Fungsi Keluarga dengan Mekanisme Koping Hasil uji statistik didapatkan nilai χ2hitung (44,899) > χ2tabel (3,84) dan p value sebesar 0,027 (α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pelaksanaan fungsi keluarga dengan mekanisme koping pada orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang. Anak dengan Down Syndrome merupakan individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah
kromosom 21 yang berlebih. Materi genetik yang berlebihan tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi sel lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat (Soetjiningsih, 2012). Mekanisme koping merupakan cara yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Mekanisme koping yang berhasil maka seseorang dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar yang dimaksud yaitu kemampuan menyesuaikan diri pada pengaruh faktor internal dan eksternal. Koping yang efektif menempati tempat yang penting terhadap ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan suatu penyakit baik bersifat fisik maupun psikis, sosial dan spiritual (Nursalam, 2007). Tekanan yang dirasakan oleh orang tua karena tidak mengetahui bagaimana cara penanganan atau pengasuhan anak yang mengalami Down Syndrome secara efektif, sehingga peran serta orang tua sangat menentukan keberhasilan anak Down Syndrome nantinya dalam bersosialisasi dengan masyarakat umum dan mampu menjalin hubungan interpersonal dengan anggota masyarakat. Salah satu cara untuk melatih kemampuan interpersonal anak Down Syndrome dapat dilakukan dengan sering mengajak anak ke tempat-tempat umum, tempat bermain, mall, dan tempat umum lainnya agar anak bertemu dengan orang yang berbeda dan tidak merasa asing (Soetjiningsih, 2012). Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai nilai strategis di dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan masalah keluarga begitu juga sebaliknya. Kesehatan masyarakat salah
satunya diarahkan pada pendekatan keluarga. dan berorientasi pada pemberdayaan keluarga. Oleh karena itu sangatlah penting pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan yang sayang keluarga (family friendly health centre) (Muhlisin, 2012). Menurut Friedman (2002) dalam Muhlisin (2012) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, yaitu fungsi afektif dan koping, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif (Muhlisin, 2012). PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan fungsi keluarga pada orangtua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang dalam kategori baik sebanyak 18 orang (54,5%) lebih banyak dari pada kategori cukup sebanyak 15 orang (45,5%). 2. Mekanisme koping orangtua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori adaptif yaitu sebanyak 21 orang (63,6%). 3. Ada hubungan pelaksanaan fungsi keluarga dengan mekanisme koping
pada orang tua yang memiliki anak down syndrome di SLB Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, dengan p value sebesar 0,027 (α = 0,05). B. Saran Sebaiknya pihak sekolah lebih mengoptimalkan pendidikan yang mendukung perkembangan anak down syndrome dengan mengenali bakat anak dan memfokuskan pendidikan anak untuk mengembangkan bakat yang dimiliki. DAFTAR PUSTAKA Ali, Z. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC Andarmoyo, 2012. Keperawatan Keluarga. Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi. Revisi). Jakarta : Rineka Cipta BKKBN, 2012. Evaluasi Program Kependudukan dan KB. Jakarta Candra, 2009. Teori dan Manajemen Stres (Kontemporer dan Islam). Malang: Taroda Carver, C.S. dan Smith, J.C. 2010. Personality And Coping: Annual Review Psychology. Miami: University Of Miami Chaplin, 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Strategi Coping Funnell, Gabrielle & Karen, 2005. Tabner’s Nursing care Theory and Practice. New York : Elvester. Gunarhadi, 2008. Penanganan Anak Syndrome Down Dalam Lingkungan Keluarga dan Sekolah. Jakarta : Depdiknas Gunarsa, 2011. Dari anak sampai usia lanjut: bunga rampai psikologi anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Siswanto,
2007. Kesehatan Mental, Yogyakarta:Andi Yogyakarta, John, 2010. Child Development. New York : The McGraw-Hill Company, Inc Hay Jr, 2012. Current Pediatric Diagnosis & Treatment 16th. By McGrawHill Education Kelliat, 2009. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC Lancet, 2008. Down's syndrome. McGrawHill Education Lanzkowsky, 2008. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. McGraw-Hill Education Maramis, 2008. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga. University Press Mark., 2007. Down Syndrome: The Facts. 2nd ed. London: Oxford University Press Mayo Clinic Internal Medicine Review, Amit K. Ghosh, MD, 2008 Muhammad, 2008. Special Education 4 Special Childrend. Jakarta: PT Mizan Publika. Muhlisin, 2012. Keperawatan Keluarga. Surakarta : Gosyem Publishing. Nelson, 2008. Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders Nurjanah, 2014. Psikologi Perkembangan untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
Nursalam, 2011. Manajemen Keperawatan. edisi 3. Jakarta : Salemba Medika. Ratnawati (2009). Penelitian Tindakan Dalam Bidang Pendidikan dan Sosial. Mojokerto : Bayu Media Publishing Schlote, 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology. Setiadi, 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu Soetjiningsih, 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Stuart dan Sundeen, 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta, EGC. Tamher dan Noorkasiani, 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Wardani, 2009. Orang Tua Menghadapi Anak Autis. Jurnal. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. William, 2012. Fungsi Luhur Sistem Saraf. Dalam : M. Djauhari Wijajakusumah, editor : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : EGC. Wiscarz & Sandra, 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC