HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
ZAHRA FIRDAUSI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016
Zahra Firdausi NIM I34120034
ABSTRAK ZAHRA FIRDAUSI. Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI dan DINA NURDINAWATI. Pekerja Anak menjadi kondisi dilematis mengenai peran mereka sebagai generasi penerus bangsa yang harus mendapatkan pendidikan yang layak disamping keharusan mereka bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara anak yang bersekolah sambil bekerja dengan anak yang hanya bersekolah, dilihat dari capaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangganya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survei menggunakan instrumen kuesioner dan didukung oleh data kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan status anak sebagai pekerja anak. Anak yang bekerja cenderung memiliki capaian pendidikan yang rendah dan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga yang juga rendah dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah. Kata kunci: pekerja anak, pencapaian pendidikan, tingkat kesejahteraan rumah tangga
ABSTRACT ZAHRA FIRDAUSI. Relation between Child Labor and Educational Achievement, and Household’s Welfare. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI and DINA NURDINAWATI. Child Labor is a dilemma because on one side children should get decent education while on the other side is necessary work to helped household’s economic. The Purpose of this research is to identify the relations between children as a child labor and children who study to educational achievement and household’s welfare. The research use is quantitative approach with survey that using quesionaire and supported by qualitative approach with in-depth interviews. The research shows that that educational achievement and household’s welfare level has relations with the children as a child labor. Child labor tend to have lower educational achievement and household’s welfare than the children that just as a student. Keyword: child labor, educational attainment, household’s welfare level
HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
ZAHRA FIRDAUSI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga” dengan lancar, tanpa hambatan dan rintangan yang berarti. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS dan Ibu Dina Nurdinawati, Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti serta sabar menghadapi penulis dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis Bapak Eka Firdaus, Ibu Aan Mardiah, Miqdad Firdaus, Hana S Firdausi dan Miftah S Firdaus, juga kepada teman-teman penulis Ridho, Aden, Nensi, Dinda, Ferdhian, Delys, Suhaila, Efriska, Dara, Enggal, Shifa, Nanda, Abed, Vany dan teman-teman KPM 49 yang telah membantu dan menyemangati penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Akhirnya penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Juli 2016
Zahra Firdausi
13
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pekerja Anak Kondisi Pekerja Anak di Indonesia Pekerja Anak dan Pendidikan Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak dan Pendidikan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Penentuan Responden dan Informan Teknik Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Desa Kondisi Geografis Kondisi Demografi Kondisi Sosial dan Ekonomi Sarana dan Prasarana KARAKTERISTIK RESPONDEN Golongan Umur Jenis kelamin Status Kegiatan Anak KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA LINGKUNGPASIR Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa Lingkungpasir
ix xi xi 1 1 2 3 3 5 5 5 6 7 7 8 9 10 11 13 13 13 14 14 16 21 21 21 22 23 23 27 27 29 30 34 34
Jam Kerja Anak Pendapatan Pekerja Anak GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEKERJA ANAK Jumlah Anggota Rumah Tangga Pendidikan Kepala Rumah Tangga Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Kesejahteraan Rumah Tangga PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
39 40 41 43 43 45 46 47 48 49 51 53 54 55 56 58
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
23
Peubah dan indikator anggota rumah tangga Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran skor taraf hidup rumah tangga) Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima pelajaran di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase jam kerja pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan presentase pendapatan pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase jumlah angota rumah tangga (ART) responden Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016
16 17 18 19 22 22 23 24 25 27 28 29 34 35 37 38 39 41 42 43 45 47
49
24 25
Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016
50 50
DAFTAR GAMBAR 1 2
Kerangka Pemikiran Status kegiatan anak sebagai pekerja anak
11 30
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Daftar responden Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa Lingkungpasir Dokumentasi Penelitian Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir Olahan data menggunakan SPSS
57 58 59 61 64 65
PENDAHULUAN Latar Belakang Pekerja anak adalah masalah sosial yang telah menjadi isu dan agenda global bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pada tahun (2009) data Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukan, jumlah pekerja anak di dunia mencapai sekitar 200 juta jiwa. Dari jumlah itu, 75% berada di Afrika, 7% di Amerika Latin, dan 18% di Asia.Di Indonesia, diperkirakan terdapat 2.4 juta pekerja anak. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011) terdapat 2.7 juta anak berumur 10-15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi 117.996 jiwa di antaranya merupakan pekerja anak.. Menurut Todaro (2003) Pekerja anak seringkali menjadi masalah serius di negara-negara berkembang, ketika anak di bawah usia 14 tahun bekerja, waktu bekerja mereka telah menggantikan waktu mereka untuk belajar di sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut tingkat kesehatan para pekerja anak lebih buruk bila dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam sehari. Basu dan Tzannatos (2003) menyatakan bahwa sudah sangat jelas, rumah tangga mengirim anak mereka untuk bekerja hanya saat mereka terdorong karena kondisi mereka terjerat dalam kemiskinan. Menurut BKKBN (2011) terdapat enam indikator sebuah keluarga atau rumah tangga dikatakan sejahtera, salah satunya adalah anak dalam keluarga yang berusia 7-15 tahun diwajibkan untuk bersekolah. Anak-anak yang merupakan masa depan bangsa menyebabkan Indonesia tidak akan maju jika anak-anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak Pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dengan sengaja diselenggarakan untuk membantu perkembangan kepribadian dan kemampuan setiap anak agar kelak dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya di masa yang akan datang. Di satu sisi terdapat pertentangan mengenai keharusan anak bekerja untuk memperoleh kesejahteraan karena kondisi ekonomi keluarganya dengan hak seorang anak untuk mengenyam pendidikan yang layak dan hanya fokus pada pendidikan demi masa depannya, namun ternyata sebanyak 81,8% pekerja anak juga bersekolah. Realitas menunjukkan bahwa kemiskinan orangtua membuat anak kehilangan kesempatan dan hak untuk memperoleh pendidikan. Salah satu fenomena pekerja anak ditemukan di Desa Lingkungpasir. Terdapat anak-anak usia sekolah yang bekerja membantu orang tua hingga anakanak tersebut mengorbankan waktu sekolah dan bermain. Hal ini dibuktikan saat anak-anak tersebut bekerja membantu orang tua, dalam satu hari penuh mereka hanya akan bekerja dan tidak pergi ke sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan status anak sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa Lingkungpasir Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut.
2
Perumusan Masalah Pada penelitian sebelumnya Usman dan Nachrowi (2004) mengatakan bahwa anak-anak terjun ke dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal di luar diri anak yang menarik anak untuk bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat dengan status ekonomi keluarga. Pada penelitian sebelumnya, Nandi (2006) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan akar permasalahan dari persoalan pekerja anak, namun kemiskinan bukan satu-satunya alasan dari munculnya pekerja anak. Status pekerja anak itu sendiri juga mencegah anak-anak dari memperoleh keterampilan dan pendidikan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik. Secara tidak langsung, kondisi seperti inilah yang akan melanggengkan rantai kemiskinan itu sendiri. Dalam penelitian ini, dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa? Pada penelitian sebelumnya Guarcello, Lyon, dan Rosati (2008) menyatakan bahwa status kegiatan anak sebagai pekerja anak dipandang merugikan kemampuan anak untuk masuk dan bertahan dalam sekolah, dan membuat anakanak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah mempengaruhi persentase kehadiran anak di sekolah. Menurut Chandra (2014) kendala utama bagi pendidikan semua anak adalah status sebagai pekerja anak. Bekerja penuh waktu membuat anak-anak tidak dapat mengembangkan proses berpikir yang lebih baik. Kesehatan dan keselamatan anak juga rentan saat berada di tempat kerja, juga kondisi emosional anak yang tidak baik karena seringkali mendapat perlakuan buruk saat bekerja. Dalam penelitian ini selanjutnya dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana hubungan status kegiatan anak (pekerja anak dan anak yang hanya bersekolah) dengan pencapaian pendidikan? Pada penelitian sebelumnya Nandi (2006) menyatakan bahwa keluarga miskin terpaksa mengerahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum mencapai usia untuk bekerja, terpaksa harus bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang bekerja ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, melainkan justru untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga menurut BKKBN (2011) adalah semua anak usia 7-15 tahun dalam keluarga harus mengenyam pendidikan dan tidak memiliki status lain yang dapat mengganggu pendidikannya sehingga anak tidak sejahtera, sehingga dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana pengaruh upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahanpermasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu: 1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa 2. Menganalisis hubungan status anak sebagai pekerja anak dan anak yang hanya bersekolah dilihat dari capaian pendidikan
3
3. Menganalisis pengaruh upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak yang berminat maupun pihak yang terkait dengan masalah pekerja anak di suatu wilayah. Secara spesifik penelitian ini memiliki manfaat dan dapat digunakan oleh berbagai pihak di antaranya sebagai berikut: 1. Bagi akademisi Penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai hubungan pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu, diharapkan pula dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan kependudukan, khususnya pada fokus perhatian peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan pekerja anak di pedesaan. 2. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi masyarakat desa khususnya pekerja anak mengingat pembangunan suatu daerah dilihat dari kualitas sumber dayamanusianya.
4
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pekerja Anak Tiga teori yang melatarbelakangi keberadaan pekerja anak menurut Irwanto (1995) pertama, teori budaya. Menurut teori tersebut bahwa dalam budaya tertentu anak memang diharapkan menimba pengalaman bekerja dari orang dewasa sejak usia muda. Kedua, teori kemiskinan, faktor mendasar terjadinya fenomena anak bekerja adalah kemiskinan. Kemiskinan itulah yang harus menjadi sasaran intervensi bahwa keadaan ini memang tidak dapat dipungkiri. Penghasilan orang tua dari anak yang bekerja sangat minim dan banyak di antaranya merupakan orang tua tunggal yang kepala keluarganya wanita. Ketiga, teori ekonomi, teori ini menyatakan bahwa perhitungan ekonomis rasional merupakan motivasi yang utama yang melatarbelakangi persoalan pekerja anak. Pertimbangan akan tingginya ongkos karena peluang yang hilang untuk memperoleh penghasilan karena terus untuk menyekolahkan anak merupakan faktor pendorong utama. Definisi Menurut Subri (2003) menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain, dengan membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan maupun tidak. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam sehari. Faktor Bekerja Anak Menurut Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N (2013) motivasi anak terjun ke dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal di luar yang menarik anak untuk bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat dengan status ekonomi keluarga menurut Usman dan Nachrowi (2004). Kemiskinan memainkan peran utama dalam munculnya pekerjaan anak. Rumah tangga yang tergolong menengah ke bawah akan sangat mungkin untuk mengirim anaknya bekerja demi membantu ekonomi keluarga. Menurut Ben (1994) pendapatan penghasilan yang sangat rendah mengartikan bahwa semua anggota keluarga termasuk anak-anak harus berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga agar dapat bertahan hidup. Kemiskinan rumah tangga ini dapat dilihat melalui tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut yang dapat diamati melalui pengeluaran atau pendapatan per kapita rumah tangga tersebut. Menurut Priyambada (2002) walaupun kemiskinan adalah faktor yang penting dalam mempengaruhi keputusan keluarga akan timbulnya pekerja anak, itu bukanlah faktor tunggal, faktor lainnya adalah akses pendidikan. Alternatif bila anak tidak bekerja adalah sekolah, namun jika orangtua tidak mampu membayar biaya pendidikan (termasuk transportasi ke sekolah, uang jajan, uang buku, dll), anak-anak tidak dapat bersekolah dan harus bekerja untuk keluarga atau untuk orang lain, selanjutnya adalah norma dan sikap sosial. Stigma masyarakat mengenai pekerja anak berbeda di tiap masyarakat. Masyarakat yang memiliki stigma rendah, orangtua tidak akan terpengaruh oleh tekanan tetangga untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan mereka tetap akan mempekerjakan anak-anaknya.
6
Faktor berikutnya adalah permintaan dari rumah tangga, pertanian keluarga atau usaha keluarga. Banyak anak-anak yang bekerja untuk orangtua mereka, jika anak-anak melakukan pekerjaan rumah tangga, maka orangtua mereka bisa bekerja di tempat lain untuk menambah penghasilan. Faktor terakhir adalah permintaan dari usaha-usaha lain. Anak-anak adalah tenaga kerja yang murah dan banyak jumlahnya sehingga banyak usahausaha kecil yang suka mempekerjakan pekerja anak. Pekerja anak juga lebih mudah diatur karena mereka lebih tidak mampu untuk mempertahankan hak dan kepentingan mereka dibandingkan orang dewasa. Menurut pendapat Suyanto yang dikutip oleh Endrawati (2013) menunjukan bahwa selain tekanan kemiskinan, masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong anak-anak di pedesaan cenderung atau terpaksa terlibat dalam kegiatan produktif bekerja, yaitu faktor kultur atau budaya masyarakat atau juga disebut sebagai faktor tradisi, yang memandang bahwa anak-anak yang sejak dini terbiasa bekerja, merupakan bagian dari proses sosialisasi untuk melatih anak mandiri dan merupakan bentuk darma bakti anak kepada orang tua. Kemungkinan anak yang bekerja juga sebagai bentuk pelarian dari beban pekerjaan di rumah yang acapkali dipandang menjenuhkan, disamping mereka juga ingin merasakan suasana yang lain seperti layaknya teman-temannya yang sudah bekerja di luar rumah terlebih dahulu atas kemauan sendiri. Dampak Pekerja Anak Menurut Avianti dan Sihaloho (2013) anak-anak yang bekerja di industri kecil berperan dalam menyumbangkan pendapatan kepada keluarganya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan bekerjanya seorang anak dalam keluarga, maka akan mengurangi jumlah tanggungan keluarga tersebut. Namun di sisi lain bekerjanya seorang anak juga berdampak pada tidak terpenuhinya hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak serta hak-hak lain yang mestinya diperoleh anak-anak seusia mereka. Menurut ILO (2009) anak yang telah memutuskan untuk terjun ke dunia kerja akan memiliki motivasi yang rendah untuk melanjutkan sekolah. Anak yang ikut bekerja memiliki peluang yang besar untuk juga berdampak pada kegagalan dan belajar dalam waktu yang sama juga akan berdampak pada prestasi yang rendah. Irwanto (1995) menyatakan bahwa keterlibatan anak dalam aktivitas ekonomi secara penuh didasarkan pada trade of yang optimal. Anak-anak harus terpaksa meninggalkan bangku sekolah, untuk bekerja penuh dalam rangka ikut meningkatkan pendapatan keluarga yang umumnya sangat marginal. Bertambahnya anggota keluarga yang mencari nafkah, maka pendapatan per kapita keluarga diharapkan naik meskipun anak harus meninggalkan bangku sekolah. Kondisi Pekerja Anak di Indonesia Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011) terdapat 2.7 juta anak berumur 10 -15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi 117.996 jiwa termasuk pekerja anak. Menurut tingkat laju pertumbuhan penduduk, Provinsi Banten merupakan Provinsi yang memilki laju pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 2.97%. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 6 menyatakan bahwa wajib belajar diselenggarakan pada usia 7 sampai 15 tahun, hal ini tentu bertentangan dengan terjadinya pekerja anak di Indonesia. Perkembangan pekerja anak tahun 2002-2003 dapat dilihat berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional yang diuraikan di bawah ini. Pada tahun 2002 terdapat 842.228 orang yang bekerja, menurun menjadi sebesar 566.526 pada tahun 2003. Pekerja anak di perdesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan.
7
Pekerja Anak dan Pendidikan Anak-anak merupakan masa depan bangsa, Indonesia tidak akan maju jika anakanak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak karena pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan sukses tanpa disertai dengan pembangunan di bidang pendidikan. Menurut Guarcello et al. (2008) pekerja anak dipandang merugikan kemampuan anak untuk masuk dan bertahan dalam sekolah, dan membuat anak-anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah mempengaruhi presentase kehadiran anak di sekolah. Menurut Fitdiarini dan Sugiharti (2008) Pekerja anak membawa pada suatu kondisi dilematis, yaitu di satu pihak mereka sebagai generasi penerus bangsa yang harus dipersiapkan sejak dini sebagai modal pembangunan, di pihak lain mereka terpaksa harus bekerja atau memilih untuk bekerja karena kondisi ekonomi keluarganya dan yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan anak-anak tersebut, dapat menyebabkan mereka putus sekolah, atau menyebabkan proses belajar di sekolah menjadi tidak efektif. Rendahnya tingkat pendidikan pekerja anak disebabkan lantaran kurangnya kesadaran dari para orangtua terhadap pentingnya arti pendidikan bagi anak. Anak-anak kurang dimotivasi untuk bersekolah sehingga mereka malas untuk bersekolah ataupun melanjutkan sekolah setelah lulus. Faktor lain yang menjadi alasan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah adanya anggapan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta uang yang banyak. Alasan lain yang menyebabkan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah faktor biaya, orangtua berpenghasilan rendah sehingga kurang mampu untuk membiayai anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut Putri (2015) berawal dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya keterbatasan ekonomi dan tradisi, maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, biaya pendidikan mahal, dan sekolah tinggi akhirnya hanya menjadi pengangguran. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, membuat orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan anak di masa datang. Situasi tersebut yang pada akhirnya juga mendorong anak untuk memilih menjadi pekerja anak. Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak dan Pendidikan Menurut Putri (2015) variabel pekerjaan kepala rumah tangga dibidang sektor pertanian berhubungan dengan kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian memiliki probabilitas yang lebih rendah untuk bersekolah daripada anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non pertanian. Variabel sektor pertanian berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bekerja, bersekolah dan bekerja, tidak bersekolah dan tidak bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian memilki probabilitas lebih tinggi untuk bekerja, bersekolah dan bekerja, tidak bersekolah dan tidak bekerja daripada anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non pertanian Variabel pekerjaan kepala rumah tangga yaitu bidang formal berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini menunjukkan
8
bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di bidang formal memilki probabilitas lebih tinggi untuk bersekolah dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya bekerja di bidang informal. Bekerja di bidang formal umumnya lebih baik dibandingkan dengan bekerja di bidang informal karena para kepala rumah tangga yang bekerja di sektor formal biasanya dapat mencukupi kehidupan keluarganya sehingga tidak perlu menyuruh anaknya untuk bekerja. Variabel pendidikan kepala rumah tangga baik lulusan SMP, lulusan SMA, serta lulusan Perguruan Tinggi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga, maka akan cenderung untuk mendorong anaknya memiliki pendidikan yang tinggi juga, karena pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin baik pula pekerjaan yang didapatkan. Kepala rumah tangga dari anak yang memiliki pekerjaan yang baik atau dapat dikatakan sebagai keluarga yang mapan tidak perlu menyuruh anaknya untuk bekerja. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga BPS (2011) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) agar sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera. Dengan pendekatan ini, kurangnya kesejahteraan rumah tangga yang digambarkan sebagai kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan. Keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 dalam BKKBN 2011). Menurut BKKBN (2011) terdapat enam indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I) atau indikator”kebutuhan dasar keluarga” (basic needs), dari 21 indikator keluarga sejahtera yaitu: 1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan kebiasaan masyarakat setempat, seperti makan nasi bagi mereka yang biasa makan nasi sebagai makanan pokoknya (staple food), atau seperti makan sagu bagi mereka yang biasa makan sagu dan sebagainya. 2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian yang tidak hanya satu pasang, sehingga tidak terpaksa harus memakai pakaian yang sama dalam kegiatan hidup yang berbeda beda. Misalnya pakaian untuk di rumah (untuk tidur atau beristirahat di rumah) lain dengan pakaian untuk ke sekolah atau untuk bekerja (ke sawah, ke kantor, berjualan dan sebagainya) dan lain pula dengan pakaian untuk bepergian (seperti menghadiri undangan perkawinan, piknik, ke rumah ibadah dan sebagainya). 3. Rumah yang di tempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik. Pengertian Rumah yang di tempati keluarga ini adalah keadaan rumah tinggal keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding dalam kondisi yang layak dihuni, baik dari segi perlindungan maupun dari segi kesehatan. 4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. Pengertian sarana kesehatan adalah sarana kesehatan modern, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik, Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan obat obatan yang diproduksi secara
9
modern dan telah mendapat izin peredaran dari instansi yang berwenang (Departemen Kesehatan/Badan POM). 5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi. Pengertian Sarana Pelayanan Kontrasepsi adalah sarana atau tempat pelayanan KB, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik, Dokter Swasta, Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan pelayanan KB dengan alat kontrasepsi modern, seperti IUD, MOW, MOP, Kondom, Implan, Suntikan dan Pil, kepada pasangan usia subur yang membutuhkan (hanya untuk keluarga yang berstatus Pasangan Usia Subur). 6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah. Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua anak 7-15 tahun dari keluarga (jika keluarga mempunyai anak 7-15 tahun), yang harus mengikuti wajib belajar 9 tahun. Bersekolah diartikan anak usia 7-15 tahun di keluarga itu terdaftar dan aktif bersekolah setingkat SD/sederajat SD atau setingkat SLTP/sederajat SLTP. Kerangka Pemikiran Status anak sebagai pekerja juga keharusannya untuk mendapatkan pendidikan, membuat banyaknya anak-anak yang masih bersekolah tetapi juga bekerja demi memenuhi kebutuhan dirinya dan membantu ekonomi keluarganya. Karakteristik keluarga menjadi salah satu faktor munculnya pekerja anak. Pekerjaan, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan terakhir orang tua dan tingkat kesejahteraan rumah tangga berpengaruh terhadap status kegiatan anak yaitu untuk bersekolah, atau bersekolah sambil bekerja, sehingga terdapat proses sosialisasi yang terjadi di dalam keluarga yang mendasari cara pandang atau keputusan anak dalam hal pendidikannya. Pekerja anak (buruh) adalah anak yang bekerja dan mendapatkan upah atas pekerjaannya, sementara pekerja anak (rumah tangga) adalah anak yang bekerja tetapi tidak mendapatkan upah (membantu orang tua). Pekerja anak dipandang merugikan dan mempengaruhi prestasi akademik. Anak-anak yang menggabungkan pekerjaan dan sekolah, mengakibatkan anak-anak ini meninggalkan sekolah sebelum waktunya untuk bekerja. Pendidikan bagi anak-anak tidak terkecuali pekerja anak harus tetap didapatkan terlepas dari keharusan atau keinginan mereka untuk bekerja. Status kegiatan anak yang bersekolah maupun anak yang bersekolah sambil bekerja mempengaruhi pencapaian pendidikan mereka atau bahkan mereka harus sampai putus sekolah. Pekerja anak berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Upah yang diperoleh pekerja anak memiliki hubungan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga dari pekerja anak. Secara ringkas kerangka analisis disajikan pada gambar di bawah ini.
10
Karakteristik Rumah Tangga Anak: a. b. c. d.
Pekerjaan kepala rumah tangga Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah anggota rumah tangga Tingkat kesejahteraan rumah tangga
Status Kegiatan Anak
Status Kegiatan Anak
Hanya Bersekolah
Pekerja Anak
Pencapaian Pendidikan Anak (Guarcello, Lyon, dan Rosati 2008): a. Rencana pendidikan
Kontribusi Upah Pekerja Anak bagi Kesejahteraan Rumah Tangga
b. Prestasi pendidikan
- Pengeluaran rumah
tangga - kehadiran di sekolah - Pendapatan riil
- kemampuan akademik
- Pendapatan total
Keterangan: Berhubungan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Dijelaskan secara deskriptif
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut: 1. Diduga pencapaian pendidikan pekerja anak lebih rendah dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah 2. Diduga upah pekerja anak mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak.
11
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei yang termasuk ke dalam penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman pertanyaan kepada informan. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan di lokasi tersebut terdapat banyak anak-anak usia sekolah yang masih aktif bersekolah namun juga bekerja. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016 dengan kegiatan lapang pada bulan Maret selama 3 minggu. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei, observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa dan kantor kecamatan, BPS Kabupaten Bogor, data pada Survei Pekerja Anak (SPA) serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian dan laporan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu juga termasuk data monografi dan profil Desa Lingkungpasir. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner dan pertanyaan terstruktur sebagai pedoman wawancara mendalam. Kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif, sementara data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan panduan pertanyaan terstruktur. Kuisioner yang digunakan terbagi menjadi empat bagian. Pertama kuisioner yang menanyakan mengenai karakteristik pekerja anak. Kedua, mengenai karakteristik rumah tangga dari pekerja anak tersebut. Ketiga, kuisioner yang menunjukkan mengenai pencapaian pendidikan anak dan Keempat mengenai tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran taraf hidup rumah tangga. Uji kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan dapat ditangkap oleh responden dan informan.
12
Teknik Penentuan Responden dan Informan Subjek dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden adalah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka sendiri sebagai sumber data. Populasi dalam penelitian adalah seluruh anak di Desa Lingkungpasir. Populasi sampelnya adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang aktif bersekolah, dan kerangka samplingnya adalah seluruh anak-anak usia 7-15 tahun yang memiliki status sebagai pekerja anak dan masih aktif bersekolah di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut. Total responden dalam penelitian ini adalah 50, 30 responden diambil dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan 20 responden diambil dari anak-anak yang hanya bersekolah. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Setiap responden diwawancarai dengan menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan software (perangkat lunak) Microsoft Excel 2013 dan SPSS. Pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlah minimalnya tidak ditentukan. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini meliputi rumah tangga tempat anak tersebut tinggal, guru, teman sekolah, rekan kerja anak, pemilik tempat kerja, serta berberapa masyarakat desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai pekerja anak di Desa Lingkungpasir. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data hasil dari kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Data dimasukan ke microsoft excel 2013 kemudian dilakukan pengkodean data. Setelah pengkodean, selanjutnya data diolah dengan menggunakan software (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 2.3 dan Microsoft Exel 2013. Data kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi menggunakan software SPSS. Analisis hubungan dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Chi Square. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Dalam melakukan pengolahan data, berikut penjelasan bagaimana data pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan: 1. Karakteristik Individu dan Rumah Tangga a. Golongan umur: Penggolongan umur menggunakan standar deviasi yang digolongkan menurut golongan umur rendah, sedang, dan tinggi. Setiap golongan akan dimasukkan kedalam kelompok sebagai penanda. Golongan
13
usia rendah adalah responden dengan usia <11 tahun yang akan dikategorikan sebagai kelompok 1. Golongan sedang adalah responden dengan usia 11-12 tahun dan dikategorikan sebagai kelompok 2, sedangkan golongan Tua merupakan responden dengan usia lebih dari 12tahun. b. Jenis Kelamin: Digolongkan kedalam dua golongan yaitu laki-laki dan perempuan dengan kode golongan 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan c. Status kegiatan anak Digolongkan kedalam dua golongan yaitu anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dengan kode golongan 1, dan golongan 2 untuk anak yang memiliki status hanya bersekolah. d. Tingkat Pendidikan: Tingkat pendidikan diukur menggunakan penggolongan berdasarkan variasi jenjang pendidikan responden e. Jam kerja: Penggolongan jam kerja anak mengacu pada UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Golongan jam kerja dibagi menjadi 2, rendah dan tinggi. Termasuk kedalam golongan jam kerja rendah apabila ≤3 jam, dan tergolong tinggi apabila jam kerja >3 jam. f. Jumlah anggota rumah tangga: Jumlah anggota rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang dan tinggi diukur menggunakan standar deviasi dari hasil dan rata-rata yang didapatkan dari penelitian ini. 2. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan diolah dengan menggunakan data pemasukkan dan pengeluaran rumah tangga responden. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah data pengeluaran. Tingkat pengeluaran ini ditentukan berdasarkan rumus yang menggunakan standar deviasi dan juga rata-rata dari pengeluaran responden dan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini. Rumus telah terlampir dalam definisi operasional. 3. Tingkat Capaian Pendidikan Anak Pada tingkat capaian pendidikan anak, ada dua komponen yang dilihat yaitu rencana pendidikan dan prestasi pendidikan. Prestasi pendidikan meliputi kehadiran di sekolah, dan performa pendidikan. Semua komponen akan dianalisis menggunakan kuesioner. Dalam kuesioner akan diajukan beberapa pertanyaan dan pilihan jawaban. Jumlah skoring sudah tertera pada definisi operasional. 4. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pada tingkat kesejahteraan rumah tangga, terdapat dua komponen yang dilihat yaitu kelompok pengeluaran dan kondisi perumahan dan lingkungan. Kelompok pengeluaran digolongkan menjadi tiga golongan menurut standar deviasi yaitu rendah, sedang dan tinggi. Rumus dan jumlah skoring sudah tertera pada definisi operasional. Perumahan dan lingkungan juga digolongkan menjadi tiga golongan yaitu kondisi kurang baik, sedang, dan baik. Komponen tersebut diukur dari sejumlah pertanyaan dengan skor yang sudah tertera pada definisi operasional.
14
Definisi Operasional 1. Karakteristik rumah tangga, yaitu ciri khas yang dimiliki oleh masingmasing keluarga Tabel 1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga Indikator
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Jenis Pekerjaan
Definisi
Perbedaan fungsi, bentuk, dan sifat biologi dalam upaya meneruskan garis keturunan Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi
Bidang pekerjaan kepala keluarga
Jumlah pendapatan rumah tangga selama sebulan dengan satuan rupiah. Rata-rata hasil (X) kerja berupa uang yang diperoleh per bulan. Tingkat pendapatan diukur sesuai data Tingkat Pendapatan di lapangan / emik Pendapatan diukur melalui kelompok pengeluaran karena jumlah pengeluaran akan menggambarkan dengan lebih jelas mengenai keperluan
Definisi Operasional
Skala Pengukuran
1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal
1. Rendah ≤ SD 2. Sedang = SMP 3. Tinggi = ≥ SMA
Ordinal
1. Petani Lahan milik sendiri Lahan milik keluarga 2. Buruh tani 3. Pegawai Swasta Nominal 4. Wirausaha 5. Ibu rumah tangga 6. Lainnya Pensiun PRT 1. Rendah, jika pendapatan ≤ x½ std 2. Sedang, jika pendapatan x- ½ std < x < x + ½ std 3. Tinggi, jika pendapatan ≥ x + ½ std
Ordinal
15
kebutuhan sehari-hari suatu rumah tangga
Jumlah anggota rumah tangga
Jumlah semua anggota rumah tangga yang masih hidup yang dimiliki oleh rumah tangga
1. Rendah, jika pendapatan ≤ x½ std 2. Sedang, jika pendapatan x- ½ std < x < x + ½ std 3. Tinggi, jika pendapatan ≥ x + ½ std
Ordinal
2. Karakteristik pekerja anak, ciri khas dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak.
Tabel 2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak Indikator
Definisi
Definisi Operasional
1. Rendah, jika umur ≤ x- ½ std Lama waktu hidup pekerja 2. Sedang, jika anak (dalam tahun) semenjak umur x- ½ std < Golongan dilahirkan sampai ulang tahun x < x + ½ std Umur terakhir 3. Tinggi, jika umur ≥ x + ½ std Perbedaan fungsi, bentuk, dan 1. laki-laki Jenis sifat biologi dalam upaya 2. Perempuan Kelamin meneruskan garis keturunan Status yang membedakan anak 1. Pekerja anak Status dilihat dari kegiatannya sehari- 2. Hanya Kegiatan hari bersekolah Anak Tingkat pendidikan menurut UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tingkat pendidikan atau sering disebut jenjang 1. SD pendidikan adalah tahapan Tingkat 2. SMP Pendidikan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar,
Skala Pengukuran
Ordinal
Nominal
Nominal
Ordinal
16
pendidikan menengah, pendidikan tinggi Waktu yang dicurahkan dalam kurun waktu tertentu untuk bekerja 1. rendah ≤ 3 jam Ordinal Jam kerja (Mengacu pada UU No.13 2. tinggi > 3 jam Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) Jenis pekerjaan yang 1. Buruh pabrik dilakukan, termasuk ringan 2. Buruh tani Jenis atau berat dan memerlukan 3. Pedagang Nominal Pekerjaan keterampilan khusus atau asongan tidak 1. Pencapaian Pendidikan Anak Pencapaian pendidikan anak adalah proses belajar secara formal yang di tempuh melalui sekolah yang memungkinkan anak mengembankan dirinya. Pendidikan anak terdiri dari rencana pendidikan dan prestasi pendidikan (kehadiran di sekolah dan kemampuan akademik) yang meliputi: Tabel 3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak
1
Indikator
Definisi
Rencana Pendidikan
Peran penting pada tahap awal proses manajemen pendidikan, yang dijadikan sebagai panduan bagi pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan (Somantri 2014) Diukur dari sejumlah 1 pertanyaan dengan skor tertinggi 2 untuk masingmasing pertanyaan, dan skor tertinggi 3 untuk pertanyaan yang memiliki 3 opsi pilihan sehingga diperoleh penggolongan sebagai berikut
Prestasi Pendidikan
1. Prestasi Keunggulan anak dalam pendidikan anak pendidikan formal dan rendah (jumlah pengembangan dirinya. skor 2-9) 2. prestasi pendidikan anak
Terlampir pada kuesioner.
Definisi Operasional
1. Rencana pendidikan rendah (jumlah skor 3-6) 2. Rencana pendidikan sedang (jumlah skor 7-12) 3. Rencana pendidikan tinggi (jumlah skor 1319)
Skala Pengukuran
Ordinal
Ordinal
17
Indikator
Definisi
Diukur dari sejumlah 2 pertanyaan dengan skor tertinggi 3 untuk masingmasing pertanyaan, juga mengacu pada lampiran raport anak dan keterangan dari guru sehingga diperoleh penggolongan sebagai berikut
Definisi Operasional
Skala Pengukuran
sedang (jumlah skor 10-17) 3. Prestasi pendidikan anak tinggi (jumlah skor 18-25)
Kehadiran di sekolah
1. kehadiran Presentase seorang anak hadir rendah dan mengikuti pembelajaran 2. kehadiran di sekolah dari awal hingga tinggi akhir jam pelajaran di sekolah
Ordinal
Performa Pendidikan
1. kemampuan akademik rendah Performa seorang anak dalam 2. kemampuan mengikuti pembelajaran di akademik tinggi sekolah Keterangan : Wawancara tenaga pendidik
Ordinal
2. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan (Suharto 2003) Tabel 4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran skor taraf hidup rumah tangga) Indikator
Kelompok Pendapatan
Definisi
Definisi Operasional
Skala Pengukuran
1. Rendah, jika pendapatan ≤ Semua biaya yg dibutuhkan x- ½ std RT dalam memenuhi 2. Sedang, jika Ordinal kebutuhan hidup dalam pendapatan x- ½ jangka waktu satu bulan std < x < x + ½ std
Dengan demikian penggolongan taraf hidup dapat dirumuskan menjadi: 2
Terlampir pada kuesioner
18
3. Tinggi, jika pendapatan ≥ x + ½ std Pendapatan Riil
Pendapatan Total
Kontribusi upah pekerja anak
Perumahan dan Lingkungan
Pendapatan yang diperoleh rumah tangga diluar Numerik pendapatan pekerja anak selama satu bulan Pendapatan yang diperoleh rumah tangga setelah ditambahkan oleh Numerik pendapatan pekerja anak selama satu bulan Dibagi menjadi 3 golongan 1. Rendah, jika umur ≤ x- ½ std Pendapatan total dikurangi 2. Sedang, jika Ordinal pendapatan riil umur x- ½ std < x < x + ½ std 3. Tinggi, jika umur ≥ x + ½ std 1. Kondisi perumahan dan Kondisi pemukiman dan lingkungan lingkungan yang dilengkapi kurang baik dengan sarana dan (jumlah skor 2prasarana sebagai hasil 10) upaya pemenuhan rumah 2. Kondisi yang layak huni perumahan dan lingkungan Ordinal Diukur dari sejumlah sedang (jumlah pertanyaan3 dengan skor skor 11-19) tertinggi 3 untuk masing- 3. Kondisi masing pertanyaan, perumahan dan sehingga diperoleh lingkungan baik penggolongan sebagai (jumlah skor 20berikut 29)
taraf hidup rendah jika skor 2-10, taraf hidup menengah 11-19, dan taraf hidup tinggi 20-29 sesuai dengan jmlah akumulasi skoring yang didapat pada kuesioner.
3
Terlampir pada kuesioner
19
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Desa Menurut data monografi tahun 2015, Desa Lingkungpasir adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir yang merupakan desa pemekaran dari Desa Majasari, yang berdiri sekitar 12 Februari 1979. Kecamatan Cibiuk sendiri merupakan pemekaran dari Kecamatan Kadungora. Sebelum menjadi kecamatan, Cibiuk merupakan kamantren yang mewilayahi lima desa meliputi Desa Cipareuan, Desa Cibiuk Kidul, Desa Cibiuk Kaler, Desa Majasari, dan Desa Lingkungpasir. Kecamatan Cibiuk resmi menjadi kecamatan sekitar tahun 1992. Sejarah pemberian nama Desa Lingkungpasir diusulkan oleh para tokoh masyarakat saat musyawarah. Nama lingkungpasir dipilih dengan alasan wilayah desa pemekaran ini secara geografis terdiri dari banyak pasir-pasir atau “dilingkung ku pasir-pasir”. Pasir-pasir yang ada di antaranya adalah pasir Naggoh, pasir Tanggulun, pasir Rancak, pasir Terong, pasir Monggor, pasir Kukun, pasir Biung, pasir Panglay. Pasir itu sendiri berarti bukit dalam bahasa sunda. Desa Lingkungpasir secara geografis dikelilingi oleh bukit-bukit, maka namanya menjadi Desa Lingkungpasir. Kondisi geografis Desa Lingkungpasir adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Letak Geografis Desa Lingkungpasir berada di wilayah Utara Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir memiliki ketinggian 697 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata kisaran 27-29ᴼ C dan curah hujan ratarata/tahun mencapai 2000-3000 mm. Jarak tempuh ke Ibu kota Kecamatan sejauh 7 km dengan lama tempuh menggunakan sepeda motor sekitar 30 menit. Sedangkan jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten (Garut) sejauh 37 km dengan lama tempuh sekitar 75 menit. Jarak tempuh ke Ibu Kota Provinsi sejauh 58 km dengan lama tempuh sekitar 120 menit Desa Lingkungpasir sebagian besar merupakan areal pertanian tanah darat/ kebun, sedangkan luas areal persawahan hanya sebagian kecilnya saja dari luas areal Desa Lingkungpasir dan berada disetiap dusun. Sebagai daerah pertanian, Desa Lingkungpasir memiliki komoditi andalan yaitu penghasil jagung dan singkong paling besar untuk wilayah kecamatan Cibiuk. Hanya saja sampai saat ini desa Lingkungpasir masih mempunyai kendala besar, yaitu belum adanya akses jalan (jalan produksi) menuju daerah pertanian lainnya. Secara demografi keadaan fisik Desa Lingkungpasir memiliki batas sebagai berikut
20
1. 2. 3. 4.
Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat
: Desa Cijolang Kec. Limbangan Kab. Garut : Desa Majasari Kec. Cibiuk Kab. Garut : Desa Harumansari Kec. Kadungora Kab. Garut : Desa Ciaro Kec. Nagreg Kab. Bandung
Kondisi Demografi Data monografi Desa Lingkungpasir sampai dengan tahun 2015 menyatakan bahwa penduduk Desa Lingkungpasir adalah sebanyak 6639 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 3332, dan jumlah penduduk perempuan 3237, dan terdapat 1674 keluarga. Sebanyak 6569 beragama islam, 6553 merupakan etnis sunda, dan 16 etnis jawa. Dari 6569 jiwa, 515 berusia 0-3 tahun, 423 berusia 4-6 tahun, 1308 berusia 7-19 tahun, 3025 berusia 20-56 tahun, 1193 berusia 57-75 tahun, dan 105 berusia lebih dari 76 tahun.Berikut rincian tingkat pendidikan penduduk Desa Lingkungpasir Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Buta huruf 18 Tidak tamat SD 491 SD 2762 SMP 2625 SMA 716 Perguruan Tinggi 42 Total 6569 Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Presentase (%) 0.88 7.47 40.98 39.96 10.89 0.03 100.00
Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jenis Pekerjaan Jumlah Presentase (orang) (%) Petani 2287 40,55 Buruh tani 1159 20,55 PNS 37 0,65 TNI 3 0,05 Polisi 71 1,25 Pegawai swasta 102 1,80 Pedagang/wirausaha 420 7,44 Tukang kayu 3 0,05 Lainnya 1557 27,61 Total 5639 100,00 Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
21
Kondisi Sosial dan Ekonomi Terdapat beberapa kelompok sosial dan budaya di Desa Lingkungpasir. Berikut uraian sumber daya sosial budaya yang ada di Desa Lingkungpasir sejak terbentuknya desa ini hingga sekarang. Tabel 7 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun 2015 No Uraian Sumber Daya Sosial Budaya Jumlah 1 Pencak silat 3 2 Calung 1 3 Rebana 4 4 Marawis 3 5 Qosidah modern 1 6 Gotong royong 12 7 Pencinta alam 1 Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Satuan Grup Grup Grup Grup Grup RW Kelompok
Kelompok sosial budaya yang nasih aktif berjalan di Desa Lingkungpasir adalah kelompok marawis dan gotong royong. Kelompok marawis masih aktif dilakukan oleh anak-anak setiap mereka pulang mengaji di masjid. Secara rutin 2 sampai 3 kali dalam satu minggu mereka berlatih marawis di halaman masjid. Kelompok gotong royong juga masih aktif dilakukan di desa. Satu minggu sekali pada hari jum’at para pemuda dan penduduk laki-laki di Desa Lingkungpasir bergotong royong membersihkan jalanan agar lebih mudah dilalui. Pada tahun 2013 Desa Lingkungpasir masih mencanangkan menjadi Desa Pertanian. Kegiatan ekonomi masyarakat desa selama ini masih didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Komoditi yang menjadi unggulan adalah tanaman jagung dan singkong yang merupakan jenis pertanian yang sampai saat ini sangat diutamakan oleh sebagian besar masyarakat desa. Desa Lingkungpasir merupakan salah satu desa penghasil jagung terbesar di wilayah Kecamatan Cibiuk. Walaupun dari sisi keuntungan yang didapat oleh masyarakat dari hasil pertanian jagung selama ini belum begitu bisa dirasakan karena selama ini masyarakat masih menggunakan modal bandar atau pengusaha sehingga hasilnya sangat ditentukan oleh kebijakan pengusaha atau bandar. Masyarakat Desa Lingkungpasir mengalami kesulitan dalam mengangkut hasil pertanian ketika musim panen tiba, baik ketika musim jagung, singkong dan hasil pertanian lainnya. Kendala yang ditemukan sampai saat ini adalah belum ada akses jalan (jalan produksi), sehingga ketika musim panen tiba masyarakat harus mengeluarkan biaya ongkos angkut yang cukup besar. Karena masyarakat harus mengangkut hasil pertaniannya dengan kuli panggul atau ojeg yang biayanya cukup mahal. Pertumbuhan perekonomian desa masih didominasi oleh sektor pertanian dan perkebunan serta sebagian kecil sektor peternakan. Selain mengolah pertanian dan perkebunan masyarakat ada juga yang memelihara ternak ayam, itik, sapi, kambing dan ikan, hanya saja jumlahnya belum banyak. Hal ini disebabkan karena
22
minimnya permodalan bagi masyarakat untuk dapat berusaha dalam bidang peternakan ini. Sarana dan Prasarana Desa Lingkungpasir memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap guna mendukung aktivitas dan juga kegiatan yang dilakukan oleh penduduk desa. Sarana dan prasarana yang dimiliki Desa Lingkungpasir di antaranya adalah sarana dan prasarana dalam bidang kesehatan, perekonomian, perhubungan, pemerintahan, tempat peribadatan, dan pendidikan (pendidikan umum dan pendidikan Islam).Berikut ini merupakan tabel yang menunjukan jumlah sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Lingkungpasir. Tabel 8 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun 2015 No 1
Uraian Sumber Daya Pembangunan Prasarana umum a. Jalan b. Jembatan 2 Prasarana Pendidikan a. Gedung Paud b. Gedung TK c. Gedung SD/MI d. Gedung SMP e. Taman Pendidikan Al-qur’an 3 Prasarana kesehatan a. Posyandu b. MCK umum c. Sarana air bersih d. Pustu 4 Prasarana ekonomi a. BUMDES 5 Kelompok tani a. Jumlah kelompok pertanian b. Jumlah kelompok peternakan c. Jumlah kelompok kehutanan d. Jumlah kelompok wanita tani 6 Sarana umum a. Masjid b. Langgar c. Pos KAMLING Sumber: Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Jumlah 5 11
Satuan
5 5 6 2 3
Km Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
1 9 1 1
Unit Unit Unit Unit
1
Unit
13 2 2 1
Klp Klp Klp Klp
9 11 7
Unit Unit Unit
Berdasarkan tabel 8 kendala dalam hal sarana prasarana paling utama yang dialami oleh Desa Lingkungpasir adalah jalanan yang rusak sehingga mengganggu proses pendistribusian hasil panen dan transportasi, sehingga untuk distribusi, biaya yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. Sarana MCK umum yang terdapat di Desa Lingkungpasir walaupun sudah cukup banyak namun kondisinya kurang baik.
23
Tabel 9 Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa Lingkungpasir tahun 2015 No Uraian Sumber Daya Alam Volume 1 Luas Wilayah 502.07 2 Tanah carik desa 17.00 3 Komplek balai desa 0.14 4 Lahan Persawahan 35.15 5 Tanah kuburan 1.70 6 Pekarangan penduduk 65.30 7 Tanah wakaf 0.70 8 Mata air 6.00 9 Sungai 6.00 Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Satuan Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Titik Titik
Desa Lingkungpasir dengan daerah curah hujan yang cukup tinggi menjadikan daerah tersebut cukup subur untuk dijadikan lahan pertanian. Namun kendala lain yang dirasakan adalah jalanan yang kurang baik sehingga menyulitkan pendistribusian hasil pertanian. Lahan yang terdapat di desa ini juga masih luas dan belum banyak digunakan untuk membangun perumahan.
KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN RUMAH TANGGA Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, dan status kegiatan anak, sedangkan karakteristik rumah tangga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga dan merupakan gambaran spesifik mengenai rumah tangga responden. Pada penelitian ini karakteristik rumah tangga terdiri dari jumlah anggota rumah tangga (ART), Pendidikan kepala rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga, dan pendapatan rumah tangga. Golongan Umur Salah satu yang diukur dari karakteristik responden adalah umur, meliputi umur anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan yang hanya bersekolah. Umur merupakan lama waktu hidup individu (dalam tahun) semenjak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir. Dari hasil penelitian, diperoleh minimum umur responden adalah 9 tahun, maksimal umur responden yang didapat adalah 15 tahun dan diperoleh rata-rata umur yaitu sekitar 12-13 tahun. Umur responden tersebut kemudian digolongkan menjadi tiga golongan. Berikut jumlah dan persentase penggolongan umur responden. Tabel 10 Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Umur (tahun) Rendah (<11) Sedang (11-12) Tinggi (>12) Total
Pekerja anak Jumlah Presentase (orang) (%) 9 30,00 2 6,66 19 63,33 30 100,00
Hanya bersekolah Jumlah Presentase (orang) (%) 7 35,00 6 30,00 7 35,00 20 100,00
Tabel 10 menunjukan dari keseluruhan responden yang berjumlah 50 orang, 16 orang berusia <11 tahun, 8 orang berusia 11-12 tahun, dan 26 orang berusia >12 tahun. Responden yang memiliki status sebagai pekerja anak banyak ditemukan pada kisaran umur >12 tahun, namun yang banyak ditemukan sebagai pekerja anak didominasi oleh responden yang berusia 15 tahun. Hampir tidak ditemukan anakanak usia di bawah 9 tahun yang bersekolah sambil bekerja. Tenaga pendidik yang menjadi informan mengatakan bahwa anak-anak di desa ini dominan mulai membantu orang tua mereka untuk bekerja pada saat anak-anak tersebut duduk dibangku SD kelas 4 atau setara dengan umur 9 tahun atau lebih. Hal ini menunjukan bahwa golongan umur yang banyak ditemukan pekerja anak adalah pada umur anak-anak diatas 12 tahun terutama anak-anak usia 15 tahun, oleh karena itu umur responden ditentukan agar fokus kepada anak-anak
26
yang bersekolah dan berumur antara 7-15 tahun disamping data yang diperoleh menunjukkan bahwa anak-anak yang bersekolah sekaligus bekerja memang banyak ditemukan di golongan umur tersebut. “Di sini, anak-anak yang sering bolos sekolah untuk bantu bapak ibunya kebanyakan dikelas 3 sd neng. Umur segitu soalnya udah bisa diajak bantu-bantu” (ML, 25 Tahun, Wali kelas murid kelas 3 SD) Responden dengan umur di bawah 9 tahun tidak tertutup kemungkinannya untuk menjadi pekerja anak jika umurnya sudah bertambah nanti. Semakin besar anak, orang tua mempunyai anggapan bahwa mereka sudah bisa dipercayai untuk membantu pekerjaan orang tua.. Jenis Kelamin Jenis kelamin juga merupakan hal yang dilihat dari karakteristik responden pada penelitian ini. Jenis kelamin merupakan perbedaan fungsi, bentuk, dan sifat biologi dalam upaya meneruskan garis keturunan. Berikut tabel yang menunjukan jumlah dan persentase laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini. Tabel 11 Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa Lingkungpasir tahun 2015 Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan Total
Pekerja anak Jumlah Presentase (orang) (%) 20 66.66 10 33.33 30 100.00
Hanya bersekolah Jumlah Presentase (orang) (%) 9 45.00 11 55.00 20 100.00
Tabel 11 menunjukan Jenis kelamin untuk responden yang memiliki status sebagai pekerja anak di dominasi oleh laki-laki dengan jumlah 20 orang dan 10 orang untuk jenis kelamin perempuan, sedangkan jenis kelamin untuk responden yang hanya bersekolah didominasi oleh perempuan dengan jumlah 11 orang, dan 9 orang untuk jenis kelamin laki-laki. Kecenderungan responden laki-laki untuk bekerja ataupun untuk bersekolah sambil bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan responden perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak sebagian besar laki-laki dikarenakan pekerjaan yang mereka lakukan tidak harus memiliki keahlian khusus selain fisik yang kuat, serta laki-laki dianggap nantinya sebagai tulang punggung keluarga yang harus bekerja agar kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Dalam penelitian yang dilakukan Pitriyan (2006) juga menyatakan bahwa anak laki-laki lebih dominan sebagai pekerja dibandingkan dengan anak perempuan. Orang tua di Desa Lingkungpasir pada dasarnya membiasakan anak-
27
anak mereka untuk terbiasa membantu orang tuanya untuk bekerja, terutama lakilaki yang dianggap nantinya akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar. “si Aggi kan laki-laki terus udah gede,masa iya dia ga bantu bapaknya di kebun. dia juga seneng kerja karena ya temen-temen seumurannya juga pada kerja semua bantu ibu bapaknya” (Naeni, 47 Tahun, Ibu Rumah Tangga) Sebagian besar warga di Desa Lingkungpasir masih memandang bahwa anak-anak perempuan mereka tidak perlu untuk bersekolah hingga sampai ke jenjang yang tinggi serta menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Mayoritas warga Desa Lingkungpasir yang berjenis kelamin perempuan mengenyam pendidikan terakhir hanya sampai sekolah dasar. Sudah cukup bagi mereka jika anak mereka sudah bisa membaca dan menulis, dan jika usianya telah cukup untuk membantu kedua orangtuanya. Status Kegiatan Anak Pada penelitian ini status kegiatan anak terbagi menjadi dua yaitu anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, dan anak yang memiliki status hanya bersekolah. Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak adalah anak usia sekolah dan masih aktif bersekolah tetapi dalam kesehariannya anak tersebut juga bekerja, sedangkan anak yang hanya bersekolah adalah anak usia sekolah dan aktif bersekolah serta dalam kesehariannya anak tersebut tidak bekerja. Berikut jumlah dan persentase status kegiatan anak pada penelitian ini. Tabel 12 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Status Kegiatan Anak Jumlah Presentase (orang) (%) Pekerja anak 30 60,00 Hanya bersekolah 20 40,00 Total 50 100,00 Jumlah keseluruhan responden pada penelitian ini sebanyak 50 orang, dengan 30 orang adalah anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan bersekolah, dan 20 orang anak yang memiliki status hanya bersekolah. Status kegiatan anak ini menunjukan hubungan masing-masing dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga responden yang akan dijelaskan pada penelitian ini. Dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, akan dibedakan menjadi dua jenis pekerja anak dilihat dari status pekerjaan dan upah yang diterima yaitu sebagai pekerja buruh atau pekerja keluarga.
28
Gambar 2 Status pekerjaan dari pekerja anak di Desa Lingkungpasir
PEKERJA ANAK Pekerja anak (buruh)
Pekerja anak (keluarga) 67%
Pekerja anak (keluarga)
Pekerja anak (buruh) 33%
Pekerja anak (buruh) adalah mereka yang bekerja pada orang lain, baik diberi imbalan dalam bentuk upah atau dalam bentuk lain sesuai dengan hasil kerjanya, sementara pekerja anak (keluarga) adalah mereka yang bekerja pada orang tua, keluarga, atau membantu pekerjaan orang tua dengan diberi imbalan ataupun tidak. 20 anak yang memiliki status hanya bersekolah akan dijadikan sebagai kelompok pengontrol mengenai bagaimana status anak sebagai pekerja anak memilki hubungan dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak (buruh) salah satunya adalah mengepress karet silk untuk digunakan pada tabung gas elpiji. Dalam satu hari mereka akan bekerja dengan jam kerja sekitar 8 jam dalam sehari dengan upah Rp 40.000–50.000/hari, sedangkan pekerja anak (keluarga) terbagi menjadi beberapa jenis pekerjaan tergantung juga dari jenis pekerjaan orangtuanya. Beberapa dari pekerja keluarga membantu orang tuanya di kebun sehabis pulang sekolah atau seharian penuh saat musim panen musim panen, sebagian pekerja keluarga membantu orang tuanya dengan berjualan saat jam istirahat di sekolah, menjaga ternak, dan menggunting olahan karet silk dengan bahan yang diperoleh dari home industry yang diambil oleh pekerja anak (keluarga) tersebut setiap harinya saat pulang sekolah. Anak-anak yang hanya bersekolah di Desa Lingkungpasir pada kenyataannya tidak hanya bersekolah saja. Setelah pulang sekolah, banyak dari anak tersebut yang memiliki tugas di rumah yang membebani meskipun tetap saja mereka lakukan karena hal itu merupakan perintah dari orang tua masing-masing, salah satu contohnya adalah mengasuh adik. Anggota keluarga dalam jumlah banyak di Desa Lingkungpasir menyebabkan banyaknya tanggungan dalam satu keluarga, sehingga orang tua yang memiliki anak-anak yang masih kecil sementara mereka harus bekerja sehingga anak yang lain dalam keluarga tersebut dibebankan untuk mengasuh adik kecilnya.
29
“Saya main sambil bawa-bawa adek teh, soalnya kan bapak kerja terus ibu sibuk ngurus rumah sama jaga warung” (RN, 13 tahun) Hal ini sudah biasa terjadi di desa pada setiap keluarga dengan anak-anak yang banyak dan masih memiliki anak kecil, anak-anak terbiasa membantu orang tua untuk mengasuh adiknya sambil melakukan kegiatan lain. Hal yang sudah menjadi kebiasaan tersebut secara tidak langsung sebenarnya membebani kegiatan sehari-hari mereka. Sepulang sekolah anak tersebut mengasuh adiknya sambil bermain dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar selama di rumah. Mayoritas warga Desa Lingkungpasir tidak memiliki toilet pribadi di rumah mereka, sehingga mereka menggunakan MCK umum yang telah disediakan pemerintan desa. Jarak yang cukup jauh dari rumah warga ke MCK umum membuat warga seringkali menimba air dan menampungnya di rumah untuk kepeerluan memasak dan lainnya. Orang tua meminta anak-anak mereka untuk menimba sebelum atau sesudah mereka sekolah dan hal tersebut dianggap cukup membebani kegiatan mereka sehari-hari.
KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA LINGKUNGPASIR Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa Lingkungpasir Pada data kondisi pendidikan yang diperoleh dari monografi Desa Lingkungpasir tahun 2015, sebanyak 18 orang masih buta huruf dan 491 orang bahkan tidak menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD). Kesadaran penduduk desa terhadap pendidikan masih rendah, meskipun sarana dan bangunan untuk sekolah sudah cukup memadai. Di Desa Lingkungpasir, terdapat 6 bangunan Sekolah Dasar (SD) dan 2 bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara untuk bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia di desa tersebut. Penduduk di Desa Lingkungpasir sebagian besar hanya menyekolahkan anak-anaknya hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun banyak juga anak-anak yang sudah malas untuk bersekolah dan memilih berhenti sebelum mereka duduk di bangku SMP. Orang tua mereka juga tidak melarang mereka untuk tetap melanjutkan sekolah asalkan mereka tetap membantu pekerjaan orang tua. Berikut jumlah dan persentase golongan pendidikan anak yang menjadi responden di Desa Lingkungpasir. Tabel 13 Jumlah dan persentase golongan pendidikan responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Golongan Pendidikan SD SMP Total
Pekerja anak Jumlah Presentase (orang) (%) 11 36.67 19 63.33 30 100.00
Hanya bersekolah Jumlah Presentase (orang) (%) 13 65.00 7 35.00 20 100.00
Berdasarkan tabel 13 anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak banyak ditemukan pada golongan pendidikan jenjang SMP. Hal tersebut dikarenakan pada jenjang yang lebih tinggi dan dengan usia yang semakin bertambah menjadikan mereka sudah diperbolehkan untuk bekerja dengan anggapan bahwa usia mereka telah cukup untuk membantu orang tua dengan bekerja atau membantu meringankan pekerjaan orang tua. Di Desa Lingkungpasir, permasalahan yang paling mencolok selain kondisi pendidikannya yang masih rendah, adalah pembangunan infrastrukturnya yaitu jalan yang cukup buruk sehingga hampir semua rencana pembangunan desa difokuskan hanya kepada pembangunan infrastruktur. Pak Wawan selaku sekretaris desa menyampaikan bahwa memang ada program tahunan yang dikhususkan untuk menangani masalah kesejahteraan dan pendidikan di Desa Lingkungpasir, namun saat ini masih difokuskan pada yang lebih prioritas yaitu pembangunan jalan.
32
Prioritas permasalahan utama di Desa Lingkungpasir menurut aparat desa yaitu kondisi jalan yang sangat buruk dan penerangan yang kurang memadai di sepanjang jalan menyebabkan warga desa lingkungpasir tidak berani bepergian jauh saat malam hari. Pembangunan infrastruktur jalan yang di prioritaskan dijadikan alasan mengapa persoalan mengenai pendidikan di Desa Lingkungpasir dianggap tidak terlalu penting untuk ditangani dalam jangka waktu dekat. “Saya bingung neng sama orang desa. Katanya sih program utama untuk sekarang itu benerin jalan. Padahal itu dari dulu neng, tapi jalanan sampe sekarang masih aja jelek. Pendidikan kan padahal dasar pembangunan juga neng. kalau warga desa pendidikannya rendah, kan pembangunan apapun di desa juga jadi gak maju-maju akhirnya” (ML, 24 tahun). Sudah terdapat bangunan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Desa Lingkungpasir dan anak-anak bisa bersekolah tanpa membayar uang gedung dan iuran setiap bulan. Hampir semua anak di desa sudah bersekolah meskipun hanya sampai jenjang SMP karena di desa belum terdapat gedung sekolah untuk SMA. Sebagian besar anak-anak berhenti dan tidak melanjutkan sekolahnya setelah lulus dari sekolah menengah pertama, kemudian membantu pekerjaan orang tua atau pergi keluar desa untuk mencari pekerjaan. Hanya beberapa orang tua dari anak-anak di Desa Lingkungpasir yang sadar akan pentingnya pendidikan dan tetap menyekolahkan anaknya meskipun jarak dari desa ke sekolah cukup jauh dan dengan kondisi jalan yang kurang baik, meskipun di Desa Lingkungpasir untuk mengenyam pendidikan di jenjang SD dan SMP tidak dipungut biaya, namun masih banyak sekali anak-anak yang bersekolah, tetapi tingkat kehadirannya di sekolah sangat rendah. Berikut tabel yang menunjukan jumlah dan persentase kehadiran anak di sekolah. Tabel 14 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Kehadiran di sekolah Rendah Tinggi Total
Pekerja anak Jumlah Presentase (orang) (%) 21 70.00 9 30.00 30 100.00
Hanya bersekolah Jumlah Presentase (orang) (%) 9 45.00 11 55.00 20 100.00
Tabel 14 menunjukan bahwa sebanyak 21 dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja anak memiliki tingkat kehadiran di sekolah yang rendah karena pernah atau sering membolos tanpa alasan yang jelas dibandingkan dengan anak yang berstatus hanya bersekolah. Sebanyak 70% pekerja anak pernah membolos sekolah dengan berbagai macam alasan, sedangkan hanya sekitar 45% dari jumlah anak yang hanya bersekolah yang pernah membolos.
33
Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak juga cenderung mudah kelelahan saat harus bekerja dan bersekolah, meskipun waktu kerja berbeda dengan waktu untuk bersekolah dan responden mengaku bahwa jam kerja tidak mengganggu kegiatan lainnya, namun secara tidak langsung mempengaruhi aktifitas lainnya. “Saya masuk sekolah terus kok teh, tapi kadang suka enggak kalau lagi capek, lagian telat bangun juga terus terlambat deh pasti, jadi yaudah di rumah aja sekalian istirahat” (AS, 14 tahun) Alasan anak sering tidak masuk sekolah selain kelelahan adalah karena orang tua mereka juga tidak menegur dan memperbolehkan. Salah satu responden bernama imam seringkali tidak masuk sekolah karena membantu orang tuanya di kebun, terutama saat musim panen tiba. Orang tua responden tidak melarangnya ketika responden tidak masuk sekolah, asalkan responden membantu orang tuanya. “Imam kan anak saya satu-satunya teh, lalaki. kalau bukan dia yang bantuin saya, terus siapa lagi?” (Kaba, 48 tahun, buruh tani) Namun beberapa dari mereka juga ada yang menjadikan alasan tidak masuk ke sekolah karena harus membantu orang tua bekerja. Namun pada kenyataannya mereka hanya malas untuk pergi sekolah, serta banyak juga anak-anak di Desa Lingkungpasir tidak masuk sekolah atau membolos dengan alasan yang tidak jelas. Guru dan wali kelas sudah mencoba mencari tahu dari teman-teman sekelas atau bertanya langsung kepada orang tua, tetapi banyak dari orang tua mengaku tidak tahu alasan mengapa anak mereka malas-malasan untuk bersekolah dan tidak menganggap hal itu adalah sebuah masalah selama anak-anak mereka masih membantu mereka bekerja. Beberapa dari orang tua mengaku anaknya berpamitan untuk berangkat sekolah tetapi tidak berada di sekolah pada hari yang sama. Setelah diselidiki, beberapa anak-anak memang membolos sekolah tanpa sepengetahuan orang tua mereka. “Kata teman sekelasnya dia gak masuk karena bantu bapaknya di kebon, tapi waktu saya mau pulang kerumah sebentar, saya lihat lagi pada asik nongkrong di warung” (Asep, 52 tahun, guru) Selain dari persentase kehadiran di sekolah, kemampuan anak menerima pelajaran juga memiliki hubungan dengan status kegiatan anak tersebut. Dengan status anak sebagai pekerja anak dan anak yang hanya bersekolah, terdapat perbedaan dalam capaian pendidikannya dan dapat dilihar dari kemampuannya dalam menerima pelajaran saat di sekolah. Berikut tabel yang akan menunjukan jumlah dan persentase responden dengan kemampuannya dalam menerima pelajaran di Desa Lingkungpasir.
34
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima pelajaran di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016 Kemampuan menerima pelajaran Kurang mampu Mampu Total
Pekerja anak Jumlah Presentase (orang) (%) 22 73,33 8 30
26,67 100,00
Hanya bersekolah Jumlah Presentase (orang) (%) 7 35,00 13 20
65,00 100,00
Berdasarkan tabel 14 dan tabel 15 kondisi pendidikan di Desa Lingkungpasir dapat dilihat bahwa anak yang memiliki status sebagai pekerja anak sebanyak 70% atau sekitar 21 dari 30 anak memiliki tingkat kehadiran yang rendah di sekolah atau seringkali membolos dengan alasan yang tidak jelas. Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak juga kurang mampu dalam menerima pelajaran disekolah jika dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah. Sebanyak 73% pekerja anak kurang mampu menerima pelajaran dibandingkan dengan sebanyak 35% anak yang hanya bersekolah juga kurang mampu. “Saya sering ngantuk teh kalau dikelas, abisnya saya ketinggalan banyak materi jadi saya bingung, yaudah jadi tidur aja deh” (MS, 15 tahun). Ketertinggalan materi dalam pelajaran menyebabkan anak malas untuk memperhatikan pelajaran selama dikelas. Tidak ada kebijakan khusus di sekolah bagi anak-anak yang bekerja dan juga tidak ada hukuman atau peraturan apapun yang melarang murid-murid untuk membolos sekolah dengan alasan bekerja atau membantu orang tua. Hal ini seperti sudah lumrah terjadi di desa ini. Kesulitan menerima pelajaran tidak ditanggapi lebih jauh oleh wali kelas dari masing anakanak tersebut. Pihak sekolah diwakili oleh guru pernah mencoba bertanya kepada beberapa orang tua dari pekerja anak yang seringkali membolos sekolah serta memiliki kesulitan dalam menerima pelajaran, namun orang tua selalu mengatakan bahwa anak-anak tersebut pada dasarnya malas untuk pergi ke sekolah dan lebih memilih membantu orang tua mereka bekerja. “Kadang suka males teh merhatiin guru, omongannya saya gak ngerti. Mendingan nanti minta dijelasin temen aja jadi lebih ngerti” (SN, 12 tahun). Desa Lingkungpasir memiliki banyak anak-anak yang terbiasa bekerja membantu pekerjaan orang tuanya. Banyak dari mereka justru meninggalkan sekolah dan akhirnya hanya bekerja meneruskan pekerjaan orang tuanya. Tidak ada penanggulangan khusus mengenai banyaknya pekerja anak di Desa Lingkungpasir oleh aparat desa. Aparat desa tidak mengakui bahwa banyak sekali anak-anak yang bekerja dan pada akhirnya berhenti untuk melanjutkan pendidikan mereka namun pak Wawan mengaku mengenal beberapa orang tua yang memiliki
35
anak yang bekerja. Menurut pak Wawan orang tua dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak memperbolehkan mereka bekerja hanya untuk meringankan pekerjaan orang tua sebagai bentuk bakti, bukan untuk membantu perekonomiannya. “Banyak di sini mah neng, anak-anak yang suka ikut bapaknya ke kebon, tapi itu abis pulang sekolah kok neng, jadi gak ganggu rutinitas sekolah mereka” (Wawan, 45 tahun, Sekretaris desa) Pada kenyataannya terdapat home industry milik warga di Desa Lingkungpasir kampung Cihanja yang mempekerjakan anak-anak usia sekolah untuk membuat karet silk yang nantinya akan digunakan untuk tabung gas elpiji. Motivasi bekerja mereka bermacam-macam dan usianya masih di bawah 18 tahun serta masih aktif bersekolah. Beberapa dari anak-anak hanya ke pabrik untuk mengambil bahan karet yang telah jadi dan mengguntingnya untuk kemudian dikembalikan dan mendapat upah sesuai berapa banyak yang telah mereka gunting, beberapa anak lagi berjualan di sekolah dan beberapanya membantu orang tua mereka di kebun. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak tersebut sudah dijelaskan sebelumnya pada karakteristik responden, namun berikut rincian jumlah dan persentase jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di Desa Lingkungpasir. Tabel 16 Jumlah dan presentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jenis pekerjaan Buruh pabrik Buruh tani Pedagang asongan Total
Jumlah (orang) 20 8 2 30
Presentase (%) 66,67 26,67 6,67 100,00
Berdasarkan tabel 16 sebanyak 30 orang dari responden yang memiliki status sebagai pekerja anak dibagi menjadi tiga bagian menurut jenis pekerjaannya. Terdapat 20 anak yang tergolong sebagai pekerja buruh pabrik, dan 8 anak tergolong kedalam pekerja buruh tani, dan 2 anak tergolong kedalam pedagang asongan. Pekerja buruh adalah anak-anak yang bekerja pada orang lain dan dibayar atau diupah sesuai jerih payahnya, sedangkan pekerja keluarga atau rumah tangga adalah anak-anak yang bekerja membantu pekerjaan orang tuanya dengan diberikan imbalan ataupun tidak. Pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja buruh di Desa Lingkungpasir adalah membuat karet silk untuk tabung gas elpiji. Setelah pulang sekolah mereka pergi ke rumah seorang warga yang memiliki rumah produksi karet silk dan warga tersebut mempekerjakan orang berbagai golongan usia, salah satunya adalah anak usia sekolah untuk membuat karet silk. Sebagian dari mereka yang bekerja di home industry menggunting karet silk yang dibawa dari pabrik ke rumah untuk
36
diserahkan kembali jika telah selesai digunting-gunting. Bahan karet silk yang telah digunting dihargai Rp2000 - 3000 per plastik sesuai dengan kesanggupan mereka menyelesaikannya dalam kurun waktu satu hari. Jam Kerja Anak Anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak memiliki jam kerja atau biasa disebut sebagai waktu yang dicurahkan dalam kurun waktu tertentu untuk bekerja. Dari hasil penelitian, ditemukan minimal jam kerja yang dimiliki responden adalah 2 jam per hari, dan maksimal jam kerja 8 jam per hari, dan ratarata jam kerja responden adalah 5 jam per hari. Kemudian jam kerja responden digolongkan menjadi dua golongan. Berikut adalah jumlah dan persentase jam kerja dari pekerja anak di Desa Lingkungpasir Tabel 17 Jumlah dan persentase jam kerja pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Rata-rata jam kerja (per hari) Rendah (≤3 jam) Tinggi (>3 jam) Total
Jumlah (orang) 10 20 30
Pekerja anak Presentase (%) 33,33 66,67 100,00
Jam kerja anak digolongkan menjadi 2 golongan yaitu rendah dan tinggi. Jam kerja yang tergolong rendah adalah jika anak bekerja dalam kurun waktu ≤3 jam, dan tergolong tinggi dengan kurun waktu >3 jam. 10 orang pekerja anak tergolong jam kerja rendah dan 20 orang sisanya tergolong jam kerja tinggi. Pekerja anak yang tergolong memiliki jam kerja yang tinggi adalah anakanak dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja anak (buruh). Dalam satu hari, mereka bekerja 8 jam sehari setelah pulang sekolah. Mereka bekerja dimulai dari pukul 16.00 WIB sampai dengan selesai. Pekerja dibagi menjadi dua shift, shift pagi dan shift malam. Karena shift pagi anak-anak harus sekolah, maka mereka mengambil shift malam agar tidak mengganggu kegiatan sekolah mereka. Sebagian besar pekerja anak bekerja 4-5 hari dalam satu minggu tergantung dari kemauan mereka sendiri. Pekerja anak yang tergolong memiliki jam kerja rendah adalah anak-anak yang memiliki jenis pekerjaan sebagai pekerja anak (keluarga) yaitu bekerja pada keluarga atau membantu pekerjaan orang tuanya yang sebagian besar adalah buruh tani. Sebagian dari mereka bekerja untuk mendapatkan tambahan uang saku atau orang tua mereka membiasakan mereka untuk bekerja dan tidak memberi mereka upah karena bekerja membantu orang tua dianggap sebagai melatih anak untuk terbiasa bekerja dan kelak meneruskan pekerjaan orang tuanya.
37
Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin dari orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari. Hal ini membuktikan bahwa meskipun anak-anak telah mendapat izin bekerja dari orang tua mereka, jam kerja mereka yang lebih dari 3 jam seharusnya dijadikan pertimbangan dan menjadi alasan yang kuat untuk mencegahnya melakukan pekerjaan tersebut karena secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi kegiatannya sehari-hari. Pendapatan Pekerja Anak Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil kerja seorang individu dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan pekerja anak dalam satu hari paling kecil adalah Rp2.000 per hari dan pendapatan paling besar adalah Rp5.000 per hari dengan rata-rata pendapatannya sebesar Rp14.285 per hari. Pendapatan pekerja anak digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan rata-rata pendapatan yang diperoleh dari keseluruhan jumlah pekerja anak, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut rincian jumlah dan persentase dari pendapatan pekerja anak. Tabel 18 Jumlah dan persentase pendapatan pekerja anak per hari di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Pekerja Anak
Buruh pabrik Buruh tani Pedagang asongan Total
Golongan Pendapatan (Rp/hari) Rendah Sedang Tinggi (≤5000) (10000 – (≥ 25000) 15000) N % N % N % 10 33,33 10 33,33 3 10,00 5 16,67 1 3,33 1
Total
N 20 8 2 30
% 66,66 26,67 6,66 100,00
Golongan pendapatan tergolong rendah adalah jika pendapatan di bawah Rp5.000, tergolong sedang jika pendapatan di antara Rp10.000–15.000, dan tergolong tinggi jika pendapatan lebih dari Rp25.000. Sebanyak 10 orang pekerja anak termasuk kedalam golongan yang memiliki pendapatan rendah, 10 orang memiliki pendapatan sedang, dan 7 orang sisanya tergolong memiliki pendapatan yang tinggi. Sumbangan pekerja anak untuk ekonomi keluarganya tidak kecil. Pendapatan pekerja anak dengan golongan rendah banyak ditemukan pada pekerja anak dengan jenis pekerjaan sebagai buruh tani dan pedagang asongan. Khaerunnisa pemilik home industry karet silk tempat anak-anak bekerja memberi upah kepada mereka sekitar Rp40.000-50.000 per hari dengan waktu 8 jam bekerja. Tidak ada perekrutan dan pemberhentian khusus. Semua anak-anak bekerja dengan kemauan mereka sendiri dan akan diberhentikan jika sering tidak
38
masuk kerja tanpa alasan yang jelas karena masih banyak anak lainnya yang bersedia menggantikan mereka bekerja dan tidak dapat di rekrut karena keterbatasan alat produksi. Saat bekerja, selain mendapatkan upah, mereka diberi jatah makan siang (bagi shift pagi) dan makan malam (bagi shift malam) juga makanan ringan dan uang rokok (bagi yang merokok). “Anak-anak seneng kerja di sini karena dapet makan selain upah dari kerjaan mereka neng. Gapapa deh saya repot dikit masaknya sekalian juga buat keluarga saya kok” (Khaerunnisa, 25 tahun, pemilik home industry karet silk) Banyak anak-anak yang bekerja karena kemauan sendiri dan pendapatan dari hasilnya bekerja digunakan untuk keperluan pribadi. Alasan mereka bekerja selain karena ingin mendapatkan uang dan bisa membeli kebutuhan sendiri, adalah karena mereka senang bisa mendapat teman dan pengalaman baru. Awal mula mereka bekerja juga karena ajakan dari teman-teman sekolahnya. “Saya seneng teh kalau di tempat kerja. Banyak temen, bisa ngobrol sambil kerja. kalau di rumah terus saya bosen. Ini juga saya kerja karena ikutan temen-temen” (Dandi, 15 tahun) Namun tidak sedikit juga anak-anak yang bekerja dan memberikan hasil pendapatan mereka untuk membantu ekonomi keluarga. Hal tersebut biasanya dikarenakan oleh jumlah anggota keluarga yang terlalu banyak sampai anak juga harus ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan juga sebagai bentuk bakti mereka kepada orang tua. “Saya udah dibiasain sama bapak ibu saya buat ikut kerja teh, adek saya banyak, ya jadinya saya bantuin bapak ibu, paling enggak saya gak minta uang jajan lagi dari bapak dan bisa jajanin adek saya kadang-kadang” (AJ, 14 tahun, pekerja anak). Membantu orang tua memang bagian dari kewajiban seorang anak sebagai bentuk bakti dan pembiasaan yang baik dan perlu dilakukan sejak dini, namun hal tersebut lebih tepat jika tidak sampai mengganggu kegiatan sehari-hari anak terutama mengenai pendidikannya. Seorang anak memiliki hak untuk belajar dan mengenyam pendidikan sebaik mungkin dan tidak melakukan kegiatan yang sampai membebaninya.
GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEKERJA ANAK Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah anggota rumah tangga adalah orang-orang yang masih hidup dan tinggal satu atap dengan responden. Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah anggota rumah tangga minimal responden adalah 3 orang, jumlah maksimal anggota rumah tangga responden adalah 11 orang, dan rata-rata jumlah anggota rumah tangganya adalah 5-6 orang. Jumlah anggota rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Anggota rumah tangga tergolong rendah apabila anggotanya berjumlah 3-5 orang, tergolong sedang jika berjumlah 6-8 orang, dan tergolong tinggi jika berjumlah 13-15 orang. Berikut rincian jumlah dan persentase jumlah anggota rumah tangga responden. Tabel 19 Jumlah dan persentase angota rumah tangga (ART) responden Desa Lingkungpasir tahun 2016 Anggota Rumah Tangga (ART) Rendah (<4) Sedang (5-7) orang Tinggi (>7 orang) Total
Pekerja anak Jumlah Persentase (orang) (%) 5 16,66 20 66,66 5 16,66 30 100.00
Hanya bersekolah Jumlah Persentase (orang) (%) 5 25.00 15 75.00 20 100.00
Tabel 19 menunjukkan bahwa di dalam rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang tinggi terdapat anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi jumlah ART maka kecenderungan anak untuk ikut bekerja akan semakin besar. Kebutuhan rumah tangga yang besar yang dimiliki sebuah rumah tangga mengharuskan anak-anak membantu meringankan pekerjaan orang tuanya atau justru meringankan beban ekonomi dengan ikut membantu menghasilkan uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendidikan Kepala Rumah Tangga Pendidikan kepala rumah tangga adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh kepala rumah tangga dari responden. Pendidikan kepala rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang, tinggi. Berikut rincian jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden
40
Tabel 20 Jumlah dan presentase pendidikan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Pendidikan Kepala Rumah Tangga (KRT) SD SMP SMA Total
Pekerja anak Jumlah Presentase (orang) (%)
24 4 2 30
80.00 13.33 6.67 100.00
Hanya bersekolah Jumlah Presentase (orang) (%)
12 6 2 20
60.00 30.00 10.00 100.00
Berdasarkan tabel 20 pendidikan kepala rumah tangga yang hanya sampai SD tergolong rendah, hanya sampai SMP tergolong sedang, dan sampai SMA tergolong tinggi. Terdapat 36 orang kepala rumah tangga responden yang memiliki pendidikan tergolong rendah dengan 24 orang KRT dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan 12 KRT dari anak yang hanya bersekolah, 10 orang tergolong sedang dengan 4 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 6 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah, dan 4 orang sisanya tergolong tinggi dengan 2 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 2 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah. Banyak dari pekerja anak yang berasal dari keluarga yang kepala rumah tangganya memiliki pendidikan yang tergolong rendah yaitu hanya sampai jenjang sekolah dasar (SD). Pada penelitian sebelumnya tahun 2015, Putri mengatakan bahwa berawal dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya keterbatasan ekonomi dan tradisi, maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan: 1. Wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi Warga desa masih berpikiran bahwa anak-anak perempuan mereka tidak perlu sekolah tinggi karena pada akhirnya hanya akan di rumah mengurus rumah tangga dan mengasuh anak. 2. Biaya pendidikan mahal Biaya sekolah untuk jenjang SD dan SMP di Desa Lingkungpasir sudah dibebaskan, namun hal ini masih dijadikan alasan kenapa anak-anak tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. 3. Sekolah tinggi akhirnya jadi pengangguran Berdasarkan pengalaman bahwa sekolah tidak menjamin pekerjaan, yang membuat warga desa tidak terlalu memperdulikan pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan
41
kesejahteraan anak di masa datang. Situasi tersebut yang mendorong anak untuk memilih menjadi pekerja anak. “si Risa mah sekolahnya gak usah tinggi-tinggi gapapa neng. dia kan anak cewek, biar aja bantu-bantu ibunya di rumah” (DA, 36 tahun, buruh tani) Hal ini menunjukkan bahwa kepala rumah tangga dengan pendidikan rendah cenderung tidak terlalu mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya sehingga anak yang bersekolah sambil bekerja sama sekali bukan masalah bagi mereka. Pendidikan yang rendah membuat KRT tidak dapat memiliki pekerjaan yang baik dan mapan sehingga anak-anak mereka pada akhirnya secara langsung maupun tidak, diharuskan untuk ikut bekerja. Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Pekerjaan kepala rumah tangga dari responden di Desa Lingkungpasir terdiri dari petani, buruh tani, pegawai swasta, wirausaha, ibu rumah tangga, dan lainnya. Berikut rincian jumlah dan persentase pekerjaan kepala rumah tangga dari responden. Tabel 21 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (KRT) Petani Buruh Tani Pegawai Swasta Wirausaha Ibu Rumah Tangga Lainnya (pension dan PRT) Total
Pekerja anak Jumlah Presentase (orang) (%) 2 6.67 18 60.00 1 3.33 6 20.00 1 3.33
Hanya bersekolah Jumlah Presentase (orang) (%) 4 20.00 14 70.00 1 5.00
2
6.67
1
5.00
30
100.00
20
100.00
Berdasarkan tabel 21 sejumlah 2 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak bekerja sebagai petani, 22 orang KRT bekerja sebagai buruh tan dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 18 orang KRT dan anak yang hanya bersekolah sebanyak 4 orang KRT. Bekerja sebagai pegawai swasta 1 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak. Wirausaha 20 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 6 orang dan dari anak yang hanya bersekolah sebanyak 14 orang KRT. Sebanyak 2 orang KRT berprofesi sebagai ibu rumah tangga dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 1 orang dan dari anak yang hanya bersekolah 1 orang, dan 3 KRT lainnya dengan 2 KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 1 KRT dari anak yang
42
hanya bersekolah. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi kecenderungan anak untuk bekerja terutama ketika kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh tani. Pada penelitian sebelumnya tahun 2008 menurut Fitdiarini resiko terhadap munculnya pekerja anak pada keluarga petani lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga non-petani, dan hal ini sejalan dengan hasil secara deskriptif bahwa sebagian besar (76,6%) pekerja anak bekerja pada sektor pertanian. Hal ini terjadi karena untuk bisa memasuki pekerjaan pada sektor pertanian tidak dibutuhkan keahlian yang bersifat khusus. Orang tua atau kepala rumah tangga dengan pekerjaan berpenghasilan baik dan hidup berkecukupan bahkan mapan, menjadikan anak dari keluarga tersebut akan fokus untuk hanya bersekolah saja dan tidak perlu lagi ikut bekerja membantu meringankan beban ekonomi keluarga. “Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus, dia bisa bantuin saya”(SS, 40 tahun, buruh tani) Pekerjaan yang memiliki pendapatan yang baik di desa ini bukan berasal dari pekerjaan di sektor pertanian meskipun Desa Lingkungpasir termasuk desa dengan jagung sebagai komoditas unggulnya. Kepala rumah tangga yang bekerja sebagai buruh tani yang justru paling banyak memiliki anak yang berstatus sebagai pekerja anak. Karena penghasilan orang tua yang kurang mencukupi kebutuhan sehari-hari, mereka memang sudah dibiasakan bekerja di kebun untuk membantu orang tua dan agar sudah terbiasa nantinya untuk membantu di kebun. Kesejahteraan Rumah Tangga Pekerja anak didominasi oleh rumah tangga dengan kesejahteraan rumah tangga yang tergolong rendah. Banyak dari rumah tangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari menyebabkan anak harus ikut bekerja. Berikut jumlah dan persentase status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Tabel 22 Jumlah dan persentase status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan (diukur dengan taraf hidup) rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Status Kegiatan Anak Pekerja anak Hanya bersekolah Total
Golongan Skor Pencapaian Taraf Hidup Rendah Sedang ∑ % ∑ % 15 50.00 11 36.77
Total Tinggi ∑ % 4 13.33
∑ 30
% 100.00
2
10.00
3
15.00
15
75.00
20
100.00
17
34.00
14
28.00
19
38.00
50
100.00
43
Dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, sejumlah 15 anak menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong rendah, 11 anak menunjukkan skor sedang, dan 4 anak menunjukkan skor tinggi. Dari jumlah 20 anak yang hanya bersekolah, 2 di antaranya menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong sedang, 3 di antaranya menunjukkan skor sedang, dan 15 sisanya menunjukkan skor tinggi pada taraf hidup. Tabel 22 menunjukkan bahwa status anak sebagai pekerja anak memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangganya diukur dari taraf hidup. Rumah tangga dengan taraf hidup yang rendah mendominasi munculnya pekerja anak. Hal ini menunjukan bahwa ketika suatu rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan baik, maka anak-anak yang berasal dari rumah tangga atau keluarga tersebut diharuskan ikut membantu orang tua mereka dalam pekerjaannya atau justru ikut bekerja untuk meringankan beban ekonomi rumah tangga terlepas apakah hal tersebut merupakan keinginan mereka ataukah sebuah keharusan. Pada kuisioner tingkat kesejahteraan yang diukur dengan taraf hidup, tingkat pendapatan yang diukur menggunakan kelompok pengeluaran menunjukan dengan jelas selisih antara pendapatan dan jumlah yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari. Banyak dari rumah tangga yang memiliki selisih lebih banyak, harus berhutang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada setiap rumah tangga tersebut, terdapat anak-anak yang berstatus sebagai pekerja anak
44
PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak Status kegiatan anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian pendidikan yang meliputi performa pendidikan dan rencana pendidikannya dimasa mendatang. Anak dengan status sebagai pekerja anak merupakan faktor rendahnya capaian pendidikan anak di Desa Lingkungpasir. Berikut tabulasi silang antara status kegiatan anak dan pencapaian pendidikan anak di Desa Lingkungpasir. Tabel 23 Jumlah dan persentase status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Status Kegiatan Anak Pekerja anak Hanya bersekolah Total
Golongan Skor Pencapaian Pendidikan Rendah Sedang Tinggi ∑ % ∑ % ∑ % 20 66.77 6 20.00 4 13.33
Total ∑ 30
% 100.00
0
00.00
8
40.00
12
60.00
20
100.00
20
40.00
14
28.00
16
32.00
50
100.00
Dari 30 anak yang memiliki status pekerja anak, sejumlah 20 anak menunjukkan skor pencapaian pendidikan yang tergolong rendah, 6 anak menunjukkan skor sedang, dan 4 anak menunjukkan skor tinggi. Sedangkan dari 20 anak yang hanya bersekolah, tidak terdapat anak dengan golongan capaian pendidikan yang rendah, 8 di antaranya menunjukkan skor pencapaian pendidikan tergolong sedang, dan 12 sisanya menunjukkan skor tinggi pada pencapaian pendidikan. Status kegiatan anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian pendidikannya karena menurut tabel tabulasi silang tersebut, sebagian besar anak dengan pencapaian pendidikan yang rendah dimiliki oleh anak yang berstatus sebagai pekerja anak. Pekerja anak dikatakan sebagai penghambat dari pencapaian pendidikan dan berefek terhadap kemampuan anak untuk masuk dan bertahan di sekolah (Chanda 2014). Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat kehadiran anak-anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan bagaimana sebagian besar dari mereka merasa kesulitan menerima dan mengikuti pelajaran yang berlangsung di kelas. Banyak dari mereka menyatakan bahwa ketika mereka sudah tertinggal materi pelajaran, mereka akan merasa malas untuk mengejar ketertinggalan dan hanya akan duduk diam dikelas. Beberapa dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak pernah tinggal kelas dengan berbagai alasan. Alasan yang banyak ditemukan dari beberapa anak yang pernah tinggal kelas adalah sakit dan merasa sudah tertinggal materi dalam pelajaran di sekolah
46
“Iya teh, saya pernah tinggal kelas gara-gara sakit. Tapi saya juga gak terlalu suka sekolah sih teh, ngebosenin. Mending kerja bareng temen, ketemu temen, bisa ngobrol, main, lebih seru” (AR, 15 tahun). Salah satu pekerja anak pernah tinggal kelas dengan alasan sakit, namun sampai saat ini responden masih bekerja sebagai pekerja buruh di home industry milik teh Anis dengan jam kerja 8 jam dalam kurun waktu satu hari, dan 5 kali dalam seminggu. Orang tua dari responden membiarkan begitu saja responden tetap bekerja dan tidak melarang meskipun responden tersebut pernah sakit dan tinggal kelas karena sakit. Selain sakit, alasan yang sering ditemukan saat penelitian adalah anak-anak memang kurang meminati untuk bersekolah jika mereka berfikir bahwa dengan bekerja mereka sudah bisa mempunyai uang sendiri dan tidak perlu lagi susah-susah bersekolah. Tidak semua anak dengan prestasi pendidikan yang baik selalu memiliki performa yang baik saat disekolah. Prestasi yang baik pada akhirnya tidak akan bertahan apabila seorang anak memiliki performa yang semakin buruk dalam hal menerima materi pelajaran ataupun aktifitas selama dikelas. Hal ini terlihat pada salah satu responden yang memiliki status sebagai pekerja anak. Nilai akademik anak tersebut masih diatas rata-rata teman-teman sekelasnya, tetapi performa pendidikan anak tersebut menurun secara perlahan. Penurunan performa pendidikan dapat dilihat dari kehadiran anak tersebut di sekolah, juga akhlak dan kepribadiannya menurut wali kelasnya dilihat dari lampiran penilaian setiap semester yang diperoleh di tempatnya bersekolah. Hampir setiap hari anak tersebut masuk kelas terlambat dan beberapa kali dalam satu semester tidak hadir di sekolah tanpa alasan yang jelas.Jika dibiarkan, wali kelasnya mengatakan bahwa nilai akademik anak tersebut perlahan juga dapat menurun. Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan Status anak sebagai pekerja anak memiliki hubungan yang erat dengan capaian pendidikan anak tersebut yang kemudian menjadi alasan kuat munculnya pekerja anak. Hasil pengujian status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraannya (diukur dengan taraf hidup rumah tangga) dapat dilihat pada tabel korelasi berikut.
47
Tabel 24 Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016
Status kegiatan anak (pekerja anak)
Status kegiatan anak (pekerja anak) Koefisien p-value -
Pencapaian pendidikan Koefisien p-value 0.610 0.020
Hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi Chi Square pada Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dengan nilai probabilitas sebesar 0.020 (p < 0,05) dengan nilai koefisien sebesar 0,610. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja anak memiliki hubungan korelasi yang moderat dengan pencapaian pendidikan. Hal ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan nyata antara pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga yang (diukur dengan taraf hidup) dengan nilai probabilitas sebesar 0.026 (p < 0.05) dengan nilai koefisien sebesar 0.594. Variabel pencapaian pendidikan merupakan variabel dengan nilai koefisien korelasi yang paling besar jika dibandingkan dengan variabel tingkat kesejahteraan rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja anak memiliki korelasi yang tinggi terhadap pencapaian pendidikan.Pencapaian pendidikan yang rendah banyak ditemukan pada anak-anak yang bersekolah sambil bekerja dibandingkan dengan anak-anak yang hanya bersekolah. Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square pada Tabel 24 menunjukan bahwa variabel pencapaian pendidikan memiliki hubungan nyata terhadap pekerja anak dengan nilai koefisien sebesar 0.591 dengan nilai probabilitas sebesar 0 (p < 0.05). Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk anakanak karena generasi yang baik akan tercipta dari generasi yang mengenyam pendidikan dengan baik pula. Munculnya status anak yang tidak hanya bersekolah tetapi juga bekerja secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas mereka terutama dibidang pendidikan. Anak-anak dengan status sebagai pekerja anak mengakibatkan rendahnya pencapaian pendidikan anak tersebut. Di Desa Lingkungpasir banyak terdapat anak-anak usia sekolah yang juga bekerja mengaku tidak masalah bagi mereka bila mereka bekerja sekaligus bersekolah. Namun pada kenyataannya, banyak dari pekerja anak tersebut menjadi rendah performa pendidikannya dan penurunan kemampuan mereka menerima pelajaran di kelas. Bahkan beberapa dari pekerja anak tersebut pernah tinggal kelas karena sakit dan masih saja diperbolehkan bekerja oleh orang tuanya. Bersekolah sekaligus bekerja jelas memberikan pengaruh negatif bagi prestasi akademiknya disekolah dan rencana pendidikannya di masa mendatang.
48
Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga Status anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian pendidikannya, namun rumah tangga dengan pekerja anak menaikan tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Terdapat hubungan antara pendapatan rumah tangga dengan upah pekerja anak. Berikut analisis taraf hidup dari rumah tangga pekerja anak di Desa Lingkungpasir. Tabel 25 Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Responden
FH ZM RA AJ GR IN SG NNA LH ST NR AS RW IM YF DR LS RZ ZZ AYW AMN LKM AI AR SY AR MSF AN IF DA
Pendapatan riil Pengeluaran RT
Pendapatan total pengeluaran RT
(Rp)
(Rp)
-157000 -1000000 -1035000 -1309000 -1520000 -1460000 -1234000 -1505000 -382000 -960000 -895000 -320000 -660000 -640000 -1190000 -1518000 -1300000 -455000 -55000 -462000 -387000 9000 -714000 -1013000 -290000 -1033000 -1283000 -900000 -963000 -643000
-67000 -450000 -385000 -559000 -620000 -660000 -334000 -305000 -270000 -410000 -780000 -200000 -540000 -300000 -540000 -318000 -400000 -350000 35000 -342000 -297000 99000 -114000 -113000 610000 -133000 -283000 300000 237000 307000
kontribusi upah pekerja anak bagi kesejahteraan RT (kali) 0.57 0.55 0.62 0.57 0.59 0.54 0.72 0.79 0.29 0.57 0.12 0.37 0.18 0.53 0.54 0.79 0.69 0.23 1.63 0.25 0.23 10 0.84 0.88 3.1 0.87 0.77 1.33 1.24 1.47
49
Berdasarkan tabel 25 mengenai analisis taraf hidup rumah tangga pekerja anak, peran pekerja anak dalam peningkatan taraf hidup keluarga cukup besar dan ikut andil dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Pendapatan rumah tangga riil jika tidak dibantu oleh pendapatan yang diperoleh anak-anak mereka yang bekerja sangat kecil dan tidak mampu mencukupi kebutuhan seharihari. Beberapa rumah tangga bahkan masih harus berhutang meskipun telah dibantu oleh anak-anak mereka yang bekerja. Pendapatan pekerja anak dalam rumah tangga menaikkan kesejahteraan rumah tangganya. Setiap upah dari pekerja anak menaikkan kesejahteraan rumah tangganya. Kontribusi minimum yang dihasilkan dari upah pekerja anak menaikkan kesejahteraan rumah tangganya hingga 0.13 kali. Kontribusi maksimumnya yaitu menaikan kesejahteran rumah tangga hingga 10 kali, dan ratarata kontribusi upah pekerja anak menaikan tingkat kesejahteraan rumah tangganya sebanyak 1.06 kali. Kontribusi upah pekerja anak kemudian digolongkan menjadi tiga golongan. Berikut tabel yang menggolongkan hasil kontribusi upah pekerja anak bagi kesejahteraan rumah tangga pekerja anak. Tabel 26 Jumlah dan persentase kontribusi upah pekerja anak bagi kesejahteraan rumah tangga pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016 kontribusi upah pekerja anak bagi kesejahteraan rumah tangga (per bulan) Rendah (< 0.46 kali) Sedang (0.46 – 1.04 kali) Tinggi (> 1.05 kali) Total
Jumlah (orang) 7 17 5 30
Pekerja anak Presentase (%) 24,10 58,60 17,20 100,00
Penggolongan kontribusi upah pekerja anak dibagi menjadi dua golongan yaitu rendah, dan tinggi. Kontribusi upah pekerja anak yang tergolong rendah adalah dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja keluarga, sedangkan kontribusi upah pekerja anak yang tergolong tinggi didominasi oleh pekerja anak dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja buruh. Upah anak sebagai pekerja buruh tani tergolong rendah sehingga kontribusinya pun rendah, sedangkan upah anak sebagai pekerja buruh tergolong tinggi maka kontribusinya bagi kesejahteraan keluarganya pun tinggi. Setiap satu rumah tangga pada kenyataannya lebih besar jumlah pengeluarannya dibandingkan dengan pendapatan sehingga kontribusi upah pekerja anak terhadap pendapatan keluarga meningkatkan kesejahteraan keluarganya4. Berikut adalah tabulasi silang dari jenis pekerjaan anak terhadap kontribusi upah pekerja anak bagi tingkat kesejahteraan rumah tangga.
4
Upah pekerja anak memiliki kontribusi nyata terhadap pendapatan total rumah tangga, namun rumah tangga tersebut masih memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah karena berada di bawah garis kemiskinan pedesaan di Jawa Barat menurut BPS yaitu Rp305.618
50
Tabel 27 Tabulasi silang antara jenis pekerjaan anak terhadap kontribusi upah pekerja anak bagi tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa Lingkungpasir tahun 2016 Jenis pekerjaan pekerja anak Pekerja buruh pabrik Pekerja buruh tani Pedagang asongan Total
Golongan kontribusi upah pekerja anak bagi kesejahteraan rumah tangga Rendah Tinggi ∑ % ∑ % 12 60.00 8 40.00
Total ∑ 20
% 100.00
5
62.50
3
37,50
8
100,00
1
50.00
1
50.00
2
100.00
18
60.00
12
40.00
30
100.00
Berdasarkan tabel 27 ditemukan bahwa kontribusi upah pekerja anak paling rendah didominasi oleh pekerja anak dengan jenis pekerjaan sebagai buruh pabrik dan kontribusi upah paling tinggi didominasi oleh anak dengan jenis pekerjaan sebagai pedagang asongan. Kontribusi tidak hanya dilihat dari seberapa besar upah yang mereka hasilkan namun bagaimana jumlah kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga. Orang tua dari anak yang bekerja sebagai pedagang asongan memiliki pendapatan yang sangat kecil sehingga kontribusi upah dari anak besar. Kemiskinan pada akhirnya menjadi salah satu alasan dan penyebab dari fenomena pekerja anak ini. Namun tanpa adanya pekerja anak, banyak juga rumah tangga yang kesejahteraan rumah tangganya rendah tanpa kontribusi dari upah pekerja anak. Anak-anak yang bekerja secara tidak langsung sudah tidak mendapatkan kesejahteraan mereka sebagai anak-anak yang sebenarnya hanya diwajibkan untuk mengenyam pendidikan. Di pedesaan, anak-anak yang bekerja membantu orang tuanya memang tidak jarang ditemukan, bahkan anak yang bekerja dijadikan alasan bahwa hal tersebut dianggap sebagai proses sosialisasi bagi orang tua yang membiasakan anaknya bekerja dengan cara membantu pekerjaan orang tua memang sudah lumrah di sana. Namun seharusnya pekerjaan yang dilakukan anak-anak tersebut tidak boleh sampai membebani kegiatan sehariharinya dan mengesampingkan pendidikan. Permasalahan pekerja anak ini jika dibiarkan berlanjut, akan menjadi akar dari masalah-masalah lainnya.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, dapat diketahui bahwa dengan bekerjanya seorang anak, berhubungan dengan tinggi rendahnya pencapaian pendidikan anak tersebut yang meliputi prestasi pendidikan dan rencana pendidikannya, sedangkan hubungannya dengan pekerja anak jika dilihat dari tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah bahwa munculnya pekerja anak di dasari salah satunya dengan tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah serta upah pekerja anak nyatanya menyumbang pendapatan rumah tangga dan membantu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga itu sendiri. Pencapaian pendidikan yang memiliki hubungan dengan pekerja anak meliputi prestasi pendidikan dan rencana pendidikan. Hal tersebut diukur dengan tingkat kehadiran anak disekolah dan performa pendidikan dilihat dari kemampuan anak tersebut menerima pelajaran disekolah. Anak dengan status sebagai pekerja anak memiliki prestasi dan rencana pendidikan yang rendah. Mereka seringkali membolos karena bekerja atau sengaja tidak masuk dengan alasan bekerja. Waktu kerja yang panjang menyebabkan sebagian dari pekerja anak seringkali terlambat sekolah karena kelelahan setelah seharian bekerja. Meskipun jam kerja mereka tidak sama dengan waktu mereka harus bersekolah, tetapi efek dari bekerjanya anak tersebut mempengaruhi kemampuan anak tersebut masuk dan bertahan di sekolah. Tingkat kesejahteraan rumah tangga memiliki hubungan dengan pekerja anak dan diukur dengan bagaimana taraf hidup rumah tangganya. Rumah tangga dengan tingkat taraf hidup yang rendah menjadi salah satu alasan munculnya pekerja anak. Dalam suatu rumah tangga dengan taraf hidup yang rendah harus mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sehingga anak-anak harus ikut andil dalam membantu meringankan pekerjaan orang tua atau ikut bekerja demi membantu beban ekonomi keluarga. Anak-anak yang bekerja cenderung tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan fokus untuk hanya bekerja karena membantu orang tuanya dan sudah terbiasa bekerja. Upah dari pekerja anak nyatanya membantu dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya.
52
Saran Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yang kaitannya dengan munculnya pekerjaan anak terutama di pedesaan yakni: 1. Menyediakan program tutor sebaya atau belajar bersama sehingga pekerja anak tidak merasa tertinggal dan semangat dalam mengikuti pelajaran. 2. Mengadakan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anak kepada orang tua. 3. Mengkategorikan kemunculan pekerja anak sebagai salah satu indikator keluarga miskin
DAFTAR PUSTAKA Avianti A, Sihaloho M. 2013. Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal terhadap Pendapatan Rumah Tangga dan Kesejahteraan Dirinya di Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jurnal Sosiologi Pedesaan [Internet]. [diunduh 2015 0kt 10]. Terdapat pada: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9386 [BKKBN]. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2011. Indikator Kriteria Keluarga. [Internet]. [diunduh 2016 Jan 15]. Tersedia pada:http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/indikasi.htm. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus Penduduk 2010. [Internet]. [diunduh 2016 Jan 16]. Tersedia pada: http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=35&wilayah=jawa-timur. Basu K, Tzannatos Z. 2003. The global child labor problem: what do we know and what can we do?. CAE Working Paper[Internet]. [diunduh 2015 Des 20]; 3 (06). Tersedia pada: https://cae.economics.cornell.edu/BasuTzannatos%2012.pdf. Ben W. 1994. Children, work and ‘child labour’: changing responses to the employment of children. Research Gate Publication[Internet]. [diunduh 2015 Des 28]. Tersedia pada: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1467-. Brown. Drusilla, K. Deardoff. Alan, V. Stern. Robert, M. 2003. The Determinants of Child Labour: Theory and Evidence, OECD Social, France: Employment and Migration Working Papers [Internet]. [diunduh 2016 Feb 14]. Chanda P. 2014. Impact of child domestic labour on children’s education, a case study of lusaka city in Zambia. European Scientific Journal[Internet]. [diunduh 2015 Des 24]. Tersedia pada: http://eujournal.org/index.php/esj/article/viewFile/4021/3832. Endrawati N. 2011. Faktor penyebab anak bekerja dan upaya pencegahannya. Jurnal Ilmu Hukum[Internet].[diunduh 2016 Jan 3]. Terdapat pada: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/view/1393. Fitdiarini N, Sugiharti L. 2008. Karakteristik dan pola hubungan determinan pekerja anak di Indonesia. Penelitian Dinas Sosial [Internet]. [diunduh 2015 Okt 1]; 7 (1). Tersedia pada:http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/01%20A4%20%20April%20 2008%20_10-15_.pdf. Guarcello L, Lyon S, Rosati FC. 2008. Child labour and education for all: an issue paper. rome. Understanding Children Work [Internet]. [diunduh 2016 Jan 11]. Tersedia pada:http://www.ilo.org/ipec/Action/Education/ChildlabourandEducationf orAll/lang--en/index.htm. [ILO]. International labor Organization. 2009. Pekerja Anak di Indonesia 2009. [Internet]. Dapat diunduh di: http://www.ilo.org/jakarta/whatwedo/ publications/lang--en/contLangid/docNameWCMS_123584/index.htm Irwanto. 1995. Pekerja Anak di Tiga Kota Besar. Jakarta (ID): Unicef dan Pusat Penelitian Unika Atma Jaya.
54
Nandi. 2006. Pekerja anak dan permasalahannya..GEA [Internet]. [diunduh 2015 Okt 13]; 6 (2). Tersedia pada: NANDI/artikel%20jurnal/Artikel_di_Jurnal_GEA.pdf__Pekerja_Anak_da n_Permasalahannya.pdf. Priyambada A, Suryahadi A, Sumarto S. 2002. What Happened To Child Labor In Indonesia During The Economic Crisis; The Trade-Of Between School And Work. Jakarta (ID): SEMERU Working Paper. Putri A. 2015. Pengaruh karakteristik individu dan rumah tangga terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah atau bekerja. Malang (ID). Jurnal Ilmiah [Internet]. [diunduh 2015 Mar 10]. Tersedia pada: www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps13_207.pdf. Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N. 2013. Nilai ekonomi anak, motivasi, dan self-esteem pekerja anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen [Internet]. [diunduh 2015 Des 7]; 6 (03). Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/99. Rosati FC, Rossi M. 2001. Children’s working hours, school enrolment, and human capital accumulation. Understanding Children’s Work. [Internet]. [diunduh 2015 Des 8]. Tersedia pada:http://www.ucwproject.org/attachment/workinghours_humancapital.pdf. Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta. RajaGrafindo Persada. Suharto E. 2003. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Karus Rumah Tangga Miskin Di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Todaro, Michael P, Smith SC. 2003. Economic Development. England: Pearson Adison Wesley. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Usman H, Nachrowi N. 2004. Pekerja Anak di Indonesia: Kondisi, Determinasi, dan Eksploitasi. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesi
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Utara
: Desa Cijolang
Timur
: Desa Majasari
Selatan : Desa Harumansari Barat
: Desa Ciaro, Kabupaten Bandung
57
Lampiran 2 Daftar responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Nama Fathiya Rizkia Salsa Nur Alifa Alfin Nauval Hakul Yakin Intan Nuraeni Syahrul Gunawan Najwa Nur Alia Lola Hermalia Ayu Nara Aep Saipullah Rismawati Wulandari Deden Deni Nurizki Desti Devita Rahayu Siti Nur Laela Sari Rizki Zam Zam Ayu Wandera Aggi Marjan Nur Hakim Luki Muhammad Akbar Ahmad Ilyas Ari Surya kencana Ade Rosadi M. Sidqi Al-Faaz Anjar Nugraha Irfan Duki Al-roza Yana Ferdiansyah Indri Mulyani Sutrisno Ranti laela Rani Pitriyani Linda Sadiyah Ridan Maulana Zainal Maulana Risa Aulia Asep Jam jam AS-Syifatun Nafsiah Gilang Ramadhan Imam Nur Syafaat Ihwan Dea Permata Dandi Syaiful Jiliana Malik Firman Amaludin Rika Novita
50
Ahmad Faisal
Umur 14 9 9 11 11 9 12 11 11 9 10 14 12 12 11 13 12 14 15 13 15 14 15 15 15 15 15 15 15 14 13 10 10 13 13 11 12 11 11 14 12 11 12 15 14 15 12 14 13
15
Status Kegiatan Pekerja anak Hanya bersekolah Hanya bersekolah Hanya bersekolah Hanya bersekolah Hanya bersekolah Hanya bersekolah Hanya bersekolah Pekerja anak Hanya bersekolah Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Hanya bersekolah Pekerja anak Hanya bersekolah Hanya bersekolah Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Hanya bersekolah Pekerja anak Hanya bersekolah Pekerja anak Pekerja anak Pekerja anak Hanya bersekolah Pekerja anak Pekerja anak Hanya bersekolah Hanya bersekolah Pekerja anak Hanya bersekolah Hanya bersekolah Hanya bersekolah
Hanya bersekolah
58
Lampiran 3 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa Lingkungpasir Umur : “Di sini, anak-anak yang sering bolos sekolah untuk bantu bapak ibunya kebanyakan dikelas 3 sd neng. Umur segitu soalnya udah bisa diajak bantubantu”(ML, 25 Tahun, Wali kelas murid kelas 3 SD) Jenis kelamin : “si Aggi kan laki-laki terus udah gede, masa iya dia ga bantu bapaknya di kebun. dia juga seneng kerja karena ya temen-temen seumurannya juga pada kerja semua bantu ibu bapaknya” (Naeni, 47 Tahun, Ibu Rumah Tangga) Kondisi pendidikan di Desa Lingkungpasir “saya masuk sekolah terus kok teh, tapi kadang suka enggak klo lagi capek, lagian telat bangun juga terus terlambat deh pasti, jadi yaudah di rumah aja sekalian istirahat” (AS, 14 tahun) “Imam kan anak saya satu-satunya teh, lalaki. kalau bukan dia yang bantuin saya, terus siapa lagi?” (Kaba, 48 tahun, buruh tani) “Kata teman sekelasnya dia gak masuk karena bantu bapaknya di kebon, tapi waktu saya mau pulang ke rumah sebentar, saya lihat lagi pada asik nongkrong di warung” (Asep, 52 tahun, guru) “saya sering ngantuk teh kalau dikelas, abisnya saya ketinggalan banyak materi jadi saya bingung, yaudah jadi tidur aja deh” (MS, 15 tahun) “kadang suka males teh merhatiin guru, omongannya saya gak ngerti. Mendingan nanti minta dijelasin temen aja jadi lebih ngerti” (SN, 12 tahun). “Banyak di sini mah neng, anak-anak yang suka ikut bapaknya ke kebon, tapi itu abis pulang sekolah kok neng, jadi gak ganggu rutinitas sekolah mereka” (Wawan, 45 tahun, Sekretaris desa) Pendapatan pekerja anak
:
“Anak-anak seneng kerja di sini karena dapet makan selain upah dari kerjaan mereka neng. Gapapa deh saya repot dikit masaknya sekalian juga buat keluarga saya kok” (Khaerunnisa, 25 tahun, pemilik home industry karet silk) “Saya seneng teh kalau di tempat kerja. Banyak temen, bisa ngobrol sambil kerja. kalau di rumah terus saya bosen. Ini juga saya kerja karena ikutan temen-temen” (Dandi, 15 tahun) “Saya udah dibiasain sama bapak ibu saya buat ikut kerja teh, adek saya banyak, ya jadinya saya bantuin bapak ibu, paling enggak saya gak minta uang jajan lagi dari bapak dan bisa jajanin adek saya kadang-kadang” (AJ, 14 tahun, pekerja anak). Pendidikan kepala rumah tangga
:
59
“Si Risa mah sekolahnya gak usah tinggi-tinggi gapapa neng. dia kan anak cewek, biar aja bantu-bantu ibunya di rumah” (DA, 36 tahun, buruh tani)
Pekerjaan kepala rumah tangga “Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus, dia bisa bantuin saya” (SS, 40 tahun, buruh tani)
Hubungan pekerja anak dengan pencapaian pendidikan “Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus, dia bisa bantuin saya” (SS, 40 tahun, buruh tani)
60
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Lokasi tempat bekerja pekerja anak (buruh) di home industry tehAnis.
Pekerja anak (keluarga)
61
Kondisi perumahan dan lingkungan Desa Lingkungpasir
Lampiran 5 Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir
62
Lampiran 6 Olahan data menggunakan SPSS Statistics Gol_umur N
Valid Missing
Jx
Status Goljum_ART DidixXRT XerjaXRT Gol_pendapatan
50
50
50
50
50
49
50
0
0
0
0
0
1
0
Gol_umur Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
7
14.0
14.0
14.0
2
17
34.0
34.0
48.0
3
26
52.0
52.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Jenis_Kelamin Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
29
58.0
58.0
58.0
2
21
42.0
42.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Status Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
30
60.0
60.0
60.0
2
20
40.0
40.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Gol_jum_ART Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
10
20.0
20.0
20.0
2
35
70.0
70.0
90.0
3
5
10.0
10.0
100.0
50
100.0
100.0
Total
DidikKRT Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3
36
72.0
72.0
72.0
4
10
20.0
20.0
92.0
5
4
8.0
8.0
100.0
50
100.0
100.0
Total
63
KerjaKRT Frequency Valid
Valid Percent
Cumulative Percent
2
2
4.0
4.1
4.1
3
22
44.0
44.9
49.0
5
1
2.0
2.0
51.0
6
20
40.0
40.8
91.8
9
2
4.0
4.1
95.9
10
2
4.0
4.1
100.0
49
98.0
100.0
1
2.0
50
100.0
Total Missing
Percent
System
Total
Pengeluaran_Tot Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
10
20.0
20.0
20.0
2
36
72.0
72.0
92.0
3
4
8.0
8.0
100.0
50
100.0
100.0
Total
Gol_kehadirandisekolah Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
30
60.0
60.0
60.0
2
20
40.0
40.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
gol_jamkerja_ Frequency Valid
Missing Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
10
20.0
33.3
33.3
2
20
40.0
66.7
100.0
Total
30
60.0
100.0
System
20
40.0
50
100.0
64
Gol_luas Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
27
54.0
54.0
54.0
2
18
36.0
36.0
90.0
3
5
10.0
10.0
100.0
50
100.0
100.0
Total
Kerja_KRT * Status Crosstabulation Status 1 Kerja_KRT
2
Count % within Kerja_KRT
3
Count % within Kerja_KRT
5
Count % within Kerja_KRT
6
Count % within Kerja_KRT
9
Count % within Kerja_KRT
10
Count % within Kerja_KRT
Total
Count % within Kerja_KRT
2
Total
2
0
2
100.0%
0.0%
100.0%
18
4
22
81.8%
18.2%
100.0%
1
0
1
100.0%
0.0%
100.0%
6
14
20
30.0%
70.0%
100.0%
1
1
2
50.0%
50.0%
100.0%
2
1
3
66.7%
33.3%
100.0%
30
20
50
60.0%
40.0%
100.0%
Gol_pendapatan * Status Crosstabulation Status 1 Gol_pendapatan
1
Count % within Gol_pendapatan
2
Count % within Gol_pendapatan
3
Count % within Gol_pendapatan
Total
Count % within Gol_pendapatan
2
Total
15
1
16
93.8%
6.3%
100.0%
11
5
16
68.8%
31.3%
100.0%
4
14
18
22.2%
77.8%
100.0%
30
20
50
60.0%
40.0%
100.0%
65
Didik_KRT * Status Crosstabulation Status 1 Didik_KRT
3
2
Count % within Didik_KRT
4
24
12
36
66.7%
33.3%
100.0%
4
6
10
40.0%
60.0%
100.0%
2
2
4
50.0%
50.0%
100.0%
30
20
50
60.0%
40.0%
100.0%
Count % within Didik_KRT
5
Count % within Didik_KRT
Total
Count % within Didik_KRT
Total
Goljum_ART * Status Crosstabulation Status 1 Goljum_ART
1
Count % within Goljum_ART
2
3
14
26
46.2%
53.8%
100.0%
15
6
21
71.4%
28.6%
100.0%
3
0
3
100.0%
0.0%
100.0%
30
20
50
60.0%
40.0%
100.0%
Count % within Goljum_ART
Total
Count % within Goljum_ART
Total
12
Count % within Goljum_ART
2
Status * Gol_taraf_hidup Crosstabulation Gol_taraf_hidup 1 Status
1
Count % within Status
2
Count % within Status
Total
Count % within Status
2
3
Total
15
11
4
30
50.0%
36.7%
13.3%
100.0%
2
3
15
20
10.0%
15.0%
75.0%
100.0%
17
14
19
50
34.0%
28.0%
38.0%
100.0%
66
Status * Gol_skor_pendidikan Crosstabulation Gol_skor_pendidikan 1 Status
1
Count % within Status
2
Total
6
4
30
66.7%
20.0%
13.3%
100.0%
0
8
12
20
0.0%
40.0%
60.0%
100.0%
20
14
16
50
40.0%
28.0%
32.0%
100.0%
Count % within Status
3
20
Count % within Status
Total
2
Symmetric Measures Approximate Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Significance
.610 50
.020
67
Lampiran 2 Kuisioner Nomor Responden Hari, Tanggal Survei Tanggal Entri Data
Kuesioner Penelitian
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
1 2 3 4
No. Urut ART
(1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Umur Jenis kelamin Status kegiatan anak
I. Profil Responden : : : : 1. Pekerja Anak (Buruh) 2. Pekerja Anak (Rumah Tangga) 3. Hanya Bersekolah
II. Keterangan Rumah Tangga Nama anggota rumah Hubungan Jenis kelamin Umur tangga (ART) dengan 1. laki-laki (tahun) (Tulis siapa saja yang kepala 2. perempuan biasanya tinggal dan rumah makan di rumah tangga tangga ini baik (kode) dewasa, anak-anak maupun bayi) (2) (3) (4) (5)
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan (kode) 1.
(6)
68
Kode kolom (3) Hubungan dengan kepala rumah tangga: 1.Kepala rumah tangga 2.Istri/suami 3.Anak 4.Menantu 5.Cucu 6.Orangtua/mertua 7.Famili lain 8.Pembantu rumah tangga
Kode kolom (6) Pendidikan tertinggi yang ditamatkan: 1.Tidak/belumpernah bersekolah 2.Tidak tamatSD/MI 3.SD/MI 4.SMP/MTs 5.SMA/SMK/MA 6.Diploma I 7.Diploma II 8.Diploma III 9.Diploma IV/S1 III. Pencapaian Pendidikan
Rencana Pendidikan 5
Apakah anak mempunyai rencana melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
a. Anak tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau putus sekolah b. Anak belum mempunyai rencana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi c. Anak sudah mempunyai rencana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
6
Peringkat berapa yang ditargetkan anak di semester depan
a. Tidak masuk 10 besar b. 10 besar c. 5 besar
7
Sejauh mana jenjang pendidikan yang akan ditempuh anak
a. Sekolah Dasar (SD) b. Sekolah Menengah Pertama (SMP) c. Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK)
8
Bagaimana kualitas sekolah yang diinginkan untuk menjadi sekolah anak
a. Biaya rendah dan memiliki kualitas pendidikan yang minimal b. Biaya sedang dan memiliki kualitas pendidikan yang standar c. Biaya tinggi dan memiliki kualitas pendidikan diatas rata-rata
9
Jumlah tahun sekolah yang sudah ditamatkan anak
a. 2 tahun b. 4-6 tahun c. lebih dari 6 tahun a. Tidak, Alasan…. b. Ya
10
Apakah anak diizinkan bersekolah jauh dari keluarga untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik Prestasi Pendidikan
69
11
Peringkat berapa anak bapak/ibu di sekolah
12
Apakah anak bapak/ibu pernah mewakili sekolah untuk mengikuti perlombaan
13
Apakah anak rajin mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru Kapan anak anda mengerjakan pekerjaan rumah tersebut Apakah anak anda mengalami kesulitan menerima pelajaran di sekolah Apakah anak pernah membolos sekolah
14 15 16 17 18
Bagaimana presentase kehadiran anak di sekolah Bagaimana rata-rata nilai (kognitif) anak di sekolah
a. tidak termasuk10 besar b. 10 besar c. 5 besar a. Ya, menang b. Ya, kalah c. Tidak pernah a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. rendah b. tinggi a. rendah b. tinggi
Jika status kegiatan anak hanya bersekolah, pertanyaan cukup sampai di sini IV. Pekerja Anak 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28
Sejak usia berapa mulai bekerja Apakah responden bekerja karena kemauan sendiri Berapa rata-rata jam kerja responden per hari Berapa hari dalam satu minggu responden bekerja Apakah responden bekerja untuk mendapatkan upah dalam bentuk uang maupun barang Apakah responden menjalankan atau melakukan beberapa macam usaha besar atau kecil, secara perseorangan atau dengan rekan Apakah responden bekerja sebagai pekerja rumah tangga untuk mendapatkan upah Apakah responden bekerja dan menjadi pekerja rumah tangga tidak mendapat upah Berapa penghasilan yang didapatkan responden dari bekerja (jika ada) Apakah responden bekerja di tanah miliknya atau milik rumah tangganya. (sawah, kebun, membantu mengembangkan produksi)
: : [ ] ya
[ ] tidak
:
: [ ] ya
[ ] tidak
: [ ] ya
[ ] tidak
: [ ] ya
[ ] tidak
: [ ] ya
[ ] tidak
: : [ ] ya
[ ] tidak
70
IV. Pekerja Anak 29 30 31 32 33
No 34
35
36
37
Apakah responden bekerja di bidang pertanian Apakah responden bekerja di bidang non pertanian Apakah responden pernah terluka saat bekerja dari cedera tersebut, apakah mempengaruhi aktifitas pekerjaan/sekolah responden Apakah pekerjaan responden menyita waktu belajar atau bermain
: [ ] ya : [ ] ya
[ ] tidak [ ] tidak
: [ ] ya : [ ] ya
[ ] tidak [ ] tidak
: [ ] ya
[ ] tidak
V. Taraf Hidup Rumah Tangga Pertanyaan/Pilihan Jawaban Rata-rata pendapatan untuk kebutuhan hidup Rp sehari-hari, termasuk biaya untuk pendidikan, kesehatan, kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan rekreasi rumahtangga Bapak/Ibu setiap bulan selama Tahun 2015? Kepala keluarga Istri Anak/ lainnya Bantuan Rata-rata pengeluaran total rumah tangga Rp (pendapatan responden dan anggota rumahtangga lainnya) Bapak/Ibu setiap bulan selama Tahun 2015 ini? Makanan Rokok Bahan bakar (Solar, bensin, minyak tanah, tabung gas, dll) Pendidikan anak Kesehatan Pakaian Listrik Air Kondisi bangunan yang bapak atau ibu tempati a. Tidak permanen b. Semi Permanen c. Permanen 2 Luas (m ) lahan pekarangan rumah (termasuk luas rumah) yang bapak atau ibu tempati sekarang
71
38
39
40
41
42
43
44
45
V. Taraf Hidup Rumah Tangga Status rumah dan lahan pekarangan yang bapak a. sewa atau ibu tempati sekarang b. menumpang c. milik sendiri Sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari a. mata air rumahtangga bapak/ibu b. Sumur c. PAM Bahan bakar (energi) yang digunakan untuk a. arang/ kayu masak sehari-hari di rumahtangga bapak/ibu b. gas/ minyak tanah c. listrik Jenis penerangan yang digunakan di a. biogas rumahtangga bapak/ibu b. lampu minyak tanah c. lampu listrik Tempat ART bapak/ibu mandi dan buang air a. kamar mandi umum tanpa septic besar sehari-hari tank b. kamar mandi umum dengan septic tank c. kamar mandi sendiri tanpa septic tank d. kamar mandi sendiri dengan septic tank Kepemilikan dan jumlah barang berharga 1. mobil 2. sepeda motor 3. komputer/laptop 4. TV 5. Video player 6. lemari es 7. mesin cuci Keterangan: jika memiliki 0-1 kategori jumlah skor 1 jika memiliki 2-3 kategori jumlah skor 2 jika memiliki 3 atau lebih kategori jumlah skor 3 Tempat bapak/ibu/ART bapak/ibu paling sering a. puskesmas/pustu berobat b. dukun/ bidan/ mantri c. dokter praktek/rumah sakit Tingkat kesejahteraan/taraf hidup rumahtangga a. semakin menurun menurut bapak/ibu sejak tahun 2011 sampai b. tetap sekarang c. semakin meningkat
72
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ayah penulis bernama Eka Firdaus dan Ibu penulis bernama Aan Mardiah. Adik penulis bernama Miqdad Firdaus, Hana Solihah Firdausi dan Miftah Sidiq Firdaus. Penulis lahir di Depok pada tanggal 18 Oktober 1993. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Muhammadiyah 01 Kukusan pada tahun 2005, SMPIT As-Syifa Boarding School tahun 2008, Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta tahun 2012. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Angkatan 2012/ 49. Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi pengurus DPM-FEMA (Dewan Perwakilan Mahasiswa) selama satu tahun sebagai Anggota Komisi I kepengurusan 2013-2014. Juga mengikuti berbagai kepanitiaan salah satunya event bisnis yaitu IPB Business Festival. Beberapa kali menjuarai lomba tulis puisi di IAC (IPB Art Contest) dan berpartisipasi aktif dalam setiap kesempatan kegiatan menulis. Salah satu karya penulis sedang diterbitkan di buku kumpulan puisi Forum Sastra Ilusi (FOSIL) oleh penerbit KAKAYE.