HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1817) DI PERAIRAN SELAT MALAKA TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA Relationship Between Length Weight and Reproduction of Indian Mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1817) in Malacca Strait Tanjung Beringin Serdang Bedagai North Sumatra. Julia Syahriani Hsb1), Mohammad Basyuni2), Ani Suryanti3) 1)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2) Staff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 3) Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Activities the continuous mackerel of catch will be decreasing fish stock in the nature. The research aims to know relationship among length weight, factor of condition, reproductive, first size riping ovum and apex spawning of mackerel. This research was conducted in Malacca strait Tanjung Beringin Serdang Bedagai from March until May 2015 based on the location of fishing by fishermen divided into three stations at a distance of 3.704 meters from the beach and the distance between each station was 1.852 meters. Water and fish sampling was carried out for one month. The results showed that length weight was positive allometric. Factor conditions were 1,12 – 1,18 and classified as less flat. Sex ratio of fish was ideal conditions. Value of gonad maturation index between female was 2,87% and male was 2,18% respectively. Fecundity was 30.250 – 57.240 granule. First size riping ovum is 164 – 170 mm. The mackerel has a apex spawning in April. Keywords : Mackerel, Spawning, Factor condition, Ovum PENDAHULUAN Perairan Selat Malaka merupakan perairan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah kegiatan perikanan. Hasil perikanan Selat Malaka dikonsumsi oleh penduduk Sumatera Utara, khususnya masyarakat Tanjung Beringin Serdang Bedagai sehingga perairan Selat Malaka sangat penting untuk
dijaga keberadaan sumberdaya alamnya. Salah satu jenis ikan pelagis kecil yang potensial di perairan tersebut adalah ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta). Kegiatan perikanan yang cenderung mengeksploitasi sumberdaya alam dan kondisi perairan yang menurun akan mengakibatkan turunnya populasi ikan di alam.
Aktivitas penangkapan ikan kembung lelaki secara terus menerus dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan stok ikan kembung sehingga perlu dilakukan kajian mengenai hubungan panjang bobot dan reproduksi ikan di perairan Selat Malaka kecamatan Tanjung Beringin kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera Utara. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Mei 2015 dengan interval waktu pengambilan sampel setiap bulan. Pengambilan sampel ikan dilakukan di perairan Selat Malaka kecamatan Tanjung Beringin. Identifikasi dan pengamatan sampel ikan dan gonad ikan dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis sampel histologi gonad ikan dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, GPS, secchi disk, botol winkler, refraktometer, pH meter, jaring insang (gillnet), coolbox, alat bedah, buku identifikasi, gelas ukur, erlemeyer, botol film, pipet tetes, mistar dengan ketelitian 1 mm, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram, alat tulis, kamera digital, spidol permanen, kertas label, tisu, mikroskop dan gelas objek. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kembung, formalin 4% dan 10% sebagai pengawet gonad, akuades, bahan yang digunakan untuk
mengukur DO yaitu MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, Amilum, bahan yang digunakan dalam pembuatan histologi gonad, yaitu alkohol 70 ˗ 100 %, xylen, parafin, gliserin, xylol, pewarna haematoxyline mayers, larutan eosin, dan perekat entilen. Prosedur Penelitian Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Penentuan stasiun berdasarkan lokasi penangkapan ikan oleh nelayan yang dibagi menjadi tiga stasiun. Lokasi penangkapan ikan berjarak 3,7 km dari bibir pantai dan jarak antar stasiun masing-masing 1,8 km. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu satu bulan sekali. Pengambilan sampel ikan dengan alat tangkap jaring insang dengan mesh size jaring 3,8 cm sepanjang 11 meter dan lebar 2,4 meter. Jaring diturunkan ke perairan dengan pergerakan perahu yang berlawanan dengan arus. Setelah 1 jam jaring dinaikkan ke atas perahu. Sampel ikan yang ditangkap sebanyak 30 – 200 ekor per pengambilan sampel dengan ukuran ikan yang bervariasi di lokasi penelitian. Kemudian sampel ikan dimasukkan kedalam 3 coolbox telah berisi es sesuai dengan setiap stasiun. Pengukuran parameter fisikakimia perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia air dilakukan pada saat pengambilan sampel ikan secara langsung pada setiap stasiun selama penelitian dengan interval waktu setiap bulan. Parameter yang diukur adalah suhu, salinitas, kecerahan, pasang surut, pH, dan dissolved oxygen.
Pengamatan Sampel Ikan Sampel ikan yang diperoleh langsung diukur panjang total, tinggi badan dan bobot ikan. Kemudian ikan dibedah untuk diamati gonadnya guna penentuan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad. Kemudian gonad ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Gonad jantan dan gonad betina yang memiliki TKG I dan II yang mewakili setiap stasiun dimasukkan ke dalam formalin 4% untuk pembuatan histologi sedangkan gonad betina yang memiliki TKG III dan IV dibagi dua, sebagian dimasukkan ke dalam formalin 4% untuk pembuatan histologi dan sebagian lagi dimasukkan kedalam alkohol 70% dan penentuan tingkat kematangan gonad ikan kembung berdasarkan Larasati (2011). Analisis Perhitungan Faktor kondisi Faktor kondisi dapat dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan. Jika pertumbuhan ikan bersifat isometrik, maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979) : K = Jika pertumbuhan bersifat allometrik maka dapat digunakan rumus : K = Keterangan: K = Faktor kondisi W = Berat ikan (gram) L = Panjang ikan (mm) a dan b = Konstanta Ketentuan Faktor kondisi : FK 0 – <1 : ikan tergolong pipih FK 1 – 3 : ikan tergolong kurang pipih
Nisbah kelamin Nisbah kelamin dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : NK = Keterangan : Nk = Nisbah kelamin M = Jumlah total ikan jantan F = Jumlah total ikan betina Ukuran panjang pertama kali matang gonad Ukuran panjang pertama kali matang gonad dapat dihitung dengan persamaan Udupa (1986) yaitu : M = antilog (m) = XK + (X/2) – (X x ∑pi)
Keterangan : Pi = ri / ni
dan
ni = ni + 1
Jika selang kepercayaan 95% (α = 0,05), maka selang ukuran pertama kali matang gonad dapat dihitung dengan : Antilog (m ± 1.96 x √
(
) (
Keterangan : M = Log panjang ikan pada kematangan gonad pertama Xk = Log nilai tengah kelas panjang dimana semua ikan (100%) sesudah matang gonad. Pi = Proporsi ikan matang pada kelas ke-i Ri = Jumlah ikan matang pada kelas panjang ke-i Ni = Jumlah seluruh ikan pada kelas panjang ke-i Indeks gonad Somatik Untuk menghitung indeks gonad somatik dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) : IGS x 100% Keterangan : IGS = Indeks gonad somatik Bg = Berat gonad (g) Bt = Berat tubuh (g)
)
Fekunditas Fekunditas dengan metode gabungan dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979): F Keterangan : F = Fekunditas (butir) G = Berat gonad total (g) V = Isi pengenceran (ml) X = Jumlah telur tiap ml Q = Berat gonad contoh (g) Analisis Data Hubungan panjang bobot Menurut Effendie (1979), untuk menentukan hubungan panjang bobot dapat digunakan rumus sebagai berikut :
W = aLb Keterangan : W = Berat tubuh ikan (g) L = Panjang tubuh ikan (mm) a dan b = Konstanta HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Kembung Lelaki Persamaan panjang bobot ikan diperoleh nilai koefisien relasi (r) ikan jantan dan ikan betina yang mendekati 1 yaitu masing-masing 0,91 dan 0,96 serta 0,94 untuk nilai korelasi gabungan ikan jantan dan betina (Gambar 1).
Gambar 1. Grafik hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki (a) jantan, (b) betina, dan (c) gabungan. Faktor Kondisi Nilai faktor kondisi rata-rata baik jantan maupun betina mengalami fluktuasi pada tiap waktu penelitian. Nilai faktor kondisi rata-
rata pada setiap bulannya berkisar antara 1,14 – 1,23 untuk ikan jantan dan 1,07 – 1,16 untuk ikan betina (Gambar 2).
Gambar 2. Faktor kondisi ikan kembung lelaki (a) jantan, (b) betina, dan (c) gabungan Nisbah Kelamin Persentase jumlah kelamin ikan jantan maupun ikan betina pada semua TKG mengalami fluktuasi yang terdiri dari 293 ekor ikan jantan dan 305 ekor ikan betina. Persentase
jumlah jenis kelamin betina lebih dominan dibandingkan ikan jantan, baik dalam semua TKG maupun hanya TKG IV yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Persentase jumlah jenis kelamin ikan kembung (a) semua TKG dan (b) TKG IV.
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Kembung Lelaki Ukuran pertama kali matang gonad dari ikan kembung lelaki jantan maupun betina dapat dilihat dari hubungan panjang total dengan tingkat kematangan gonad ikan kembung jantan dan betina pada TKG III dan TKG IV yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ukuran pertama kali matang gonad dari ikan kembung jantan dan betina UPMG Jantan Betina M 164,07 mm 170,66 mm *Ukuran pertama matang gonad Fekunditas Fekunditas ikan kembung betina sebanyak 21 ekor yang memiliki TKG III dan TKG IV. Kisaran fekunditas berdasarkan
panjang dan bobot selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran fekunditas dari panjang dan bobot. Panjang Bobot Fekunditas (mm) (g) (butir) Maret 180 – 215 72 – 116 32.041 – 54.359
Waktu
April 143 – 194 34 – 92 30.250 – 57.240 Mei
175 – 185 67 – 77 40.380 – 52.721
Indeks Gonad Somatik Nilai indeks gonad somatik ikan kembung lelaki tertinggi pada ikan kembung betina yang didapat selama penelitian pada bulan April yaitu sebesar 2,87 % dan terendah pada bulan Mei yaitu sebesar 0,83 %. Sementara pada ikan kembung jantan IGS tertinggi pada bulan April yaitu sebesar 2,18 % dan terendah pada bulan Maret yaitu sebesar 0,75 % yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Indeks Kematangan Gonad ikan kembung lelaki (a) jantan, (b) betina selama waktu penelitian. Tingkat Kematangan Gonad Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki yang didapat selama penelitian yang paling
dominan TKG I dan yang paling sedikit adalah TKG V yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki (a) jantan dan (b) betina selama penelitian. Pembahasan Hubungan Panjang Bobot Hasil hubungan panjang bobot memperlihatkan bahwa nilai b ikan kembung jantan 2,98 termasuk allometrik negatif dan ikan betina 3,18 termasuk allometrik positif (Gambar 1). Hal ini merupakan pertambahan panjang tidak sesuai dengan pertambahan bobot. Suruwaky dan Gunaisah (2013) menyatakan bahwa nilai b<3 maka pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat dan nilai b>3 maka pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Mosse dan Hutubessy (1996) bahwa ikan kembung di Perairan Pulau Ambon dan sekitarnya memiliki nilai b sebesar 3,26 termasuk allometrik positif. Faktor Kondisi Nilai faktor kondisi ikan kembung pada Gambar 2 berkisar antara 1,12 – 1,18 memperlihatkan bahwa ikan kembung yang diperoleh
selama penelitian tergolong pada ikan dengan bentuk badan kurang pipih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwarni (2009) bahwa nilai faktor kondisi <1, tergolong ikan yang pipih atau tidak gemuk sementara nilai faktor kondisi 1 – 3, tergolong ikan yang bentuk badannya kurang pipih. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sivadas, dkk (2006) bahwa faktor kondisi ikan kembung lelaki di Calicut, India berkisar 0,90 – 1,18. Nisbah Kelamin Hasil nisbah kelamin ikan kembung memperlihatkan bahwa persentase jumlah kelamin ikan jantan maupun ikan betina pada semua TKG mengalami fluktuasi yang terdiri dari 293 ekor ikan jantan dan 305 ekor ikan betina setara dengan 1 : 1 (Gambar 3). Hal tersebut memperlihatkan kondisi nisbah kelamin yang ideal bagi ikan. Menurut pernyataan Effendie (1979) bahwa kondisi populasi ikan dalam suatu perairan dengan melihat
perbandingan antara jumlah jantan dan jumlah betina dalam suatu populasi, dimana rasio 1 : 1. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sivadas, dkk (2006) bahwa nisbah kelamin ikan kembung lelaki di Calicut, India termasuk kondisi ideal dimana rasio 1 : 1. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Hasil ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa memperlihatkan bahwa ukuran 164 mm untuk ikan jantan dan 170 mm untuk ikan betina. Hal ini sesuai dengan hubungan panjang total dengan tingkat kematangan gonad ikan kembung jantan dan betina pada TKG III dan TKG IV. Menurut pernyataan Effendie (2002) bahwa ukuran ikan pertama kali matang gonad tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya, jika tersebar pada lintang yang berbeda lebih dari lima derajat, akan mengalami perbedaan ukuran dan umur pertama kali matang gonad. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Nasution (2014) di Teluk Pelabuhan Ratu menyatakan ukuran matang gonad ikan kembung lelaki 173 mm untuk betina dan 175 mm untuk jantan dan penelitian Hariati, dkk (2015) di perairan selat Malaka sebesar 170 mm. Fekunditas Hasil perhitungan fekunditas ikan kembung selama penelitian berkisar antara 30.250 – 57.240 butir (Tabel 2). Hasil penelitian sesuai dengan yang dilaporkan oleh Safarini (2013) di Teluk Banten Serang, fekunditas ikan kembung lelaki
mengeluarkan 9.058 – 55.181 butir sementara penelitian Sudjastani (1974) di Teluk Thailand, fekunditas ikan kembung lelalo ±20.000 butir telur setiap pemijahan. Menurut pernyataan Yildirim, dkk (2006) bahwa nilai fekunditas dipengaruhi oleh jenis atau spesies, umur, ukuran individu ikan, makanan, faktor fisiologi tubuh, sifat ikan, kepadatan populasi dan lingkungan hidup ikan itu sendiri. Indeks Gonad Somatik Nilai rata-rata indeks gonad somatik ikan kembung lelaki tertinggi pada ikan kembung betina yang didapat selama penelitian pada bulan April yaitu sebesar 2,87% dan terendah pada bulan Mei yaitu sebesar 0,83%. Sementara pada ikan kembung jantan IGS tertinggi pda bulan April yaitu sebesar 2,18% dan terendah pada bulan Maret yaitu sebesar 0,75% (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan besarnya nilai IGS pada ikan betina dapat diartikan bahwa bobot gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Menurut pernyataan Effendie (1979) bahwa nilai indeks gonad somatik akan bertambah sampai mencapai kisaran maksimum ketika akan memijah, lalu akan menurun kembali dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Safarini (2013) di Teluk Banten Serang, nilai IGS ikan kembung lelaki berkisar 0,02% – 7,63% dan penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Nasution (2014) di Teluk Pelabuhan Ratu, indeks gonad somatik (IGS) ikan betina dan jantan berkisar 1,10% – 5,02% dan 0,53% – 3,00%.
Tingkat Kematangan Gonad Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki yang didapat selama penelitian yang paling dominan TKG I dan yang paling sedikit adalah TKG V (Gambar 5) dengan ukuran panjang tertinggi 128 – 152 mm sebanyak 104 ekor untuk jantan dan selang kelas 153 – 177 mm sebanyak 90 ekor untuk betina sementara terendah dengan selang kelas 228 – 252 mm (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan nilai tingkat kematangan gonad tertinggi pada bulan April dan menurun pada bulan Mei. Menurut Prihartini (2006) bahwa persentase yang tinggi dari TKG yang besar adalah puncak pemijahan walaupun pemijahan sepanjang tahun. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Oktaviani (2013) di Teluk Mayalibit bahwa TKG pada jantan dan betina mengalami fluktuasi setiap bulan, namun TKG IV sebagai persentase tertinggi yang merupakan ikan yang matang gonad dan siap memijah. Rekomendasi Pengelolaan Perikanan Ikan Kembung Lelaki di Selat Malaka Ikan kembung lelaki adalah ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting di perairan Selat Malaka Tanjung Beringin. Aktivitas penangkapan ikan kembung lelaki secara terus menerus dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan stok ikan kembung sehingga perlu dilakukan pengelolaan yang tepat agar sumberdaya ikan kembung di alam dapat berlanjut. Rekomendasi pengelolaan ukuran mata jaring yang digunakan sebaiknya lebih besar dari 5 cm agar ikan-ikan kembung yang pertama
kali matang gonad yang berukuran lebih besar dari 170 mm diberi kesempatan untuk memijah sehingga populasi ikan kembung dapat lestari. Pengaturan waktu penangkapan ikan kembung di perairan Selat Malaka khususnya tidak melakukan penangkapan berlebih pada puncak pemijahan yaitu bulan April sehingga ikan-ikan yang matang gonad tidak banyak tertangkap agar proses pemijahan tidak terganggu. Pembatasan upaya penangkapan karena masih banyak penangkapan ikan kembung yang berukuran kecil dan memiliki TKG I dan II sehingga penangkapan ini tergolong growth overfishing. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hubungan panjang bobot ikan kembung di perairan adalah allometrik positif dengan faktor kondisi berkisar antara 1,12 – 1,18. 2. Aspek reproduksi ikan kembung yang meliputi nisbah kelamin adalah kondisi ideal; nilai IGS pada ikan betina sebesar 2,87% dan ikan jantan sebesar 2,18%; fekunditas berkisar antara 30.250 – 57.240 butir; persentase ikan kembung betina lebih yang memiliki TKG IV terbesar 15,58% sedangkan untuk ikan jantan 6,66%. 3. Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung adalah 164 – 170 mm dan puncak pemijahan terjadi pada bulan April.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai laju eksploitasi dan studi kebiasaan makan ikan kembung lelaki. Penelitian ini juga sebaiknya dilakukan pada musim yang berbeda seperti musim Timur dan musim Barat dengan kurun waktu yang lebih lama agar dapat menjadi pembanding dari yang sudah ada. Selain itu, sebaiknya dilakukan penelitian terhadap ikan kembung perempuan untuk mengetahui adanya perbedaan antara kedua ikan kembung ini.
lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Teluk Palabuhanratu. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Oktaviani, D. 2013. Etnozoologi, biologi reproduksi, dan pelestarian ikan lema Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Teluk Mayalibit kabupaten Raja Ampat Papua Barat Indonesia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok.
DAFTAR PUSTAKA Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie, M. I. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Hariati, T., M. Taufik dan A. Zamroni. 2005. Beberapa aspek reproduksi ikan layang (Decapterus russelli) dan ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) di perairan Selat Malaka Indonesia. Jurnal penelitian perikanan Indonesia edisi sumber daya dan penangkapan 11(2): 47-57. Mosse, J.W. dan Hutabessy B.G. 1996. Umur pertubuhan dan ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) dari perairan pulau Ambon dan sekitarnya. Jurnal Sains dan Teknologi Universitas Pattimura 1: 2 – 23. Nasution, M., A. 2014. Pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung
Prihartini, A. 2006. Analisis tampilan biologis ikan layang (Decapterus sp.) hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN Pekalongan. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang. Safarini, D. 2013. Potensi reproduksi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sivadas, M, Radhakrishnan P.N, Balasubramanian K.K, Bhaskaran M.M. 2006. Lenght weight relationship, relative condition, size at first maturity, and sex ratio of Indian Mackerel Rastrelliger kanagurta from Calicut. Journal of the Marine Biological Association of India 48(2): 247-277.
Sudjastani T. 1974. The Species of Rastrelliger in Java Sea, their taxonomy, morphometry and population dynamics. University of British Columbia. Colombia. Suruwaky, A., M. dan E. Gunaisah. 2013. Identifikasi tingkat eksploitasi sumberdaya ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ditinjau dari hubungan panjang berat. Jurnal Akuatika 4(2): 131-140. Suwarni. 2009. Hubungan panjangbobot dan faktor kondisi ikan butana Acanthurus mata (Cuvier, 1829) yang tertangkap di sekitar perairan pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Torani 19(3): 160-165. Udupa. K., S. 1986. Statistical method of estimating the size at first maturity in fisher. Universitas of Agricultural Sciences. India. Yildirim, A. H. I. Haliloglu, O. Erdogan and M. Turkmen. 2006. Some reproduction characreristics of chalcalburnus mossulensi inhabiting the Karasau River. Tubitak 31(27) : 193-200.