Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
HUBUNGAN MATERIALITAS DAN RISIKO DALAM PENGUMPULAN BAHAN BUKTI AUDIT PADA AUDIT PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN Eliya Isfaatun*)
Abstract Audit is a systematic process to gather and evaluate evidence objectively about assertions-assertions about economic actions and events to determine the level of concordance between the assertion-assertion with predetermined criteria and submit the results to interested users. In the auditing process requires an understanding of materiality and risk to facilitate the design of audit programs and audit procedures. The concept of materiality relates to how big the misstatements contained in the assertion can be accepted by the auditor to users of financial reports are not affected by the magnitude of the misstatement. The concept of audit risk associated with the risk of failure of auditors in changing opinion on the financial report actually contains a material misstatement. Determination of the size of materiality and audit risk will greatly influence the magnitude of the sampling of evidence to be examined. When determining the value of materiality and audit risk to be small, the evidence is not sampled as much as when determining the materiality of small value, big risk. Keywords: Systematic Process, Auditing Process, Financial Reports and The Value of Materiality
A. PENDAHULUAN Dalam melaksanakan audit, diperlukan informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah criteria yang dapat digunakan sebagai pegangan pengevaluasian informasi tersebut. Dalam melakukan verifikasi , auditor perlu membuat perencanaan awal untuk mengetahui tujuan dari penugasan audit, gambaran umum dari perusahaan yang akan di audit, dan staf auditor yang akan ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan. (Standar Auditing) Pemeriksaan dengan tujuan umum , auditor melakukan pemeriksaan terhadap bukti yang kemudian disesuaikan dengan criteria yang telah ditetapkan , yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) . Pemeriksaan yang dilakukan pun harus di awali dengan memahami tingkat materialitas dalam perusahaan , Struktur pengendalian Intern , dan baru pengumpulan bukti audit. (Standar Auditing ; Standar Pelaksanaan Pemeriksaan). Hal ini dikarenakan pemeriksaan dengan tujuan Umum auditor hanya akan memberikan laporan pernyataan wajar atau tidak, terhadap nilai yang material pada laporan keuangan klien. bertanggung jawab untuk memeriksa terhadap komponen-komponen laporan keuangan yang dianggap “material”. _____________________ Penulis 1) adalah Dosen STIE Nusa Megarkencana Yogyakarta ISSN-1411 – 3880
66
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
Dengan demikian pemeriksaan tidak dilakukan terhadap 100 % dari bukti yang ada. Sehingga auditor perlu membuat teknik audit yang dapat melaksanakan pemeriksaan dengan pemilihan sample yang tepat . Agar Sampel yang dipilih tepat ( dapat mewakili total populasi bukti ) maka diperlukan pemahaman struktur pengendalian intern , menetapkan nilai materialitas, dan menetapkan tingkat risiko audit, sebagai cara untuk menetapkan jumlah bukti yang harus diambil sebagai sample.
B. LANDASAN TEORI Materialitas dan Resiko Materialitas dan Risiko adalah unsur penting dalam merencanakan audit dan merancang pendekatan yang akan digunakan. Dalam Laporan Audit , pada paragraph pendapat dicantumkan kata materialitas yang menekankan bahwa tanggung jawab auditor adalah sebatas pada pernyataan pendapat pada nilai yang dianggap material. Berikut penulis kutip Laporan audit pada paragraph pendapat yang mencantumkan kata material (IAI,SPAP) “ Menurut pendapat kami, laporan keuangan diatas telah menyajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, posisi keuangan PT. “X”………………….dst. Kata-kata Menurut pendapat kami dimaksudkan untuk menginformasikan pembaaca bahwa auditor mendasarkan kesimpulannya pada pertimbangan professional dan tidak menjamin kewajaran Laporan keuangan diatas tidak disajikan secara wajar walaupun pendapat yang diberikan adalah wajar tanpa pengecualian. Sedangkan kata-kata dalam segala hal yang material , bermaksud menginformasikan pembaca bahwa ungkapan pendapat dalam laporan auditor terbatas hanya pada informasi keuangan yang material. Materalitas menjadi penting karena auditor tidak menjamin bahwa Laporan keuangan tersebut akurat sampai satuan rupiah yang terakhir. Penjelasan tentang perlunya penilaian materialitas juga di ungkapkan dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik, pada SA Seksi 312. Defininsi Materialitas Dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik pada SA Seksi 312 (Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam pelaksanaan Audit) mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam (1) perencanaan audit, dan (2) Penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dnegan pinsip akuntansi berterima umum. Definisi materialitas : “ Besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dan dapat mengakibatkan perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi & Kanaka , 2004, 149) “ Jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan
ISSN-1411 – 3880
67
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut.(Amir Abadi Yusuf, 260 ) Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besarnya tingkat kesalahan yang dilakukan oleh klien sehingga auditor perlu melakukan perbaikan (jurnal koreksi) terhadap kesalahan tersebut agar informasi yang dihasilkan tidak berubah. Untuk itu perlu menetapkan berapa tingkat materialitas yang akan auditor terapkan dalam pemeriksaan klien sebagai acuan terhadap perlu tidak nya suatu kesalahan klien dikoreksi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materialitas yaitu : Membuat pertimbangan awal materialitas, dalam pertimbangan awal mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif , seperti ; • Materialitas sebagai konsep yang relatif, sehingga tingkat materialitas untuk suatu perusahaan tidak dapat disamakan satu sama lainnya. Sebagai contoh Nilai kekeliruan Rp. 100.000,- bagi perusahaan dagang seperti “Buana” sangat material, tetapi tidak material untuk perusahaan dagang seperti “Goro”. Sehingga tidak mungkin akuntan membuat pedoman materialitas untuk semua kliennya.. • Materialitas ditetapkan dengan mempertimbangkan dasar-dasar tertentu sesuai dengan penting tidaknya suatu akun. Sehingga dalam menetapkan materialitas perlu digolonggolongkan sesuai dengan tingkat kepentingannya . sebagai contoh : a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan. b. Total aktiva dalam neraca c. Total aktiva lancar dalam neraca d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca . • Faktor kualitatif, seperti : a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum b. Kemungkinan terjadinya ketidak beresan c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada tingkat minimum tertentu. d. Adanya gangguan dalam trend laba. e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan. Pertimbangan awal materialitas dilakukan dengan unsure pertimbangan professional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan baru. Pertimbangan awal materialitas adalah jumlah maksimum suatu salah saji dalam Laporan keuangan dari pemakai secara konsep.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagai ilustrasi penulis sertakan Laporan keuangan yang akan diaudit pada table 1 dan 2 : Tabel 1. PT. AIKO NERACA ISSN-1411 – 3880
68
Hubungan Materialitas dan Risiko
Aktiva Aktiva Lancar Kas Piutang Dagang (Neto) Piutang Lain-lain Persediaan Beban Uang Muka Total Aktiva Lancar Aktiva Tetap Tanah Bangunan Peralatan transportasi Peralatan kantor Akumulasi Penyusutan
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
31 Desember 2010 Pasiva Kewajiban Lancar 8.200.000 Utang Dagang 198.600.000 Wesel bayar 9.400.000 Gaji terutang 298.600.000 Pajak penghasilan pegawai 4.200.000 Bunga dan deviden Taksiran pajak penghasilan 510.000.000 Tot. Kewajiban Lancar Kewajiban Jk Panjang Wesel Bayar 34.600.000 Pajak yang ditangguhkan 325.000.000 Utang lain yg hrus dibayar 37.600.000 25.400.000 Tot. Kewajiban Jk Panjang (319.200.000) Ekuitas dan Saham Modal Saham Agio saham Kaba ditahan Tot. Ekuitas Pemegang Saham 603.400.000 Total Kewajiban dan Ekuitas Pemegang Saham
Total Aktiva Tetap
47.200.000 41.800.000 13.400.000 1.200.000 20.400.000 7.800.000 131.800.000
201.400.000 7.400.000 8.200.000 256.800.000
50.000.000 35.000.000 139.800.000 224.800.000
603.400.000
Tabel 2 PT. AIKO LAPORAN LABA – RUGI DAN LABA DITAHAN Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 11.443.200.000 12.400.000
Penjualan Retur dan Pot.harga Penjualan bersih Harga pokok penjualan Laba kotor Beban penjualan Gaji dan komisi Pph pegawai penjualan Perjalanan dan representasi Iklan Promosi Pelatihan penjualan Beban penjualan rupa-rupa
1.430.800.000 1.032.400.000 398.400.000 77.400.000 14.200.000 11.200.000 26.200.000 3.200.000 9.200.000 6.800.000 148.200.000
Total beban penjualan Beban administrasi Gaji eksekutif dan kantor ISSN-1411 – 3880
55.200.000 69
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
Pph pegawai administrasi Perjalanan dan representasi Alat tulis dan perlengkapan kantor Pos Telephon dan telegram Iuran dan keanggotaan Sewa Honor penasehat hokum Auditing Penyusutan ged. Kantor dan peralatan Beban piutang tak tertagih Asuransi Perbaikan dan perawatan kantor Beban kantor rupa-rupa Beban umum rupa-rupa
6.800.000 5.600.000 7.600.000 2.400.000 7.200.000 600.000 3.200.000 2.800.000 2.400.000 14.600.000 33.200.000 8.800.000 11.400.000 9.400.000 5.200.000 176.400.000
Total beban administrasi
324.600.000
Total beban adm. Dan penjualan
79.200.000
Laba operasi
Pendapatan dan baban lain-lain Beban bunga Keuntungan penjualan aktiva
24.000.000 (7.200.000) 16.800.000
Laba sebelum pajak penghasilan
57.000.000 17.400.000
Pajak penghasilan Laba bersih Laba ditahan 31 Januari 2001
39.600.000 119.200.000
Dividen
159.800.000 (19.000.000)
Laba ditahan 31 Desember 2001
139.800.000
Dengan melihat Laporan diatas sebagai ilustrasi maka penetapan materialitas awal adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Pertimbangan awal materialitas Pertimbangan Awal Materialitas ISSN-1411 – 3880
70
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
Minimum Laba sebelum pajak Aktiva lancar Total aktiva Utang lancar
% 5 5 5 5
Rp 3.800.000 25.600.000 18.400.000 8.800.000
Maksimum % 10 10 10 10
Rp 7.400.000 51.000.000 36.800.000 17.600.000
Dengan asumsi bahwa auditor menganggap pedoman umum diatas adalah memadai, langkah pertama adalah mengevaluasi adanya faktor-faktor kualitatif yang mempengaruhi materialitas secara signifikan. Kalau tidak, auditor harus menetapkan bahwa jika kombinasi salah saji dalam laba sebelum pajak kurang dari Rp. 3.800.000,- , maka Laporan keuangan tersebut dapat dianggap telah disajikan secara wajar. Dan jika gabungan salah saji tersebut melebihi Rp. 7.400.000, maka Laporan keuangan dipertimbangkan sebagai tidak disajikan secara wajar. Dan apabila salah saji berada diantara Rp. 3.800.000 dan Rp. 7.400.000, maka perlu penelaahan lebih lanjut. Pendekatan pengalokasian yang dilakukan adalah mengkombinasikan perkiraanperkiraan tertentu dan mendapatkan alokasi dari materialitas total sebesar Rp. 74.000.000,(10 % dari laba operasi). Pendekatan yang dilakukan menggunakan pertimbangan professional untuk dua subyek : salah-saji yang dapat ditoleransi untuk semua perkiraan tidak boleh melebihi 60 % dari pertimbangan awal ( 60% dari Rp. 74.000.000 adalah Rp 148.000.000,- ) dan jumlah dari keseluruhan salah sajiyang dapat ditoleransi tidak boleh melebihi dua kali jumlah pertimbangan awal ( 2 X Rp. 74.000.000 adalah Rp 148.000.000,-). Pertimbangan pertama dimaksudkan untuk menghindarkan auditor dari mengalokasikan seluruh materialitas ke dalam satu perkiraan. Ada dua penyebab diperbolehkannya jumlah salah saji yang dapat ditoleransi melebihi materialitas keseluruhan. Pertama , sangat kecil kemungkinan seluruh perkiraan akan salah saji sejumlah seluruh salah saji yang dapat ditoleransi. Kedua, ada kemungkinan bahwa sebagian perkiraan terjadi lebih saji dan lainnya kurang saji, yang mengakibatkan efek nettonya menjadi lebih kecil dari nilai materialitas total. Dalam contoh table 4 auditor memutuskan untuk tidak mengalokasikan salah saji yang ditoleransi pada wesel bayar , meskipun dari segi jumlah hampir menyamai persediaan. Apabila auditor mengalokasikan Rp. 22.000.000,- bagi masing-masing perkiraan, jumlah bahan Bukti yang harus dikumpulkan untuk persediaan akan semakin besar , sementara konfirmasi bagi saldo wesel bayar tetap diperlukan. Maka lebih efisien jika auditor seluruh nilai Rp. 44.000.000,- pada akun persediaan. Dilain pihak auditor mengalokasikan masingmasing Rp. 10.000.000 untuk aktiva lancar, utang gaji dan utang pajak, dimana jumlah ini termasuk besar jika dibandingkan saldo perkiraannya. Hal ini karena perkiraan-perkiraan tersebut dapat diverifikasi dalam jumlah Rp. 10.000.000 dengan menggunakan prosedur analitis, kalau salah saji yang dapat ditoleransi ditetapkan lebih rendah, maka prosedur audit yang lebih mahal harus diterapkan, misalnya dokumentasi atau konfirmasi. Menetapkan Nilai Estimasi Kesalahan. Penetapan nilai estimasi dilakukan oleh auditor pada saat pelaksanaan audit. Misalnya auditor menemukan enam kekeliruan dari 200 sampel yang diambil dalam menguji persediaaan. Jumlah inilah yang dipakai untuk memperkirakan jumlah seluruh kekeliruan yang terdapat pada perkiraan persediaan. Estimasi kekeliruan ini dihitung dnegan ISSN-1411 – 3880
71
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
berdasarkan pada pengujian audit yang sebenarnya. Misalnya dalam audit atas persediaan ditemukan kekeliruan salah saji sebesar Rp. 7.000.000 dari sample sebesar Rp. 100.000.000 dan populasinya adalah Rp. 900.000.000. Jumlah kekeliruan Estimasi kekeliruan = _______________ X Nilai populasi Jumlah sampel Rp 7.000.000 = ______________ X Rp. 900.000.000 Rp. 100.000.000 = Rp. 63.000.000,Penetapan Nilai Estimasi kesalahan akan digunakan sebagai pertimbangan dalam kesimpulan akhir tentang wajar tidaknya suatu Laporan keuangan yang diaudit. Misalnya apabila nilai estimasi kesalahan dalam akun persediaan lebih kecil dari nilai materialitas dalam pertimbangan awal, maka akun persediaan dapat dikatakan wajar dan sebaliknya. Penggunaan materialitas dalam mengevaluasi Bukti Audit Jika pada tahap perencanaan audit, auditor menaksir bahwa salah saji Rp. 36.800.000 dipandang material untuk total aktiva, jumlah ini kemudian dipakai oleh auditor untuk mengevaluasi Bukti audit yang dikumpulkan dalam membuktikan berbagai asersi yang terkandung dalam akun-akun aktiva dalam neraca. Misalnya auditor menemukan salah saji sebesar Rp. 10.000.000 dalam akun persediaan.Maka yang harus diambil adalah menjumlah berbagai kekeliruan yang ditemukan dalam audit atas berbagai akun yang termasuk dalam kelompok aktiva. Contoh : salah saji dalam persediaan Rp. 10.000.000 Salah saji dalam akun-akun aktiva lainnya Rp. 15.000.000 ------------------Rp. 25.000.000 Dalam hal ini kemungkinan kesimpulan auditor adalah : 1. Dengan alasan tertentu auditor dapat menaikkan batas materialitas yang ditentukan dari jumlah Rp. 10.000.000 pada tahap perencanaan auditnya menjadi Rp. 25.000.000 untuk mengevaluasi Bukti audit. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan materialitas pada tahap perencanaan berbeda dengan jumlah aktiva yang terdapat dalam Laporan keuangan akhir, sehingga persentase materialitas diterapkan pada jumlah yang berbeda. Dalam hal ini auditor tidak memandang bahwa Laporan keuangan tidak berisi salah saji material, karena adanya gabungan salah saji sebesar Rp. 25.000.000 tersebut, karena batas salah saji yang digunakan untuk mengevaluasi Bukti audit telah dinaikkan menjadi Rp. 25.000.000. 2. Auditor berkesimpulan bahwa Laporan keuangan sebagai keseluruhan tidak disajikan secara wajar karena salah saji Rp. 25.000.000 melebihi jumlah materialitas Rp. 10.000.000 oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan materialitas ini, auditor dapat meyakinkan kliennya untuk melakukan koreksi atas jumlah salah saji yang terdapat dalam akun-akun yang bersangkutan atau jika klien menolak untuk melakukan koreksi, auditor mengubah pendapatnya ISSN-1411 – 3880
72
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
dari pendapat wajar tanpa pengecualian menjadi pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar. Hubungan antara materialitas dengan Bukti audit. Materialitas merupakan satu diantara berbagai factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan (kuantitas) Bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara materialitas dengan Bukti audit, sehingga perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Jika auditor menetapkan materialitas dengan nilai yang rendah, maka lebih banyak bahan Bukti yang harus dikumpulkan . Dan sebaliknya apabila auditor menetapkan materialitas dengan nilai yang tinggi maka, lebih sedikit bahan Bukti yang harus dikumpulkan. Sebagai contoh : Diperlukan lebih banyak Bukti untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa saldo persediaan yang tercatat tidak disajikan salah lebih dari Rp. 100.000 dibandingkan dengan diyakini bahwa saldo tersebut tidak salah saji lebih dari Rp. 200.000. atau lebih banyak Bukti diperlukan untuk persediaan yang berjumlah 30 % dari total aktiva dibandingkan bila persediaan tersebut hanya berjumlah 10 % dari total aktiva. Risiko Audit Risiko adalah : suatu tingkat ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan audit. Dan auditor menyadari bahwa ada ketidakpastian mengenai kompetensi bahan Bukti, efektifitas struktur pengendalian intern klien, dan ketidakpastian apakah Laporan keuangan memang telah disajikan secara wajar setelah audit selesai. Oleh karena itu auditor harus mempertimbangkan risiko dan materialitas baik dalam merencanakan audit dan merancang prosedur audit, dan mengevaluasi apakah Laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor juga harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga risiko audit dapat dibatasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan profesionalnya, memadai untuk menyatakan pendapat terhadap Laporan keuangan. Risiko audit dapat ditentukan dalam ukuran kuantitatif atau kualitatif. Risiko Audit dibagi menjadi dua bagian : 3. Risiko Audit Keseluruhan ( Overall Audit Risk ) Risiko audit keseluruhan berkaitan dengan Laporan keuangan secara keseluruhan. Penilaian risiko dilakukan pada saat perencanaan awal, untuk menetapkan berapa besarnya risiko yang akan ditanggung auditor dalam menyatakan pendapatnya. Risiko audit dapat ditaksir secara kuantitatif atau kualitatif. contoh penaksiran risiko audit secara kuantitatif adalah sebagai berikut : Risiko yang ditanggung auditor = 5 % terhadap Laporan keuangan yang berisi salah saji material. Sehingga terdapat 95 % keyakinan auditor terhadap Laporan keuangan yang disajikan secara wajar ( tingkat kepercayaan auditor = 95 % ). Jika risiko audit 5 % dan taksiran materialitas dalam laba bersih sebelum pajak Rp. 4.000.000, maka pedoman auditor adalah : “ Pada tingkat risiko audit keseluruhan 5 %, Laporan keuangan akan diterima sebagai disajikan secara wajar, dalam semua hal
ISSN-1411 – 3880
73
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
yang material, jika salah saji keseluruhan dalam laba bersih sebelum pajak tidak lebih besar dari Rp. 4.000.000.” 4. Risiko Audit Individual Risiko yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan dalam Laporan keuangan. Unsur-unsur Risiko dalam Audit : • Risiko Bawaan, adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji yang material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Contoh : - Perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. - Uang tunai lebih mudah dicuri dari pada persediaan batu bara. - Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan, misal perkembangan teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi usang sehingga mengakibatkan persediaan cenderung dilaporkan lebih besar. • Risiko Pengendalian Risiko pengendalian adlah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tetap waktu oleh struktur pengendalian intern satuan usaha. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk mencapai tujuan umum struktur pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan keuangan satuan usaha • Risiko Deteksi Risiko deteksi adalah bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.Risiko ini timbul karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100 % saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidak pastian lain yang ada walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100 %. Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas Laporan keuangan, sedangkan risik deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengenalian yang diyakini auditor , semakin kecil tindkat risiko deteksi yang diterima. Komponen risiko audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentasi atau secara non kuantitatif yang berkisar, misalnya dari minimum sampai dengan maksimum. Penggunaan Informasi Risiko Audit Dalam menetapkan jumlah Bukti audit yang akan diperiksa , auditor dapat menentukan risiko deteksi dengan rumus sebagai berikut : ISSN-1411 – 3880
74
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
Risiko audit individual = Risiko bawaan X Risiko pengendalian X Risiko deteksi Risiko audit individual Risiko Deteksi = ----------------------------------------------------Risiko Bawaan X Risiko Pengendalian Tahapan-tahapan dalam menghitung Risiko deteksi : 1. Menetapkan risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara individual berdasarkan pertimbangan professional. 2. Melakukan perhitungan risiko deteksi sesuai dengan Rumus Contoh ; menaksir risiko deteksi pada akun persediaan. Risiko audit keseluruhan = 5 % Risiko audit individual = 5 % Risiko Bawaan = 60 % ( dgn pertimbangan persediaan bersaldo besar, perhitungan rumit, frekuensi tinggi) Risiko Pengendalian = 30 % 0.05 Dari pertimbangan diatas maka Risiko deteksi = --------------------- = 0.28 atau 28 % 0.60 X 0.30 Maka : Risiko deteksi 28 % dapat digunakan untuk mumutuskan jumlah Bukti yang dikumpulkan oleh auditor dalam audit persediaan. Namun pada kenyataannya perhitungan ini jarang digunakan oleh auditor, karena auditor lebih menyukai pertimbangan dengan menggunakan kualitatif. Bukti Audit Bukti audit adalah dokumen-dokumen , catatan-catatan , informasi , perhitungan, yang akan dikumpulkan oleh auditor dari Pemeriksaan yang dilakukan yang berasal dari pihak klien, pihak luar klien maupun hasil analisa auditor. Contoh Bukti audit adalah seperti hasil penilaian pengendalian intern (hasil kuisioner, wawancara, pengamatan), Bukti fisik, Bukti dokumenter, catatan akuntansi, perhitungan, Bukti lisan, perbandingan rasio, Bukti dari spesialis. Yang mendasari perlunya dikumpulkan Bukti oleh auditor adalah seperti terdapat dalam Standar Auditing (dalam buku Standar Profesional Publik) yang berbunyi : “ Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, Tanya jawab, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas Laporan keuangan yang diperiksa”. Permasalahannya adalah Bukti audit dalam perusahaan tentunya berjumlah tidak sedikit untuk hitungan Laporan keuangan dalam satu periode. Sehingga dibutuhkan teknik tertentu agar pengumpulan Bukti dapat dilakukan dengan pengambilan sample yang akan mewakili Pemeriksaan auditor. Dan tentunya dalam pengumpulan Bukti harus memperhatikan beberapa kriteria agar Bukti dapat digunakan. Criteria tersebut diantaranya Bukti harus relevan, kompeten (independensi penyedia Bukti, efektifitas struktur pengendalian intern, pengendalllian yang diperoleh sendiri oleh auditor, Kualifikasi orang yang menyediakan Bukti, tingkat obyektifitas), kecukupan , ketepatan waktu. Sedangkan
ISSN-1411 – 3880
75
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
banyak tidak nya Bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor sangat ditentukan oleh factorfaktor yang lainnya seperti : hasil pengendalian intern, materialitas, dan risiko. Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko ke risiko dan risiko ke bahan Bukti. Faktor-faktor yang mempengaruhi Risiko • • • • • •
Tingkat ketergantungan pemakai ekstern Kemungkinan akan adanya kesulitan keuangan
• • • • •
Sifat usaha klien Integritas manajemen Motivasi manajemen Penugasan pertama atau telah berulang-kali Hubungan istimewa Transaksi non rutin Pertimbangan yang diperlukan Kerentanan terhadap fraud Unsure-unsur populasi
• •
Efektifitas pengendalian intern Keandalan yang direncanakan
Risiko
Bahan Bukti
Risiko audit yg dapat diterima
D Risiko Bawaan
I
Risiko penemuan yg direncakan I
D I
I
Bahan Bukti yang direncanakan D
Risiko pengendalian Ket : D = hubungan berbanding lurus I = hubungan berbanding terbalik
Dalam gambar diatas terdapat hubungan lurus antara komponen risiko dengan risiko penemuan yang direncanakan ataupun dengan pengumpulan bahan Bukti yang direncanakan. Peningkatan risiko audit yang dapat diterima akan meningkatkan risiko penemuan yang direncanakan (D), dan penurunan dalam bahan bukti yang direncanakan (I) Keterbatasan pengukuran risiko audit Keterbatasan utama dalam penerapan model risiko adalah sulitnya mengukur komponen-komponen dalam model tersebut. Walaupun telah direncanakan dengan baik , penetapan tingkat risiko audit yang dapat diterima, risiko bawaan, risiko pengendalian dan risiko penemuan yang direncanakan sangat subyektif dan hanya berupa perkiraan yang sebaik-baiknya dari kenyataan yang ada. Untuk mengatasi kesulitan ini auditor dapat menggunakan ukuran skala subyektif seperti ‘rendah’, ‘sedang’, dan ‘tinggi’, seperti dicontohkan dalam table dibawah ini ; Tabel 5. Hubungan Risiko dengan Bahan Bukti Situasi Risiko audit yang Risiko Risiko Risiko Jumlah dapat diterima bawaan pengendalian penemuan bahan bukti 1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah 2 Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang ISSN-1411 – 3880
76
Hubungan Materialitas dan Risiko
3 4 5
Rendah Sedang Tinggi
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
Tinggi Sedang Rendah
Tinggi Sedang Sedang
Rendah Sedang Sedang
Tinggi Sedang Sedang
Dalam table : • Pada situasi 1, auditor menerima risiko audit yang tinggi untuk suatu perkiraan atau tujuan. Auditor telah menetapkan bahwa tingkat risiko adanya kekeliruan dalam Laporan keuangan adalah rendah, dan pengenalian intern cukup efektif. Dengan demikian risiko penemuan yang tingi dapat diterapkan. Hasilnya diperlukan tingkat bahan Bukti yang rendah. • Pada situasi 3 , apabila risiko bawaan dan risiko pengendalian tinggi, sedang auditor menginginkan risiko audit yang rendah, diperlukan sejumlah besar bahan Bukti. Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit Materialitas dan Bukti audit mempunyai hubungan yang berlawanan. Jika materialitas rendah, jumlah salah saji yang kecil saja dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan, auditor perlu mengumpulkan Bukti audit kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, jika materialitas tinggi, jumlah salah saji besar baru dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan, auditor hanya perlu mengumpulkan Bukti audit kompeten dalam jumlah sedikit. Demikian pula hubungan antar risiko auditrendah sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi, auditor perlu mengumpulkan Bukti audit kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya semakin tinggi risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah rendah, auditor perlu mengumpulkan Bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja.
D. KESIMPULAN Pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan umum, auditor akan memberikan Laporan audit dalam bentuk opini/pernyataan pendapat. Atas dasar standar auditing bahwa Pemeriksaan umum mencakup pada nilai yang material yang harus diperhatikan oleh auditor. Sehingga berdasarkan pertimbangan biaya-manfaat, auditor tidak mungkin melakukan Pemeriksaan semua transaksi yang tercermin dalam Laporan keuangan. Oleh karena itu auditor harus menggunakan konsep materialitas dan konsep risiko audit dalam menyatakan pendapat atas Laporan keuangan auditan. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa besar salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh auditor agar pemakai Laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut. Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas Laporan keuangan sebenarnya berisi salah saji material. Penetapan besar kecilnya materialitas dan risiko audit akan sangat mempengaruhi terhadap besarnya pengambilan sample atas Bukti yang akan diperiksa. Apabila penetapan nilai materialitas besar , dan risiko audit kecil maka Bukti yang akan dijadikan sample tidak sebanyak apabila penetapan nilai materialitas kecil, risiko besar.
ISSN-1411 – 3880
77
Hubungan Materialitas dan Risiko
Eliya Isfaatun, SE, MMSI
E. DAFTAR PUSTAKA Amir Abadi Yusuf, Auditing, 2003, Penerbit Salemba Empat ,Jakarta. Alvin A Arens, Randal J, Elder, Marks S. Beasley, Auditing dan Pelayanan Verifikasi : Pendekatan Terpadu, 2003 Alih bahasa oleh Team DeJakarta , edisi kesembilan Jakarta. Artur W. Holmes, David C Burns, Auditing, 1990, Penerbit Erlangga, Jakarta. IAI, Standar Profesioanal Akuntan Publik, 2007, Penerbit STIE YKPN Mulyadi , kanaka puradiredja, Auditing, edisi 5 , 2004 , Penerbit Salemba Empat , Jakarta. Soekrisno Agoes, Auditing, 2004, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
ISSN-1411 – 3880
78