1
HUBUNGAN KUALITAS PERTUKARAN PEMIMPINANGGOTA (LMX) DAN PERSEPSI KEADILAN PENILAIAN KINERJA PADA KARYAWAN DI PG KEBON AGUNG KABUPATEN MALANG Rahayu Widiyati Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Penilaian kinerja merupakan kegiatan yang penting dalam suatu perusahaan. Penilaian kinerja ini akan berdampak pada banyak hal, khususnya pada karyawan. Banyaknya dampak pada hasil penilaian kinerja ini, maka seharusnya penilaian kinerja dilakukan secara adil. Keadilan penilaian kinerja ini berhubungan positif dengan hubungan pertukaran yang terjadi pada atasan dan bawahan. Hubungan ini adalah kualitas pertukaran pemimpin-anggota yang dibagi menjadi 2 yaitu tinggi (in group) dan rendah (out group). Dengan adanya perbedaan kualitas ini menyebabkan ketidakadilan pada penilaian kinerja. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional deskriptif yang dilaksanakan di PG Kebon Agung dengan mengambil sampel sebanyak 35 karyawan pelaksana PG Kebon Agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pertukaran pemimpin-anggota di PG Kebon Agung termasuk tinggi dan memiliki persepsi yang sedang cenderung ke adil pada penilaian kinerja yang telah dilaksanakan disana. Namun peneliti tidak menemukan adanya hubungan antara kedua variabel tersebut. Kata kunci: LMX, penilaian kinerja, keadilan ABSTRACT: Performance appraisal is an important activity in a company. This performance appraisal will have an impact on many things, particularly on employees. Amount of impact on the results of this appraisal, the appraisal should be done fairly. The performance appraisal fairness is positively related to exchange relations that occur in supervisors and subordinates. This relationship is the quality of leader-member exchange is devided into 2 high (in the group) and low (out group). With the difference in quality is causing injustice on performance appraisal. This study is a descriptive correlational research conducted in PG Kebun Agung by taking a sample of 35 employees managing PG Kebun Agung. The results showed that the quality of leader-member exchange in PG Kebun Agung including high and perceptions are likely to fair in the performance appraisal has been carried out there. But the researchers did not find an association between the two variables. Keywords: LMX, performance appraisal, justice Penilaian kinerja oleh supervisor terhadap kinerja bawahan menggambarkan keputusan penting yang memberikan pengaruh kuat dalam kegiatan SDM dan hasilnya. Pada studi empiris yang dilakukan oleh Judge dan
2
Ferris (1993), menemukan bahwa faktor konteks sosial, seperti afek supervisor terhadap bawahannya, kesempatan supervisor untuk mengobservasi kinerja, dan persepsi supervisor pada penilaian bawahan atas hasil kerjanya, secara positif berpengaruh pada penilaian kinerja. Adapun faktor konteks sosial yang diteliti dalam penelitian ini adalah pertukaran pemimpin-anggota (LMX), dimana kelompok dengan kualitas tinggi akan mendapatkan penilaian kinerja yang lebih tinggi daripada kelompok dengan kualitas rendah sehingga menyebabkan ketidakadilan dalam penilaian tersebut. Persepsi keadilan dalam penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang paling penting dan dianggap kriteria ketika meninjau efektivitas penilaian kinerja. Perusahaan menggunakan penilaian kinerja dengan harapan meningkatkan efektivitas organisasi. Perusahaan dapat menggunakannya untuk membuat keputusan tentang gaji, promosi, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan, mengembangkan sistem seleksi, dan untuk mendokumentasikan kinerja. Untuk alasan ini, penilaian memiliki dampak yang besar dalam membentuk karir karyawan jika dilaksanakan dengan tidak adil. Maka dari itu, peneliti ingin meneliti hubungan antara kualitas pertukaran pemimpin-anggota (lmx) dan persepsi keadilan penilaian kinerja pada karyawan. Graen (dalam Ping & Yue, 2010) mendefinisikan leader-member exchange atau pertukaran pemimpin-anggota (LMX) sebagai suatu hubungan pertukaran interpersonal antara bawahan dan pemimpinnya. Sedangkan menurut beberapa para ahli, leader member exchange (LMX) atau pertukaran pemimpin anggota adalah hubungan yang dilakukan oleh pemimpin dengan cara yang berbeda kepada semua anggotanya, pemimpin melakukan hubungan yang berbeda yakni sebuah pertukaran dengan masing-masing anggota (dalam Liden & Maslyn, 1998). Kualitas LMX ini dibagi menjadi 2 yaitu kualitas LMX tinggi (in group) dan kualitas LMX rendah (out group). Menurut Graen dan Cashman (1975), bawahan yang termasuk dalam in group melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan kontrak kerja dan dapat diandalkan oleh atasan untuk melakukan tugastugas yang tidak ada dalam struktur, menjadi sukarelawan untuk pekerjaan tambahan, dan untuk mengambil tanggung jawab tambahan. Atasan bertukar sumber daya pribadi dan posisi (dalam informasi, pengaruh dalam pengambilan
3
keputusan, tugas-tugas, lintang pekerjaan, dukungan, dan perhatian) sebagai imbalan atas kinerja bawahan pada tugas-tugas yang tidak terstruktur (dalam Truckenbrodt, 2000). Sebaliknya, hubungan out group atau LMX kualitas rendah tersebut melibatkan pertukaran terbatas pada kontrak kerja. Dengan kata lain, kelompok out group melakukan tugas-tugas rutin dari unit dan mengalami pertukaran yang lebih formal dengan atasan (Linden & Graen, 1980 (dalam Lee, 2000). Alat pengukuran yang terakhir dikembangkan adalah LMX-MDM (Leader Member Exchange – Multi Dimensional Measure). LMX-MDM dikembangkan oleh Liden dan Maslyn pada tahun 1998. Adapun empat dimensi dari LMX ini yang dinyatakan oleh Liden & Maslyn (1998), yaitu:
Affect, mengacu pada hubungan timbal balik anggota yang saling menguntungkan yang mempunyai dasar utama pada ketertarikan interpersonal dibanding sekedar bekerja atau nilai professional. Afeksi tersebut dapat diwujudkan dalam keinginan untuk dan atau terjadinya hubungan yang memiliki komponen secara pribadi yang menguntungkan dan membuahkan hasil contohnya persahabatan (Liden & Maslyn, 1998).
Loyalty, mengacu pada ekspresi dari dukungan yang umum diberikan untuk tercapainya tujuan dan sesuai dengan karakter personal dari anggota lain pada hubungan LMX. Hal ini terutama berkaitan dengan sejauh mana para pemimpin dan anggota LMX melindungi satu sama lainnya dari masalah yang berada di luar lingkungan mereka. Loyalitas yang kuat diwujudkan oleh perilaku sensitif, waspada, dan bijaksana saat berinteraksi dengan dunia luar lingkungan mereka.
Contribution, menggambarkan suatu persepsi jumlah, arah, dan kualitas aktivitas yang berorientasi kerja dari anggota LMX untuk mencapai tujuan yang menguntungkan (eksplisit atau implisit). Tingkat kontribusi berpengaruh dalam hal jumlah, kesulitan, dan pentingnya tugas yang diberikan dan diterima oleh anggota karena menunjukkan kepercayaan pemimpin terhadap kemampuan dan kemauan anggota untuk mengerjakan dan menyelesaikan dengan baik tugas yang susah dan penting.
4
Professional respect, mengacu pada derajat persepsi anggota lain dalam membangun reputasi di dalam atau di luar organisasi, sehingga menjadi unggul di bidang kerjanya (Liden & Maslyn, 1998). Keadilan organisasi berkaitan dengan cara dimana karyawan menentukan
apakah mereka telah diperlakukan secara adil dalam pekerjaan mereka dan cara dimana penentuan ini mempengaruhi variabel lain yang berhubungan dengan pekerjaan (Moorman, 1991). Colquitt (2001), menyatakan adanya empat dimensi untuk mengukur keadilan. Empat dimensi tersebut adalah keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, dan keadilan informasional.
Keadilan distributif, mengacu pada hasil keputusan dan ditentukan oleh norma-norma keadilan atau kesetaraan. Menurut Leventhal (1976), keadilan distributif terdiri atas outcome (misalnya, gaji atau promosi dalam studi lapangan) dan menanyakan pada mereka tentang kelayakannya untuk memberikan kesempatan berkontribusi (dalam Colquitt, 2001).
Keadilan prosedural, persepsi keadilan prosedural menurut Colquitt (2001), berkaitan dengan keadilan dari prosedur yang digunakan untuk pengambilan keputusan dan dipengaruhi oleh penerapan kriteria proses yang adil seperti akurasi atau konsistensi. Colquitt menyusun skala keadilan prosedural dengan menggabungkan kriteria yang diajukan oleh Thibaut dan Walker (kontrol proses yaitu kemampuan untuk menyuarakan pandangannya dan argumen selama prosedur dan kontrol keputusan, serta Leventhal (konsistensi, menekan bias, keakuratan informasi, kemampuan membenarkan, dan etis.
Keadilan interaksional, keadilan interaksional dapat didefinisikan sebagai kewajaran perlakuan yang diberikan kepada karyawan dari para pengambil kebijakan (Bies & Moag, 1986). Dimensi keadilan itu sendiri mencakup dua subdimensi yaitu, keadilan interpersonal dan keadilan informasi. Colquitt menggabungkan item-item dari Bies & Moag (1986) dan Shapiro dkk., (1994). Bies & Moag (1986) mengidentifikasi empat kriteria untuk keadilan interpersonal yaitu, justifikasi (menjelaskan dasar keputusan), kejujuran (seorang tokoh otoritas yang jujur dan tidak terlibat dalam kecurangan), rasa hormat (bersikap sopan daripada kasar), dan propierty / kelayakan (dalam Colquitt, 2001). Sedangkan Shapiro dkk., (1994) mengatakan bahwa keadilan
5
informasional menekankan pada penjelasan yang diterima akan mudah diterima jika beralasan, disampaikan pada waktu yang tepat dan spesifik (dalam Colquitt, 2001). Penilaian kinerja adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim (Mondy, 2008). Fletcher (2001), mendefinisikan penilaian kinerja secara lebih luas sebagai kegiatan dimana organisasi berusaha untuk menilai karyawan dan mengembangkan kompetensi mereka, meningkatkan kinerja dan mendistribusikan reward (dalam Sudin, 2011). Pandangan terdahulu tentang keadilan dalam wilayah organisasi seperti teori ekuitas dari Adams pada tahun 1965 yang memfokuskan pada kesesuaian gaji sebagai input dan output yang dikeluarkan. Perspektif ini sama dengan perspektif keadilan distibutif yang memfokuskan pada keadilan dari hasil yang diperoleh dengan output yang telah diberikan (Greenberg, 1986). Perspektif keadilan prosedural fokus pada keadilan dari prosedur evaluasi yang digunakan untuk menentukan penilaian. Contohnya, dalam penelitian oleh Landy dkk., (1978) menemukan bahwa keadilan dari penilaian kinerja erat kaitannya dengan beberapa variabel proses (seperti kesempatan untuk mengekspresikan perasaan ketika di evaluasi) tanpa memperhatikan hasil dari penilaian itu sendiri (dalam Greenberg, 1986). Dari beberapa temuan penelitian di atas, maka keadilan penilaian kinerja adalah keadilan yang mengacu pada penerapan teori keadilan organisasi dan aspek-aspek didalamnya pada penilaian kinerja. Persepsi keadilan penilaian kinerja adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan dalam hal ini tentang keadilan penilaian kinerja di perusahaan, yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan peran.
Hubungan Kualitas LMX dan Persepsi Keadilan Penilaian Kinerja pada Karyawan Salah satu hal yang berpengaruh saat memberikan penilaian kinerja menurut Mitchell (1983) adalah kesamaan interpersonal antara rater dan ratee (dalam Duarte dkk., 1994). Kesamaan interpersonal antara rater dan ratee ini adalah salah satu faktor munculnya hubungan pertukaran pemimpin-anggota. Cleveland dan Murphy (1992) menyatakan bahwa status in/out group akan
6
berpengaruh pada bagaimana karyawan dinilai dan bagaimana mereka diperlakukan saat penilaian kinerja berlangsung (dalam Duarte dkk., 1994). Dienesch dan Liden (1986) mengatakan bahwa kebanyakan studi pada area ini telah menunjukkan kekonsistensian hubungan yang positif antara kualitas LMX dan penilaian kinerja yang dilakukan oleh supervisor. Keadilan organisasi telah ditunjukkan untuk memfasilitasi pembentukan hubungan pertukaran sosial (Cohen-Charash dkk., 2001 (dalam Sparr, 2008). Jika seorang karyawan diperlakukan secara adil oleh atasannya sehubungan dengan aspek distributif, aspek prosedural, interpersonal, dan informasional, karyawan akan merasakan umpan balik atau feedback sebagai manfaat (Reis, 2002 (dalam Sparr, 2008). Dengan demikian, persepsi keadilan umpan balik atau feedback meningkatkan kualitas pertukaran pemimpin-anggota. Dukungan untuk asumsi bahwa keadilan meningkatkan LMX berasal dari sebuah studi oleh Masterson dkk., (2000) (dalam Sparr, 2008). Mereka menemukan keadilan interaksional menjadi positif terkait dengan pertukaran antara atasan dan karyawan, menunjukkan pentingnya keadilan interaksional untuk kualitas LMX . Pada penelitian yang dilakukan oleh Vibriwati (2005) ditemukan bahwa LMX merupakan anteseden keadilan organisasional. Hasil tersebut mendukung penelitian. Jadi, menurut teori kualitas pertukaran pemimpin anggota dan persepsi keadilan penilaian kinerja serta penelitian yang terdahulu yang membahas kedua variabel ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kualitas pertukaran pemimpin-anggota dan persepsi keadilan penilaian kinerja pada karyawan. Maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubunga antara kualitas pertukaran pemimpin-anggota (LMX) dan persepsi keadilan penilaian kinerja pada karyawan di PG Kebon Agung Kabupaten Malang.
METODE Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk meneliti hubungan antara kualitas pertukaran pemimpin-anggota (LMX) dan persepsi keadilan penilaian kinerja di perusahaan Kabupaten Malang adalah korelasional
7
deskriptif. Yakni setelah menjabarkan data secara kuantitatif dan menganalisis dengan teknik korelasional serta diberikan deskripsi keterangan dari data tersebut. Kualitas LMX (Variabel bebas)
Persepsi Keadilan Penilaian Kinerja (Variabel terikat)
Gambar 1. Hubungan Kualitas LMX dan Persepsi Keadilan Penilaian Kinerja Partisipan Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh karyawan (karyawan pimpinan dan karaywan pelaksana) yang ada di PG Kebon Agung Kabupaten Malang yang berjumlah 428 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probability sampling. Dengan adanya kriteria yang diajukan oleh peneliti, maka teknik sampling yang dipakai adalah purposive sampling. Kriteria sampling yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Merupakan karyawan tetap PG Kebon Agung 2. Merupakan karyawan pelaksana yang dinilai kinerjanya oleh karyawan pimpinan di PG Kebon Agung 3. Karyawan pelaksana di bagian TUK dan pabrikasi
Alat Ukur dan Prosedur Penelitian Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini: Tabel 1. Jenis Instrumen Penelitian No.
Skala
Variabel yang diukur Bentuk Skala
1.
Skala LMX (S001) dikembangkan dari LMX-MDM oleh Liden & Maslyn (1998)
Kualitas LMX (variabel bebas)
Likert dengan 5 kategori respon
2.
Skala Persepsi Keadilan Penilaian Kinerja (S002) dikembangkan dari Organizational Justice Scale oleh Colquitt (2001)
Persepsi keadilan penilaian kinerja (variabel terikat)
Likert dengan 5 kategori respon
8
Tabel 2. Nilai Penskalaan Likert Favorabel Kategori Respons Unfavorabel 4 0 SS 3 1 S 2 2 E 1 3 TS 0 4 STS Prosedur penelitian yaitu setelah peneliti menyusun alat ukur dan menguji coba kepada 55 pegawai dari perusahaan lain, diperoleh aitem valid dan reliabel. Setelah itu peneliti menyusun kembali ke dalam alat ukur baru dan menyebarkan ke sampel penelitian sebanyak 35 orang di PG Kebon Agung selama 2 minggu. Setelah itu peneliti mengolah data dengan bantuan SPSS.
HASIL Analsis data yang digunakan ada 2, yaitu analisis deskriptif dan analisis korelasi. Analisis deskriptif menggunakan Kolmogorov Smirnov dan analisis korelasi dengan Pearson Correlation. Hasilnya adalah sebagai berikut: 1. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kualitas pertukaran pemimpin-anggota (LMX) di PG Kebon Agung termasuk dalam kategori tinggi (65, 58%). Sedangkan untuk persepsi keadilan penilaian kinerjanya termasuk dalam kategori sedang cenderung ke arah tinggi (80%) karena tidak terdapat kategori rendah. 2. Hasil uji hipotesis menunjukkan signifikansi > 0, 05 yaitu 0, 805 yang berarti tidak ada hubungan antara kualitas pertukaran pemimpin-anggota dan persepsi keadilan penilaian kinerja di PG Kebon Agung.
DISKUSI Kualitas pertukaran pemimpin-anggota di PG Kebon Agung termasuk dalam kategori tinggi yakni sebesar 68,58%. Kategori tinggi dalam LMX berarti atasan telah menganggap bawahan sebagai anggota in group. Sebagaimana yang diketahui bahwa kelompok in group mempunyai banyak keuntungan seperti kepercayaan yang tinggi, interaksi, dukungan, dan reward formal/informal. Dengan banyaknya keuntungan yang di dapat dari kelompok in group, maka hal
9
ini dapat berpengaruh besar dan positif pada perusahaan yang berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, kinerja, dan organizational citizenship behavior (OCB). Secara umum, karyawan di PG Kebon Agung sendiri sudah bekerja selama minimal 10-25 tahun. Walaupun tidak semuanya termasuk in group (ada 31, 42% yang merupakan out group), kemungkinan disebabkan karena pemimpin masih belum membentuk peran yang stabil dalam hubungan LMX. Menurut Graen dan Scandura (1987) (dalam Scandura dan Pellegrini, 2008), ada 3 fase dalam pembentukan leader member exchange yang stabil, yaitu (1) pengambilan peran (role taking yaitu pemimpin meminta bawahan untuk mengerjakan tugas dan mengevaluasi perilaku anggota dan kinerja untuk menilai motivasi dan potensi yang ada pada anggota. Fase ini sama dengan fase pertama dari Dienesch dan Liden (1986) dimana karakteristik demografis dan kepribadian mungkin mempengaruhi interaksi awal diantara kedua belah pihak (karena pada tahap awal, informasi yang mengenai kedua belah pihak masih terbatas atau belum saling mengenal), (2) pembuatan peran (role making yaitu atasan dan bawahan memulai untuk menguatkan hubungan. Atasan memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengerjakan tugas-tugas yang tidak terstruktur. Jika anggota menerima kesempatan tersebut, hubungan akan berlanjut ke arah hubungan pertukaran pemimpin-anggota yang berkualitas tinggi), (3) rutinitas peran (role routinizaton yaitu Pada fase ini, pemimpin dan anggota mengembangkan pemahaman yang sama dan harapan bersama. Perilaku dari pemimpin dan anggota menjadi saling bertautan dan kualitas hubungan menjadi stabil). Sedangkan untuk persepsi keadilan penilaian kinerja di PG Kebon Agung menunjukkan didominasi kategori sedang yaitu 80% dan kategori tinggi hanya 20%. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian kinerja di PG Kebon Agung dinilai oleh karyawan telah dilakukan dengan cukup adil – adil karena tidak didapatkan kategori rendah. Penilaian kinerja yang selama ini dilaksanakan oleh PG Kebon Agung dinilai karyawan telah adil secara prosedural, distributif, interpersonal dan informasional. Walaupun hasil penilaian kinerja di PG Kebon Agung tidak diberitahukan kepada karyawan, tetapi karyawan telah merasa adil karena usaha yang mereka dapatkan dari perusahaan sesuai dengan gaji yang mereka dapatkan.
10
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Adams (1965) mengenai teori ekuitas yang memfokuskan pada kesesuaian gaji sebagai input dan output yang dikeluarkan. Selain itu, jika penilaian mereka tidak sesuai usaha yang telah dikeluarkan maka karyawan PG Kebon Agung bisa langsung mengajukan protes kepada karyawan pimpinan yang nantinya akan diproses kepada direksi. Hasil tersebut sesuai dengan teori yaitu dikemukakan oleh Landy dkk., (1978) menemukan bahwa keadilan dari penilaian kinerja erat kaitannya dengan beberapa variabel proses (seperti kesempatan untuk mengekspresikan perasaan ketika di evaluasi) tanpa memperhatikan hasil dari penilaian itu sendiri (dalam Greenberg, 1986). Hasil uji per variabel yang sebelumnya dilakukan menunjukkan bahwa kualitas hubungan antara pemimpin-anggota di PG Kebon Agung termasuk tinggi sehingga dapat dikatakan mayoritas pemimpin memasukkan anggotanya ke dalam in group. Sedangkan persepsi keadilan penilaian kinerjanya juga hasilnya cukup adil dan mengarah ke adil karena tidak ada yang persepsinya rendah. Seharusnya hal ini berkaitan dengan hubungan antara kedua variabel tersebut, namun fakta di lapangan mengatakan tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Adapun kemungkinan penyebab terjadinya tidak ada hubungan di antara kedua variabel tersebut adalah pemimpin yang tidak memperdulikan status in/out group saat menilai. Duchon dkk., (1986) menemukan bahwa walaupun supervisor mungkin memperlakukan karyawan dengan membedakan status in/out group dengan perlakuan yang berbeda, tetapi tidak selalu supervisor memberikan penilaian yang buruk kepada pihak out group (dalam Duarte dkk., 1994). Dan yang kedua, supervisor tidak membenci karyawan out group tetapi saat penilaian kinerja, supervisor bertindak netral. Karena menurut Wayne dan Ferris (1990) walaupun terbagi menjadi 2 kelompok dengan perlakuan berbeda, belum tentu supervisor membenci kelompok yang memiliki kualitas pertukaran pemimpinanggota yang rendah (dalam Duarte, 1994). Selain itu, penilaian kinerja di PG Kebon Agung juga dilakukan dengan metode observasi yang tidak diketahui oleh karyawan. Jadi, tidak hanya mempertimbangkan hasil sebagai bahan pertimbangan, namun juga proses. Supervisor akan cenderung mengobservasi out group karena kepercayaan
11
supervisor tidak sebesar kepercayaan yang diterima oleh in group. Hal ini sesuai dengan telah dikemukakan oleh Duarte (1994), yaitu tanpa mempertimbangkan afek dan harapan untuk mempengaruhi hasil penilaian, supervisor mungkin memberikan perhatian yang banyak kinerja yang dapat diobservasi pada anggota out group dari hubungan pertukaran pemimpin-anggota. Bukti lainnya adalah, beberapa subjek yang temasuk out group menyatakan bahwa penilaian kinerja di PG Kebon Agung adil. Hal ini terlihat dari skor masing-masing subjek yang berkualitas LMX rendah, tetapi persepsi keadilan penilaian kinerja mereka tinggi. Keterbatasan peneliti dalam menentukan subjek juga bisa menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara kedua variabel. Subjek yang diambil peneliti hanya diwakili 2 departermen dari jumlah total ada 4 departermen. Dengan keterbatasan ini, peneliti juga hanya mendapatkan sampel yang berjumlah 35 dari total subyek yang tersedia yaitu 428 karyawan. Kemungkinan penyebab lainnya yang mempengaruhi hasil penelitian adalah organizational citizenship behavior (OCB). Salah satu dimensi OCB yaitu interpersonal harmony adalah menjaga hubungan yang baik antara sesama anggota baik bawahan maupun atasan. OCB sendiri menurut Connel (2005) menemukan bahwa ada hubungan antara LMX dan OCB. Karyawan tetap PG Kebon Agung telah bekerja minimal 10 tahun dan jarang di rolling. Dengan waktu yang termasuk tidak singkat, karyawan PG Kebon Agung tentu menjaga baik nama perusahaan dan menjaga hubungannya dengan supervisor. Jadi, di PG Kebon Agung yang memiliki kualitas LMX yang tinggi maka OCB juga akan meningkat. Oleh karena itu, karyawan pelaksana akan menjaga interpersonal harmony dengan karyawan pimpinan. Hal lain yang mungkin menjadi penyebab dari tidak adanya hubungan antara kedua variabel yang diteliti oleh peneliti adalah bias budaya. Dalam budaya timur, jika akan mengkritik atasan, cenderung dilakukan dengan tidak langsung mengemukakannya tetapi lebih memilih diam. Saat peneliti melakukan penelitian, peneliti kesulitan untuk berhubungan dengan karyawanan pimpinan karena karyawan pelaksana menganggap tidak etis untuk membuat repot atasan dengan alasan kesibukan atasan. Terlihat bahwa ada jarak antara atasan dan bawahan (senioritas). Sehingga, karyawan akan cenderung diam dan menganggap
12
memberikan kritik pada atasan merupakan hal yang tidak etis. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Qingxue (2003) yaitu, orang-orang Timur percaya bahwa keheningan sering mengirimkan pesan lebih baik daripada katakata. Kontras dengan budaya barat yang dalam menyampaikan sesuatu harus rinci, jelas, dan pasti. Jika tidak ada data yang cukup, atau jika titik yang dibuat tidak jelas, orang Barat akan meminta secara terus terang (dalam Qingxue, 2003). Adapun keterbatasan dan saran untuk penelitian ini yaitu: a.
Keterbatasan ruang gerak peneliti dalam mengambil subyek. Disarankan bagi penelitian selanjutnya, untuk mencari perusahaan yang besar dan terbuka agar mendapatkan banyak subyek atau mencari beberapa perusahaan sehingga semakin banyak sampel, hasil yang di dapat akan lebih representatif.
b.
Penelitian hanya mengambil satu sudut pandang yaitu dari pihak bawahan. Agar memperoleh perspektif dari 2 sudut pandang (atasan dan bawahan), maka lebih baik penelitian dilaksanakan pada subyek pada perusahaan besar yang menerapkan penilaian 360º.
c.
Bias budaya. Untuk meminimalisir bias budaya yang terjadi dapat dilakukan dengan melakukan penelitian pada perusahaan yang menerapkan penilaian 360º, karena bawahan mempunyai hak yang sama dengan atasan yaitu samasama menilai kinerja masing-masing.
DAFTAR RUJUKAN Colquitt, Jason A. 2001. On The Dimensionality of Organizational Justice: A Construct Validation of a Measure. Journal of Applied Psychology, 86 (3): 386-400. Connel, Patrick W. 2005. Transformational Leadership, Leader-Member Exchange (LMX), and OCB: The Role of Motives. Disertasi. Universitas South Florida Deluga, Ronald J. 1998. Leader-Member Exchange Quality and Effectiveness Ratings: The Role of Subordinate-Supervisor Conscientiousness Similarity. Group & Organization Management. (Online) http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-21061136/leader-memberexchange-quality.html , diakses Oktober 2012 Dienesch, R. M., & Liden, R. C. 1986. Leader-Member Exchange Model of Leadership: A Critique and Further Development. Academy of Management Review, 11(3): 618- 634. Greenberg, Jerald. 1986. Determinants of Perceived Fairness of Performance Evaluations. Journal of Applied Psychology, 71 (2): 340-342
13
Hasibuan, Malayu. S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Lee, Hyung-Ryong. 2000. An Empirical Study of Organizational Justice as a Mediator of the Relationships among Leader-Member Exchange and Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Turnover Intentions in the Lodging Industry. Disertasi. Virginia Polytechnic Institute and State University. Blacksburg, Virginia. Liden, R.C., & Maslyn, J.M. (1998). Multidimensionality of Leader-Member Exchange: An Empirical Assessment through Scale Development. Journal of Management, 24(1), 43-72. Mondy, R Wayne. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 1 Edisi 10. Jakarta: Erlangga Moorman, R. H. 1991. Relationship Between Organizational Justice And Organizational Citizenship Behaviors: Do Fairness Perceptions Influence Employee Citizenship? Journal of Applied Psychology, 76,(6): 845-855. Mumma, Shelly Morris. 2010. Student Leader LMX Relationships As Moderated By Constructive-Developmental Theory. Disertasi. University of Nebraska: Human Sciences Duarte, Nevile T.; Goodson, Jane R.; Klich, Nancy R. 1994. Effects of Dyadic Quality and Duration on Performance Appraisal Author(s). The Academy of Management Journal, 37 (3): 499-521 Ping, Fong Siu &Yue, Ho Ka. 2010. The Mediating Effects Of Leader-Member Exchange (Lmx) And Team-Member Exchange (Tmx) On The Relationship Between Emotional Intelligence, Job Satisfaction And Job Performance Of Employees. Business Administration (Honours). Thesis. Hong Kong Baptist University. Prather, Tracy M. 2005. The Perception of Fairness. Bachelor of Arts in Psychology Cleveland State University. Thesis Qingxue, Liu. 2003. Understanding Different Cultural Patterns or Orientations between East and West. Investigation Linguistic, 9 Scandura, Terri A. & Pellegrini, Ekin K. 2008. Trust and Leader-Member Exchange. Journal of Leadership & Organizational Studies, 15 (2): 101110. Sparr, Jennifer L. & Sonnentag, Sabine. 2008. Fairness Perceptions of Supervisor Feedback, LMX, and Employee Well-Being at Work. European Journal of Work and Organizational Psychology, 17 (2): 198-225 Sudin, Suhaimi. 2011. Fairness Of and Satisfaction with Performance Appraisal Process. 2nd International Conference on Business and Economic Research (2nd Icber 2011) Proceeding 1239 Truckenbrodt, Yolanda E. 2000. The Relationship between Leader-Member Exchange and Commitment and Organizational Citizenship Behavior. Acquisition Review Quarterly. (Online) http://findarticles.com/p/articles/ /pg_3 Vibriwati. 2005. Hubungan Pertukaran Pemimpin-Anggota dengan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional yang Dimediasi Oleh Keadilan Organisasional. KINERJA, 9 (2): 162-172. Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset