UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN KOPING INDIVIDU DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PENYANDANG DIABETES MELLITUS SEBAGAI ANGGOTA PERSADIA CABANG RSMM BOGOR
TESIS
FIRMAN HIDAYAT NPM. 1006833691
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA DEPOK JANUARI 2013
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN KOPING INDIVIDU DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PENYANDANG DIABETES MELLITUS SEBAGAI ANGGOTA PERSADIA CABANG RSMM BOGOR
TESIS
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak
Oleh : FIRMAN HIDAYAT NPM. 1006833691
FAKULTAS ILMU KEPERAWTAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA DEPOK JANUARI 2013
i Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
ii Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
iii Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
iv Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
v Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
ABSTRAK Nama Program studi Judul
: Firman Hidayat : Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan : Hubungan Koping Individu dengan Tingkat Kepatuhan Penyandang Diabetes Mellitus Sebagai Anggota Persadia cabang RSMM Bogor
Koping individu yang efektif diperlukan bagi penyandang DM untuk meningkatkan kepatuhan penyandang DM dalam mengelola penyakitnya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan karakteristik, tingkat kepatuhan dengan koping individu penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor. Desain penelitian ini adalah kwantitatif dengan rancangan cross sectional dengan jumlah responden 88 penyandang DM, dengan uji statsistik Chi square dan uji t independen. Hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik responden tidak ada hubungan dengan tingkat kepatuhan kecuali usia (p value 0.043; α 0.05) dan jenis kelamin (p value 0.044; α 0.05), ada hubungan koping individu dengan tingkat kepatuhan (p value 0.037; α 0.05). Karakteristik responden tidak ada hubungan dengan koping individu. Diharapkan perawat dapat meningkatkan kepatuhan dan koping individu penyandang DM menjadi efektif dengan memberikan pendidikan kesehatan terstruktur, memfasilitasi pemberian dukungan sosial dan memberikan intervensi seperti coping enhancement, teaching. self-awareness, dan self-efficacy enhancement. untuk mencegah terjadinya koping individu yang tidak efektif dan ketidakpatuhan. Kata kunci : Koping individu, kepatuhan, diabetes mellitus.
vi Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
ABSTRACT Nam Study Program Tittle
: Firman Hidayat : Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan : Relationship between Individual Coping and Adherence Rate in Diabetes Mellitus Suffered People as Persadia Member RSMM Bogor
Effective individual coping is required for people with diabetes to improve the adherence to manage the disease. The purpose this study was to identify the relationship between characteristics and individual coping with levels of adherence diabetes mellitus as member of Persadia RSMM Bogor. The design of this research was correlational with cross sectional approach. The sample of this study consisted 88 number with DM. Data was analysed using χ 2 and independence t test. The result revealed that there was no relationship between characteristics and adherence rate, except age (p value 0043; α 0.05) and gender (p value 0044; α 0.05). There was a relationship between individual coping and adherence rate (p value 0037; α 0.05). There was no relationship between characteristics with individual coping. Nurses are recommended to improve adherence and coping individuals with diabetes, to be effective, by providing a structured health training, social support, and facilitate the provision of interventions to prevent individual ineffective coping and unadherence. Keywords: individual coping, adherence, diabetes mellitus
vii Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan Tesis dengan judul : “ Hubungan Koping Individu dengan Tingkat Kepatuhan Penyandang Diabetes Mellitus Sebagai Anggota Persadia Cabang RSMM Bogor ”. Tesis ini dibuat dalam rangka memenuhi sebagian syarat guna menyelesaikan Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa pada Universitas Indonesia.
Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1.
Dewi Irawaty, MA, PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2.
Astuti Yuni Nursasi, SKp,M.N selaku koordinator MA Tesis .
3.
Prof. Achir Yani S Hamid, DNSC. selaku pembimbing tesis yang telah membimbing penulis dengan sabar, tekun, bijaksana dan sangat cermat memberikan masukan serta motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
4.
Dr. Mustikasari, S.Kp., MARS selaku pembimbing tesis, yang dengan sabar membimbing penulis, senantiasa meluangkan waktu, dan sangat cermat memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
5.
Ir. Koentjoro, M.pd., selaku ketua Persadia cabang RSMM Bogor beserta jajaranya yang telah membantu dalam pengambilan data.
6.
Responden penelitian anggota Persadia cabang RSMM Bogor yang dengan sukarela meluangkan waktunya untuk berpartisipasi.
7.
Ketua Yayasan Pendidikan Trisanja Husada Slawi dan Ketua STIKES Bhakti Mandala Husada Slawi yang telah memberikan bantuan secara moril dan materil dalam penyelesaian tesis ini.
8.
Seluruh staf dosen dan karyawan STIKES Bhakti Mandala Husada Slawi yang telah memberikan dukungan bagi peneliti.
viii Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
9.
Kedua orang tua Bapak Tasripan (Almarhum), Ibu Munawah, Ibu mertua Sokiyah, Kakakku Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr, dan Siwi Purwanti, S. Sos serta adik-adiku Fauzan Hakim, S. Pd. , Furqon Hakim dan Fifi Handayani, AmKeb. dan
Wahyu Riyanti, AMD yang telah memberikan
dukungan dan semangat bagi peneliti. 10. Istriku tercinta Sri Handayani dan anak-anakku tersayang Jundi Ahmad Nandi Wardana dan Virginia Ulafa Annida yang senantiasa memberikan dukungan yang besar kepada peneliti. 11. Abdul Wahid dan Abd. Azis yang telah membantu pemikiran, waktu dan tenaga untuk berdiskusi dalam penyelesaian tesis ini. 12. Rekan-rekan angkatan VI½ Program Magister Kekhususan Keperawatan Jiwa yang telah memberikan dukungan selama penyelesaian tesis ini. 13. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini
Semoga amal dan budi baik bapak, ibu dan saudara mendapat pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan jiwa.
Depok, Januari 2013
Peneliti
ix Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI hal. HALAMAN JUDUL ………………………………………………………...
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….
iii
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..………………….
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS …………………………..
v
Abstrak ………………………………………………………………………
vi
Abstract ……………………………………………………………………
vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................
7
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................
8
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA
10
2.1 Diabetes Mellitus ......................................................................
10
2.2 Kepatuhan …………………………………………………….
14
2.3 Koping Individu .......................................................................
22
2.4 Model Adaptasi Roy ………………………………………….
30
2.5 Kerangka Teori ……………………………………………….
40
BAB 2
BAB 3
KERANGKA
KONSEP,
HIPOTESIS
DAN
DEFINISI
OPRASIONAL
42
3.1 Kerangka Konsep ......................................................................
42
3.2 Hipotesis ...................................................................................
43
3.3 Definisi Oprasional ...................................................................
43
x Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
METODE PENELITIAN
46
4.1 Desain Penelitian ......................................................................
46
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................
46
4.3 Tempat penelitian .....................................................................
48
4.4 Waktu Penelitian .......................................................................
48
4.5 Etika Penelitian ........................................................................
48
4.6 Alat Pengumpulan Data ............................................................
49
4.7 Uji Coba Instrumen ……...........................................................
54
4.8 Prosedur Penelitian ...................................................................
56
4.9 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................
57
HASIL PENELITIAN
57
5.1 Analisis Univariat …………………………………………….
60
5.2 Analisis Bivariat ……………………………………………...
63
PEMBAHASAN
69
6.1 Interpretasi dan diskusi Hasil Penelitian ……………………..
69
6.2 Keterbatasan Penelitian ……………………………………...
86
6.3 Implikasi Hasil Penelitian Bagi Keperawatan ……………….
86
SIMPULAN DAN SARAN
90
7.1 Simpulan ……………………………………………………...
90
7.2 Saran ………………………………………………………….
90
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Model Adaptasi Manusia Berdasarkan “Model Adaptasi Roy” …………………………………………………………
33
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Teori ………………………..……………..
40
Gambar 3.1
Bagan Kerangka Konsep ……………………………………
43
xii Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL hal. Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen……
Tabel 4.1.
Kisi-kisi Kuesioner Koping Individu sebelum dan setelah uji coba ………………………………..………………………….
Tabel 4.2.
43
50
Kisi-kisi Kuesioner Koping Individu setelah uji coba dengan penomoran baru ……….…………..…………………………. 52
Tabel 4.3.
Kisi-kisi Kuesioner Kepatuhan sebelum dan setelah uji coba
Tabel 4.4.
Kisi-kisi kuesioner koping individu setelah uji coba dengan penomoran yang baru …………………………………………
Tabel 4.5.
56
Analisis Bivariat Variabel Independent dan Dependent dengan Tingkat Kepatuhan ……………………………………………
Tabel 5.1
53
Perbandingan hasil Uji Validitas dan Realiabilitas antara COAP dengan Peneliti ………………………………………..
Tabel. 4.6.
53
59
Distribusi responden penyandang DM berdasarkan usia sebagai anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Umum Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 …………………………... 60
Tabel 5.2.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan, Status erkawinan dan Pekerjaan Penyandang DM Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 …………………………………….
Tabel 5.3.
61
Distribusi Responden Berdasarkan Koping Individu Dan Tingkat Kepatuhan Penyandang DM Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 …………………………………………………… 62
Tabel 5.4.
Distribusi Responden Berdasarkan Koping Individu Dan Tingkat Kepatuhan Penyandang DM Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 …………………………………………………… 62
Tabel 5.5.
Hubungan antara karakteristik Usia penyandang DM dengan Tingkat Kepatuhan
sebagai anggota PERSADIA cabang
Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 ………… 63
xiii Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Tabel 5.6.
Hubungan
Antara
Karakteritik
Jenis
Kelamin,
Status
Perkawinan dan Status Pekerjaan Penyandang DM dengan Tingkat Kepatuhan Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 ………… 64 Tabel 5.7.
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Penyandang DM Dengan Tingkat Kepatuhan Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012...
Tabel 5.8.
65
Hubungan antara Koping Individu penyandang DM dengan Tingkat Kepatuhan sebagai anggota PERSADIA cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 ………… 66
Tabel 5.9.
Hubungan Antara Karakteristik Usia Penyandang DM Dengan Koping Individu Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 ………… 66
Tabel 5.10.
Hubungan Karakteritik Jenis Kelamin, Status Perkawinan danStatus Pekerjaan Penyandang DM Dengan Koping Individu Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 ……………………….
Tabel 5.11.
67
Hubungan antara tingkat pendidikan penyandang DM dengan Koping Individu sebagai anggota PERSADIA cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 …………………
xiv Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2
Jadwal Penelitian
Lampiran 3
Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 4
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5
Surat Keterangan Lolos Uji Etik
Lampiran 6
Inform Consent
Lampiran 7
Lembar Isian Pengalaman Koping Individu Penyandang DM
Lampiran 8
Lembar Isian Pengalaman Tingkat Kepatuhan Penyandang DM
xv Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan silent killer yang prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 jumlah penyandang DM menunjukkan ada 171 juta orang dan akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 (WHO, 2006), sedangkan menurut international of diabetic federation (IDF) bahwa angka kejadian DM di seluruh dunia adalah 366 juta jiwa pada tahun 2010 dan 15 tahun mendatang (2025) akan ada 500 juta jiwa penduduk dunia yang menyandang DM jika tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan. Di Asia angka DM meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan negara barat dan sebanyak 110 juta penyandang DM di Asia adalah orang dengan usia paruh baya (Zhang, Chen, Chen, 2008).
Angka kejadian DM ini juga meningkat cukup signifikan di Indonesia, menurut data IDF (2011) akan terjadi kenaikan angka kejadian DM di Indonesia dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 Juta pada tahun 2020, walaupun ada perbedaan angka prevalensi namun dari kedua data ini dapat terlihat bahwa akan terjadi peningkatan 2-3 x lipat penyandang DM di Indonesia pada tahun 2030. Indonesia menduduki peringkat ke empat negara yang penduduknya menyandang penyakit DM terbanyak setelah China, India dan Amerika Serikat. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 angka prevalensi penduduk usia 15 tahun ke atas yang mengalami DM didaerah perkotaan adalah sebanyak 5,7 % (Depkes, 2011).
Terjadinya peningkatan angka penyandang DM akan berdampak bagi kesehatan secara keseluruhan karena DM merupakan penyakit kronis yang akan disandang oleh diabetesi seumur hidup. DM adalah kelainan metabolik kronis yang disebabkan oleh kekurangan produksi insulin atau menurunnya reseptor insulin. Insulin adalah sejenis hormon anabolik yang diproduksi oleh sel beta di pulau langerhans pankreas. DM diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu DM tipe 1, DM 1
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
2
tipe 2 dan DM karena penyebab lain serta DM gestasional. DM tipe 1 disebabkan autoimun yang menyebabkan penghancuran sel beta pankreas sedangkan tipe 2 disebabkan kerusakan progresif sekresi insulin karena resistensi insulin yang umumnya dipicu oleh obesitas sedangkan DM tipe lain disebabkan oleh berbagai kondisi yang menyebabkan gangguan pada pembentukan insulin (Black dan Hawk, 2009), sedangkan DM gestasional disebabkan oleh karena kondisi kehamilan (American Diabetes Association [ADA], 2011).
Perubahan gaya hidup membuat angka kejadian DM tipe 2 meningkat dibandingkan dengan DM tipe lain. Sugondo (2009) mengemukakan bahwa diperkirakan 85% sampai 95% dari semua kasus DM di negara maju adalah DM tipe 2 dan menyumbang persentase lebih besar di negara berkembang. DM tipe 2 biasanya ditemukan pada pasien yang berusia > 40 tahun dan prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan umur. Kebanyakan penyandang DM tipe ini tidak menyadari telah mengalami DM hingga terjadi komplikasi. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang penyakit yang dialami sejak dini seperti ini akan menyebabkan peningkatan jumlah penyandang DM yang mengalami komplikasi.
Komplikasi merupakan masalah serius yang dikhawatirkan penyandang DM hal ini selaras dengan IDF (2011) yang menjelaskan komplikasi yang dialami penyandang DM dapat berupa penyakit kardiovaskuler, retinopati, nefropati, dan neuropati. Komplikasi-komplikasi ini dapat berkembang dan mempengaruhi kehidupan penyandang DM. Soegondo, Soewondo, dan Subekti (2009) lebih lanjut menjelaskan penyandang DM memiliki resiko 2 kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak, 5 kali lebih mudah terkena ulkus diabetes, 7 kali lebih mudah terkena gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah terkena komplikasi kebutaan akibat DM.
Komplikasi memiliki kaitan yang sangat erat dengan penyebab kecacatan dan kematian akibat DM (Bate & Jerums, 2003). Jawad, Maqsood, Jamal, dan Azfar (2004) mengemukakan kejadian komplikasi DM sering terjadi pada penyandang DM dengan kontrol gula darah tidak teratur. Hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
3
Pakistan menunjukkan 43% penyandang DM akan mengalami komplikasi retinopati, 39% mengalami neuropati, 4% mengalami luka DM, dan nefropati 20,2% yang sangat erat berkaitan dengan hipertensi yang berjumlah 64% penderita. Menurut Sitompul (2011) menujukkan 60 hingga 70% penyandang DM mengalami neuropati dan paling sering dialami setelah mengalami DM selama 25 tahun. Beberapa kajian menunjukkan neuropati lebih banyak dialami penyandang DM yang memiliki riwayat kadar glukosa tidak terkontrol, hipertensi dan mengalami kelebihan berat badan. Di Indonesia tidak banyak ditemukan kajian tentang kecacatan dan kematian akibat DM. Walaupun demikian, The DiabCare Asia (2008) dalam Sitompul (2011) menjelaskan jumlah kejadian komplikasi kebutaan pada penyandang DM di Indonesia diperkirakan 6,4% dari 64% penderita yang mengalami komplikasi.
Upaya pencegahan merupakan cara terbaik dalam menghindari komplikasi DM, sehingga penyandang DM yang belum mengalami komplikasi dapat melakukan pencegahan sekunder, untuk mencegah komplikasi yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan dan pengobatan
tekanan darah,
perawatan
kaki
diabetes,
pemeriksaan mata secara rutin pemeriksaan protein dalam urine, menghentikan kebiasaan merokok. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikelola dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan. DM meliputi pendidikan kesehatan, perencanaan makan/diit, latihan fisik teratur dan minum obat OHO/ insulin seumur hidup. Mematuhi aturan ini seumur hidup tentunya menjadi stressor berat bagi pasien sehingga banyak yang gagal mematuhinya (Soegondo, 2005, dalam WHO, 2003).
Berbagai komplikasi yang dialami menyebabkan timbulnya kecemasan dan ketakutan pada penyandang DM. Nadesul (2002) mengemukakan penyandang diabetes
pada
umumnya
mengalami
berbagai
perubahan
fisik
seperti
bertambahnya frekuensi buang air kecil, merasa lapar dan haus, berkeringat dingin, luka lama sembuh, gemetaran dan pusing, kondisi ini akan menimbulkan gangguan psikologis berupa ketakutan atau stress. Selain itu, penolakan akan diagnosis yang diberikan menyebabkan timbulnya respon emosional negatif Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
4
terhadap diagnosa yang dapat berupa penolakan atau tidak mau mengakui kenyataan, cemas, marah, merasa berdosa dan depresi (Darmono, 2007). Zhang, Chen, dan Chen, (2008) menyatakan ansietas yang dialami seorang penyandang DM disebabkan oleh kekahawatiran (stres) akibat ancaman penyakit yang dialami, krisis keluarga akibat DM, kekhawatiran akibat perubahan bentuk dan fungsi tubuh, hilangnya produktivitas secara ekonomi akibat penyakit yang diderita, koping negatif terhadap penyakit, dan minimnya dukungan sosial.
Meningkatnya kecemasan pada penderita DM merupakan gejala yang normal dialami semua orang yang didiagnosis DM pertama kali. Hal ini disebabkan penyakit kronis seperti DM dapat mempengaruhi kondisi psikologis pada siapapun dalam kondisi yang sama. Respon individu pada awalnya dapat berupa perasaan sedih, kecewa dan bahkan mengalami stress. Stres yang dialami penyandang DM sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pengalaman penyakit sebelumnya maupun persepsi penyandang DM terhadap penyakit yang dialami. Rasmun (2004) menjelaskan persepsi seseorang terhadap stressor didasarkan pada keyakinan, norma, pengalaman dan pola hidup, faktor lingkungan, struktur dan fungsi keluarga, tahap perkembangan, pengalaman masa lalu dengan stress, dan mekanisme koping
DM merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya depresi. Penelitian yang dilakukan David (2004) menunjukkan 48% penyandang DM akan mengalami depresi akibat penyakitnya. Selain itu, data World Health Organization
[WHO]
menunjukkan
27%
penderita
depresi
merupakan
penyandang DM. Penelitian yang dilakukan Ferris (2004) dalam Lumban Tobing (2004) menyatakan dari 391 orang penyandang DM yang diteliti terdapat 26% mengalami depresi yang berhubungan dengan hospitalisasi. Angka kejadian gangguan depresi berat juga lebih tinggi daripada biasanya pada pasien perawatan primer yang mendekati 10 % dan pada pasien medis rawat inap adalah 15 %. Prevalensi depresi bervariasi pada berbagai penelitian, sekitar 5% - 10% pada orang dewasa dan 1 – 1,5% pada usia sekolah (Lumban Tobing, 2004).
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
5
Depresi akan meningkatkan resiko seseorang terserang penyakit karena kondisi depresi cenderung meningkatkan sirkulasi adrenalin dan kortisol sehingga menurunkan tingkat kekebalan tubuhnya. Pada stadium ini pasien umumnya datang ke dokter (non psikiater) untuk keluhan fisiknya. Depresi yang dirasakan oleh penyandang DM sangat mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga dapat menyebabkan ketergantungan kepada orang lain. Penderita depresi mengalami penurunan daya tahan tubuh. Selain itu, depresi dipandang cukup berbahaya bagi kesehatan psikis dan fisik karena bisa menyebabkan penurunan fungsi kognitif, emosi dan produktivitas pada individu yang mengalami depresi (Zhang, Chen, Chen, 2008). Dengan masalah kesehatan fisik tersebut penderita akan mengalami penurunan kemampuan dalam memenuhi kebutuhannya. Ketidakmampuan penyandang DM dalam beradaptasi terhadap kondisi fisik maka terjadilah ketergantungan terhadap orang lain.
Kemampuan menghadapi stres berbeda pada setiap individu tergantung kemampuan koping yang dimiliki. Koping merupakan respon yang dilakukan tubuh untuk mengurangi beban fisik, emosional, dan psikologis yang berhubungan dengan aktivitas atau kesibukan sehari-hari (Snyder, 1999). Jika individu kurang atau tidak mampu dalam menggunakan mekanisme koping dan gagal dalam beradaptasi maka individu akan mengalami berbagai penyakit baik fisik maupun mental (Rasmun, 2004). Ketidakmampuan inilah yang menyebabkan kecemasan, frustasi, konflik, gelisah dan stres. Setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan dan kesedihan baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi anggota keluarga lainnya.
Keberhasilan koping pada penyandang DM dipengaruhi banyak faktor antara lain pengalaman keluarga dengan DM, penerimaan terhadap penyakit, dan persepsi penyandang terhadap penyakit yang disandangnya menjadi modal berhasil atau tidaknya tergantung koping yang dilakukan. Pemilihan koping yang efektif adalah koping yang sesuai dengan masalah, situasi atau stres yang dialami (Friedman, Bowden, dan Jones, 2010). Hal ini juga ditekankan oleh Sumantri (2012) bahwa penggunaan koping yang efektif akan mengurangi stres dan dapat mencapai Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
6
tujuan koping yang gunakan. Walaupun demikian tidak semua individu mampu menggunakan koping efektif dalam menghadapi masalah, hal ini tergantung bagaimana individu berespon terhadap stres sehingga menggunakan koping tidak efektif. Keberhasilan penggunaan koping efektif pada penyandang DM akan berdampak pada kepatuhan penyandang dalam terapi DM.
Kepatuhan merupakan kondisi dimana penyandang DM bersedia dan melakukan anjuran terapi yang dilakukan (Kaplan, dkk, 1997). Sacket dalam Niven (2000) mengemukakan
kepatuhan
merupakan
perilaku
yang
ditunjukkan
oleh
penyandang DM untuk mengikuti anjuran pengobatan untuk mencapai status kesehatan yang lebih baik. Untuk mendapatkan status kesehatan lebih baik, penyandang DM dianjurkan untuk mengikuti anjuran pola hidup sehat dengan DM. Diantara anjuran yang harus diikuti penyandang DM diantaranya perencanaan makan sesuai kebutuhan, olahraga dan aktivitas teratur, kontrol obatobatan, dan mengikuti program edukasi DM (Waspadji, 2006 dalam Soegondo, 2009) baik yang dilakukan di rumah sakit maupun organisasi lain.
Ketidakpatuhan pada rencana hidup sehat penyandang DM akan berdampak pada status kesehatan. Ketidakpatuhan akan mengakibatkan kegagalan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ketidakpatuhan dalam melaksanakan rencana pengobatan merupakan masalah yang berat dan serius yang dihadapi tenaga kesehatan profesional. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan atau terapi dapat meningkatkan
risiko
berkembangnya
masalah
kesehatan
atau
dapat
memperpanjang maupun memperburuk penyakit yang dialami (Moehyi, 1997). Selain itu, ketidakpatuhan dalam pelaksanaan diet dipengaruhi oleh faktor situasional yang lalu seperti psikologis dan tekanan sosial untuk makan (Hays, 2004). Kepatuhan merupakan suatu kondisi yang terjadi dimana seseorang bersungguh-sungguh menghendaki orang lain berperilaku sesuai anjuran dan tujuan yang diharapkan dalam berbagai cara (Baron & Birney, 1974, dalam Balitbangda, 2004). Sedangkan kepatuhan dalam dimensi pendidikan merupakan kerelaan untuk bertindak sesuai perintah dan keinginan kewibawaan seperti orang tua atau guru (Good, 1973 dalam balitbangda 2004). Kepatuhan dalam upaya Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
7
pencegahan komplikasi DM adalah kesediaan penyandang DM untuk hidup sehat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan untuk mempertahankan kondisi kesehatan yang baik pada penyandang DM (Soegondo, 2009). Jika upaya pencegahan tidak dilakukan dengan baik, dalam arti penyandang tidak mampu mematuhi aturan tentang pola hidup sehat diabetesi, maka komplikasi tidak dapat dihindari.
Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) merupakan organisasi yang mewadahi penyandang DM Indonesia. Organisasi ini beranggotakan dokter, perawat, ahli gizi, penyandang DM, maupun relawan yang peduli kesehatan penyandang DM. Persadia didirikan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia khususnya para diabetisi melalui kegiatan promotif, preventif, dan kuratif serta mewujudkan kemandirian para diabetisi agar hidup sehat bersama DM.
Persadia hingga saat ini tersebar di 53 cabang di seluruh Indonesia, salah satunya adalah Persadia Cabang Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM) Bogor. Persadia RSMM Bogor terbagi dalam 6 unit Persadia yang berupaya untuk memberikan pengetahuan dan upaya hidup sehat bagi Diabetisi. Berbagai kegiatan untuk meningkatkan status kesehatan anggota Persadia bogor diantaranya pemeriksaan gula darah, pemeriksaan tekanan darah, senam DM, bimbingan dan penyuluhan yang dilasanakan secara rutin setiap bulan. Semua aktivitas ini merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka pendampingan anggota menghadapi kondisi dengan DM baik penyandang baru maupun yang sudah lama didiagnosis DM.
1.2.Rumusan Masalah DM merupakan penyakit kronis yang dapat mempengaruhi seluruh kehidupan penyandangnya. Sebagai penyakit kronis maka DM dapat menimbulkan berbagai resiko komplikasi, pada umumnya mengalami berbagai perubahan fisik seperti bertambahnya frekuensi buang air kecil, merasa lapar dan haus, berkeringat dingin, luka lama sembuh, gemetaran dan pusing, kondisi ini akan menimbulkan gangguan psikologis berupa ketakutan yang mengakibatkan stres dan depresi pada penyandangnya. Untuk mencegah terjadinya resiko komplikasi maka penyandang Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
8
DM harus mematuhi aturan hidup sehat yang disampaikan petugas kesehatan. Namun jika penyandang DM tidak dapat menjaga kepatuhan tehadap aturan tersebut maka penyandang DM akan mengalami berbagai komplikasi. Komplikasi DM merupakan hal yang sulit yang harus diterima penyandang DM. Untuk dapat menerima keadaan dengan DM baik belum mengalami komplikasi atau sudah, maka dibutuhkan koping yang adaptif untuk menghadapinya. Penggunaan koping yang adaptif akan membatu klien mengendalikan stres dan mencegah timbulnya depresi.
Keberhasilan
penggunaan
koping
yang
adekuat
maka
akan
mempengaruhi kemampuan klien untuk mengikuti program terapi sesuai dengan anjuran hidup sehat penyandang DM. Penelitian tentang pengaruh koping penyandang DM terhadap kemampuan penyandang mengikuti anjuran hidup sehat dengan penyandang DM belum banyak dilakukan di Indonesia, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana hubungan koping individu terhadap tingkat kepatuhan penyandang DM di persadia RSMM Bogor.
1.3.Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum. Mengidentifikasi hubungan karakteristik dengan tingkat kepatuhan dan hubungan koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1.Mengidentifikasi karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan) penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor 1.3.2.2.Mengidentifikasi koping individu (berorientasi pada situasi, emosi, keagamaan, pencegahan, eksistensi dan restrukturisasi diri) penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor 1.3.2.3.Mengidentifikasi tingkat kepatuhan (diet, obat, olah raga dan kontrol) penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor. 1.3.2.4.Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan) responden penyandang DM
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
9
dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor. 1.3.2.5.Mengidentifikasi hubungan koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor 1.3.2.6.Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan) responden penyandang DM dengan koping individu penyandang DM sebagai anggota Persadia RSMM Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Aplikatif Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan jadi acuan bagi pemberi pelayanan kesehatan dalam memberikan edukasi khususnya bimbingan dan penguatan koping penyandang diabetes.
1.4.2. Pengembangan Keilmuan Penelitian ini dapat menjadi masukan dan acuan bagi pendidikan keperawatan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan edukasi khususnya bimbingan dan penguatan koping penyandang DM.
1.4.3. Manfaat Metodologi Menerapkan teori dan metode yang terbaik untuk mengatasi Mekanisme Koping Individu Penyandang DM melalui Tingkat Kepatuhan Penyandang DM dan hasil penelitian berguna sebagai data dasar untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya khususnya tentang mekanisme koping dan tingkat kepatuhan penyandang DM.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang berhubungan dengan DM, Koping Individu, Kepatuhan dan kerangka teori.
2.1. Diabetes Mellitus. 2.1.1. Pengertian. Diabetes Mellitus ( DM ) merupakan penyakit kronis multisistem yang berhubungan dengan abnormalitas produksi insulin, gangguan penggunaan insulin atau keduanya (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, dan Camera. 2011). American Diabetes Association (ADA, 2008) dalam Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever (2010) mendefinisikan DM sebagai sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah yang disebabkan adanya gangguan sekresi insulin, penggunaan insulin atau keduanya. Berdasarkan kedua definisi diatas dapat disimpulkan DM merupakan gangguan endokrin yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah yang disebabkan adanya gangguan produksi atau penggunaan insulin
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM ) American Diabetes Association ([ADA], 2008) mengklasifikasikan DM atas: 2.1.2.1. DM tipe 1 DM tipe 1 sering dikatakan sebagai DM “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 tahun atau menjelang 40 tahun.
2.1.2.2. DM tipe 2 DM Tipe 2 merupakan DM yang sering terjadi pada orang dewasa usia lebih dari 35 tahun (LeMone, Burke, dan bauldoff, 2011). Dua masalah utama yang terjadi
10 Universitas Indonesia Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
11
pada DM tipe 2 adalah terjadinya penurunan jumlah produksi insulin dan adanya resistensi terhadap penggunaan insulin. Sejumlah kasus menunjukkan diagnosis DM tipe 2 banyak terjadi pada dewasa yang mengalami obesitas. Walaupun demikian, kasus DM Tipe 2 saat ini juga ditemukan pada anak yang disebabkan oleh obesitas. Untuk menjelaskan kaitan DM tipe 2 pada anak dengan obesitas para ahli berpendapat terjadinya DM tipe 2 pada anak yang obesitas dapat dikaitkan dengan faktor keturunan atau genetik.
DM tipe 2 merupakan kelompok DM dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif (Suyono, 2006). DMT2 sering kali tidak dapat dirasakan gejalagejalanya pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun sampai terjadi bermacam-macam komplikasi (Noris, 2008). Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan bila ada keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: a)
Jika keluhan klasik ditemukan dan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl
b) Atau Jika gejala klasik tersebut disertai hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl c)
Jika kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl 3.
2.1.2.3. DM kehamilan DM kehamilan ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah selama kehamilan (Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever, 2002). Peningkatan kadar gula darah selama kehamilan disebabkan oleh hormon plasenta yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin. ADA (2008) dalam Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever, (2010) lebih lanjut mengemukakan kasus DM kehamilan terjadi pada 14% wanita hamil dan akan mengalami hipertensi selama kehamilan.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
12
2.1.2.4.Diabetes tipe lain DM tipe ini merupakan DM yang terjadi disebabkan adanya penyakit tertentu yang mengakibatkan kerusakan sel beta pankreas atau penurunan produksi insulin (LeMone, Burke, dan bauldoff, 2011). DM tipe ini juga dikenal dengan DM sekunder. Beberapa penyakit kronis diketahui mengakibatakan efek sekunder pada pankreas yang selajutnya berkembang terjadinya penurunan produksi atau resistensi insulin. Diantara penyakit yang mengakibatkan terjadinya DM tipe ini diantaranya Syndrome cushing, hipertiroidism, pankreatitis berulang, fibrosis kistik, hemokromatosis dan penyakit yang menggunakan terapi nutrisi parenteral.
2.1.3. Etiologi Penyebab timbulnya DM tipe 2 hingga saat ini belum jelas diketahui (Black & Hawks, 2009). Faktor resiko utama yang menyebabkan DM tipe 2 antara lain riwayat keluarga dengan DM, obesitas, kurang aktivitas, suku/ras, wanita dengan riwayat DM gestasional, hipertensi, dan sindrom metabolik (LeMone & Black, 2011). Selain itu beberapa hal yang dianggap berkaitan dengan timbulnya DM tipe 2 ini adalah gangguan sensitivitas jaringan hati dan otot terhadap insulin dan gangguan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (American Diabetes Association, 2003,
dalam
Black
&
Hawks,
2009),
kurangnya
produksi
insulin,
ketidakmampuan menggunakan insulin, atau keduanya (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Camera. 2011).
2.1.4. Manifestasi klinis Black dan Hawks (2009); Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, dan Camera (2011); Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever (2010) mengemukakan DM tipe 2 dapat terjadi tanpa disadari penyandang. Penyandang DM tipe ini biasanya tidak mengalami gejala klasik, akan tetapi banyak penderita DM tipe 2 merasakan sejumlah keluhan lain seperti kelemahan, infeksi berulang, kandidasis vagina berulang, penumbuhan luka yang sulit, dan gangguan penglihatan (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Camera, 2011).
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
13
2.1.5. Komplikasi Penderita DM sangat rentan terhadap berbagai komplikasi yang melibatkan semua sistem tubuh. Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Cheever (2010) menjelaskan hiperglikemia pada penyandang DM menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat melibatkan semua seluruh sistem tubuh. Diantara komplikasi yang dapat dialami penyandang DM sebagai berikut:
2.1.1.1. Komplikasi akut Komplikasi akut merupakan reaksi komplikasi cepat yang dialami penderita sebagai akibat dari ketidakseimbangan konsentrasi kadar glukosa darah, Komplikasi akut yang terjadi pada penyandang DM dapat berupa hipoglikemia, hiperglikemia, dan ketoasidosi.
2.1.1.2. Komplikasi kronis Komplikasi kronis merupakan penyebab kematian dan kecacatan akibat DM. Komplikasi ini berdampak pada seluruh sistem tubuh serta mempengaruhi fisik mental sosial dan ekonomi penyandang DM. Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, dan Camera, (2011) mengemukakan komplikasi kronis DM terdiri atas komplikasi angiopati, retinopati, nefropati, neuropati, komplikasi kaki dan ektremitas bawah, komplikasi kulit, infeksi dan mental.
2.1.6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DM secara baik dilakukan untuk mencegah berbagai komplikasi DM. Penatalaksanaan tersebut mengacu pada paduan penalatalaksanaan DM dengan pendekatan empat pilar penatalaksanaan DM di Indonesia (PERKENI, 2011). Adapun empat pilar penanganan DM ialah edukasi kesehatan, manajemen nutrisi (diet), aktivitas olahraga, dan penatalaksanaan farmakologis (Waspadji, 2006 dalam Soegondo, 2009).
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
14
2.2. Kepatuhan 2.2.1.
Pengertian Kepatuhan DM
Peserta yang hadir dalam pertemuan WHO Adherence pada bulan Juni 2001 menyimpulkan definisi kepatuhan sebagai “Tingkat dimana penyandang DM mengikuti instruksi pengobatan” yang merupakan suatu langkah awal. Istilah pengobatan dirasakan tidak efisien dalam menggambarkan jarak intervensi yang menangani penyakit kronis. Selanjutnya istilah ”instruksi” memberikan makna bahwa penyandang DM itu pasif, menyetujui secara diam-diam nasehat ahli yang berlawanan dengan bentuk kerjasama aktif dalam suatu proses pengobatan. Peserta dalam pertemuan juga diingatkan bahwa hubungan antara penyandang DM dan pemberi pelayanan kesehatan (dokter, perawat atau praktisi kesehatan lainnya) harus menjadi seorang rekan yang menggambarkan kemampuan masingmasing. Literatur sudah mengidentifikasi hubungan kualitas pengobatan sebagai suatu
bentuk
kepatuhan
yang
penting.
Hubungan
pengobatan
efektif
dikarakteristikkan sebagai suatu keadaaan dimana terapi alternatif dieksplorasi, membicarakan regimen terapi, mendiskusikan kepatuhan dan memeriksa kembali rencana yang dibuat (WHO, 2003 ).
Program kepatuhan mengadopsi definisi kepatuhan pada terapi jangka panjang, yang merupakan penggabungan definisi Haynes dan Rand (1993) dalam Delamater (2006) yaitu: ”Pengembangan perilaku seseorang memperoleh pengobatan, mengikuti anjuran diit, dan atau perubahan gaya hidup, berespon terhadap rekomendasi yang disetujui oleh pemberi pelayanan kesehatan”.
Perbedaan utama kepatuhan dan pemenuhan adalah bahwa kepatuhan membutuhkan persetujuan penyandang DM terhadap rekomendasi petugas kesehatan. Penyandang DM seharusnya menjadi rekan yang aktif dalam perawatan dirinya dan komunikasi yang baik antara penyandang DM dan petugas kesehatan adalah sebuah keharusan untuk praktik klinik yang efektif.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
15
2.2.2. Perkembangan kepatuhan secara umum Kepatuhan terjadi dalam situasi dimana seseorang bersungguh-sungguh menghendaki orang lain agar berperilaku dalam berbagai cara (Baron & Byrnei, 1974, dalam Balitbangda 2005). Namun, kepatuhan dalam dimensi pendidikan adalah kerelaan dalam tindakan terhadap perintah-perintah dan keinginan dari kewibawaan, seperti dari orang tua atau guru (Good, 1973, dalam Balitbangda 2005). Sedangkan Khalberg (1995, dalam Balitbangda, 2005) membagi perkembangan moral sebagai dasar dari kepatuhan tersebut kedalam tiga tingkatan yaitu: 2.2.2.1.Tingkat pra-konvensional Pada tingkat ini individu dinilai dan mengartikan baik-buruk, benar-salah dari sudut akibat-akibat fisik suatu tindakan atau dari sudut ada tidaknya kekuasaan dari yang memberikan peraturan atau yang memberi penilaian baik tersebut. Pada umumnya yang masuk dalam tingkatan ini adalah anak-anak pra-remaja (dibawah usia 10-13 tahun), sebagian kecil remaja pelaku tindak kriminal atau pelanggaran hukum.
2.2.2.2.Tingkat konvesional Pada tingkat ini individu memandang bahwa memenuhi harapan-harapan keluarga dan kelompok dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga pada dirinya sendiri, tidak peduli apapun akibat-akibat langsung dan kelihatan. Sikap ini bukan mau menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang-orang tertentu, masyarakat atau dengan ketertiban sosial, sikap ingin loyal, ingin menjaga dan memberi pembenaran pada ketertiban, sikap ingin mengindentifikasikan diri dengan orangorang atau kelompok yang ada didalamnya. Ini artinya individu memandang kebaikan identik dengan harapan serta aturan-aturan dalam masyarakat. Pertimbangan baik atau buruk didasari sudut pandang orang lain, terutama yang dekat dengan dirinya, selanjutnya ditandai dengan pertimbangan norma sosial. Kebanyakan remaja dan orang dewasa berada pada tingkat ini.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
16
2.2.2.3.Pasca-konvensional Pada tingkat ini individu memiliki usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok atau yang memegang prinsip tersebut. Individu memandang kebaikan sesuai prinsip moral yang universal, yang tidak terkait dengan aturanaturan setempat atau segolongan manusia. Nilai-nilai moral sudah terinternalisasi dan individu sudah memiliki prinsip-prinsip yang sudah diyakini kebenarannya. Penalaran semacam ini jarang terlihat dan biasanya muncul pada individu yang berusia 20 tahun keatas. Pada tingkatan pasca konvensional ini ditandai dengan prinsip keadilan yang bersifat universal. Tingkat kepatuhan atau disiplin seseorang bukanlah sikap yang terbawa sejak lahir, tetapi kepatuhan atau ketaatan pada aturan nilai-nilai. terutama dimulai dari masa kanak-kanak dipengaruhi peranan orang tua dan lingkungan.
2.2.3. Pengukuran Ketidakpatuhan DM Akhir-akhir ini beragam pengukuran dipakai untuk mengkaji kepatuhan, contohnya indikator status perilaku, rata-rata jumlah penyedia kesehatan, observasi perilaku, produk permanen, laporan penyandang DM termasuk review perilaku 24 jam. Jonson (1990, dalam Delamater, 2006) menyimpulkan bahwa sebuah metoda pengukuran dipilih berdasar reliabilitas, validitas, non reaktif, sensitif terhadap rumitnya regimen perilaku penyandang DM dan bebas dari indikator kesehatan. Glasgow dkk (1985, dalam Delamater, 2006) mencatat kelemahan metodologi dari studi hubungan self-care DM, yaitu kurangnya konsep yang jelas, kegagalan untuk membedakan antara regimen kepatuhan, perilaku selfcare dan kontrol metabolik, juga teori yang bersifat empiris dan kurang mengikuti banyak model/ teori.
Makna subyektif pengukuran kepatuhan meliputi standardisasi dan pemberian kuisioner kepada penyandang DM. Strategi yang dipakai umumnya menilai karakteristik penyandang DM secara global atau ciri secara personal, tetapi hal ini terbukti menimbulkan prediksi yang buruk terhadap perilaku kepatuhan. Kuisioner yang menilai perilaku yang berhubungan dengan rekomendasi medis Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
17
spesifik misalnya kuisioner frekuensi makan untuk mengukur perilaku makan dan memperbaiki manajemen obesitas mungkin menjadi prediktor yang lebih baik dari perilaku kepatuhan (Glasgow, 1997, dalam Delamater 2006).
Memilih strategi pengukuran terbaik untuk memperoleh sebuah perilaku kepatuhan yang sempurna harus mengambil semua pertimbangan tersebut. Hal yang paling penting, strategi tersebut harus memiliki standar psikometrik dengan reliabilitas dan validitas yang dapat diterima. Tujuan pemberi pelayanan kesehatan atau peneliti, keakuratan penggunaan regimen, sumber yang terjangkau, respon penyandang DM dan bagaimana hasil akan digunakan sebaiknya perlu dipertimbangkan. Tidak ada strategi pengukuran tunggal yang dapat digunakan secara optimal, pendekatan multi metoda yang mengkombinasikan pelaporan diri yang jelas dan pengukuran objektifitas yang masuk akal merupakan seni pengukuran terhadap kepatuhan (WHO, 2003).
Brunner & Suddarth (2002) mengemukakan ukuran kepatuhan adalah bila semua petunjuk dibawah ini secara teratur. Pemakaian insulin: tidak mengurangi dosis insulin, tidak lupa minum/ suntik insulin, tidak memberi terlalu banyak, tidak menunda waktu makan, kontrol gula darah bila merasa gejala hipo/hiperglikemi. Dalam hal diit: tidak merubah diit, makan cemilan antara jam makan malam dan tidur malam. Dalam hal latihan fisik: Menjaga BB sesuai ideal tubuh, Olahraga sesuai anjuran, Aktif berlatih fisik. Dalam hal Pendidikan Kesehatan: Mengikuti pola makan, menyuntik insulin teratur sesuai dosis dan waktu, latihan teratur, aktifitas
fisik
sesuai,
pemeriksaan
glukosa
rutin,
mengenal
tanda
hipo/hiperglikemia, ketepatan mengaspirasi insulin dan menyuntik, kesterilan alat suntik, penurunan stres fisik dan psikologis untuk mengurangi hormon stress, pemantauan status keseimbangan cairan, ketrampilan dalam penyuntikan insulin dan pemeriksaan glukosa, perawatan kaki, kontrol mata rutin. Sedangkan Smeltzer (2002), mengatakan follow up diit harus dilakukan setiap 4-6 minggu, dan menurut Sudoyo (2006), latihan fisik harus dilakukan 3-5x/minggu selama 30-60 menit dengan aerobik, jalan kaki, joging.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
18
2.2.4. Variabel yang berhubungan dengan ketidakpatuhan DM. Variabel yang berhubungan dengan perilaku ketidakpatuhan dalam DM dapat diatur menjadi 4 kelompok yaitu:
2.2.4.1.Perawatan dan karakteristik penyakit Tiga elemen pengobatan dan penyakit DM dihubungkan dengan kepatuhan yaitu kompleksitas pengobatan, lama penyakit dan penyampaian perawatan. Pada umumnya bila regimen pengobatan lebih kompleks maka kepatuhan penyandang DM akan lebih sedikit. Kepatuhan terhadap Obat Hipoglikemik Oral (OHO) terkait dengan frekuensi dosis, penyandang DM dengan frekuensi dosis sedikit (1x/hari) lebih patuh dibanding penyandang DM dengan resep dosis lebih sering (3x/hari). Dailey dkk (2001, dalam Delamater, 2006) menemukan bahwa penyandang DM yang diresepkan obat tunggal mempunyai rata-rata kepatuhan jangka panjang dibanding penyandang DM yang diresepkan dua atau lebih obat.
Durasi kemunculan penyakit mempunyai hubungan negatif dengan kepatuhan dimana semakin lama penyandang DM menyandang DM, makin sedikit kepatuhannya pada pengobatan. Glasgow dkk (1989 dalam Delamater, 2006) mempelajari sampel penyandang DM dengan tipe 2 (rata-rata usia 28 thn) dan menemukan bahwa level aktifitas fisik berhubungan dengan durasi penyakit. Penyandang DM yang sudah menyandang DM lebih dari 10 tahun dilaporkan mengeluarkan energi lebih banyak dalam aktifitas fisik yang bersifat rekreasi dan latihan lebih banyak dalam satu minggu daripada orang dengan riwayat DM lama. Penyandang DM dengan riwayat DM lama juga dilaporkan makan tidak tepat, mengkonsumsi lebih banyak proporsi lemak jenuh dan lebih sedikit mengikuti rencana diit. Satu studi terkait di Polish & USA(2001, dalam Delamater, 2006) pada anak dengan DM tipe 1, menemukan hubungan lama penyakit dengan kepatuhan mengatur insulin. Anak dengan riwayat DM lama, kurang mengingat injeksi insulin dibanding anak yang baru terdiagnosa menemukan bahwa walaupun dokter memilih menaati rencana strategi sistematik untuk pengobatan DM, kegagalan penyandang DM untuk patuh membuat mereka merawat penyandang DM lebih singkat. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
19
Ketidakpatuhan juga disebabkan oleh setting dimana perawatan diterima. Riette (2000, dalam Delamater, 2006) meneliti pengalaman penyandang DM menerima perawatan dengan setting kesehatan umum di USA. Dia menemukan bahwa biaya perawatan adalah hambatan terbesar untuk diakses, khususnya penyandang DM dalam setting pengobatan komunitas. Hambatan yang dirasakan dalam mengakses perawatan juga berhubungan dengan kontrol metabolik yang kurang.
2.2.4.2.Faktor intra personal Penelitian Delamater, (2006) mendapatkan tujuh variabel penting yang berhubungan dengan kepatuhan yaitu: usia, jenis kelamin, harga diri, self efficacy, stress dan penyalahgunaan alkohol. a. Hubungan umur penyandang DM dengan ketidakpatuhan terhadap regimen aktifitas fisik. Penyandang DM berusia lebih dari 25 tahun dilaporkan memiliki frekuensi dan waktu latihan lebih sedikit setiap minggu, cenderung memilih aktifitas berupa rekreasi sehingga mengeluarkan lebih sedikit kalori dan waktu latihan lebih dibanding penyandang DM berusia kurang dari 25 tahun. b. Hubungan gender dengan ketidakpatuhan. Pria melakukan aktifitas fisik lebih banyak daripada perempuan, tetapi mereka juga mengkonsumsi lebih banyak kalori dan komposisi diitnya tidak tepat. c. Hubungan harga diri dengan ketidakpatuhan mengatur diri. Murphy-Bennet, Thompson & Morris (1997, dalam Delamater, 2006) menemukan bahwa penyandang DM tipe 1 usia dewasa dengan harga diri rendah, monitoring kadar gula darahnya juga rendah. penyandang DM tipe 1 dengan harga diri tinggi lebih patuh pada regimen aktifitas, dosis insulin dan perawatan gigi. d. Hubungan Self efficacy/ keyakinan akan sembuh dengan ketidakpatuhan melakukan pengobatan. Penelitian di Canada menemukan bahwa Self efficacy memiliki hubungan positif dengan anjuran aktifitas fisik, Self efficacy dipercaya menjadi menjadi prediktor kuat dalam aktifitas fisik. Senecal, Nowman dan White (2000, Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
20
dalam Delamater, 2006) melaporkan bahwa Self efficacy adalah prediktor kuat dari kepatuhan, dimana keyakinan sembuh dan otonomi diperkirakan meningkatkan harapan hidup. Ott dkk (2000, dalam Delamater, 2006) menemukan bahwa keyakinan sembuh adalah salah satu prediktor dari kepatuhan terhadap perilaku perawatan DM. Aljasem (2000, dalam Delamater, 2006) menemukan bahwa kepercayaan pada Self efficacy, memprediksi kepatuhan anjuran regimen penyandang DM DM tipe 2 setelah dikontrol kepercayaan untuk sehat dan persepsi terhadap hambatan. e. Hubungan stres emosi dengan ketidakpatuhan. Stressor yang tinggi berhubungan dengan tingginya ketidakpatuhan pada administrasi insulin dan diit pada perempuan dengan DM gestasional. Pada suatu studi digunakan satu skala stress DM yang lebih khusus. Stress ditemukan sangat terkait erat dengan dua aspek regimen obat ( jumlah diit dan tipe diit ). Tidak ada hubungan antara stres dan kepatuhan pada aktifitas fisikdan tes glukosa. Stress psikososial dilaporkan berhubungan dengan tingginya ketidakpatuhan terhadap regimen pengobatan. Mollema (1990, dalam Delamater 2006) melaporkan bahwa penyandang DM yang sangat ketakutan pada jarum suntik insulin atau monitor glukosa sendiri memiliki lebih sedikit kepatuhan dan memiliki lebih tinggi tingkat stress emosi. Schlundt, Stutson & Plant (1992, dalam Delamater, 2006) mengumpulkan penyandang DM tipe 1 sesuai masalah kepatuhan diit dan menemukan bahwa ada dua kelompok penyandang DM. Kelompok tersebut adalah pemakan yang emosional dan pelaku diit, keduanya mempunyai masalah kepatuhan terkait emosi negatif seperti stres dan depresi. f. Penyalahgunaan alkohol. Pola dari penggunaan alkohol sudah dibuktikan dengan pengukuran DM. Johnson, Bazargan & Wing (1984, dalam Delamater, 2006) mempelajari 392 penyandang DM tipe 2 dari etnik minoritas di Los Angeles, California. Mereka menemukan bahwa pemakaian alkohol berhubungan dengan rendahnya kepatuhan diit, monitoring glukosa darah, minum obat oral dan kurang mematuhi janji. Cox dkk (1987, dalam Delamater, 2006) memeriksa penggunaan alkohol pada 154 pria DM dan hasilnya semakin besar Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
21
penggunaan alkohol berhubungan dengan semakin kurangnya kepatuhan pada penggunaan jarum suntik insulin.
2.2.4.3.Faktor interpersonal Dua faktor interpersonal penting yaitu kualitas hubungan antara penyandang DM dengan penyedia kesehatan dan dukungan sosial ditemukan berhubungan dengan kepatuhan. Komunikasi yang baik antara penyandang DM dan penyedia kesehatan berhubungan dalam meningkatkan kepatuhan. Rata-rata kepatuhan mengatur OHO dan monitoring glukosa sangat buruk pada penyandang DM yang komunikasinya sangat buruk dengan penyedia kesehatan. Dukungan sosial menjadi subjek yang banyak diteliti, dukungan sosial yang besar ditemukan lebih berhubungan dengan tingkat kepatuhan diit dan pengaturan insulin pada perempuan dengan diabetes gestasional. Keterlibatan orangtua, sebagai ukuran dukungan sosial berhubungan dengan tingkat kepatuhan memonitor kadar gula darah. Orang dewasa dan anak tipe 1 yang mengalami lebih banyak keterlibatan orangtua dalam monitor kadar gula darah dilaporkan lebih rutin mengecek kadar gula darahnya.
McCaul dkk (1983, dalam Delamater 2006) menemukan bahwa pada penyandang DM dewasa dan orang tua, dukungan sosial yang lebih spesifik berhubungan dengan tingkat kepatuhan yang lebih baik dalam mengatur insulin dan tes kadar gula darah. Khusus kelompok orangtua, dukungan keluarga secara umum berkaitan dengan kepatuhan mengatur insulin dan tes glukosa. Studi menemukan tidak ada hubungan antara ukuran dukungan sosial dengan kepatuhan diit dan pengaturan aktifitas fisik. Studi lain menunjukkan adanya hubungan antara dukungan sosial yang rendah dengan ketidakcukupan manajemen DM sendiri.
2.2.4.4.Faktor lingkungan. Dua faktor lingkungan yaitu situasi resiko tinggi dan sistem lingkungan berhubungan dengan tingkat kepuasan penyandang DM. Perilaku self care terjadi dalam konteks perubahan kontinu dari situasi lingkungan di rumah, pekerjaan dan umum, berhubungan dengan permintaan yang berbeda dan prioritas. Seperti siklus Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
22
perubahan, penyandang DM tertantang untuk memperbaharui dan memelihara perilaku self-care nya. Penyandang DM dipanggil secara teratur untuk memilih antara memberi perhatian terhadap manajemen DM sendiri atau beberapa pilihan hidup lain. Situasi yang berhubungan dengan rendahnya kepatuhan dinamakan situasi resiko tinggi. Schlundt, Stetson & Plant (1998, dalam Delamater 2006) menciptakan sebuah taksonomi situasi resiko tinggi yang merupakan kesulitan pada penyandang DM untuk mematuhi anjuran diit. Situasi ini termasuk: makan berlebih atau makan sedikit sebagai respon terhadap orang, tempat dan emosi, dan kesulitan memadukan masukan makanan menurutkonteks sosial, waktu, hari dan tempat.
Schlundt dkk (1998, dalam Delamater, 2006) menggambarkan sepuluh situasi resiko tinggi untuk menurunkan kepatuhan diit termasuk tekanan sosial untuk makan, merasa kesepian dan bosan, konflik interpersonal, makan disekolah, peristiwa sosial atau liburan. Identifikasi kategori situasi resiko tinggi diit pada dewasa dengan tipe 1 dan 2 yaitu menolak makanan yang menggiurkan, makan diluar, tekanan waktu, prioritas, kompetisi dan kejadian sosial. Studi lain menunjukkan bahwa hambatan lingkungan berhubungan dengan kepatuhan perawatan DM. Banyak orang dalam bangsa berkembang termasuk orang miskin dan kelompok suku minoritas harus menghadapi perkembangan ekonomi di abad 20. Mereka adalah golongan yang paling dirugikan oleh perubahan lingkungan yang menuju pada kesenjangan status kesehatan, hidup dalam komunitas yang miskin berpengaruh pada buruknya kesehatan. Kemampuan penyandang DM untuk mengatur tingkah lakunya, mencapai kontrol metabolik yang cukup ketat dan mencegah komplikasi DM jangka panjang ditentukan oleh faktor interpersonal, intrapersonal dan faktor lingkungan yang berinteraksi dalam cara yang belum dimengerti (Delamater, 2006).
2.3. Koping Individu. 2.3.1. Pengertian Koping Individu. Koping Individu adalah pola upaya kognitif dan prilaku untuk mengelola tuntutan yang memadai untuk kesejahteraan dan dapat di tingkat dengan karakteristik Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
23
secara subyektif klien mengenali keberdayaan, menjelaskan bahwa stressor bisa ditangani dan memiliki kesadaran adanya kemungkinan perubahan lingkungan, sedangkan secara obyektif klien mencari pengetahuan mengenai strategi baru, mencari dukungan sosial, menggunakan strategi yang berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi dalam rentang yang luas dan menggunakan sumber spiritual.
Koping telah diartikan sebagai usaha seseorang untuk mengatur (mengurangi, memperkecil, menguasai, atau mentoleransi permintaan internal dan eksternal dari transaksi antara manusia dengan lingkungan yang dinilai melebihi seseorang. Sesuai dengan Lazarus dan Folkman (1984) cara seseorang mengatasi situasi yang penuh dengan stres tergantung pada pandangannya terhadap situasi tersebut evaluasi tentang pengetahuan dikembalikan pada penilaian yaitu suatu proses yang dinamis dan berubah-ubah menurut persepsi orang tersebut. Konsekuensi dari suatu peristiwa penting bagi kesejahteraan dan kesehatan mereka serta kemampuan mereka untuk mengatasi ancaman.
Menurut Lazarus (1984) membedakan koping menjadi dua tipe yaitu koping yang berorientasi pada masalah ( manipulasi hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sumber stres ) dan koping yang berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada masalah digunakan seseorang ketika menghadapi suatu masalah yang mempunyai kemungkinan untuk dirubah. Sedangkan koping yang berfokus pada emosi sering digunakan apabila penyandang DM telah menilai bahwa tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk mengubah situasi yang membahayakan, mengancam, ataupun menentang dari keadaan dan lingkungan yang dihadapi. Koping yang berfokus pada masalah dengan tingkat kecemasan yang dapat dikendalikan. Kebanyakan individu menggunakan kedua koping tersebut pada waktu yang beragam, walaupun demikian ada keadaan dimana salah satu tipe disukai.
2.3.2. Strategi koping Individu. Strategi koping usaha kognitif perilaku untuk mengelola tuntutan dari dalam diri dan luar diri yang membutuhkan sumber-sumber di dalam diri untuk dapat Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
24
menyelesaikannya (Lazarus, 1991) a. (Problem oriented) Fokus pada masalah: 1) Berfokus pada aksi 2) Mengubah relasi personal dan lingkungan 3) Lebih melibatkan aksi b. (Emotional oriented) Fokus pada emosi: 1) melibatkan proses berpikir. 2) mengubah makna dari suatu kondisi yang menekan. 3) bersifat internal
2.3.2.1.Faktor yang Mempengaruhi Strategi Mekanisme Koping Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi (Lazarus, 1991). a. Kesehatan Fisik: kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar b. Keyakinan atau pandangan positif: keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal focus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe: problem-solving focused coping. c. Keterampilan memecahkan masalah: keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan
tujuan
untuk
menghasilkan
alternatif
tindakan,
kemudian
mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. d. Keterampilan
sosial:
keterampilan
ini
meliputi
kemampuan
untuk
berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
25
e. Dukungan sosial: dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya f. Materi: dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.3.2.2.Jenis koping yang dilakukan individu (Wong, Reker, & Peacock, 2006). a. Berorientasi Pada Situasi. Individu berfokus pada upaya untuk mengubah situasi yang ada, terdiri atas: 1) Instrumental Tergantung pada tindakan langsung seseorang untuk mengubah situasi atau memecahkan masalah. 2) Dukungan Sosial Praktis Tergantung pada orang lain untuk mengubah situasi atau memecahkan masalah ini melibatkan menerima dukungan sosial praktis b. Berorientasi pada Emosi. Berfokus pada peraturan reaksi emosional seseorang tanpa mengubah situasi atau memecahkan masalah.terdiri atas: 1) Menjauhkan Menjauhkan diri dari salah satu masalah yang ada dengan penolakan, melarikan diri menghindari, atau penundaan 2) Berpikir Bijak Menjauhi keinginan atau fantasi yang tidak realistis 3) Ekspresi Seseorang mengungkapkan perasaan untuk melepaskan ketegangan 4) Menyalahkan diri Menyalahkan perilaku sendiri atau karakter untuk masalah. 5) Dukungan sosial Emosional Mencari dukungan emosional / lisan dari orang lain 6) Pengurangan ketegangan Aktif melakukan dalam suatu kegiatan / latihan untuk mencapai pengurangan langsung dari ketegangan. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
26
c. Berorientasi pada Pencegahan. Fokusnya adalah pada masalah diantisipasi atau potensial, terdiri atas: 1) Perbaikan diri Upaya untuk meningkatkan diri untuk menjadi lebih siap untuk masa depan 2) Perbaikan di luar diri Upaya untuk memperbaiki kondisi seseorang atau jaringan menjadi lebih siap untuk masa depan.) d. Berorientasi pada agama. Fokus pada Tuhan atau agama dalam menangani masalah baik yang ada dan yang belum terjadi, terdiri atas: 1) Keyakinan Agama Bergantung pada keyakinan agama dan keyakinan 2) Tempat praktek Bergantung pada praktik-praktik keagamaan e. Berorientasi pada eksistensi. Fokus pada isu-isu filosofis eksistensi manusia, seperti penderitaan, makna, dll terdiri atas: 1) Penerimaan Menerima tak terelakkan atau kodrat dalam hidup dengan cara yang rasional dan filosofis. 2) Makna eksistensial Menemukan atau menciptakan rasa arti atau tujuan. f. Berorientasi pada Restrukturisasi. Fokus adalah pada perubahan kognisi sendiri dan perilaku, terdiri atas: 1) Cognitive Restrukturisasi Perubahan perhatian seseorang, dan sikap dalam menanggapi masalah ini / situasi yang tidak dapat diubah atau yang terutama ada dalam pikiran seseorang. 2) Restrukturisasi Perilaku Perubahan perilaku seseorang dalam menanggapi masalah ini atau situasi yang tidak dapat diubah atau dibawa oleh perilaku sendiri. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
27
2.3.2.3.Coping Orientations and Prototypes (COAP) (Wong dkk, 2006) COAP yang terdiri atas 81 item memiliki enam orientasi atau fokus. Masingmasing orientasi terdiri atas dua atau lebih prototip.
Orientasi Situasional melibatkan strategi yang fokus pada pemecahan yang ada Masalah dengan mengubah situasi, baik dengan usaha sendiri atau dengan mengandalkan bantuan orang lain. Ini mencakup prototipe perilaku instrumental dan dukungan sosial praktis.
Fokus dalam Orientasi emosional adalah pada pengelolaan reaksi emosional seseorang tanpa mengubah situasi atau memecahkan masalah. Orientasi ini meliputi enam prototipe: distancing, angan-angan, ekspresif, menyalahkan diri sendiri, dukungan sosial emosional, dan pengurangan ketegangan.
Orientasi Pencegahan berfokus pada mengurangi kemungkinan masalah diantisipasi. Ini mencakup prototipe perbaikan diri dan perbaikan eksternal. Orientasi Eksistensial melibatkan strategi yang ditujukan untuk mempertahankan rasa makna atau sikap penerimaan. Penerimaan dan makna eksistensial adalah dua prototipe termasuk dalam orientasi ini.
Orientasi Agama memperhitungkan Tuhan account atau agama dalam menghadapi situasi yang diantisipasi atau yang sudah ada. Dua prototipe dalam orientasi ini adalah keyakinan agama dan praktik keagamaan.
Fokus dalam Orientasi Restrukturisasi diri adalah pada perubahan kognisi sendiri, perilaku dan sikap. Ini meliputi restrukturisasi kognitif dan prototipe restrukturisasi perilaku.
Skala skor yang diperoleh untuk masing-masing responden dengan menghitung nilai rata-rata seluruh item yang terdiri dari setiap skala, dengan demikian, nilai skala dapat bervariasi dari 1 sampai 5.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
28
Internal konsistensi Perkiraan konsistensi internal untuk enam orientasi baik. Di tiga studi di mana mahasiswa melaporkan perilaku mereka koping terkait dengan tiga stres antisipatif yang berbeda, Alpha koefisien berikut median diperoleh: .83 (situasional), .86 (emosional), .79 (preventif), .79 (eksistensial), .97 (agama), dan .85 (self-restrukturisasi). Demikian pula, Alpha untuk 16 prototipe juga memuaskan..
Dalam dua penelitian selanjutnya, perkiraan konsistensi internal adalah dari besarnya, sama, jika tidak lebih besar. Alpha Median berkisar dari. 80 sampai. 97 untuk orientasi dan .68 sampai. 96 untuk prototype.
Bukti validitas Langkah-langkah koping sebelumnya telah dikritik karena kurangnya bukti validitas (Cohen, 1987). Namun, menunjukkan validitas instrumen koping adalah tugas yang sulit dan on-going. Karena COAP adalah instrumen baru, validitas data masih terbatas. Namun demikian, proses yang digunakan untuk mengembangkan COAP memastikan tingkat tinggi validitas isi, item berdasarkan tanggapan sebenarnya yang dilaporkan dalam literatur dan oleh responden kami. Barang-barang ini adalah wakil dari berbagai strategi coping bahwa orang-orang benar-benar menggunakan. Dalam mengembangkan Inventarisasi Coping awal, hakim diurutkan item ke orientasi dan hanya komponen-komponen yang ada tingkat kesepakatan 70% atau lebih dipertahankan (Wong & Reker, 1983). Data dari tiga studi percontohan dengan COAP juga mendukung validitasnya. Dalam satu studi prospektif yang menyelidiki bagaimana mahasiswa koping dengan pemeriksaan yang akan datang, sifat hubungan antara orientasi penanggulangan dan gejala psikologis residualized dan mood dysphoric (mengendalikan tingkat awal gejala dan suasana hati melaporkan tiga minggu sebelum pemeriksaan) yang konsisten dengan prediksi . Sebagai contoh, penggunaan yang lebih besar untuk koping emosional melaporkan satu minggu sebelum pemeriksaan dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi dari gejala psikologis residualized dan suasana hati dysphoric, segera dilaporkan sebelum Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
29
pemeriksaan. Dalam studi lain, COAP mampu membedakan perbedaan dalam koping digunakan oleh mahasiswa untuk dua stres antisipatif (pengangguran dan paparan virus AIDS) yang konsensualisme yang dinilai sebagai memerlukan strategi penanganan yang berbeda. Demikian pula, dalam studi lain, COAP mengidentifikasi tiga pola yang berbeda dari koping yang digunakan untuk menangani tiga stres antisipatif yang berbeda (bencana alam, keputusan kerja, bias guru). Dengan demikian, bukti awal mendukung validitas COAP tersebut.
Bukti membangun Concurrent selanjutnya diberikan oleh dua siswa lainnya meninggal whichcorrelated COAP dengan langkah-langkah psikologis lainnya.. Apa yang penting adalah korelasi yang relatif tinggi antara penilaian kembali Positif WOQ dengan Eksistensial Koping dan Agama koping, menunjukkan bahwa penilaian kembali positif dapat eksistensial dan spiritual didasarkan bukan hanya kognitif berbasis. Eksistensial koping berkorelasi positif dengan Rasa Koherensi (Antonovsky, 1979, 1987, 1992), Orientasi Uji Hidup (Lot, Scheier & Carver, 1985, 1987), dan Persepsi Kesehatan Jasmani (Reker & Wong, 1984). Temuan ini lebih menunjukkan nilai adaptif koping eksistensial.
COAP juga telah digunakan untuk belajar koping di usia tua. Van Ranst dan Marcoen (2000) dalam Wong (2006) menemukan bahwa para peserta memanfaatkan maksimal orientasi eksistensial dalam mencoba untuk menerima apa yang telah terjadi pada mereka dan tidak bisa dibatalkan. Selain aktif, berperan koping, mereka juga bergantung pada keyakinan dan praktik keagamaan untuk kenyamanan dan dukungan, sehingga mengkonfirmasikan peran adaptif penting dari agama coping di usia tua (Koenig, 1994 dalam Wong, 2006).
Penggunaan COAP COAP adalah suatu instrumen yang menjanjikan untuk mengukur upaya koping. Klasifikasi
koping
didasarkan
pada
pendekatan
rasional-empiris
yang
menggabungkan kekuatan klasifikasi logis untuk koping dukungan empiris. COAP juga memiliki keuntungan yang memungkinkan berupaya untuk diselidiki pada dua tingkat analisis. Kategori koping luas diperoleh dengan memeriksa Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
30
penanganan di tingkat enam orientasi koping. Kategori-kategori luas mencakup lebih luas dari strategi bertahan dibandingkan tersedia dalam sejumlah langkah koping sebelumnya. Orientasi pencegahan, Eksistensial dan Agama merupakan kategori koping penting yang sering diabaikan atau diberi perwakilan memadai dalam koping instrumen lainnya. Temuan awal dengan COAP tersebut memberikan bukti bahwa ini adalah strategi coping yang penting. Selanjutnya, strategi yang melibatkan restrukturisasi kognisi dan perilaku seseorang juga termasuk, upaya koping seperti telah ditekankan oleh psikolog kognitif-perilaku penting untuk manajemen stres yang efektif.
Tergantung pada sifat dari aplikasi, koping dapat diselidiki baik di tingkat orientasi atau tingkat prototipe. Untuk banyak aplikasi, skor orientasi akan memberikan ringkasan informasi yang paling tepat. Namun, untuk aplikasi lainnya, akan ada kebutuhan untuk membuat pembedaan halus daripada yang diperbolehkan oleh orientasi, dalam kasus seperti itu, maka akan diperlukan untuk memeriksa koping dalam hal prototipe tertentu.
Keuntungan lain dari COAP adalah bahwa orientasi tambahan dan prototipe dapat ditambahkan sebagai situasi stres baru dalam budaya lain menuntut perhatian penelitian. Penambahan ini dapat divalidasi secara independen dari orientasi yang ada dan prototipe. Selain itu, orientasi tertentu dan prototipe dapat dipilih untuk mempelajari berbagai jenis stres. Dengan demikian, pendekatan COAP menyediakan banyak fleksibilitas dan upgrade dalam menghadapi penelitian dan menjanjikan ukuran yang komprehensif koping.
2.4. Model Adaptasi Roy 2.4.1. Dasar Pengembangan Teori Model Adaptasi Roy dibentuk berdasarkan teori interaksi sosial. Sister Callista Roy mengadopsi teorinya berdasar teori adaptasi Helson tahun 1964. Menurut Helson respon adaptif merupakan fungsi dari mulai datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang dibutuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk dari lingkungan internal dan eksternal yang didorong oleh tiga jenis stimulus yaitu Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
31
fokal stimuli, kontekstual stimuli dan residual stimuli ( Tomey dan Alligood, 1998). Roy mengkombinasikan teori tersebut dengan definisi Rapoport’s tentang sistem dan pandangan terhadap manusia sebagai sistem adaptif yang dalam keperawatan dikenal sebagai konsep diri. Roy juga menggunakan teori Coombs dan Snyg tentang konsistensi diri dan faktor mayor yang mempengaruhi konsep diri, juga Cooley yang dipublikasikan Epstein’s tentang persepsi diri
yang merupakan
pengaruh respon persepsi yang lain. Selain konsep-konsep tersebut Roy juga mengembangkan ”nilai humanism” yang berasal dari konsep Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanism dalam keperawatan adalah keyakinan terhadap kemampuan koping manusia yang dapat meningkatkan kemampuan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Pendekatan secara holistik dalam keperawatan adalah dasar dalam ”Humanism”.
2.4.2. Filosofi Model adaptasi Roy adalah system model yang esensial dan banyak digunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan yang kompleks, sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri, adalah berespon melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri dari keadaan rentang sehat sakit dari keadaan lingkungan sekitarnya. Jadi ada 5 faktor penting dari Roy adalah manusia, sehat, sakit, lingkungan dan keperawatan yang saling terkait.
2.4.3. Asumsi Dasar Teori Model Adaptasi dari Roy ini dipublikasikan pertama pada tahun 1970 dengan asumsi dasar model teori ini adalah : Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
32
a.
Setiap orang selalu menggunakan koping yang bersifat positif maupun negatif. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu ; penyebab utama terjadinya perubahan, terjadinya perubahan dan pengalaman beradaptasi.
b.
Individu selalu berada dalam rentang sehat – sakit, yang berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan adaptasi.
Roy menjelaskan bahwa respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh akan menimbulkan suatu kebutuhan dan menyebabkan individu tersebut berespon melalui upaya atau perilaku tertentu. Setiap manusia selalu berusaha menanggulangi perubahan status kesehatan dan perawat harus merespon untuk membantu manusia beradaptasi terhadap perubahan ini.
Roy menjelaskan asumsi dasar teorinya ke dalam paradigma keperawatan. Paradigma keperawatan meliputi
4 (empat) konsep utama yaitu manusia,
lingkungan, kesehatan dan keperawatan.
2.4.3.1. Manusia Manusia sebagai penerima pelayanan keperawatan berada dalam sistem ”adaptif holistik”. Artinya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri secara efektif terhadap perubahan lingkungan baik eksternal maupun internal. Manusia adalah penerima tindakan keperawatan, sesuatu yang hidup, kompleks, memiliki sistem adaptif. Dalam hal ini manusia dibentuk untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar yang memberikan masukan yang mengakibatkan aktifnya sistem kontrol dan proses umpan balik/efektor serta output. (Tomey dan Alligood, 1998)
Dengan demikian lebih spesifik dapat dijelaskan bahwa manusia merupakan sistem adaptif dengan tindakan kognator dan regulator untuk mempertahankan diri dalam 4 (empat) bagian adaptif yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen. (Fitzpatrick dan Whall, 1989) Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
33
Gambar 2.1. Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar ”Model Adaptasi Roy”
Input
Proses control
Stimuli ekstern dan intern Tingkat adaptasi (focal, residual konstektual)
Efektor
Mekanisme koping : Regulator Kognator
Fungsi fisiologi Konsep diri Fungsi Peran Interdependen si
Out put
Respon o o
Adaptif Inefektif
Umpan Balik Sumber : Tomey dan Alligood, 2006
Skema diatas menunjukkan manusia sebagai sistem adaptasi selalu mendapatkan input sebagai stimulus untuk melakukan proses kontrol. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang terdiri dari subsistem regulator dan cognator. Subsistem regulator melakukan koping yang diperlihatkan dalam model adaptasi fisiologis.
Penghubung sistem regulator adalah proses koping neural, kimia dan endokrin. Tanda-tanda yang dinyatakan oleh aktivitas regulator antara lain peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi, ketegangan, kegembiraan, hilang nafsu makan dan meningkatnya serum cortisol. Sedangkan subsistem kognator berhubungan dengan fungsi yang lebih tinggi dari otak yaitu persepsi atau pengolah informasi yang terdiri dari proses perhatian, dan ingatan. Mekanisme koping kognator diperlihatkan dalam 3 (tiga) model adaptif, yaitu konsep diri, interdependen dan fungsi peran. Tanda tidak efektifnya aktivitas kognator dapat berubah salah persepsi, pendengaran tidak efektif, lemah dalam mengambil keputusan maupun tingkah laku yang tidak pantas. Dalam mempertahankan integritas manusia, regulator dan cognator sering dianggap berperan bersama-sama.(Roy & Andrew’s ,1991) ; (George, 1995) ;(Tomey dan Alligood,1998).
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
34
Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dari perubahan lingkungan yang dimanifestasikan melalui efektor atau modes adaptasi terdiri dari : (Meleis, 1997) a. Adaptasi fisiologis meliputi : oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, sensori, cairan dan elektrolit, integritas kulit, fungsi saraf, fungsi endokrin dan reproduksi. b. Konsep diri, menunjukkan keyakinan/perasaan diri sendiri yang mencakup ; persepsi, perilaku dan respon. Konsep diri meliputi integritas psikis, moral / etik / spiritual diri, konsistensi diri, ideal diri dan harga diri. c. Fungsi peran, menggambarkan hubungan interaksi perorangan dengan orang lain yang tercermin pada peran pertama, kedua dan seterusnya. d. Ketergantungan mengidentifikasi nilai manusia, cinta dan keseriusan. Proses ini terjadi dalam hubungan antar manusia dengan individu dan kelompok.
Output dari mekanisme adaptasi manusia adalah respon adaptif dan respon maladaptif/inefektif. Respon adaptif adalah semua yang mengacu pada peningkatan integritas manusia yaitu semua tingkah laku yang tampak ketika manusia dapat mengerti tentang tujuan hidup, tumbuh, produksi dan kekuasaan. Sedangkan respon inefektif adalah respon yang dapat mengganggu integritas manusia. Respon adaptif maupun maladaptif
keduanya akan menjadi
input/masukan melalui proses umpan balik. Kedunya dapat bertindak sebagai suatu stimulus untuk terjadinya mekanisme koping.
2.4.3.2. Lingkungan Lingkungan adalah semua kondisi, keadaan sekitar dan pengaruh lingkungan yang
mempengaruhi
perkembangan
dan
perilaku
seseorang
dan
kelompok.(George, 1995). Lingkungan adalah masukan pada seseorang sebagai sistem adaptif, yang merupakan stimulus internal dan eksternal. Setiap perubahan lingkungan berperan sebagai meningkatkan energi untuk beradaptasi. Tingkat adaptasi
adalah
jangkauan
stimulus
sehingga
manusia
yang
dapat
mengadaptasikan responnya dengan usaha yang wajar. Derajat adaptasi manusia ditentukan oleh kombinasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Adaptasi Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
35
diperoleh jika manusia berespon positif terhadap perubahan lingkungan. Respon positif dapat meningkatkan integritas manusia. (Fitzpatrick & Whall, 1989).
Stimulus fokal adalah stimulus yang langsung menyebabkan keadaan sakit dan ketidakseimbangan, seperti kuman penyebab penyakit. Stimulus konstektual adalah stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi) ketika dalam kondisi sehat, seperti daya tahan tubuh menurun atau perubahan cuaca. Sedangkan stimulus residual adalah sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi terjadinya kondisi sakit yang dikenal dengan faktor predisposisi, seperti gaya hidup tidak sehat atau perubahan fungsi peran.
2.4.3.3. Kesehatan Sehat merupakan refleksi dari kondisi adaptif, dimana terdapat interaksi antara manusia dengan lingkungan. Adaptasi adalah proses meningkatkan integritas fisiologi, psikologi dan sosial, yang dinyatakan secara langsung sebagai kemampuan melaksanakan tujuan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan, yang dikenal dengan kesempurnaan dan kesatuan. (Tomey dan Alligood, 1998). Pada model ini disebutkan pula bahwa kesehatan adalah bagian adaptasi yang dimanifestasikan dengan pembebasan energi yang berhubungan dengan stimulus lingkungan. Proses ini akan meningkatkan integrasi secara keseluruhan. Selanjutnya proses ini akan menjadikan integrasi yang lebih baik. (Meleis, 1997) Dengan demikian sehat merupakan integrasi dan kondisi tidak sehat adalah tidak ada integrasi. Pengertian sehat ini lebih dari tidak adanya penyakit tetapi menunjukkan pada kondisi yang lebih baik. (Fitzpatrick & Whall, 1989).
2.4.3.4. Keperawatan Keperawatan didefinisikan sebagai sistem teori dari pengetahuan yang menentukan proses analisa dan tindakan yang berhubungan dengan tindakan manusia terhadap penyakit dan resiko penyakit. Keperawatan merupakan disiplin praktek karena memiliki ”Scientific Body of Knowledge” yang digunakan untuk memberikan pelayanan yang perlu bagi manusia, dengan cara meningkatkan
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
36
kemampuan dan mempengaruhi kesehatan kearah yang positif. (Tomey dan Alligood, 1998)
Tujuan keperawatan adalah membantu manusia beradaptasi terhadap perubahan yang berhubungan dengan kebutuhan fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi selama sehat dan sakit. Keperawatan menjadi peran unik, yaitu sebagai fasilitator untuk proses adaptasi dengan mengkaji perilaku dalam setiap modes adaptasi dan menangani pengaturan pengaruh stimuli. (Meleis, 1997) 2.5. Proses Keperawatan Berdasar Teori “Model Adaptasi Roy” Sebagai sebuah profesi, keperawatan lebih merupakan suatu disiplin ilmu yang berorientasi pada praktek. Aktivitas spesifik prakteknya diterapkan dalam bentuk proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah untuk menyelesaikan masalah dari hasil pengkajian data yang ditemukan, identifikasi kebutuhan individu, seleksi dan implementasi tindakan keperawatan serta mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
Proses keperawatan menggambarkan pandangan Roy tentang manusia sebagai sistem adaptif. Menurut Roy ada 6 (enam) tahap identifikasi dalam proses keperawatan yaitu : pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, penentuan diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi, dan evaluasi. (Roy & Andrew’s, 1991).
2.5.1. Pengkajian perilaku Model Adaptasi Roy memandang manusia secara holistik sebagai sistem adaptif. Masukan/input dalam proses adaptasi adalah stimuli dari lingkungan internal dan eksternal. Proses adaptasi/mekanisme koping berupa aktivitas regulator dan cognator, yang ditunjukkan dalam oleh 4 (empat) modes Adaptif.
Pengkajian keperawatan berdasarkan model ini meliputi data tentang : 2.5.1.1. Kebutuhan fisiologis, terdiri dari : (George, 1995 ; Tomey dan Alligood, 2006) Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
37
a)
Oksigenasi, yaitu pola penggunaan oksigen untuk pernapasan dan fungsi kardiovaskuler, serta patofisiologinya.
b) Nutrisi, meliputi pola penggunaan nutrisi untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan memperbaiki jaringan yang rusak. c)
Eliminasi, merupakan pola eleminasi dari produk buangan..
d) Aktivitas dan istirahat, adalah pola akivitas dan istirahat. e)
Proteksi, adalah pola yang berhubungan dengan integritas kulit dan kekebalan.
f)
Penginderaan, yaitu proses pemberian informasi teradap proses persepsi.
g) Cairan
dan
elektrolit,
merupakan
proses
yang
kompleks
untuk
mempertahankan cairan dan elektrolit tubuh dalam kondisi yang seimbang. h) Fungsi neurologis, merupakan proses yang komplek yang berhubungan dengan sistem regulator dan kognator. Fungsi ini mengkordinasi dan mengontrol pergerakan tubuh, kesadaran dan fungsi kognitif – emosional. i)
Fungsi endokrin, adalah pola pengaturan endokrin yang berhubungan dengan integrasi dan koordinasi fungsi tubuh.
2.5.1.2. Kebutuhan konsep diri, meliputi ; a) integritas psikis b) moral / etik / spiritual diri c) konsistensi diri, d) ideal diri e) harga diri.
2.5.1.3. Kebutuhan fungsi peran, meliputi; a) proses transisi peran b) perilaku peran c) integrasi peran d) pola penguasaan peran e) proses koping peran.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
38
2.5.1.4.Kebutuhan interdependen, meliputi; a) pola memberi dan menerima, b) afeksi, c) pola kemandirian, d) strategi koping perpisahan dan kesendirian.
Pengumpulan data dilakukan melalui data subyektif, obyektif dan pengukuran data. Roy mengidentifikasi beberapa tanda yang menunjukkan ketidakefektifan adaptasi dari sistem regulator, antara lain ; peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, ketegangan, peningkatan serum cortisol, kehilangan nafsu makan, peningkatan rangsang. Sedangkan ketidakefektifan sistem cognator ditandai dengan salah persepsi, ketidakmampuan belajar, sulit mengambil keputusan, ketidaktepatan berespon.
2.5.2. Pengkajian stimuli Setelah mengkaji perilaku, perawat menganalisa pola perilaku klien untuk mengidentifikasi respon adaptif dan inefektif. Perawat juga perlu mengkaji stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku klien. Stimuli yang mempengaruhi perilaku meliputi focal, contekstual dan residual. Pengkajian stimuli tersebut adalah : 2.5.2.1. Kultur, yang meliputi status sosial ekonomi, etnis dan sistem keyakinan. 2.5.2.2. Keluarga, yang meliputi struktur dan tugas-tugas. 2.5.2.3. Tahap perkembangan meliputi usia, jenis kelamin, tugas, keturunan, dan genetik. 2.5.2.4. Integritas model adaptif – fisiologis ( mencakup patologi
penyakit),
konsep diri, fungsi peran, interdependensi. 2.5.2.5. Efektivitas kognator, meliputi persepsi, pengetahuan, dan ketrampilan. 2.5.2.6. Kondisi lingkungan, meliputi perubahan lingkungan internal atau eksternal, pengelolaan pengobatan, penggunaan obat, alkohol, dan tembakau.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
39
2.6.Diagnosa keperawatan Roy menunjukkkan 3 metode pembuatan diagnosa keperawatan. (George, 1995) 2.6.1. Menggunakan tipe yang berhubungan dengan 4 modes adaptasi. Contoh, hipoksia. 2.6.2. Menggunakan diagnosa dengan mengobservasi respon dalam satu model berdasar stimuli yang paling mempengaruhi. Contoh, nyeri dada akibat kekurangan oksigen pada otot jantung karena cuaca panas. 2.6.3. Menggunakan respon dalam satu atau beberapa modes adaptif yang berhubungan stimulus yang sama. Contoh, nyeri dada pada seorang petani yang bekerja di luar pada cuaca yang panas. Diagnosa dapat ditulis juga dengan kegagalan peran karena keterbatasan kemampuan fisik untuk bekerja pada cuaca panas.
2.7. Menetapkan tujuan Menetapkan tujuan adalah penetapan pernyataan jelas dari hasil perilaku asuhan keperawatan untuk klien. Tujuan umum didefinisikan sebagai mempertahankan dan memperkuat perilaku adaptif dan merubah perilaku tidak efektif menjadi adaptif.
Tujuan
jangka
pendek
mengidentifikasi
hasil
perilaku
yang
meningkatkan adaptasi. Pernyataan tujuan harus menunjukkan perilaku , perubahan yang diharapkan dan kerangka waktu.
2.8. Intervensi Intervensi keperawatan adalah perencanaan tindakan yang ditujukan untuk melakukan perubahan / pengaturan stimulus fokal dan konstektual. Rencana tindakan difokuskan pada peningkatan kesanggupan klien untuk melakukan koping sehingga seluruh stimuli yang mempengaruhi perilaku mampu diadaptasi dengan baik. Perawat dapat pula merencanakan aktivitas spesifik untuk mengubah stimulus terpilih secara tepat. (George, 1995).
2.9. Evaluasi. Evaluasi
mencakup penilaian efektifitas
intervensi keperawatan dalam
hubungan dengan perilaku klien. Perawat perlu mengkaji perilaku klien setelah Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
40
rencana diimplementasikan dan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi menunjukkan efektivitas mekanisme koping klien terhadap stimuli yang diterimanya, dan perawat perlu menggunakan ketrampilan observasi, pengukuran dan wawancara untuk melakukan kegiatan tersebut. Jika tujuan tidak tercapai, perawat
harus menemukan apa yang salah. Perawat
kembali ke langkah pertama untuk melihat secara ketat pada perilaku yang terus menjadi tidak efektif dan mencoba untuk memahami situasinya lebih lanjut.
2.10.
Kerangka Teori
Kerangka teori ini merupakan kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan penelitian. Kerangka teori ini disusun berdasarkan informasi, konsep dan teori. INPUT
PROSES Kontrol
Fokal: Penyakit DM
Efektor
Mekanisme koping: - Pencegahan - Keagamaan - Eksistensi - Situasi - Emosi - Restrukturisasi diri
Kontekstual - Riwayat keluarga dengan DM - Obesitas - Kurang olahraga - Suku/ras - Wanita dengan riwayat DM gestasional, - Hipertensi - Sindrom metabolic - Pengalaman - Pola hidup
-
OUTPUT
Regulator : - Peningkatan tekanan darah. - Peningkatan Gula darah - Kelemahan, - Infeksi berulang - Kandidasis vagina berulang - Penumbuhan luka yang sulit - Gangguan penglihatan
Karakteristik: Usia Jenis kelamin Pendidikan Status Perkawinan. Pekerjaan
Kognator : - Salah persepsi - Pendengaran tidak efektif - Lemah dalam mengambil keputusan - Tingkah laku yang tidak pantas
Residual: - Keyakinan - Nilai - Norma
KEPATUHAN - Diet - Obat - Kontrol - Olah raga
Respon adaptif
patuh
Respon inefektif
Tidak patuh
Keterangan : diteliti =
Bagan 2.2 Kerangka Teori Sumber
:
Roy (1999); Wong, Reker, & Peacock, E. (2006); Lazarus (1993); Rasmun (2004); P.B. PERKENI (2011); LeMone & Black, (2011). Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
41
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart, 2005). Mekanisme koping individu penyandang diabetes mellitus yaitu cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi. Mekanisme koping penyandang DM juga memiliki tipe untuk mengatasi ketidakefektifan koping Individu dengan cara penyelesaian masalah yang berfokus pada masalah, kognitif dan emosi (Stuart & Laraia, 2005), yang dalam pelaksanaannya kemampuan koping individu dapat meningkat dengan mengaktifkan strategi koping yang dimiliki individu yaitu internal dan eksternal (Friedman, 1998 ; Stuart dan Sundeen ,1998). Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi (Lazarus, 1993)
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
10 Universitas Indonesia Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep, hipotesis penelitian dan definisi operasional yang memberi arah pada pelaksanaan penelitian dan analisis data.
3.1 Kerangka konsep Individu khususnya penyandang DM dijadikan responden utama dalam penelitian ini. Penilaian koping individu penyandang DM dibagi menjadi 6 bagian yaitu koping yang berfokus pada situasi, emosi, pencegahan, keagamaan, eksistensi, restrukturisasi diri.
Area penelitian adalah pada Anggota PERSADIA Cabang
RSMM Bogor
khususnya individu penyandang DM. Kerangka konsep dapat digambarkan pada bagan 3.1 Variabel Independent Koping Individu Penyandang DM : - Situasional - Emosional - Pencegahan - keagamaan - Eksistensial - Restrukturisasi diri
-
Variabel Dependent
Tingkat Kepatuhan - Diet - Minum Obat - Olahraga - Kontrol
Karakteristik Umur Jenis Kelamin Pendidikan Status Perkawinan. Pekerjaan
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 42
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
43
3.2 Hipotesis 3.2.1 ada hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan) penyandang DM dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor. 3.2.2 ada hubungan antara koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor. 3.2.3 ada hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan) penyandang DM dengan koping individu penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor.
3.3 Definisi Operasional Variabel penelitian harus didefinisikan secara operasional untuk memudahkan dalam mencari hubungan antara satu variabel dengan yang lainnya dan untuk memudahkan dalam pengukuran. Definisi operasional adalah suatu definisi berdasarkan pada karakteristik tertentu, yang dapat diobservasi dari yang didefinisikan atau merubah konsep-konsep berupa konstruk dengan kata-kata sehingga dapat memberikan gambaran perilaku atau gejala yang dapat diamati dan dapat diuji serta ditentukan kebenarannya oleh orang lain (Sarwono,2006)
Variabel operasional bermanfaat untuk : 1) mengidentifikasi kriteria yang dapat diobservasi yang sedang didefinisikan; 2) menunjukkan bahwa suatu konsep atau objek mungkin mempunyai lebih dari satu definisi operasional; 3) mengetahui bahwa definisi operasional bersifat unik dalam situasi dimana definisi tersebut harus digunakan. Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel independen dan dependen Variabel
Definisi Operasional
Variabel Independen Umur Jumlah tahun yang dihitung dari lahir seseorang sampai hari ulang tahun terakhir Jenis Kelamin
Ciri seseorang yang dibawa sejak lahir.
Alat Ukur dan Cara ukur Kuisioner tentang usia responden dalam tahun.
Hasil Ukur Dinyatakan dengan tahun
Kuisioner tentang Jenis 1. Laki-laki Kelamin 2. Perempuan
Skala Rasio
Nominal
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
44
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur dan Cara Hasil Ukur ukur Kuisioner tentang 1. Dasar pendidikan 2. Menengah 3. Tinggi
Skala
Pendidikan
Hasil belajar yang diperoleh responden secara formal untuk mendapatkan ijazah dengan katagori Dasar berpendidikan Sekolah Dasar (SD), Menengah berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Tinggi berpendidikan Dilpoma, Sarjana (S1), Magister (S2) dan Doktoral (S3).
Status Perkawinan
Ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara mereka maupun keturunan dengan katagori Status perkawinan terdiri atas tidak kawin yaitu belum menikah dan janda atau duda, katagori kawin adalah menikah dan pasangannya masih hidup.
Kuisioner tentang status 1. Tidak perkawinan Kawin 2. Kawin
Nominal
Pekerjaan
Sesuatu yang dilakukan responden untuk mendapat nafkah dengan katagori pekerjaan adalah bekerja terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, wiraswasta, dan buruh. Tidak bekerja terdiri atas tidak punya pekerjaan, pensiunan dan Ibu Rumah Tangga (IRT).
Kuisioner pekerjaan
tentang 1. Tidak Bekerja 2. Bekerja
Nominal
suatu respon individu untuk mengatasi stressor yang dipengaruhi oleh kondisi penyakit DM sehingga individu dapat beradaptasi dengan lingkungan yang meliputi koping individu yang berorientasi pada situasi, emosi, keagamaan, pencegahan, eksistensi
Kuesioner tentang koping 1. inefektif yang biasa digunakan 2. adaptif individu adalah Coping Orientations and Prototypes (COAP) Wong, Reker, & Peacock 2006 yang terdiri atas 81 item pertanyaan. Alat ukur dengan menggunakan penilaian skala likert (tidak pernah)
Nominal
Koping Individu Penyandang DM
Ordinal
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
45
Variabel
Definisi Operasional dan restrukturisasi diri.
Variabel Dependen Kepatuhan Komitmen penyandang Penyandang DM dalam menepati diet, DM minum obat, olah raga dan kontrol ke pelayanan kesehatan.
Alat Ukur dan Cara ukur (Jarang),(Kadang-kadan) , (Sering), (Selalu).
Kuisioner Kepatuhan Penyandang DM yang terdiri dari 40 pertanyaan
Hasil Ukur
1:tidak patuh 2: patuh
Skala
Nominal
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
Bab 4 ini dibahas mengenai desain penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpul data, uji validitas dan reliabilitas instrumen, prosedur pengumpulan data, dan analisis data 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif menggunakan rancangan crossectional, yaitu peneliti melakukan pengukuran atau penelitian dalam satu waktu. Tujuan spesifik penelitian cross-sectional adalah untuk mendeskripsikan fenomena atau hubungan berbagai fenomena atau hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dalam satu waktu/sesaat (Polit & Hungler, 1999; Sastroasmoro & Ismail, 2010).
Polit dan Hungler (1999) mengemukakan bahwa keuntungan utama desain penelitian cros-sectional adalah praktis, ekonomis dan mudah dilaksanakan. Sedangkan kelemahannya karena penelitian ini hanya dilakukan dalam satu waktu sering memberikan hasil yang ambigu atau kurang mencerminkan kondisi yang sebenarnya karena manusia bersifat dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu. Peneliti menggunakan pendekatan cros-sectional karena penelitian ini bermaksud mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel dependen terhadap variabel independen dalam satu kali pengukuran menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang Bogor.
4.2 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota persadia yang menjadi penyandang DM, dan tercatat sebagai anggota persadia cabang RSMM Bogor sejumlah 691 orang penyandang DM tipe II.
46
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
47
Sampel dalam penelitian ini adalah anggota persadia yang menjadi penyandang DM anggota persadia cabang RSMM Bogor yang mengikuti kegiatan senam DM pada bulan Januari 2013. Pengambilan sampel dengan metode nonprobability sampling dengan teknik simple random sampling yaitu dengan menghitung terlebih dahulu jumlah subjek dalam populasi yang akan dipilih sampelnya, kemudian tiap subjek diberi nomor, dan dipilih sebagian dari mereka dengan bantuan tabel angka random tertentu (Sastroasmoro dan Ismael, 2008).
Kriteria inklusi sebagai berikut: a. Penyandang DM yang menjadi anggota Persadia Cabang RSMM Bogor b. Penyandang DM bisa menulis, membaca dan berbahasa Indonesia. c. Bersedia menjadi responden penelitian d. Penyandang DM tipe II e. Lama menderita minimal 1 bulan
Besar sampel diperkirakan berdasarkan perhitungan rumus penelitian analitik korelatif menurut Lemeshow (1997), yaitu:
N n: 1 N (d 2 )
Keterangan : N: besar populasi n: besar sampel d: kesalahan yang diperbolehkan 10%
Hasil perhitungan sample adalah sebagai berikut n:
691 1 691(0,12 )
n: 87,35 dibulatkan menjadi 88 sampel.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka akan diambil sampel sejumlah 88 responden. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple random sampling yaitu dengan menghitung terlebih dahulu jumlah subjek dalam populasi yang akan dipilih sampelnya, kemudian tiap subjek diberi nomor, dan dipilih sebagian dari mereka dengan bantuan tabel angka random tertentu (Sastroasmoro dan Ismael, 2008). Pengambilan sampel dalam penelitian Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
48
diambil secara acak dengan cara mengundi, dari semua penyandang DM yang hadir dan memenuhi kriteria inklusi dicatat namanya pada secarik kertas, kemudian kertas digulung dan di kocok selanjutnya dikeluarkan secara acak sebanyak 88 gulungan. Kedelepan gulungan kertas inilah yang terpilih menjadi responden.
4.3 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Persadia Cabang RSMM Bogor merupakan salah satu komunitas penyandang DM sekuruh Indonesia yang menempati sekretariat di lingkungan Rumah Sakit Marzuki Mahdi Bogor, dengan pertimbangan lokasi mudah jangkau dan representatif, kegiatan terjadwal, teratur dan terorganisir, struktur organisasi kepengurusan jelas, pengurus Persadia Cabang RSMM Bogor koopertif dan aktif dalam berbagai kegiatan yang ada.
4.4 Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai dari September 2012 sampai Januari 2013, Pengambilan data penelitian dilakukan pada Bulan Januari 2013. Jadwal kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat di lihat pada lampiran 2.
4.5 Etika Penelitian Peneliti memegang prinsip scientific attitude sikap ilmiah dan etika penelitian keperawatan yang mempertimbangkan aspek sosioetika dan harkat martabat kemanusiaan (Jacob, 2004). 4.5.1. Prinsip
pertama
mempertimbangkan
hak-hak
responden
untuk
mendapatkan informasi terbuka dan berkaitan dengan penelitian serta bebas menentukan pilihan atau bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian (autonomy). Setiap responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak menjadi responden dengan cara menandatangani informed concent atau surat pernyataan kesediaan yang telah disiapkan oleh peneliti, lembar informed concent (lampiran 2).
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
49
4.5.2. Prinsip kedua tidak menampilkan informasi nama dan alamat asal responden dalam kuisioner dan alat ukur untuk menjamin anonimitas (anonymous) dan kerahasiaan (confidentiality), untuk itu peneliti menggunakan nomor responden. Prinsip ini dilakukan dengan cara tidak memberikan format isian nama dalam lembar kuesioner, sehingga responden tidak terarah untuk mengisikan nama pada lembar kuesioner. Prinsip kerahasiaan diterapkan dengan memberikan keyakinan kepada responden bahwa hasil kuesioner yang sudah dikembalikan kepada peneliti tidak dipublikasikan kepada siapapun dan hanya diketahui oleh peneliti sendiri. 4.5.3. Prinsip ketiga merupakan konotasi keterbukaan dan keadilan (justice) dengan menjelaskan prosedur penelitian dan memperhatikan kejujuran (honesty) serta ketelitian. Prinsip keadilan dilakukan dengan cara tidak membedakan responden yang hasil isian kuesionernya tinggi dan rendah. Peneliti menerapkan kejujuran terhadap responden dengan cara peneliti bersikap jujur terhadap hasil penelitian yang didapatkan. 4.5.4. Prinsip
keempat
adalah
memaksimalkan
hasil
yang
bermanfaat
(beneficence) dan meminimalkan hal merugikan (maleficence). Prinsip bermanfaat dilakukan oleh peneliti dengan cara setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti memberikan penyuluhan dengan materi koping pada individu penyandang DM, sehingga responden mendapatkan manfaat dari pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini tidak akan berdampak terhadap kesehatan pasien dan jika setelah dilakukan penelitian responden mengalami masalah fisik maupun psikologis akibat mengikuti penelitian ini, peneliti akan melakukan rujukan penanganan ke pakarnya.
4.6 Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri atas 3 kuesioner yaitu kuesioner karakteristik, Lembar Isian Pengalaman Koping Individu Penyandang DM dan Lembar Isian Pengalaman Tingkat Kepatuhan Penyandang DM. Alat pengumpul data ini dapat di lihat pada lampiran 7
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
50
4.6.1. Karakteristik Kuesioner karakteristik dikembangkan oleh peneliti yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status kawin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan.
4.6.2. Lembar Isian Pengalaman Koping Individu Penyandang DM Kuesioner Lembar Isian Pengalaman Koping Individu Penyandang DM koping individu diadopsi dari Coping Orientations and Prototypes (COAP) yang dikembangkan oleh Wong, Reker, & Peacock (2006) dengan nilai validitas 0.80 0.97 sedangkan realibilitasnya adalah berorientasi pada situasi 0.83, berorientasi pada emosi 0.86, berorientasi pada pencegahan 0.78, berorientasi pada keagamaan 0.97, berorientasi pada eksistensi 0.79, dan berorientasi pada restrukturisasi diri 0.85. Kuesioner koping individu terdiri dari 81 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban yaitu tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering dan selalu. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Kisi-kisi kuesioner koping individu sebelum dan setelah uji coba Sub Varian Berorientasi pada situasi Berorientasi pada Emosi
Berorientasi pada Pencegahan. Berorientasi pada keagamaan Berorientasi pada eksistensi Berorientasi pada Restrukturisasi diri Jumlah
Pertanyaan sebelum uji coba Positif Negatif 2,5,15,25,30,40, 1, 26, 49, 80 56,58,61,68 3,4,18,22,27,28,
8,12,17,21,31,3
34,41,44,45,52,
2,36,42,43,55,6
57,79
7,72,75
10,14,19,20,33, 38,46,65,70 6,7,29,37,47,51, 60,73,76. 11,16,35,39,53,6 2,66,69,74,77.
23,50, 63,
54
∑ 14
4,18,22,27,28, 26
11
0
9
0
10
59, 64, 81 27
34,41,44,45,57 ,79
71, 78
9,13,24,48,54,
Pertanyaan setelah uji coba Positif Negatif 5,15,25,30, 1, 26, 80 40,56,58,61,68
10,14,19,20,33 ,38,46,65,70 6,,29,37,47,51, 60,73,76. 11,16,39,53,62 ,66,69,74,77.
∑ 12
12,17,21, 42,55,67.
71, 78
0
0
17
11
8 9
9,13,24, 11
23,50, 63,
48,54,59,
11
64, 81 81
57
19
68
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
51
Tabel 4.1. dapat di jelaskan bahwa hasil validitas dan reliabilitas yaitu nilai koefisien validitas antara 0.400 dan 0.928, dengan nilai koefisien validitas lebih besar dari 0,391 maka : 4.6.2.1. koping individu berorientasi pada situasi Pada pernyataan subvarian koping individu berorientasi pada situasi sebelum ujicoba dari empat belas (14) item pernyataan yang tidak valid dua 2) item yaitu : a) 2(+) nilai koefisien validitas 0.340 b) 49(-) nilai koefisien validitas 0.205 Jadi setelah ujicoba pernyataan yang valid berjumlah duabelas (12).
4.6.2.2 koping individu berorientasi pada emosi Pada pernyataan subvarian koping individu berorientasi pada emosi sebelum ujicoba dari dua puluh enam item pernyataan yang tidak valid sembilan (9) item yaitu : a) 3(+) nilai koefisien validitas 0.111 b) 8(-) nilai koefisien validitas 0.280 c) 31(-) nilai koefisien validitas 0.324 d) 32(-) nilai koefisien validitas 0.046 e) 36(-) nilai koefisien validitas 0.400, pada uji validitas kedua nilai koefisien validitasnya 0. 377 f) 43(-) nilai koefisien validitas 0.831 g) 52(+) nilai koefisien validitas 0.361 h) 72(+) nilai koefisien validitas 0.246 i) 75(+) nilai koefisien validitas 0.316 Jadi setelah ujicoba pernyataan yang valid berjumlah tujuh belas (17) item.
4.6.2.2. Koping individu berorientasi pada kegamaan Pada pernyataan subvarian koping individu berorientasi pada kegamaan sebelum ujicoba dari sembilan (9) item pernyataan yang tidak valid satu item yaitu : 7(+) nilai koefisien validitas 0.294,
jadi setelah ujicoba pernyataan yang valid
berjumlah delapan (8) item.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
52
4.6.2.3.Koping individu berorientasi pada eksistensi Pada pernyataan subvarian koping individu berorientasi pada eksistensi sebelum ujicoba dari sepuluh (10) item pernyataan yang tidak valid satu item yaitu : 35(+) nilai koefisien validitas 0.036, jadi setelah ujicoba pernyataan yang valid berjumlah sembilan (9) item.
4.6.2.4.Koping individu berorientasi pada pecegahan Pada pernyataan subvarian koping individu berorientasi pada pecegahan dan restrukturisasi diri semuanya valid dengan nilai koefisien validitas lebih besar dari 0.391. Tabel 4.2. Kisi-kisi kuesioner koping individu setelah uji coba dengan penomoran baru Sub Varian Berorientasi pada situasi Berorientasi pada Emosi Berorientasi pada Pencegahan. Berorientasi pada keagamaan Berorientasi pada eksistensi Berorientasi pada Restrukturisasi diri Jumlah
Pertanyaan setelah uji coba Positif Negatif 3, 11, 21, 26, 32, 45, 1, 22, 67 47 ,50 2, 14, 18, 23, 24, 28, 8, 13, 17, 34, 44, 33, 35, 36, 46, 66 56 6, 10, 15, 16, 27, 30, 60, 65 37, 54, 59 4, 25, 29, 38, 41, 49, 0 61, 63. 7, 12, 31, 42, 51, 55, 0 58, 62, 64. 19,40, 52, 5, 9, 20, 39, 43, 48, 53, 68 57 19
Jumlah 11 18 11 8 9 11 68
Pernyataan Positif (TP) Tidak Pernah mempunyai nilai 1, (JR) Jarang mempunyai nilai 2, (KD) Kadang-kadang mempunyai nilai 3, (SR) Sering mempunyai nilai 4, (SL) bila Selalu mempunyai nilai 5. Pernyataan Negatif (TP) mempunyai nilai 5, (JR) mempunyai nilai 4, (KD) mempunyai nilai 3, (SR) mempunyai nilai 2, (SL) mempunyai nilai 1.
4.6.3. Lembar Isian Pengalaman Tingkat Kepatuhan Penyandang DM Kuesioner Lembar Isian Pengalaman Tingkat Kepatuhan Penyandang DM dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan pada konsep System Model’s yang dikembangkan Betty Neuman adalah pendekatan manusia secara menyeluruh Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
53
(holistic) yang berdasarkan pada kerangka kerja sistem adaptasi.. Kuisioner kepatuhan penyandang DM yang terdiri dari 40 pernyataan dengan 5 pilihan jawaban yaitu tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering dan selalu. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.3. Kisi-kisi kuesioner tingkat kepatuhan sebelum dan setelah uji coba Sub Varian Kepatuhan Diet Kepatuhan Minum Obat Kepatuhan Berolah raga Kepatuhan Kontrol Jumlah
Pertanyaan sebelum uji coba Positif Negatif 1,5,29,33,36, 9, 13, 17, 21, 39 25 2,6,10,14,18
∑ 11
12, 26, 30
8
31, 40
11
16,20,24
10
13
40
3,7,11,15,19, 23,27, 34,37 4,8,12,28,32, 35,38 27
Pertanyaan setelah uji coba Positif Negatif 1,5,29,33,36, 9,13,17,21, 39 25 2,10, 18, 11,15,19,23, 27, 34,37 4,8,12,28,32, 35,38 23
∑ 11
12
4
40
8
16,20,24
10
10
33
Tabel 4.3. dapat di jelaskan bahwa hasil validitas dan reliabilitas yaitu nilai koefisien validitas antara 0,427 dan 0,797, dengan nilai koefisien validitas lebih besar dari 0,391 maka : 4.6.3.1.Kepatuhan Minum Obat Pada pernyataan subvarian kepatuhan minum obat sebelum ujicoba dari delapan (8) item pernyataan yang tidak valid empat (4) item yaitu : a) 6(+) nilai koefisien validitas 0.387 b) 14(+) nilai koefisien validitas -0,018 c) 26(-) nilai koefisien validitas 0.253 d) 30(-) nilai koefisien validitas 0.335
4.6.3.2.Kepatuhan Berolah Raga Pada pernyataan subvarian kepatuhan berolah raga sebelum ujicoba dari sebelas (11) item pernyataan yang tidak valid tiga (3) item yaitu : a) 3(+) nilai koefisien validitas 0.202 b) 7(+) nilai koefisien validitas 0.259 c) 31(+) nilai koefisien validitas 0.320 d) Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
54
Pada pernyataan subvarian kepatuhan diet dan kontrol semuanya valid dengan nilai koefisien validitas lebih besar dari 0.391. Tabel 4.4. Kisi-kisi kuesioner koping individu setelah uji coba penomoran baru Sub Varian Kepatuhan Diet Kepatuhan Minum Obat Kepatuhan Berolah raga Kepatuhan Kontrol Jumlah
Pertanyaan setelah uji coba Positif Negatif 1,4, 24,26,29,32 6, 10, 13, 17, 21 2,7,14. 9. 8,11,15,19,22,27,30 33. 3,5,9,23,25,28,31 12,16,20 23 10
∑ 11 4 8 10 33
Pernyataan Positif (TP) Tidak Pernah mempunyai nilai 1, (JR) Jarang mempunyai nilai 2, (KD) Kadang-kadang mempunyai nilai 3, (SR) Sering mempunyai nilai 4, (SL) bila Selalu mempunyai nilai 5. Pernyataan Negatif (TP) mempunyai nilai 5, (JR) mempunyai nilai 4, (KD) mempunyai nilai 3, (SR) mempunyai nilai 2, (SL) mempunyai nilai 1.
4.7. Uji Coba Instrumen Uji validitas koping individu
tingkat dan kepatuhan menggunakan pearson
product moment dengan membandingkan r tabel dengan r hasil dimana bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid. Uji Reliabilitas pada penelitian ini dilakukan secara one shoot atau diukur sekali saja yaitu pengukuran dilakukan hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lainnya dan dilakukan pada beberapa pertanyaan (Hastono, 2007). Pengujian ini dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu, jadi jika pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang, tetapi jika pertanyaan tersebut sudah valid baru secara bersama-sama dilakukan pengukuran reliabilitas. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan nilai yang sama. Instrumen penelitian dinyatakan memenuhi reliabilitas jika Cronbach’s coefficient-alpha lebih besar dari nilai r tabel.
Uji coba istrumen dilakukan Bulan Desember 2012 pada 25 orang responden penyandang DM anggota Persadia Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
55
Kabupaten Tegal. Hasil uji validitas lembar isian pengalaman koping individu pada 81 item pertanyaan terhadap 25 orang responden untuk menguji kelayakannya penelitian diperoleh hasil validitas dan reliabilitas yaitu nilai koefisien validitas antara 0.400 dan 0.928, dari 81 item pernyataan ada dua belas item pernyataan yang tidak valid yaitu nomor item 2, 3, 7, 8, 31, 32, 35, 43, 49, 52, 72 dan 75. Item lainnya sudah valid, nilai koefisien validitas lebih besar dari nilai batas atau kriteria validnya suatu item yaitu 0,391. Selanjutnya item yang tidak valid dieleminasi, kemudian dihitung kembali validitasnya. Hasil perhitungan menunjukkan untuk item lembar isian pengalaman koping individu dengan 69 item pernyataan dapat dilihat nilai koefisien validitas antara 0,397 dan 0,917. Dari 69 item pernyataan ada satu item pernyataan yang tidak valid yaitu nomor item 36. Item lainnya sudah valid, nilai koefisien validitas lebih besar dari nilai batas atau kriteria validnya suatu item yaitu 0,391.Dari 68 item pernyataan semuanya sudah valid, nilai koefisien validitas lebih besar dari nilai batas atau kriteria validnya suatu item yaitu 0,391 pada n=25. Untuk item yang tidak valid dieleminasi.
Hasil uji validitas lembar isian pengalaman kepatuhan penyandang DM pada 40 item pertanyaan terhadap 25 orang responden untuk menguji kelayakannya penelitian diperoleh hasil validitas dan reliabilitas yaitu nilai koefisien validitas antara 0,427 dan 0,797. Dari 40 item pernyataan ada tujuh item pernyataan yang tidak valid yaitu nomor item 3, 6, 7, 14, 26, 30 dan 31. Item lainnya sudah valid, nilai koefisien validitas lebih besar dari nilai batas atau kriteria validnya suatu item yaitu 0,391. Selanjutnya item yang tidak valid dieleminasi, kemudian dihitung kembali validitasnya. Hasil perhitungan menunjukkan untuk item lembar isian pengalaman kepatuhan penyandang DM dengan 33 item pernyataan dapat dilihat nilai koefisien validitas antara 0,459 dan 0,947. Dari 33 item pernyataan semuanya sudah valid, nilai koefisien validitas lebih besar dari nilai batas atau kriteria validnya suatu item yaitu 0,391 pada n=25. Untuk item yang tidak valid dieleminasi.
Uji Reliabilitas pada lembar isian pengalaman koping individu nilai koefisien Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
56
reliabilitas Cronbach’s coefficient-alpha dari 68 item pertanyaan yang reliabel adalah 0,956 menunjukkan kuesioner tersebut mempunyai keandalan yang baik dalam mengukur variabel koping individu. Dengan demikian lembar isian pengalaman koping individu sudah bisa digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Sedangkan Uji Reliabilitas pada lembar isian pengalaman kepatuhan penyandang DM nilai koefisien reliabilitas Cronbach’s coefficientalpha dari 33 item pertanyaan yang valid reliabel adalah 0,956 menunjukkan kuesioner tersebut mempunyai keandalan yang baik dalam mengukur variabel kepatuhan penyandang DM. Dengan demikian lembar isian pengalaman kepatuhan penyandang DM sudah bisa digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini.
Tabel 4.5. Perbandingan hasil Uji Validitas dan Realiabilitas antara COAP dengan Peneliti Variabel Koping Individu berorientasi pada situasi berorientasi pada emosi berorientasi pada pencegahan berorientasi pada keagamaan berorientasi pada eksistensi berorientasi pada restrukturisasi diri Tingkat Kepatuhan
Validitas COAP Peneliti 0.80 - 0.97 0.400-0.928 0.397-0.917 0.80 - 0.97 0.80 - 0.97 0.80 - 0.97 0.80 - 0.97 0.80 - 0.97 0.80 - 0.97 0.427-0.797 0.459-0.947
Realibilitas COAP Peneliti 0.956 0.956 0.83 0.86 0.78 0.97 0.79 0.85 0.956 0.956
Uji coba 1 2
1 2
4.8. Prosedur Penelitian Prosedur pengumpulan data terdiri dari prosedur administratif dan prosedur pelaksanaan. 4.8.1. Prosedur Administratif 4.8.1.1. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji etik oleh komite etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan hasil uji etik menyatakan proposal pengaruh Hubungan Koping Individu Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyandang DM Sebagai Anggota PERSADIA Cabang RSMM Bogor. 4.8.1.2. Permohonan ijin dalam hal ini peneliti membuat surat pengantar dari fakultas yang kemudian diberikan ke ketua Persadia Cabang RSMM Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
57
Bogor. Setelah mendapat ijin, peneliti akan melakukan koordinasi dengan ketua Persadia Cabang RSMM Bogor. 4.8.1.3. Selanjutnya peneliti menyampaikan surat permohonan penelitian kepada ketua PERSADIA Cabang RSMM Bogor. 4.8.1.4. Setelah mendapat persetujuan peneliti melakukan koordinasi dengan unit untuk mencari informasi tentang klasifikasi anggota penyandang DM.
4.8.2. Prosedur Pelaksanaan Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 4.8.2.1. Pelaksanaan penelitian mulai dilakukan, sebagai langkah awal peneliti memberikan penjelasan kepada responden mengenai penelitian. 4.8.2.2. Responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan dengan terlebih dahulu membacanya. 4.8.2.3. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya atau meminta penjelasan atas pertanyaan yang diajukan selama pengisian kuesioner. 4.8.2.4. Peneliti memberikan responden waktu untuk menjawab pertanyaan pada kuesioner. Hal ini dilakukan selama proses pengisian data kuesioner dan pengambilan data dari responden. 4.8.2.5. Peneliti memeriksa kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden untuk mengantisipasi jika ada pertanyaan yang belum terjawab oleh responden.
4.9.Pengolahan dan Analisis Data Ada dua tahapan analisa data, yaitu berupa pengolahan data dan analisa data. 4.9.1. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul sebelum dianalisa terlebih dicek dan edit data untuk kelengkapannya. Selanjutnya coding data, entry data, lalu dilakukan cleaning data dan disimpan dalam file analisis tersendiri melalui proses sebagai berikut : 4.9.1.1. Editing Data Peneliti memeriksa ulang instrumen yang telah diisi oleh responden yaitu tentang kelengkapan pengisian datanya, kesalahan atau ada jawaban dari kuesioner yang Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
58
belum diisi oleh responden.
4.9.1.2. Coding Data Setelah editing maka peneliti memberikan kode pada setiap respon responden untuk memudahkan dalam pengolahan data dan analisis data.
4.9.1.3. Entry Data Peneliti memasukkan data hasil jawaban responden terhadap kuesioner dalam bentuk kode ke program komputer dan diproses dengan paket program yang sudah ada di komputer.
4.9.1.4. Cleaning Data Peneliti membersihkan seluruh data agar terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisa data, baik itu kesalahan dalam pengkodean maupun dalam membaca kode. Kesalahan bisa dikarenakan pada saat memasukkan data ke komputer, sehingga pengecekan kembali terhadap kemungkinan adanya data yang tidak valid, bisa diperbaiki dan kemudian dianalisis.
4.9.2. Analisis Data Analisis data yang akan dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan bantuan program perangkat lunak komputer. 4.9.2.1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat hasil dari masing-masing variabel. Data yang berjenis kategori disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Data berjenis kategorik antara lain pada variabel karakteristik responden adalah jenis kelamin, status kawin, pendidikan dan pekerjaan, ditambahkan dengan variabel koping individu dan variabel kepatuhan. Sedangkan data berjenis numerik yaitu umur disajikan nilai rerata mean, median, SD, nilai minimal dan nilai maksimal serta Confident Interval (CI 95%).
4.9.2.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
59
independent dengan variabel dependent. Analisis bivariat dalam penelitian ini menguji hubungan koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM. Hasil data dari variabel independent (koping individu dan karakteristik) dan variabel dependent (tingkat kepatuhan) merupakan jenis data kategorik sehingga pengujian statistik yang digunakan adalah uji Chi Square.
Tabel. 4.6. Analisis Bivariat Variabel Independent dan Dependent dengan Tingkat Kepatuhan Variabel Independent Umur Jenis kelamin Status kawin Tingkat pendidikan Pekerjaan Koping individu Umur Jenis kelamin Status kawin Tingkat pendidikan Pekerjaan
Variabel Dependent
Tingkat Kepatuhan
Tingkat Kepatuhan
Koping individu
Uji statistik T test independent Chi-Square Chi-Square Chi-Square Chi-Square Chi-Square T test independent Chi-Square Chi-Square Chi-Square Chi-Square
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 5 HASIL PENELITIAN Bab 5 ini menguraikan hasil penelitian mengenai hubungan koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota persadia RSMM Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013, dengan jumlah responden sebanyak 88 penyandang DM yang di peroleh dari PERSADIA cabang RSMM Bogor. Hasil Analisa penelitian berupa hasil analisis univariat dan bivariat.
5.1 Analisis univariat 5.1.1. Karakteristik Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan). Berikut ini tabel 5.1. ditampilkan hasil penelitian terkait karakteristik responden berdasarkan usia.
Tabel 5.1 Distribusi responden penyandang DM berdasarkan usia sebagai anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Umum Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 Variabel Usia
N 88
Mean 55,75
Median 55,50
SD 7,836
Min-maks 30-72
95% CI 54,09-57,41
Hasil penelitian pada tabel 5.1. rata rata responden berusia adalah 55,75 tahun ini berarti responden di dominasi oleh dewasa akhir, ada responden dewasa awal usia termuda 30 tahun dan usia lanjut usia tertua 72 tahun.
60
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
61
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan, Status Perkawinan dan Pekerjaan Penyandang DM Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 (n=88) Variabel Jenis Kelamin Pendidikan
Status Perkawinan Pekerjaan
Kategori Laki-laki Perempuan Dasar Menengah Tinggi Kawin Belum Kawin Bekerja Tidak Bekerja
Frekuensi 19 69 22 47 19 62 26 31 57
Persentase 21,6 78,4 25,0 53,4 21,6 70,5 29,5 35,2 64,8
Pada tabel 5.2. menjelaskan bahwa penyandang DM dengan jenis kelamin wanita sebanyak 69 responden (78,4%) dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 47 responden (53,4%) yang mempunyai status perkawinan kawin 62 responden (70,5%) dan tidak bekerja
57 responden tidak bekerja (64,8%). Tingkat
pendidikan responden secara lengkap SD sebanyak 22 responden (25%), SMP sebanyak 11 responden (12,5%), SMA sebanyak 36 (40,9%), Diploma sebanyak 14 responden (15,9%), S1 sebanyak 3 responden (3,4%), S2 sebanyak 1 responden (1,1%), S3 sebanyak 1 responden (1,1%). Status perkawinan janda/duda 25 responden (28,4%), belum kawin 1 responden (1,1%). Penyandang DM yang tidak bekerja terdiri atas: Pensiunan 19 responden (21,5%) dan ibu rumah tangga (IRT) 36 responden (43,2%), Sedangkan penyandang DM yang tidak bekerja terdiri atas: PNS 2 responden (2,3%), TNI POLRI 9 responden (17%), Pegawai swasta 15 responden (29,5), Wiraswasta 4 responden (4,5%), dan Buruh 1 responden (1,1%).
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
62
5.1.2. Koping Individu Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Koping Individu Penyandang DM Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 (n=88) Variabel Koping Individu
Kategori Inefektif Adaptif
Frekuensi 41 47
Persentase 46,5 53,5
Pada tabel 5.3. menjelaskan bahwa penyandang DM yang menggunakan koping adaptif 47 responden (53,5%) sedangkan penyandang DM yang menggunakan koping inefektif
4 responden (53,5%), adapun hasil komponen dari koping
individu terdiri atas : berorientasi pada situasi adaptif 54 responden (61,4%), inefektif 34 responden (38,4%) , berorientasi pada emosi adaptif 46 responden (52,3%), inefektif 42 responden (47,7%) , berorientasi pada keagamaan adaptif 62 responden (70,5%), inefektif 26 responden (29,5%), berorientasi pada pencegahan adaptif 48 responden (54,5%), inefektif 40 responden (45,5%), berorientasi pada eksistensi adaptif 49 responden (55,7%), inefektif 39 responden (44,3%) dan berorientasi pada restrukturisasi diri adaptif 44 responden (50%) dan inefektif 44 responden (50%).
5.1.3. Tingkat Kepatuhan Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Koping Individu Dan Tingkat Kepatuhan Penyandang DM Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 (n=88) Kategori Frekuensi Persentase 40 45,5 Tidak Patuh Tingkat Kepatuhan 48 54,5 Patuh Pada tabel 5.4. menjelaskan bahwa penyandang DM yang memiliki tingkat Variabel
kepatuhan patuh 48 responden (54,5%), sedangkan menjelaskan bahwa penyandang DM yang memiliki tingkat kepatuhan tidak patuh 40 responden (45,5%), adapun komponen dari tingkat kepatuhan terdiri atas : kepatuhan diet patuh 47 responden (53,4%), tidak patuh 41 responden (46,6%), kepatuhan Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
63
minum obat patuh 45 responden (51,1%), tidak patuh 43 responden (48,9%) , kepatuhan olah raga patuh 45 responden (51,1%), tidak patuh 43 responden (48,9%) serta kepatuhan kontrol patuh 46 responden (52,3%), tidak patuh 42 responden (47,7%).
5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel Independen (koping individu) dan karakteristik dengan tingkat kepatuhan sebagai variabel dependen juga untuk mengetahui hubungan variabel Independen (karakteristik) dengan koping individu sebagai variabel dependen . Pada analisis bivariat dilakukan dengan 2 uji pada α;0.05, yaitu uji Chi-square dan independent t-test. Uji Chi-square untuk mengetahui hubungan variabel koping individu, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan dengan tingkat kepatuhan Serta mengetahui hubungan antara jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan dengan koping individu. Sedangkan independent t-test dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel usia dengan tingkat kepatuhan dan untuk mengetahui hubungan antara variabel usia dengan koping individu.
5.2.1. Karakteristik dengan Kepatuhan Tabel 5.5. Hubungan antara karakteristik Usia penyandang DM dengan Tingkat Kepatuhan sebagai anggota PERSADIA cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 (n=88)
Variabel Usia
Kepatuhan Tidak Patuh Patuh
Mean
T
p value
57,60 54,21
2.059 2.052
0,043
Pada tabel 5.5. menunjukkan bahwa semakin tua usia responden cenderung untuk tidak patuh rata-rata usia pada responden yang tidak patuh adalah 57,60 tahun dan rata-rata usia pada responden yang patuh adalah 54,21 tahun, dilhat dari rata-rata antara yang patuh dan tidak patuh maka pada semua variable mendekati sama hal ini dapat diartikan penyandang DM mempunyai tingkat kepatuhan yang setara, Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
64
dengan (p-value 0.043, α:0.05) dapat disimpulkan ada hubungan antara usia individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor.
Tabel 5.6. Hubungan Antara Karakteritik Jenis Kelamin, Status Perkawinan dan Status Pekerjaan Penyandang DM dengan Tingkat Kepatuhan Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012 (n=88) Variabel Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Status Perkawinan Kawin Belum kawin Status pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja
Tingkat Kepatuhan Tidak patuh Patuh F % F %
F
13 27
68,4 39,1
6 42
31,6 60,9
19 100,0 69 100,0
29 11
46,8 44,0
33 15
53,2 46,8
62 100,0 1,198 26 100,0 (0,476-3,020)
0,881
11 29
35,5 50,9
20 28
64,5 49,1
31 100,0 57 100,0
0,246
Total
OR
p value
3,370 (1,14-9,94)
0,044
%
0,531 (0,21-1,30)
Berdasarkan jenis kelamin penyandang DM yang memiliki tingkat kepatuhan patuh adalah wanita sebanyak 42 responden (60,9%), sedangkan penyandang DM yang memiliki tingkat kepatuhan tidak patuh adalah pria sebanyak 13 responden (68,4%), dengan (p value 0,044 ; α:0,05) dapat disimpulkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012. Melihat nilai odd ratio wanita memiliki kepatuhan 3,173 kali lebih patuh dibandingkan dengan pria.
Berdasarkan status perkawinan penyandang DM yang mempunyai tingkat kepatuhan patuh adalah penyandang DM yang berstatus kawin sebanyak 33 responden (53,2%), sedangkan penyandang DM yang tingkat kepatuhan tidak juga kawin sebanyak 29 responden (46,8%), dengan (p value 0,881; α:0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
65
Berdasarkan pekerjaan penyandang DM yang memiliki tingkat kepatuhan adalah penyandang DM yang tidak bekerja sebanyak 28 responden (49,1%), sedangkan penyandang DM yang menggunakan koping tidak efektif juga berstatus tidak bekerja sebanyak 29 responden responden (50,9%), dengan (p value 0,980; α:0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan koping individu penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012. Tabel 5.7. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Penyandang DM Dengan Tingkat Kepatuhan Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012(n=88)
Tingkat pendidikan Dasar Menengah Tinggi Jumlah
Tingkat Kepatuhan Tidak patuh Patuh F % F % 9 40,9 13 59,1 22 46,8 25 53,2 9 47,4 10 52,6 40 45,5 48 54,4
Total F 22 47 19 88
% 100,0 100,0 100,0 100,0
p value
0,884
Berdasarkan tingkat pendidikan penyandang DM yang memiliki tingkat kepatuhan patuh adalah penyandang DM dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 25 responden (53,2%), sedangkan penyandang DM yang memiliki tingkat kepatuhan tidak patuh juga mempunyai tingkat pendidikan menengah sebanyak 22 responden responden (46,8%), tetapi bila dilhat persentase maka pada semua tingkat pendidikan mendekati sama hal ini dapat diartikan penyandang DM dengan tingkat kepatuhan patuh setara, dengan (p value 0,884; α:0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan koping individu penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
66
Tabel 5.8. Hubungan antara Koping Individu penyandang DM dengan Tingkat Kepatuhan sebagai anggota PERSADIA cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012(n=88) Tingkat Kepatuhan Koping individu Tidak patuh Patuh f % F % Inefektif 24 58,5 17 41,5 Adaptif 16 34,0 31 66,0 Jumlah 40 45,5 48 54,4
Total F 41 47 88
OR
% 100,0 2,735 100,0 (1,15-6,50) 100,0
p value 0,037
Hasil analisis hubungan antara koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM diperoleh bahwa penyandang DM yang menggunakan koping adaptif dan memiliki tingkat kepatuhan patuh sebanyak 31 responden (66,0%), sedangkan penyandang DM yang menggunakan koping inefektif dan tidak patuh tidak patuh sebanyak 24 responden (58,5%). Hasil uji statistik menunjukkan pvalue sebesar 0.037 yang berarti ada hubungan antara koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM. nilai odd ratio didapatkan nilai 2,735 artinya bahwa responden yang memiliki koping adaptif memiliki peluang sebesar 2,735 kali untuk patuh dibandingkan dengan responden yang memiliki koping inefektif.
5.2.2. Karakteristik dengan Koping Individu Tabel 5.9. Hubungan Antara Karakteristik Usia Penyandang DM Dengan Koping Individu Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012(n=88)
Variabel
Koping Individu
Mean
T
p value
Usia
Inefektif Adaptif
55,54 55,94
-,237 -,233
0.058
Hasil analisis hubungan antara usia dengan Koping Individu penyandang DM diperoleh bahwa rata-rata usia pada penyandang DM yang menggunakan koping adaptif rata berusia 55,54 sedangkan penyandang DM yang menggunakan koping inefektif rata-rata berusia 55,94 tahun, nilai mean koping individu mempunyai mendekati sama dapat diartikan penggunaan koping individu setara. (pUniversitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
67
value:0,058 ; α:0,05) berarti tidak ada hubungan antara usia individu dengan Koping Individu penyandang DM. Tabel 5.10. Hubungan Karakteritik Jenis Kelamin, Status Perkawinan dan Status Pekerjaan Penyandang DM Dengan Koping Individu Sebagai Anggota PERSADIA Cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012(n=88) Variabel Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Status Perkawinan Kawin Belum kawin Status pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja
Koping Individu Inefektif Adaptif f % F %
Total F
%
OR
p value
13 28
68,4 40,6
6 41
31,6 59,4
19 69
100 100
3,173 (1,007)
0,058
28 13
45,2 50,0
34 13
58,8 50,0
19 69
100 100
0,824 (0,329-2,061)
0,856
15 26
48,4 45,6
16 31
51,6 54,4
31 57
100 100
1,118 (0,465-2,685)
0,980
Berdasarkan jenis kelamin penyandang DM yang menggunakan koping adaptif adalah wanita sebanyak 41 responden (59,4%), sedangkan penyandang DM yang menggunakan koping koping tidak efektif adalah pria sebanyak 13 responden (68,4%), dengan (p value 0,058 ; α:0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan coping individu penyandang DM. Melihat nilai odd ratio kemampuan wanita 3,173 kali dalam menggunakan koping adaptif dibandingkan dengan pria.
Berdasarkan status perkawinan penyandang DM yang menggunakan koping adaptif
adalah mempunyai status perkawinan kawin sebanyak 34 responden
(58,8%), sedangkan penyandang DM yang menggunakan koping tidak efektif adalah berstatus tidak kawin sebanyak 13 responden (50%), dengan (p value 0,856; α:0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan koping individu penyandang DM. Melihat nilai odd ratio kemampuan wanita 0,824 kali dalam menggunakan koping adaptif dibandingkan dengan responden yang belum kawin.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
68
Berdasarkan pekerjaan penyandang DM yang menggunakan koping adaptif adalah tidak bekerja sebanyak 31 responden (54,4%), sedangkan penyandang DM yang menggunakan koping tidak efektif berstatus tidak bekerja sebanyak 16 responden (51,6%), dengan (p value 0,980; α:0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan koping individu penyandang DM. Melihat nilai odd ratio kemampuan penyandang DM yang tidak bekerja 1,118 kali dalam menggunakan koping adaptif dibandingkan dengan responden yang bekerja.
Tabel 5.11. Hubungan antara tingkat pendidikan penyandang DM dengan Koping Individu sebagai anggota PERSADIA cabang Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor Tahun 2012
Tingkat pendidikan Dasar Menengah Tinggi Jumlah
Koping Individu Inefektif Adaptif f % F % 9 40,9 13 59,1 20 42,6 27 57,4 12 63,2 7 36,8 41 46,6 47 53,4
Total f 22 47 19 88
% 100 100 100 100
p value
0,261
Berdasarkan tingkat pendidikan penyandang DM yang menggunakan koping adaptif adalah penyandang DM dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 27 responden (57,4%), dan penyandang DM yang menggunakan koping tidak efektif mempunyai tingkat pendidikan menengah sebanyak 20 responden (42,6%), dengan tetapi bila dilhat persentase maka pada tingkat pendidikan dasar dan menengah mendekati sama hal ini dapat diartikan penyandang DM yang menggunakan koping adaptif setara, (p value 0,261; α:0,05) dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan koping individu penyandang DM.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 6 PEMBAHASAN
Pada bab 6 ini menyajikan pembahasan yang meliputi intrepretasi dan diskusi hasil penelitian, keterbatasan penelitian serta serta implikasi hasil penelitian.
6.1. Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian 6.1.1. Karakteristik responden. 6.1.1.1 Usia Hasil penelitian bahwa rerata usia responden adalah 55,75 tahun, dengan standar deviasi 7,836, usia termuda 30 tahun dan usia tertua 72 tahun.
Usia mempengaruhi resiko dan kejadian DM. Usia sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi DM dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Menurut WHO setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dL/tahun pada saat puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan (Sudoyo, 2006). DM Tipe 2 merupakan DM yang sering terjadi pada orang dewasa usia lebih dari 35 tahun (LeMone, Burke, dan Bauldoff, 2011). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori tersebut bahwa sebagian besar responden berusia diatas 40 tahun dengan usia termuda 30 tahun dan tertua 72 tahun dengan kadar gula darah yang berfluktuasi.
Penelitian di Kotamadya Surabaya (1974-1981) mengenai Age Spesifik Morbidity Rate (ASMR) DM sebagai berikut 6-10 tahun (0,007%), 10-20 tahun (0,04%), 2029 tahun (0,335), 30-40 tahun (0,72%), 40-49 tahun (2,69), 50-59 tahun (4,48%) dan >60 tahun (5,33). Seperti penelitian di daerah lain juga menunjukkan bahwa pertambahan DM sebanding dengan pertambahan usia ( Noer, 1996 ). Hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping pada klien DM di Poli Penyakit Dalam Rumkit Polpus RS. Sukanto tentang usia menunjukkan bahwa responden berusia ≥ 40 tahun yaitu 69
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
70
87 responden (90,6%), sedangkan responden yang berusia < 40 tahun yaitu 9 responden (9,4%) (Indriani dkk., 2004).
Peneliti berpendapat setiap orang dalam pertumbuhan dan berkembangannya akan sampai pada tahap penuaan sejalan dengan hal tersebut maka akan terjadi penurunan fungsi organ tubuhnya dalam keadaan seperti itu akan berpengaruh timbulnya penyakit degeratif ditambah lagi dengan semakin meningkatnya makan pola makan yang salah dengan gizi yang tidak seimbang, olahraga yang tidak teratur dan pengetahuan yang kurang tentang pola hidup sehat. Usia responden terbanyak ≥ 40 tahun, hal ini dapat disebabkan karena semakin meningkatnya usia, maka terjadi penurunan fungsi organ tubuh. Dimana pada penderita DM terjadi penurunan fungsi pankreas, yang berfungsi untuk menyekresikan insulin.
6.1.1.2. Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin berbeda antara pria dan wanita. Responden berjenis kelamin wanita lebih banyak yaitu 69 responden (78,4%) dan responden berjenis kelamin pria sebanyak 19 responden (21,6%).
DM merupakan salah satu penyakit dengan angka kejadian tertinggi di Indonesia dan tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah penderita DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina (Suyono, 2006). Faktor resiko utama yang menyebabkan DM tipe 2 antara lain wanita dengan riwayat DM gestasional (LeMone & Black, 2011). Tingginya kejadian DM pada wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko, seperti obesitas, kurang aktivitas/latihan fisik, usia dan riwayat DM saat hamil (Radi, 2007).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian DM pada wanita lebih banyak dibandingkan pria (Stipanovic, 2002; Wu, 2007). Wanita menempati jumlah yang lebih banyak dibandingkan pria karena penyandang DM wanita lebih bersikap positif bila dibandingkan dengan pria, serta kurang mampu dalam mengontrol DM (Smet B., 1994). Penelitian yang dilakukan Cokroprawiro Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
71
diperoleh bahwa bahwa perbandingan pria dan wanita dikebanyakan polidiabetes di Indonesia (Semarang, Palembang, Jakarta dan Surabaya) hampir sama yaitu 1:1 kecuali Ujungpandang dan Padang yang menunjukkan perbedaan yaitu 2:1 (Tjokroprawiro, 1993 dalam Rusimah 2011).
6.1.1.3. Tingkat Pendidikan. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan menengah yaitu sebanyak 47 responden (53,4%), dan paling sedikit adalah responden dengan pendidikan tinggi yaitu sebanyak 19 responden (21,6%).
Tingkat pendidikan merupakan indikator bahwa seseorang telah menempuh jenjang pendidikan formal di bidang tertentu, namun bukan indikator bahwa seseorang telah menguasai beberapa bidang ilmu. Seseorang dengan pendidikan yang baik, lebih matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga lebih mudah menerima pengaruh luar yang positif, obyektif dan terbuka terhadap berbagai informasi termasuk informasi tentang kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang
atau
masyarakat
untuk
menyerap
informasi
dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari ( Depkes Republik Indonesia, 2004 dalam Rusimah 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Hee Lee dkk menemukan bahwa respons terhadap berbagai upaya terapetik dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan sehingga keberhasilan pemberian terapi juga tergantung pada tingkat pendidikan penyandang DM (Hee Lee dkk, 1999).
Hasil penelitian yang dilakukan di Surabaya tentang Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Diabetes Mellitus Pra Debridement Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rumkit AL Dr.Ramelan bahwa berdasarkan tingkat pendidikan, diperoleh responden terbanyak yang berpendidikan sedang atau menengah 56,2%. (Abjat,2011 )
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
72
Peneliti berpendapat bahwa DM bisa mengenai siapa saja tidak memandang status pendidikan termasuk dalam penelitian ini responden penyandang DM anggota persadia cabang Bogor dilihat dari tingkat pendidikannya bervariasi dari tingkat pendidikan
dasar
sampai
pendidikan
tinggi.
Banyaknya
penyandang
berpendidikan menengah penyebabnya dilihat dari kultur masyarakatnya, anggota persadia cabang RSMM Bogor adalah masyarakat perkotaan.
6.1.1.4. Status Perkawinan. Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan, terbanyak adalah kawin sebanyak 62 responden (70,5%) dan tidak kawin sebanyak 26 (29,5%).
Kejadian DM pada wanita yang berstatus kawin pada umumnya lebih tinggi daripada pria. Hal itu dihubungkan dengan kejadian faal pada wanita itu sendiri seperti kehamilan dan pada wanita yang kawin dalam hidupnya sebagian besar pernah mengalami kehamilan. Masa kehamilan adalah waktu yang memberikan stres (tekanan) tambahan kepada tubuh manusia. Tubuh mungkin tidak mampu memproduksi insulin selama waktu kehamilan tersebut, kira-kira 1% dari seluruh wanita bisa menunjukkan gejala- gejala diabetes pada waktu separuh terakhir masa kehamilan (Johnson, 1998).
Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Selatan Nanggroe Aceh Darussalam tentang Perbedaan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Pria Dan Wanita Dalam Mematuhi Pelaksanaan Diet bahwa berdasarkan status perkawinan, diperoleh responden yang terbanyak berstatus menikah yaitu sebanyak 75%, (Darusman 2009).
Peneliti berpendapat bahwa perkawinan berhubungan dengan kejadian DM erat kaitan dengan usia dan jenis kelamin yaitu usia dewasa dan jenis kelamin wanita. Perkawinan hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah cukup umur dalam perjalanan timbul masalah yang menjadi stressor, hal ini akan mempengaruhi fungsi fisiologis salah satunya system endokrin. Bagi wanita yang menikah dan mengalami kehamilan sehingga kehamilan bisa menjadi sebab timbulnya DM. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
73
6.1.1.5. Pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan pekerjaan, sebagian besar responden adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 57 responden (64,8%) sedangkan responden yang bekerja sebanyak 31 responden (35,2%).
Pekerjaan adalah jenis pekerjaan responden sebagai tumpuannya untuk mendapatkan uang. Menurut Notoatmodjo (2001) pekerjaan erat kaitannya dengan kejadian kesakitan dimana timbulnya penyakit dapat melalui beberapa jalan yakni karena adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan, situasi pekerjaan yang penuh dengan stres dan ada tidaknya gerak badan di dalam pekerjaan. Kondisi ini memungkinkan orang yang sudah bekerja memiliki kecenderungan lebih banyak untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Aktifitas fisik pengaruhnya terhadap penurunan kadar gula darah yaitu pada otototot yang aktif bergerak tidak diperlukan insulin untuk memasukan glukosa ke dalam sel karena pada otot yang aktif sensitifitas reseptor insulin menjadi meningkat sehingga ambilan glukosa meningkat 7 – 20 kali lipat. Menurut Asdie (1997) dalam Bintanah (2013) mekanisme regulasi ambilan glukosa oleh otot pada waktu aktif bergerak disebabkan oleh Insulin memacu pelepasan muscle activating factor (MAF) pada otot yang sedang bergerak, sehingga menyebabkan ambilan glukosa oleh otot tersebut menjadi bertambah dan ambilan glukosa oleh otot yang tidak berkontraksipun ikut meningkat. Saat ini MAF diduga bradikinin selain itu adanya aksi lokal hormon pada anggota badan yang sedang bergerak yang disebut non supresible insulin like activity (NSILA) yang terdapat pada aliran limfe dan tidak dalam darah anggota badan tersebut. Menurut Suyono (1999) mengatakan bahwa penyebab resistensi insulin pada DM salah satunya adalah kurang gerak badan, sehingga dapat diasumsikan bahwa orang yang aktifitas fisik dalam berkerja cenderung lebih banyak terkena DM walaupun faktor tersebut harus didukung oleh faktor lain seperti obesitas, keturunan, diet tinggi lemak dan karbohidrat.
Hasil penelitian yang dilakukan di Pematangsiantar tentang Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Dengan Komplikasi Yang Dirawat Inap Di Rumah Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
74
Sakit Vita Insani bahwa berdasarkan pekerjaan, diperoleh responden yang terbanyak ibu rumah tangga (katagori tidak bekerja) yaitu sebanyak 28.5%, (Sinaga, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping pada klien DM di Poli Penyakit Dalam Rumkit Polpus RS. Sukanto tentang pekerjaan menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja yaitu 59 responden (61,5%), sedangkan responden yang bekerja 37 responden (38,5%) (Indriani dkk., 2004).
Dapat disimpulkan bahwa persentase terbanyak adalah responden yang tidak bekerja. Menurut peneliti hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang Bogor adalah pensiunan dan ibu rumah tangga.
6.1.2. Koping Individu responden. Hasil penelitian berdasarkan koping individu diketahui koping individu yang adaptif 47 penyandang DM (46,5%) dan koping individu yang inefektif 41 penyandang DM (43,5%).
Menurut Suliswati (2005) mekanisme koping adalah perilaku pemecahan masalah yang bertujuan untuk meredakan ketegangan dalam kehidupan. Menurut Steven, dkk (1999) reaksi mekanisme koping yang muncul terhadap sakit yang diderita meliputi empat fase, yaitu: 1) Penyangkalan, manusia tidak dapat melihat kenyataan dan berusaha menghindar 2) Agresi, bereaksi terhadap lingkungannya atas frustasi yang terjadi pada dirinya, dengan cara melukai atau mencemaskan dirinya. 3) Depresi, bentuk putus asa yang dalam. 4) Penerimaan, penilaian ulang bahwa hidup ini cukup berharga untuk dinikmati. Bahwa secara umum menunjukkan koping yang digunakan penyandang DM dalam menghadapi penyakitnya sudah adaptif (Sumantri, 2012)
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
75
Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Di Kelurahan Kejiwan Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo tentang Gambaran Mekanisme Koping Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 bahwa berdasarkan koping individu, diperoleh mekanisme koping yang digunakan penyandang DM secara umum bersifat adaptif seperti menjalani pengobatan medis, sering kontrol, pengaturan makan, pengobatan alternatif rasional, olah raga, berbagi pengalaman antara sesama penderita (Kristiyanti 2011). Hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping pada klien DM di Poli Penyakit Dalam Rumkit Polpus RS. Sukanto tentang koping individu menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan mekanisme koping adaptif yaitu 56 responden (58,3%) (Indriani dkk., 2004).
Peneliti berpendapat persentase terbesar adalah responden yang menggunakan mekanisme koping adaptif, hal ini dibuktikan dengan kondisi responden yang stabil dengan mengikuti kegiatan senam DM yang diselenggarakan oleh Persadia cabang RSMM Bogor. Hal ini terjadi karena ketakutan sebagai tanda bahaya dan responden menerima hal tersebut sehingga mereka mengubah untuk mengatasi penyakitnya meskipun setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap sumber stress (termasuk sumber stres yang sama) oleh karena itu mekanisme koping yang digunakan individu berbeda-beda.
6.1.3. Tingkat kepatuhan responden. Berdasarkan tingkat kepatuhan diketahui yang patuh 48 penyandang DM (45,5%) dan yang tidak patuh 40 penyandang DM (54,5%). Ketidakpatuhan
ini
selalu
menjadi
hambatan
untuk
tercapainya
usaha
pengendalian glukosa darah, dan berakibat penyandang DM memerlukan pemeriksaan atau pengobatan tambahan yang sebetulnya tidak diperlukan (ADA, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan di Surakarta tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Dalam Berdiit Kaitannya Dengan Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di RSUD Dr Moewardi Surakarta bahwa berdasarkan tingkat kepatuhan, Hasil analisis menyatakan 95% responden masuk dalam kategori patuh dan sisanya dalam Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
76
kelompok kurang patuh dan tidak patuh. Hanya 41% responden yang masuk kategori kadar gula darahnya terkendali dengan baik (Pratikowati, 2002).
Peneliti berpendapat kepatuhan yang dimiliki responden karena responden sudah mempunyai komunitas penyandang DM yang dapat mejadi pendukung tingginya tingkat kepatuhan responden penyandang DM.
6.1.4. Hubungan karakteristik dengan tingkat kepatuhan 6.1.4.1. Hubungan usia dengan tingkat kepatuhan Hasil penelitian hubungan antara usia dengan tingkat kepatuhan penyandang DM diperoleh bahwa rata-rata usia pada responden yang tidak patuh adalah 57,60 tahun dan rata-rata usia pada responden yang patuh adalah 54,21 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0,043, berarti ada hubungan antara usia individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012.
Variabel penting yang berhubungan dengan kepatuhan menurut Delamater (2006) yaitu usia, dalam pernyataannya bahwa penyandang DM yang berusia lebih dari 25 tahun dilaporkan memiliki frekuensi dan waktu latihan lebih sedikit setiap minggu, cenderung memilih aktifitas berupa rekreasi sehingga mengeluarkan lebih sedikit kalori dan waktu latihan lebih dibanding penyandang DM berusia kurang dari 25 tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan di Surabaya dengan Subyek dalam penelitian 32 orang penderita diabetes mellitus berusia 40-64 tahun yang berobat jalan di Puskesmas Pakis Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan aktif dalam kelompok dukungan (Persadia) mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan penderita diabetes mellitus di Puskesmas Pakis Surabaya.
Hasil
analisis regresi menunjukkan bahwa besarnya R = 0,504 dan nilai F = 10,197 dengan signifikansi sebesar p <0,05. Hal ini menunjukkan hipotesis penelitian diterima dimana ada pengaruh keterlibatan aktif dalam kelompok dukungan terhadap kepatuhan pengobatan. Nilai R Square sebesar R2 = 0,254 yang artinya Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
77
sebesar 25% variable kepatuhan pengobatan dapat dijelaskan oleh variabel keterlibatan aktif dalam kelompok dukungan. 75% dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan (Syailendrawati 2012).
Menurut pendapat peneliti penyandang DM persadia cabang RSMM usia terbanyak adalah 54 tahun dan 58 tahun dengan jumlah masing-masing 10 penyandang DM ( 11,4%) kemudian usia 50 tahun 9 panyandang. Hal ini bisa dijelaskan bahwa penyandang DM ada pada kisaran usia penyandang DM pada umumnya, apabila seseorang mengalami suatu penyakit akan berusaha untuk mengobati dan merawat untuk mengembalikan pada keadaannya yang sehat. Penyandang DM anggota Persadia yang terlibat aktif dalam kelompok pendukung berpengaruh terhadap kepatuhan sebab dalam interaksi antar sesama anggota terjadi proses penambahan pengetahuan, perubahan sikap dan penguatan prilaku kepatuhan melalui sebuah pembicaraan antar anggota yang menceritakan bagaimana pengalaman penyandang DM dalam menjalani pengobatan dan perawatannya, dalam komunitas ini akan lebih lagi diskusi forum diskusi kelompok sebagai terapi untuk membantu meyelesaikan masalah yang dialami penyandang DM.
6.1.4.2. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan penyandang DM diperoleh bahwa tingkat kepatuhan penyandang DM dalam kategori patuh sebagian besar dialami oleh responden wanita yaitu sebanyak 42 responden (60,9%), sedangkan pada kategori tidak patuh didapatkan sebanyak 13 responden (68,4%), pada responden pria. Hasil penghitungan nilai odd ratio didapatkan nilai 3,370 artinya bahwa responden wanita memiliki peluang sebesar 3,370 kali untuk patuh dibandingkan dengan responden pria.
Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0,044 yang berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012. Variabel penting yang berhubungan dengan kepatuhan yaitu jenis kelamin, dalam pernyataannya bahwa pria Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
78
melakukan aktifitas fisik lebih banyak daripada wanita, tetapi mereka juga mengkonsumsi lebih banyak kalori dan komposisi diitnya tidak tepat (Delamater, 2006). Penelitian yang dilakukan dari Shea et. Al (1992) dalam Jaya (2009) bahwa kepatuhan pasien laki-laki lebih buruk dibandingkan wanita.
Menurut peneliti hal ini dapat dikaitkan dengan ketersediaan waktu dan kesempatan bagi wanita untuk datang berobat ke Puskesmas lebih banyak dibandingkan laki-laki. Selain itu wanita akan lebih taat untuk minum obat sesuai petunjuk yang diberikan mengingat ketersediaan waktu di rumah lebih banyak di bandingkan laki-laki.
6.1.4.3. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM diperoleh bahwa tingkat kepatuhan penyandang DM dalam kategori patuh sebagian besar dialami oleh responden yang memiliki pendidikan dasar yaitu sebanyak 13 responden (59,1%), sedangkan pada kategori tidak patuh didapatkan sebanyak 9 responden (47,4%), pada responden yang memiliki pendidikan tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0, 884 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012. Hasil penghitungan uji statistik pendidikan secara rinci
yaitu dengan
menguraikan satu persatu katagori didapat p-value sebesar 0.056 pada α: 0.005 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM
Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin sulit untuk menerima informasi yang diberikan. Tingkat pendidikan rendah mempunyai hubungan dengan rendahnya kepatuhan dan tingginya kematian terkait DM (Delamater, 2001).
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusimah (2011) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
79
pendidikan dengan kepatuhan diet pada diabetisi di ruang rawat inap RSUD Dr H Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2010 dengan nilai p = 0,002 (p < 0,05).
Peneliti berpendapat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Hal ini disebabkan tidak selamanya pasien yang berpendidikan dasar tingkat pengetahuannya tentang penyakit hipertensi rendah dan juga tidak semuanya pasien yang berpendidikan menengah keatas tingkat pengetahuannya tentang penyakit hipertensi tinggi. Faktor informasi yang diperoleh dari penyuluhan atau media dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tanpa latar belakang pendidikan hal ini sesuai dengan teori Azrul (1998) dalam Jaya (2009) menyatakan sering terpapar informasi baik berupa leflet, atau penyuluhan kesehatan seseorang dapat meningkatkan pengetahuan sehingga tahu, mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Dengan demikian dapat mempengaruhi hasil penelitian sehingga tidak berhubungan.
6.1.4.4. Hubungan status perkawinan dengan tingkat kepatuhan Hasil analisis hubungan antara status perkawinan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM diperoleh bahwa tingkat kepatuhan penyandang DM dalam kategori patuh dilakukan oleh 33 responden (53,2%) yang tidak kawin, sedangkan pada kategori tidak patuh didapatkan sebanyak 15 responden (46,8%), pada responden yang sudah menikah.
Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0,881 yang berarti tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM. Nilai odd ratio didapatkan nilai 1,198 artinya bahwa responden berstatus kawin memiliki peluang sebesar 1,198 kali untuk patuh dibandingkan dengan responden tidak kawin.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
80
6.1.4.5. Hubungan pekerjaan dengan tingkat kepatuhan Hasil analisis hubungan antara status pekerjaan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM diperoleh bahwa tingkat kepatuhan penyandang DM dalam kategori patuh sebagian besar dialami oleh responden yang bekerja yaitu sebanyak 20 responden (64,5%), sedangkan pada kategori tidak patuh didapatkan sebanyak 29 responden (50,9%), pada responden yang tidak bekerja. Hasil penghitungan nilai odd ratio didapatkan nilai 0,531 artinya bahwa responden yang tidak bekerja memiliki peluang sebesar 0,531 kali untuk patuh dibandingkan dengan responden yang bekerja. Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0,246 berarti tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Setyawan (2007) yang menyatakan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, keterlibatan dalam masalah hukum dan kepribadian disosial merupakan variabel yang berpotensi sebagai variabel perancu terhadap kepatuhan pasien. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna semua variabel yang berpotensi sebagai variabel perancu terhadap kepatuhan (harga p>0,05).
Pendapat peneliti bagi orang yang bekerja pekerjaan adalah kegiatan yang sudah terpola dalam aktifitas sehari-sehari sehingga pekerjan menyebabkan penyandang DM lupa terhadap penyakitnya bahkan pekerjaan bisa dipakai sebagai alasan untuk tidak mematuhi treatment yang seharusnya di patuhi oleh penyandang DM.
6.1.5. Hubungan Koping Individu dengan Tingkat Kepatuhan penyandang DM Hasil analisis hubungan antara koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM diperoleh bahwa tingkat kepatuhan penyandang DM dalam kategori patuh sebagian besar memiliki koping adaptif yaitu sebanyak 31 responden (66,0%), sedangkan pada kategori tidak patuh didapatkan koping inefektif sebanyak 24 responden (58,5%). Hasil penghitungan nilai odd ratio Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
81
didapatkan nilai 2,735 artinya bahwa responden yang memiliki koping adaptif memiliki peluang sebesar 2,735 kali untuk patuh dibandingkan dengan responden yang memiliki koping inefektif. Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0.037 yang berarti ada hubungan antara koping individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012.
Koping sebagai langkah penyesuaian diri terhadap stressor amat penting artinya bagi para penyandang DM atau penderita penyakit stadium lanjut (advanced disease). Koping yang efektif dan tepat akan memberikan kemampuan kepada pasien untuk menyesuaikan diri atau menghadapi stressor seperti; nyeri, hilangnya sebagian fungsi tubuh, mual-muntah, anoreksia, kelelahan, penurunan mobilitas, isolasi sosial, harga diri, ketidakpastian, takut akan kematian, penyesuaian diri dengan lingkungan rumah sakit, dan sebagainya (Keliat, 1997).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang menunjukkan bahwa stres akibat dari penyakit, gaya koping, dukungan sosial adalah penyebab dari gejala kecemasan dan depresi pada penyandang DM tipe 2 di Cina (Zhang, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Wrosch dan Scheier (2003) menemukan bahwa pada individu yang optimis, lebih terfokus pada masalah dalam menghadapi stres, lebih aktif dan terencana dalam berkonfrontasi dengan peristiwa yang menekan serta menggunakan kerangka berpikir yang positif. Individu yang optimis juga lebih sedikit menyalahkan diri sendiri dan lari dari masalah serta tidak fokus pada aspek negatif permasalahan. Bahkan ketika strategi koping yang berfokus pada masalah tidak memungkinkan, orang-orang yang optimis akan melakukan strategi koping berfokus emosi yang adaptif seperti penerimaan, humor dan kerangka berpikir yang positif (Wrosch & Scheier, 2003).
Dengan demikian secara jelas dapat dilihat bahwa kemampuan koping individu memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan penyandang DM. Hal ini tidak terlepas karakteristik penyandang DM. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
82
6.1.6. Hubungan Karakteristik Koping Individu 6.1.6.1. Hubungan usia dengan koping individu. Hasil analisis hubungan antara usia dengan Koping Individu penyandang DM diperoleh bahwa rata-rata usia pada responden yang menggunakan koping inefektif adalah 55,54 tahun dan rata-rata usia pada responden yang menggunakan koping adaptif adalah 55,94 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0,058, berarti tidak ada hubungan antara usia individu dengan Koping Individu penyandang DM.
Usia adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Usia juga bisa diartikan sebagai satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Misalnya usia manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu usia itu dihitung.( http: / /www. Wikipedia. Co. Id, diakses pada tanggal 10 Januari 2013). Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stres dan jenis stresor yang paling mengganggu. Usia dewasa lebih mampu mengontrol stress dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut (Siswanto, 2007). Menurut Hurlock (2004), bahwa semakin tinggi usia maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih dipercaya. Semakin tua usia seseorang, makin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi. Pengalaman dan kematangan jiwa seseorang disebabkan semakin cukupnya usia dan kedewasaan dalam berfikir dan bekerja.
Hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping pada klien DM di Poli Penyakit Dalam Rumkit Polpus RS. Sukanto bahwa berdasarkan usia tidak adanya hubungan antara usia dengan mekanisme koping pada klien DM. (Indriani, 2004). Penelitian Hapsanti (2012), menyatakan ada hubungan antara usia dengan mekanisme koping pada pasien DM kronik di poli penyakit dalam RSUP Dr Kariadi Semarang (p value 0,000) .
Peneliti berpendapat tidak adanya hubungan antara usia dengan koping individu pada penelitian ini karena DM dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
83
namun dalam penelitian ini mayoritas responden adalah berusia diatas 40 tahun. Hal lain yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara usia dengan koping individu penyandang DM adalah setiap orang yang menderita suatu penyakit pasti menginginkan agar segera sembuh dengan menggunakan mekanisme koping adaptif baik yang berusia < 40 tahun maupun ≥ 40 tahun.
6.1.6.2. Hubungan jenis kelamin dengan koping individu. Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan koping individu penyandang DM diperoleh bahwa wanita lebih banyak menggunakan koping adaptif yaitu sebanyak 41 responden (59,4%). Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0.058 yang berarti tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan coping individu penyandang DM. Melihat nilai odd ratio kemampuan melakukan maka koping adaptif wanita 3,173 kali dibanding pria.
Wanita biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap stresor dibanding dengan pria, secara biologis kelenturan tubuh wanita akan mentoleransi terhadap stres menjadi baik dibanding pria (Siswanto, 2007). Jenis kelamin sangat mempengaruhi dalam berespon terhadap penyakit, stres, serta penggunaan koping dalam menghadapi masalah diabetes melitus.
6.1.6.3. Hubungan tingkat pendidikan dengan koping individu. Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan coping individu penyandang DM diperoleh bahwa koping adaptif penyandang DM sebagian besar adalah responden yang memiliki pendidikan menegah yaitu sebanyak 27 responden (59,1%), sedangkan pada kategori inefektif didapatkan sebanyak 9 responden (47,4%), pada responden yang memiliki pendidikan tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0.261 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan koping individu penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor Tahun 2012.
Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang mudah terkena stres atau tidak. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka toleransi dan pengontrolan terhadap Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
84
stressor lebih baik (Siswanto, 2007). Menurut Notoatmodjo (2003), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak bahan, materi, atau pengetahuan yang di peroleh untuk mencapai perubahan tingkah laku yang baik.
Peneliti berpendapat bahwa pendidikan menjadi dasar yang penting bagi seseorang karena kemajuan pengetahuan dan teknologi, dan tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menerima cara-cara pencegahan dan penanggulangan penyakit DM. Tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan mekanisme koping pada klien DM dalam penelitian ini menurut peneliti lebih disebabkan karena pengetahuan penyakit DM umumnya didapatkan di luar pendidikan formal sehingga salah satu pilar pelaksanaan pendidikan adalah pengetahuan penyandang DM tentang penyakit DM.
6.1.6.4. Hubungan status perkawinan dengan koping individu. Hasil analisis hubungan antara status perkawinan dengan koping individu penyandang DM diperoleh bahwa responden tidak kawin lebih banyak menggunakan koping adaptif yaitu sebanyak 34 responden (58,8%).
Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0.856 yang berarti tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan coping individu penyandang DM dan kemampuan responden yang mempunyai status kawin melakukan koping adaptif 0.284 kali dibanding responden yang berstatus tidak kawin.
Salah satu penyebab stress psikososial yaitu status perkawinan dimana berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian pasangan, dan lain sebagainya. Stresor ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan (Yosep, 2007).
Peneliti berpendapat perkawinan adalah awal dari pembentukan keluarga. Stress psikososial seseorang akan diselesaikan bersama dengan pasangan, sehingga Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
85
individu bisa berbagi dalam menghadap masalah untuk menyelesaikan masalah atau beradaptasi dengan lingkungan yang baru, pasangan juga dapat menjadi kontrol seseorang untuk berprilaku inefektif untuk menghindari perselisihan dengan pasangannya.
6.1.6.5. Hubungan pekerjaan dengan koping individu. Hasil analisis hubungan antara status pekerjaan dengan koping individu penyandang DM diperoleh bahwa responden yang tidak bekerja lebih banyak menggunakan koping adaptif yaitu sebanyak 31 responden (54,4%). Hasil uji statistik menunjukkan p-value sebesar 0.980 yang berarti tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan coping individu penyandang DM dan kemampuan responden yang tidak bekerja melakukan koping adaptif 1.118 kali dibanding responden yang tidak bekerja.
Depresi dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam menyelesaikan tugas dan hasil yang diharapkan. Depresi dapat berkontribusi pada penurunan fungsi fisik dan emosional yang menyebabkan seseorang menjadi kehilangan motivasi untuk melakukan perawatan diri secara rutin (Lustman, 2000 dalam Wu, 2007). Pasien DM tipe 2 yang mengalami depresi cenderung lebih mudah menyerah dengan keadaannya dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami depresi.
Hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping pada klien DM di Poli Penyakit Dalam Rumkit Polpus RS. Sukanto bahwa berdasarkan pekerjaan (p value 0.972, α,: 0,05) tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan mekanisme koping pada klien DM (Indriani, 2004). Peneliti berpendapat dalam penelitian ini menurut peneliti lebih disebabkan karena responden umumnya pensiunan atau ibu rumah tangga, sehingga walaupun tidak bekerja tetapi masih memiliki penghasilan dalam keluarga untuk biaya pengobatan. Selain itu, tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan koping individu disebabkan oleh kondisi pekerjaan yang dapat menjadi sumber stressor dan dapat menurunkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
86
Kondisi stress merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memperberat kondisi penyandang DM, yang akan berdampak terhadap ketidakpatuhan untuk melakukan diet,.minum obat, olah raga dan kontrol gula darah.
6.2. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai keterbatasan sebagai berikut : 6.2.1. Pada alat pengumpulan data dalam penelitian ini seperti kuesioner koping individu menggunakan kuesioner yang berasal dari luar negeri yang kemudian peneliti modifikasi dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia namun peneliti tidak melakukan back translation terhadap kuesioner tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan penafsiran terhadap pernyataan-pernyataan kuesioner. 6.2.2. Populasi penyandang DM 691 orang yang memenuhi kriteria inklusi, pada penelitian ini hanya 88 penyandang DM yang menjadi responden, hal ini dapat mempengaruhi kekuatan hasil penelitian 6.2.3. Penyandang DM mempunyai lama menjadi penyandang yang bervariasi, pada penelitian ini tidak teridentifikasi sehingga untuk mengukur koping individu dan tingkat kepatuhan menjadi lemah.
6.3. Implikasi Hasil Penelitian Bagi keperawatan Kepatuhan merupakan kunci terhadap manajemen perawatan DM, dengan kepatuhan yang tinggi dapat meningkat manajemen keperawatan penyandang DM sehingga komplikasi dan faktor penyulit dapat dicegah. Kepatuhan penyandang DM akan meningkat jika penyandang DM memiliki Koping individu individu yang adaptif dalam perawatan DM. Penyandang DM yang selalu menggunakan koping individu yang adaptif akan dapat mempertahankan prilaku perawatan DM yang sehat. Secara lebih jelas implikasi hasil penelitian ini bagi pelayanan dan pendidikan keperawatan adalah sebagai berikut:
6.3.1. Pelayanan Keperawatan. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk meningkatkan asuhan keperawatan
dengan
menggunakan
instrument
koping
dan
kepatuhan.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
87
Berdasarkan penelitian ini, sebagai seorang perawat diharapkan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan secara komprehensif dimulai dari pengkajian sampai evaluasi.
Hasil pengkajian koping penyandang DM dengan mengunakan instrument tersebut sebagai dasar untuk membuat perencanaan dan intervensi. Intervensi yang dapat dilakukan pada penyandang DM untuk meningkatkan koping individu yang efektif dengan coping enhancement, teaching. self-awareness, self-efficacy enhancement. Secara lengkap intervensi pada sebagai berikut : a)
Coping enhancement didefinisikan sebagai tindakan yang membantu penyandang DM untuk beradaptasi menerima stressor, memperkuat koping individu melalui dukungan keluarga dan sosial. Tindakan keperawatan yang diberikan adalah hargai pemahaman klien terhadap penyakitnya, gunakan pendekatan yang menentramkan dan menenangkan, bantu klien untuk menemukan sumber-sumber dukungan, dukung penggunaan sumber-sumber spiritual, mendukung aktivitas sosial dan komunitas, dorong pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kemampuannya sendiri, libatkan keluarga dan orang terdekat saat melakukan intervensi pada pasien dan eksplorasi teknik pemecahan masalah yang biasa pasien lakukan.
b) Teaching (pendidikan kesehatan) merupakan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan penyandang DM tentang DM dan perawatannya, yang dapat meningkatkan koping individu yang efektif dan terpeliharanya kepatuhan. Perawat perlu melakukan pendidikan kesehatan terstruktur dan berkala dalam waktu tertentu untuk meningkatkan pengetahuan pasien. Selain itu bisa juga dengan membuat suatu Self Help Group untuk pendidikan kesehatan yang dapat dievaluasi baik melalui penelitian atau hasil diagnostik seperti hasil laboratorium. Perawat terlibat langsung memberikan dukungan secara psikologis pada penyandang DM dengan memotivasi pasien agar yakin dan mampu melakukan perawatan diri DM secara mandiri. Selain itu perawat juga dapat memfasilitasi penyandang DM untuk mendapatkan sumber-sumber dukungan baik dari keluarga, orang terdekat dan kelompok pendukung. Pemberian dukungan sangat diperlukan bagi penyandang DM tipe dalam Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
88
menghadapi penyakitnya baik oleh keluarga, teman dan tenaga kesehatan. Pemberian dukungan juga dapat membantu pasien beradaptasi terhadap kondisinya, mencegah terjadinya depresi sehingga penyandang mampu mengelola penyakitnya. c)
Self-awareness enhancement yaitu mengkaji pasien untuk mengeksplorasi memahami pikiran, perasaan, motivasi dan prilakunya. Beberapa tindakan keperawatan yang dilakukan di antaranya: ajak pasien untuk mengenal dan mendiskusikan pikiran dan perasaannya, mengidentifikasi prioritas hidupnya dan dampak penyakit dalam hidupnya, bantu pasien mengidentifikasi situasi yang
mencetuskan
kecemasan,
kaji
pasien
untuk
mengidentifikasi
kemampuan, gaya belajar, sumber motivasi, fasilitasi ekspresi pasien melalui peergroup dan kaji pasien untuk mengenal dan memperbaiki prilaku destruktif. d) Self-efficacy
enhancement
merupakan
intervensi
keperawatan
untuk
meningkatkan keyakinan individu akan kemampuannya melakukan prilaku hidup sehat. Aktivitas untuk meningkatkan efikasi diri ini antara lain eksplorasi persepsi individu tentang kemampuannya melakukan suatu perilaku tertentu, tentang keuntungan jika melakukan perilaku yang dianjurkan, identifikasi penghalang dalam perubahan perilaku, kaji komitmen individu untuk suatu rencana yang akan dilakukan, berikan reinforcement positif dalam membuat perubahan perilaku, berikan contoh pengalaman diri sendiri atau orang lain yang sukses melakukan perawatan diri, libatkan dalam support group dan perbaiki status fisik dan emosional yang mungkin dialami di awal terapi untuk menghasilkan perilaku baru.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara koping individu dengan tingkat kepatuhan. Dalam hal ini perawat sangat berkompeten karena merupakan masalah psikologis. Gejala depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada penyandang DM. Perawat perlu melakukan scanning pada saat penyandang menunjukkan gejala depresi apalagi masalah psikologis seperti depresi ini sudah bersifat patologis maka hal tersebut sudah menjadi wewenang dan tanggung jawab perawat. Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
89
6.3.2. Pendidikan dan penelitian keperawatan Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan keperawatan sebagai dasar untuk mengembangkan intervensi keperawatan yang lebih aplikatif dengan berfokus pada diri penyandang DM khususnya tentang koping individu. Institusi pendidikan juga diharapkan mampu mengembangkan metode asuhan keperawatan pada penyandang DM komprehensif di berbagai tatanan baik itu rumah sakit.
Penelitian ini sebagai dasar penelitian selanjutnya yang berfokus pada koping individu dengan kepatuhan penyandang DM dengan menggunakan metodologi yang lebih baik, sampel yang lebih representatif dan menambahkan karakteristik penyandang DM yang berhubungan misalnya lama menjadi penyandang DM
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan. Berdasarkan hasil penelitian, maka simpulan yang di dapat adalah
sebagai
berikut: 7.1.1. Karakteristik responden penyandang DM sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor adalah Rata-rata berumur 55,75 tahun, sebagian besar perempuan dengan tingkat pendidikan sekolah menengah, mayoritas kawin, dan sebagian besar tidak bekerja. 7.1.2. Responden penyandang DM hampir seimbang atau sedikit lebih banyak menggunakan koping adaptif. 7.1.3. Responden penyandang DM lebih hampir seimbang atau sedikit lebih banyak patuh. 7.1.4. Karakteristik usia dan jenis kelamin ada hubungan dengan tingkat kepatuhan sedangkan status pekerjaan, status perkawinan, dan tingkat pendidikan tidak ada hubungan dengan tingkat kepatuhan. 7.1.5. Koping individu ada hubungan dengan tingkat kepatuhan. 7.1.6. Karakteristik usia, jenis kelamin, status pekerjaan, status perkawinan, dan tingkat pendidikan tidak ada hubungan dengan Koping individu
7.2. Saran. Berdasarkan kesimpulan di atas saran peneliti sebagai berikut : 7.2.1. Bagi pelayanan keperawatan 7.2.1.1. Perawat dalam melakukan pengkajian menggunakan instrument COAP sebagai screening untuk mengetahui koping individu. 7.2.1.2. Perawat dapat meningkatkan kepatuhan dan koping individu yang adaptif penyandang DM melalui pendidikan kesehatan yang tersetruktur tentang DM dan penetalaksanaannya. Untuk Persadia cabang RSMM bogor perlu merekrut perawat sebagai tenaga kesehatan untuk membantu regimen manajemen therapy penyandang DM. 7.2.1.3. Perawat memberikan dukungan untuk meningkatkan kepatuhan dan koping individu yang efektif penyandang DM dalam mengelola dan 90
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
91
memodifikasi gaya hidup penyandang untuk mencegah terjadinya gejala depresi pada penyandang DM. 7.2.1.4. Perawat meningkatkan kepatuhan dan koping individu yang efektif penyandang DM melalui berbagai cara. Salah satunya berperan aktif dalam Persadia seperti yang disampaikan oleh beberapa responden. Perawat dapat menjadi fasilitator untuk menghubungkan pasien DM dengan sumber-sumber dukungan sosial baik keluarga, tenaga kesehatan maupun kelompok pendukung yang berguna untuk mempertahankan kondisi emosional pasien ke arah yang adaptif.
7.2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan Lembar isian pengalaman koping individu COAP dapat dijadikan materi dalam pembelajaran asuhan keperawatan pada pasien DM khususnya, dan pasien dengan penyakit kronis pada umumnya sehingga asuhan keperawatan lebih aplikatif.
7.2.3. Bagi Penelitian keperawatan 7.2.3.1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai kepatuhan dan koping individu dengan mengembangkan kuesioner, menggunakan sampel yang lebih banyak dan mengidentifikasi karakateristik lama menyandang DM. 7.2.3.2. Terkait dengan koping individu, untuk penelitian selanjutnya dapat diteliti pengaruh Self-Help Group (SHG) atau kelompok swabantu terhadap koping individu penyandang DM.
Universitas Indonesia
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Abjat Ks, 2011, Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Diabetes Mellitus Pra Debridement Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rumkit AL Dr. Ramelan Surabaya share.stikesyarsis.ac.id/elib/main/dok/00512/, diunduh pada 10 Januari 2013 American Diabetes Association (ADA). American Diabetes Association’s Clinical Practice Recommendations 2008. Diabetes Care. Vol 31, No. 1. January 2008. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. [Online]. 2004 [cited 2010 Sept 30];Available from: URL: http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full diunduh kamis 4 oktober 2012. Balitbang Pati, 2005. Informasi: Kepatuhan dalam proses belajar http://www.litbangpati.jawatengah.go.id/home/modules.php?op=modload& name=News&file=article&sid=14 didapat tanggal 22 Januari 2008. Bate, K, L., Jerums, G. 2003. Preventing Complications of Diabetes. MJA, vol 179. Bintanah S, Handars E, 2012, Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol Total Dan Status Gizi Pada Pasien Diabetus Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Roemani Semarang, Seminar Hasil-Hasil Penelitian – LPPM http UNIMUS 2012 ISBN : 978-602-18809-0-6_ jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/522/571 di unduh pada 10 Januari 2013. Black, J, M., & Hawks, J, H. 2009. Medical surgical nursing; Clinical management for positive outcomes. 8th Ed. St.Louis. Elsevier Inc. Burner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Dahlan, M. S., 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, Jakarta; Salemba Medika. Darmono. 2007. Naskah Lengkap : Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam, CV. Agung, Semarang. Darusman, 2009, Perbedaan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Pria Dan Wanita Dalam Mematuhi Pelaksanaan Diet, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 1 halaman 31-33. David, R. 2004. Hubungan Depresi Dengan Diabetes Mellitus Pada Pasien di RSU Dili Serdang Tahun 2004. Laporan hasil penelitian. Tidak diterbitkan. Dili: Unika.
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Delamater AM, Jacobson AM, Anderson BJ, Cox D, Fisher L, Lustman P, et al. Physicosocial therapies in diabetes: report of the Phyicosocial therapies working group. Diabetes Care 2001;24:1286-1292. Delamater, A.M., 2006. Improving patient adherence. clinicaldiabetesjournala.http://www.clinicaldiabetesjournala.org/ diunduh tanggal 1 Desember 2012. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta. Ferannini Elle, 2003, Insulin resistance versus insulin deficisncy in non insulin dependent diabetes mellitus problem and prospect. http://www.detikhealth.com, 10 Januari 2012 Fitzpatrick, Joyce. J. & Ann, L.Whall. (1989). Conceptual Models of Nursing – Analysis and Application. USA : Appleton & Lange Friedman M. M., 1998. Keperawatan keluarga-teori dan praktik, edisi 3, EGC, Jakarta. George, Julia.B. (1995). Nursing Theories – The Base for Profesional Nursing Practice. (4rd Edition). USA : Appleton & Lange Hays RD., 2004. The jmedicals outcomes-study (MOS): measures of patient adherence, Haznam. 1991. Endokrinologi. Angkasa Offset . Bandung. Hee Lee T and Seol Kim Y, 1999. The Influence of Race, Society, Diet and Exercise on Treatment Outcome. In: Diabetes in the New Millenium. Editor: John R. Turtle. The Endocrinology and Diabetes Research Foundation of the Univertsity of Sydney: 1999. Hurlock, E. B. (2004). Developmenral psychology. Jakarta: Erlangga. IDF, 2011. Complications of Diabetes. http://www.idf.org/complications-diabete., diunduh pada 20 November 2012. IDF. 2011. Global Burden, http://www.idf.org/diabetesatlas/5e/the-global-burden, diunduh pada 20 November 2012. Indriani P, Supriyatno H, dan Santoso A., 2004, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Mekanisme Koping Pada Klien DM Di Poli Penyakit Dalam Rumkit Polpus RS. Sukanto Jakarta International Diabetes Federation. 2008. World Diabetes Day 14 November, http://www.worlddiabetesday.org/, di unduh 1 Desember 2012.
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Ivanti R, 2010, Pengaruh Karakteristik Dan Motivasi Penderita Tuberkulosis Paru Terhadap Kepatuhan Berobat Di Balai Pengobatan Penyakit ParuParu (BP4) Medan Tahun 2010 Jaya, NTAA , 2009, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Dalam Minum Obat Antihipertensi Di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten Tahun 2009. diunduh pada 10 Januari 2013 di http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/Nandang%20Tisna.pdf Kaplan, H.I, Saddock, B.I., 2007. Mood Disorder. In Synopsis of Psychiatry. Baltimore: Wiliiam and Wilkins 2007, 288-303. Keliat, B.A., 1998, Gangguan Koping, Citra Tubuh, dan Seksual pada Klien Kanker. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Kristiyanti, 2011, Gambaran Mekanisme Koping Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kelurahan Kejiwan Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/shared/biblio_view.php?resource_id=2 122&tab=opac, diunduh pada 10 Januari 2013 Lazarus, R. S., & Folkman, S., 1984. Stress, appraisal, and coping. New York, NY: Springer. Lazarus, R. S., 1993. From psychological stress to the emotions: A history of changing outlooks. Annual Review of Psychology, 44, 1-21. Lemeshow, S., H., Jr., D., W., Klar, J., 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: GMU Press LeMone, P., Burke, K., Bauldoff, G., 2011. Medical surgical nursing; Critical thinking in patient care. 5th Ed. New Jersey: Pearson Education.Inc (hal. 520-43). Lewis, S, L., Dirksen, S, R., Heitkemper, M, C., Bucher, L., Camera, I, M., 2011. Medical surgical nursing; Asssment and management of clinical problems. 8th Ed. St. Louis, Missouri: Mosby Elsiver (hal. 1218-58) Lumban T., 2004. Stroke : Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta: FKUI. Meleis, Afaf.I. (1997). Theoretical Nursing : Development and Progress. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher Moehyi S., 1997. Pengaturan makan dan diit Gramedia Pustaka Medan, Jakarta,
untuk penyembuhan penyakit.
Nadesul, H, 2002, Melawan Wabah Diabetes Dunia dengan buah pare [online], Tersedia http://www.gizi.net.cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1025597117,76900, diunduh Selasa 25 September 2012 pkl.11.40 wib.
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Niven, N., 2000. Health Psychology : An Introduction for Nurses and Other Health Care Professionals. London, Churchill Livingstone Noris SL and Engelgau, 2008. Effectiveness of Self-Management Training in Type 2 Diabetes; a systematic review of rando, Vol.31, Supplement 2, February 2008 mized control trials. Diabetes Care, Vol. 24, No.3, pp 561-587. Notoatmodjo, S., 2003. Perilaku dan pendidikan kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta P.B. PERKENI . 2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Jakarta Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta Polit, D.F. & Hungler, B.P., 1999, Nursing research: Principle and methods (6th ed).Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pratikowati Y, 2002, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Dalam Berdiit Kaitannya Dengan Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Rsud Dr Moewardi thesis, Diponegoro University. Surakarta. Undergraduate http://eprints.undip.ac.id/13169/ diunduh pada 10 Januari 2013 Radi, B. (2007). Diabetes mellitus sebagai faktor resiko penyakit jantung. http://www.pjnhk.go.id Diunduh pada tanggal 10 Januari 2012. Rasmun, 2004. Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta. Roy, S., C., 1999. The Roy Adaptation Model, Appleton & Lange, Stamford, United State of America. Rusimah, 2011, Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Gizi Dengan Kepatuhan Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus (Diabetisi) Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2010 Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3, Sagung Seto ; Jakarta. Setiadi, 2007, Konsep dan penulisan riset keperawatan, Graha Ilmu ; Yogyakarta. Setyawan AB., 2007, Hubungan Antara Fungsi Keluarga Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Program Terapi Rumatan Metadon RSU Dr. Soetomo Surabaya, Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Sinaga M, 2011, Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Dengan Komplikasi Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34546/6/Cover.pdf di unduh 10 Januari 2013. Siswanto. (2007). Kesehatan mental, konsep, cakupan dan perkembangannya. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Sitompul, R., 2011. Retinopati Diabetik. Juornal Indonesia Medical Association. Vol 61 (8). 2011. Smeltzer, S.C., & Bare, 2002. Bahan ajar keperawatan medikal bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo dkk., EGC ; Jakarta. Smeltzer, S.C., & Bare, 2002. Burner & Suddarth’s; Medical Surgical Nursing. 10th Ed Lippincot; Williem Wilkins. Smet B. Psikologi kesehatan. Grasindo, Jakarta, 1994. Snyder, C, R. 1999. Coping; The Psychology of what work, shttp://books.google.co.id/books?id=z45iqgEFNYwC&printsec=frontcover &dq=coping&hl=en&sa=X&ei=QVypUO6_A8fHrQeql4DoAg&ved=0CC wQ6AEwAA#v=onepage&q=coping&f=false, diunduh pada 17 November 2012. Soegondo et al. 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 Di Indonesia 2PB Perkeni ; Jakarta. Soegondo, S, dkk, 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI, Jakarta Soegondo, S., 2008. Diabetes, The Silent Killer. http:///dhiez.wordpress.com/ , di unduh 1 Desember 2012. Stuart & Sundeen, 1998. Principles and practice of psychiatric nursing. Fifth Edition. St. Louis, Missouri : Mosby. Stuart, G. W & Laraia, M. T., 2005. Principles and practice of psychiatric nursing. 8th Edition, St. Louis, Missouri : Mosby. Sudoyo, A,W.,Sutiyohadi B., Alwi, I., Dibrata, M, S., Setiati, S., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta; FKUI. (halaman 1886-89). Sudoyo. S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. (Edisi 3). Jakarta;Pusat penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI Sumantri B., 2012, Efektivitas Koping Penderita Diabetes Mellitus http://mantrinews.blogspot.com/2012/01/efektivitas-koping-penderitadiabetes.html di unduh jumat 7 September 2012
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Sumantri Bambang, 2012, Strategi Koping Penderita Diabetes Mellitus, http://mantrinews.blogspot.com/2012/01/efektivitas-koping-penderitadiabetes.html diunduh jumat 7 September 2012 Suyono,S., 2006. Diabetes Melitus Di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Syailendrawati & Endang R.S., 2012, Pengaruh Keterlibatan Aktif dalam Kelompok Dukungan (Persadia) terhadap Tingkat Kepatuhan Pengobatan Penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Pakis Surabaya, Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail:
[email protected] Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02 , Juni 2012 hal 72-78 diunduh pada 10 Januari 2013 di http://journal.unair.ac.id/filerPDF/110810006_4v.pdf Tera, BHA, 2011, Determinan Ketidakpatuhan Diet Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Studi Kualitatif di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang) Artikel Penelitian diunduh pada 10 Januari 2013 di http://eprints.undip.ac.id/32591/1/393_Banu_Hanifah_Al_Tera_G2C007014 .pdf Tjokroprawiro, A. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Tomey, Marriner dan Alligood,1998, Nursing Theorists and their Work, Philadelphia : Mosby WHO, 2003. Adherence long-term therapies. Evidence for action. http://www.emro.who.int/ncd/publicity/adherence report in diabetic patient/ didapat tanggal 1 Desember 2012. WHO, 2006. Diabetes millitus. Edisi 727. WHO Gebeva, 2006 WHO. Adherence to long term therapies – evidence for action. [serial online]. 2003 [dikutip pada 10 Januari 2013]; [20 layar]. Available from: URL: http:// www.who.int/chp/knowledge/publications/adherence. Wong, P. T. P., Reker, G. T. & Peacock, E., 2006. The resource-congruence model of coping and the development of the Coping Schemas Inventory. In Wong, P. T. P., & Wong, L. C. J. (Eds.), Handbook of Multicultural perspectives on stress and coping. New York, NY: Springer." Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H., McDowell, J., Shortridge-Baggett, L.M., Chang, P.J., 2006. Self-efficacy, outcome expectation and self care behavior in people with type diabetes in taiwan. Diunduh tanggal 10 Januari 2012 dari http://web.ebscohost.com
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Yosep, I. (2007). Keperawatan jiwa. Bandung: PT. Refika aditama. Zhang, C., Chen, Y, M., Chen, W., 2008. Association of psychosocial factors with anxiety and depressive symptoms in Chinese patients with type 2 diabetes, Received 18 March 2007 Accepted 5 October 2007 Published on line 19 November 2007 journal homepage: www.elsevier.com/locate/diabres, diunduh pada 17 November 2012.
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Firman Hidayat
Tempat/Tanggal Lahir
: Tegal, 25 Maret 1974
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Dosen
No. HP
: 081391694417
Email
:
[email protected]
Alamat
: Desa Ujungrusi RT 13 RW 02, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah.
Riwayat Pendidikan No. 1.
Jenjang Pendidikan Pendidikan Profesi Ners
Tempat Universitas Gadjah Mada
Tahun 2004
Yogyakarta 2.
Pendidikan Sarjana Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
2003
Yogyakarta 3.
D-III Keperawatan
Akademi Keperawatan
1996
Muhammadiyah Semarang 4.
SLTA
SMA Negeri 1 Slawi
1993
5.
SLTP
SMP Negeri 1 Adiwerna
1991
6.
SD
SD Negeri 1 Ujungrusi
1987
Riwayat Pekerjaan 1.
Staf Pengajar STIKES Bhakti Mandala Husada Slawi hingga Sekarang
2.
Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Kabupaten Tegal tahun 1996-1998
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Lampiran 2
RENCANA KEGIATAN PENELITIAN NO Kegiatan
Sept
1.
Penyusunan Proposal
2.
Ujian Proposal
3.
Uji Validitas dan Reabilitas
4.
Pengumpulan Data
5.
Penysunan Laporan
6.
Ujian Hasil
Okt
Nov
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Des
Jan
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Lampiran 6
INFORMED CONSENT / PENJELASAN PENELITIAN “ Hubungan Koping Individu Dengan Tingkat Kepatuhan Penyandang Diabetes Mellitus Sebagai Anggota Persadia Cabang RSMM Bogor ”
Bapak/Ibu diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Hubungan antara koping Individu dengan tingkat kepatuhan penyandang DM. Saya sebagai peneliti akan memberikan lembar persetujuan ini dan menjelaskan bahwa keterlibatan Bapak/Ibu dalam penelitian ini atas dasar sukarela. Nama saya, Firman Hidayat. Saya staf pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah dan sekarang sedang melanjutkan studi S2 Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang beralamat di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424. Saya dapat dihubungi di nomor 081391694417 atau email
[email protected]. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk Program Pendidikan Magister saya di Universitas Indonesia. Pembimbing saya adalah ibu Prof. Achir Yani S Hamid, DNSC dan ibu DR Mustikasari, S.Kp., MARS. dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penelitian ini melibatkan bapak/ibu penyandang DM anggota Persadia cabang RSMM Bogor. Keputusan Bapak/Ibu untuk ikut atau tidak dalam penelitian ini, tidak berpengaruh terhadap status Bapak/Ibu sebagai anggota Persadia cabang RSMM Bogor. Dan apabila Bapak/Ibu memutuskan tidak berpartisipasi, Bapak/Ibu bebas untuk bebas mengundurkan diri dari penelitian kapan pun. Sekitar 88 orang penyandang DM akan terlibat dalam penelitian ini dari. Penelitian hanya dilakukan di Persadia Cabang RSMM Bogor.
Selama mengikuti penelitian ini, bapak/ibu diminta untuk mengisi kuesioner berupa lembar isian kebiasaan sehari-hari yang dilakukan bapak/ibu selama menjadi penyandang DM. Diharapkan bapak/ibu bersedia kuesioner tersebut, namun bila bapak/ibu merasa tidak nyaman, bapak ibu diperkenankan untuk mengundurkan diri tanpa sanksi apapun. Saya akan menjaga kerahasiaan Bapak/Ibu dan keterlibatan Bapak/Ibu dalam penelitian ini. Nama Bapak/Ibu tidak akan dicatat dimanapun. Semua lembar isian yang telah terisi akan diberikan kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi Bapak/Ibu. Apabila hasil penelitian dipublikasikan, tidak ada
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Lampiran 6
satu identifikasi yang berkaitan dengan Bapak/Ibu akan ditampilkan dalam publikasi tersebut. Siapa pun yang bertanya tentang keterlibatan Bapak/Ibu dan apa yang Bapak/Ibu jawab di penelitian ini, Bapak/Ibu berhak untuk tidak menjawabnya. Namun, jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila pengadilan memintanya. Keterlibatan Bapak/Ibu dalam penelitian ini, sejauh yang saya ketahui tidak menyebabkan resiko pada Bapak/Ibu hadapi sehari-hari. Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan langsung pada Bapak/Ibu, namun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan manfaat yang lebih baik bagi penyandang DM kedepan. Apabila setelah penelitian ini Bapak/Ibu masih memiliki pertanyaan, Bapak/Ibu dapat menghubungi saya di nomor telepon 081391694417. Setelah membaca informasi di atas dan memahami tentang tujuan penelitian dan peran yang diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk berpartisipasi dalam peneltian ini.
Bogor, ...................2012
(...........................................)
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Lampiran 7
LEMBAR ISIAN PENGALAMAN KOPING INDIVIDU PENYANDANG DM ANGGOTA PERSADIA CABANG RSMM BOGOR TAHUN 2012
A. IDENTITAS RESPONDEN Petunjuk Pengisian : Berilah tanda (√ ) pada kotak yang tersedia No. Responden : ( di isi peneliti ) …………………………………………… Alamat
: ……………………………………………………………..
Umur
: ……………………………………………………………..
Jenis Kelamin
: 1. Laki 2. Perempuan
Status kawin
: 1. Kawin 2. Belum kawin 3. Janda 4. Duda
Pendidikan
: 1. SD
5. S1
2. SMP
6. S2
3. SMA
7. S3
4. Diploma Pekerjaan :
: 1. PNS 2. TNI/POLRI 3. Pegawai Swasta 4. Pensiunan PNS 5. Pensiunan TNI/POLRI 6. Pensiunan Pegawai Swasta 7. Wiraswasta 8. Buruh 9. Ibu Rumah Tangga 10. lain-lain, sebutkan……...
1 Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
2
B. KEMAMPUAN KOPING INDIVIDU Petunjuk : Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan 5 pilihan jawaban Berikan tanda ( √ ) pada salah satu nomor jawaban yang paling sesuai menurut saudara, pilihan jawaban adalah (TP) bila Tidak Pernah, (JR) bila Jarang, (KD) bila Kadang-kadang, (SR) bila Sering, (SL) bila Selalu. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
TP JR KD SR SL PERNYATAAN Saya tergantung pada orang lain untuk melakukan apa yang tidak bisa saya lakukan sendiri. Saya mengungkapkan apa yang saya rasakan dan pikirkan Saya menghadapi masalah dengan melakukan tindakan yang tepat Saya melakukan apa yang perlu untuk mempertahankan hubungan personal dengan tuhan Saya melakukan apa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dari suatu keadaan Saya mengupayakan gaya hidup sehat (seperti olahraga, diet, stimulasi mental dan lain-lain)) untuk mempersiapkan diri saya dimasa akan dating Saya menerima segala sesuatu yang terjadi karena pada dasarnya semua akan berjalan seperti diharapkan Saya berbicara pada diri sendiri untuk mengurangi ketegangan Saya merubah kebiasaan saya dalam melihat masalah
13.
Saya mencoba meningkatkan kondisi (kesehatan) saya untuk mengantisipasi kebutuhan masa depan. Saya memecah masalah menjadi tahap tahap yang lebih kecil dan menyelesaikan satu demi satu. Saya menerima hidup saya apa adanya dan melakukan yang terbaik untuk hidup saya. Saya berusaha menekan atau menghindari emosi saya.
14.
Saya menjauhi sifat mengeluh dan frustasi.
15.
17.
Saya menjaga hubungan yang baik dengan orang lain, keluarga, atau siapapun untuk menghindari konflik. Saya mengembangkan kukuatan mental oleh karena itu saya mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih baik. Saya merasa berdosa terhadap masalah yang sudah terjadi
18.
Saya melakukan teknik kontrol napas dalam
19.
Saya akan merubah prilaku negatif menjadi prilaku positiv
10. 11. 12.
16.
Lampiran 7 :
Lembar Isian Pengalaman Kepatuhan Penyandang DM Anggota Persadia Cabang RSMM Bogor Tahun 2012
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
3
No.
PERNYATAAN dalam menghadapi masalah
20.
26.
Saya akan merubah kecepatan saya dalam menghadapi masalah Saya belajar mengatasi masalah dari orang lain yang sudah berhasil menghadapi masalah yang sama Saya menghadapi sendiri masalah saya dengan melawan masalah itu. Saya melakukan latihan mental (seperti latihan imajinasi pikiran dan lain-lain) untuk menurunkan ketegangan/stres Saya dapat menyampaikan perasaan saya dengan percaya diri. Saya memohon petunjuk tuhan (Allah) dalam menghadapi masalah Saya aktif mencari informasi tentang masalah saya.
27.
Saya melatih pikiran saya untuk mengantisipasi masalah
28.
Saya mencoba melakukan kegiatan lain untuk melupakan masalah Saya percaya tuhan akan menjawab semua do’a-do’a saya
21. 22. 23. 24. 25.
29. 30.
31. 32. 33.
34. 35. 36. 37.
38.
TP JR KD SR SL
Saya mencoba menanamkan pikiran positif, himahnya mungkin saya bisa menghadapi masalah lebih besar yang tidak tentu dimasa depan Saya percaya ada hikmah tertentu dari tuhan dibalik pengalaman Saya membuat rencana penyelesaian masalah dan menjalankan rencana tersebut Saya melihat atau membandingkan dengan orang lain juga punya masalah yang sama bahkan lebih berat, untuk menguatkan saya. Saya mengabaikan masalah saya dan menganggap masalah itu tidak pernah ada Saya melakukan latihan fisik tertentu untuk menghilangkan rasa marah Pada saat ada masalah, Saya berharap situasinya berbeda dengan yang saya alami saat itu Saya membuka komunikasi dan bertukar nomor yang bisa dihubungi dengan orang lain karena barangkali suatu saat berguna. Saya percaya tuhan melihat apa yang saya lakukan
Lampiran 7 :
Lembar Isian Pengalaman Kepatuhan Penyandang DM Anggota Persadia Cabang RSMM Bogor Tahun 2012
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
4
No.
43.
TP JR KD SR SL PERNYATAAN Saya Merubah kekuatan mental saya pada suatu situasi untuk mengurangi ancaman. Saya merubah kebiasaan saya untuk membuat situasi yang lebih baik Saya mengikuti prinsip-prinsip agama dalam menyelesaikan masalah Saya yakin pada tujuan saya, tetap optimis, dan semangat hidup Saya mengubah cara pandang saya dalam melihat masalah
44.
Saya merasa menyesal terhadap masalah yang saya hadapi
45.
48.
Saya menguatkan diri dan bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah Saya mencari dukungan emosional orang lain dalam menyelesaikan masalah Saya menerima bantuan teman-teman dalam menyelesaikan masalah Saya mengubah aksi saya dalam menghadapi masalah
49.
Saya berdoa pada tuhan (Allah)
50.
56.
Saya bergantung pada para ahli dan mengikuti saran mereka dalam menyelesaikan masalah Saya memelihara kebahagiaan dan kepuasan saya dalam hidup ini Saya berusaha melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda Saya merubah waktu aktvitas atau pekerjaan saya untuk mengatasi masalah yang saya hadapi Saya mengerti saya memilki keterbatasan, oleh karena itu saya tidak mau terlibat dalam hal-hal yang sulit nantinya. Saya percaya ada hikmah dan maksud tertentu dibalik apapun yang terjadi pada saya saat ini Saya mengeluarkan emosi terpendam saya saat ada masalah
57.
Saya berusaha dua kali lebih kuat dalam merubah keadaan
58.
Saya tidak khawatir dengan apa yang terjadi saat ini dan yang akan datang, saya siap menerima keaadaan apapun yang terjadi Saya mencoba mengelola waktu dengan baik, oleh karena itu waktu saya lebih efisien dimasa yang akan datang Saya memelihara hubungan baik dengan siapapun untuk
39. 40. 41. 42.
46. 47.
51. 52. 53. 54. 55.
59. 60.
Lampiran 7 :
Lembar Isian Pengalaman Kepatuhan Penyandang DM Anggota Persadia Cabang RSMM Bogor Tahun 2012
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
5
No. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68.
PERNYATAAN mencapai tujuan pribadi saya Saya percaya dengan kekuasaan tuhan (Allah)
TP JR KD SR SL
Saya percaya ada pelajaran yang dapat saya petik dari pengalaman yang saya alami Saya percaya putusan tuhan adalah yang paling adil atas semua yang terjadi Saya mendapatkan hikmah dari apa yang sudah terjadi (masalah) Saya melatih cara menghadapi masalah dalam sesuai dengan pikiran saya atau keinginan saya. Saya melakukan teknik meditasi untuk menurunkan ketegangan atau stres Saya bergantung pada pendapat orang lain yang memilki pengalaman masalah yang sama. Saya melihat sisi lucunya saja (humor) dari masalah yang saya hadapi
Lampiran 7 :
Lembar Isian Pengalaman Kepatuhan Penyandang DM Anggota Persadia Cabang RSMM Bogor Tahun 2012
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
Lampiran 8
LEMBAR ISIAN PENGALAMAN KEPATUHAN PENYANDANG DM ANGGOTA PERSADIA CABANG RSMM BOGOR TAHUN 2012
C. KEPATUHAN INDIVIDU Petunjuk : Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan 5 pilihan jawaban Berikan tanda ( √ ) pada salah satu nomor jawaban yang paling sesuai menurut saudara, pilihan jawaban adalah (TP) bila Tidak Pernah, (JR) bila Jarang, (KD) bila Kadang-kadang, (SR) bila Sering, (SL) bila Selalu. No. PERNYATAAN TP JR KD SR SL 1. Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang sudah dikonsultasikan oleh petugas kesehatan. 2. Saya minum obat sesuai dengan waktunya 3.
Saya rutin mengontrol gula darah sebulan sekali
4.
Saya makan makanan yang sesuai anjuran petugas kesehatan.
5.
Saya mengontrol gula darah atas kesadaran sendiri
6.
Saya tidak mau mentaati aturan makan penderita DM karena menyusahkan. Saya minum obat sesuai dengan jumlah yang ditentukan
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Saya mengindari olahraga berat selama reaksi puncak insulin. Saya mengontrol gula darah di pelayanan kesehatan Saya terlalu sibuk dengan urusan saya sehingga saya makan tidak tepat waktu. Saya melakukan suntikan insulin di tempat-tempat yang tidak akan digunakan untuk olahraga aktif. Saya mengontrol gula darah bila ada keluhan Saya setiap hari mengkonsumsi makanan dan minuman yang terasa manis/banyak mengandung gula. Saya berhenti minum obat ketika tidak ada gejala dan tandatanda DM Saya Mengikuti saran petugas kesehatan untuk mengurangi dosis insulin sebelum melakukan olahraga yang melelahkan. 1
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013
2
No. PERNYATAAN 16. Saya kontrol gula darah bila di ingatkan oleh keluarga saya 17. 18.
Saya setiap hari mengkonsumsi makanan yang mengandung minyak/tinggi lemak seperti gorengan, usus, dan hati. Saya minum obat sesuai dengan resep dokter
19.
Saya olahraga sedang seperti jalan dan jogging setiap hari.
20.
Saya datang ke petugas pelayanan kesehatan bila gula darah saya tinggi Setiap hari saya makan lebih dari tiga kali.
21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
TP JR KD SR SL
Saya melakukan pemanasan dan pendinginan sebelum dan sesudah berolahraga. Saya kontrol gula darah pada saat kegiatan senam persadia Saya setiap hari mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Saya memeriksa HBA1C setiap 3 bulan sekali. Saya setiap hari mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein, seperti, telur dan daging. Saya menghindari makan makanan ekstra setelah berolahraga. Untuk menjaga gula darah stabil saya akan rutin memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit Saya setiap hari makan sayur dan buah sesuai dengan anjuran petugas kesehatan. Saya menjaga kebersihan dan kesehatan kaki agar tidak luka saat berolahraga. Saya akan menggunakan insulin jika suatu saat petugas kesehatan menyarankan Setiap bulan saya secara rutin menimbang berat badan Saya mengurangi dosis obat telan untuk diabetes selama berolahraga.
Lampiran 8 :
Lembar Isian Pengalaman Koping Individu Penyandang DM Anggota Persadia Cabang RSMM Bogor Tahun 2012
Hubungan koping..., Firman Hidayat, FIK UI, 2013