HUBUNGAN KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Oleh : Raisand Nurmansyah Putra
[email protected] Ika Adita Silviandari Yoyon Supriyono Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kemandirian dan intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan subjek penelitian yaitu 102 mahasiswa yang berasal dari 11 fakultas yang ada di Universitas Brawijaya. Skala kemandirian yang digunakan yaitu menggunakan skala kemandirian dari Steinberg (2002) dan skala intensi berwirausaha dari Shapero dan Sokol (Riyanti, 2009). Analisis data menggunakan teknik statistik korelasi product momentpearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian dan intensi berwirausaha memiliki korelasi yang kuat, artinya terdapat hubungan positif antar kedua variabel, sehingga semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Brawijaya. Kata kunci: Kemandirian, Intensi Berwirausaha, Mahasiswa Universitas Brawijaya
ABSTRACT This study investigated the relationship between autonomy and entrepreneurship intention at Brawijaya University students. The subjects of this research are 102 students from 11 faculties at brawijaya university by used purposive sampling technique. This study used the autonomy scale by Steinberg (2002) and the entrepreneurship intention scale by Shapero and Sokol (Riyanti, 2009). The method of data analysis in this study using the statistic technique correlation of product moment-pearson. The result of statistic technique showed that autonomy and entrepreneurship intention having a strong relationship, it means there is a positive correlation among both variables, the higher autonomy then the higher entrepreneurship intention at Brawijaya University students. Keywords : Autonomy, Entrepreneurship Intention, Brawijaya University Students
LATAR BELAKANG Kewirausahaan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja ahli sehingga kemakmuran bangsa Indonesia dapat tercapai. Seperti yang dikemukakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa wirausaha merupakan pahlawan ekonomi rakyat. Sebab, aktivitas usahanya dapat menciptakan lapangan kerja baru sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Aktivitas usaha yang dapat menciptakan lapangan kerja baru layak terus dikembangkan (Panggabean, 2011). Aktivitas usaha yang dapat menciptakan lapangan kerja baru layak terus dikembangkan (Panggabean, 2011). Demi tercapainya Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yang sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak tanggal 2 Februari 2011, banyak perguruan tinggi di Indonesia yang memasukkan kurikulum kewirausahaan sebagai salah satu aspek pembelajaran dan didukung pula dengan program-program wirausaha mahasiswa (Napitupulu, 2009). Universitas Brawijaya merupakan perguruan tinggi yang unggul dalam program studi kewirausahaan, hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari Universitas Brawijaya yaitu untuk menjadi entrepreneurial university yang berdaya saing internasional. Universitas Brawijaya sangat mendukung program kewirausahaan, dibuktikan pada tahun 2011 Universitas Brawijaya mengalokasikan dana untuk program mahasiswa wirausaha (PMW) sebesar Rp 4 miliar. Dana sebesar Rp 4 miliar tersebut berasal dari bantuan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdiknas sebesar Rp 2 miliar. Sementara sisanya berasal dari Kampus UB dan dana dari pihak ketiga atau kalangan swasta. Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito selaku rektor Universitas Brawijaya mengatakan, saat ini PMW menjadi program unggulan UB yang telah mampu melahirkan wirausahawan baru (tempo.co.id, 2011). Untuk menumbuhkan sikap berwirausaha diperlukan intensi berwirausaha yang kuat karena faktor-faktor motivasi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Secara umum, semakin kuat intensi dalam menggunakan perilaku tersebut maka kinerja dalam berusaha akan semakin baik. Individu mempunyai intensi yang kuat untuk mempunyai usaha ketika mereka merasa usaha tersebut ada kemungkinan untuk dikerjakan (feasibility) dan mereka ada keinginan untuk melaksanakan kegiatan usaha tersebut (desirable) (Hisrich, 2008). Selain komponen kewirausahaan di atas, salah satu penentu kesuksesan dalam kegiatan kewirausahaan adalah kemampuan untuk mencapai sesuatu, mengatasi sesuatu, bertindak secara efektif terhadap lingkungannya, dan merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya yang disebut sebagai dorongan untuk mandiri atau kemandirian (Masrun, Martono, Hardjito, Purbo, Sofiati, Muhana, Bawani, Auryati, Aritonang, Lerbin dan Soetjipto, 1986), sehingga seseorang yang mempunyai dorongan untuk mandiri mampu menghadapi tantangan dan hambatan dunia wirausaha demi mencapai kesuksesan.
Kemandirian dapat mempengaruhi tingkat prestasi seseorang, bahwa seseorang yang mandiri lebih mampu mengontrol kondisi yang ada disekitarnya, pengendalian tersebut terkait dengan prestasi yang akan diraih. Hal ini diperkuat dengan teori kebutuhan McClelland yang menyebutkan bahwa seorang high achiever adalah orang-orang yang merasa lebih mampu mengendalikan peristiwa yang ada di luar dirinya (Masrun dkk., 1986). Fenomena wirausaha di kalangan mahasiwa ini adalah sebuah kejadian yang menarik, mengingat secara statistik Indonesia masih kekurangan wirausahawan. Idealnya, jumlah wirausahawan sekurang-kurangnya harus mencapai 2% dari total penduduk. Namun, kenyataannya jumlah wirausahawan Indonesia baru mencapai persentase 0,18% dari keseluruhan jumlah penduduk. Masih jauh tertinggal dari negara-negara lain. Meningkatnya minat berwirausaha dikalangan mahasiswa diharapkan akan menambah jumlah calon pengusaha-pengusaha baru sebagai ujung tombak perekonomian bangsa di masa yang akan datang (Napitupulu, 2009). Indarti dan Rostiani (2008) menjelaskan bahwa, intensi berwirausaha mahasiswa di Indonesia masih lemah. Hal ini disebabkan oleh kesulitan modal, kompetensi dan informasi yang dibutuhkan untuk membuka usaha baru. Hal ini diperkuat melalui penelitian Hidayat (2007), bahwa sebagian besar mahasiswa tidak mempunyai rencana untuk berwirausaha dan lebih cenderung untuk bekerja pada perusahaan yang besar. Intensi memainkan peranan yang khas dalam mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan antara pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang dengan tindakan tertentu. Krueger dan Carsrud (Indarti, 2008) menyatakan bahwa intensi menjadi prediktor terbaik bagi pelaku kewirausahaan. Oleh karena itu intensi mahasiswa untuk berwirausaha menjadi sangat penting, sebab intensi tersebut merupakan sumber lahirnya wirausaha-wirausaha baru. Sikap, perilaku, pengetahuan, kemandirian dan inovasi mereka tentang kewirausahaan akan membentuk kecenderungan mereka untuk membuka usaha-usaha baru di masa mendatang yang akan menjadi pondasi-pondasi bagi ekonomi bangsa Indonesia selanjutnya. Tidak banyak mahasiswa yang berwirausaha dapat mempertahankan usahanya ketika sudah lulus, hal itu disebabkan karena kurangnya diferensiasi dalam menjalankan kegiatan wirausaha. Untuk sukses menjadi entrepreneur, mahasiswa harus dapat menawarkan suatu usaha dan menciptakan produk berbeda yang mempunyai keunikan atau kekhasan tersendiri. Berwirausaha mempunyai kesulitan yang menjadi hambatan seseorang dalam menjalankannya. Hambatanhambatan kewirausahaan masih menjadi permasalahan yang belum mampu dihadapi bagi beberapa pelaku wirausaha mahasiswa. Seperti dikemukakan oleh Shandu, Sidique, Riaz (2010), hambatan kewirausahaan mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan kegiatan kewirausahaan pada lulusan perguruan tinggi. Hambatan tersebut antara lain (a) keengganan untuk mengambil risiko; (b) takut akan kegagalan; (c) kekurangan jaringan sosial dan sumber dana; (d) keengganan untuk menghadapi stres dan keharusan untuk bekerja keras; (e) faktor personal seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dsb. yang mempengaruhi kewirausahaan. Idealnya seorang pelaku wirausaha mampu menghadapi semua hambatan kewirausahaan yang pasti akan berjalan berdampingan dengan usaha
yang dijalankan. Hambatan yang berupa kesulitan mempertahankan kewirausahaan yang dijalankan dapat berhubungan dengan kemandirian, karena berdasarkan uraian di atas apabila seseorang mempunyai kemandirian maka seseorang akan mampu mempertahankan kewirausahaan tersebut. Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Brawijaya. HIPOTESIS PENELITIAN Terdapat hubungan yang signifikan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Brawijaya. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kemandirian Kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya (Mu’tadin, 2002). Menurut Parker, kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi seseorang yang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh. Selain itu seseorang yang mandiri juga menolak ikut campurnya orang lain dalam usahanya sendiri (Ali, 2005). Menurut Steinberg (2002), kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam bertingkah laku, merasakan sesuatu, dan mengambil keputusan berdasarkan kehendaknya sendiri. Mandiri merupakan salah satu ciri utama kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang telah dewasa dan matang. Steinberg (2002) menjelaskan bahwa kemandirian terbagi menjadi tiga dimensi yaitu: a) Kemandirian emosi (emotional autonomy), adalah kemampuan untuk tidak tergantung terhadap dukungan emosional orang lain terutama orang tua. b) Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy), adalah merupakan kapasitas individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. c) Kemandirian nilai (values autonomy), adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk mengikuti tuntutan orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai 2. Intensi Berwirausaha Menurut Low dan MacMillan (Reardon, De Pillis, Emmeline, Kathleen 2007), intensi berwirausaha adalah intensi untuk memulai sebuah bisnis baru. Menurut Indarti (2008), intensi berwirausaha juga dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Sedangak Wijaya (2008), mendefinisikan intensi berwirausaha yaitu tendensi keinginan individu melakukan tindakan wirausaha dengan menciptakan produk baru baik barang dan jasa melalui peluang bisnis dan pengambilan risiko. Menurut Shapero dan Sokol (Riyanti, 2009), intensi dipengaruhi oleh tiga dimensi: a) Perceived desirability, adalah bias personal seseorang yang memandang penciptaan usaha baru sebagai sesuatu yang menarik dan diinginkan.
Persepsi desirability juga diartikan sebagai keinginan mengacu pada kebebasan seseorang merasakan daya tarik pada perilaku yang di diberikan, untuk menjadi wirausaha. b) Perceived feasibility, didefinisikan sebagai kebebasan dimana seseorang mempertimbangkan dirinya secara pribadi melaksanakan perilaku yang diyakininya. Elemen ini menunjukkan derajat kepercayaan dimana seseorang memandang dirinya mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya (manusia, sosial, finansial) untuk membangun usaha baru. c) Propensity to act, menunjukkan dorongan dalam diri seseorang untuk bertingkah laku dan intensitasnya sangat bervariasi bagi tiap individu. Determinan ini tidak hanya mempunyai pengaruh tidak langsung. Ketika propensity to act individu rendah, intensi untuk berwirausaha mempunyai kemungkinan yang kecil untuk berkembang, dan perceived desirability menjadi prediktor satu-satunya intensi. Tetapi, jika propensity to act individu tinggi, kuantitas pengalaman berwirausaha sebelumnya sebagai tambahan pada perceived feasibility dan perceived desirability secara langsung mempengaruhi intensi (Krueger, 2000). METODE PENELITIAN Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah kemandirian sedangkan variabel dependen (terikat) adalah intensi berwirausaha. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 102 mahasiswa Universitas Brawijaya Malang dan sedang dan atau pernah memiliki usaha jual beli produk ataupun penyedia jasa, baik secara perseorangan ataupun kelompok. Uji coba penelitian menggunakan 36 mahasiswa FISIP yang sedang dan atau pernah memiliki usaha jual beli produk ataupun penyedia jasa, baik secara perseorangan ataupun kelompok dan tidak dijadikan subjek dalam penelitian. Alat ukur untuk variabel kemadirian menggunakan skala dari Steinberg (2002) yang memiliki 3 dimensi yaitu kemandirian emosi (emotional autonomy), kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy), kemandirian nilai (values autonomy). Skala kemandirian terdiri dari 15 aitem pernyataan dengan skor skala Likert-Like yang menyediakan 4 alternatif respon jawaban. Pada uji coba penelitian uji reliabilitas skala menggunakan analisis aitem dengan koefisien Cronbach Alpha dan menghasilkan nilai sebesar 0,863 dengan standar aitem gugur sebesar 0,3 dan menghasilkan 15 aitem lolos yang bergerak dari 0,328 sampai dengan 0,864 Variabel intensi berwirausaha menggunakan skala Shapero dan Sokol (Riyanti, 2009) yang memiliki 3 aspek yaitu perceived desirability, perceived feasibility, propensity to act. Skala intensi berwirausaha terdiri dari 11 aitem pernyataan. Pada uji coba penelitian uji reliabilitas skala menggunakan analisis aitem dengan koefisien Cronbach Alpha dan menghasilkan nilai sebesar 0,883 dengan standar aitem gugur sebesar 0,3 dan menghasilkan 11 aitem lolos yang bergerak dari 0,858 sampai dengan 0,886. Penggunaan skala Likert-Like dengan 4 alternatif jawaban dilakukan untuk mengurangi kecenderungan responden memilih jawaban ragu-ragu atau netral.
Alternatif jawaban ragu-ragu seringkali memiliki arti ganda (multiple interpretable), menimbulkan kecenderungan untuk menjawab ke tengah (central tendency effect), dan tidak dapat menunjukkan kecenderungan responden ke arah setuju atau tidak setuju (Wicaksono, 2009). VALIDITAS 1. Skala kemandirian Pengujian terhadap validitas tampang dikakukan dengan evaluasi panel yaitu meminta pendapat kepada subjek penelitian, dengan mencantumkan pernyataan tambahan berupa tampilan cover kuesioner, ukuran huruf dan kalimat-kalimat yang disampaikan pada kuesioner, diketahui bahwa sebanyak 99 subjek dengan 97,06% menyatakan bahwa tampilan cover kuesioner jelas, sebanyak 102 subjek atau 100% menyatakan bahwa ukuran huruf jelas, serta menurut subjek yang berjumlah 100 dengan presentase 98,04% juga menyatakan bahwa kalimat-kalimat yang disampaikan dalam kuesioner jelas. Pengujian juga dilakukan dengan expert judgement dengan 2 dosen pembimbing yang berkompeten dalam bidang kemandirian. 2. Skala intensi berwirausaha Pengujian validitas skala ini dengan menggunakan CVR (Content Validity Ratio), dengan meminta bantuan 3 SME (Subject Matter Expert) yang berkompenten dalam bidang kewirausahaan untuk menyatakan item-item dalam variabel tersebut esensial atau tidak. Item dinilai esensial bilamana item tersebut dapat merepresentasikan dengan baik tujuan pengukuran. METODE ANALISIS Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Product Moment-Pearson. HASIL Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diperoleh besarnya korelasi antara variabel kemandirian dengan variabel intensi berwirausaha yaitu 0,716 dengan nilai signifikan 0,000. Hal ini menunjukkan suatu hubungan positif antara selfkemandirian dengan intensi berwirausaha yang berarti semakin tinggi kemandirian seorang mahasiswa maka semakin tinggi pula intensi berwirausaha yang ada di dalam dirinya. Selain itu nilai signifikansinya yang diperoleh sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha serta adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Sehingga hipotesa yang diajukan oleh peneliti yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha mahasiswa Universitas Brawijaya dapat diterima. DISKUSI Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh di lapangan, hasil data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS 20.0 for windows terhadap kedua
variabel yaitu variabel kemandirian dan variabel intensi berwirausaha menunjukkan hasil bahwa dari 102 subjek yang diteliti terlihat sebagian besar subjek memiliki kemandirian yang tergolong tinggi sebanyak 102 subjek dengan prosentase sebesar 100% serta memiliki intensi berwirausaha yang tergolong sedang yaitu 6 subjek atau 5,9%, sisanya yang berjumlah 96 atau 94,1% subjek termasuk kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan, diketahui bahwa variabel kemandirian memiliki hubungan positif dan korelasi sangat kuat secara signifikan dengan intensi berwirausaha mahasiswa Universitas Brawijaya Malang. Semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi pula intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Brawijaya. Hal tersebut terjadi dikarenakan hasil penelitian menunjukkan adanya koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,716. Berdasarkan kriteria dari Suliyanto (2011) interval koefisien korelasi 0,80 s.d 1,00 berarti korelasi sangat kuat. Nilai signifikansi dari hasil analisis korelasi sebesar 0,000 yang nilai tersebut merupakan dibawah 0,05 atau dapat dikatakan signifikan. Hasil analisa secara statistik menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh peneliti dapat diterima, karena hasil dari penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Brawijaya Malang. Steinberg (2002) menjelaskan bahwa kemandirian terbagi menjadi tiga bagian yaitu kemandirian emosi, kemandirian tingkah laku, dan kemandirian nilai. Individu yang mandiri secara perilaku memiliki kemampuan untuk membuat suatu keputusan sendiri dan dapat melaksanakan keputusannya tersebut. Individu yang mandiri juga memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta penting dan tidak penting dalam memandang sesuatu yang dilihat dari sisi nilai. Orang yang memiliki kepribadian ekstrovert mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengambil keputusan yang mengandung risiko, karena mereka cenderung “mengecilkan arti” dari risiko yang ada. McCrimmon dan Wehrung mengungkapkan bahwa semakin tinggi taraf pendidikan, semakin tinggi pula keberanian dan kesediaannya untuk mengambil risiko (Riyanti, 2009). Hal ini dibuktikan dengan subyek penelitian membuat penilaian mengenai wirausaha dan memutuskan untuk berwirausaha, wirausaha merupakan pekerjaan yang mempunyai risiko cukup tinggi karena apabila perencanaan dan pelaksanaannya tidak matang maka produk yang akan dipasarkan kesulitan untuk bersaing di pasar, sehingga dapat menimbulkan risiko kerugian bagi wirausahawan. Salah satu dimensi kemandirian adalah dimensi kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy) yaitu kemandirian dalam bentuk fungsi individu yang aktif dan nyata dengan memiliki ciri-ciri memiliki kemampuan mengambil keputusan, memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain dan memiliki rasa percaya diri. Hal tersebut sesuai dengan dimensi intensi berwirausaha perceived feasibility yaitu kepercayaan dimana seseorang memandang dirinya mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan sumberdaya (manusia, sosial dan finansial) untuk membangun usaha baru. Membangun sebuah usaha memerlukan berbagai sumber daya, mulai dari seorang manusia yang mempunyai ide untuk menciptakan suatu usaha, lingkungan sosial yang dapat mendukung kelangsungan wirausaha, dan modal secara finansial. Ketiga aspek tersebut sangat berkaitan, apabila salah satu
dari aspek tersebut tidak terpenuhi maka sebuah wirausaha tidak akan terealisasi. Jadi sesuai dengan kedua dimensi antara behavioral autonomy dan perceived feasibility, diperlukan kemandirian tingkah laku yang tinggi agar individu memiliki rasa percaya diri untuk mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya untuk membangun sebuah usaha baru. Berdasarkan data demografis, mahasiswa di Universitas Brawijaya melaksanakan usaha sesuai keputusannya dengan mempertimbangkan risiko yang akan mereka hadapi. Mereka memutuskan berwirausaha dengan berbagai macam pangsa pasar yang akan dituju, beberapa bidang wirausahanya yaitu dibidang makanan, konveksi, online shop, alat komunikasi, bengkel dan lain-lain. Dengan memutuskan untuk memilih salah satu bidang wirausaha, hal itu menunjukkan bahwa mahasiswa mempunyai kemandirian karena sudah bisa memikirkan tantangan dan risiko apa yang akan dihadapi ketika menjalankan sebuah usaha. Steinberg (2002) juga menambahkan bahwa mandiri merupakan salah satu ciri utama kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang telah dewasa dan matang. Hal ini sejalan dengan subjek dalam penelitian ini yang rata-rata memiliki umur 20 tahun sampai 25 tahun. Didukung pendapat Santrock (2002) yang mengatakan bahwa dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan permulaan dari masa dewasa awal yaitu kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Sebagai tanda dimana seseorang memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi individu yang relatif bebas dari penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain yang meliputi perilaku pengambilan inisiatif dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah. Kemandirian merupakan salah satu unsur kepribadian yang menjadi modal dasar bagi manusia dalam menentukan sikap dan perbuatannya terhadap lingkungan. Kemandirian merupakan hasil interaksi dari aspek kognisi, afeksi, dan konasi melalui proses pengkondisian dan proses belajar yang akhirnya membentuk pengalaman hidup (Masrun dkk., 1986). Kemandirian ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Apabila dilihat dari teori Locus of Control menjelaskan bahwa seseorang dengan kemandirian yang tinggi mampu mengendalikan peristiwa-peristiwa dalam lingkup hidupnya. Pengendalian terhadap peristiwa yang ada di sekitar individu berkaitan dengan prestasi yang akan diraih individu tersebut (Masrun dkk., 1986).. Menurut teori kebutuhan McClelland (1987) seorang high achiever adalah orangorang yang merasa lebih mampu mengendalikan peristiwa yang ada di luar dirinya. Seorang high achiever tentunya mempunyai tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi. Kebutuhan untuk berprestasi merupakan salah satu faktor yang dapat memicu munculnya kewirausahaan. Seperti dikemukakan oleh Farzaneh dkk. (2010) bahwa kebutuhan untuk berprestasi dapat digunakan sebagai alasan seseorang untuk memilih kewirausahaan sebagai karier dan sebagai pemicu kinerja dalam melaksanakan kewirausahaan. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Robichaud (2001) kemandirian merupakan faktor yang
mempunyai skor tertinggi dalam memicu seseorang untuk mengembangkan dan mengaplikasikan kewirausahaan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa kemandirian yang dimiliki mahasiswa Universitas Brawijaya sangat tinggi. Kemandirian merupakan aspek kehidupan yang dimiliki oleh setiap manusia, namun hasil setiap proses perkembangan kemandirian setiap orang akan berbeda, dikarenakan individu tumbuh dan berkembang di lingkungan yang mengajarkan budaya toleransi dan saling membutuhkan satu sama lain. Kemandirian yang dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dapat mempengaruhi seseorang dalam mengaplikasikan kewirausahaan yang dimiliki. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Abbey (2002) yang menyebutkan bahwa nilai budaya mempengaruhi kegiatan kewirausahaan. Pemahaman akan kewirausahaan dipengaruhi oleh komunitas (lingkungan), dan lingkungan mampu mempengaruhi perkembangan kemandirian. Penelitian Susilawati (2014) juga menjelaskan bahwa faktor lingkungan (dukungan sosial dan organisasi) mempengaruhi secara signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa. Menurut Indarti dan Rostiani (2008), terdapat tiga faktor lingkungan yang dipercaya mempengaruhi wirausaha yaitu akses mereka kepada modal, informasi, dan kualitas jaringan sosial yang dimiliki, yang kemudian disebut kesiapan instrumen. Modal usaha merupakan salah satu kesiapan instrumen yang penting dalam berwirausaha, dengan adanya modal usaha maka akan mempengaruhi intensi berwirausaha pada individu. Akses kepada modal merupakan hambatan klasik terutama dalam memulai usaha-usaha baru, setidaknya terjadi di negaranegara berkembang dengan dukungan lembaga-lembaga penyedia keuangan yang tidak begitu kuat (Indarti & Rostiani , 2008). Studi empiris terdahulu menyebutkan bahwa kesulitan dalam mendapatkan akses modal, skema kredit, dan kendala sistem keuangan dipandang sebagai hambatan utama dalam kesuksesan usaha menurut calon-calon wirausaha di negara-negara berkembang (Achadiyah & Irafami, 2013). Berdasarkan hasil obrolan singkat dengan beberapa subjek saat mengisi kuisioner dapat diketahui bahwa sebagian subjek mendapatkan modal usaha yang berasal dari hasil lomba yang diadakan oleh Universitas Brawijaya yaitu PMW (Pekan Mahasiswa Wirausaha). Sedangkan sisanya berasal dari faktor lain misalnya dari tabungan dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa juga memiliki kemandirian dalam melaksanakan wirausahanya dengan bertanggung jawab dan mempunyai banyak cara untuk berinisiatif dalam mencari modal demi merealisasikan usahanya. Ketersediaan informasi usaha merupakan faktor penting yang mendorong keinginan seseorang untuk membuka usaha baru (Indarti & Rostiani, 2008), Aldrich dan Zimmer menyatakan bahwa jaringan sosial mempengaruhi intensi kewirausahaan. Jaringan sosial didefinisikan sebagai hubungan antara dua orang yang mencakup a) komunikasi atau penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain; b) pertukaran barang dan jasa dari dua belah pihak; dan c) muatan normatif atau ekspektasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain karena karakter-karakter atau atribut khusus yang ada. Bagi wirausaha, jaringan merupakan alat mengurangi risiko dan biaya transaksi serta memperbaiki akses terhadap ide-ide bisnis, informasi, dan modal (Achadiyah & Irafami, 2013).
terdapat 10 mahasiswa yang mempunyai usaha dibidang online shop hal ini merupakan peluang yang diambil oleh mahasiswa dimana mereka memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada seperti media sosial (facebook, twitter, instagram, dll.) yang berguna untuk memperkenalkan produk mereka dengan cara online sehingga memudahkan konsumen untuk mengakses dan memberikan informasi mengenai produk apa yang akan mereka beli. Penggunaan media sosial ini sangat membantu dalam mengurangi risiko-risiko pengeluaran dalam pengenalan dan pemasaran produk mereka. Wijaya (2008) menjelaskan selain itu intensi berwirausaha seseorang juga dipengaruhi dari lingkungan misalnya orang tua, budaya, pandangan hidup, proses pendidikan dan lain-lain. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa Universitas Brawijaya yang berorientasi pada entrepreneurship. Lingkungan kampus dapat mempengaruhi mahasiswa untuk berwirausaha, terbukti dari seluruh mahasiswa Universitas Brawijaya yang dijadikan subjek penelitian mempunyai intensi berwirausaha yang tinggi. Universitas Brawijaya sangat mendukung mahasiswa bagi yang ingin melakukan wirausaha, terbukti Universitas Brawijaya mempunyai suatu program yaitu Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang dikhususkan kepada para mahasiswa yang berminat berwirausaha. Dengan adanya hal ini, PMW menawarkan modal cukup besar bagi mahasiswa yang berminat, mahasiswa di berbagai fakultas dapat mengikuti program ini untuk mendapatkan dukungan usaha yang ingin dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Indarti dan Rostiani (2008) yang dilakukan di tiga negara yang berbeda. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa lingkungan sangat memengaruhi keinginan seseorang untuk berwirausaha. KESIMPULAN Hasil penelitian dengan menggunakan analisa korelasi Product momentPearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antar variabel sehingga semakin tinggi kemandirian maka semakin tinggi pula intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Brawijaya Malang. Hipotesa yang diajukan oleh peneliti yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kemandirian dengan intensi berwirausaha dapat diterima. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi subjek penelitian (Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang) Setiap mahasiswa sebaiknya mencoba mengembangkan kemampuan kewirausahaannya dengan kreatifitas dan inovasi yang baru agar usaha yang dijalankan lebih menarik dan dapat bertahan lama. Selain itu, untuk meningkatkan atau menumbuhkan intensi berwirausaha maka sebaiknya mengembangkan kemandirian, dan untuk meningkatkan atau menumbuhkan kemandirian maka sebaiknya mengembangkan intensi berwirausaha. 2. Bagi Universitas Brawijaya
Hendaknya terus menjaga dan mendukung potensi-potensi mahasiswa yang ingin mengembangkan diri dengan berwirausaha. Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang sudah berjalan harus terus diperkenalkan dan dikembangkan agar mendapatkan calon wirausahawan dari berbagai fakultas dari generasi-generasi selanjutnya. 3. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan untuk pengambilan subjek penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada mahasiswa yang belum pernah mempunyai wirausaha agar dapat diketahui dan dibandingkan bagaimana kemandirian dan intensi berwirausaha seorang yang mahasiswa yang belum dan sudah memiliki suatu usaha. Diharapkan melakukan expert judgement dengan rumus CVR (Content Validity Ratio) terhadap kedua variabel tersebut agar terhindar dari ketimpangan hasil item dan mendapatkan hasil yang lebih akurat. Sebaiknya untuk pengumpulan subjek, terlebih dahulu mempunyai data subjek yang akan dijadikan penelitian, misalnya dengan mengetahui daftar subjek yang mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha (PMW), sehingga dapat diketahui lebih jelas tentang jumlah populasi dan sampelnya. KETERBATASAN PENELITIAN Keterbatasan penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Berikut adalah keterbatasan dan kekurangan yang dilakukan oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini yaitu pengumpulan jumlah subjek yang masih terbatas, karena peneliti tidak mengetahui jumlah populasi dan daftar mahasiswa yang berwirausaha dan pengujian validitas item dengan cara expert judgement dengan rumus CVR (Content Validity Ratio) hanya dilakukan pada satu variabel saja yaitu variabel intensi berwirausaha. DAFTAR PUSTAKA Abbey, A. (2002). Cross-Cultural Comparison of the Motivation for Entrepreneurship. Journal of Business and Entrepreneurship. Vol 14 No. 69. Achadiyah, B. N. dan Irafami, D.T. (2013). Perbandingan Intensi Kewirausahaan pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang: Jurusan Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi Pembangunan. Jurnal Nominal. Vol. 2 No. 2. Ali, M. (2005). Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta : Rineka Cipta. Farzaneh, G., Hassan, A., Gholamreza, P., Mirsalaldin, E., Parviz, A., Alireza, H. (2010). Relationship Between Creativity, Grade Point Average, Achievement Motivation, Age adn Entrepreneurship among University Students. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. Vol 4 No.10 Hidayat. A. A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika
Hisrich, R. D., Peters. M. P., Sherperd, D. A. (2005). Enrepreneurship. 6th edition. McGraw Hill. Indarti, N. dan Rostiani, R. (2008). Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jurnal Ekonomika dan Bisnis. Vol. 23 No. 4. Krueger, R., Casrud.at.al. (2000). Competing Model of Entrepreneurial Intentions. New York : Elsevier Science Inc. Masrun, Martono, Hardjito, Purbo, Sofiati, Muhana, Bawani, Auryati, Aritonang, Lerbin dan Soetjipto, H. P. (1986). Studi Mengenai Kemandirian di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis). Kantor KLH : Fakultas Psikologi UGM. Napitupulu, Paimin. (2009). Pelayanan Publik dan Customer Statisfiction. Bandung : Alumni. Panggabean, Edy. (2011). Mengeruk Untuk Dari Bisnis Kopi Luwak 1st edition. Jakarta : Agromedia Pustaka Reardon, De Pillis, Emmeline, Kathleen. (2007). Influence of personality traits and persuasive messages on entrepreneurial intention: A cross-cultural comparison. Journal motivation to become an entrepreneur. No.1 Hawaii and California, USA. Riyanti, B. P. D. (2009). Kewirausahaan Bagi Mahasiswa. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya. Robichaud, Y., McGraw, E., and Roger, A. (2001). Toward the Development of a Measuring Instrument for Entrepreneurial Motivation. Journal of Developmental Entrepreneurship. Vol. 6 No. 2. Shandu, M. S., Sidique, S. F., Riaz, S. (2010). Entreprenurial Barriers and entrepreneurial inclination among Malaysian postgraduate students. International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research. Vol.17 No. 44. Steinberg. (2002). Adolescence.6th Ed. USA: McGraw Hill Higher Education. Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi SPSS. Yogyakarta: ANDI. Susilawati, I. R. (2014). Can Personal Characteristics, Social Support, and Organizational Support Encourage Entrepreneurial Intention of Universities Students?. European Journal of Social Sciences. Vol. 41 No. 4. Wicaksono, D. (2009). Pengaruh Kepercayaan Diri, Motivasi Belajar sebagai Akibat dari Latihan Bola Voli Terhadap Prestasi Belajar Atlet di Sekolah. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Wijaya, T. (2008). Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 10. No. 2, 93104.