HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI REMAJA DENGAN PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA DI SMAN 2 UNGARAN
Evi Fitriani, S.Kep *) Puji Lestari, S.Kp., Ns., M.Kes**), Sukarno, S.Kep., Ns**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK Masa remaja merupakan masa transisi yang perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan dari orang yang dekat dengannya terutama orang tua dan keluarganya. Remaja harus mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dapat mengatasi permasalahannya. Faktor yang mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja salah satunya adalah peran orang tua. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kemampuan komunikasi remaja dengan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja di SMAN 2 Ungaran. Penelitian ini menggunakan rancangan studi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Populasi adalah keseluruhan objek dalam penelitian sejumlah 592 responden. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa – siswi kelas XI dan XII sebanyak 100 responden dan teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling. Kemudian data dianalisa secara statistik dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar kemampuan komunikasi remaja baik sebanyak 45 (45,0%), dan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja baik sebanyak 41 (41,0%). Ada hubungan kemampuan komunikasi remaja dengan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja di SMAN 2 Ungaran dengan nilai p value 0,024. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada remaja untuk senantiasa berkomunikasi dengan orang tua supaya dapat menghindarkan remaja dari segala sesuatu yang menimbulkan hal-hal negatif yang merugikan diri remaja itu sendiri. Kata kunci : kemampuan komunikasi, remaja, peran orang tua Pustaka : 50 (1997 – 2012).
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan suatu masa dimana individu mengalami perubahan dari masa anak-anak ke masa remaja atau usia belasan tahun. Masa remaja juga diartikan sebagai masa dimana seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga dicapainya kematangan seksual (Agustiani, 2006) Seiring dengan masa perkembangannya maka remaja memiliki tugas perkembangan yaitu dituntut untuk mempersiapkan diri dalam memasuki masa tersebut agar remaja dapat memiliki keutuhan pribadi dalam arti yang seluasluasnya (Sarwono, 2011). Adanya tugas-tugas perkembangan bagi remaja tersebut dapat membuat remaja merasakan beban dalam kehidupannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Sofia (2009) bahwa pertumbuhan fisik masa remaja akan diikuti oleh adanya gejolak dan permasalahan baik secara medis maupun psikososial. Gejolak dan permasalahan ini dapat disebabkan oleh kondisi remaja yang sedang mencari jati diri terhadap normanorma baru yang berlaku di dalam lingkungannya. Remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan peran barunya tersebut dapat membuat dirinya labil dan emosional bahkan dapat membuat frustasi dan depresi hingga berperilaku yang merugikan baik bagi diri sendiri maupun orang lain (Sofia, 2009). Masalah itu timbul seiring dengan perkembangan remaja yang sedang dalam masa transisi. Masa transisi yaitu suatu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Di dalam menghadapi masalah yang begitu kompleks tersebut, banyak remaja yang dapat
mengatasi masalahnya dengan baik, namun tidak jarang ada sebagian remaja yang kesulitan dalam melewati dan mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya. Remaja yang gagal mengatasi masalah seringkali menjadi tidak percaya diri, prestasi di sekolah menurun, hubungan dengan teman menjadi kurang baik serta berbagai masalah dan konflik lainnya yang terjadi (Gordon, 2000). Melakukan pemecahan masalah yang ideal sangat diharapkan setiap manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Berbagai macam upaya dilakukan oleh setiap individu untuk menyelesaikan persoalan hidup. Remaja membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari orangtua untuk membantu mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya. (Suwanto, 2009). Komunikasi menjadi faktor yang signifikan dalam membina kondisi keluarga yang kondusif, sangat penting bagi remaja dan untuk dapat berbagi pemikiran, perasaan dan sikap. Suasana keterbukaan perlu dibina diantara anggota keluarga, terutama dengan remaja yang sedang mengalami pertumbuhan (Mighwar, 2006). Dalam berkomunikasi seseorang harus memiliki kemampuan berkomunikasi. Hal ini merupakan hal terpenting bagi seseorang dan terutama untuk remaja. kemampuan komunikasi adalah kemampuan komunikator (orang yang menyampaikan informasi) untuk mempergunakan bahasa yang dapat diterima dan memadai secara umum ( Kridalaksana, 2000 ). Remaja yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik mampu mengatasi dan
mengarahkan dirinya, memperhatikan dunia luar. Kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh remaja harus dikembangkan sehingga remaja memiliki kemampuan komunikasi yang baik ( Rakhmat, 2007 ). Menurut De Vito (1997) aspek- aspek komunikasi meliputi keterbukaan, empati, sikap suportif, perasaan positif dan kesetaraan. Keterbukaan menunjukkan pada keinginan untuk membuka diri atau berbagi infomasi yang biasanya ditutupi oleh seseorang, Empati dimaksudkan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain atau mencoba merasakan apa yang sedang dialami oleh orang lain. Sikap suportif dapat menciptakan suasana atau lingkungan yang tidak mengevaluasi individu sehingga individu menjadi bebas dan tidak malu dalam mengungkapkan perasaan. Perasaan positif dalam hal ini memberikan penghargaan yang positif untuk seseorang atau orang lain dengan memberikan respon yang positif. Komunikasi akan berlangsung efektif jika situasi yang diciptakan antara pengirim dan penerima sejajar. Dalam keluarga komunikasi remaja dan orang tua sangat penting. Keluarga merupakan lingkungan awal dari pembentukan rasa aman sehingga akan berdampak positif dalam perkembangan jiwa pada remaja (Gunarsa, 2002). Idealnya remaja terbuka berkomunikasi dengan orangtuanya, karena orangtua merupakan orang yang paling dekat dengan remaja, mengenal keadaan diri remaja, dan sebagai tempat yang aman bagi remaja untuk berbagi masalah informasi, dan berbagi kasih sayang (Effendy, 2003). Orang tua diharapkan lebih banyak berperan
aktif karena orang tua memiliki wawasan, informasi, kematangan pribadi yang lebih dibandingkan dengan remaja (Gunarsa, 2002 ). Menurut (Kurnia, 2007) peran yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mengembangkan kemampuan mengatasi masalah yang dihadapi remaja yakni memberikan pemikiran dan pertimbangan bukan memutuskan apalagi menutut kepada remaja tentang alternatif ( pilihan penyelesaian masalah ) yang dihadapi, menanamkan nilai- nilai perilaku yang baik melalui diskusi dan komunikasi dua arah, membantu mengembangkan potensi yang ada dalam diri remaja, meningkatkan kepercayaan diri remaja melalui pemberian kesempatan kepada remaja untuk memutuskan penyelesaian masalah yang dihadapi. Studi pendahuluan yang dilakukan pada 8 orang siswa SMAN 2 Ungaran tentang kemampuan komunikasi remaja dengan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja didapatkan 3 siswa mengatakan tanpa ragu untuk bercerita secara langsung kepada orang tua, memahami apa yang dirasakan, menunjukkan sikap yang baik dalam berinteraksi, berbagi pemikiran dan perasaan dengan orang tua. Pada 3 siswa tersebut diantaranya 2 orang tua sering mendorong remaja untuk mengutarakan masalah/ pendapatnya, memberikan arahan dan nasehat, serta memberikan peluang kepada remaja untuk memutuskan penyelesaian masalah yang dihadapi dan 1 orang tua acuh tak acuh, bersikap masa bodoh. Sementara 3 siswa mengatakan kadang- kadang terbuka untuk bercerita kepada orang tua,
memahami apa yang dirasakan, menunjukkan sikap yang baik dalam berinteraksi, kadang berbagi pemikiran dan perasaan dengan orang tua ( menghindar dari orang tua ). Pada 3 siswa tersebut diantaranya 2 orang tua terkadang mendorong remaja untuk mengutarakan masalah/ pendapatnya, memberikan arahan dan nasehat, serta memberikan peluang kepada remaja untuk memutuskan penyelesaian masalah yang dihadapi dan 1 orang tua bersikap respek. Sedangkan 2 orang siswa mengatakan jarang sekali terbuka dengan orang tua seperti pada kasus anak yang tidak virgin/ hamil mereka enggan bercerita dengan orang tua karena mereka merasa takut di marahi/ diusir dari rumah, tidak memahami apa yang dirasakan, menunjukkan sikap yang buruk dalam berinteraksi, berbagi pemikiran dan perasaan dengan orang tua ( menghindar dari orang tua). Akan tetapi orang tua mendorong remaja untuk mengutarakan masalah pendapatnya, memberikan arahan dan nasehat, serta memberikan peluang kepada remaja untuk memutuskan penyelesaian masalah yang dihadapi. Dari masalah yang muncul diatas penelitian tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan kemampuan komunikasi remaja dengan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan mengatasi masalah pada remaja di SMAN 2 Ungaran” METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional study, dimana lokasi
penelitian adalah SMAN 2 Ungaran. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian sejumlah 592 responden. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa- siswi kelas XI dan XII SMAN 2 Ungaran sebanyak 100 responden dan teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner yaitu kuesiner kemampuan komunikasi remaja dan kuesioner peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Analisa univariat dalam penelitian ini menggunakan tabel distribusi frekuensi dan analisa bivariat menggunakan korelasi Chisquare. HASIL PENELITIAN 1. Kemampuan Komunikasi Remaja Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Remaja di SMAN 2 Ungaran Kemampuan Komunikasi Remaja Kurang Cukup Baik Total
Frekuensi 23 32 45 100
Persentase (%) 23,0 32,0 45,0 100,0
Tabel 1 Menunjukan bahwa sebagian besar responden mempunyai kemampuan komunikasi remaja yang baik yaitu 45 responden (45,0%), sedangkan responden dengan kemampuan komunikasi yang cukup ada 32 responden
(32,0%) dan responden dengan kemampuan komunikasi kurang yaitu 23 responden (23,0%). 2. Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Orang Tua di SMAN 2 Ungaran Peran Orang Persentase Tua Frekuensi (%) Kurang 20 20,0 Cukup 39 39,0 Baik 41 41,0 Total 100 100,0 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden mempunyai peran orang tua yang baik yaitu 41 responden (41,0%), sedangkan responden dengan peran orang tua yang cukup ada 39 responden (39,0%) dan peran orang tua kurang yaitu 20 responden (20,0%). 3. Kemampuan Komunikasi Remaja dengan Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah pada Remaja di SMAN 2 Ungaran Tabel 3 Tabulasi silang antara Kemampuan Komunikasi Remaja dengan Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah pada Remaja Di SMAN 2 Ungaran
Kemampuan Peran orang tua Total komunikasi Kurang Cukup Baik remaja F % F % f % f % Kurang 9 39,1 7 30,4 7 30,4 23 100,0 Cukup 8 25,0 13 40,6 11 34,4 32 100,0 Baik 3 6,7 19 42,2 23 51,1 45 100,0 Total 20 20,0 39 39,0 41 41,0 100 100,0
p value = 0,024 2=11,274 Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase responden pada kemampuan komunikasi remaja yang kurang, peran orang tua paling banyak dalam kategori kurang yakni (39,1%), sedangkan kemampuan komunikasi remaja yang cukup, peran orang tua paling banyak dalam kategori cukup yakni (40,6%) dan kemampuan komunikasi remaja yang baik, peran orang tua paling banyak dalam kategori baik yakni (51,1%). Uji statistik dengan Chi Square didapatkan p value=0,024≤0,05, maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan komunikasi remaja dengan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja di SMAN 2 Ungaran. PEMBAHASAN A. Gambaran Kemampuan Komunikasi Remaja Di SMAN 2 Ungaran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden diperoleh bahwa sebagian besar responden mempunyai kemampuan komunikasi remaja yang baik yaitu 45 responden (45,0%), sedangkan responden dengan kemampuan komunikasi remaja yang cukup ada 32 responden (32,0%) dan responden dengan
kemampuan komunikasi remaja kurang yaitu 23 responden (23,0%). Dari uraian tentang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, sebagian besar kemampuan komunikasi remaja dengan kategori baik, yaitu sebanyak 45 orang (45,0%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat dari jawaban kuesioner yang diberikan oleh responden dimana 43% remaja selalu mengungkapkan keinginannya kepada orang tua, 37% remaja selalu bersikap jujur, 33 % remaja ikut merasakan apa yang dirasakan orang tua, 37 % remaja selalu mendengar ketika orang tua menasehati, 42% selalu remaja memahami keinginan dan permasalahan, 32 % remaja selalu menerima perbedaan pendapaat saat berkomunikasi, 42 % remaja sering mengerti apa yang dimaksud oleh orang tua, 51 % remaja selalu bersedia mendengar saran dari orang tua. Penelitian ini didukung oleh penelitian Marseliana ( 2011 ) yang berjudul “ Hubungan Pola Komunikasi Remaja 14 - 17 Tahun dalam Keluarga Dengan Perkembangan Sosial remaja Di SMK Mandiri Bojong Gede, Bogor. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara Pola Komunikasi Remaja 14- 17 Tahun dalam Keluarga Dengan Perkembangan Sosial remaja Di SMK Mandiri Bojong Gede, Bogor dengan p value ( 0,013) Berdasarkan hasil penelitian presentase kemampuan komunikasi remaja dengan kategori kurang baik, yaitu
sebanyak 23 orang (23,0%). Hal ini disebabkan remaja tidak bisa menahan emosinya, bersikap tertutup, selain itu dilihat dari faktor jenis kelamin responden, data menunjukan jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki- laki, Hal ini terkait dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gray (2008) menyatakan bahwa laki-laki cenderung bersifat dominan, aktif, bebas, percaya diri yang tinggi, keras dan yakin pada diri sendiri sehingga sulit untuk mengungkapkan konflik yang terjadi dalam dirinya kepada orang lain, hal ini mengakibatkan laki-laki sulit berkomunikasi secara baik. B. Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah pada Remaja Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden diperoleh bahwa sebagian besar peran orang tua termasuk dalam kategori peran orang tua yang baik yaitu 41 responden (41,0%), sedangkan responden dengan peran orang tua yang cukup ada 39 responden (39,0%) dan peran orang tua kurang yaitu 20 responden (20,0%). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar peran orang tua dalam kategori baik yaitu 41 responden (41,0%) dimana 40% sering memberikan saran dalam menyelesaikan masalah, 43% selalu memberi kesempatan untuk mengekspresikan kemampuan yang dimiliki, 48% selalu memotivasi untuk mengembangkan keterampilan dan potensi yang dimiliki, 51%
selalu memotivasi untuk percaya diri dalam melakukan sesuatu. Orang tua tersebut mampu menciptakan hubungan yang baik dalam hal saling menghormati hak-hak anggota keluarga khususnya hak anak remaja. Baumrind (Santrock, 2003) menjelaskan bahwa lingkungan yang sangat berperan dalam kehidupan seorang remaja adalah keluarga, dalam hal ini orang tua. Perhatian serta pembelajaran yang didapatnya dari keluarga dapat mempengaruhi kemampuan menyelesaikan dari masalah yang dihadapi. Peran orang tua paling berpengaruh terhadap perkembangan anak. Peran orang tua yang baik menjadikan remaja lebih mudah memahami dan aktivitasnya dapat terkontrol secara positif. Hal ini sangat dibutuhkan oleh remaja untuk proses perkembangannya, sehingga remaja merasa lebih diakui, mandiri dan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang dialami. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa kemampuan remaja dalam menghadapi masalah menjadi lebih baik dan rasional. Melalui peran orang tua dapat membantu mempersiapkan remaja untu mampu mengembangkan peran, kemampuan sosial remaja. Walaupun sebagian besar peran orang sudah baik, namun masih terdapat juga peran orang tuanya kurang baik. Dari hasil penelitian didapatkan 20 responden (20,0%). Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang melibatkan pendewasaan orang tua. Perubahan sosial orang tua
sehubungan dengan usia paruh baya. C. Hubungan Kemampuan Komunikasi Remaja Dengan Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah Pada Remaja Di SMAN 2 Ungaran Berdasarkan Uji statistik dengan Chi Square didapatkan p value=0,024≤0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara kemampuan komunikasi remaja dengan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah pada remaja di SMAN 2 Ungaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi remaja yang kurang, peran orang tua paling banyak dalam kategori kurang yakni (39,1%), sedangkan kemampuan komunikasi remaja yang cukup, peran orang tua paling banyak dalam kategori cukup yakni (40,6%) dan kemampuan komunikasi remaja yang baik, peran orang tua paling banyak dalam kategori baik yakni (51,1%). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan komunikasi remaja yang baik, peran orang tua paling banyak dalam kategori baik yakni (51,1%). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mighwar ( 2006) bahwa komunikasi menjadi faktor yang signifikan dalam membina kondisi keluarga yang kondusif, sangat penting bagi remaja dan untuk dapat berbagi pemikiran, perasaan dan sikap. Suasana keterbukaan perlu dibina diantara anggota keluarga,
terutama dengan remaja yang sedang mengalami pertumbuhan. Bila di dalam keluarga terdapat komunikasi yang baik antara remaja dan orang tua maka akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Remaja akan terbuka kepada orang tua sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dalam perkembangan dapat dipecahkan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi remaja yang baik, dimana peran orang tua dalam kategori kurang baik yakni 3 responden (6,7%) disebabkan karena sebagian besar orang tua responden bekerja, orang tua mempunyai kesibukan pekerjaan menyebabkan orang tua jarang bersama dengan anak sehingga orang tua kurang memperhatikan apa dan bagaimana proses perkembangan yang sedang dialami remaja, Orang tua diharapkan lebih banyak berperan aktif karena orang tua memiliki wawasan, informasi, kematangan pribadi yang lebih dibandingkan dengan remaja (Gunarsa, 2002 ). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dimana kemampuan komunikasi remaja kurang baik, peran orang tua dalam kategori baik yakni 30,4%. Hal ini disebabkan karena faktor nilai- nilai yang ditanamkan orang tua, orang tua selalu memberikan contoh kepada anak utnuk selalu mengamalkan nilainilai perilaku yang baik. Kurangnya komunikasi antara anggota keluarga dapat menjadi penyebab utama dari timbulnya berbagai masalah pada remaja. Kenakalan remaja dapat berakar
pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orang tua telah sibuk dengan berbagai aktivitas. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. D. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, keterbatasan yang muncul dapat dilihat saat peneliti melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Dalam melakukan penelitian ini peneliti tidak meneliti faktor-faktor seperti faktor kelas sosial, bentuk keluarga, model peran, tahap perkembangan keluarga, faktor peristiwa situsional khususnya masalah kesehatan atau sakit yang dapat mempengaruhi peran orang tua. 2. Penelitian ini tidak disertai dengan observasi langsung dari peneliti, tetapi hanya dari jawaban responden dalam kuesioner.
KESIMPULAN Ada hubungan antara hubungan kemampuan komunikasi remaja dengan peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan mengatasi masalah pada remaja di SMAN 2 Ungaran nilai p-value 0,024 < (0,05).
SARAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran untuk : 1. Remaja Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu remaja untuk menyadari bahwa komunikasi sangat diperlukan dalam keharmonisan keluarga. Berdasarkan hasi penelitian masih terdapat kemampuan komunikasi masih kurang sehingga diharapkan remaja dapat meningkatkan kemampuan komunikasi, menjaga hubungan baik dengan orang tua dan bersikap lebih kooperatif. 2. Orang Tua Dari hasil penelitian ini, orang tua diharapkan untuk lebih meningkatkan perannya terhadap perkembangan remaja karena berdasarkan hasil penelitian masih terdapat orang tua dengan kategori peran yang kurang baik sehingga diharapkan orang tua dapat lebih meluangkan waktu untuk bersama remaja , memperhatikan terutama pada anak remaja agar dapat mencapai proses perkembangannya dengan baik. 3. Pihak Sekolah Secara berkala membangun komunikasi yang dialogis dengan pihak orang tua, dalam rangka memberikan formulasi yang paling tepat dalam memperlakukan remaja. Hal ini dianggap penting agar di kemudian hari tidak ada aksi saling tuding antara pihak sekolah dengan orang tua, ketika remaja mengalami hambatan baik yang terkait dengan studinya, maupun perilakunya selama
berada dalam lingkup pengawasan sekolah. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu bagi peneliti yang tertarik dengan tema yang sama diharapkan menggunakan metode penelitian kualitatif. Ini dikarenakan metode kualitataif dirasa sebagai metode yang tepat untuk menggali segala informasi dari subyek mengenai kemampuan komunikasi remaja. Selain wawancara mendalam, diperlukan juga observasi dan wawancara langsung dengan orangtua sehingga mendukung data yang diambil. DAFTAR PUSTAKA Afrilia,Farhana & Kurniati, Ni Made Taganing ( 2008 ). Jurnal Penelitian Psikologi No. 2 Volume 13, Desember. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Agustiani. (2006). Psikologi remaja, karakteristik & permasalahannya. Retreived 13 April 2009, Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi remaja. Bandung : Pustaka Setia. Arikunto,
S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Asrori, M. ( 2006 ). Psikologi Remaja. Perkembangan . Jakarta: Rineka Cipta. Boeree,
C.G. (2008). Psikologi Sosial. Yogyakarta : Prismashope.
Cahyaningsih, S. (2011). Pertumbuhan perkembangan anak dan remaja. Jakarta : CV. Trans Info Medika. Cangara, H. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. Chaplin,
Dariyo.
C.P. (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Alih Bahasa : Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia.
De Vito, J. (1995). The Interpersonal Communication 7th edition. New York : HarperCollin College Publishers. Dyah, I. P. (2004). Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dan Locus of Control dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuen pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Effendy, O.U. (2003). Hubungan Masyarakat; suatu Studi Komunikologis cet. 6, Bandung: Remaja Rosda Karya. Faisol, A. (2008). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kemampuan Problem solving Pada Remaja, Skripsi Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Friedman,
Marilyn M. (2010). Keperawatan Keluarga: Teori dan praktik (Family Nursing Theory and Practice) alih bahasa : Ina Debora R.L, Edisi 5. Jakarta: EGC.
Gerungan, W.A. (2002). Psikologi Sosial. Bandung : Refika Aditama. Gordon, J.D (2000). Handbook & guide for teach: Onencountering and finding solution with drug use, abuse and addiction within our Indonesian school system. Bogir: Yayasan Harapan Permata. Gunarsa,
S.D (2000). Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Cet. 7 Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hidayat,
A. (2003). Metodelogi Penelitian Kebidan dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
Hurlock,
E.B. (2006). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Kridalaksana, H. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kurnia, A. (2007). IPS Terpadu. Jakarta: Ghalis Indonesia Printing. Marilyn M. (2001). Keperawatan Keluarga: Teori dan
Praktik (Family Nursing: Theory and Practice) alih bahasa : Ina Debora R.L, Edisi 3. Jakarta : EGC. Marseliana ( 2011 ). Hubungan Pola Komunikasi Remaja 14 - 17 Tahun dalam Keluarga Dengan Perkembangan Sosial remaja Di SMK Mandiri Bojong Gede, Bogor.Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Muhlisin,A. (2012). Keperawatan keluarga. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Mulyana. D. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Mulyono, Y. B. (2002). Mengatasi Kenakalan Remaja. Yogyakarta: Yayasan Andi. Nasution.
N. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam.
(2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian (Edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.
Papilia, Diane E & Old, Sally Wendkos ( 2001 ). Human Development (7th edition).USA : McGraw Hill. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktek. Alih Bahasa, Yasmin Asih. Ed.4. Jakarta : EGC. Rahmat,
J. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Santjaka,
A. (2011). Statistik untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Santrock, J.W. (2003). Adolescece Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga. Sarwono. (2004). Psikologi remaja. Jakarta : Grafindo Persada: Jakarta. Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Jogjakarta: Graha Ilmu. Setianingsih, E. Zahrotul Uyun, dkk (2006). Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol.3 No. 1, Juni.
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Stein & Book. (2002). Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung : Penerbit Kaifa. Soetjiningsih. (2007). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: CV Sagung Seto. Sofia Hartati. (2009). Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Depdiknas. Sugiyono, (2008). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Supartini, Y. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Surbakti. E.B (2008). Kenakalan orang tua : penyebab kenakalan remaja. Jakarta: PT. Elex Media Komputinda. Susilowati, H.S. (2003). Pengaruh Disiplin Belajar, Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Sekolah terhadap Prestasi Belajar Siswa X SMA N 1 Gomolong Kabupaten Sragen. www.jurnalskripsi.com. Diakses 27 Oktober 2010 Suwanto,
(2001), Manajemen
Asas-asas Sumber
Daya Manusia. Bandung: CV. Suci Press. Tarmuji.
(2001). Bimbingan Konseling Keluarga.Yogyakarta: UGM.
Wong, L. Donna. (2000). Pedoman Klinis Keperawatan Anak. Edisi 4. Jakarta: EGC. Winarni. (2003). Komunikasi Massa. Malang: UMM.