HUBUNGAN KECERDASAN BUDAYA TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA KELAS X PADA SMAN 6 JAKARTA Gesi Kautzar Putri
[email protected] Dosen Pembimbing : Cornelia Istiani S.Pd.,M.Psi.T Binus University : Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530. Telp. (62-21) 535 0660 Fax. (62-21) 535 0644
ABSTRAK Penelitian ini melihat tentang hubungan kecerdasan budaya terhadap prestasi akademik yang dilakukan di SMAN 6 Jakarta. Banyak penelitian yg menghubungkan prestasi akademik dengan IQ, motivasi berprestasi ataupun kecerdasan emosi, tetapi masih sedikit sekali penelitian yang menghubungkan kecerdasan budaya dan prestasi akademik. Metode yang dipakai adalah penyebaran kuesioner dengan item yang merujuk pada teori Stenberg dan Cultural Intelligence Center. Cronbach alpha pada penelitian ini adalah sebesar 0,867 dan didapatkan bahwa adanya hubungan yang positif antara kecerdasan budaya dan prestasi akademik. Hasil penelitian mendapatkan r sebesar 0,463, sehingga korelasi yang didapatkan sebesar 46%. Masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mendukung prestasi seseorang, hal ini dapat menjadi perhatian penting bagi penelitian selanjutnya.
Kata Kunci: Kecerdasan budaya, prestasi akademik, Stenberg, SMAN 6 Jakarta
ABSTRACT This research is about the relationship between intelligence and academic achievement at SMAN 6 Jakarta. There are many research that linking academic achievement with IQ, motivation to achievement or emotional intelligence, but still very little research that links cultural intelligence and academic achievement. The method used is the dissemination of a questionnaire with items that refer to the theory of cultural intelligence center and stenberg. Cronbach alpha in this research is 0,867 and obtained that the existence of a positive relationship between cultural intelligence and academic achievement. Research result get r 0,463, so the correlation obtained amounted to 46%. There are still many other factors that can support the achievement of a person, this can be important for further research attention. Key Word: Cultural Intelligence, Academic Achievement, Stenberg, SMAN 6 Jakarta
PENDAHULUAN SMA Negeri 6 Jakarta merupakan salah satu SMA favorit dibilangan Jakarta Selatan. Banyak siswasiswi dari berbagai sekolah menengah pertama yang mendaftarkan diri mereka di SMAN 6. Menurut fakta yang didapat oleh peneliti, ada beberapa siswa yang berdomosili diluar Jakarta seperti Tangerang ataupun Cibubur yang bersekolah disana. Hal ini menjadikan SMAN 6 salah satu sekolah dengan berbagai macam budaya, karena beragamnya siswa-siswi yang bersekolah disana. SMA favorit ini mempunyai standar masuk yang tinggi, apabila seorang siswa ingin bersekolah disana, mereka diharuskan mempunyai nilai UN dengan rata-rata nilai 8, bahkan tidak sedikit siswa yang mendaftar mempunyai nilai UN rata-rata 9. Sekolah merupakan tempat dimana anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun sebagai anggota dari satu masyarakat kecil yang memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan mereka. Konteks sosial mengalami perubahan sejak masa kanak-kanak sampai masa remaja (Minuchin & Shapiro, 1983, dalam Santrock 2008). Pada masa kanak-kanak, batas lingkungan mereka adalah ruangan kelas, di dalam keadaan sosial yang terbatas ini, anak-anak berinteraksi dengan satu atau dua guru, mereka juga berinteraksi dengan teman-teman sebaya dalam kelompok kecil, selain itu ruang kelas masih merupakan konteks utama pada masa kanak-kanak. Ketika anak-anak memasuki sekolah menegah atas, lingkup dan kompleksitas lingkungan sekolah semakin meningkat (Wingfield et al, 2006, dalam Santrock, 2008). Pada masa tersebut, lingkungan sosialnya adalah seluruh sekolah daripada hanya ruang kelas saja. Para remaja berinteraksi dengan guru dan teman sebaya dari latar belakang budaya serta berbagai minat yang lebih luas. Siswa-siswa sekolah menengah lebih sadar akan makna sekolah sebagai sistem sosial dan termotivasi untuk menyesuaikan diri. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman (Matlin, 1999, dalam Sihadi, 2004). Dalam konteks sekolah, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Secara umum prestasi adalah hasil yang telah diraih oleh seseorang. Prestasi bisa dimaknai berbeda oleh setiap orang. Bagi seorang penyapu jalanan, ketika berhasil menyapu bersih jalan tanpa menyisakan satu daun kering pun yang tercecer, bisa jadi itu dianggap sebuah prestasi. Begitu pula bagi atlet seperti Chris john, menjadi juara dunia adalah sebuah prestasi(Nurdiaman, 2009). Prestasi belajar atau prestasi akademik adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari siswa (Lanawati, 1999, dalam Sihadi, 2004). Nurdiaman (2009) juga mengatakan bahwa bagi seorang siswa ketika hasil pelajaran yang diperoleh sangat memuaskan, karena ia memperoleh nilai yang bagus pada setiap bidang studi, maka siswa tersebut dapat dikatakan sebagai siswa yang berprestasi dalam bidang akademik. Dari pengertian tersebut, prestasi belajar selalu terkait dengan hasil yang dicapai karena suatu usaha, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Prestasi belajar juga menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran yang diberikan, untuk mengetahui seberapa jauh pengalaman belajar telah dipahami siswa, setelah itu dilakukan evaluasi belajar yang biasa kita sebut dengan rapor. Ada faktor-faktor yang ternyata mempengaruhi prestasi belajar, hal tersebut dapat berasal dari dalam diri sendiri (faktor internal) dan dari luar diri (faktor eksternal). Faktor internal meliputi kemampuan intelektual, minat dan bakat, sedangkan faktor eksternal meliputi guru, teman sebaya dan lingkungan. Faktor eksternal juga dapat dilihat dari penelitian sebelumnya yang mempunyai hubungan dengan prestasi, seperti IQ dan kecerdasan emosi. Sudah banyak penelitian mengenai prestasi dan IQ ataupun kecerdasan emosi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman yang menyatakan bahwa IQ bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan seseorang dalam kehidupannya, bahkan secara fantastik Goleman menyebut bahwa kecerdasan hanya menentukan 20 % dalam keberhasilan seseorang, sedangkan sisanya 80% ditentukan oleh kelas dalam kehidupan, kecerdasan emosi, dan lain-lain. Kritik tajam ini jelas mengharuskankalangan psikolog untuk secara cermat kembali mengevaluasi tentang alat tes IQ tersebut (Idrus, 2011). Berdasarkan penelitian Goleman, peneliti melihat bahwa masih ada 80% hal-hal yang dapat menjadi penentu atau mendukung keberhasilan atau prestasi dalam konteks belajar di sekolah. Peneliti mellihat bahwa masih sedikit penelitian tentang kecerdasan budaya, masih jarang orang yang membuat penelitian tentang variabel ini. P. Christopher Earley dan Soon Ang (2003, dalam Ang, 2008) memperkenalkan konsep kecerdasan budaya (CI) dengan ilmu-ilmu sosial dan disiplin manajemen pada tahun 2003. Pada waktu itu, seperti saat ini, dunia mengalami globalisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan keterkaitan ini dipicu oleh komunikasi canggih dan teknologi transportasi. Secara bersamaan, dunia juga telah mengalami bentrokan ideologi dan konflik budaya. CI didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk berfungsi secara efektif dalam situasi yang ditandai dengan keragaman budaya. Awalnya dipahami sebagai konstruk tingkat individu, CI juga dapat diterapkan di tingkat analisis. CI memiliki relevansi dengan kelompok, tim, organisasi, dan bahkan negara. Kecerdasan budaya, didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk berfungsi dan mengelola secara efektif dalam pengaturan beragam budaya, sesuai dengan Schmidt dan Hunter (2000, dalam Ang, 2008). Definisi kecerdasan secara umum adalah kemampuan untuk memahami dan alasan benar dengan abstraksi (konsep) dan pemecahan masalah. Meskipun penelitian awal cenderung untuk melihat kecerdasan sempit sebagai kemampuan untuk memahami konsep dan memecahkan masalah dalam pengaturan akademik, sekarang ada konsensus bahwa peningkatan kecerdasan dapat ditampilkan di tempat lain selain kelas Sternberg & Detterman (1986, dalam Ang, 2008). Manusia merupakan kumpulan individu yang menempati suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu yang lama. Manusia itu sendiri bersifat dinamis selalu mengalami perubahan karena perkembangan pola pikir, lingkungan dan sebagainya, hal tersebut menuntut manusia untuk beradaptasi (Santosa, 2011). Kecerdasan budaya adalah bagaimana seseorang dapat menerima bahwa terdapat perbedaan budaya dan bagaimana seseorang dapat beradaptasi dengan budaya baru disekitarnya. Hal ini penting karena apabila seseorang tidak dapat beradaptasi dengan budaya baru, maka ia dapat menjadi seseorang yang pendiam, sulit untuk menjalin relasi dengan orang lain dan akhirnya tersingkir dari pergaulan dan juga mungkin kecerdasan budaya merupakan salah satu pendukung dari prestasi belajar. Pertanyaannya adalah apakah ada hubungan kecerdasan budaya dan prestasi? Apabila ternyata terdapat hubungan, seberapa besar hubungannya? Sebaliknya, apabila ternyata tidak terdapat hubungan antara kecerdasan budaya dan prestasi belajar, faktor apa yang membuat tidak adanya hubungan tersebut? Dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi SMAN 6 adalah anak-anak yang pintar apabila dilihat dari hasil nilai UN mereka, tetapi bagaimana dengan kecerdasan budaya mereka? Kelas X adalah masa-masa transisi mereka dari jenjang SMP ke jenjang SMA, mereka perlu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Apakah nilai mereka yang tinggi juga sejalan dengan kecerdasan budaya mereka? Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat adakah hubungan kecerdasan budaya dengan prestasi akademik siswa kelas X pada SMAN 6 Jakarta.
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian dan Teknik Sampling Subjek penelitian memiliki karakteristik sampel, yaitu anak kelas X yang bersekolah di SMAN 6 Jakarta Selatan. Sample ini dipilih karena kelas X merupakan masa transisi siswa dari jenjang SMP ke jenjang SMA, sehingga mereka pasti harus beradaptasi kembali dengan lingkungan yang baru dan juga mereka akan menemukan lebih banyak lagi kebudayaan baru. SMAN 6 merupakan salah satu SMA pendamping favorit di daerah Jakarta Selatan, sehingga banyak siswa yang berasal dari luar Jakarta yang ingin bersekolah disana, sehingga budaya di SMAN 6 sangatlah beragam. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 73 orang. Tehnik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample secara tidak acak atau biasa disebut non randon sampling. Tehnik ini dipilih karena tempat untuk menyebarkan kuesioner berdasarkan kriteria penelitian.
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, penelitian ini ingin melihat adakah hubungan antara dua variabel tanpa adanya manipulasi atau kontrol variabel. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu (Sugiyono, 2012). Penelitian ini juga merupakan penelitian korelasional yang bersifat non-experimental. Data yang diperlukan oleh peneliti adalah seberapa tinggi rata-rata nilai rapor mereka yang dilihat dari semua mata pelajaran.
Alat Ukur Penelitian Alat ukur memudahkan peneliti untuk menemukan hubungan antara kecerdasan budaya terhadap prestasi. Alat ukur kecerdasan budaya memakai alat ukur yang mengacu pada Cultural Intelligence Center tahun 2005, sedangkan nilai rapor didapatkan peneliti dari kuesioner yang diisikan oleh responden. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan skala Likert, yang merupakan skala untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai fenomena sosial (Sugiyono, 2012). Skala Likert yang digunakan peneliti dalam analisa kuantitatif adalah skala lima (SS: Sangat Setuju, S: Setuju, Ragu-Ragu: TS: Tidak Setuju dan STS: Sangat Tidak Setuju). Bentuk kuisioner ini terdapat beberapa data kontrol yang diperlukan untuk dilengkapi oleh subjek penelitian, yaitu: nama, kelas, usia, jenis kelamin. Alat Ukur Kecerdasan Budaya Kuesioner kecerdasan budaya ini dibuat dengan merujuk pada alat ukur kecerdasan budaya pada Cultural Intelligence Center tahun 2005.
Tabel 1. Dimensi dan Indikator Kecerdasan Budaya Alat Ukur
Dimensi Metakognisi
Indikator Mendorong pemikiran yang aktif tentang orang-orang dan situasi ketika latar belakang budaya berbeda. Memicu pemikiran kritis tentang kebiasaan, asumsi, dan pemikiran tentang budaya yang ada. Memungkinkan individu
Kecerdasan Budaya Kognisi
Motivasi
Perilaku
untuk mengevaluasi dan merevisi skema pemikiran mereka, sehingga meningkatkan akurasi pemahaman mereka terhadap kecerdasan budaya. Mencerminkan pengetahuan tentang norma, praktik, dan konvensi dalam budaya yang berbeda Pengetahuan budaya seseorang atau pengetahuan tentang lingkungan budaya mengarahkan perhatian dan energi terhadap apa yang dipelajari Fungsi dalam perbedaan budaya Tindakan verbal (tindakan secara langsung) Tindakan nonverbal
Sumber: Data Pengolahan Peneliti Berdasarkan Cultural Intelligence Center (2005) Alat Ukur Prestasi Akademik Dalam aspek ini prestasi akademik didapatkan dari nilai rapor pada semester 1 yang didapatkan oleh peneliti dari kuesioner essay yang berisi pertanyaan tentang nilai rapor mereka. Hal ini dikarenakan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1971/ 2011 tentang informasi yang dikecualikan di lingkungan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Poin 9 yang berbunyi: Nilai pribadi siswa hanya boleh diketahui siswa yang bersangkutan.
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Validitas berbicara mengenai bagaimana suatu alat ukur yang digunakan memang telah mengukur apa yang ingin diukur. Peneliti telah melakukan face validity terhadap 5 orang siswa kelas X yang dipilih secara acak dan kuesioner penelitian sudah direvisi berdasarkan face validity tersebut. Peneliti juga telah melakukan expert judgement kepada dosen pembimbing skripsi peneliti. Sedangkan reliabilitas membicarakan sejauh mana hasil pengukuran yang dilakukan tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran kembali pada orang yang sama di waktu berbeda atau pada orang berbeda diwaktu yang sama. Peneliti telah melakukan pilot test atau uji coba sebelumnya
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa dan siswi kelas X SMAN 6 Jakarta yang terletak didaerah Mahakam. SMAN 6 merupakan salah satu SMAN pendamping favorit di daerahnya yang beralamat di Jalan Mahakam I No. 2 Blok C, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pihak sekolah. Peneliti mempersiapkan surat pengantar dari Universitas Bina Nusantara untuk melakukan survei sebagai bahan penelitian skripsi.
Peneliti melakukan uji coba instrument terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian. Uji instrumen diberikan kepada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden penelitian, peneliti memilih SMAN 87 yang terletak dibilangan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Data yang didapat dari SMAN 87 lalu peneliti lakukan uji reliabilitas, uji ini dilakukan untuk melihat apakah item yang ada dapat mengukur variabel yang ingin diukur. Jumlah item uji coba terdiri dari 50 pernyataan yang dibuat dalam skala likert. Setelah diuji coba, didapatkan bahwa dari 50 item pernyataan terdapat 14 pernyataan yang tidak reliabilitas. Item yang tidak reliabilitas dibuang oleh peneliti, sehingga didapatkan 36 item pernyataan yang akan diserahkan kepada responden di sekolah SMAN 6 Jakarta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha, koesifien yang didapatkan dari skala kecerdasan budaya adalah 0,867. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat adakah hubungan kecerdasan budaya terhadap prestasi siswa kelas X pada SMAN 6 Jakarta, peneliti mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan kecerdasan budaya terhadap prestasi pada siswa siswi kelas X pada SMAN 6 Jakarta. Hal ini didukung dengan alpha yang meningkat menjadi 0,867. Prestasi akademik siswa akan dibahas menurut Taksonomi Bloom. Bloom membagi prestasi menjadi 3 ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Peneliti hanya melihat dari ranah kognitif saja, karena variabel penelitian ini adalah prestasi akademik. Ranah kognitif diukur dengan menggunakan rata-rata nilai rapor masing-masing siswa yang kemudian dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah.Jumlah seluruh nilai rapor responden adalah 5937 : 73 = 81,32. Bila diurutkan hasil dari nilai rata-rata siswa adalah sebagai berikut: • Tinggi > 85 = 16 siswa • Sedang 71 – 85 = 53 siswa • Rendah < 71= 4 siswa Uji asumsi telah dilakukan oleh peneliti, uji normalitas menggambarkan bahwa Nilai p = 0,814 untuk kecerdasan budaya dan 0,203 untuk prestasi jumlah keduanya lebih dari 0,05 sehingga data dapat disebut normal. Uji korelasi juga telah dilakukan oleh peneliti dan mendapatkan besar korelasi antara kecerdasan budaya dan prestasi adalah 0,463 dengan signifikansi 0,000. Pearson correlation = 0,463 dan Sig (p) =0,000 dimana p<0,01, dengan demikian H0: ditolak dan H1: diterima. R yang didapatkan adalah sekitar 46%, menurut tabel koefisien korelasi (Nisfiannoor, 2009) korelasi yang didapatkan dalam variabel ini termasuk dalam tingkatan sedang. Jadi: ada hubungan positif dan signifikan antara keceredasan budaya terhadap prestasi siswa. Makin tinggi kecerdasan budaya, makin tinggi pula prestasi mereka.Sebaliknya, makin rendah kecerdasan budaya, makin rendah pula prestasi mereka. Dari hasil ‘r’ terdapat 2 bintang (**), tanda ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut pada tingkat signifikansi 0,01. Hasil yang didapatkan sebanding dengan hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vedadi pada tahun 2010 di negara Iran. Vedadi menyebutkan bahwa ada hubungan yang positif antara kecerdasan budaya dan prestasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian dilakukan di SMAN 6 Jakarta dengan responden sebanyak 73 siswa kelas X. Uji yang telah dilakukan oleh peneliti adalah uji reliabilitas, uji normalitas dan uji korelasi. Semua uji asumsi yang telah dilakukan mendukung bahwa kecerdasan budaya mempunyai hubungan terhadap prestasi siswa kelas X pada SMAN 6 Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil adalah:
Ada hubungan yang positif antara kecerdasan budaya dan prestasi akademik siswa kelas X di SMAN 6 Jakarta. Peneliti menemukan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak. Korelasi yang didapatkan adalah sebesar 46%, hasil ini berada pada skala sedang. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vedadi (2010) di Iran, ia juga menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara kecerdasan budaya terhadap prestasi. Kecerdasana budaya merupakan salah satu faktor yang mendukung prestasi seseorang, hasil korelasi yang didapatkan menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain yang mendukung prestasi, seperti penelitian yang sebelumnya telah dilakukan yaitu menghubungkan prestasi dengan IQ, motivasi berprestasi dan kecerdasan emosi. Korelasi yang didapatkan pada penelitian ini memang tidak terlalu tinggi, ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya, seperti tidak meratanya koresponden, koresponden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari koresponden laki-laki. Faktor lainnya adalah latar belakang budaya dan etnis, staf sekolah yang tidak menyadari sikap bias pada jenis kelamin dan perkembangan yang terpecah.
Saran Saran yang peneliti berikan setelah melakukan penelitian ini adalah, pertama tingkatkan kecerdasan budaya agar prestasi menjadi lebih baik. Kedua penelitian ini sebaiknya dibuat dengan item dan respon yang lebih banyak lagi, agar jawaban yang didapatkan makin bervariasi. Ketiga, kecerdasan budaya terlebih dahulu perlu skala yang komprehensif untuk mampu mengukur semua sisi agar lebih mendalam. Keempat,saran untuk SMAN 6 adalah dengan memberikan bimbingan yang lebih kepada siswa siswi mereka, khususnya untuk siswa kelas X, karena pada saat itulah masa-masa transisi berlangsung, selain itu mungkin ppihak sekolah dapat menambahkan mata pelajaran tentang budaya sehingga siswa-siswi mereka bisa lebih memahami dan mengerti tentang perbedaan budaya dan dapat menerima perbedaan budaya yang ada. Kelima, korelasi pada penelitian ini hanyalah sebesar 46% dan itu berarti masih ada 54% faktor lain yang dapat berhubungan dengan prestasi akademik, maka diperlukan penelitian selanjutnya untuk melihat faktor-faktor lain tersebut.
REFERENSI Ang, S., & Dyne, L. V. (2008). Handbook of Cultural Intelligence: Theory, Measurement and Application. New York: M.E. Sharpe. Idrus, M. (2011). Kecerdasan dan Budaya. Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial . Jakarta: Salemba Humanika. Nurdiaman. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Sagoro, E. M., & Djazari, M. (2011). Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. Evaluasi Prestasi Belajar Mahasiswa Program Kelanjutan Studi Jurusan Pendidikan Akuntansi Ditinjau Dari IPK D3 dan Asal Perguruan Tinggi, IX, 103-112. Santosa, B., Nururobiq, R., B, S. L., & Gilar, S. (2011). Cyberculture. Santrock, J. W. (2008). Educational Psychology (3rd ed.). New York: McGrawthHill. Sihadi. (2004). Akselerasi: A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo. Sumardi. (2007). Password Menuju Sukses: Rahasia Membangun Sukses Individu, Lembaga dan Perusahaan. Jakarta: Erlangga. Thomas, D. C., & K. I. (2003). Cultural Intelligence: People Skills for Global Business. San Francisco. Tulasi, D. (2010). Merunut Pemahaman Taksonomi Bloom: Suatu Kontemplasi Filosofis, 359-371. Vedadi, A., Kheiri, B., & Abbasalizadeh, M. (2010). The Relationship Between Cultural Intelligence and Achievement: A Case Study in an Iranian Company , 22-40.
RIWAYAT PENULIS Full Name Place of Birth Date of Birth Mobile Number Phone Number Email Address
:Gesi Kautzar Putri :Jakarta, Indonesia :October 7th 1991 :+62-87 808 073 221 :021- 7451563 :
[email protected]
FORMAL EDUCATION Bina Nusantara University, Psychology SMAN 6, Jakarta SMPN 11, Jakarta SD Al-Mubarak, Tangerang
2009-2013 2006-2009 2003-2006 1996-2003
TRAINING / COURSE Activities
Year
Human Resources Staff (Internship) PT. PELITA AIR SERVICE Jakarta
2012