HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN TENAGA KERJA SHIFT PAGI DI BAGIAN WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Oleh: Airna Suryani R0206061
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 1
2
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Tenaga Kerja Shift Pagi di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo Airna Suryani, R0206061, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari:
, Tanggal:
April 2010
Pembimbing Utama Yeremia Rante Ada’, S. Sos, M. Kes
..................................................
Pembimbing Pendamping Lusi Ismayenti, ST. , M. Kes NIP. 19720322 200812 2 001
..................................................
Penguji Sri Hartati. Dra. , Apt. SU NIP. 19490709 197903 2 001
..................................................
Tim Skripsi
Sumardiyono, SKM, M.Kes. NIP. 19650706 198803 1 002
Ketua Program Diploma IV Kesehatan Kerja FK UNS
Putu Suriyasa, dr.,MS,PKK,Sp.OK NIP. 19481105198111 1 001
3
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.
Surakarta, April 2010
Airna Suryani NIM. R0206062
4
ABSTRAK
Airna Suryani. 2010. HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN TENAGA KERJA SHIFT PAGI DI BAGIAN WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO. Skripsi. Program Studi D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. PT. Dan liris Sukoharjo merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pertenunan batik. Perusahaan ini sudah memakai mesin-mesin modern yang bisingnya melebihi nilai ambang batas (NAB) 85 dBA. Kebisingan yang melebihi NAB dapat menyebabkan kelelahan bagi tenaga kerja yang terpapar selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi dibagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan jenis observasional analitik, dengan menggunakan desain cross sectional. Subjek penelitiannya adalah semua tenaga kerja bagian produksi yang berjumlah 125 orang dengan teknik sampling purposive sampling. Subjek yang memenuhi kriteria tersebut berjumlah 26 orang. Data disajikan dalam bentuk tabulasi dan untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo menggunakan uji statistik korelasi person product moment. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kebisingan di bagian weaving II sebesar 128.735 dBA (melebihi nilai ambang batas 85 dBA), sedangkan nilai rata-rata kelelahan tenaga kerja adalah 444,15 milli detik termasuk kategori lelah sedang. Berdasarkan uji statistik korelasi person product moment antara kebisingan dengan kelelahan menunjukkan bahwa nilai p adalah 0,000 (p<0,01) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan, didapat juga Rhitung sebesar 0,636 dan sumbangan antar variabel sebesar 40,45 persen. Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Kata kunci: kebisingan- weaving II-kelelahan. Kepustakaan: 31, 1992-2009.
5
ABSTRACT
Airna Suryani. 2010. THE RELATIONSHIP OF NOISE WITH FATIGUE MORNING SHIFT LABOR PART IN THE WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO. Thesis. D IV. Study Program Occupational Health University School of Medicine in Sebelas Maret Surakarta. PT. And lyrical Sukoharjo is a company engaged in weaving batik. This company has been using modern machines which noise exceeds the threshold value (NAV) 85 dBA. Noise that exceeds the TLV can cause fatigue for workers exposed during eight-hour day or 40 hours a week. So the purpose of this study to determine the relationship of noise with the morning shift worker fatigue weaving section II PT. Sukoharjo and lyrical. This research uses analytical observation, using cross sectional design. Subject of research are all part of the production workforce numbering 125 people with the sampling technique used purposive sampling manifold terms of women, aged 15-54 years, no previous hearing menpunyai disease history, length of employment more than five years and work eight hours long a day in a state of exposure to noise, morning shift workers and are willing to become research subjects. Subjects who meet these criteria numbered 26 people. Data presented in the form of tabulations and to know the relationship of noise with the morning shift worker fatigue on the part of weaving II PT. Sukoharjo and lyrical use of statistical test product moment correlation cent. Pursuant to research result of average value noise shares of weaving II equal to 128.735 dBA (exceeding value float the boundary 85 dBA), while average value of labour fatigue 444,15 second milli of including tired category. Test results of product moment correlation statistic percent of noise with fatigue showed that the p value was 0.000 (p <0.01), which means there is a very significant relationship among noise with morning shift worker fatigue, got also Rhitung equal to 0,636 and contribution between variable of equal to 40,45 %. In conclusion, rom this research there is a very between significant the noise with the morning shift worker fatigue in the weaving section II PT. Sukoharjo and lyrical. Keywords: noise-weaving II-fatigue. Literature: 31, 1992-2009.
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Pengaruh kebisingan terhadap kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving PT. Dan Liris Sukoharjo”, dengan baik. Adapun maksud penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi diploma IV untuk mencapai gelar Sarjana Sain Terapan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp. KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Prof. Dr. dr. A.A Subijanto, MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Putu Suriyasa., dr., MS., PKK., Sp.Ok, selaku ketua program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Yeremia Rante Ada’, S.Sos, M.Kes, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini. 5. Ibu Lusi Ismayenti, ST, M.Kes, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini. 6. Ibu Sri Hartati, Dra. Apt. Su, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini. 7. Ibu Dian Koernia R selaku sekretariat dan humas PT. Dan Liris Sukoharjo, yang telah memberikan izin untuk melekukan penelitian ini. 8. Bapak Eko Budiyanto, bapak paryoto selaku pembimbing lapangan di PT. Dan Liris Sukoharjo yang telah meluangkan waktunya untuk mendampingi peneliti dalam pengambilan data, dan seluruh tenaga kerja di bagian weaving II yang membantu penelitian ini. 9. Kedua orang tua, adikku, seluruh keluarga dan kekasihku yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan kepada peneliti. 10. Rekan-rekan angkatan 2006 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi akademika Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Surakarta, April 2010
Airna Suryani
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
ii
HALAMAN PERYATAAN............................................................................. iii ABSTRAK........................................................................................................ iv ABSTRACK.....................................................................................................
v
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ......................................................................
7
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 34 C. Hipotesis ................................................................................... 34 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ......................................................................... 35 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 35 C. Subjek Penelitian ...................................................................... 35 D. Teknik Sampling ...................................................................... 36 E. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 36 F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. 38 G. Desain Penelitian ...................................................................... 40 H. Teknik Pengambilan Data ........................................................ 41 I.
Pengumpulan Data ................................................................... 41
8
J.
Prosedur Penelitian ................................................................... 42
K. Instrumen Penelitian ................................................................ 43 L. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ..................................... 46 BAB IV HASIL PENELITIAN
BAB V
A.
Deskripsi Umum Perusahaan .................................................. 47
B.
Karakteristik ............................................................................ 53
C.
Kebisingan .............................................................................. 56
D.
Kelelahan ................................................................................ 57
PEMBAHASAN A.
Karakteristik Responden ......................................................... 60
B.
Kebisingan .............................................................................. 62
C.
Kelelahan ................................................................................ 64
D.
Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan ............................... 66
E.
Keterbatasan Penelitian ........................................................... 69
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................. 70 B.
Saram ...................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 73 LAMPIRAN
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangak Pemikiran .......................................................................
34
Gambar 2. Sruktur Hubungan antar Variabel .................................................
38
Gambar 3. Desain Penelitian............................................................................
40
10
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan ........................................................
11
Tabel 2. Kriteria Tingkat Kelelahan ................................................................
17
Tabel 3. Kategori Ambang Batas IMT ............................................................
20
Tabel 4. Tingkat Hubungan Korelasi ...............................................................
46
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Umur Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. ....................................................
53
Tabel 6. Karakteristik Sampel Masa Kerja Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. .........................................
54
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh (IMT) Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. ..............
55
Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Kebisingan ...................................................
56
Tabel 9. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Kerja ............................
57
Tabel 10. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sesudah Kerja ...........................
58
Tabel 11. Hasil Uji Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan .......................
58
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Pegukuran Kebisingan di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Lampiran 2. Data Sampel Tenaga Kerja Wanita di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Kerja dan Sesudah Kerja di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Lampiran 4. Hasil uji hubungan kebisingan dengan kelelahan. Lampiran 5. Dokumentasi. Lampiran 6. Surat Keterangan Penelitian Telah Melakukan Kegiatan Penelitian di PT. Dan Liris Sukoharjo.
12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia dilaksanakan pada segala bidang untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materi maupun spiritual. Visi pembangunan kesehatan di Indonesia adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut teori Blum yang dikutip oleh Sugeng Budiono, (2003) bahwa status kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Hal tersebut berlaku pula pada kesehatan tenaga kerja. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya
yang
bertujuan
agar
pekerja/masyarakat
pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Suma’mur, 2009). Lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat misalnya kebisingan yang melebihi nilai ambang batas merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara dan
13
ketulian permanen juga akan berdampak negatif lain seperti gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan dan reaksi masyarakat (Anhar Hadian, 2000). Di Indonesia intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Kepmenaker no. KEP 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja. Kebisingan yang melebihi nilai ambang batas bisa menyebabkan kelelahan. Berdasarkan survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja, yang salah satu faktor penyebabnya adalah kebisingan. Hal ini terlihat dengan adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan (Santosa, 1982). Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yuni Ulfa Hanifa (2005) di industri pengolahan kayu brumbung perum perhutani semarang, berdasarkan uji Pearson untuk menguji hubungan antara kebisingan dengan kelelahan diperoleh hasil, (p = 0,003 <0,05), bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan. Dalam penelitian tersebut juga diperoleh hasil berupa kebisingan dapat menyebabkan kelelahan sebesar 42,8% dan sisanya dipengaruhi faktor lain. Penelitian lainya tentang kelelahan adalah penelitian pada operator di bagian injeksi PT Arisa Mandiri Pratama oleh Endah Tri Wulandari (2004) menunjukkan bahwa kebisingan sebesar 92,83 dBA menyebabkan kelelahan ringan sebesar 36,67%, kelelahan sedang 50% dan kelelahan berat 13,33%. Penelitian yang dilakukan oleh Noor Fatimah (2002) di bagian packing PT
14
Palur Raya Karanganyar bahwa ada 90% tenaga kerja mengalami kelelahan sedang dan 10% kelelahan berat akibat paparan bising sebesar 82,4 dBA. PT. Dan Liris Sukoharjo, merupakan perusahaan khusus pertenunan yang sebagian digunakan untuk industri batik. Pada survei awal, peneliti mengukur intensitas kebisingan tempat kerja di bagian weaving II yang sebelumnya belum pernah diukur tingkat kebisingannya. Kebisingan di bagian weaving II berasal dari mesin Air Jet Loom, dengan intensitas kebisingan yaitu rata-rata 130 dBA, dan dalam berkerja tenaga kerja berada di samping mesin tersebut, dan tiap 1 orang tenaga kerja menangani 8 mesin. Tenaga kerja juga mengalami beberapa keluhan seperti capek dan pegal. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa intensitas kebisingan yang ada ditempat kerja melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan, yaitu 85 dBA untuk 8 jam kerja seperti yang diatur dalam Kepmenaker no. KEP 51/MEN/1999, dan tenaga kerja mengalami beberapa keluhan. Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti ingin mengadakan penelitian mengenai “Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Tenaga Kerja Shift Pagi di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo”.
B. Rumusan Masalah Adakah hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo?
15
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ingin mengetahui : 1. Intensitas kebisingan di bagian weaving II PT. Dan Liris sukoharjo. 2. Tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. 3. Hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. 4. Kekuatan hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.
D. Manfaat Penelitian 1) Teoritis Diharapkan dapat membuktikan teori bahwa ada hubungan kebisingan dari mesin Air Jet Loom dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. 2) Aplikatif a. Bagi tenaga kerja 1) Diharapkan tenaga kerja mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan terutama pada shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.
16
2) Diharapkan tenaga kerja dengan kesadaran penuh melakukan upaya mengurangi kelelahan dari paparan kebisingan yang dialami salah satunya mau menggunakan alat pelindung diri yang disediakan. b. Bagi perusahaan 1) Diharapkan menambah pengetahuan bagi manejemen perusahaan tentang tingkat kelelahan tenga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. 2) Diharapkan menambah masukan bagi manajemen perusahaan tentang tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo supaya melakukan tindakan atau upaya perbaikan selanjutnya. c. Bagi pembaca 1) Diharapkan menambah wacana kepustakaan keilmuan tentang teori-teori kebisingan dan kelelahan, khususnya tentang hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. 2) Diharapkan menambah pengetahuan dan referensi tentang teori kebisingan dan kelelahan terutama tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.
17
d. Bagi Peneliti 1) Diharapkan menambah pengetahuan dan referensi tentang teori kebisingan dan kelelahan terutama tentang hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. 2) Diharapkan
dapat
meningkatkan
wawasan
tentang
tingkat
kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. 3) Diharapkan
dapat
meningkatkan
pengetahuan
dan
sarana
pengembangan teori yang telah didapat dalam perkuliahan sehingga diperoleh pengalaman langsung khususnya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang ditulis dalam bentuk tulisan ilmiah.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan Kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P Sasongko, 2000). Sedangkan bising adalah suara atau bunyi yang tidak diinginkan (Sugeng Budiono, 2003). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999). Kebisingan adalah suarasuara yang tidak dikehendaki bagi manusia (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002). Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur, 2009). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik/Hertz (Hz). Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi diantara 16-20.000Hz.
18
19
Jenis kebisingan menurut Suma’mur, (2009): a. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (Steady state, Wide band noise). Misal: mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar. b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (Steady state, narrow band noise). Misal: gergaji sirkuler, katup gas. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Misal: lalu lintas, suara kapal terbang. d. Kebisingan impulsive (impact impulsive noise). Misal: tembakan bedil, meriam, ledakan. e. Kebisingan impulsive berulang. Misal: mesin tempa, pandai besi. Menurut Rasmito Soemanegara (1975), bising diberbagai industri dalam garis besar dapat digolongkan dalam 2 golongan, yaitu : a. Bising-bising impulsive Kebisingan impulsive (impact/impulse noise) adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar secara tiba-tiba, misal kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakan bom, meriam. Sedangkan impulsive berulang terjadi pada mesin produksi di industri. Kebisingan impulsive yang berintensitas tinggi dapat menyebabkan rusaknya alat-alat pendengaran. Kerusakan dapat terjadi pada gendang pendengaran dan tulang-tulang halus di
20
telinga tengah. Getaran-getaran yang menyebabkan kerusakan ini dapat melalui udara maupun melalui tulang. b. Bising-bising tetap Kebisingan tetap (steady state noise) adalah kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB. Sebagai contoh suara yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar (steady state wide band noise), suara mesin gergaji sirkuler (circular chain saw), dan suara yang ditimbulkan oleh katup (steady state narrow band noise). Menurut Dirjen PPM dan PL, Depkes & Kessos RI, Tahun 2000, sumber kebisingan dibedakan menjadi: a. Bidang industri Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bidang industri dapat dirasakan oleh tenaga kerja maupun masyarakat disekitar industri. b. Bidang rumah tangga Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya. c. Bidang spesifik Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.
21
Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi 2 yaitu: a. Sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya. b. Sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut dan lainnya. Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya, ada dua macam yaitu: a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contoh: sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak. b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya: kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak dijalan (Men. KLH, 1989). Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep51/MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu
(Sugeng
Budiono,
2003).
Nilai
ambang
batas
yang
diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002).
22
Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja . Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA 8 Jam 85 4 88 2 91 1 94 30 Menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 0,94 112 28,12 Detik 115 14,06 118 1,88 109 7,03 121 3,52 124 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139 Tidak Boleh 140 Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA Sumber: Sugeng Budiono, 2003.
Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian (Suma’mur, 2009).
23
Menurut Dwi P Sasongko, (2000) pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung, dan waktu kejadiannya.
Pengaruh
tersebut
berbentuk
gangguan
yang
dapat
menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut: a. Gangguan Pendengaran Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran antara 0-140 dBA tanpa menimbulkan rasa sakit. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus-menerus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan memerlukan kriteria yang berhubungan dengan tingkat kebisingan maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima. b. Gangguan Percakapan Kebisingan
bisa
mengganggu
percakapan
sehingga
mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telepon). c. Gangguan Psikologis Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan
24
lama kejadian, kompleksitas spektrum/kegaduhan dan ketidakteraturan kebisingan. d. Gangguan Produktivitas kerja Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang memulai gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan produktivitas kerja. e. Gangguan Kesehatan Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan manusia apabila terpapar suara dalam suatu periode yang lama dan terusmenerus. Selain gangguan terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah. Kebisingan dapat dikendalikan dengan: a. Menghilangkan kebisingan dari sumber suara yaitu dengan mengganti beberapa alat dengan alat lain yang lebih sedikit menimbulkan bunyi (Erna Tresnaningsih, 1996). b. Penempatan
penghalang
pada
jalan
transmisi.
Isolasi
tenaga
kerja/mesin adalah usaha untuk mengurangi kebisingan. Bahanbahan yang dipakai harus mampu menyerap suara dan bahan penutup dibuat cukup berat dan lapisan dalam terbuat dari bahan yang menyerap sinar, agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat. (Suma’mur, 2009).
25
c. Dengan memakai alat pelindung telinga yaitu ear plug atau ear muff. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dBA (Dwi P Sasongko, 2000).
2. Kelelahan Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subyektif yang biasanya disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja . Menurut Suma’mur (2009), Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh : a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual) b. Kelelahan fisik umum c. Kelelahan syaraf d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap. Menurut Eko Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).
26
Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur, 2009). Menurut Tarwaka, (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Sugeng Budiono, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja. Gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatigue Symptons) secara subyekif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, mengantuk dan pusing, tidak/berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada/berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani (Sugeng Budiono, 2003). Gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu (Suma’mur, 2009): a. Pelemahan Kegiatan ditandai dengan gejala: perasaan berat di kepala, badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, dan lain-lain. b. Pelemahan Motivasi ditandai dengan gejala lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, cenderung untuk lupa, tidak tekun dalam pekerjaannya, dan lain-lain.
27
c. Pelemahan Fisik ditandai dengan gejala: sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, tremor pada anggota badan, spasme dari kelopak mata, dan merasa pening. Menurut Suma’mur, (2009), kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam: a. Kelelahan Umum Gejala utama kelelahan umum adalah perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena timbulnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ‘ngantuk’ (Sugeng Budiono, 2003). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan oleh illuminasi, luminasi dan seringnya akomodasi mata; kelelahan seluruh tubuh; kelelahan mental; kelelahan urat saraf; stress; dan rasa malas bekerja (Eko Nurmianto, 2003). Sebab sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja, mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab–sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta penyakit. Pengaruh-pengaruh ini berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur, 2009). b. Kelelahan Otot (Muscular fatigue) Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala
28
kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (External sign). Tanda-tanda kelelahan otot pada percobaan– percobaan, otot dapat menjadi lelah adalah sebagai berikut : 1) Berkurangnya kemampuan untuk menjadi pendek ukurannya. 2) Bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi. 3) Memanjangnya waktu laten yaitu waktu diantara perangsangan dan saat mulai kontraksi (Sugeng Budiono, 2003). Kriteria tingkat kelelahan sebagai berikut: Tabel 2. Kriteria Tingkat Kelelahan Waktu Reaksi (milli detik) 150,0 – 240,0 >240,0 – <410,0 410,0 – 580,0 >580,0
Kriteria Kelelahan Normal Ringan Sedang Berat
29
Terjadinya kelelahan tidak begitu saja, tetapi ada faktor–faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi kelelahan antara lain adalah : a. Faktor dari individu 1) Usia Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, David, 1996). WHO menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas (Margatan, Arcole, 1996). Sedangkan di Indonesia umur 55 tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan, Arcole, 1996). Dengan menanjaknya umur, maka kemampuan jasmani dan rohani pun akan menurun secara perlahan–lahan tapi pasti. Aktivitas hidup juga berkurang, yang mengakibatkan semakin bertambahnya ketidakmampuan tubuh dalam berbagai hal (Margatan, Arcole, 1996). Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat. Pengerutan otot menyebabkan daya elastisitas otot berkurang termasuk juga daya angkat beban. Penurunan kekuatan daya angkat beban pada usia 50 tahun yang semula 36 kg tangan kanan dan 23 kg tangan kiri menjadi 34 kg tangan kanan dan 21 kg pada tangan kiri (Margatan, Arcole, 1996). Proses menjadi tua disertai kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan
30
pada alat-alat tubuh, sistim kardiovaskular, hormonal (Suma’mur, 2009). 2) Status Gizi Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Sugeng Budiono, 2003). Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi dan ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002).
31
Hasil pengukuran dikategorikan sesuai ambang batas IMT pada tabel berikut: Tabel 3. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia No 1.
2. 3.
Kurus
Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan
Normal Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa, 2002.
IMT < 17,0 17,0-18,5 18,5-25,0 > 25,027,0 >27,0
3) Kondisi Kesehatan Ada
beberapa
penyakit
yang
dapat
mempengaruhi
kelelahan, penyakit tersebut antara lain : a) Penyakit Jantung Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu penyebab penyakit dan kematian yang paling tinggi pada populasi pekerja, khususnya di negara industri dan di negara berkembang tampak meningkat terus (Departemen Kesehatan RI, 2003). Penyakit jantung meliputi gangguan pada pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang menyuplai darah ke seluruh jaringan jantung yang mengalami penyempitan atau penyumbatan) serta gangguan jaringan jantung (otot jantung) akibat yang ditimbulkannya (berkurang dan berhenti aliran darah). Penyumbatan ini menimbulkan gangguan jantung
32
berupa rasa sakit/nyeri pada dada (Sitepoe, Mangku, 1997). Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat (Arthur C. Guyton, 1997). Selain itu jika ada beban ekstra yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung.
Kekurangan
suplai
oksigen
ke
otot
jantung
menyebabkan dada sakit (Iman Soeharto, 2004). Kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004). b) Penyakit Gangguan Ginjal Pengaruh
kerja
terhadap
faal
ginjal
terutama
dihubungkan dengan pekerjaan yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan dalam cuaca kerja panas. Kedua–duanya mengurangi peredaran darah kepada ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat–zat yang diperlukan oleh ginjal (Suma’mur, 2009). Terdapat mekanisme multipel yang mengendalikan kecepatan ekskresi urin. Cara paling penting yang
dilakukan
oleh
tubuh
dalam
mempertahankan
keseimbangan asupan dan keluaran cairan seperti juga keseimbangan asupan dan keluaran hamper semua elektrolit
33
dalam tubuh ialah dengan mengendalikan kecepatan ginjal dalam mengekskresi zat-zat ini (Arthur C. Guyton, 1997). Penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstraselular akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kondisi yang dapat menyebabkan hilangnya natrium pada dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstraselular yaitu dengan berkeringat (Arthur C. Guyton, 1997). Pengeluaran keringat yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung meningkat (Suma’mur, 2009) sehingga kelelahan akan mudah terjadi. c) Penyakit Asma Asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan
mengi.
Gejala
tersebut
sebagai
akibat
adanya
bronkokontriksi pada asma, diameter bronkiolus lebih banyak berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi, karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus (W.F. Ganong, 1999). Karena bronkiolus
sudah
tersumbat
sebagian
maka
sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi (Arthur C. Guyton, 1997). Keadaan ini menyebabkan dispnea
34
atau kekurangan udara. Aktivitas otot pernapasan yang kurang seringkali membuat seseorang merasa dalam keadaan dispnea berat (Arthur C. Guyton, 1997) sehingga diperlukan banyak tenaga untuk bernapas. Hal ini yang akan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan. d) Tekanan Darah Rendah Penurunan kapasitas karena serangan jantung mungkin menyebabkan tekanan darah menjadi amat rendah sedemikian rupa, sehingga menyebabkan darah tidak cukup mengalir ke arteri koroner maupun ke bagian tubuh yang lain (Iman Soeharto, 2004). Dengan berkurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari jantung, berakibat berkurang pula jumlah oksigen sehingga terbentuklah asam laktat. Asam laktat merupakan indikasi adanya kelelahan (Eko Nurmianto, 2003). e) Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri dengan perlahan–lahan. Arteri tersebut mengalami suatu proses pengerasan. Pengerasan pembuluh–pembuluh tersebut dapat juga disebabkan oleh endapan lemak pada dinding. Proses ini menyempitkan lumen (rongga atau ruang) yang terdapat di dalam pembuluh darah,
35
sehingga aliran darah menjadi terhalang (Iman Soeharto, 2004). Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan terjadinya kelelahan (Gempur Santoso, 2004). f) Keadaan Psikologis Manusia bekerja bukan seperti mesin, karena manusia juga mempunyai perasaan–perasaan, pemikiran–pemikiran, harapan–harapan dan kehidupan sosialnya. Hal tersebut berpengaruh pula pada keadaan dalam pekerjaan. Faktor ini dapat
berupa
sifat,
motivasi,
hadiah–hadiah,
jaminan
keselamatan dan kesehatannya, upah dan lain–lain (Suma’mur, 2009). Faktor psikologi memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi
di
lingkungan
pekerjaan,
akhirnya dapat
mempengaruhi kondisi fisik pekerja ( Sugeng Budiono, 2003). Masalah psikologis dan kesakitan–kesakitan lainnya amatlah mudah untuk mengidap suatu bentuk kelelahan kronis dan sangatlah sulit melepaskan keterkaitannya dengan masalah kejiwaan (Sugeng Budiono, 2003).
36
b. Faktor Dari Luar, salah satu faktor dari luar yaitu: 1) Masa kerja Masa kerja, semakin lama masa kerja dapat dikatakan semakin tinggi kemampuan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja sehingga beban kerja relatif sedikit. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Masa kerja mempengaruhi positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugas, selain itu juga terhadap ketrampilan dan
pengalaman
kerja
yang
dimiliki
dalam
melakukan
pekerjaannya. Masa kerja berpengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang monoton dan bersifat berulang-ulang. Grandjean menyatakan bahwa masa kerja yang panjang bisa menyebabkan kelelahan kronis sebagai akumulasi kelelahan dalam jangka panjang (Grandjean, 1993). 2) Getaran Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran di bawah frekuensi 20 Hertz (Hz) menjadi sebab kelelahan. Kontraksi statis
37
ini menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran-getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur, 2009). Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan, gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, otot-otot dan lainlain (Sritomo Wignjosoebroto, 2003). 3) Cuaca kerja Efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24 – 26°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat terutama menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
38
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009). Kelembaban sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas secara besar-besaran (karena sistem penguapan). Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena semakin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen. Apabila pasokan oksigen tidak mencukupi kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik
dimana
akan
menghasilkan
asam
laktat
yang
penerangan
yang
mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004). 4) Penerangan Penerangan
yang
baik
adalah
memungkinkan tenaga kerja dapat melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 2009). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja. Menurut Grandjean, penerangan yang tidak di desain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Gejala kelelahan penglihatan antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual,
39
menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu akan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke obyek guna memperbesar ukuran benda, sehingga akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). 5) Beban kerja Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Derajat tepat suatu penempatan
meliputi
kecocokan,
pengalaman,
ketrampilan,
motivasi dan lain sebagainya (Suma’mur, 2009). Begitu juga dengan oksigen, bahwa setiap individu mempunyai keterbatasan maksimum
untuk
oksigen
yang
dikonsumsi.
Semakin
meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat
secara
proporsional
sampai
didapat
kondisi
maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan
40
meningkatrnya kandungan asam laktat (Eko Nurmianto, 2003). Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Konsumsi energi dapat menghasilkan denyut jantung yang berbeda-beda, selain itu temperatur sekeliling yang tinggi, tingginya pembebanan otot statis serta semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja dapat meningkatkan denyut jantung. Dengan demikian denyut jantung dipakai sebagai indeks beban kerja (Eko Nurmianto, 2003). Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat (Suma’mur, 2009). Pengetrapan ergonomi sangat membantu, monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja. Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat, selanjutnya usaha ditujukan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik (Suma’mur, 2009). Untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar (Sugeng Budiono, 2003): a) Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk b) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif
41
c) Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi d) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja e) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi tenaga kerja f) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik g) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.
3. Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Menurut Dwi P. Sasongko, (2000) pengaruh kebisingan terhadap kesehatan selain kerusakan pada indera pendengaran, kebisingan juga menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional berupa terganggunya kenyamanan hidup, mudah marah dan menjadi lebih peka atau mudah tersinggung. Melalui mekanisme hormonal yaitu diproduksinya hormon adrenalin, dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah. Kejadian ini termasuk gangguan kardiovaskuler. Dalam suatu kegiatan industri, paparan dan risiko bahaya yang ada di tempat kerja tidak selalu dapat dihindari (Sugeng Budiono, 2003). Oleh
42
karena itu diperlukan lingkungan kerja yang nyaman agar tenaga kerja terhindar dari kelelahan. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta
dapat
membuat
kesalahan-kesalahan
akibat
terganggunya
konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur, 2009). Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan (Heru Setiarto, 2002). Kelelahan terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 2004). Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor-faktor yang diantaranya kebisingan. Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (Sugeng Budiono, 2003), dapat mengganggu pekerjaan dan
43
menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas,
pembicara terpaksa
berteriak-teriak
selain
memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan (Departemen Kesehatan RI, 2003). Contoh gangguan fisiologis: naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vaso kontriksi pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002). Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Irwan Harwanto (2004) di Depo Lokomotif PT Kereta Api Daerah Operasi IV Semarang bahwa ada 13% tenaga kerja yang mengalami kelelahan ringan, 69,6% kelelahan sedang dan 17,4% tenaga kerja mengalami kelelahan berat akibat paparan bising yang melebihi ambang batas yaitu range 85,8-90,6 dBA dan di Depo Kereta dengan range kebisingan 51,5-60,4 dBA ada 71,5% tenaga
44
kerja mengalami kelelahan ringan, 19% kelelahan sedang dan 9,5% kelelahan berat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Arif Yoni Setiawan (2000) di bagian machine moulding dan floor moulding Unit Produksi Departemen Foundry PT Texmaco Perkasa Engineering Kaliwungu bahwa dengan range kebisingan 98-105 dBA pada bagian machine moulding 22,2% tenaga kerja mengalami kelelahan ringan, 51,9% kelelahan sedang, 25,9% kelelahan berat dan pada bagian floor moulding dengan intensitas kebisingan 74-80 dBA terjadi kelelahan ringan sebesar 70%, kelelahan sedang 25% dan kelelahan berat 5%. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah salah satu faktor yang menyebabkan kelelahan.
45
B. Kerangka Pemikiran
Kondisi Lingkungan Kerja (kebisingan, getaran, debu , iklim kerja, penerangan)
Kebisingan Melebihi NAB
Faktor Internal: - Usia - Gizi - Kondisi kesehatan (penyakit jantung, gangguan ginjal, penyakit asma, penyakit darah tinggi, darah rendah, keadaan psikologi)
Faal Tubuh (metabolisme meningkat, bertambahnya tegangan otot)
Faktor Eksternal: - Masa kerja Kelelahan
-
Getaran
-
Cuaca kerja
-
Beban kerja
-
Penerangan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis Ada hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis observasional analitik yaitu mencari hubungan antar variabel risiko dan efek yang analisisnya untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar variabel. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (Ahmad Pratiknyo Watik , 2003).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, alamat Desa Cemani Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
C. Subjek Penelitian Populasi tenaga kerja dibagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo adalah 125 orang. Subjek penelitian adalah tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Jenis kelamin : perempuan 2. Usia
: 15-54 tahun
3. Tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran sebelumnya. 4. Masa kerja lebih dari 5 tahun dan lama kerja 8 jam sehari dalam keadaan terpapar kebisingan.
46
47
5. Tenaga kerja shift pagi dan bersedia menjadi subjek penelitian. Berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 26 subjek penelitian tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.
D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive sampling, yang berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentuyang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004). Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002). Besar sampel didapatkan 26 orang di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.
E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebisingan.
48
2. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan tenaga kerja. 3. Variabel Pengganggu Variabel
pengganggu adalah variabel
yang mempengaruhi
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu: a. Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, usia, riwayat penyakit pendengaran, dan status gizi normal dan masa kerja. b. Variabel pengganggu tidak terkendali : keadaan psikologis, getaran, cuaca kerja, beban kerja dan penerangan.
49
Hubungan antar variabel:
Variabel Bebas -
Variabel pengganggu interen - Usia - Status gizi - Kondisi kesehatan (penyakit jantung, gangguan ginjal, penyakit asma, penyakit darah tinggi, darah rendah,) - Keadaan psikologis - Masa kerja
Kebisingan
Variabel Terikat Kelelahan
Variabel pengganggu eksteren - Getaran - Cuaca kerja - Beban kerja - Penerangan
Gambar 2. Stuktur Hubungan Antar Variabel
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kebisingan Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin Air Jet Loom yaitu mesin untuk memghasilkan benang. Dalam penelitian ini yang diukur adalah intensitas kebisingan di lingkungan kerja tersebut. Alat ukur
: Sound Level Meter (SLM)
Satuan
: dBA (desibel)
Skala pengukuran
: Rasio
50
2. Kelelahan Kelelahan adalah suatu keadaan dimana tubuh mengalami penurunan kestabilannya saat terpapar kebisingan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Untuk mengetahui kelelahan tenaga kerjanya yaitu melalui pengukuran langsung kepada tenaga kerjanya yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan : Alat ukur
: Reaction timer
Satuan
: milli detik
Skala pengukuran
: Interval
51
G. Desain Penelitian Populasi Purposive sampling Subjek
Kebisingan melebihi NAB Korelasi Pearson Product Moment kelelahan
Pengukuran I ( sebelum kerja )
Pengukuran II( sesudah kerja )
Gambar 3. Desain Penelitian
52
H. Teknik Pengambilan Data Pada penelitian ini pengambilan data disesuaikan dengan jenis data sebagai berikut: 1.
Data primer, meliputi intensitas kebisingan, hasil pengukuran kelelahan responden, serta hasil wawancara dengan responden.
2.
Data sekunder dikumpulkan dengan cara pencatatan data dari bagian personalia serta gambaran umum perusahaan. Adapun data sekunder dalam penelitian ini meliputi: a.
Buku referensi yang berisi teori yang relevan terhadap objek yang diteliti.
b.
Artikel maupun jurnal dari suatu media tertentu yang sesuai dengan objek yang diteliti.
I.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahaptahap sebagai berikut : 1.
Tahap Persiapan Survei pendahuluan ke tempat penelitian untuk melihat kondisi tempat kerja, proses kerja, serta kondisi tenaga kerja. Kemudian mempersiapkan proposal penelitian dan menyusun kuesioner penjaringan sampel,
selanjutnya
mempersiapkan
alat
yang
akan
dipakai.
Pengumpulan data ini dimulai setelah proposal penelitian disahkan oleh pembimbing serta izin dari pemilik PT. Dan Liris Sukoharjo.
53
2.
Tahap Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan selama satu bulan. Tahap pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a.
Setelah mendapat izin dari pihak perusahaan, peneliti menjelaskan tentang tujuan dari penelitian serta memberitahu mengenai instrumen yang dipakai dalam penelitian ini.
b.
Menentukan sampel penelitian sesuai dengan kuesioner penjaringan sampel yang telah diisi oleh tenaga kerja.
c.
Melakukan pengukuran intensitas kebisingan dan kelelahan tenaga kerja sebelum kerja dan sesudah kerja. Pengukuran kelelahan sebelum kerja digunakan sebagai kontrol/pembanding kelelahan sebelum kerja.
d. 3.
Merekap data perolehan hasil penelitian.
Tahap Penyelesaian Mengumpulkan semua data, mengolah, menganalisa dan menyimpulkan.
J. Prosedur Penelitian Hari
pertama
pengukuran
kebisingan
dilakukan
dengan
cara
pegambilan 26 titik dengan menggunakan alat sound level meter, masingmasing titik terletak diantara sumber bising. Pengukuran kebisingan diambil
54
langsung ke lingkungan kerja weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Posisi pengukuran dengan ketinggian 1,2 sampai 1,5 meter di atas tanah. Pengukuran kelelahan tenaga kerja menggunakan alat reaction timer. Pengukuran kelelahan ada 2 yaitu pengukuran kelelahan sebelum kerja dan kelelahan sesudah kerja. Pengukuran kelelahan sebelum kerja digunakan sebagai kontrol sehingga tidak diujikan. Pengukuran kelelahan sebelum kerja dilakukan pada saat tenaga kerja akan masuk tempat kerja dan pengukuran kelelahan sesudah kerja dilakukan saat tenaga kerja akan pulang, hal tersebut dilakukan agar tidak menggangu proses produksi. Pengukuran kebisingan dan kelelahan dilakukan sekali pengukuran.
K. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah : 1. Sound level meter, yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan. Merek alat
: Sound Level Meter RION NA-20
Satuan
: dBA
Gambar alat :
55
Teknik pengukurannya adalah: a.
Putar switch ke A.
b.
Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT.
c.
Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur.
d.
Gunakan meter dynamic characteristic selector switch “FAST” karena jenis kebisingannya continue.
e.
Pengukuran dilakukan selama 1-2 menit, mikropon diarahkan ke sumber kebisingan.
f.
Jarak sound level meter dengan sumber bising adalah sesuai dengan posisi tenaga kerja selama kerja.
g.
Angka skala dibaca setelah panah penunjuk dalam keadaan stabil.
2. Reaction timer yaitu alat untuk mengukur tingkat kelelahan seseorang. Merek alat
: Lakassidaya L- 77
Satuan
: milli detik
Gambar alat :
56
Teknik pengukurannya adalah: a. Periksa baterai dengan memasang adaptor pada stop kontak, lalu alat di “ON” kan. b. Pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika belum tekan tombol reset. c. Untuk menilai dengan sensor suara, maka tekan tombol untuk sensor suara. d. Operator siap menekan saklar sensor rangsang cahaya demikian juga probandus siap melihat lampu pada alat. e. Operator menekan saklar sensor cahaya, probandus secepatnya menekan saklar OFF, untuk sensor cahaya apabila melihat cahaya lampu. f. Untuk menilai dengan suara maka tekan tombol untuk sensor suara. g. Cara pemeriksaan untuk sensor suara adalah sama dengan cara sensor cahaya, hanya saja probandus siap untuk mendengar suara pada alat. h. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan pemeriksaan nomor 1-5 dan nomor 16-20 dihilangkan karena 1-5 adalah dalam taraf penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap tingkat kejenuhan mulai muncul. 3. Alat tulis, yaitu untuk mencatat hasil dari pengukuran. 4. Kamera digital, yaitu alat untuk mengambil dokumentasi sebagai bukti penelitian selama penelitian berlangsung. Dalam hal ini peneliti menggunakan SONY DSC-S700.
57
L. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan dengan uji statistik korelasi person product moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17, dengan interpretasi hasil sebagai berikut : 1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. 3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Sugiyino, 2007). Kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi menjadi 4 area yaitu: Tabel 4. Tingkat Hubungan Korelasi Korelasi (r) Tingkat Hubungan 0,00-0,25 Tidak ada hubungan/hubungan lemah 0,26-0,50 Hubungan sedang 0,51-0,75 Hubungan kuat 0,76-1 Hubungan sangat kuat/sempurna (Agus Riyanto, 2009). Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan, sebagai berikut: R2= r2 x 100% Keterangan: R2= nilai koefisien determinan r2= nilai koefisien korelasi (Agus Riyanto, 2009).
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Umum Perusahaan 1. Lokasi Perusahaan Latar belakang berdirinya PT. Dan Liris, dimulai pada tahun 1926 sebagai home industry batik. Pada tahun 1966 pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, baik berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan adanya kebijakan tersebut, maka perusahaan home industry batik menjadi perseroan terbatas dengan nama PT. Batik Keris pada tahun 1971. Sejak saat itu PT. Batik Keris menerima permintaan produk yang terus meningkat dari waktu kewaktu dari para konsumen. Selanjutnya PT. Batik Keris mengambil langkah untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan untuk mengantisipasi agar tidak terganggu aktivitas produksi PT. Batik Keris apabila suatu saat perusahaan mengalami kesulitan karena terjadi fluktuasi harga bahan baku dipasaran, maka didirikanlah perusahaan pensuplai bahan baku tekstil dan batik yaitu PT. Dan Liris pada tahun 1974. Kegiatan usaha PT. Dan Liris dimulai hanya dengan satu bidang saja, yaitu pertenunan (weaving). Lokasi pabrik tenun pada mulanya berada di Jln. Adi Sucipto, desa Blulukan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karaganyar. Seiring berkembangnya perusahaan, maka didirikanlah pabrik perajutan dan
47
48
garment di lokasi yang sama sehingga pada tahun 1982 juga didirikan pabrik pemintalan hingga menjadi industri tekstil terpadu, dengan adanya produksi cetak (printing) dan pembuatan kain bermotif batik (finishing). Karena semakin pesatnya perkembangan perusahaan, maka pada tahun 1983 lokasi pabrik dipindahkan ke Desa Banaran, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo hingga sekarang, dan pada akhirnya menjadi industry tekstil terpadu dengan unit usaha pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), pencelupan dan pewarnaan (dyeing), penyempurnaan (finishing), pencetakan tekstil bermotif (printing) dan konfeksi pakaian jadi (garment).
2. Ketenagakerjaan PT. Dan Liris Sukoharjo berproduksi setiap hari kecuali hari minggu, dengan jam kerja yang berbeda. PT. Dan Liris mempunyai kebijakan jam kerja tiap tenaga kerja dengan tujuan untuk mempermudah dan memeperlancar pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan tiap harinya. Untuk jam kerja kantor masuk jam 08.00-16.00 WIB dan jam istirahat 12.00-13.00 WIB untuk hari senin-kamis, sedangkan hari jum’at jam masuknya sama tapi jam istirahatnya jam 11.30-13.00 WIB dan hari sabtu masuk jam 08.00-13.00 tidak ada istirahat. Sedangkan untuk tenaga kerja produksi dibagi menjadi 3 shift yaitu shift 1 (pagi) : 10.00-14.00 WIB (jam istirahat : 09.00-10.00 WIB), shift 2 (siang) : 14.00-22.00 WIB (jam istirahat 18.00-19.00 WIB), shift 3 (malam) : 22.00-06.00 WIB (jam istirahat 02.00-03.00 WIB). Jumlah tenaga kerja di
49
bagian weaving II yaitu 125 tenaga kerja yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Tenaga kerja saat berkerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang standar sebagai upaya dalam mencegah bahaya di lingkungan kerja. Posisi tenaga kerja adalah berdiri dan membungkuk. Sistem penggajian tenaga kerja PT. Dan Liris Sukoharjo dibagi menjadi 2 yaitu bulanan dan harian. Gaji bulanan merupakan pembayaran kepada staff, sedangkan gaji harian merupakan pembayaran kepada tenaga kerja harian atas dasar “no work no pay” sedang sistem pembayarannya tetap sama yaitu diberikan satu bulan sekali.
3. Proses Produksi Kapasitas produksi yang terpasang yaitu : ·
Spinning
: 8.500 ball/bulan
·
Kain greige
: 7.500.000 meter/bulan
·
Kain jadi dan Printing
: 5.500.000 meter/bulan
·
Pakaina jadi
: 950.000 pieces/bulan
50
Proses produksi PT. Dan Liris sebagai berikut: 1. Spinning Proses spinning (pemintalan benang) merupakan proses paling awal, yang terdiri dari : 1) Blowing Bertujuan untuk membuka ball kapas, membersihkan kapas dan juga mixing atau pencampuran berbagai jenis kapas. 2) Carding Bertujuan untuk meluruskan serat, pemisahan antara serat panjang dengan serat pendek. 3) Lap former Bertujuan untuk membuat lap untuk proses berikutnya dan perangkapan. 4) Drawing Bertujuan untuk perangkapan, mengurangi ketidakrataan, dan pencampuran antara kapas alami (cotton) dengan kapas sintetis (polyster) 5) Combing Bertujuan untuk pensejajaran, pamisahan serat antara panjang dengan serat pendek dan terakhir pembersihan.
51
6) Flayer Bertujuan untuk roving dan pemberian twist (puntiran) 7) Ring spinning Bertujuan
untuk
mengumpulkan
benang
dan
terakhir
penomeran benang. 8) Winder Merupakan proses tahap akhir dari proses spinning, yang bertujuan untuk penggulungan menjadi besar, menghilangkan cacat pada benang, dan terakhir adalah digulung secara berulang-ulang jika terjadi kesalahan dalam penggulangan sebelumnya. 2. Weaving Proses weaving adalah proses penenunan benang menjadi kain mentah atau kain setengah jadi, dimana bahan bakunya adalah benag pakan dan benag lusi. Pada proses ini hasik akhirnya disebut kain greige. Setelah melalui proses inspecting yaitu proses inspeksi grade (kualitas), maka untk pasar lokal biasanya yang dijual adalah kain greige dengan grade B dan L. Khususnya untuk pasar eksport biasanya pelanggan hanya membeli kain greige dengan grade A saja. Selain dijual, kain greige tersebut digunakan sendiri oleh PT. Dan Liris untuk diproses lagi menjadi kain jadi, printing dan garment.
52
Kondisi lingkungan kerja di bagian weaving II ada dua ruangan yang terdapat mesin Air Jet Loom yang berjumlah 179 buah. Antara mesin tersebut tidak ada sekat pembatas sama sekali. Ruangan weaving II termasuk ruang tertutup dengan satu pintu keluar dan masuk saja, di bagian weaving II memiliki atap seng yang dilapisi galfalum dengan tujuan untuk mengurangi kebisingan. 3. Finishing Printing Proses finishing adalah proses mengubah kain greige untuk diberi warna dasar sesuai dengan permintaan pembali. Sedangkan proses printing adalah proses mengubah kain finishing menjadi kain siap pakai dengan pemberian motif dan penentuan desain sesuai mode dan permintaan pembeli. 4. Garment Proses garment adalah proses mengubah kain yang siap pakai menjadi pakain siap pakai, dimana proses ini adalah proses terakhir dari kegiatan produksi di PT. Dan Liris. Pada setiap proses produksi di PT. Dan Liris telah melewati Quality Assurance sehingga terjadinya kesalahan dalam proses produksi dapat diminimalisasi.
53
B. Karakteristik Responden 1. Umur Distribusi responden berdasarkan umur tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, tahun 2010 dapat digambarkan pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Umur Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Umur (tahun) 28 29 30 32 33 35 36 37 39 40 42 43 46 50 ∑ rata – rata:36,08
Frekuensi 1 1 3 4 3 2 2 1 1 2 2 2 1 1 ∑ 26
Persentase(%) 3,85% 3,85% 11,54% 15,38% 11,54% 7,7% 7,7% 3,85% 3,85% 7,7% 7,7% 7,7% 3,85% 3,85% ∑ 100%
Berdasarkan tabel 5 diperoleh umur responden yang terendah adalah 28 tahun dan yang tertinggi adalah 50 tahun, rata-rata umur responden adalah 36,08 tahun.
54
2.
Masa kerja Distribusi frekuensi masa kerja pada tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Distribusi frekuensi Masa Kerja Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. No.
Masa Kerja (Tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
1.
10
4
15,38%
2.
11
3
11,54%
3.
12
6
23,08%
4.
13
2
7,7%
5.
14
4
15,38%
6.
17
1
3,85%
7.
19
1
3,85%
8.
23
2
7,7%
9.
25
2
7,7%
10.
28
1
3,85%
∑ rata –rata:14,88
∑ 26
∑ 100%
Berdasarkan tabel 6 diperoleh responden yang terendah adalah 10 tahun dan yang tertinggi adalah 28 tahun, dan rata-rata masa kerja responden adalah 14,88 tahun.
55
3.
IMT Distribusi frekuensi status gizi tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh (IMT) Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. No.
IMT
Frekuensi
Persentase (%)
1.
18,3
1
3,85%
2.
18,5
6
23,08%
3.
18,6
4
15,38%
4.
18,7
4
15,38%
5.
19,5
2
7,7%
6.
19,6
2
7,7%
7.
19,7
1
3,85%
8.
19,8
1
3,85%
9.
20
1
3,85%
10.
20,7
1
3,85%
11.
21
1
3,85%
12.
22
1
3,85%
13.
23
1
3,85%
∑ rata – rata:19,436
∑ 26
∑ 100%
Dari hasil pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) diperoleh IMT terendah adalah 18,3 dan IMT tertinggi adalah 23, dan rata-rata sebesar 19,436.
56
C. Hasil Pengukuran kebisingan Berdasarkan pengukuran kebisingan dengan menggunakan alat sound level meter dengan 26 titik di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 8. Hasil pengukuran kebisingan. No.
Kebisingan (dBA)
Frekuensi
Persentase(%)
1.
127
4
15,36%
2.
127,4
1
3,85%
3.
127,5
7
26,92%
4.
128
4
15,36%
5.
128,5
1
3,85%
6.
128,9
1
3,85%
7.
129
6
23,08%
8.
129,5
1
3,85%
9.
129,7
1
3,85%
10.
129,9
1
3,85%
11.
130
4
15,36%
∑ ratarata:128,735
∑ 26
∑ 100%
Dari tabel 8 dapat dijelaskan bahwa Intensitas kebisingan yang terendah adalah 127 dBA, dan intensitas kebisingan tertinggi adalah 130 dBA. rata-rata intensitas kebisingan di bagian weaving II sebesar 128,735.
57
D. Hasil Pengukuran Kelelahan Sampel yang diambil untuk diukur kelelahanya adalah 26 tenaga kerja. Hasil pengukuran sebagai berikut: 1. Pengukuran Kelelahan Tenaga Kerja Sebelum Kerja. Hasil pengukuran kelelahan tenaga kerja sebelum kerja berdasarkan kriteria sebagai berikut: Tabel 9. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Kerja No. 1. 2. 3. 4.
Kriteria Normal Ringan Sedang Berat Jumlah
Sebelum kerja 23 3 0 0 26
Presentase 88,5% 11,5% 0% 0% 100%
Dari tabel 9 dapat dijelaskan bahwa sebelum kerja terdapat 23 tenaga kerja (88,5%) dalam keadaan tidak lelah (normal), 3 tenaga kerja (11,5%) dalam keadaan lelah ringan dan tidak ada tenaga kerja yang mengalami lelah sedang dan lelah berat.
58
2. Pengukuran Kelelahan Tenaga Kerja Sesudah Kerja. Hasil pengukuran kelelahan tenaga kerja sesudah kerja berdasarkan kriteria sebagai berikut: Tabel 10. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sesudah Kerja No. 1. 2. 3. 4.
Kriteria Normal Ringan Sedang Berat Jumlah
Sesudah kerja 0 12 8 6 26
Persentase 0% 46,2% 30,8% 23,0% 100%
Dari tabel 10 dapat dijelaskan bahwa sesudah kerja tidak terdapat tenaga kerja (0%) dalam keadaan lelah normal, 12 tenaga kerja (46,2%) dalam keadaan lelah ringan, 8 tenaga kerja (30,8%) dalam keadaan lelah sedang, 6 tenaga kerja (23,0%) dalam keadaan lelah berat.
E. Uji Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Uji hubungan ini dengan menggunakan uji statistik correlations yaitu sebagai berikut: Tabel 11. Hasil Uji Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Variabel Kebisingan Kelelahan
Significant (p) 0,000 0,000
Korelasi (r) 0,636** 0,636**
Keterangan Ada hubungan
Dari tabel 11 dapat dijelaskan bahwa antara kebisingan dan kelelahan diperoleh nilai signifikansi (p) yang besarnya 0,000 (p < 0,01) hal ini berarti bahwa ada hubungan sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan
59
tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Dari hasil uji tersebut diketahui pula bahwa rhitung(Pearson Correlation) sebesar 0,636 (tingkat hubungan korelasi (r) berada diantar 0,51-0,75), sehingga menunjukkan tingkat hubungan yang kuat. Selanjutnya untuk menentukan besar kecilnya sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat menggunakan rumus koefisien determinan sebagai berikut: R2= r2 x 100% R2= 0,6362 x 100% R2= 40,45% Berdasarkan hasil rumus koefisien determinan, diperoleh hasil R2= 40,45%, dengan demikian bahwa sumbangan kebisingan terhadap kelelahan yaitu sebesar 40,45%.
60
BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden 1. Umur Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahiran sampai umur sekitar 20 tahun. Pada umur yang meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun. Rata-rata umur tenaga kerja di bagian weaving II yaitu 36,08 tahun. Pembagian distribusi umur di bagian weaving II berdasarkan pada umur dibawah atau sama dengan 50 tahun, merupakan usia produktif sehingga masih mempunyai kemampuan kerja yang optimal. Dalam penelitian ini, semakin bertambah umur maka tingkat kelelahan akan meningkat. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, David, 1996).
2. Masa Kerja Dari hasil penelitian masa kerja responden diperoleh rata-rata masa kerja 14,88 tahun. Semakin lama masa kerja semakin lama tenaga kerja tersebut terpapar kebisingan, sehingga semakin tubuh tenaga kerja bisa menyesuaikan dengan lingkungan kerja. Semakin lama masa kerja dapat
60
61
dikatakan semakin tinggi kemampuan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja sehingga beban kerja relatif sedikit dan kelelahan semakin kecil. Dalam penelitian ini masa kerja berpengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang monoton dan bersifat berulang-ulang. Grandjean menyatakan bahwa masa kerja yang panjang bisa menyebabkan kelelahan kronis sebagai akumulasi kelelahan dalam jangka panjang (Grandjean, 1993).
3. IMT Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata IMT responden diperoleh 19,436 yang berarti dalam status gizi normal. Status gizi yang normal akan dianggap mempunyai daya tahan tubuh yang cukup baik. Status gizi merupakan salah satu faktor kapasitas kerja, jika keadaan gizi baik maka pekerja akan dapat bekerja dengan baik. Seharusnya tenaga kerja yang memiliki gizi normal tidak mengalami kelelahan, dalam penelitian ini disebabkan oleh faktor lain seperti keadaan psikologi yang berperan besar untuk menyebabkan kelelahan. Seperti yang dikemukakan oleh Sugeng Budiono bahwa faktor psikologi memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja.
62
B. Kebisingan Kebisingan bagian weaving II termasuk jenis kebisingan tetap (steady noise) yang dihasilkan oleh mesin Air Jet Loom, menurut Rasmito Soemanegara, sedangkan menurut Suma’mur termasuk kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Antara mesin satu dengan mesin yang lain tidak ada sekat dinding pembatas, sehingga kebisingan dihasilkan tidak dari satu mesin melainkan banyak mesin yang dihidupkan secara bersamasama. Dalam proses poduksi tersebut dihasilkan
intensitas kebisingannya
beragam. Dari hasil pengukuran di tempat tenaga kerja didapatkan Intensitas kebisingan yang terendah adalah 127 dBA, dan intensitas kebisingan tertinggi adalah 130 dBA. Rata-rata intensitas kebisingan di bagian weaving II sebesar 128.735 dBA, jadi range intensitas kebisingan di bagian weaving II sebesar 127 dBA-130 dBA. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas untuk waktu pemajanan perhari 8 jam yaitu 85 dBA, sehingga intensitas kebisingan di bagian weaving II melebihi nilai ambang batas yang telah diperkenankan. Dengan intensitas yang melebihi nilai ambang batas maka tenaga kerja diperkenankan berkerja hanya 0,88 detik di tempat kerja tapi dalam kenyataannya tenaga kerja berkerja 8 jam perhari dengan waktu istirahat 1 jam. Tenga kerja bisa berkerja selama 8 jam waktu pemajanan tetapi harus menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri tersebut berupa ear plug dan ear muff.
Padahal
perusahaan hanya menyediakan ear plug yang hanya bisa meredam kebisingan sebesar 10-20 dBA. Sehingga ear plug tidak sesuai digunakan untuk intensitas
63
kebisingan di bagian weaving II karena intensitas kebisingan di bagian weaving II antara 127 dBA-130 dBA. Alat pelindung diri yang sesuai adalah ear muff karena bisa meredam kebisingan 30 dBA, tetapi ear muff saja tidak cukup untuk intensitas kebisingan di bagian weaving II yaitu antara 127 dBA130 dBA, karna hanya dapat meredam kebisingan 30 dBA, sehingga perlu adanya pengendalian secara teknis. Menggunakan alat pelindung diri adalah alternatif terakhir, cara yang lain bisa berupa pemberian pelumas pada mesin Air Jet Loom sehingga intensitas kebisingan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi, selain itu juga bisa dengan pemberian bantalan karet kepada mesin Air Jet Loom sehingga bisa mengurangi intensitas kebisingan. Memakai alat pelindung
diri
seperti
ear
muff
adalah
alternatif
terakhir
setelah
mengupayakan pengendalian secara teknis dan administratif. Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik maupun psikis (Sihar Tigor Benjamin Tambunan, 2005). Selain dapat merusak pendengaran, kebisingan juga mengurangi kenyamanan
dalam
bekerja,
mengganggu
komunikasi,
mengurangi
konsentrasi (Sugeng Budiono, 2003). Dampak dari kebisingan tentunya akan mengganggu pendengaran baik yang bersifat sementara maupun permanen. Pada saat pengurangan pendengaran yang diawali dengan pergeseran ambang dengar sementara, juga terjadi kelelahan (Sugeng Budiono, 2003). Akibat kebisingan terhadap kesehatan yang lain adalah meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung,
64
selain gangguan kesehatan kebisingan juga menimbulkan gangguan emosional (Dwi P Sasongko, 2000). Terhadap daya kerja, kebisingan dapat mengganggu konsentrasi yang menyebabkan terjadi kesalahan ketika bekerja sehingga menurunkan prestasi kerja tenaga kerja, selain itu kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan (Suma’mur, 2009). Kebisingan yang terjadi dapat dikendalikan agar tingkat kebisingan tersebut sampai batas nilai yang diijinkan. Pengendalian kebisingan dilakukan pada sumber suara, pada media perantara kebisingan dan pengendalian kebisingan pada manusia (Dwi P Sasongko, 2000).
C. Kelelahan Kelelahan dapat diukur dengan beberapa metode, salah satunya adalah waktu reaksi (Suma’mur, 2009). Pengukuran kelelahan dilakukan sebelum kerja dan sesudah kerja, bertujuan untuk mengetahui tingkat kelelahan tenaga kerja sebelum terpapar kebisingan dan sesudah terpapar kebisingan. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, diperoleh bahwa kelelahan sebelum kerja terdapat 23 tenaga kerja (88,5%) dalam keadaan tidak lelah (normal), 3 tenaga kerja (11,5%) dalam keadaan lelah ringan dan tidak ada tenaga kerja yang mengalami lelah sedang dan lelah berat. Sedangkan pengukuran kelelahan sesudah kerja terdapat 0 tenaga kerja (0%) dalam keadaan lelah normal, 12 tenaga kerja (46,2%) dalam keadaan lelah ringan, 8 tenaga kerja (30,8%) dalam keadaan lelah sedang, 6 tenaga kerja (23,0%) dalam keadaan lelah berat.
65
Sehingga diperoleh rata-rata waktu reaksi sebelum kerja adalah 170,53 milli detik termasuk kategori lelah normal karena berada pada range 150,00210,00 milli detik dan rata-rata waktu reaksi sesudah kerja adalah 444,15 milli detik, termasuk kategori lelah sedang karena berada pada range 410,00-580,00 milli detik. Dari hasil pengukuran waktu reaksi, gambaran keseluruhan tingkat kelelahan pada tenaga kerja bagian weaving II tergolong tingkat kelelahan sedang karena berada pada range 410,00-580,00 milli detik. Kenaikan ratarata waktu reaksi menunjukkan adanya pemanjangan waktu reaksi. Dengan demikian telah terjadi kelelahan pada tenaga kerja. Hal ini berarti kebisingan dari lingkungan yang diterima oleh tenaga kerja dapat meningkatkan kelelahan tenaga kerja dan kenaikan rata-rata waktu reaksi masih dalam taraf sedang sehingga peningkatan kelelahan tergolong sedang. Dari hasil pengamatan yang diperoleh dari lapangan tenaga kerja mendapat waktu istirahat satu jam setelah bekerja selama lima jam, diharapkan dengan waktu istirahat yang diberikan kelelahan tenaga kerja akan hilang dan dapat bekerja kembali, sehingga peningkatan kelelahan tergolong sedang. Kelelahan dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam individu seperti umur, status gizi dan status kesehatan maupun dari luar individu seperti beban kerja dan kondisi lingkungan kerja. Kemampuan kerja seseorang tenaga kerja berbeda dari satu pekerja dengan pekerja yang lainnya dan sangat tergantung pada keterampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin dan usia (Jihad Santosa, 2005). Kelelahan pada penelitian ini yang disebabkan oleh faktor
lingkungan
kerja
yaitu
kebisingan
sedangkan
faktor
yang
66
memepengaruhi kelelahan yang dikendalikan adalah jenis kelamin, usia, riwayat penyakit pendengaran, dan status gizi normal dan masa kerja sedangkan faktor yang tidak dikendalikan dalam penelitian ini adalah keadaan psikologis, getaran, cuaca kerja, beban kerja dan penerangan.
D. Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Berdasarkan pengujian korelasi didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan. Hal ini dapat dilihat pada hasil korelasi Product Moment p=0,00 ( p < 0,01). Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Tri Yuni Ulfa Hanifa, 2005, bahwa ada hubungan signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja. Terdapat pula peningkatan kelelahan pada tenaga kerja setelah terpapar bising. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noor Fatimah di bagian pecking PT. Palur Raya Karanganyar, pada tahun 2002, bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan yang ditandai terdapat tenaga kerja yang mengalami peningkatan kelelahan. Berdasarkan hasil uji korelasi Product Moment didapatkan bahwa pearson correlation (r) = 0,636, sehingga hubungan korelasinya kuat. Berdasarkan hasil rumus koefisien determinan, bahwa sumbangan hubungan kebisingan dengan kelelahan sebesar 40.45% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor antara lain: 1. Keadaan psikologis Faktor psikologi mempunyai peran besar dalam mempengaruhi kelelahan, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul
67
dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja (Sugeng Budiono, 2003). 2. Getaran, Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibatakibat yang tidak diinginkan pada tubuh manusia. Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran di bawah frekuensi 20 Hertz (Hz) menjadi sebab kelelahan. Kontraksi statis ini menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran-getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur, 2009). 3. Cuaca kerja, Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24 – 26°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat terutama menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009). 4. Beban kerja, Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan
meningkat
secara
proporsional
sampai
didapat
kondisi
maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat
68
dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan meningkatrnya kandungan asam laktat (Eko Nurmianto, 2003). Setiap pekerjaaan merupakan beban kerja bagi pelakunya. Beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja. Beban dimaksud dapat berupa beban fisik, mental atau sosial. Seseorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja (Jihad Santosa, 2005). Beban kerja fisik di bagian weaving II hanya memperbaiki benang yang rusak, maka beban fisik tenaga kerja weaving II tidak begitu besar. Beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian yang dimiliki tenaga kerja secara individu dengan individu lainnya yang sama dan beban sosial yang ringan karena hubungan antar tenaga kerja, tenaga kerja dengan atasannya adalah baik. 5. Penerangan, penerangan yang tidak di desain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Gejala kelelahan
penglihatan
antara
lain
sakit
kepala
(pusing-pusing),
menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu akan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke obyek guna memperbesar ukuran benda, sehingga akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
69
E. Keterbatasan Penelitian Dalam
pelaksanaan
penelitian
terdapat
beberapa
keterbatasan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Keterbatasan waktu dalam pemeriksaan kelelahan tenaga kerja. 2. Kurangnya partisipasi tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo untuk dijadikan sampel penelitian.
70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kebisingan di bagian weaving II didapatkan Intensitas kebisingan yang terendah adalah 127 dBA, dan intensitas kebisingan tertinggi adalah 130 dBA, jadi range intensitas kebisingan di bagian weaving II sebesar 127 dBA-130 dBA, dengan rata-rata intensitas kebisingan sebesar 128.735 dBA. 2. Kelelahan yang dialami sebelum kerja terdapat 23 sampel (88,5%) dalam keadaan normal, 3 sampel (11,5%) dalam keadaan ringan, diperoleh ratarata waktu reaksi sebelum kerja adalah 170,53 milli detik termasuk kategori lelah normal. Sesudah kerja 12 sampel (46.2%) dalam keadaan ringan, 8 sampel (30,8%) dalam keadaan sedang, 6 sampel (23,0%) dalam keadaan berat, rata-rata waktu reaksi sesudah kerja adalah 444,15 milli detik, termasuk kategori lelah sedang. 3. Dari hasil uji correlations kebisingan dengan kelelahan didapatkan bahwa hasil sangat signifikan dengan nilai signifikasi 0,00 berarti p value ≤ 0,01. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo 4. Dari uji statistik Dari uji statistik correlations diketahui rhitung. Sebesar 0,636, sehingga tingkat hubungan korelasi kuat, dan sumbangan variabel kebisingan terhadap kelelahan sebesar 40,45 persen.
70
71
B. Saran 1. Bagi tenaga kerja a. Hendaknya tenaga kerja diberi pengetahuan sejak dini tentang manfaat memakai alat pelindung diri yang sesuai dengan resiko lingkungan kerja tersebut, sehingga tenaga kerja tidak terkena penyakit akibat kerja. b. Perlu adanya kesadaran tenaga kerja bahwa kesehatan itu sangatlah penting, sehingga tenaga kerja harus menjaga kesehatan tiap tenaga kerja. c. Hendaknya tenaga kerja mematuhi dan menjalankan perintah dan himbauan atasan di perusahaan tersebut.
2. Bagi perusahaan a. Hendaknya memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada tenaga kerja tentang gangguan kesehatan akibat kebisingan agar selama bekerja selalu memakai alat pelindung telinga maupun alat pelindung lainnya. b. Perlu adanya rekayasa teknik untuk mengurangi kebisingan, dengan cara: pemasangan pagar pembatas pada mesin, penggantian alat-alat kerja yang menimbulkan bising tinggi dengan peralatan yang dapat meredam bising ( fiberglass, karpet). c. Hendaknya perusahaan menyediakan dokter dan perawat perusahaan serta mengadakan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus kepada tenaga kerja.
72
d. Hendaknya pihak perusahaan lebih memperhatikan tenaga kerja dalam hal penggunaan alat pelindung diri sedini mugkin, seperti ear muff supaya dapat mengurangi paparan risiko yang diterima tenaga kerja sampai pada nilai ambang batas yang diperkenankan. 3. Bagi peneliti a. Bagi peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian yang sama dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan selain kebisingan. b. Bagi peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian yang sama dengan variabel bebas yang berbeda dengan melibatkan bagian lain sebagai sampel.
73
DAFTAR PUSTAKA
Agus Riyanto. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta : Jazamedia. Ahmad Praktiknya Watik. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : CV Rajawali. Anhar Hadian, 2000, Bising Bisa Timbulkan Tuli, http://www.indomedia.com. Arif Yoni Setiawan, 2000, Studi Perbedaan Kelelahan Kerja pada Bagian Machine Moulding dan Floor Moulding Shift I Unit Produksi Departemen Foundry PT Texmaco Perkasa Engineering Kaliwungu, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip. Benny L, Pratama dan Adhi Ari Utomo dalam Edhie Sarwono, dkk, 2002, Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra International Tbk. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pusat Kesehatan Kerja. 2002. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51.MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, 1999, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Depkes RI. 2003. Warta Kesehatan Masyarakat Edisi No. 7 September tahun 2003. Jakarta : Dirjen Bina Kesmas Depkes. Dwi P. Sasongko, 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang : UNDIP. Eko Nurmianto, 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya: Guna Widya. Endah Tri Wulandari, 2004, Hubungan antara Kebisingan dan Tekanan Panas dengan Kelelahan pada Operator Di Bagian Injeksi PT Arisa Mandiri Pratama, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip. Erna Tresnaningsih. 2003. Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta : Depkes R1. Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC.
74
Gempur Santoso, 2004, Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lngkungan, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. ______________, 2004, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Grandjean, E. 1993, Fitting the Task to the Man, 4th edt, Taylor & Francis Inc, London. Guyton, Arthur C. 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Jakarta: EGC. Harrington, J.M. dan F.S. Gill, 2005, Buku Saku Kesehatan Kerja, Jakarta: EGC. Jihad Santosa. 2005. Industrial Medicine. http : www.inmedjs.blogspot.com (12 Maret 2010). I Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar, 2002, Penilaian Status Gizi, Jakarta: EGC. Iman Soeharto, 2004, Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Irwan Harwanto, 2004, Perbedaan Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja Akibat Intensitas Kebisingan Berbeda Di PT Kereta Api (Persero) Daerah Operasi IV Semarang, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip. Lambert, David. 1996, Tubuh Manusia, Jakarta: Arcan. Margatan, Arcole. 1996, Kiat Hidup Sehat Bagi Usia Lanjut, Solo: CV Aneka. Noor Fatimah, 2002, Hubungan beberapa Faktor Beban Tambahan Lingkungan Kerja dengan Kelelahan pada Tenaga Kerja Wanita Shift Pagi Di Bagian Packing PT Palur Raya Karanganyar, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip. Sitepoe, Mangku. 1997, Penyakit Jantung dan Usaha Pencegahan, Jakarta: Grasindo PT Gramedia. Sugeng Budiono. 1992. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Solo : PT Tri Tunggal Tata Fajar. ______________ , 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Soekidjo Notoatmodjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Sagung Seto.
75
Sutrisno Hadi. 2004. Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset. Tarwaka, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.
Kesehatan
Kerja
dan
Tri Hanifa Ulfa Yuni. 2005. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kelelahan Pada Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang 2005. Skripsi. Universitas Negeri Semarang