HUBUNGAN FREKUENSI DAN DURASI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS RATNA NEVYDA ARDYAN 11002215 Subject : Frekuensi, durasi pemberian ASI, bendungan ASI, ibu nifas DESCRIPTION Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu. Tujuan penelusuran kepustakaan ini adalah mengetahui hubungan frekuensi dan durasi pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI pada ibu nifas. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan yang bersumber dari textbook, journal, artikel ilmiah, dan literature review yang kemudian di konseptualisasikan dan dianalisa. Frekuensi dan durasi pemberian ASI mempunyai hubungan dengan terjadinya bendungan ASI pada Ibu nifas karena pada payudara terdapat vena limpatik yang mengalirkan produksi air susu, jika frekuensi dan durasi pemberian ASI optimal, maka pengosongan payudara dapat secara sempurna, aliran vena limpatik lancar, sehingga mencegah terjadinya payudara bengkak atau bendungan ASI pada payudara. Berdasarkan data Cintami Atmawati (2010), yang di dapat dari hasil penelitian tentang frekuensi pemberian ASI menunjukkan bahwa dari 19 responden dengan Frekuensi pemberian ASI yang optimal tidak terjadi bendungan ASI sebanyak 15 orang (78,9%), sedangkan dari 13 responden dengan frekuensi pemberian ASI yang tidak optimal mengalami bendungan ASI yaitu sebanyak 10 orang (76,9%). Penelitan selanjutnya dilakukan oleh Heni Sumastri (2011) tentang lama menyusui pada post partum, diketahui bahwa dari 50 responden ibu nifas yang mengalami bendungan ASI yaitu sebanyak 16 orang (32%). Ibu mengalami bendungan ASI adalah ibu post partum yang menyusui bayinya dengan waktu yang singkat dan tidak mengosongkan payudara secara maksimal. Dari hasil hipotesa menunjukkan adanya hubungan frekuensi dan durasi pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI pada Ibu nifas Kesimpulan : Frekuensi dan durasi pemberian ASI dapat mempengaruhi terjadinya bendungan ASI pada ibu nifas. Oleh karena itu petugas kesehatan dapat mengaplikasikan pemberian ASI dengan frekuensi dan durasi yang optimal pada ibu nifas dan diperlukan adanya penelitian serta pengembangan mengenai frekuensi dan durasi pemberian ASI. ABSTRACT The dam of breastmilk is damming milk because narrowing lactifery duct by glands that aren't emptied completely or because of abnormalities on the nipple. This study is a literature study that source from textbooks, journals, scientific articles, and literature reviews and then it will be conceptualized and analyzed.
The frequency and duration of giving breast milk have a relationship with occuring the dam of breastmilk on postpartum mothers because their breast get lymphatic veins channel that run production of breastmilk, if the frequency and duration of giving breastmilk is optimal, the emptying the breast can be perfect and lymphatic venous runs smoothly, so that prevent the occurrence of breast swelling or the dam of breastmilk. Based on data Cintami Atmawati (2010), showed that the results of her research about the frequency giving breastmilk from 19 respondents who have the frequency of giving breastmilk optimally, don't happen the dam of breastmilk amount 15 women (78.9 %), while 13 respondents who don't have frequency of giving breastmilk optimally happen the dam of breastmilk amount 10 women (76.9 %). The next research is done by Heni Sumastri (2011) on the duration of breastfeeding to postpartum, it is known from 50 respondents of postpartum who experience the dam of breastmilk amount 16 women (32 %). The mothers who experience the dam of breastmilk are postpartum breastfeed their babies for a short time and do not empty the breast maximally. From the results of the hypothesis show that the frequency and duration of giving breastmilk have relationship with the dam of breastmilk happened to postpartum. Conclusion: The frequency and duration of giving breastmilk can affect the dam of breastmilk happened to postpartum. Therefore, the health workers can apply the giving breastmilk with the optimal frequency and duration to the postpartum and it is necessary to research and development regarding the frequency and duration of giving breastmilk. Keywords: The dam of breastmilk, frequency, the duration of giving breastmilk Contributor Date Type Material URL Right Summary
: 1. Farida Yuliani, S.KM., M.Kes 2. dr. Rahmi Syarifatun Abidah : 28 Mei 2014 : Laporan Penelitian : : Open Document :
LATAR BELAKANG Hakekatnya setiap ibu dapat menyusui bayinya. Keyakinan diri dan berfikir positif dapat mempengaruhi produksi ASI. Produksi ASI juga di tentukan oleh hormon prolaktin dan oksitosin yang di produksi apabila terdapat rangsangan pada payudara oleh sebab itu semakin banyak ASI yang di hisap oleh bayi semakin lancar pula produksinya (Riksani, 2012: 11-12). Meningkatkan durasi dan eksklusifitas pemberian ASI telah dikaitkan dengan hasil kesehatan yang baik pada ibu dan bayi. Akan tetapi dalam meningkatkan durasi dan eklusifitas pemberian ASI di perlukan pemahaman mengenai alasan ibu berhenti atau menyerah untuk menyusui lebih cepat dari yang di harapkan (Cadwell, 2012:1). Frekuensi dan durasi yang tidak tepat dalam memberikan ASI dapat mempengaruhi terjadinya masalah-masalah menyusui. Masalah yang diasosiasikan dengan menyusui yang mungkin mempengaruhi produksi ASI
secara negatif seperti puting susu lecet, payudara bengkak, dan bendungan ASI (Chambley, 2007) UNICEF menyebutkan bukti ilmiah yang dikeluarkan oleh Jurnal Pediatrics pada tahun 2010. Terungkap data di dunia ibu yang mengalami masalah menyusui sekitar 17.230.142 juta jiwa yang terdiri dari puting susu lecet 56,4 %, bendungan payudara 36,12 %, dan mastitis 7,5 % (Damar, 2012). Temuan para peneliti dari Institut Pertanian Bogor pada bulan April hingga Juni 2012 di Indonesia tentang masalah-masalah menyusui menyebabkan para ibu panik. Para peneliti menemukan 22,5 % mengalami puting susu lecet, 42 % ibu mengalami bendungan ASI, 18 % ibu mengalami air susu tersumbat, 11 % mengalami mastitis dan 6,5 % ibu mengalami abses payudara yang disebabkan oleh kesalahan ibu dalam menyusui bayinya (Bambang, 2012). Hasil penelitian di Jawa Timur pada 430 ibu menyusui di 4 wilayah kerja di kabupaten Madiun di dapatkan 7 ibu mengalami puting susu lecet, 15 ibu mengalami bendungan ASI, 13 ibu mengalami abses payudara, 9 ibu mengalami mastitis. Alasan lain dari hasil penelitian 38 ibu menyatakan bayinya tidak mau menyusu dikarenakan bayi sudah mau mengkonsumsi makanan lain selain ASI, sedangkan pada ibu bekerja 17 ibu menyatakan sudah berhenti menyusui pada usia 1-3 bulan. (Cahyani, 2013) Masalah yang terjadi pada masa menyusui diantaranya adalah tersumbatnya saluran ASI yang menyebabkan rasa sakit, demam, payudara berwarna merah teraba ada benjolan yang terasa sakit atau bengkak dan payudara mengeras, hal tersebut dapat mempengaruhi proses pemberian ASI (Riksani, 2012: 83). Faktor yang mempengaruhi frekuensi dan durasi pemberian ASI diantranya kurangnya pelayanan konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa cuti yang terlalu singkat bagi ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan keagresifan produsen susu formula mempromosikan produknya kepada masyarakat dan petugas kesehatan. Kesalahan dalam hal frekuensi dan durasi pemberian ASI yaitu produksi ASI berkurang, ASI tersumbat, payudara bengkak, bendungan ASI, mastitis, abses payudara. Beberapa karakteristik penting yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah usia, pendidikan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat itu sendiri terhadap kesehatan yang meliputi aspek sikap maupun tindakan sehari-hari (Depkes RI, 2010). Upaya pemantauan dan meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung pemberian ASI eksklusif, gencarnya promosi susu formula, dan ibu bekerja (Rencana Strategis Menkes RI, 2010). Langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan frekuensi dan durasi pemberian ASI yaitu dengan cara memberikan informasi dan penyuluhan kepada ibu hamil pada saat melakukan antenatal care sebagai persiapan untuk menyusui bayinya, tentang cara membersihkan puting susu kepada ibu, tidak melakukan pantang makanan setelah melahirkan, cara memompa ASI untuk ibu bekerja sebagai persiapan ASI untuk bayi saat ibu kembali bekerja, serta cara pemberian ASI yang benar termasuk di dalamnya durasi dan frekuensi pemberian ASI melalui penyuluhan, konseling di rumah dan posyandu, membagikan leaflet dan melatih kader kesehatan untuk memberikan informasi dan cara melakukan penyapihan pada ibu menyusui serta mengajarkan ibu menyusui bagaimana cara
menyusui yang benar sehingga ibu dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Sherman, 2008). METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang berasal dari pengumpulan data seperti hubungan frekuensi dan durasi pemberian asi pada ibu nifas yang bersumber dari textbook, journal, artikel ilmiah, dan literature review. Kemudian dilakukan konseptualisasikan, dianalisis, dan diambil kesimpulan serta saran. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian. HASIL PENELITIAN Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007) di usia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3% ibu yang memberikan ASI eksklusif pada anak mereka. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami payudara bengkak dan mastitis, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara selama kehamilan. Payudara bengkak dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu (misalnya putting susu datar, terbenam dan panjang). Berdasarkan data Cintami Atmawati (2010), yang di dapat dari hasil penelitian tentang frekuensi pemberian ASI menunjukkan bahwa dari 19 responden dengan Frekuensi pemberian ASI yang optimal tidak terjadi bendungan ASI sebanyak 15 orang (78,9%), sedangkan dari 13 responden dengan frekuensi pemberian ASI yang tidak optimal mengalami bendungan ASI yaitu sebanyak 10 orang (76,9%). Dari hasil hipotesa menunjukkan adanya hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI pada Ibu nifas. Hasil penelitian ini sesuai yang dikatakan Amiko (2011) yang mengatakan bahwa ASI ibu menyusui akan meningkat dan berubah dari kolostrum menjadi ‘mature milk’ antara 2-5 hari setelah melahirkan. Saat itu, payudara akan terasa penuh, bengkak, dan mungkin terasa menyakitkan jika ASI tidak dikeluarkan. Untuk meminimalisasi terjadinya pembengkakan, harus memperhatikan frekuensi menyusui atau dapat memerah ASI. Untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat pembengkakan, bisa juga dengan teknik memijat payudara sebelum menyusui dan memastikan pelekatan sudah baik atau menggunakan kompres dingin di antara waktu menyusui. Hasil penelitian ini sama Menurut Cadwell (2011), yaitu terdapat beberapa faktor yang berperan dalam menentukan kisaran frekuensi pemberian ASI untuk bayi yang sedang menyusui. Ibu memiliki kapasitas jumlah penyimpanan ASI yang berbeda dalam payudara mereka. Kapasitas penyimpanan ASI ini adalah jumlah ASI yang dapat terakumulasi sebelum memberikan sel-sel suatu pesan untuk mengurangi jumlah ASI. Seorang ibu dapat memiliki kapasitas
penyimpanan yang memungkinkan payudara menyimpan ASI lebih lama atau lebih singkat dibandingkan dengan ibu yang lain. Menurut Cintami Atmawati (2010), bahwa dapat dinyatakan frekuensi pemberian Asi adalah salah satu faktor kejadian bendungan ASI pada ibu menyusui setelah melahirkan. Jika frekuensi pemberian ASI di lakukan secara teratur maka tidak akan terjadi bendungan ASI pada ibu nifas dalam penelitiannya. Berdasarkan hasil analisa data mengenai frekuensi menyusui di Poliklinik bersalin Mariani Medan, menunjukkan bahwa mayoritas frekuensi menyusui dalam kategori baik sebesar 75,0% dengan jumlah pemberian ASI 8-12 x per hari. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah berapa kali bayi menyusu dalam satu hari, dikarenakan setiap bayi memiliki refleks mengisap untuk menelan ASI dari payudara ibunya (Arief,2009). ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama periode menyusui ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi produksi ASI salah satu nya adalah frekuensi menyusui, dalam konsep frekuensi pemberian ASI sebaiknya bayi disusui tanpa di jadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Karena menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan dapat mencegah timbulnya masalah menyusui (Sujiyatini dkk, 2010). Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri dan kadang-kadang disertai dengan kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005). Menurut hasil penelitian bahwa payudara penuh sering terjadi. Bila Ibu tidak menyusui secara eksklusif, dimana Ibu tidak menyusukan bayinya setiap bayi membutuhkan. Sementara produksi ASI tetap berlangsung, akibatnya payudara akan penuh dengan ASI. Bila tidak langsung diberikan kepada bayi maka inilah menjadi bendungan ASI (Prawirohardjo, 2008) Faktor-faktor yang menyebabkan bendungan ASI adalah bayi tidak menyusu dengan kuat, frekuensi menyusui, posisi bayi pada payudara salah sehingga proses menyusui tidak benar, lama menyusui, serta terdapat puting susu yang datar atau terbenam (Taufan, 2011) Berdasarkan hasil analisa data mengenai durasi menyusui di Poliklinik bersalin Mariani Medan, menunjukkan bahwa mayoritas durasi menyusui dalam kategori baik sebesar 96,9% dengan lamanya waktu menyusui 10-30 menit setiap kali menyusui. Berdasarkan analisa data terdapat hubungan antara durasi menyusui dengan kejadian bendungan ASI selama proses menyusui pada ibu yang berkunjung di Poliklinik bersalin Mariani Medan, yaitu apabila durasi menyusui lebih lama dilakukan maka tidak akan terjadi bendungan ASI, sedangkan jika durasi atau waktu yang dibutuhkan untuk menyusui bayi singkat maka dapat menyebabkan payudara bengkak dan terjadi pembendungan ASI. Arief (2009) menyatakan lama menyusui bayi berbeda-beda sesuai dengan pola hisap bayi. Bayi sebaiknya menyusu 10 menit pada payudara yang pertama, karena daya isap masih kuat, dan 20 menit pada payudara yang lain karena daya hisap bayi mulai melemah. Selama periode baru lahir, waktu menyusui bayi 20-45 menit, durasi menyusui juga berpengaruh terhadap ejeksi
ASI saat menyusui, ketika bayi tidak dapat menyusu, stimulus untuk produksi ASI sangat diperlukan. pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi ASI oleh sel-sel alveolar kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang disekresikan dan jumlah ASI yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lama bayi mengisap (Bobak,2004). Berdasarkan penelitian Heni Sumastri (2011) tentang lama menyusui pada post partum, diketahui bahwa dari 50 responden ibu nifas yang mengalami bendungan ASI yaitu sebanyak 16 orang (32%). Ibu mengalami bendungan ASI adalah ibu post partum yang menyusui bayinya dengan waktu yang singkat dan tidak mengosongkan payudara secara maksimal. Menurut Wiknjosastro (2002) karena pada masa nifas terjadi produksi ASI dan proses pemberian ASI yang adekuat. Jika produksi ASI lancar, tetapi tidak ada upaya pengosongan payudara, dan perawatan payudara, bendungan ASI dapat terjadi. Begitu pula jika bayi ingin menyusu tetapi ibu tidak mengerti bagaimana cara menyusu dan posisi menyusui yang benar akan menyebabkan bendungan ASI. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa pada responden dengan cara menyusui kurang baik diantaranya durasi menyusui yang tidak diperhatikan dan mengalami bendungan ASI (53,3%). Dan pada responden dengan cara menyusui baik dan mengalami bendungan ASI (10,7%). Data responden yang menyusui dengan cara baik dan mengalami bendungan ASI sebagian besar tidak mengetahui seberapa lama bayi menyusu, responden hanya mengetahui pada saat menyusui bayinya hanya saat bayinya menangis dan ibu merasa payudara terasa penuh, tetapi tidak dikosongkan secara sempurna. Kebiasaan responden yang menyusui dengan durasi yang singkat dapat mempengaruhi produksi ASI serta kenyamanan bayi, bayi merasa kurang penuh atau puas menyusu. Serta jika payudara tidak dikosongkan secara sempurna dapat mengakibatkan terjadinya payudara bengkak. Durasi menyusui berkaitan dengan adanya refleks prolaktin yang merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan mempertahankan sekresi ASI. Stimulus isapan bayi akan mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi ASI oleh sel-sel alveolar kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang disekresikan dan jumlah ASI yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lama bayi mengisap (Bobak,2004). Durasi yang pasti tidaklah penting. Biasanya, lama kegiatan menyusui sangat bervariasi, dari beberapa menit sampai setengah jam. Namun jika kegiatan menyusui berlangsung terlalu lama (lebih dari setengah jam) atau terlalu pendek (kurang dari 4 menit), hal ini menunjukkan kemungkinan adanya masalah pada perlekatan antara bayi dan puting susu ibu. Durasi yang baik saat menyusui menurut Sentra Laktasi Indonesia sebaiknya 20-30 menit. Dengan durasi menyusui yang normal yaitu ketika payudara sudah terasa kosong dan bayi terasa puas saat menyusu akan mengurangi resiko terjadinya infeksi pada payudara yaitu mastitis yang disebabkan oleh bendungan ASI. Penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah pada ibu-ibu pekerja, sebanyak 16% dari ibu yang menyusui (Depkes RI, 2006). Adanya kesibukan keluarga dan pekerjaan menurunkan tingkat perawatan dan
perhatian ibu dalam memberikan ASI pada bayinya sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan kejadian bendungan asi. Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhinya terjadi mastitis. ( Rosiati, 2010 ) SIMPULAN 1.
2.
3.
Frekuensi pemberian ASI mempunyai peranan dalam terjadinya bendungan ASI pada Ibu nifas karena pada payudara terdapat vena limpatik yang mengalirkan produksi air susu, jika frekuensi pemberian ASI sesuai, maka pengosongan payudara dapat secara sempurna sehingga aliran vena limpatik lancar sehingga mencegah terjadinya payudara bengkak atau bendungan ASI pada payudara. Durasi pemberian ASI juga mempunyai peranan terhadap terjadinya bendungan ASI karena durasi menyusui berkaitan dengan adanya refleks prolaktin yang merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan mempertahankan sekresi ASI. Stimulus isapan bayi akan mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi ASI oleh sel-sel alveolar kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang disekresikan dan jumlah ASI yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lama bayi mengisap. Bendungan ASI pada Ibu nifas dapat terjadi jika air susu yang di produksi oleh payudara tidak segera diberikan pada bayi atau tidak segera dikosongkan. Untuk mencegah terjadinya bendungan ASI pada ibu nifas yaitu dengan menyusui bayi secara adekuat tanpa jadwal (on demand), tidak membatasi waktu pemberian ASI, dan perawatan payudara secara teratur.
REKOMENDASI Perlunya segera dilakukan sosialisasi “Pentingnya Frekuensi dan Durasi Pemberian ASI” di kalangan masyarakat. Penggalakan penyuluhan Frekuensi dan Durasi Pemberian ASI Pada Ibu nifas sedini mungkin sehingga mencegah terjadinya bendungan ASI. Penelitian lanjutan yang memperhatikan efektifitas frekuensi dan durasi menyusui dibandingkan dengan faktor lain yang dapat menyebabkan bendungan ASI. Penelitian lanjutan tentang frekuensi dan durasi menyusui dihubungkan dengan masa involusi pada ibu nifas dan perkembangan bayi. Bagi institusi diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan bendungan ASI pada ibu nifas. Alamat Correspondensi : Ds. Balonggebang, Kec. Gondang, Kab. Nganjuk, email :
[email protected]. no. Telp : 085649006711