Hubungan Dosis Pajanan Bisisng Harian Dengan Keluhan Gangguan Pendengaran Pada Pekerja PT NGK Busi Indonesia, Jakarta, Tahun 2014. Erdanto, Sjahrul Meizar Nasri Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Email :
[email protected]
Abstrak Noise Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan kejadian yang cukup banyak terjadi pada industry manufaktur yang diakibatkan oleh pajanan kebisingan. Pada PT NGK Busi Indonesia, Jakarta terdapat bahaya kebisingan yang bersumber dari mesin dan peralatan kerja. Penelitian dilakukan secara Cross-sectional atau potong lintang terhadap dosis pajanan bising harian dan keluhan gangguan pendengaran dengan melibatkan faktor perancu berupa usia, masa kerja, APT, merokok, hoby menembak, memakai head-set, menonton konser music rock, mengunjungi diskotik, riwayat penyakit telinga, obat oto/neurotoksik, dan penyakit degeneratif. Dengan metode pengukuran dosis pajanan bisisng harian dan pengisian kuisioner. Berdasarkan analisis hubungan dua variable hanya kebisaan merokok yang memiliki perbedaan yang nyata dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p-value < 0,05. Perlu ditingkatkan pelaksanaan Hearing Loss Prevention Program berupa audit awal, identifikasi dan analisi sumber bising, peningkatan pengawasan penggunaan APT, audiometry berkala, program motivasi dan edukasi, dokumentasi dan audit program HLPP.
Relationship of Daily Noise Dose Exposure with Workers Hearing Loss Complaints in PT. NGK Busi Indonesia, Jakarta 2014.
Abstrack Noise Induced Hearing Loss (NIHL) is the most event that happen in industrial of manufacture. This event mostly associated by noise exposure. Many noise hazard in PT. NGK Busi Indonesia, Jakarta that sourced from machinery and other working equipment. This study designed by cross-sectional method againts daily noise dose exposure and hearing loss complaints that there are confounding factors such as working period, ear protective equipment, smoking, shooting hobby, listening music with head-set, watching rock concert, discotic, history of hearing illness, neurotoxic drugs, and degenerative illness. This study was using tools such as result of daily noise dose exposure measurement and fullfillment questionaire. According to relationship analysis of two variable there is only factor of smoking habit that have strongly associated with hearing loss complaints with pvalue <0,05. This should be improvement of Hearing Loss Prevention Program Implementation such as initial audit, identification and analize noise source, supervise enhancement of ear protective equipment utilization, periodical audiometry, education and motivation programs, documentation and program audit of hearing loss prevention program. Keywords: Noise, Hearing Loss Complaints
Pendahuluan Pada Internatinal Ear Care Day, 3 Maret 2014, WHO memperkirakan sekitar 360 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran. Dari data yang dipaparkan WHO berarti menunjukan sekitar 5,3 % dari populasi seluruh dunia (WHO, 2014). Gangguan
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
pendengaran tersebut diakibatkan oleh berbagai macam sebab, salah satunya adalah karena paparan bising di tempat kerja. Meskipun sebagian lagi dapat ditanggulangi dengan program perlindungan pendengaran. Dari 360 juta yang terkena gangguan pendengaran terdiri dari 328 juta orang dewasa dan 32 juta anak-anak. Dalam hal ini yang dimaksud mengalami gangguan pendengaran adalah mengalami penurunan pendengaran lebih dari 40 dBA pada orang dewasa, dan mengalami penurunan lebih dari 30 dBA pada anak-anak. Gangguan pendengaran juga akan semakin tinggi prevalensinya pada peningkatan usia. Bahkan di Asia selatan, Asia Pasifik, dan Afrika, pada orang yang berusia diatas 65 tahun, satu dari tiga orang mengalami gangguan pendengaran. Menurut NIOSH (2010), 16 juta pekerja di Amerika merupakan pekerja sektor manufaktur. Jumlah tersebut sekitar 13 % dari total pekerja di Amerika. Menurut laporan statistik, gangguan pendengaran merupakan angka penyakit akibat kerja yang paling banyak ditemui, sejumlah 17.700 kasus dari total 59.100 kasus penyakit akibat kerja yang dilaporkan. Dari 17.700 tersebut lebih dari 72 % adalah pekerja di bidang manufaktur. Hal tersebut merupakan angka kejadian yang sangat tinggi. Occupational Noise Induced Hearing Loss merupakan masalah kesehatan sekaligus masalah ekonomi karena biaya klaim yang tinggi dengan tingginya angka kejadian. Antara bulan juli 2002 sampai juni 2007 tercatat sekitar 16.500 pekerja yang dinyatakan mengalami ONIHL dan mendapatkan klaim asuransinya (ONIHL, 2010). Pada tahun 2011, terdapat 150 klaim baru yang disetujui di Inggris. Kasus terbanyak dari industry manufaktur, konstruksi, ekstraksi, energi dan suplai air. Sedangkan data dari survey LFS kasus NIHL akibat kerja pada periode 2009/2010 sampai dengan periode 2011/2012 adalah tercatat sebanyak 19.000 kasus di Inggris (HSE, 2012). Kasus NIHL akibat kerja selain akibat pajanan bising juga dipengaruhi oleh riwayat perilaku dan kesehatan dari pekerja itu sendiri. Perilaku pekerja dalam hal ini adalah sebagai faktor confounding, diantaranya kepatuhan terhadsap pemakaian alat pelidung telinga, kebiasaan merokok, terpapar bising suara tembakan, kebiasaan mendengarkan personal stereo system (head set), kebiasaan mendatangi diskotik atau konser music, riwayat penyakit pekerja. Menurut data dari Gaikindo (2013), produksi mobil pada kuartal satu tahun 2014 (janurai – maret 2014), sebesar 339.945 unit dari semua total produksi di Indonesia dan akan meningkat terus sampai kuartal empat tahun 2014. Sedangkan Menurut data BPS (2014), jumlah kendaraan bermotor meningkat terus setiap tahunya, tercatat pada tahun 2012 untuk mobil penumpang saja mencapai jumlah 10.432.259 unit. Meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 9.548.866 unit. Hal ini menunjukan bahwasanya produksi kendaraan
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
bermotor akan meningkat terus dalam waktu mendatang. Demikian pula dengan industry sepeda motor, pada tahun 2013 total produksi sepeda motor di Indonesia sebesar 7.780.295 unit. Meningkat sebesar 10 % dari tahun 2012 dengan total produksi 7.079.721 unit (AISI, 2014). Meningkatnya angka produksi kendaraan bermotor otomatis diikuti oleh meningkatnya industri penunjangnya, termasuk industry komponen kendaraan sepeda motor. Salah satu komponen sepeda motor yang paling penting adalah busi. PT NGK Busi Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufacturing khususnya untuk memproduksi busi dan penutup busi. Penyerapan tenaga kerja di industry komponen otomotif yang cukup tinggi diperlukan sebuah kajian mengenai bahaya dan resiko yang akan diterima pekerja pada industry komponen otomotif. Salah satu resikonya adalah angka kejadian Noise Induced Hearing Loss akibat kerja karena terpapar kebisingan. Oleh karena itu peneliti memandang perlu melakukan penelitian mengenai dosis pajanan bising harian dan keluhan pendengaran pekerja di PT NGK Busi Indonesia. Tinjauan Teoritis Bunyi dapat didefinisikan sebagai variasi tekanan pada media udara, air atau media lainya yang dapat dideteksi telinga manusia. Secara subjektif bunyi dapat didefinisikan sebagai stimulus yang menghasilkan respon sensorik di otak. Respon sensorik yang utama dari persepsi bunyi adalah mendengar (Standard, 2002). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans No. 13 Tahun 2011). National Institute of Occuparional Safety and Health (NIOSH) telah mendefinisikan status suara/kondisi kerja di mana suara berubah rnenjadi polutan apabila suara dengan tingkat kebisingan lebih besardari 104 dBA. Atau Kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih dari 8 jam.(NIOSH, 1998). Menurut Canadian Center of Occupational Health and Safety Berdasarakan gangguannya
bising
digolongkan
menjadi
gangguan Auditory
dan
gangguan non
Auditory.(CCOHS, 2008). Dampak Nonauditorik meliputi gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi. Sedangkan diantara tanda gangguan pendengaran diantaranya meminta orang untuk mengulang apa yang diucapkan, merasa lawan bicara bergumam atau bicara tidak jelas, kesulitan mendengar dan mamahami pembicaraan dalam
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
lingkungan yang bising, terlewatnya kata – kata atau frase – frase pada telepon dan mengeraskan volume televisi atau radio dari biasanya (American Academy of Audiology, 2011). Sedangkan dampak auditorik kebisingan adalah Conductive Hearing Loss dan Sensorineural Hearing Loss. Gangguan pendengaran Conductive Hearing Loss berhungan pada kelainan telinga tengah dan dalam karena terganggunya tulang pendengaran. Sedangkan Sensorineural Hearing Loss merupakan kerusakan pada telinga dalam termasuk sel-sel rambut, syaraf
pendengaran atau pusat system oendengaran di otak. NIHL merupakan
gangguan pendengaran jenis ini (Malerbi, 1989). Selain pajanan bising, keluhan gangguan pendengaran juga dirancukan oleh faktor resiko lainya. Diantaranya adalah faktor genetis yang meliputi golongan darah, jenis kelamin, ras, dan usia (Daniel, E. 2007, Krishnamurti, S. 2009). Faktor resiko lainya adalah faktor yang berhubungan dengan pekerjaan diantaranya masa kerja, pajanan getaran, pajanan bahan kimia neurotoksik dan ototoksik, dan prilaku pemakaian Alat Pelindung Telinga ( Levy, BS. 2011, Pettersson, H. 2012, Bogoch, 2005). Faktor resiko berikutnya adalah faktor rekreasional dan gaya hidup meliputi prilaku merokok (Mizoue, T. 2003), Hoby menembak (Fransen, E. 2008), Hoby mendengarkan music dengan headphone atau headset ( Pawlazyk, L. 2013), Hoby menonton konser music rock ( Bogoch, 2005), Hoby mengunjungi diskotik (Bray, A. 2004). Dan yang terakhir adalah faktor riwayat penyakit degeneratif meliputi Prenyakit Kardiovaskuler (Fransen, E. 2008), Hipertensi (Brant, 1996), dan Diabetes Mellitus (Vaughan, 2006). Industri dengan pajanan kebisingan sudah seharusnya memiliki Hearing Loss Prevention Program (HLPP). HLPP adalah rangkaian kegiatan sistematis, yang bertujuan untuk mencegah gangguan pendengaran pada pekerja terpajan kebisingan tinggi dalam lingkungan industri. HLPP dilakukan apabila pada suatu tempat kerja pekerja terpajan bising di atas Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan. (NIOSH, 1998). HLPP memiliki delapan element, Element 1: Audit awal dan audit tahunan atas prosedur yang ada. Element 2: Melakukan penilaian (assessment) atas pajanan bising pada area kerja, pengukuran dosis pajanan, dan engineering survey. Element 3: pengendalian teknik (engineering) dan administrative atas pajanan kebisingan. Element 4 : Evaluasi audiometri dan monitoring pendengaran pekerja. Element 5 : Penggunaan alat pelindung pendengaran (Hearing Protectors) yang biasa juga disebut Alat pelindung Pendengaran (APT). Element 6: Pendidikan dan motivassi pada pekerja. Element 7 : Penctatan dan penyimpanan (recordkeeping) data yang berkaitan dengan kebisingan. Element 8: Evaluasi atas efektifitas program.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
Variabel Independen ; -Bising diatas NAB -Bising dibawah NAB (TWA) Variabel Dependen -Keluhan Gangguan Pendengaran
Variabel Confounding: 1. Usia Pekerja 2. Masa kerja 3. Pemakaian Alat Pelindung Telinga. 4. Kebiasaan Merokok. 5. Hoby Menembak. 6. Hoby mendengarkan music menggunakan head set. 7. Hoby menonton konser music rock. 8. Hoby mengunjungi diskotik 9. Riwayat Penyakit Telinga. 10. Obat neurotoksik / ototoksik. 11. Penyakit Degeneratif.
Gambar 1. Kerangka Konsep Keluhan Gangguan dan Penurunan Fungsi Pendengaran Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional) dengan melihat dosis pajanan bising harian dengan keluhan gangguan pendengaran pada pekerja PT NGK Busi Indonesia. karena penelitian ini mengukur variabel dependent dan variabel independent dalam waktu yang bersamaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Untuk mengetahui gambaran pajanan bising peneliti menggunakan data sekunder dari hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan perusahaan. Untuk dosis pajanan peneliti menggunakan Personal Noise Dosimeter yang diukur langsung pada pekerja. Untuk
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
mengetahui keluhan gangguan pendengaran pada pekerja peneliti menggunakan kuisioner yang diisi oleh pekerja di area yang diteliti. Variable lain juga berdasar atas hasil pengisian kuisioner oleh pekerja. Data yang terkumpul selanjutnya diuji secara statistic derajat kemaknaanya menggunakan kaidah statistika. Pengukuran dosis pajanan bising harian menggunakan sampel yang mewakili kelompok dengan pajananya. Langkah yang pertama adalah melihat hasil pengukuran kebisingan area kerja. Berikutnya membagi pekerja berdasarkan Similar Exposure group (SEG), dari hasil SEG maka di dapatkan kelompok – kelompok pekerja dengan katogeri pajanan bising yang sama dalam tiap kelompok. Pada penelitian ini diambil lima Similar Exposure group (SEG). Dan yang terahir mengambil satu sampel pada tiap kelompok dengan mengambil lokasi bising tertinggi pada tiap kelompoknya. untuk selanjutnya dilakukan pengukuran pajanan dosis kebisingan menggunakan Personal Noise Dosimeter selama 8 jam kerja / hari. Hasil Penelitian Dari hasil telaah dokumen didapatkan area dengan kebisingan tinggi adalah pada area Cold Forming, Chucking Machine, Welding & Threading, Assembly Insulator dan Assembly Line Crimping. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap hubungan dosis pajanan bising harian dengan keluhan ganngguan pendengaran di area tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran pajanan dosis personal harian pada masing-masing area tersebut, berikut hasil pengukuranya menggunakan Personal Noise Dosimeter. Tabel 1. Distribusi frekuensi hasil pengukuran dosis pajanan bising harian. Pajanan Kebisingan No
Area
Leq (dBA) TWA
Dosis (%)
Kelompok SEG
Jumlah Anggota SEG (orang)*
1
Cold Forming
89
240
1
7
2
Chucking Machine
87
151
2
28
3
Whelding & Threading
90
282
3
10
4
Assembly Insulator
84
74
4
7
5
Assembly Crimping
89
240
5
56
*anggota SEG adalah pekerja yang mengisi kuisioner dengan lengkap dan dikembalikan ke peneliti.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
Tabel 2. Analisis Distribusi Frekuensi. Variabel
Skala Ordinal
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Dosis pajanan bising harian
>100%
101
93,5 %
≤100%
7
6,5 %
Keluhan Pendengaran
Ada Keluhan
52
48,1 %
Tidak ada keluhan
56
51,9 %
Pakai APT
106
98,1 %
Tidak Pakai APT
2
1,9 %
> 40 tahun
25
23,1 %
≤ 40 tahun
83
76,9 %
> 10 tahun
33
30,6 %
≤ 10 taun
75
69,4 %
Merokok
48
44,4 %
Tidak merokok
60
55,6 %
Ya
7
6,5 %
Tidak
101
93,5 %
Ya
57
52,8 %
Tidak
51
47,2 %
Ya
26
24,1 %
Tidak
82
75,9 %
Ya
2
1,9 %
Tidak Ya
106 3
98,1 % 2,8 %
Tidak
105
97,2 %
Ya
5
4,6 %
Tidak
103
95,4 %
Pemakaian APT Usia Masa Kerja Kebiasaan merokok Hoby Menembak Hoby Menggunakan headphone / headset. Hoby Menonton konser music rock Hoby mengunjungi diskotik. Memiliki riwayat penyakit telinga Riwayat penyakit degenerative
Tabel 3. Hubungan Dosis Pajanan Bising Harian dengan Keluhan Gangguan Pendengaran. Dosis pajanan bising
Keluhan gangguan pendengaran
harian
Ya
%
Tidak
%
> 100 %
47
46,5
54
53,5
≤ 100 %
5
71,4
2
28,6
OR
95 % CI
p-value
0,348
0,065 –
0,258
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
1,879
Tabel 4. Hubungan usia responden dengan gangguan pendengaran. Usia
Keluhan gangguan pendengaran Ya
%
Tidak
%
> 40 Tahun
10
40,0
15
60,0
≤ 40 Tahun
42
50,6
41
49,4
OR
95 % CI
p-value
0,651
0,262 –
0,372
1,614
Tabel 5. Hubungan lama kerja dengan keluhan gangguan pendengaran. Lama Kerja
Keluhan gangguan pendengaran Ya
%
Tidak
%
> 10 Tahun
15
45,5
18
54,5
≤ 10 Tahun
37
49,3
38
50,7
OR
95 % CI
p-value
0,856
0,376 –
0,835
1,946
Table 6. Hubungan Penggunaan APT dengan keluhan gangguan pendengaran. Pemakaian APT
Keluhan gangguan pendengaran Ya
%
Tidak
%
Tidak Memakai APT
1
50,0
1
50,0
Memakai APT
51
48,1
55
51,9
OR
95 % CI
p-value
1,078
0,066 –
1,000
17,697
Tabel 7. Hubungan perilaku kebiasaan merokok dengan keluhan gangguan pendengaran. Perilaku kebiasaan
Keluhan gangguan pendengaran
merokok
Ya
%
Tidak
%
Ya
31
64,6
17
35,4
Tidak
21
35,0
39
65,0
OR
95 % CI
p-value
3,387
1,530 –
0,003
7,496
Tabel 8. Hubungan hoby menembak dengan keluhan gangguan pendengaran. Hoby menembak
Keluhan gangguan pendengaran Ya
%
Tidak
%
Ya
1
14,3
6
85,7
Tidak
51
50,5
50
49,5
OR
95 % CI
p-value
0,163
0,019 –
0,115
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
1,406
Tabel 9.Hubungan hoby menggunakan headset dengan keluhan gangguan pendengaran Hoby menggunakan headset
Keluhan gangguan pendengaran Ya
%
Tidak
%
Ya
27
47,4
30
52,6
Tidak
25
49,0
26
51,0
OR
95 % CI
p-value
0,936
0,439 –
1,000
1,994
Tabel 10.Hubungan Hoby Menonton Musik Rock dengan Keluhan Pendengaran. Hoby menonton konser
Keluhan gangguan pendengaran
musik rock
Ya
%
Tidak
%
Ya
11
42,3
15
57,7
Tidak
41
50,0
41
50,0
OR
95 % CI
p-value
0,733
0,301 –
0,510
1,786
Tabel 11. Hubungan Hoby ke Diskotik dengan Gangguan Pendengaran. Hoby mengunjungi
Keluhan gangguan pendengaran
diskotik
Ya
%
Tidak
%
Ya
1
50,0
1
50,0
Tidak
51
48,1
55
51,9
OR
95 % CI
p-value
1,078
0,066 –
1,000
17,697
Tabel 6.24 Hubungan riwayat penyakit degeneratif dengan gangguan pendengaran. Riwayat penyakit
Keluhan gangguan pendengaran
degenerative
Ya
%
Tidak
%
Ya
2
40
3
60
Tidak
50
48,5
53
51,5
OR
95 % CI
p-value
0,707
0,113 –
1,000
4,407
Pembahasan 1. Hasil Pengukuran Dosis Pajanan Bising. Dari data hasil pengukuran hanya satu SEG (similar exposure group) yang memiliki dosis kebisingan dibawah 100%. Sedangkan yang lainya diatas 100 % dan
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
yang paling tinggi di SEG 3. Pada SEG 1 area Cold Forming, pada area ini beroperasi mesin forging dimana prosesnya adalah pemotongan bahan baku berupa steel coil menjadi potongan kecil lalu dibentuk menjadi bentuk forged. Proses ini melibatkan mesin yang besar sehingga menghasilkan bising yang tinggi. Sebenarnya secara pengendalian sudah dilakukan terhadap bahaya kebisingan dengan mengisolasi mesin. Tetapi kadang operator sesekali diperlukan untuk membuka isolasinya berkaitan keperluan pekerjaan. Sehingga pada area ini didapatkan dosis pajanan kebisingan harian sebesar 89 dBA TWA. Pada area ini operator cenderung bergerak dalam jangkauan area yang luas sesuai dengan cakupan area yang cukup luas. Pada SEG 2 area Chucking Machine, pada area ini merupakan proses pembubutan dari bentuk awal berupa forged yang dihasilkan oleh area SEG 1. Suara bising dominan di area ini adalah bersumber dari mesin bubut. Dari hasil pengukuran dosis pajan bising harian area ini adalah 87 dBA TWA. Pada area ini operator cenderung berada di samping mesin untuk mengontrol output mesin sesuai dengan spesifikasi produk. Pada area SEG 3 area Welding & Threading, merupakan proses penambahan elektroda luar dan pembuatan ulir busi. Sebagian besar kebisingan di area ini bersumber dari tenaga mesin yang menggunakan angin. Oleh karea itu di area ini memiliki dosis pajanan bising 90 dBA TWA. Pada area ini operator juga cenderung berada di samping mesin dalam jangkauan yang sempit. Pada SEG 4 area Assembling Insulator, Merupakan proses pemasangan berbagai jenis elektroda, seperti platina, tembaga, dan lainnya pada insulator yang kesemuanya dilakukan oleh mesin. Komponen mesin di area ini cenderung lebih kecil disbanding area lainya. Disamping itu juga operator di area ini lebih banyak bergerak seperti halnya di Cold Forming, oleh karea itu pajanan kebisingan di area ini paling rendah yaitu 84 dBA TWA. Pada SEG 5 Assembling Crimping, Merupakan proses perakitan semua bahan (metal shell, insulator, dan small part) menjadi busi. Beberapa prosses di area ini melibatkan proses secara manual, seperti penambahan komponen – komponen kecil pada busi. Oleh karea itu operator di area ini paling banyak dibanding area lain. Karena prosesnya manual maka operator terus menerus berada dekat dengan sumber bising sehingga pajanan dosis bising harian di area ini sebesar 89 dBA TWA. 2. Hubungan antara dosis pajanan bising harian dengan keluhan gangguan pendengaran.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
Dari total 108 responden keluhan gangguan pendengaran terjadi pada 52 responden. Meskipun dari hasil analisis dihasilkan tidak bermakna, namun keluhan gangguan pendengaran harus tetap menjadi perhatian karena terjadi pada 48,1 % responden. 3. Hubungan antara usia pekerja dengan keluhan gangguan pendengaran. Berdasarkan teori penambahan usia dapat mengurangi fungsi pendengaran yang disebut Aged Related Hearing Loss (ARHL). Akibat kerusakan sensori neural pekerja yang berumur lebih dari 40 tahun lebih beresiko dibanding pekerja yang berusia dibawah 40 tahun. Namun demikian hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan pendengaran yang dialami pekerja yang berusia diatas 40 tahun dengan pekerja yang berusia dibawah 40 tahun. Prosentase responden yang berusia lebih besar dari 40 tahun adalah 23,1 % sedangkan responden yang memiliki keluhan gangguan pendengaran 48,1 %. Kejadian ARHL secara teoritis dimaulai dari uasia 40 tahun, namun dari hasil peneletian ternyata jumlah responden yang mengalami keluhan gangguan pendengaran lebih banyak dari responden yang berusia diatas 40 tahun. Hal ini dapat diartikan bahwa ada faktor lain terutama faktor dosis pajanan bising, bahwasanya kedua kelompok responden mendapatkan dosis pajanan bising diatas NAB. Hal ini sejalan dengan hasil pengukuran personal Noise Dosimeter dilaporkan bahwa 93,5 % responden mendapatkan dosis pajanan bising diatas NAB. 4. Hubungan antara lama kerja dengan keluhan gangguan pendengaran. Secara teori masa kerja ekuivalen dengan pajanan yang diterima pekerja dan pengaruhnya paling buruk pada pajanan 10 tahun pertama denga frekuesi 4000 Hz dan 6000 Hz. Meskipun demikian hasil penelitian menunjukan tidak perbedaan bermakna antara keluhan pendengaran yang dialami pekerja dengan masa kerja diatas 10 tahun dengan pekerja dengan masa kerja dibawah 10 tahun. Prosentase responden yang bekerja diatas 10 tahun adalah 30,6 %, sedangkan prosentase responden yang mengalami keluhan gangguan pendengaran adalah 48,1 %. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa pada responden yang memiliki masa kerja dibawah 10 tahun sekalipun prosentasi terjadinya keluhan gangguan pendengaran sudah tinggi. 5. Hubungan antara penggunaan APT dengan keluhan gangguan pendengaran. Alat Pelindung Telinga berfungsi untuk meredam pajanan bising yang akan masuk ke telinga sebagai penerima. Secara teori harusnya pemakaian pelindung telinga bisa mengurangi pajanan kebisingan yang akhirnya akan mengurangi keluhan gangguan pendengaran pada pekerja. Namun demikian hasil penelitian menunjukan tidak ada
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
perbedaan bermakna antara keluhan gangguan pendengaran pada pekerja yang menggunakan APT dengan pekerja yang tidak menggunakan APT. Dilaporkan dari total 108 responden hanya 1,9 % yang tidak menggunakan APT, sedangkan keluhan gangguan pendengaran terjadi pada 48,1 % responden. Dimungkinkan ada faktor lain pada penggunaan APT sehingga prosentase keluhan gangguan pendengaran masih tinggi. Misalnya kesesuaian APT, Kesadaran pekerja menggunakan APT, Ketaatan pekerja menggunakan APT, Pengawasan dari supervisor di lapangan. Jenis APT yang digunakan adalah Ear Plug dengan nilai NRR 25 dB. Namun APT tidak bisa meredam bising sesuai dengan NRR jika pekerja tidak menggunakan sesuai dengan ketentuan. 6. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan gangguan pendengaran. Ada perbedaan bermakna antara keluhan gangguan pendengaran pada pekerja dengan kebiasaan merokok dengan pekerja dengan kebiasaan tidak merokok. Hal ini sejalan dengan teori bahwa rokok merupakan efek sinergis pada bising dalam menyebabkan penurunan fungsi pendengaran. Nilai OR diatas 1 juga menunjukan bawa pekerja dengan kebiasaan merokok memiliki resiko lebih besar terhadap gangguan keluhan pendengaran apabila bersinergi dengan bising. Prosentase responden yang memiliki kebiasaan merokok adalah 44,4 % dan prosentase responden yang mengalami keluhan gangguan pendengaran adalah 48,1 %. Dengan adanya perbedaan yang bermakna maka teori efek sinergis rokok terhadap pajanan bising dalam penurunan fungsi pendengaran terbukti pada penelitian ini. 7. Hubungan antara hoby menembak dengan keluhan gangguan pendengaran. Secara teori hoby menembak merupakan faktor non occupational yang menjadi faktor resiko penurunan fungsi pendengaran. Namun dari hasil analisis tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan gangguan pendengaran pada pekerja dengan hoby menembak dengan pekerja yang tidak memiliki hoby menembak. Hal ini dapat dijelaskan karena menembak merupakan faktor diluar pekerjaan, maka ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti seberapa sering frekuensinya dilakukan. Prosentase responden yang memiliki hoby menembak adalah 6,5 %, sedangkan prosentase responden yang mengalami keluhan gangguan pendengaran adalah 48,1 %. Ketidak bermaknaan pada analisis dua variable ini menunjukan ada faktor lain yang lebih mempengaruhinya. 8. Hubungan antara hoby menggunakan headset dengan keluhan gangguan pendengaran.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
Secara teori hoby mendengarakan music atau radio dengan menggunakan headset atau headphone merupakan faktor resiko rekreasional yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran. Namun demikian dari hasil penelitian tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan gangguan pendengaran pada pekerja yang memiliki hoby menggunakan headset atau headphone dengan pekerja yang tidak memiliki hoby menggunakan headset atau headphone. Hal ini juga dimungkinkan karena durasi pemakaian tidak diketahui dan seberapa besar volume yang didengarkan. Prosentase responden yang memiliki hoby menggunakan Headset adalah 52,8 %, sedangkan prosentase responden yang memiliki keluhan gangguan pendengaran adalah 48,1. Meskipun secara prosentase distribusi frekuensi tidak jauh berdeda antara kedua variable diatas, namun namun analisi hubungan dua variable menunjukan tidak berbeda makna. 9. Hubungan antara hoby menonton konser musik rock dengan keluhan gangguan pendengaran. Secara teori hoby menonton konser music rock dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan pendengaran. Meskipun demikian dari hasil penelitian didapatkan tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan pendengaran pada pekerja yang memiliki hoby menonton konser music rock dengan pekerja yang tidak memiliki hoby menonton konser music rock. Hal ini dimungkinkan dipengaruhi seberapa sering frekuensi menonton konser music rock. Prosentase responden yang memiliki hoby menonton konser music rock adalah 24,1 % dan prosentase responden yang mengalami keluhan gangguan pendengaran adalah 48,1 %. Menonton konser music rock merupakan faktor rekreasional yang mengakibatkan pajanan bising yang besar, namun pada frekuensi yang sangat jarang sangat susah untuk dievaluasi efek buruknya. 10. Hubungan antara hoby mengunjungi diskotik dengan keluhan gangguan pendengaran. Secara teori pengunjung diskotik terpajan bising dengan keras yang beresiko menyebabkan keluhan gangguan pendengaran. Namun dari penelitian tidak terjadi perbedaan bermakna antara keluhan gangguan pendengaran pada pekerja yang memiliki hoby mengunjungi diskotik dengan pekerja yang tidak memiliki hoby tersebut. Prosentase responden yang memiliki hoby mengunjungi diskotik adalah 1,9 % sedangkan prosentase responden yang memiliki keluhan gangguan pendengaran adalah 48,1 %. Mengunjungi diskotik juga merupakan faktor perancu yang bersifat rekreasional, oleh karena itu frekuensi mengunjungi diskotik juga dimungkinkan berpengaruh terhadap keluhan gangguan pendengaran.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
11. Hubungan antara
riwayat
penyakit
degeneratif dengan keluhan
gangguan
pendengaran. Secara teori riwayat penyakit degeneratif beresiko mengalami penurunan fungsi pendengaran dibanding orang yang sehat. Namun demikian dari hasil penelitian tidak ada perbedaan bermakna antara keluhan gangguan pendengaran pada pekerja yang memiliki riwayat penyakit degeneratif dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit degeneratif. Hal ini dimungkinkan dipengaruhi seberapa lama dan seberapa parah penyakit degeneratif yang diderita. Disamping itu juga masih banyak faktor perancu lain yang mempengaruhi penyakit degeneratif. Prosentase responden yang memiliki riwayat penyakit degeneratif adalah 4,6 % dan prosentase responden yang memiliki keluhan gangguan pendengaran adalah 48,1 %. Riwayat penyakit degeneratif melibatkan penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan dibetes mellitus yang masing – masing memiliki keparahan tersendiri. Hal ini belum mengulas masing – masing penyakit yang tergolong penyakit degeneratif tersebut.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari keseluruhan area kerja PT NGK Busi Indonesia gambaran pajanan kebisingan tertinggi adalah pada lima area yaitu Cold Forming, Chucking Machine, Welding & Threading, Assembly Insulator dan Assembly Line Crimping. 2. Dosis pajanan bising harian melebihi NAB pada pekerja di area Cold Forming, Chucking Machine, Welding & Threading, dan Assembly Line Crimping. Sedangkan pada pekerja area Assembly Insulator menerima dosis pajanan bising harian dibawah NAB. 3. Pada pekerja area Cold Forming, Chucking Machine, Welding & Threading, Assembly Insulator dan Assembly Line Crimping hampir setengahnya mengalami keluhan gangguan pendengaran. 4. Dari hasil analisis hubungan dua variable dilaporkan tidak ada hubungan bermakna antara dosis pajanan bising harian dengan keluhan gangguan pendengaran di PT NGK Busi Indonesia. 5. Dari hasil analisis hubungan dua variable dilaporkan ada hubungan bermakna antara Kebiasaan Merokok dengan keluhan gangguan pendengaran di PT NGK Busi Indonesia.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
6. Dari hasil analisis hubungan dua variable dilaporkan tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia pekerja, masa kerja, penggunaan APT, hoby menembak, hoby menggunakan Headset, hoby menonton konser music rock, hoby mengunjungi diskotik, dan riwayat penyakit degeneratif dengan keluhan gangguan pendengaran di PT NGK Busi Indonesia. Saran Program HLPP (Hearing Loss Prevention Program) perlu ditingkatkan lagi untuk melindungi pekerja dari resiko terpajan kebisingan angka keluhan gangguan pendengaran dan Noise Induced Hearing Loss. Adapun rincianya langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan audit awal dan audit tahunan atas prosedur –prosedur yang ada. Audit awal dilakukan sebagai evaluasi program yang sudah berjalan. 2. Diperlukan identifikasi dan analisis sumber bising yang lebih mendalam. Misalnya dengan meningkatkan monitoring pada sumber, area kerja dan dosis pajanan bising pada pekerja. Bila dimungkinkan dibuat Noise Map pada seluruh area. 3. Diperlukan kontrol administrasi salah satunya dengan cara merotasi pekerja dengan pajanan kebisingan melebihi NAB. 4. Diperlukan pemeriksaan audiometry berkala bersamaan sengan Medical Check-up pada pekerja Cold Forming, Chucking Machine, Whelding & Threading, Assembly Insulator dan Assembly Line Crimping sesuai dengan standar Permenakertrans no 25 tahun 2008. 5. Diperlukan peningkatan pengawasan penggunaan APT di lapangan. Memberikan jenis earplug yang sesuai kegunaan dan kenyamanan pekerja dan memberikan earmuff pada pekerja area Cold Forming yang akan digunakan saat berada dalam isolasi mesin walau sesaat. 6. Diperlukan program motivasi dan edukasi mengenai bahaya kebisingan pada seluruh pekerja dengan pajanan kebisingan. 7. Diperlukan pencatatan dan pelaporan data yang akurat mengenai bahaya dan resiko dari kebisingan. Agar mudah digunakan ketika diperlukan untuk dasar program HLPP. Untuk program pemeriksaan audiometry pelaporan data secara detail sampai pada nilai ambang dengar tiap frekuensi suara. 8. Diperlukan evaluasi dan audit program HLPP yang berkesinambungan.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
Daftar Refrensi American Academy
of
Audiology,
Age-Related
Hearing
Loss
2011
http://www.audiology.org/resources/consumer/Documents/AgeRelated_hearingLoss.pdf (diakses pada 3 April 2014) Bogoch, II et al, Perception about hearing protection and Noise-Induced Hearing Loss of attendes of rock concerts. Canadian journal of public health; January-February 2005; 96,1;p. 69-72. Bray A et al, Noise-Induced Hearing Loss in Dance Music Disc Jokeys and an Eamination of sound levels in Night Clubs. The Journal of Laryngology & Otology; February 2004; 118; p. 123-128. Daniel, E Noise and hearing loss: A review. The Journal of school health, May 2007 : 77,5 – p. 225 – 231. Fransen, E et al. Occupatinal noise, smoking, and a high body mass index are risk factor for age-related hearing impairment and moderate alcohol consumption is protective; Europian population-based multicenter study, journal of the association for research in otolaryngology; 2008; 9;p. 264-276. Krishnamurti, S. Sensorineural hearing loss asosiated with Occupational noise exposure: effects of age-corrections. International Journal of Environmental Research and Public Health, February 2009; 6; p. 889-899. Levy, BS et al, Editor. Occupational ang environmental health; Recognizing and preventing disease and injury 6th Edition. New York; Oxford University Press; 2011. Malerbi, B 1989, Chapter 12 audiometry, dalam HA Waldon (editor). Occupational Health Practice 3rd edition, London; Buttenworths. Mizoue, T, et al. Combined effects of smoking and Occupational Exposure to noise and hearing loss in steel factory workers. Occupational Environmental Medicine; 2003; 60; p. 56-59. National Institute for Occupatinal Safety and Health. (1996). A Practical Guide Preventing Occupational Hearing Loss. Eds. Franks JR, Stepheson MR, Merry CJ. Revised October 1996, Cincinnati, DHHS (NIOSH) Pub No 96-110.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014
National Institute for Occupational Safety and Health. 1998. Criteria for a Recommended Standard: Occupational Noise Exposure. Revised Criteria 1998. Cincinnati, OH, Pawlazyk-Luszczynska, M et al. Noise induced hearing loss. Research in central, eastern and south eastern Europe and Newly Independent states. Noise & Health; January-February 2013. Pettersson H et al, Noise and hand-arm vibration exposure in relation to the risk of hearing loss, Noise & Health, July-August 2012;14.59;p.159-165. Standard John J. (2002). Industrial Noise in Fundamental of Industrial Higiene. Eds. Baebara PA, Particia Q, 5 th edition, NSC Press, United States of America. http://www.who.int/pbd/deafness/news/IECD/en/ (diakses pada 20 maret 2014) http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs300/en/ (diakses pada 20 maret 2014) http://www.cdc.gov/niosh/docs/2010-136/ (diakses pada 20 maret 2014) www.safeworkaustralia.gov.au/sites/SWA/about/Publications/Documents/539/Occupational_ Noiseinduced_Hearing_Loss_Australia_2010.pdf (diakses pada 21 maret 2014) http://www.safeworkaustralia.gov.au/sites/swa/about/publications/pages/rr201008occupationa lnoiseinducedhearinglossinaustralia (diakses pada 21 maret 2014) http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/deafness/index.htm (diakses pada 21 maret 2014) http://gaikindo.or.id/download/statistic/01-current/01-bycategory/data_2014/bycat_market_janmart%2014.pdf ( diakses pada 19 Maret 2014) http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=12 ( diakses pada 19 Maret 2014) http://www.aisi.or.id/statistic/ (diakses pada 20 Maret 2014). http://www.cdc.gov/niosh/docs/98-126/pdfs/98-126 (diakses pada 2 april 2014) http://www.ccohs.ca/oshanswers/phys_agents/non_auditory.html (diakses pada 2 april 2014) Permenakertrans No. 13 Tahun 2013.
Hubungan dosis..., Erdanto, FKM UI, 2014