HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI, VITAMIN A DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi
Disusun Oleh: YONI WIBOWO NIM : J 310 080 001
PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
DEPARTEMENT OF NUTRITION FACULTY OF HEALTH SCIENCES MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA THESIS
ABSTRACT
YONI WIBOWO. J 310 080 001
CORRELATION BETWEN INTAKE OF IRON, VITAMIN A, VITAMIN C AND HEMOGLOBIN LEVEL IN HEMODIALYSIS OUTPATIENTS AT Dr. SOERADJI TIRTONEGORO HOSPITAL OF KLATEN. Background. Chronic Renal Failure (CRF) is a disease that has bad prognosis, It happens when the function of renal decreases gradually. One of the complication that often appears in CRF is anemia or the decrease of hemoglobin level in the blood that is related to the intake of iron, vitamin A and vitamin C. Objective. This research’s aims were to investigate the corelation betwen intake of iron, vitamin A, vitamin C and hemoglobin level in hemodialysis outpatients at Dr. Soeradji Tirtonegoro hospital of Klaten. Research Method. Type of the research was analytical observasional research with cross-sectional approach. Subjects were obtained by consecutive sampling with total research subjects were 22 subjects. Percentages of iron, vitamin A and vitamin C were obtained by recall 3x24 hour method, hemoglobin level was obtained by spectrofotometric method. While pearson product moment was used to investigate the correlation. Result. The percentages of outpatiens who had adequate intake of iron, vitamin A and vitamin C were 22,8%, 68,2% and 4,5% respectively. Meanwhile most of patients had low hemoglobin level which was 86,4%. Conclusion. There was not any correlation between intake of iron, vitamin A, vitamin C and hemoglobin level in hemodialysis outpatients at Dr. Soeradji Tirtonegoro hospital of Klaten.
Keywords
: Chronic Renal Failure, Iron, Vitamin A, Vitamin C, , Hemoglobin.
Bibliography
: 39 : 1992-2008
PENDAHULUAN Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penyakit yang mempunyai prognosis buruk dimana akan terjadi penurunan fungsi ginjal secara bertahap. Pada tahap awal penderita mungkin tidak merasakan keluhan tetapi setelah beberapa tahun atau beberapa puluh tahun penyakit ginjal ini sering berkembang cepat menjadi gagal ginjal terminal dimana akan membutuhkan terapi renal seperti dialisis atau transplantasi untuk memperpanjang usianya. Di Amerika Serikat diperkirakan 19,5 juta orang menderita GGK, angka ini lebih tinggi dibandingkan penderita Diabetes Millitus (17 juta penderita) dan mendekati hampir setengah penderita hipertensi (diperkirakan 50 juta). The National Institute of Diabetes and Degestive and Kidney Disease memperkirakan antara tahun 1995-1999 pada penderita ginjal terminal dilakukan dialisis sebanyak 329.874 penderita dan transplantasi pada 8.287 penderita, sedangkan prevalensi gagal ginjal terminal akan meningkat mendekati 50.000 penderita pada tahun 2010 (Goodnough,2002). Rekam medik RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten menunjukkan bahwa jumlah pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis pada bulan Januari, Februari dan Maret tahun 2010 sebanyak 91 pasien dan pada tahun 2011 berjumlah 114 orang. Dari hasil perbandingan antara tahun 2010 dan 2011 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien yang cukup signifikan, yaitu sebesar 25,3 %. Anemia merupakan komplikasi yang sering timbul pada gagal ginjal kronik, hal ini diperkirakan karena ketidakmampuan ginjal untuk mensekresi eritropoetin untuk menstimulasi hematopoesis yang adekuat. Sebagai faktor penyebab tambahan yang lain adalah kekurangan besi, pemendekan paruh hidup sel darah merah, hipotiroidisme dan hemoglobinopati seperti talasemia. (Goodnough, 2002).
Kadar hemoglobin yang disarankan untuk penderita dengan gagal ginjal kronik adalah 11 g/dL bagi penderita wanita premenopouse dan prepubertas. Penderita laki-laki dewasa dan wanita pasca menopouse kadar hemoglobin yang disarankan 10 g/dL (Pernefri,2001). Anemia mempunyai pengaruh negatif yang sangat besar dan secara bermakna menurunkan kemampuan fungsional pada pasien yang mendapatkan dialisis. Anemia berat juga merupakan salah satu faktor utama yang berperan dalam keterbatasan abilitas fungsional dan rehabilitasi pada pasien dialisis (White, 2005). Penyebab langsung terjadinya anemia beraneka ragam antara lain : defisiensi asupan gizi dari makanan (zat besi, asam folat, protein, vitamin C, ribovlavin, vitamin A, seng dan vitamin B12), konsumsi zat-zat penghambat penyerapan besi, penyakit infeksi, malabsorpsi, perdarahan dan peningkatan kebutuhan (Ramakrishnan, 2001). Ditinjau dari berbagai latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul tentang “Hubungan antara asupan zat besi, vitamin A dan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada penderita Gagal Ginjal Kronik. TINJAUAN PUSTAKA Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior terdapat di peritonium dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis kedua belas sampai vertebra lumbalis ketiga. Dalam kondisi normal ginjal kiri lebih tinggi 1,5- 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatimis hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150 gram (Potter & Perry, 2006). Gagal ginjal kronik adalah
suatu
proses
patofisiologis
dengan
etiologi
yang
beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada suatu organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit kronik (Suwitra, 2006). Anemia sering timbul pada awal gagal ginjal kronik sebelum berkembang menjadi gagal ginjal terminal, dimana akan memburuk bersama dengan perjalanan
penyakit
ginjalnya
sendiri.
Anemia
merupakan
salah
satu
permasalahan penting untuk jutaan orang di Amerika yang menderita gagal ginjal kronik stadium 3 sampai 5 (Goodnought, 2002). Kebanyakan pada penderita gagal ginjal kronik pada akhirnya mengalami anemia. Pada gagal ginjal kronik, secara progresif akan kehilangan nefron sehingga tubuh akan berusaha mempertahankan hemostatis dengan berbagai macam cara termasuk dengan proses biokimia dan fisiologis yang abnormal. Kebanyakan organ dan sistem organ akan terpengaruh, tetapi komplikasi utama terdapat pada sistem kardiovaskuler, sistem saraf, hematologi, muskuloskeletal dan imunologi, dimana semuanya akan memburuk sesuai dengan penurunan fungsi ginjal (Nurko, 2006). METODE PENELETIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan mengukur variabel dependen dan independen secara bersamaan. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Waktu penelitian dilakukan pada bulan September
2011 sampai bulan Maret
2012. Teknik atau cara yang digunakan dalam
pengambilan sampel adalah consecutive sampling yaitu cara pemilihan sampel yang termasuk dalam nonprobability sampling yang dilakukan dengan cara semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi pemilihan sampel dimasukan sebagai subjek penelitian. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten adalah Unit Hemodialisis. Struktur organisasi di unit ini terdiri dari direktur pelayanan, unit hemodialisis, dokter, dan perawat. Perawat merupakan tim pelaksana dalam pelayanan di unit hemodialisis sebanyak 9 orang, 4 orang bekerja shift pagi, 3 orang bekerja shift siang, dan 2 orang bekerja shift malam. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Usia dan Jenis Kelamin Karakteristik Usia
Jenis Kelamin
Kategori Remaja Dewasa (25-49 tahun) Lansia (> 50 tahun) Laki- laki Perempuan
N 1 14 7 11 11
Persentase (%) 4,5 63,6 31,9 50,0 50,0
Hasil penelitian menunjukan bahwa separuh lebih subyek berusia dewasa. Bersamaan bertambahnya usia, fungsi ginjal juga akan menurun. Fungsi renal dan fraktus urinarius akan berubah bersamaan dengan bertambahnya usia. (Brunner dan Sudarth, 2001). B. Asupan Zat Besi, Vitamin A, Vitamin C dan Kadar Hemoglobin Subyek
Asupan Zat Besi Asupan Vitamin A Asupan Vitamin C Kadar Hemoglobin
Kategori Adekuat Tidak adekuat Adekuat Tidak adekuat Adekuat Tidak adekuat Rendah Normal
N 5 17 15 7 1 21 19 3
Persentase (%) 22,8 77,2 68,1 31,9 4,5 95,5 86,4 13,6
Berdasarkan data dari 22 subyek, hanya 22,8% yang asupan zat besinya adekuat dan sebesar 77,2% yang memiliki asupan tidak adekuat. Subyek yang memiliki asupan vitamin A adekuat sebanyak 68,1% dan sebesar 31,9% yang memiliki asupan tidak adekuat. Sedangkan subyek yang memiliki asupan vitamin C adekuat sebanyak 4,5% dan sebesar 95,5% yang memiliki asupan tidak adekuat. Asupan gizi sebagian besar dipengaruhi masalah gastrointestinal yang dikeluhkan oleh penderita. Sementara beberapa penderita lain mengeluh tidak memiliki nafsu makan. Pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis cenderung mengalami anoreksia, penyakit-penyakit intercurrent dan pengurangan diit, semua pasien harus diamati keadaan malnutrisi dan kelainan defisiensi vitamin (Basarab,1999). C. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin No 1 2
Asupan Zat Besi Adekuat Tidak Adekuat
Kadar Hemoglobin Rendah Normal N % N % 4 18 1 4,8 15 68,2 2 9
Total N % 5 100 17 100
P 0,934
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 subyek yang mempunyai asupan zat besi yang tidak adekuat sebagian besar memiliki kadar hemoglobin rendah (68,2%) dan (9%) normal. Sedangkan 5 subyek yang mempunyai asupan zat besi yang adekuat sebagian besar memiliki kadar hemoglobin rendah (18%) dan (4,8%) normal. Hasil pengujian hubungan asupan zat besi dengan kadar hemoglobin
mengunakan uji Pearson
Product Moment diperoleh nilai rhitung sebesar -0,019 dengan p-value = 0,934, sehingga H0 diterima. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada penderita GGK dengan hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Bandaria (2003) bahwa pemberian suplementasi terapi besi dapat
mencegah anemia defisiensi besi pada penderita GGK. Menurut Sudoyo (2006) hal ini dapat dikarenakan pada penderita GGK yang menjalani hemodialis regular mengalami
kehilangan darah selama proses dialisis,
perdarahan tersembunyi (occult blood loss), meningkatnya tendensi untuk terjadinya perdarahan, dan seringnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium. D. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Kadar Hemoglobin No 1 2
Asupan Vitamin A Adekuat Tidak Adekuat
Kadar Hemoglobin Rendah Normal N % N % 13 59,1 2 9,1 6 27,3 1 4,5
Total N % 15 100 7 100
P 0,919
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 subyek yang mempunyai asupan vitamin A yang adekuat sebagian besar memiliki kadar hemoglobin rendah (59,1%) dan (9,1%) normal. Sedangkan 7 subyek yang mempunyai asupan vitamin A yang tidak adekuat sebagian besar memiliki kadar hemoglobin rendah (27,3%) dan (4,5%) normal. Hasil pengujian hubungan vitamin A dengan kadar hemoglobin mengunakan uji Pearson Product Moment diperoleh nilai rhitung sebesar 0,023 dengan p-value = 0,919, sehingga H0 diterima. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dengan kadar hemoglobin pada penderita GGK dengan hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Gillespie (1998) yang menyatakan bahwa vitamin A berperan dalam memobilisasi cadangan besi di dalam tubuh untuk dapat mensintesis hemoglobin. Status vitamin A yang buruk berhubungan dengan perubahan metabolisme besi pada kasus kekurangan besi. Penelitian yang mendukung
teori tersebut dilakukan oleh Palapox et al (2003) yang menyimpulkan bahwa dengan perlakuan suplementasi vitamin A akan meningkatkan kadar hemoglobin, kemungkinan mekanismenya dapat menurunkan anemia, karena vitamin A berperan memobilisasi cadangan besi di dalam hati, meningkatkan erytropoiesis, dan menggurangi anemia yang disertai infeksi. Vitamin A berperan memobilisasi cadangan besi di dalam hati meskipun asupan vitamin A cukup tetapi pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis terjadi gangguan metabolisme besi sehingga cadangan besi tidak dapat dipergunakan untuk sintesa hemoglobin dan sel darah merah (Ponka,1999). E. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin No 1 2
Kadar Hemoglobin Rendah Normal N % N % 1 4,5 0 0 18 81,8 3 13,7
Asupan Vitamin C Adekuat Tidak Adekuat
Total N % 1 100 21 100
P 0,710
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 subyek yang mempunyai asupan vitamin C
yang tidak adekuat sebagian besar memiliki kadar
hemoglobin rendah (81,8%) dan (13,7%) rendah. Sedangkan 1 subyek yang mempunyai asupan vitamin C yang adekuat sebanyak 4,5 % memiliki kadar hemoglobin rendah. Hasil pengujian hubungan asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin mengunakan uji Pearson Product Moment diperoleh nilai rhitung sebesar 0,084 dengan p-value = 0,710, sehingga H0 diterima. Berdasarkan hasil ini
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada penderita GGK dengan hemodialisis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Tidak adanya hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada penderita gagal ginjal kronik karena anemia pada gagal
ginjal kronik disebabkan oleh defisiensi besi, yaitu keadaan dimana besi yang
tersedia
tidak
mencukupi
kebutuhan
untuk
eritropoiesis
(Bandaria,2003). Penyerapan zat besi dibantu oleh vitamin C namun pada pasien GGK yang menjalani dialisis mengalami gangguan metabolisme besi, meskipun cadangan besi mencukupi namun cadangan besi tidak dapat dipergunakan untuk sintesa hemoglobin dan sel darah merah (Ponka,1999). Pembatasan asupan kalium sangat diperlukan pada pasien gagal ginjal kronik, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan sangat dibatasi, hal itu yang menyebabkan asupan vitamin C pada pasien tidak adekuat (Sudoyo, 2006). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1.
Asupan zat gizi yang adekuat pada penderita GGK dengan hemodialisis rawat jalan didapatkan Zat Besi (22,8%), vitamin A (68,2%), vitamin C (4,5%). Sedangkan asupan zat gizi yang tidak adekuat didapatkan Zat Besi (77,2%), vitamin A (31,8%), vitamin C (95,5%). Sebagian besar pasien memiliki kadar hemoglobin rendah (86,4 %).
2. Tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin. (p=0,934). 3. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin A dengan kadar hemoglobin. (p=0,919). 4. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin. (p=0,710).
B. Saran 1. Bagi instalasi gizi rumah sakit Instalasi gizi rumah sakit diharapkan dapat memberikan diet yang tepat dan sesuai untuk pasien GGK dengan hemodialisis agar kesehatan pasien tetap terjamin. 2. Bagi pasien Pasien diharapkan mematuhi diit yang diberikan oleh ahli gizi rumah sakit supaya kebutuhan zat gizi terpenuhi. 3. Bagi penelitian selanjutnya Peneliti yang akan datang hendaknya memperkaya jumlah variabel independent yang mempengaruhi perubahan Hemoglobin, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang dominan seperti penyakit komplikasi yang menyertai, obat-obatan, ataupun aktifitas fisik yang mempengaruhi kadar
hemoglobin
pada
penderita
gagal
ginjal
kronik
dengan
hemodialisis. DAFTAR PUSTAKA Almatzier, Sunita. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Bandaria R.2003. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Jurnal. Subbagian Ginjal dan Hipertensi bag ilmu penyakit dalam FK UNPAD, Bandung. Basarab, A dan Samarangapuavan, D.1999. Treatment of Anemia in Dialisys Patient, in Principle and Practicle of Dialisys. 2 ed. By Henrich, WL, Williams& Wilkins, A Waterly Compani. London: 398-436. DeMaeyer, EM.1995. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi. Terjemahan Arisman M.B. Jakarta : Widya Medika. . Gandasoebrata, R.2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat Goodnough, I.T.2002. Anemia: A Hidden Epidemic. NAAC, 11-8.
Guyton, AC., Hall., John, E.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta; 659. Hardinsyah., Briawan, D., Retnoningsih., Herawati, T. 2004. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.74-93. Hoffbrand AV, Pettit JE, 1993. Essential Haematology, 3 rd Edition, Carlto Blackwell Sciencific Publications, 13-51. Kartasapoetra dan Marsetyo.2005. Med ILMU GIZI Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja. RINEKA CIPTA, Jakarta. Lemeshow. S.,Hosmer, D.W.&Klar.J.1997.Besar Sampel Penelitian Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Linder, MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI-Press. Jakarta: 265-278. Murti, Bisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk penelitian kuantitatif dan kuaitatif di bidang kesehatan. Penerbit: UGM pres. Yogyakarta: 136. Nelson, 2003. Ilmu kesehatan anak. Penerbit buku kedokteran: 1691-1693.
Palafox, NA et al. 2003, Vitamin A deficiency, iron deficiency, and anemia among preschool children in the Republic of the Marshall Islands, Nutrition 19 : 405-408. Parakkasi, A 1992, Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (Nutritional Biochemistry and Metabolism karangan asli Linder) Universitas Indonesia, Jakarta, hal.169-269. PERNEFRI, 2001. Manajemen Anemia pada Gagal Ginjal Kronik. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6, Vol.2. Penerbit :EGC. Jakarta: 865-914. Pranawa.1993. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik. Jurnal. Seksi ginjal dan hipertensi FK UNAIR-RSUD Dr Soetomo. Surabaya. Ponka, P.1999. Cellular Iron Metabolism, Kidney Int 55Supp(69):s-2-2-11. Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC. Pusparini, 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Jurnal. Bagian patologi klinik fakultas kedokteran universitas trisakti. Jakarta.
Rahardjo, Pudji. 2006. Hemodialisis dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid: 1. Edisi: IV. Penerbit:FKUI. Jakarta: 579 Ramakrishnan, U. 2001. Nutritional Anemias. CRC Press, Boca London, New York Washington, DC. Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. EGC. Jakarta. Sudoyo. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 13. Jakarta: FKUI. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 4. Jakarta: FKUI. Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Penerbit: CV Alfabeta. Bandung: 84. Suwitra, Ketut. 2006. Penyakit Gagal Ginjal Kronik dalan ilmu penyakit dalam. Jilid: 1. Edisi : IV. Penerbit : FKUI. Jakarta: 570. Suhadjono. 2001. Gagal Ginjal Kronik dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi: III. Penerbit: FKUI. Jakarta: 427- 429. Supariasa, ID. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran. Suhardjo dan Clara , 2002 Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi, KANISIUS, Bogor. Santoso S, dan Anne Lies Ranti. 2004.Kesehatan dan gizi,.RINEKA CIPTA JAKARTA. Tarng DC. Intravenous ascorbic acid as adjuvant theraphy for recombinant erythropoeitin in hemodialisis patiens with hyperferritinemia. Kidney International1999;55:2477-86. White, R.B. 2005. Funtional Ability of Patiens on Dialisis : The Critical Role of Anemia. Nephrol. Nurs. J. 32 :79-82. Wilkens, Katy G. 2000. Medical Nutrition Therapy for Renal dalam Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Penerbit : W.B. Saunders Company. Ney. Wirakusumah, ES 1999, Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi, Jakarta :Trubus Agrowidya, hal.1 -30. World Health Organization, 2002. Iron Deficiency Anemia, Assesment, Prevention, and Control. A. Guide Programme Manager. WHO/NHD/01.3. Wulandari DC, Suryana K, Suwitra K.2008. Pengaruh vitamin C terhadap RReactive protein sebagai petanda inflamasi Pada Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Reguler. Jurnal. Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD. Bali.