HUBUNGAN ANTARA POSITIVE RELIGIOUS COPING DENGAN STRES MENJELANG UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII DI SMA N 7 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007-2008
Lisa Puspasari H. Fuad Nashori
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas pada siswa kelas XII di SMA N 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008. Semakin tinggi positive religious coping, semakin rendah stres menjelang Unas pada siswa kelas XII di SMA N 7 Yogyakarta. Sebalknya semakin rendah positive religious coping, semakin tinggi stres yang dialami siswa kelas XII di SMA N 7 Yogyakarta. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA N 7 Yogyakarta, yang berasal dari jurusan IPA maupun IPS, beragama Islam. Adapun skala yang digunakan adalah hasil modifikasi dari skala RCOPE dari Pargament (2000) yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya yang berjumlah 39 aitem dan skala stres menjelang Unas mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Sarafino (1994) berjumlah 34 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 13.00 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas pada siswa kelas XII di SMA N 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,269 dengan p = 0,011 p<0,05 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas pada siswa kelas XII di SMA N 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008.
Kata Kunci : Positive Religious Coping, Stres Menjelang Unas
1
HUBUNGAN ANTARA POSITIVE RELIGIOUS COPING DENGAN STRES MENJELANG UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII DI SMA N 7 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007-2008
Pengantar Latar Belakang Masalah Sejak pemerintah menerapkan ujian nasional (UN) dengan standar kelulusan 3,01 pada tahun ajaran 2002/2003, yang kemudian dinaikkan secara bertahap hingga mencapai angka 5,01 pada tahun 2007, mendadak siswa diseluruh Indonesia belajar ekstra
keras
agar
bisa
lulus
UN.
(http://www.suarakarya-
online.com/news.html?id=175385) Cemas, panik dan stres, itu yang saat ini dialami ribuan siswa SMA, SMA LB, dan MA di Yogyakarta menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (Unas). Kecemasan ini barangkali cukup beralasan. Sebab, selain ada peningkatan standar minimal kelulusan, jumlah mata pelajaran yang diujikan juga bertambah. (http://www.jawapos .co.id/index.php?act=detail_radar&i=208255&c=85) Menurut Bambang Suryadi dari Badan Nasional Standarisasi Pendidikan (BNSP) dan Rahma Julaiha selaku Puspendik Depdiknas RI Ujian Nasional SMA pada tahun 2008 akan dilaksanakan secara serentak pada tanggal 22-24 April dengan penambahan mata pelajaran yang akan diujikan menjadi 6 mata pelajaran. Pada jurusan IPA mata pelajaran yang diujikan meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi, untuk jurusan IPS mata pelajaran yang akan
2
diujikan meliputi Bahasa Indonesia, Ekonomi, Bahasa Inggris, Geografi, Matematika, Sosiologi, jurusan Bahasa meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Asing lainnya, Bahasa Inggris, Sastra Indonesia, Antropologi, dan untuk MA mata pelajaran yang diujikan ditambah dengan Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Tasawuf/Ilmu
Kalam.
(http://www.Primagama.co.id/v2/main.php?hal=berita8
id=39) Adapun kriteria penilaian standar kelulusan 2008 menurut Bambang Suryadi untuk setiap jenjang mulai SMA, MA, SMK, SMP, hingga SD semua sama, yaitu rata-rata minimal 5,25 dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 (kriteria pertama). Khusus untuk siswa SMK nilai mata pelajaran kompetensi keahlian minimal 7,00 yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata UN SMK tersebut. Apabila kriteria di atas tidak tercapai, maka ada kriteria kedua yang mensyaratkan : boleh terdapat nilai 4,00 hanya pada satu mata pelajaran yang di UN-kan, dan lima mata pelajaran lainnya harus mencapai nilai sekurang-kurangnya 6,00 dan mencapai rata-rata minimal 5,25. (http://www.Primagama.co.id/v2/main.php?hal=berita8 id=39) Menurut hasil jajak pendapat Litbag Seputar Indonesia, penambahan mata pelajaran justru menambah beban bagi para siswa, terutama beban psikologis. Betapa tidak, waktu istirahat yang dimiliki siswa menjadi berkurang, lantaran mereka harus ikut pendalaman materi lewat kursus/les. Akibatnya secara psikologis, kendalakendala tersebut malah mengakibatkan siswa jadi terbebani. Alih-alih bisa konsentrasi terhadap ujian, justru siswa jadi stres karena pikiran-pikiran tersebut. Terlebih, pada UN tahun lalu banyak siswa yang dinyatakan tidak lulus. Padahal,
3
ketika itu mata pelajaran yang diujikan hanya tiga. Jika tahun 2008 ditambah menjadi enam,
jumlah
siswa
yang
tidak
lulus
diprediksi
akan
bertambah.
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=44649) Menurut Prof Wuryadi selaku Ketua Dewan Pendidikan DIY, mengungkapkan sejauh ini belum melihat bahwa Unas bisa dijadikan tolak ukur peningkatan kualitas pendidikan. Seharusnya pemerintah bisa belajar dari sejumlah pengalaman Unas dan tidak sebagai tolak ukur pendidikan, sehingga anak juga lebih rileks dalam menghadapi ujian. Selain membuat anak-anak tertekan, menurut Wuryadi Unas juga membuat para guru dan orang tua jadi cemas dan ketakutan .Tanpa melihat bahwa sesungguhnya Unas bukan jalan (solusi) terbaik. Oleh karena itu pemerintah seharusnya
mencari
jalan
lain
untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan.
(http://www.dprd-diy.go.id/index.cfm?x=berita&id_berita=29042008134840 Hal tersebut juga disadari oleh guru yang mengajar di kelas XII di SMA 7 Yogyakarta yang menyatakan bahwa standar nasional kelulusan sekarang yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, dan penambahan mata pelajaran yang di ujikan menjadi 6 membuat siswa merasa terbebani karena mereka takut tidak dapat memenuhi standar nasional tersebut dan intensitas belajar mereka yang juga meningkat. Lebih lanjut menurut beliau meskipun selaku guru kelas tidak dapat memantau mereka setiap saat, namun ada beberapa ciri-ciri yang terlihat pada diri siswa terkait dengan kondisi psikis yang dialami siswa menjelang Unas yakni siswa merasa takut dan cemas tidak dapat memenuhi standar kelulusan nasional, ketika mengerjakan soal-soal latihan unas siswa menjadi lebih tegang, dan ketika guru
4
menerangkan di depan kelas mereka seringkali melamun dan tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar, dan ada juga yang mengeluhkan sering mengalami sakit kepala. Dari hasil wawancara dengan guru BK di SMA N 7 Yogyakarta, intensitas dalam melakukan konseling cenderung meningkat dari hari biasanya bahkan bimbingan konseling sering dilakukan hingga sore hari sehubungan dengan persiapan Unas. Siswa banyak mengeluhkan banyaknya mata pelajaran yang di ujikan dalam Unas dirasa terlalu banyak sehingga membuat mereka merasa terbebani. Siswa SMA 7 mengaku bahwa Unas tahun ini membuat stres dan menjadikan beban baginya karena mata pelajaran yang di ujikan bertambah menjadi 6 mata pelajaran sehingga membuat dia harus belajar lebih keras dalam menghadapinya, padatnya jadwal belajar yang mereka kerjakan setiap hari membuat dia tidak mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Selain itu, bila memikirkan Ujian Nasional dia senantiasa diliputi kegelisahan, dalam berpikir menjadi tegang, dan mengalami gangguan dalam belajar. Disisi lain, Ketua DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Djuwarto menyatakan, pemerintah memutuskan kenaikan standar kelulusan dan penambahan mapel tentu bermuara pada upaya memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan standar kelulusan yang terus naik diharapkan kualitas pendidikan semakin baik. (http://www.rri-online.com/modules.php?.name_artikel&sid=34914) Bagi siswa, Unas seharusnya dijadikan sebagai sebuah sarana untuk memotivasi diri untuk dapat belajar lebih giat lagi, hal ini dikarenakan Unas sekarang dijadikan
5
sebagai tolak ukur kelulusan siswa. Hal tersebut juga didukung oleh Dirjen Mandikdasmen Suyanto, yang menyatakan Ujian Nasional (UN) dapat memacu semangat
siswa
dan
guru
untuk
meningkatkan
prestasi
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=44649). Namun pada kenyataanya Unas malah dianggap sebagai beban karena mereka harus belajar ekstra keras dalam persiapan menjelang Unas karena standar kelulusan yang meningkat dan mata pelajaran yang diujikan juga bertambah menjadi 6. Hal yang paling penting dalam mempersiapkan diri menjelang Unas bagi siswa adalah tentang pengelolaan psikis siswa yang terkait dengan tingkat emosi. Menurut Sudaryanto (2008) satu hal yang urgen dan harus mendapat perhatian khusus selama pelaksanaan Unas adalah bagaimana cara mengelola tingkat emosi, kepanikan, rasa cemas, tegang, shock, self deprecy atau stres yang kenyataannya menjadi beban psikologis pada diri siswa. Beberapa pemicu/sumber stres (stressor) terkait Unas kali ini antara lain: standar nilai kelulusan Unas yang ternyata lebih tinggi dibanding tahun lalu (5,25), adanya penambahan mata ujian Unas (dari 3 menjadi 6 mata pelajaran), serta beban pencapaian target atau persentase kelulusan yang ditetapkan masing-masing sekolah. Beberapa stressor tersebut kuasa memicu akselerasi stres dan perasaan ketar-ketir pada diri siswa, karena beban belajar mereka kian berlipat. Stres terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya dinamakan stressor, dan reaksi seseorang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respons stres (Atkinson, dkk 2005).
6
Adapun gejala-gejala dari stres menurut Sarafino (1994) aspek-aspek stres meliputi 2 aspek yakni aspek fisiologis yang ditandai dengan gejala yang meliputi meningkatnya detak jantung dan pernapasan, mulut menjadi kering, perut melilit, berkeringat, otot gemetar sedangkan aspek psikologis meliputi emosi, kognisi dan sosial perilaku. Emosi dan rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh situasi stres dan dalam upaya ketidaknyamanan ini memotivasi individu untuk melakukan sesuatu dalam upaya menghilangkannya. Proses yang digunakan oleh seseorang yang menangani tuntutan yang menimbulkan stres dinamakan coping. Coping adalah kemampuan mengatasi masalah (Atkinson, dkk, 2005). Salah satu bentuk aktivitas coping adalah religious coping. Lebih lanjut mengenai religious coping Pargament (Ano & Vasconcelles, 2005)
yang
didefinisikan dengan menggunakan kepercayaan atau perilaku beragama untuk memfasilitasi penyelesaian masalah untuk mencegah atau mengurangi konsekuensi emosional yang negatif atau keadaan kehidupan yang penuh dengan tekanan. Adapun bentuk dari religious coping dibagi menjadi 2 bagian yakni tipe positif dan tipe negatif. Lebih lanjut Pargement (Ahmadi, 2006) mengartikan positive religious coping adalah sebuah ekspresi dari rasa spiritualitas, sebuah jaminan hubungan dengan Tuhan, sebuah kepercayaan yang ditemukan dalam kehidupan dan sebuah rasa hubungan spiritual dengan orang lain. Sedangkan negative religious coping adalah sebuah ekspresi dari kurangnya jaminan hubungan dengan Tuhan,
7
suatu pandangan yang lemah dan tidak menyenangkan terhadap dunia dan suatu perjuangan religius dalam mencari arti (ibid). Pendekatan yang mendasarkan pada agama kedekatan dengan Tuhan dalam mengatasi peristiwa penuh tekanan merupakan perilaku yang mencerminkan positive religious coping. Menurut Brant & Pargament (Taylor, 2000) bentuk positive religious coping telah di asosiasikan dengan penyesuaian yang lebih baik, kesejahteraan yang lebih baik, berkurangnya persepsi dari beban antar pemberi perhatian, dan lebih banyak efek positif dan lebih sedikit efek negatif, dan mengukur dari pertumbuhan personal. Untuk itu penulis ingin meneliti apakah ada hubungan antara
Positive
Religious coping dan stres menjelang Ujian Nasional pada siswa SMA kelas XII di SMA 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008.
Tinjauan Pustaka Stres Menjelang Ujian Nasional Mengacu pada teori Kaplan, dkk (1993) dan Atkinson, dkk (2005) stres menjelang Ujian Nasional merupakan suatu kondisi dimana siswa SMA kelas XII tidak dapat merespon tuntutan dengan baik, terdapat ketidaksesuaian antara tuntutan dengan kemampuan yang dimiliki siswa untuk merespon tuntutan tersebut, yang pada akhirnya mereka rasakan mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Aspek-aspek stres menurut Sarafino (1994) meliputi 2 aspek yakni aspek fisiologis yang ditandai dengan gejala yang meliputi meningkatnya detak jantung
8
dan pernapasan, mulut menjadi kering, perut melilit, berkeringat, otot gemetar sedangkan aspek psikologis meliputi emosi, kognisi dan sosial perilaku. Positive Religious Coping Pargament (Ahmadi, 2006) positive religious coping adalah sebuah ekspresi dari rasa spiritualitas, sebuah jaminan hubungan dengan Tuhan, sebuah kepercayaan yang ditemukan dalam kehidupan dan sebuah rasa hubungan spiritual dengan orang lain. Bentuk positive religious coping telah diasosiasikan dengan penyesuaian yang lebih baik, kesejahteraan yang lebih baik, berkurangnya persepsi dari beban antar pemberi perhatian, dan lebih banyak efek positif dan lebih sedikit efek negatif, dan mengukur dari pertumbuhan personal. Pargament (Ano & Vasconcelles, 2005) menyatakan bahwa aspek positive religious coping dibagi menjadi 10 aspek yakni 1) Benevolent religious reappraisal, 2) Collaborative religious coping, 3) Active religious surrender, 4) Religious focus, 5) Religious purivication/forgiving, 6) Spiritual connection, 7) Marking religious boundaries, 8) Seeking spiritual support from clergy/members, 9) Religious helping, 10) Seeking religious direction/conversion.
Hubungan Antara Positive Religious Coping Dengan Stres Menjelang Unas Stres dapat terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya (Atkinson, dkk, 2005). Menurut Sudaryanto (2008) beberapa pemicu/sumber stres (stressor) terkait Unas kali ini antara lain: standar nilai kelulusan Unas yang ternyata lebih tinggi dibanding tahun
9
lalu (5,25), adanya penambahan mata ujian Unas (dari 3 menjadi 6 mata pelajaran), serta beban pencapaian target atau persentase kelulusan yang ditetapkan masingmasing sekolah. Beberapa stressor tersebut kuasa memicu akselerasi stres dan perasaan ketar-ketir pada diri siswa, karena beban belajar mereka kian berlipat. Salah satu faktor yang mempengaruhi stres adalah positive religious coping, Pargament dkk (Swank & Pargament, 2005) menemukan bahwa bentuk positif dari religious coping dihubungkan dengan peningkatan kesehatan mental, peningkatan pertumbuhan yang berhubungan dengan stres, level yang lebih rendah dengan kematian, dan lebih sedikit permusuhan pada orang yang berjuang dengan peristiwa yang penuh dengan tekanan (stressful situation). Dalam keadaan yang penuh dengan tekanan, siswa merasa perlu untuk melakukan sebuah pendekatan agar dapat mengurangi pengaruh negatif dari stres yang mereka hadapi menjelang Unas. Salah satu yang dapat mengurangi dampak negatif dari stres menjelang Unas pada siswa adalah dengan melakukan pendekatan keagamaan. Lebih lanjut, Krause (Hill & Pargament, 2003) menyatakan bahwa perasaan kedekatan yang dirasa kepada Tuhan, nampak berharga sekali terutama terhadap orang-orang yang berada pada situasi yang penuh dengan tekanan (sressful situation). Dari hasil penelitian Conway (Emery & Pargament, 2004) menyebutkan bahwa dari sampel 263 dewasa tua, 81% dilaporkan menggunakan kepercayaan religius untuk menghadapi sebuah stressor terbaru, dan 95% dilaporkan menggunakan doa untuk menghadapinya.
10
Menurut Jeckins & Pargament (Ahmadi, 2006) praktek dan kognisi agama memperbaiki dalam manajemen stres, kesejahteraan fisik dan mental, penguasaan pribadi dan tempat pengendalian internal, khususnya pada kasus ini, individu yang berhadapan dengan peristiwa kehidupan tertentu, dan kondisi yang sulit. Lebih lanjut menurut Koenig, dkk (Taylor, 2003) banyak individu yang secara spontan melaporkan bahwa agama sangat membantu mereka ketika mereka harus menghadapi peristiwa penuh tekanan. Kesadaran manusia dalam mengembalikan segala masalah dan persoalan hidup yang dialami kepada agama inilah yang menyebabkan seseorang dapat menyelesaikan masalahnya dengan menggunakan agama sebagai dasar dan pedoman hidupnya. Semakin tinggi tekanan atau stres yang dialami seseorang maka semakin orang tersebut akan berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan YME, sehingga ketika seseorang merasa lebih dekat dengan penciptanya maka orang tersebut akan semakin sering melakukan kegiatan-kegiatan atau ritual keagamaan (misalnya berdoa, salat, zikir dsb) hal tersebut akan lebih meringankan beban atau derita hidup yang dialaminya.
Hipotesis Penelitian Ada hubungan negatif antara positive religious coping dan stres menjelang Unas pada siswa SMA kelas XII di SMA 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008. Semakin tinggi positive religious, maka semakin rendah stres menjelang Unas yang dialami siswa SMA kelas XII di SMA 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008.
11
Semakin rendah positive religious coping, maka semakin tinggi stres menjelang Unas yang dialami siswa SMA kelas XII di SMA 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008.
Metode Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Tergantung
: Stres menjelang Ujian Nasional
Variabel Bebas
:
Positive Religious Coping
Subyek Penelitian Subyek dari penelitian ini adalah siswa SMA kelas XII yang akan menghadapi Unas, beragama Islam bersekolah di SMA N 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik dengan menggunakan analisis Product Moment Pearson untuk menguji apakah terdapat hubungan antara variabel tergantung yakni stres menjelang Unas dengan variabel bebas yakni positive religious coping. Analisis dari variabel-variabel tersebut dilakukan dengan bantuan komputer SPSS versi 13.0 for windows.
Hasil Penelitian Deskripsi Data Penelitian Dalam penelitian mengenai hubungan antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas pada kelas XII di SMA 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008, peneliti mengkategorikan subjek penelitian menjadi 5 yaitu sangat tinggi, tinggi,
12
sedang, rendah dan sangat rendah. Adapun gambaran umum mengenai data penelitian secara singkat dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian yang berisi fungsifungsi statistik dasar. Variabel untuk tiap-tiap skala positive religious coping dan stres menjelang Unas secara lengkap tersaji pada tabel Deskripsi Data Penelitian Secara Keseluruhan Empirik Variabel Min Max Rerata SD Stres menjelang 55 82 72,69 6,51 Unas Positive Religious 114 156 139,50 10,58 Coping Ket : Min = Skor Total Minimal Max = Skor Total Maksimal
Min 34 39
Hipotetik Max Rerata 136 85
SD 17
156
19,5
Dari mean empirik akan dikategorikan sebagai: a) Sangat Tinggi
( X > m + 1,8 SD )
b) Tinggi
( m + 0,6 SD < X = m + 1,8 SD )
c) Sedang
( m – 0,6 SD < X = m + 0,6 SD )
d) Rendah
( m – 1,8 SD < X = m – 0,6 SD )
e) Sangat Rendah
( X = m – 1,8 SD )
Keterangan: X = Skor Total M = Mean Empirik SD = Standar Deviasi
13
97,5
Deskripsi Kategorisasi Stres Menjelang Unas Pada Subyek Penelitian Skor Kategori Frekwensi Prosentase Sangat rendah (X = , 60,98) 3 4,17% Rendah 16 22,22% (60,98 < X = 68,79) Sedang 24 33,33% (68,78 < X = 76,60) Tinggi 29 40,28% (76,60 < X = 84,40) Sangat Tinggi 0 0% (X > 84,40) Deskripsi Kategorisasi Positive Religious Coping Pada Subyek Penelitian Skor Kategori Frekwensi Prosentase (X = 120,46) Sangat rendah 2 2,77% Rendah 16 22,22% (120,46<X=133,15) Sedang 29 40,28% (133,15 < X = 145,85) Tinggi 25 34,72% (145,85 < X = 158,54) Sangat Tinggi 26 0 (X > 158,54).
Hasil Uji Asumsi Uji Normalitas Dari hasil uji normalitas dengan menggunakan teknik statistik one-sample Kolmogorov-Smirnov dari program SPSS 13.00 for windows menunjukkan nilai K-SZ 0,984 dengan nilai p = 0,288 (p>0,05) untuk stres, sedangkan untuk positive religious coping menunjukkan nilai K-SZ sebesar 0,818 dengan p = 0,515 (p>0,05). Berdasarkan hasil uji normalitas di atas menunjukkan bahwa stres menjelang Unas dan positive religious coping menunjukkan sebaran normal. Uji Linearitas Uji liniearitas pada penelitian ini menggunakan program SPSS 13.00 for windows dengan teknik compare means menunjukkan hasil F = 5,965 ; p = 0,019. Berdasarkan
14
analisis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara variabel positive religious coping dengan stres menjelang Unas adalah linier p<0,05 Uji Hipotesis Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel
positive religious
coping dengan stres menjelang Unas menunjukkan nilai r = -0,269 dengan p = 0,011 (p<0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas pada siswa kelas XII di SMA N 7 Yogyakarta, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.
Pembahasan Hasil analisis data penelitian secara kuantitatif menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini, yakni ada hubungan antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas pada siswa kelas XII di SMA 7 Yogyakarta, dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar -0,269 dengan nilai p=0,011 (p<0,05). Dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara positive religious coping dengan stres menjelang Unas. Semakin tinggi positive religous coping, maka semakin rendah stres menjelang Unas pada siswa kelas XII di SMA 7 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008. Hasil analisis tersebut juga didukung oleh kategorisasi responden dalam penelitian. Hasil pengkategorian didapatkan dengan membandingkan antara mean Hipotetik dengan mean Empirik pada skala stres menjelang Unas berada pada
15
kategori tinggi sebesar 40,28% sedangkan hasil pengkategorian yang didapat dengan membandingkan antara mean Hipotetik dengan mean Empirik pada skala positive religious coping pada kategori sedang 40,28%. Diterimanya hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa positive religious coping berhubungan dengan stres menjelang Unas di mana positive religious coping memberikan sumbangan sebesar 7,2% terhadap stres menjelang Unas dan selebihnya sebesar 92,8% dipengaruhi oleh faktor lain di luar positive religious coping. Faktor lain diluar positive religious coping yang mempengaruhi stres menjelang Unas dijelaskan oleh Atkinson, dkk (1999) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kerasnya stres adalah kemampuan menerka, kontrol jangka waktu, evaluasi kognitif, perasaan mampu, dan dukungan masyarakat.
Saran-Saran Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk menyadari betapa pentingya peran agama dalam mengurangi dampak negatif dari peristiwa yang penuh dengan tekanan. Agama hendaknya benar-benar dijadikan sebagai pedoman dalam hidup dalam menjawab segala problematika dalam kehidupan, bukan hanya sekedar dijadikan sebagai formalitas saja. Ujian Nasional seharusya tidak dianggap sebagai momok yang harus ditakuti, karena dalam hidup ini setiap manusia pasti akan mendapatkan banyak sekali ujian dan cobaan, namun bila sebagai hamba Allah S.W.T yang sejati hendaknya segala ujian itu dijalani sebaik-baiknya tanpa harus berputus asa, melainkan dengan cara
16
tetap berdoa, bertawakal, dan memohon bimbinganNya maka segala kesulitan dan ujian dalam hidup ini dapat dilalui dengan baik. Saran bagi peneliti yang merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengusung tema yang sama pertama, diharapkan untuk membuat alat ukur positive religious coping dengan standar Islam dengan bahasa yang mudah dimengerti dan sesuai dengan karakteristik subyeknya. Yang kedua, hendaknya peneliti selanjutnya mengambil sampel yang lebih heterogen misalnya saja dengan mengambil wilayah populasi dengan skala yang lebih besar, dengan adanya hal tersebut diharapkan hasil penelitian selanjutnya akan lebih maksimal.
17